EFFECT OF INFLATION ON THE FINANCIAL REPORTS PRESENTATION : CONSTANT RATE ANALYSIS METHOD Atika Jauharia Hatta H., S.E., M.Si. One information used by investor and others in making their decision is financial report. Management may communicate information about it plans or projections, but financial statement and most financial reporting are historical. To make it useful they should obtained some qualification such as relevant and reliable. An alternative to overcome this weakness by using general price level accounting methods. Keyword: financial report, historical cost, general price level accounting, consumer price index.
PENGARUH INFLASI TERHADAP PENYAJIAN LAPORAN KEUANGAN: ANALISIS METODE HARGA KONSTAN Atika Jauharia Hatta H., S.E., M.Si. Satu informasi yang digunakan oleh investor dan lain-lain dalam pengambilan keputusan mereka adalah laporan keuangan. Manajemen dapat mengkomunikasikan informasi tentang hal rencana atau proyeksi, namun pelaporan keuangan laporan dan sebagian keuangan historis. Untuk membuatnya berguna mereka harus memperoleh beberapa kualifikasi seperti yang relevan dan dapat diandalkan. alternatif untuk mengatasi kelemahan ini dengan menggunakan metode akuntansi tingkat harga umum. Kata kunci: laporan keuangan, biaya historis, akuntansi tingkat harga umum, indeks harga konsumen.
Nilai rupiah yang terus mengalami penurunan terhadap nilai dolar Amerika dewasa ini, mengakibatkan fluktuasi moneter di Indonesia. Dengan menggunakan nilai tukar tetap, menuntut seluruh negara di dunia terutama yang mendominasi perekonomian dunia, untuk mengkoordinasikan kebijakan moneternya. Jika inflasi terjadi di suatu negara, dan keadaannya cenderung untuk terus meningkat, maka produknya akan kurang kompetitif di pasar internasional, tetapi di sisi lain jika terjadi peningkatan
impor akan berakibat pada pembengkakan defisit neraca
perdagangan negara tersebut. Secara teoritis, nilai tukar mata uang ditentukan oleh fundamental ekonomi suatu negara, seperti inflasi, laju pertumbuhan penduduk, dan neraca perdagangan. Selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi politik di suatu negara. Laporan keuangan merupakan salah satu rangkaian dari proses pelaporan keuangan, dimana informasi tersebut akan digunakan oleh beberapa pihak, antara lain: investor, karyawan, manajemen, kreditur, pemasok, pelanggan, pemerintah, dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sesuai dengan kepentingannya masing-
masing. Agar tidak menyesatkan para pemakai laporan keuangan tersebut, maka laporan keuangan diharapkan dapat mencerminkan keadaan perusahaan yang sebenarnya sehingga faktor relevansi suatu laporan merupakan hal yang paling pokok. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam SAK (Standar Akuntansi Keuangan) pada kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan no.26, bahwa “Agar bermanfaat informasi harus relevan untuk memenuhi kebutuhan pemakai dalam proses pengambilan keputusan. Informasi memiliki kualitas relevan kalau dapat mempengaruhi keputusan ekonomi pemakai dengan membantu mereka mengevaluasi peristiwa masa lalu, masa kini, atau masa depan, menegaskan, atau mengoreksi hasil evaluasi mereka di masa lalu”. Dengan demikian, inflasi yang terjadi dewasa ini sedikit banyak akan mempengaruhi keadaan keuangan di dalam perusahaan. Oleh karena itu, perlu adanya penyesuaian pada beberapa pos di dalam laporan keuangan yang terpengaruh dengan adanya perubahan harga atau inflasi, yaitu pos yang termasuk dalam nonmonetary item, seperti tanah, gedung(bangunan), hutang dengan jaminan, dan lain sebagainya. Akuntansi inflasi ialah suatu proses data akuntansi untuk menghasilkan informasi yang telah memperhitungkan perubahan tingkat perubahan harga sehingga informasi yang dihasilkan menunjukkan ukuran satuan mata uang pada tingkat harga yang berlaku. Ada beberapa pendekatan yang dapat dipakai untuk menyajikan informasi tersebut. Artikel ini menggunakan metode harga konstan atau disebut juga metode general price level accounting (GPLA) yaitu konsep yang menilai uang menurut daya belinya terhadap barang dan jasa secara umum. Tujuan dari konsep ini adalah untuk mempertahankan nilai modal menurut harga tetap, dengan ukuran indeks harga. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh inflasi terhadap kelayakan dan reliabilitas penyajian laporan keuangan, serta adakah
perbedaan yang material antara laporan keuangan yang disusun berdasarkan harga perolehan historis dan harga konstan, dan pos-pos mana yang mendominasi perbedaan tersebut, dengan mengambil contoh kasus pada PT. Asahimas Flat Glass Co. Ltd. Artikel ini akan terbagi dalam tiga bagian. Bagian pertama berisi tentang telaah literatur yang berkaitan dengan pengaruh inflasi terhadap relevansi laporan keuangan. Bagian yang kedua berisi tahap-tahap dalam metode harga konstan dalam menganalisis data. Dan bagian terakhir berisi tentang kesimpulan dan keterbatasan penelitian.
TELAAH LITERATUR Inflasi didefinisikan sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk naik secara umum dan terus menerus (Boediono, 1994). Inflasi dapat pula diartikan sebagai suatu gejala atau keadaan naiknya tingkat harga dan biaya yang merupakan kenaikan barang dan jasa serta faktor-faktor produksi secara umum (Farid Wijaya, 1992). Pengukuran inflasi ini dapat ditentukan dengan beberapa cara, antara lain dengan : Gross National Product (GNP) Deflator, disini tingkat inflasi ditentukan menurut tingkat kenaikan harga semua barang dan jasa yang dihitung dalam penentuan GNP dan Angka Indeks Harga, merupakan suatu indikator yang menunjukkan suatu tingkat perubahan secara relatif. Inflasi dapat menimbulkan pengaruh buruk pada perekonomian karena inflasi memberikan beban biaya kepada masyarakat. Inflasi juga mengakibatkan timbulnya penyimpangan harga relatif yang berpengaruh terhadap redistribusi pendapatan dan kekayaan diantara berbagai berbagai kelas dalam masyarakat yang berbeda, serta menimbulkan distorsi output dan kesmpatan kerja bagi perekonomian secara keseluruhan.
Pengaruh Inflasi Terhadap Relevansi Laporan Keuangan Laporan keuangan merupakan hasil dari suatu proses akuntansi untuk dianalisa bagi pihak yang berkepentingan. Tujuan utama dari laporan keuangan menurut SAK adalah menyediakan informasi yang menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang bermanfaat bagi sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan ekonomi. Namun demikian, laporan keuangan tidak menyediakan semua informasi yang mungkin dibutuhkan pemakai
dalam
pengambilan
keputusan
ekonomi
karena
secara
umum
menggambarkan pengaruh keuangan dari kejadian di masa lalu, dan tidak diwajibkan untuk menyediakan informasi nonkeuangan. Laporan keuangan juga menunjukkan apa yang telah dilakukan manajemen, atau pertanggungjawaban manajemen atas sumber daya yang dipercayakan padanya. Pemakai akan menilai apa yang telah dilakukan manajemen sehingga mereka dapat membuat keputusan ekonomi. Sifat historis laporan keuangan merupakan konsekuensi logis bahwa pengakuan dan pengukuran atas suatu transaksi/kejadian didasarkan pada saat terjadinya transaksi tersebut. Nilai historis adalah nilai yang paling akurat dan paling mudah ditelusuri melalui bukti transaksi. Tolok ukur dalam akuntansi adalah nilai mata uang yang dianggap stabil, namun pada kenyataannya terdapat perubahan nilai mata uang dari tahun ke tahun, yang kadang-kadang perubahan tersebut terasa sangat tajam. Dengan demikian perubahan nilai mata uang ini tentu saja akan membawa pengaruh terhadap penyajian laporan keuangan. Dalam pemakaian laporan keuangan timbul suatu masalah yaitu apakah angka-angka yang tertera di dalam suatu laporan keuangan merupakan jumlah yang dapat dipercaya (reliable) atau tidak, dimana angka-angka tersebut merupakan bilangan rupiah pada waktu terjadinya suatu transaksi (pencatatan nilai rupiah yang
bersifat historis). Apabila nilai uang tidak guncang atau stabil, jumlah suatu laba penjualan dapat dipercayai sebagai ukuran dengan catatan, laporan keuangan disusun berdasarkan prinsiip akuntansi yang diterima umum. Namun kenyataannya, nilai uang tidaklah stabil. Hal ini ditunjukkan dengan adanya kenaikan atau penurunan angka indeks harga dari tahun ke tahun dibandingkan dengan tahun dasarnya. Dalam konsep “monetary expression in account” dimana titik berat diletakkan pada “price aggregates” sebagai harga pokok dengan pencatatan yang bersifat historis, dengan anggapan nilai uang yang stabil. Dalam situasi inflasi, hal ini tidak menunjukkan keadaan yang sesungguhnya. Hal ini disebabkan karena adanya kemungkinan terdapat bermacam-macam nilai uang dalam satu rekening, miisalnya rekening gedung, yang dipakai untuk mencatat gedung-gedung yang diperoleh dalam tahun-tahun yang berbeda, dengan sendirinya nilai gedung itupun dicatat dengan harga pokok historisnya. Dalam situasi inflasi, konsep dasar semacam itu sudah tidak relevan lagi. Laporan keuangan yang dihasilkan pun tidak menunjukkan keadaan yang sesungguhnya. Terutama pos-pos neraca, yang hanya menunjukkan kumpulan price agregates atau bargained price dari waktu ke waktu, tidak bisa secara representatif mewakili nilai aktiva yang sekarang. Hal semacam ini dapat menyesatkan dan menimbulkan masalah bagi pengambilan keputusan oleh pihak yang berkepentingan terhadap operasi perusahaan atau suatu kesatuan usaha. Angka Indeks Harga Sebagai Perubahan Harga Angka indeks dapat didefinisikan sebagai serangkaian pengukuran yang dinyatakan dengan persentase-persentase dari hubungan antara harga rata-rata sekelompok barang dan jasa-jasa pada serangkaian waktu dengan tahun dasarnya. Angka indeks mencerminkan perubahan daya beli uang atau kemampuan sejumlah
uang untuk membeli sejumlah barang atau jasa, demikian pula dengan angka laju inflasi. Dalam kaitannya dengan restatement atau penyesuaian pos-pos neraca dan rugi laba, akuntan memang dihadapkan pada masalah angka indeks mana yang dapat dipakai untuk menyesuaikan nilai rupiah. Namun angka indeks manapun (general price index, index cost of saving, sale price index) apabila dipakai secara konsisten akan menambah kegunaan daftar neraca dan rugi laba sebagai alat pengukur profit, efisiensi, maupun earning power, dibandingkan dengan daftar-daftar yang sekarang disusun dengan cara yang lazim dipakai dengan tidak adanya adjustment apapun. Konsep Akuntansi Inflasi Akuntansi inflasi merupakan suatu proses data akuntansi untuk menghasilkan informasi yang telah memperhitungkan perubahan tingkat harga, sehingga informasi yang dihasilkan menunjukkan ukuran satuan mata uang dengan tingkat harga yang berlaku. Ada beberapa pendekatan untuk menyajikan informasi tersebut, yaitu: a. Konsep akuntansi harga konstan (general price level accounting). Konsep ini dapat merubah satuan pengukuran namun tetap mempertahankan penggunaan model historical cost. b. Konsep akuntansi harga perolehan berlaku (current cost). Konsep ini mempertahankan satuan pengukuran namun menyimpang dari konsep historical cost. c. Konsep gabungan dari harga konstan dan harga perolehan berlaku. Perbedaan yang mendasar antara konsep akuntansi harga konstan dan harga perolehan berlaku adalah pada penilaian terhadap mata uang. Konsep harga konstan menilai uang menurut daya belinya terhadap barang dan jasa secara umum. Tujuan dari konsep ini adalah untuk mempertahankan nilai modal menurut harga tetap,
dengan ukuran indeks harga. Nilai harta, hutang, dan modal yang terpengaruh oleh adanya perubahan harga disesuaikan dengan faktor indeks harga, sehingga dapat dinyatakan dalam nilai uang yang sama. Jadi, dalam konsep ini semua nilai rupiah historis dikonversikan menjadi nilai rupiah pada akhir periode, yang pada umumnya dipandang lebih relevan untuk pengambilan keputusan yang didasarkan pada data laporan keuangan. Sedangkan dalam konsep harga perolehan berlaku, nilai mata uang yang tecantum dalam laporan keuangan, dinilai menurut nilai beli yang berlaku. Oleh karena penilaian dalam neraca telah didasarkan pada nilai ganti yang dianggap mencerminkan nilai beli sekarang, maka pembukuan seterusnya akan dipengaruhi nilai baru tersebut, sehingga angka-angka dalam buku tidak lagi menunjukkan nilai beli semula. Kenyataan tersebut membuat konsep harga perolehan berlaku merupakan perubahan yang radikal terhadap akuntansi konvensional. Proses perubahan dari historical cost menjadi current cost tentu akan menimbulkan berbagai persoalan, walaupun apabila dapat diatasi akan memberikan manfaat yang lebih berarti.
METODE DAN ANALISIS DATA Kelemahan utama dari model historical cost adalah kegagalannya untuk mengakui bahwa sebagai akibat dari perubahan tingkat harga, unit moneter tidak lagi merupakan unit pengukur yang konsisten. Salah satu cara untuk mangatasi persoalan variabilitas unit moneter sebagai alat pengukur, ialah dengan cara menyatakan kembali semua unit moneter ke dalam nilai moneter yang uniform, atau biasa disebut sebagai general price level accounting atau akuntansi harga konstan. Dalam GPLAmodel, semua nilai rupiah historis dikonversikan menjadi nilai rupiah pada akhir periode, yang pada umumnya dipandang lebih relevan untuk pengambilan keputusan yang didasarkan pada data laporan keuangan.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang tersedia di Bursa Efek Jakarta. Sedangkan sumber data diperoleh dari: Prospektus PT. Asahimas Flat Glass Co. Ltd.tahun 2003/2004 dan Internasional Financial Statistics, Yearbook 2005. Untuk menyusun laporan keuangan yang berdasarkan GPLA-model, elemenelemen laporan keuangan (khususnya neraca) perlu diklasifikasikan ke dalam dua kategori, yaitu monetary dan nonmonetary item. Pada dasarnya hanya nilai dari elemen-elemen yang termasuk dalam kategori nonmonetary item yang dikonversikan atau disesuaikan dengan perubahan tingkat harga umum. Sedangkan untuk yang monetary item, karena merupakan jumlah klaim yang tetap terhadap rupiah, tidak perlu disesuaikan dengan perubahan tingkat harga, baik yang bersifat umum maupun yang bersifat spesifik. Untuk menyajikan nilai aktiva yang terdapat dalam neraca dengan pendekatan harga konstan diperlukan tahap-tahap sebagai berikut: 1. Mendapatkan laporan keuangan berdasarkan harga perolehan historis. 2. Mendapatkan dan menentukan indeks harga umum yang akan digunakan untuk penyesuaian, indeks harga meliputi umur aktiva yang paling lama. 3. Mengklasifikasikan pos-pos di laporan keuangan menurut pos moneter dan pos non moneter. 4. Menyesuaikan pos non moneter dengan faktor konversi indeks harga, untuk menyetarakan nilai aktiva dengan harga yang berlaku sekarang. 5. Menghitung laba atau rugi yang timbul karena memiliki pos-pos moneter. Dengan mengambil contoh laporan keuangan dari PT. Asahimas Flat Glass Co. Ltd. tahun 2004, berikut ini akan disajikan cara penyajian laporan keuangan dengan menggunakan metode harga konstan. Indeks harga yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah indeks harga konsumen (consumer price index) dengan tahun dasar 2000 = 100.
III.2.2. Klasifikasi Pos-Pos Moneter dan Non Moneter Laporan keuangan perusahaan yang berbentuk neraca, diklasifikasikan menjadi dua pos, yaitu pos moneter dan pos non moneter. Tabel 2. Pos-Pos Non Moneter Th. Per Rata2 2004
HARGA PEROLEHAN 2004
Persediaan: Barang Jadi Barang dalam proses Bahan Baku Bahan Pembantu Suku Cadang dan lain-lain
2002 2002 2002 2002 2000
210.347.499.026 30.507.522.867 80.558.764.791 40.466.341.373 79.714.415.060
Pajak Dibayar Dimuka
2003
10.609.198.345
Th. Per Rata2 2004
HARGA PEROLEHAN 2004
1993 2002 2002 2002 2001
1.323.812.818.828 347.368.682.949 27.087.046.255 736.438.089 49.415.152.534
1997
31.052.888.329
Hak atas Tanah Bangunan dan Sarana Mesin dan Perlengkapan Tungku Peleburan Pallet Roller Kaca Berpola Kendaraan Bermotor Perlengkapan & Inv. Knt.
1981 1990 1993 2002 2002 2002 2001 1997
45.412.995.931 92.365.265.260 272.492.933.102 85.128.563.087 24.725.088.261 736.438.089 18.943.265.485 16.941.830.287
Pekerjaan Dlm Pelaks.
2002
59.027.109.348
Uang Jaminan Pallet
2002
11.468.731.649
Modal Saham
1992
774.616.920.000
Mesin dan Perlengkapan Tungku dan Peleburan Pallet Roller Kaca Berpola Kendaraan Bermotor Perlengkapan dan Inventaris Kntr. Akumulasi Aktiva Tetap
Uang Muka Impor & Lainnya
2003
45.494.214.530
Biaya Dibayar Dimuka
2003
4.064.766.203
2000 2000 2001
362.158.560 1.508.994.000 628.747.500
2002 2003
5.701.215.666 4.035.810.590
1981 1990
79.693.436.025 611.580.557.918
Investasi Saham: Dibawah 20% PT Pondok Indah P.G Gunung Geulis C.C PT Damai Indah P.G Antara 20%-50% Glavermas Pte Ltd Multi Arthamas Glass Aktiva Tetap Tanah Bangunan dan Sarana
Tabel 3. Pos-Pos Moneter 2004 AKTIVA: 1. Aktiva Lancar: Kas dan Setara Kas Deposito Berjangka Piutang Usaha Piutang Afiliasi Piutang Lain-lain 2. Aktiva lain-lain: Selisih Lebih HP Atas NB Piutang Karyawan Piutang Dealer Biaya Ditangguhkan Uang Jaminan Total Aktiva:
135.725.675.709 0 121.622.282.557 338.015.280 16.815.404.607 201.234.279 12.146.317.236 2.527.564.950 11.017.977.480 3.112.836.527 303.507.308.624
2004 PASIVA: 3. Kewajiban Lancar: Hutang Bank Hutang Usaha Hutang Afiliasi Hutang lain-lain Hutang Pajak Uang Muka Diterima Biaya Masih Harus Dibayar Bag. Lancar Hutang BankJP 4. Kewajiban Jangka Panjang: Hutang Bank Stl Dikurang Bag. Jt 1 Th. Hutang Promes Cad. Tunjangan Pensiun Laba Kurs Ditangguhkan Total Pasiva: Aktiva Moneter Netto:
728.492.003.400 28.694.976.420 66.143.626.230 28.596.075.802 26.487.774.131 449.236.824 22.438.731.776 292.952.749.217
592.323.730.783 0 65.922.665.310 0 1.852.501.569.892 (1.548.994.261.268)
Penyesuaian Pos-Pos Moneter Dengan Indeks Harga Penyajian laporan keuangan yang berdasarkan harga konstan, pada umumnya hanya pos non-moneter saja yang disesuaikan dengan indeks harga atau faktor konversi, sebab pada pos tersebut terpengaruh oleh adanya perubahan harga. Faktor konversi diperoleh dengan cara membagi indeks tahun 2004 dengan indeks pada tahun perolehan. Sebagai contoh dapat diilustrasikan sebagai berikut: Persediaan Barang Jadi: 210.347.499.026. Indeks tahun 2004: 139,5 dan indeks pada tahun perolehan 2002: 117,7. Besarnya Persediaan Barang Jadi dapat dihitung sbb.: Persediaan Barang Jadi (Stl. Peny.) = 139,5 x 210.347.499.026 = 249.307.358.658 117,7 Sedangkan pos moneter mencerminkan jumlah klaim yang tetap terhadap rupiah, sehingga tidak perlu untuk disesuaikan. Selain neraca, laporan rugi laba juga akan disesuaikan dengan indeks harga sesuai dengan indeka harga yang berlaku, misalnya untuk pembelian akan dikalikan denggan indeks harga pada saat barang dibeli.
Perhitungan Rugi atau Laba Harga Konstan Proses penyesuaian laporan keuangan secara historis dengan menggunakan metode harga konstan, akan terjadi rugi atau laba yang diakibatkan karena pemilikan pos moneter. Pos moneter ini merupakan pos yang jumlahnya tetap dan nilainya tidak terpengaruh oleh adanya perubahan nilai mata uang. Pada saat harga-harga cenderunga naik pemegang aktiva yang bersifat moneter akan mengalami rugi, karena menurunnya harga, sedangkan pemegang hutang bersifat moneter akan mengalami untung.
Tabel 4. Perhitungan Rugi/Laba Harga Konstan Tahun 2004
ITEM Asset Netto Moneter 1 Jan.2004
INDEKS 2004
INDEKS TAHUN PEROLEHAN
HASIL
(1.405.962.287.502)
139,5
128,5
1,0856031
(1.526.286.691.451)
1.457.267.610.558
139,5
134
1,0410448
1.517.050.672.605
SEBELUM PENYESUAIAN
SETELAH PENYESUAIAN
Penerimaan Moneter Slm 2004: Penjualan Pendapatan Bunga
17.267.628.419
139,5
134
1,0410448
17.976.016.976
Hasil Penjualan Aktiva Tetap
2.425.489.891
139,5
117,7
1,1852167
2.874.673.859
Penerimaan Deviden
3.803.431.539
139,5
134
1,0410448
3.959.463.818
243.499.185.946
Total
1.480.764.160.407 74.801.872.906
Pos-Pos Moneter Netto Pembayaran Moneter: Pembelian
239.663.820.124
139,5
137,3
1,0160233
Penambahan Aktiva Tetap
37.556..733.652
139,5
117,7
1,1852167
44.511.981.185
Beban Bunga
101.320.205.900
139,5
134
1,0410448
105.476.774.061
Beban Penjualan
188.025.742.785
139,5
134
1,0410448
195.739.325.771
83.534.294.488
139,5
134
1,0410448
86.961.212.013
131.296.265
139,5
134
1,0410448
136.682.573
64.192.604.760
139,5
134
1,0410448
66.826.047.270
-
-
2.365.021
139,5
134
1,0410448
1.325.910.102
139,5
134
1,0410448
1.380.304.342
51.098.209.530
139,5
139,5
1
51.097.193.657
Beban Administrasi & Umum Pembayaran PPh Badan Pembayaran Hutang Bank Pembayaran Angs. Hut. Bank J.P.
0
Pembayaran Hutang Promes Pembayaran Tunjangan Pensiun Pembagian Deviden Kas Total
766.831.062.709
-
0 2.462.046
797.728.441.744
(692.029.189.803) Asset Moneter Netto Menurut Perhitungan per 31 Des. 2004 Asset Moneter Netto Sesungguhnya per 31 Des. 2004
(797.728.441.744) (692.029.189.803) 105.699.251.941
Rugi Atas Pemilikan Asset Moneterr
Setelah diperoleh hasil dari penghitungan diatas, tahap terakhir dilakukan rekonsiliasi laporan laba yang ditahan untuk akhir periode. Rekonsiliasi Laba Yang Ditahan Tahun 2004: Laba Ditahan per 1 Januari 2004
: 250.545.479.367
Laba Bersih
: 158.337.765.459 408.883.244.826
Pembagian Deviden: - Saham - Kas Rugi Penyesuaian Harga Konstan
:(271.618.920.000) : (50.299.800.000) : (90.140.666.292)
Laba Ditahan per 31 Desember 2004 :( 3.176.141.466)
Dengan adanya konsolidasi saldo laba yang ditahan, maka akan terjadi perubahan jumlah dalam neraca.
Analisis Perhitungan Kelemahan Konsep Historical Cost Berpijak pada hasil perhitungan diatas terlihat bahwa konsep historical cost ternyata mempunyai kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan tersebut antara lain: 1. Neraca dan Rugi Laba pada hakekatnya merupakan laporan mengenai fakta-fakta yang
bersifat
historis
dan
tidak
menunjukkan
kekayaan
perusahaan
sesungguhnya, karena jika dinilai kembali dan disesuaikan dengan tingkat inflasi saat tanggal laporan, jumlahnya akan mengalami kenaikan. 2. Aktiva
dilaporkan sebesar harga perolehannya, untuk jenis-jenis tertentu
dilaporkan setelah dikurangi cadangan penyusutan, yang biasanya didasarkan pada harga perolehan mula-mula. 3. Kedua laporan keuangan, baik neraca maupun rugi laba, menunjukkan posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan yang dinyatakan dengan nilai mata uang yang merupakan gabungan dari nilai mata uang dari tahun ke tahun, sehingga tidak mencerminkan laba bersih sesungguhnya.
Kelebihan Konsep Harga Konstan Penyajian laporan keuangan dengan menggunakan metode harga perolehan historis ternyata mempunyai beberapa kelemahan. Untuk mengatasi kelemahankelemahan tersebut dalam penyajian laporan keuangan dapat disusun dengan menggunakan konsep harga konstan. Dibandingkan denga harga perolehan historis, konsep harga konstan memiliki kelebihan-kelebihan sebagai berikut:
1. Konsep harga konstan menyajikan nilai mata uang yang sama menurut daya belinya, dan tidak terpengaruh oleh kenaikan harga umum. Hal ini dapat mengatasi masalah dari konsep harga perolehan historis yang menyajikan nilainilai dengan tingkat harga yang berbeda-beda, yang merupakan gabungan dari nilai uang dari tahun ke tahun. 2. Dalam akuntansi yang berdasarkan harga perolehan historis, pendapatan tidak diukur secara tepat karena merupakan hasil dari proses pertemuan nilai uang yang berbeda. Konsep harga konstan dapat mengatasi masalah tersebut sehingga pendapatan dapat dipertemukan dengan biaya secara lebih tepat. 3. Konsep harga konstan dipandang lebih obyektif dan lebih verifiable dibandingkan dengan konsep lain, karena hanya sedikit menyimpang dari konsep dasar keuangan yang umum. 4. Konsep harga konstan menyediakan informasi yang lebih relevan untuk manajemen, karena aktiva non-moneter dinyatakan menurut nilai sekarang yang menunjukkan daya beli yang diperlukan manajemen dalam penggantian aktiva. 5. Pendekatan harga konstan mengeliminasi akibat perubahan harga umum tanpa mengadakan perubahan untuk membuat struktur akuntansi baru, karena pendekatan ini masih menggunakan sistem akuntansi dengan dasar harga perolehan historis yang telah dikenal dan dipahami.
Perubahan Pos-Pos Laporan Keuangan Adanya perubahan harga menimbulkan dampak perubahan terhadap pos-pos dalam laporan keuangan, baik dalam neraca maupun laporan rugi laba dari perusahaan. Perubahan tersebut tampak dari tabel berikut:
Tabel 5. Perubahan Pos-Pos Laporan Keuangan TAHUN 2004 (dalam Rp)
PERSENTASE
AKTIVA 1. Aktiva Lancar 2. Investasi Saham 3. Aktiva Tetap 4. Ak. Dep. Aktiva Tetap 5. Aktiva Lain-Lain Total Aktiva
103.664.002.840 2.313.535.061 4.266.819.288.593 1.218.523.188.583 20.992.763.602 3.160.176.461.854
3,28 0,07 135,02 38,56 0,67 100,00
PASIVA 1. Hutang Lancar 2. Hutang Jangka Panjang 3. Modal Saham 4. Laba Yang Ditahan 5. Penyesuaian Inflasi Total Pasiva
2.124.200.085 0 1.230.189.394.279 155.922.082.877 1.580.786.950.232 3.160.176.461.854
0,07 0,00 38,93 4,93 50,02 100,00
Aktiva Lancar, Investasi Saham, Aktiva lain-Lain, dan Hutang Lancar tidak mengalami perbedaan yang cukup besar antara sebelum dan sesudah penyesuaian karena transaksi yang terjadi belum lama dan terdapat beberapa rekening yang termasuk pos moneter sehingga tidak perlu disesuaikan. Demikian pula pada pos Hutang Jangka Panjang yang semua rekeningnya merupakan pos moneter. Sementara untuk Aktiva Tetap, semua rekening tergolong dalam pos nonmoneter, sehingga perlu disesuaikan dengan adanya perubahan harga, yaitu dengan menggunakan indeks harga sesuai dengan tahun perolehannya masing-masing. Karena aktiva tersebut banyak jenisnya, misalkan pada bangunan dan sarana, bangunan tersebut tidak hanya terdiri dari satu macam saja, namun terdiri atas: rumah, pabrik, gedung kantor, gudang, dan lain-lain, oleh karena itu dasar penghitungannya menggunakan tahun perolehan rata-rata, dan diambil dari umur aktiva yang paling lama. Selisih yang cukup besar juga terjadi dalam Modal Saham, dikarenakan jumlah modal yang besar dan faktor konversinya yang sebesar 2,4 poin. Pada laporan rugi laba perusahaan, akan terjadi penurunan laba bersih setelah dilakukan penyesuaian. Hal ini disebabkan adanya penyesuaian terhadap biaya-biaya yang terjadi, dan kenaikannya jauh lebih besar dibandingkan penyesuaian terhadap
penjualan bersih perusahaan. Hasil dari penghitungan rugi laba ini akan membawa pengaruh terhadap penyajian laporan laba yang ditahan, untuk itu perlu dibuat konsolidasi terhadap laporan laba yang ditahan. Sebelumnya perlu dilakukan penghitungan laba atau rugi harga konstan karena pemilikan pos-pos moneter lebih dahulu. Laba atau rugi ini akan menambah atau mengurangi rekening laba yang ditahan, dan biasa akan terjadi rugi karena perubahan tingkat harga cenderung untuk naik setiap tahunnya. Hasil secara keseluruhan menunjukkkan bahwa total aktiva tidak sama dengan total pasiva, untuk itu diperlukan adanya penyeimbang. Perbedaan antara total aktiva dan pasiva ini dikarenakan lebih banyak rekening pada aktiva yang termasuk dalam pos non-moneter, sehingga perlu disesuaikan dengan indeks harga. Penyeimbang (balancing) ini tidak dapat diusut melalui indeks harga yang dipakai sebagai dasar untuk penyesuaiannya dengan perubahan tingkat harga pada umumnya. Perlakuan terhadap penyeimbang ini adalah dengan memasukkannya ke dalam rekening “penyesuaian inflasi”, rekening ini masih merupakan bagian dari equity.
KESIMPULAN Laporan keuangan yang disusun berdasarkan pencatatan yang bersifat sejarah (historical cost), dalam situasi inflasi, terutama pada saat angka inflasi sangat tinggi seperti saat ini, akan kurang bermanfaat dalam pengambilan keputusan oleh decision maker. Hal ini disebabkan dalam akuntansi konvensional yang menggunakan dasar pencatatan historis, menganggap uang nilainya stabil, dan orientasinya pada kejadian-kejadian yang telah lampau, sedangkan para pengambil keputusan berorientasi pada kejadian di masa yang akan datang. Salah satu cara untuk menyesuaikan laporan keuangan terhadap perubahan harga adalah dengan metode harga konstan atau General Price Level Accounting
method. Dalam konsep ini uang dinilai menurut daya belinya terhadap barang dan jasa secara umum, dengan tujuan mempertahankan nilai modal menurut harga yang tetap, dengan menggunakan ukuran indeks harga. Nilai harta, hutang, dan modal yang terpengaruh oleh adanya perubahan harga atau yang disebut sebagai pos nonmoneter, disesuaikan dengan faktor indeks harga sehingga dapat dinyatakan dalam nilai uang yang sama. Rekening yang tidak terpengaruh oleh adanya perubahan harga atau yang disebut dengan pos moneter, akan menimbulkan rugi atau laba karena pemilikannya akibat dari penurunan daya beli uang. Penelitian ini mencoba untuk menyesuaikan laporan keuangan perusahaan PT. Asahimas pada tahun 2004, yang digunakan sebagai sampel yang dipilih secara acak tanpa tujuan tertentu. Dari hasil analisis data setelah dilakukan penghitungan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa terdapat perbedaan yang material antara laporan keuangan yang disusun berdasarkan harga perolehan historis dan metode harga konstan, serta pos yang mendominasi adanya perbedaan tersebut adalah rekening-rekening yang tergolong aktiva tetap, seperti: tanah, bangunan dan sarana, mesin dan perlengkapan, serta tungku peleburan. Disamping itu terdapat perbedaan yang cukup jauh antara nilai aktiva dan pasiva setelah dilakukan penyesuaian, sehingga diperlukan adanya penyeimbang (balancing) untuk menyeimbangkan jumlah aktiva dan pasiva tersebut. Hal ini dikarenakan penyesuaian yang dilakukan untuk rekening aktiva lebih banyak daripada pasiva, dan indeks harga yang dipakai juga berbeda-beda. Balancing yang terjadi untuk menyeimbangkan jumlah total aktiva dan pasiva ini tidak dapat diusut melalui indeks harga yang dipakai sebagai dasar untuk penyesuaiannya dengan perubahan tingkat harga pada umumnya, hal ini disebabkan karena 2 (dua) hal, yaitu: penyesuaian dilakukan setelah dibuatnya keputusan ekonomi yang didasarkan pada informasi historis, misalnya pajak penghasilan dan
pembagian deviden; dan adanya kenaikan net monetary assets, sehingga terjadi apa yang disebut sebagai laba atau rugi harga konstan. Sebagaimana kita ketahui, dalam keadaan terjadi kenaikan tingkat harga maka menyimpan atau memiliki uang tunai (kas) akan mengalami kerugian karena penurunan daya belinya. Besarnya balancing juga tidak dapat diusut karena tidak dapat ditelusuri penggunaan dari sumber dana yang ada pada perusahaan. Untuk lebih jelasnya, mungkin dapat digunakan contoh sebagai berikutm, misalkan suatu perusahaan meminjam uang di bank sebesar Rp.6.000.000,00 dan digunakan untuk membeli sebidang tanah. Dua bulan kemudian terjadi inflasi yang sangat tinggi, sehingga jika tanah tersebut dinilai kembali besarnya menjadi Rp.10.000.000,00. Maka apabila dilakukan penyesuaian kembali, akan timbul balancing sebesar Rp.4.000.0000,00 dikarenakan nilai tanah berubah, sedangkan nilai hutang banknya tetap karena terikat oleh kontrak. Keterbatasan Penelitian Konsep nilai rupiah konstan telah memasukkan unsur inflasi dalam penyajian laporan keuangan dan telah mendekati nilai riilnya. Namun konsep ini tidak luput dari beberapa keterbatasan, dikarenakan dalam konsep ini masih dimasukkan unsur perkiraan-perkiraan dan taksiran-taksiran, seperti: digunakannya indeks harga ratarata per tahun, perlunya diketahui indeks harga pada tanggal perolehan, adanya kerancuan dalam pencantuman tanggal perolehan aktiva, kesulitan dalam pemilihan indeks harga dan tingkat materialitas selisih penyesuaian inflasi
REFERENSI Belkoui Ahmed Riahi, Accounting Theory, Harcourt Brace and Co., Third edition, New york, 1993. Boediono, Ekonomi Moneter, BPFE, Yogyakarta, 1996. Brian Magee, Accounting, Gee and Co., 8 Edition, London, 1971.
FASB, Objectives of Financial Reporting by Business Enterprises, SFAC, Stamford Conn., No. 1, 1978. Hendriksen Eldon S., Teori Akuntansi, Erlangga, Jakarta, 1995. Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Salemba Empat, Jakarta, 1994. Kieso Donald E. dan Jerry J. Weigant, Intermediate Accounting, John Wiley and Sons, Fifth Edition, New York, 1995. Na’im Ainun, Akuntansi Inflasi, BPFE, Edisi I, Yogyakarta, 1993. Paton dan Littleton, An Introduction to Corporate Accounting Standards, American Accounting Assosiation, 1958. Paul Grady, Inventory of Generally Accepted Accounting Principles for Business Enterprises, AICPA, New York, 1965. Wanless P.T. dan D.A.R. Forrester, Reading in Inflation Accounting, John Wiley and Sons, New York, 1979. Wijaya Faried, Kompendium Ekonomika, BPFE, Edisi 3, Yogyakarta, 1992.