PENGARUH INTEGRASI INTERNAL SUPPLY CHAIN MANAGEMENT TERHADAP KINERJA PERUSAHAAN PERIKANAN (STUDI KASUS PADA KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN KENDARI)
By. LA HATANI Staf Pengajar Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi Unhalu ABSTRACT The purpose of this research to study the strategic operation management of manufacture firm by exploring the effects of integration internal supply chain on absolute performance fishery companies based on integrative SCM philosophy. This research is explanatory and use questionnaire to collect the cross sectional primary data. Data collection method is jugmend sampling from 66 managers of 12 fishery industries. Multivariate regression and factor analysis and qualitative illustration analysis was based on observation in the company and interview with the managers. Result of each indicator of variables explaining about intensity operation management strategic decision system. Based on the respondent perception about internal integration supply chain, most of them have been applied in the fishery companies. Result of factor analysis loading factor from all of dependent and independent variables are above cut off point of 0.60 or 60 percent. The result of this research indicate that variable internal integration supply chain, partially and simultaneous have significant effect on the fishery industries performance with α = 0.05. Key words: Value Chain, Internal Integration SCM, Industries Performance PENDAHULUAN Era globalisasi yang terjadi saat ini menuntut setiap perusahaan agar dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi dalam lingkungan dunia bisnis. Perusahaan yang hanya mampu bersaing secara lokal akan mengalami kesulitan untuk survive, oleh karena itu setiap perusahaan perlu memandang pelanggan, pemasok, dan lokasi kompetitor secara global. Komposisi bahan baku maupun jasa perakitan suatu produk dapat berasal dari berbagai negara, sehingga manajemen rantai pasokan merupakan salah satu fokus perhatian bagi peningkatan kinerja setiap perusahaan dalam menghadapi keunggulan bersaing dari perubahan antara perusahaan dan sesama pemasok. Perusahaan yang memprioritaskan manajemen rantai pasokan akan menawarkan peluang baru sehingga dapat mengurangi biaya, meningkatkan mutu dan tanggapan mengenai pengurangan waktu pengirimanan. Rantai pasokan dapat memberikan kesempatan bagi peningkatan keseluruhan kinerja secara hati-hati dalam mengatur mata rantai antara organisasi dari pada hanya menfokuskan perhatian terhadap isu operasi di dalam setiap perusahaan (Tracey & Vonderembse, 2004). Sejauh perusahaan masih dapat terus memperbaiki kinerjanya, maka sejauh itu pula kecenderungan perusahaan dapat bertahan dalam ketatnya persaingan global (Indrajit & Djokopranoto, 2005). Pengukuran kinerja merupakan kemampuan perusahaan untuk membuat standar yang diinginkan oleh pelanggan dengan mempertimbangkan biaya produksi dan pemeliharaan yang rendah, peningkatan kualitas produk, mengurangi persediaan barang dalam proses, penurunan biaya penanganan material dan batas waktu penyerahan (Tracey & Vonderembse, 2004). Lebih spesifik, pengukuran kinerja secara absolut adalah kemampuan yang dimiliki dalam perusahaan dengan tidak mempertimbangkan kinerja pesaing, oleh karena itu kinerja absolut dapat diartikan kemampuan perusahaan dalam: Costs, stock-outs and Lead-time reductions (Gimenez & Ventura, 2003, 2005). Penggunaan strategi rantai nilai untuk menyeleksi pemasoknya dan perusahaan ke dalam sejumlah aktivitas yang berbeda, namun saling berhubungan dalam mencapai tujuan yang diinginkan agar menghasilkan kekuatan secara spesifik dari seluruh penciptaan nilai (value creation) dan system penghantar nilai (value delivery system). Tambahan nilai tersebut diperoleh dari supply chain management (Munjiati, dkk., 2004). Supply Chain Managemen (SCM) mempunyai arti penting dalam membangun supplier agar dapat memaksimumkan nilai dari pelanggan. Kunci efektifitas dari SCM adalah membuat supplier sebagai mitra di dalam strategi perusahan. SCM dapat meningkatkan kinerja setiap perusahaan, namun perlu disadari kelemahan-kelemahan dalam praktek SCM dapat pula menurunkan kinerja dan daya saing perusahaan (Gimenez & Ventura, 2005).
2
Pada hakekatnya tidak ada perbedaan yang mendasar antara SCM dengan manajemen logistik, karena SCM adalah perluasan dan pengembangan konsep dari manajemen logistik. SCM merupakan konsep baru dalam memandang persoalan logistik secara terintegrasi (Indrajit & Djokopranoto, 2005). Senada dengan pendapat Lambert, (1990) bahwa SCM adalah proses bisnis terintegrasi dari pemasok sampai pemakai akhir. Namun Zabidi, (2001) memandang bahwa SCM hanya merupakan rangkaian pihak-pihak yang menangani aliran produk bukan merupakan konsep baru. Supply Chain Management (SCM) is “an integrative philosophy to manage the total flow of channel from the earliest supplier of raw materials to the ultimatet custumer, and beyond, including the disposal process” (Cooper et al, 1997). Lebih lanjut dalam praktek SCM membangun integrasi, koordinasi, dan kerjasama antara fungsi dalam organisasi dan keseluruhan rantai pasokan. Ini berarti bahwa SCM membutuhkan integrasi internal (intraorganisasional). Pengertian di atas dapat dikatakan bahwa integrative supply chain terdiri dari Integrasi internal (integrasi lintas fungsional pada batasbatas dalam satu perusahaan), yang dicerminkan oleh tingkat aktivitas fungsi logistik di mana saling berhubungan dengan lingkup fungsi yang lain dalam hubungannya dengan keseluruhan rantai pasokan, yang secara konsisten terus meningkat dari beberapa perusahaan yang dikelompokkan dalam pengaturan jaringan (Gimenez & Ventura, 2003 : 3). Integrasi internal supply chain management dapat dilakukan melalui koordinasi dan kerja sama dalam aktivitas logistik antara pemasok, perusahaan dan pelanggan. Dalam SCM untuk menciptakan efektifitas pelaksanaannya sangat diperlukan praktek integrasi internal supply chain management. Perusahaan yang mencapai tingkat integrasi internal yang tinggi berpengaruh positif terhadap kinerja perusahaan baik secara absolut maupun relatif (Gimenez & Ventura, 2003;2005). Dari beberapa temuan penelitian terdahulu bahwa integrasi internal supply chain dapat meningkatkan kinerja perusahaan tetapi masih sedikit studi yang menganalisis secara empiris (Cooper, 1993; Gustin, 1994; Stank et.al., 2001; dan Gimenez dan Ventura, 2003;2005). Dengan demikian dipandang perlu adanya penelitian lanjutan khususnya pada sektor industri perikanan. Berdasarkan observasi awal penelitian ini menunjukkan tahun 2005, volume pendaratan ikan tercatat 4.359,75 ton bila dibanding tahun 2004 terdapat penurunan 37,79%. Penurunan volume pendaratan ikan disebabkan oleh beberapa faktor: (1) semakin kondusifnya keamanan di daerah konflik (Ambon) sehingga tiga perusahaan telah kembali ke daerah asal; (2) Adanya krisis manajemen dibeberapa perusahaan perikanan; (3) Hasil tangkapan nelayan rendah disebabkan pola migrasi ikan; (4) Persaingan perusahaan pengolah ikan yang semakin tinggi; (5) Adanya keluhan nelayan mitra karena harga jual ikan diperusahaan inti lebih rendah jika dibanding dengan di luar kawasan. (Laporan Tahunan PPS Kendari, 2006). Mencermati fenomena empiris dan berdasarkan kajian teori penelitian ini penting dilakukan untuk mengkaji implementasi integrasi internal supply chain management terhadap kinerja perusahaan perikanan. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk menjelaskan dan menguji secara empiris besarnya tingkat signifikan dari implementasi integrasi internal supply chain management terhadap kinerja perusahaan perikanan. Fokus kajian penelitian ini hanya pada aktivitas logistik pengadaan bahan baku ikan. Pengukuran kinerja obyektif adalah lebih baik untuk dijadikan ukuran kinerja secara absolut khususnya pada kinerja internal perusahaan perikanan, yang kemudian direkomendasikan ketika ada penggantian dan temuan untuk kepentingan prediksi. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah eksplanatori dengan pendakatan kuantitatif (mainstream) yang menggunakan analisis statistika inferensial. Penggunaan analisis tersebut didasari pertimbangan atas model hipotesis yang dibangun untuk menjawab permasalahan dan tujuan yang ingin dicapai. Data yang digunakan adalah data primer yang dikumpul secara cross-section melalui kuisioner. Skala pengukuran data adalah skala likert 5 point. Penentuan skala dibuat dari skala 5 (sangat penting/secara total diaplikasikan) sampai dengan skala 1 (tidak penting/tidak diaplikasikan). Populasi penelitian ini seluruh karyawan tetap yang terlibat langsung dalam rantai pasokan pada 12 perusahaan perikanan di PPS Kendari sebanyak 72 orang. Teknik penarikan sampling dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu penarikan sampling berdasarkan tujuan. Adapun responden yang dijadikan sampling adalah para manajer dan supervisor atau yang setingkat dengannya pada perusahaan perikanan yaitu sebanyak 66 orang.
3
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : 1. Analisis statistika deskriptif, bertujuan untuk mendeskriptifkan masing-masing variabel penelitian ini dalam bentuk jumlah, rata-rata maupun angka persentase. 2. Analisis statistika inferensial, yaitu: (1) Confirmatory Factors Analysis (CFA) dan (2) Analisis Regresi Multivariat dengan persamaan : FY = b0 + b1F1 + b2F2 + ei. Hubungan kausal dari penerapan regresi multivariat dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar 1. Rancangan Hubungan Antar Variabel Penelitian Integrasi Internal Supply Chain Management (SCM) (Gimenez & Ventura, 2003;2005)
ei
Koordinasi internal (F1) 1) Pentingnya kelompok kerja 2) Pentingnya sharing ide & informasi 3) Pentingnya kekompakan kerja
b1
Kinerja Perusahaan (FY) Costs,Stock-outs; & Leadtime Reduction
Kerjasama internal (F2) 1) 2) 3) 4)
(Gimenez & Ventura, 2003;2005).
b2
Pembuatan perencanaan terpadu Menetapkan tujuan bersama Membangun pemahaman bersama Keputusan bersama.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan analisis data dan pembahasan dalam penelitian terlebih dahulu menguji kuesioner sebagai instrumen penelitian melalui uji validitas dan reliabilitas instrumen. Suatu instrumen dalam penelitian dapat dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang ingin diukur dan dapat mengungkapkan data dan variabel-variabel yang diteliti secara konsisten. Pengujian validitas dan reliabilitas dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian Variabel Penelitian Item Koef. Korelasi Keputusan Koef. Alpha Keputusan Koordinasi Internal (X1) Kerjasama Internal (X2)
Kinerja Perusahaan (Y)
Cost Reduction (Y1) Stock-Out Reduction (Y2) Lead-Time Reduction (Y3)
X1.1 X1.2 X1.3 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 Y1.5 Y1.6 Y2.1 Y2.2 Y3.1 Y3.2
Sumber: Hasil olahan data primer, 2006
0,859 0,902 0,885 0,877 0,864 0,833 0,824 0,827 0,827 0,840 0,730 0,750 0,755 0,848 0,848 0,865 0,865
Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid Valid
0,857
Reliabel
0,872
Reliabel
0,878
Reliabel
0,609
Reliabel
0,663
Reliabel
4
Pada Tabel 1 di atas, menunjukan hasil uji validitas dari seluruh instrumen memiliki koefisien korelasi ≥ 0,30 dan nilai signifikan dari seluruh instrumen berada di bawah α = 0,05, hal ini dapat diartikan bahwa semua instrumen adalah valid. Hasil uji reliabilitas menunjukan nilai koefisien alpha cronbach (α) dari seluruh instrumen ≥ 0,60 berarti semua instrumen penelitian ini dapat dipercaya keandalannya. Hasil uji validitas dan reliabilitas instrumen penelitian dapat disimpulkan bahwa seluruh butir (item) yang digunakan valid dan reliabel oleh karena itu, kusioner yang digunakan dapat dikatakan layak sebagai instrumen untuk melakukan pengukuran setiap variabel. Mengacu pada uji validitas dan reliabilitas instrumen maka langkah selanjutnya dalam penelitian ini melakukan analisis statisika secara deskriptif yang bertujuan untuk mengintreprestasikan mengenai distribusi frekwensi jawaban responden dalam bentuk persentase dan rata-rata. Rekapitulasi distribusi frekwensi jawaban responden atas variabel bebas dan terikat dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Rekapitulasi Distribusi Frekwensi Jawaban Responden Atas Variabel Bebas Variabel Penelitian
Koordinasi Internal (X1)
Kerjasama Internal (X2)
Kinerja Perusahaan (Y)
Cost Reduction (Y1)
Stock-Out Reduction (Y2) Lead-Time Reduction (Y3)
Item
SP (5) f (%) X1.1 0 0 X1.2 33 50 X1.3 34 51,52 Mean variabel (X1) X2.1 32 48,48 X2.2 38 57,58 X2.3 12 18,18 X2.4 0 0 Mean variabel (X2) Y1.1 47 71,21 Y1.2 47 71,21 Y1.3 44 66,67 Y1.4 33 50 Y1.5 0 0 0 0 Y1.6 Y2.1 0 0 23 34,85 Y2.2 Y3.1 29 43,94 0 0 Y3.2
Mean variabel (Y)
f 46 33 32
Jawaban Responden (skor) P (4) M (3) KP (2) (%) f (%) f (%) 69,70 20 30,30 0 0 50 0 0 0 0 48,48 0 0 0 0
TP (1) f (%) 0 0 0 0 0 0
34 28 36 38
51,52 42,42 54,55 57,58
0 0 18 21
0 0 27,27 31,82
0 0 0 7
0 0 0 10,61
0 0 0 0
0 0 0 0
19 19 22 33 40 42 46 42 36 48
28,79 28,79 33,33 50 60,61 63,64 69,70 63,64 54,55 72,73
0 0 0 0 26 24 20 1 1 18
0 0 0 0 39,39 36,36 30,30 1,52 1,52 27,27
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 3,70 4,50 4,52 4,24 4,50 4,58 3,91 3,47 4,11 4,71 4,71 4,67 4,50 3,61 3,64 3,70 4,33 4,42 3,37 4,34
Sumber: Hasil olahan data primer, 2006 Berdasarkan hasil penelitian yang terlihat pada Tabel 2 di atas, dari 66 responden para manajer perusahaan perikanan, dalam memberikan tanggapan dan penilaian terhadap variabel penelitian ini sangat bervariasi. Lebih jelasnya deskripsi tanggapan responden dapat di uraikan sebagai berikut: 1. Koordinasi internal (X1) dimaksudkan untuk memperoleh gambaran mengenai proses dimana para manajer melakukan singkronisasi tujuan perusahaan dari bidang-bidang fungsional yang terpisah. Nilai mean variabel koordinasi internal sebesar 4,24, hal ini menunjukkan rata-rata responden menyatakan penting dalam mempertimbangkan faktor koordinasi internal antara unit-unit kerja sehingga kinerja perusahaan dapat ditingkatkan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa faktor koordinasi internal lintas fungsi yang meliputi: pentingnya kelompok kerja informal, pentingnya sharing ide atau informasi, dan pentingnya kekompakan tim kerja sebagian besar telah diaplikasikan pada perusahaan perikanan di PPS Kendari. 2. Kerja sama internal (X2) bertujuan untuk mengetahui usaha-usaha yang dilakukan para manajer dalam menciptakan komitmen wujud saling ketergantungan setiap fungsi dan kesepakatan bersama dalam menjalankan serangkaian aktivitas perusahaan. Nilai mean variabel kerja sama internal sebesar 4,11, berarti menunjukkan rata-rata responden menyatakan penting dalam mempertimbangkan faktor kerja sama internal antara unit-unit kerja sehingga kinerja perusahaan dapat ditingkatkan. Sehingga dapat disimpulkan faktor kerja sama internal yang meliputi:
5
pembuatan perencanaan terpadu untuk mengantisipasi masalah-masalah operasional, menetapkan tujuan bersama, membangun pemahaman bersama tentang tanggungjawab yang diembanya, pembuatan keputusan bersama tentang pengembangan efisensi biaya secara umum telah diaplikasikan pada perusahaan perikanan di PPS Kendari. 3. Kinerja perusahaan perikanan (Y), pengukuran kinerja dalam penelitian ini menggunakan
kinerja absolut dengan maksud untuk memperoleh gambaran tetang kemampuan perusahan melakukan efisiensi sehubungan dengan aktivitas logistik yang diukur melalui : costs, stock-outs dan lead-time reduction. Tujuan menganalisis kinerja perusahaan perikanan dalam terminologi absolut untuk mengetahui peningkatan kinerja yang dapat dicapai. Nilai mean variabel teikat kinerja perusahaan perikanan sebesar 4,34 dapat diartikan bahwa rata-rata responden menganggap penting dalam mempertimbangkan cost, stock-out dan lead-time reductions dalam meningkatkan daya saing dan kinerja perusahaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa nilai mean variabel kinerja perusahaan yang diukur melalui cost, stock-out dan lead-time reductions sebagian besar telah diaplikasikan pada perusahaan perikanan. Hasil analisis deskriptif di atas, untuk mendukung dan memperkuat hasil temuan dalam penelitian ini dilakukan Confirmatory Factors Analysis (CFA) dengan tujuan menguji penentuan variabelvariabel penelitian berdasarkan teori dan penelitian terdahulu dari Gimenez dan Ventura, (2003,2004 & 2005); Tracey dan Vonderembse, (2004); Lambert, (1990); dan Cooper, et. al., (1997). Rekapitulasi hasil analisis faktor konfimatori dari keseluruhan variabel dapat dilihat Tabel 3. Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Analisis Faktor dari Variabel Bebas dan Variabel Terikat Butir Communalities Factor Eigen Comula- DeterPenamaan Faktor (Variabel) (Item) (Extraction) Loading Value tive % minant Integrasi internal
Koordinasi Internal (F. X1) Kerjasama Internal (F. X2)
Cost Reduction (Y1)
Kinerja Perusahaan (F. Y)
Stock-Out Reduction (Y2) Lead-Time Reduction (Y3)
X1.1 X1.2 X1.3 X2.1 X2.2 X2.3 X2.4 Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 Y1.5 Y1.6 Y2.1 Y2.2 Y3.1 Y3.2
0,730 0,819 0,785 0,778 0,754 0,688 0,670 0,707 0,710 0,722 0,516 0,538 0,549 0,719 0,719 0,748 0,748
0,855 0,905 0,886 0,882 0,868 0,829 0,819 0,841 0,843 0,850 0,719 0,733 0,741 0,848 0,848 0,865 0,865
2,335
77,830
0,024
2,890
72,249
0,012
3,747
62,382
0,020
1,437
71,869
0,009
1,496
74,790
0,054
Sumber: Hasil olahan data primer, 2006 Tabel 3, menunjukkan hasil confirmatory factorsanalysis dapat diintrepretasikan sebagai berikut: 1. Hasil analisis faktor berdasarkan eigen value, masing-masing variabel bebas dan terikat menunjukkan semua indikator variabel terbentuk hanya satu faktor yang signifikan berarti indikator variabel yang digunakan sebagai pengukur variabel yang terbentuk bersifat valid. 2. Besarnya eigen value dari setiap variabel > 1 berarti seluruh faktor yang terbentuk paling bagus untuk meringkas semua indikator variabel (item) penelitian ini dan mampu menjelaskan keragaman (cumulative %) dari setiap variabel masih di atas 60% terhadap total varian. 2. Nilai determinasi matriks korelasi masimg-masing variabel yang terbentuk dalam faktor mendekati 0 berarti antara seluruh indikator variabel (item) terbukti saling berkorelasi. Dengan demikian pengelompokan indikator variabel penelitian ini sama dengan penelitian terdahulu Tracey dan Vonderembse, (2004) dan Gimenez dan Ventura, (2003;2005).
6
3. Nilai communalities menunjukkan jumlah varians dari suatu indikator variabel yang dapat dijelaskan oleh faktor yang terbentuk. Dalam penelitian ini angka communalities semua indikator variabel/item pertanyaan lebih besar dari 0,50 berarti semua variabel mempunyai hubungan erat dengan faktor yang terbentuk. 4. Nilai loading factor mengindikasikan bahwa korelasi antara semua indikator variabel positif dengan faktor yang terbentuk karena semuanya masih di atas angka pembatas (cut off point) 0,60 atau 60%. Berarti semakin ditingkatkan pertimbangan, integrasi internal supply chain yang terdiri koordinasi dan kerja sama internal dapat meningkatkan kinerja perusahaan. 5. Penentuan ketepatan model (model fit), hasil perhitungan untuk variabel bebas diperoleh persentase residual di atas 0,05 adalah 14% atau sebanyak 12 residual. Hal ini mengindikasikan bahwa model memiliki ketepatan 86% pada tingkat penyimpangan 5%. Sedangkan variabel
terikat diperoleh persentase residual di atas 0,05 adalah 20% atau sebanyak 3 residual, hal ini mengindikasikan bahwa model memiliki ketepatan sebesar 80% pada tingkat penyimpangan 5%. Dapat disimpulkan bahwa akurasi model penelitian ini dapat diterima karena memiliki tingkat ketepatan di atas 50% (Malhotra, 1996:622). Pada pembahasan sebelumnya telah dikemukakan bahwa analisis faktor yang digunakan adalah untuk menyederhanakan (mereduksi) item/butir pertanyaan dan variabel bebas maupun terikat menjadi seperangkat variabel (faktor) baru, namun melalui analisis faktor belum dapat menjawab hipotesis yang diajukkan dalam penelitian ini, yaitu pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat baik secara simultan maupun parsial sehingga dilanjutkan dengan analisis regresi multivariat. Ringkasan hasil perhitungan analisis regresi multivariat berdasarkan nilai skor faktor yang dihasilkan dari analisis faktor sebelumnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Ringkasan Hasil Analisis Regresi Multivariat Variabel Bebas Nama Variabel Koef. Regresi Beta F1 Koordinasi Internal (X1) 1,095 0,444 F2 Kerjasama Internal (X2) 1,746 0,707 R = 0,962 Constant = 0,000 R Square = 0,925 Fhitung = 389,282 SEE = 0,686 Sig. F = 0,000 Sumber : Hasil olahan data primer, 2006
thitung 11,989 19,111
Sig.t 0,000 0,000
Keterangan Signifikan Signifikan
Berdasarkan hasil analisis regresi multivariat pada Tabel 4, maka dalam pembahasan penelitian akan mengkombinasikan beberapa hasil temuan agar terjadi proses sintesa demi penyempurnaan hasil temuan. Lebih jelasnya dapat dilihat pada uraian di bawah ini: 1. Pengaruh Integrasi Internal Supply Chain Management Terhadap kinerja Perusahaan Mengacu pada hasil pengolahan data menunjukan nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,925 dapat diartikan bahwa 92,5% proporsi variasi dari kinerja perusahaan perikanan Kendari dijelaskan variabel integrasi internal yang meliputi koordinasi dan kerja sama internal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa akurasi model untuk kepentingan prediksi sangat baik atas pertimbangan integrasi internal SCM yang terdiri dari koordinasi dan kerjasama internal dapat memberikan kontribusi pengaruh sebesar 92,50% terhadap kinerja perusahaan dan sisanya 36,65% dijelaskan oleh variabel lain di luar model penelitian ini. Selanjutnya nilai sig. F sebesar 0,000 berarti terdapat hubungan yang positif atau searah karena lebih kecil dari taraf uji α = 0,05. Variabel integrasi internal merupakan hasil faktor pengabungan dari analisis faktor yang dilakukan sebelumnya atas variabel koordinasi internal dan kerjasama internal perusahaan merupakan faktor yang memiliki peranan dan pengaruh positif terhadap kinerja perusahaan perikanan, hal ini dapat dibuktikan pula dengan nilai mean variabel koordinasi internal = 4,24 dan kerja sama internal 4,11 dengan nilai eigen value untuk koordinasi internal sebesar 2,335 sedangkan variabel kersama internal 2,890. Hasil pengelompokan terhadap faktor integrasi internal yang meliputi: pelaksanaan koordinasi internal antar fungsi dalam perusahaan melalui pembentukan kelompok kerja informal, sharing ide atau informasi dan kekompakan tim kerja lintas fungsi merupakan komitmen dan
7
konsekwensi dari pelaksanaan sikap keterbukaan dan saling percaya yang merupakan bagian terpenting dalam pencapain tujuan perusahaan dan ketergantungan dalam pengaturan hubungan informasi melalui wewenang dan tanggung jawab masing-masing fungsi. Singkronisasi kekuatan antara fungsi dalam perusahaan merupakan usaha-usaha perbaikan yang dilakukan secara proaktif diharapkan dapat menghasilkan perbaikan yang optimal bagi peningkatan kinerja perusahaan. Kemudian kerja sama internal pelaksanannya dicerminkan melalui pembuatan perencanaan terpadu untuk mengantisipasi masalah operasional perusahaan, menetapkan tujuan bersama dari setiap unit kegiatan, membangun pemahaman bersama tentang tanggungjawab dan pembuatan keputusan bersama dari setiap fungsi merupakan wujud saling ketergantungan yang berhubungan dengan kesepakatan bersama dalam menjalankan aktivitas. Kebersamaan antara kelompok kerja setiap fungsi dalam perusahaan merupakan usaha menciptkan perbaikan dibidang kualitas dan efisiensi biaya produk secara berkelanjutan dan terpadu, konsolidasi kekuatan tim kerja lintas fungsi akan menumbuhkan hasil perbaikan lebih besar dari pada dilakukan secara individu, karena bagaimanapun masing-masing unit kerja/bidang fungsi pasti memiliki kekurangan-kekurangan. Hasil temuan penelitian ini mendukung teori yang dikemukakan oleh Lambert, (1990); Cooper, et. al., (1997); dan Indrajit & Djokopranoto, (2005); bahwa SCM merupakan perluasan dan pengembangan konsep dari manajemen logistik yang merupakan proses bisnis yang terintegrasi (integrative philosophy) dari pemasok sampai pemakai akhir/pelanggan. Membantah teori yang dikemukakan Zabidi (2001) dan Jebarus (2001). Kemudian hasil temuan riset ini mendukung hasil penelitian Gimenez & Ventura (2003; 2005) dan Lejeune & Yakova, (2005). 2. Variabel Kinerja perusahaan Hasil analisis faktor yang dilakukan sebelumnya menunjukkan variabel terikat kinerja perusahaan perikanan terbentuk dari gabungan 3 variabel terikat asalnya yaitu cost reduction (Y1), stock-out reduction (Y2), dan lead-time reduction (Y3). Urutan prioritas dari ketiga variabel terikat dapat dilihat dari nilai loading factor dalam pembentukan faktor kinerja perusahaan. Variabel stock-out reduction mempunyai peranan penting dengan urutan prioritas untuk mendapat perhatian serius pada perusahaan perikanan Kendari dengan loading factor = 0,845, kemudian lead-time = 0,813 dan cost reduction = 0,811, lebih jelasnya berdasarkan urutan prioritas adalah: a. Stock-out reduction adalah kemampuan perusahaan perikanan dalam penanganan kekurangan persediaan ikan dalam proses produksi dari nelayan maupun ikan olahan ke pelanggan. Variabel terikat stock-out reduction mendapatkan peranan dan pengaruh dominan dari pertimbangan implementasi integrative SCM. Hal ini disebabkan oleh kondisi yang terjadi pada obyek penelitian menunjukkan bahwa penangkapan ikan yang merupakan input utama perusahaan bersifat musiman. Musim penangkapan ikan di Kendari umumnya antara bulan September sampai dengan April untuk setiap tahun, sehingga pada bulan-bulan tersebut terjadi peningkatan jumlah pendaratan ikan. Sebaliknya musim paceklik umumnya terjadi pada bulan Mei sampai September yang disebabkan perubahan faktor oseanografi seperti arus, angin, dan gelombang yang cukup besar sehingga nelayan enggan untuk melaut. b. Lead-time reduction merupakan kemampuan perusahaan dalam menurunkan waktu tunggu untuk mendapatkan ikan dari pemasok dan pengiriman ikan olahan ke pelanggan. Variabel lead-time reduction mendapatkan pengaruh terbesar kedua dari implementasi integrative SCM, hal ini disebabkan karakteristik produk (ikan) merupakan input utama perusahaan cepat rusak jika penangannya lamban, sehingga berakibat pada kualitas produk yang dihasilkan menurun dan kepuasan pelanggan untuk memperoleh produk yang berkualitas tidak terpenuhi. c. Cost reduction, merupakan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan reduksi biaya guna memperoleh harga pokok produksi dan penjualan yang lebih rendah. Harga pokok produksi dan penjualan yang rendah menjadi dasar dalam penentuan harga jual dan profit. Variabel asal cost reduction mendapatkan pengaruh terendah disebabkan kehwatiran perusahaan untuk pemenuhan input dalam melakukan proses produksi mengingat ikan merupakan bahan baku yang langkah dan musiman. Sementara permintaan produk dari pelanggan sangat tinggi bahkan perusahaan tidak dapat memenuhi permintaan pasar akibat kelangkaan untuk mendapatkan input ikan terutama antara bulan Mei sampai September setiap tahunnya.
8
KESIMPULAN 1. Hasil analisis deskriptif yang berdasarkan distribusi frekwensi atas pernyataan responden menunjukkan bahwa pertimbangan integrasi internal supply chain Management sebagain besar telah diaplikasikan pada perusahaan perikanan. 2. Hasil analisis faktor untuk variabel bebas yang mempunyai eigen value terbesar adalah faktor kerja sama internal, hal ini menunjukkan bahwa pertimbangan kerja sama internal merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Selain itu nilai loading factor dari seluruh variabel bebas maupun terikat masih di atas angka pembatas (cut off point) 0,60 atau 60%. 3. Hasil pengelompokan variabel terikat menunjukkan urutan prioritas ketiga variabel terikat asal berdasarkan nilai loading factor terbesar yaitu stock-out reduction kemudian lead-time dan cost reduction. Hal ini dapat diartikan bahwa cost reduction bukan merupakan faktor penentu dalam memberikan kontribusi pada peningkatan kinerja perusahaan melaikan stock-out reduction. 4. Hasil analisis regresi multivariate menunjukan bahwa integrasi internal supply chain Management yang meliputi koordinasi inernal dan kerja sama internal baik secara parsial maupun simultan berpengaruh signifikan positif terhadap kinerja perusahaan perikanan. DAFTAR RUJUKAN Benton W.C.& Michael Maloni. (2005). “The Influence of Power Driven Buyer/Seller Relationships on Supply Chain Satisfaction”. Journal of Operation Management Vol. 23. pp 1-12. Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Perikanan Tangkap, 2006. Laporan Tahunan PPS Kendari Tahun 2005, Kendari Departemen Kelautan dan Perikanan, Direktorat Perikanan Tangkap 2006. Statistika Perikanan, PPS Kendari 2005, Kendari Gimenez, C. & Ventura, E. (2003). “Supply Chain Management as a competitive advantage in the Spanish grocery sector”, Working paper no.641, Universitat Pompeu Fabra; forthcoming in the International Journal of Logistics Management. 19 Gimenez, C. (2004). “SCM Implementantion In the Spanish Grocery Sektor : An Exploratory Study”, Universitat Pompeu Fabra; forthcoming in the International Journal of Logistik Management, Vol.25, pp 1-19 Gimenez, C. & Ventura, E. (2005), “Logistic-Production, Logistic-Marketing and External Integration Their Impact on Performance, Emerald International Journal of Operations & Production Management vol.25. Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariat dengan Program SPSS, Universitas Dipanegaoro, Semarang. Indrajid, Richardus Eko & Richardus Djokopranoto. 2005. Starategi Manajemen Pemeblian dan Supply Cahain, Pendekatan Manajemen Terkini, Untuk Menghadapi Persaingan Global. Grasindo Indonesia, Jakarta. Hair, J.H.; Anderson, R.E.; Tatham, R.L. & Black, W.C. 1999. Análisis multivariante; Prentice Hall Iberia; 5ª ed.; Madrid. Joreskog, K. G. & Sorbom D. (1993): LISREL 8 User’s Reference Guide , Chicago: Scientific Software International, Inc. Heizer. J & Render B, 2004. Operations Management, Seventh Edition (IE) Prentice Hall. USA. Krawjeski, Lee J. & Larry P. Ritzman. 2002, Operation Managemen Strategi Analysis, Sixth Edition, Prentice Hall, New Jersey. Lambert, D.M. & Harrington, T.C. (1990), “Measuring nonresponse in customer service mail surveys”. Journal of Business Logistics; Vol.11 no.2; pages 5-25. Lejeune M.A. & Yakova, N. (2005), “On characterizing the 4C’s in supply chain management”. Journal of Operation Management Vol.23. pp 81-100 Malhorta, Naresh K. 1996. Marketing Research, An Applid Orientantion. The Prentice-Hall. Inc., New Jersey. Santoso, Singgih. 2004. SPSS Statistika Multivariat, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Tracey & Vonderembse. (2004). “Building Supply Chain : A Key To Enhancing Manufacturing Performance”. Journal of Business Mid-American, Vol.15. pp 10-20.