PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP HARGA SAHAM (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)
Kurnia Syafaatul L. Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya
ABSTRACT This study examined the effect of good corporate governance on stock price. Good corporate governance was identified by the portion of managerial ownership, the portion of institutional ownership, the portion of independent commissioners, the portion of bords director, and audit committee. Stock price was identified by closing price at the time of publication annual finance report on the Indonesia stock exchange. This study used 47 samples from population of 148 of manufacturing company listed in Indonesia stock exchange on period 2011, using purposive sampling method. The analysis method used multiple linear regression with SPSS program. The result showed that stock price is affected by good corporate governance, the portion of independent commissioners and the portion of bords director. While the portion of managerial ownership, the portion of institutional ownership and audit committee didn’t have effect on stock price. Keywords: Good corporate governance, the portion of managerial ownership, the portion of institutional ownership, the portion of independent commissioners, the portion of bords director, audit committee, stock price
ABSTRAK Penelitian ini menguji pengaruh good corporate governance terhadap harga saham. Good corporate governance yang digunakan adalah kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris independen, ukuran dewan direksi, dan komite audit. Harga saham yang digunakan adalah harga saham penutupan pada saat penyerahan laporan keuangan tahunan pada bursa efek Indonesia. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode purposive sampling, dan diperoleh 47 perusahaan sampel dari populasi sebesar 148 perusahaam manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi linear berganda yang diolah dengan menggunakan program SPSS. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa harga saham dipengaruhi oleh good corporate governance, yaitu komisaris independen dan ukuran dewan direksi. Sedangkan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, dan komite audit tidak berpengaruh terhadap harga saham. Kata kunci: Good corporate governance, kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris independen, ukuran dewan direksi, komite audit, harga saham
1. LATAR BELAKANG Pasar modal merupakan salah satu entitas bisnis yang paling kompleks. Pasar modal berperan sebagai sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada surat kepemilikan (saham) atau pada surat hutang (obligasi). Pada umumnya setiap perusahan yang menerbitkan saham memiliki tujuan untuk memaksimalkan kekayaan pemilik perusahaan atau pemegang saham. Kekayaan pemegang saham diukur dengan perkalian antara harga saham dan lembar saham yang beredar. Harga saham merupakan cerminan dari kinerja atau nilai perusahaan dan juga cerminan kepercayaan investor. Harga saham akan bergerak searah dengan kinerja perusahaan. Jika kinerja perusahaan baik maka harga saham perusahaan akan meningkat dan sebaliknya jika kinerja perusahaan tidak baik maka harga saham perusahaan juga akan menurun. Oleh sebab itu, para pemilik perusahaan atau pemegang saham pasti akan meminta pihak manajemen untuk memperbaiki kinerja mereka agar kinerja atau nilai perusahaan meningkat sehingga tujuan perusahaan akan tercapai. Namun, pihak manajemen sering memiliki tujuan dan kepentingan yang bertentangan dengan tujuan utama perusahaan dan mengabaikan kepentingan pemegang saham. Perbedaan kepentingan tersebut mengakibatkan munculnya konflik yang disebut agency conflict. Konflik keagenan akan mengakibatkan adanya oportunistik manajemen yang akan mengakibatkan laba yang dilaporkan semu, dan menyebabkan nilai perusahaan berkurang dimasa yang akan datang (Herawati, 2008). Oleh karena itu, dibutuhkan adanya suatu perlindungan terhadap berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut (Almilia dan Sifa, 2006). Corporate governance hadir sebagai salah satu cara untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan para pemegang saham (shareholder) atau pemilik perusahaan. Corporate governance oleh The Indonesian Institute For Corporate Governance didefinisikan sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder yang lain. Good corporate governance memiliki lima prinsip, yaitu transparansi (tranparency), akuntabilitas (accountability), pertanggungjawaban (responbility), independensi (independency), dan kewajaran dan kesetaraan (fairness) (Komite Nasional Corporate Governance, 2006). Mekanisme dari corporate governance yang diharapkan dapat meningkatkan pengawasan bagi perusahaan, antara lain kepemilikan manajerial, kepemilikan institutional, dewan komisaris, ukuran dewan direksi, keberadaan komite audit dan komisaris independen. Kepemilikan manajerial adalah persentase saham yang dimiliki oleh pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris). Sedangkan kepemilikan institusional adalah persentase kepemilikan saham oleh institusi/perusahaan lain dari seluruh lembar saham perusahaan yang beredar. Adanya kesamaan kepentingan antara manajemen dengan
pemegang saham akan berdampak pada kinerja perusahaan yang akan menjadi lebih baik. Kepemilikan institusional yang merupakan kepemilikan saham oleh institusi diharapkan dapat melakukan pengawasan lebih kepada pihak manajemen. Selain kepemilikan manajerial dan kepemilikan institusional, langkah yang dapat dilakukan untuk memonitoring manajemen adalah dengan membentuk komisaris independen dan komite audit. Komisaris independen merupakan anggota komisaris yang berasal dari luar perusahaan dan tidak memiliki hubungan afiliasi dengan perusahaan. Dengan begitu, diharapkan komisaris independen dapat melakukan pengawasan yang efektif kepada manajemen. Sehingga manajemen tidak dapat melakukan tindakan manajemen yang dapat membuat nilai perusahaan semu. Sedangkan, komite audit merupakan organ bentukan dewan komisaris dalam rangka membantu tugas dan fungsi dewan komisaris. Komite audit bertugas untuk memberikan pendapat kepada dewan komisaris terhadap laporan atau hal-hal yang disampaikan oleh dewan direksi kepada dewan komisaris, mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian komisaris, dan melaksanakan tugas-tugas lain yang berkaitan dengan tugas dewan komisaris (Lampiran Keputusan Ketua Bapepam, Kep-29/PM/2004). Dewan direksi adalah organ perusahaan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh atas pengurusan perusahaan untuk kepentingan perusahaan, sesuai dengan maksud dan tujuan perusahaan serta mewakili perusahaan, baik didalam maupun diluar pengadilan sesuai dengan Ketentuan Anggaran Dasar (PT Bursa Efek Indonesia, 2011). Ukuran dewan direksi dapat mempengaruhi efektif atau tidaknya aktivitas monitoring perusahaan. Semakin besar kebutuhan eksternal perusahaan maka kebutuhan akan dewan direksi juga semakin besar. Beberapa penelitian berkaitan dengan mekanisme good corporate governance yang mempengaruhi harga saham maupun kinerja atau nilai perusahaan telah dilakukan. Ramdiani dan Yadnyana (2012) meneliti pengaruh good corporate governance dan kinerja keuangan terhadap harga saham pada perusahaan perbankan, dimana GCG diproksikan dengan proporsi dewan komisaris independen dan jumlah anggota komite audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap harga saham, sedangkan jumlah anggota komite audit berpengaruh signifikan terhadap harga saham. Penelitian Aprina (2012) menyimpulkan bahwa kepemilikan manajerial dan institusional tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan, sementara ukuran perusahaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan. Dalam penelitian Susanti (2010) tentang faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai perusahaan, hasil penelitian menunjukkan bahwa corporate governance yang diproksikan dengan board size (ukuran dewan direksi), board independence (dewan komisaris independen), dan board intensity (intensitas dewan) memiliki hubungan positif dan signifikan terhadap nilai perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mengambil judul penelitian “PENGARUH GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP HARGA SAHAM (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”
2. KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS 2.1 Harga Saham Menurut Husnan (2005:36) saham menunjukkan bukti tanda kepemilikan atas suatu perusahaan. Keuntungan yang dinikmati oleh pemegang saham berasal dari pembayaran dividen dan kenaikan harga saham. Sedangkan menurut Habib (2008:105) saham adalah surat bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT). Biasanya suatu perusahaan akan mengeluarkan 2 jenis saham, yaitu saham biasa dan saham preferen. Harga saham adalah harga dari saham yang diperdagangkan pada pasar modal yang dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan saham tersebut. Harga saham merupakan cerminan dari kinerja atau nilai perusahaan. Jika kinerja perusahaan baik maka harga saham perusahaan akan meningkat dan sebaliknya jika kinerja perusahaan tidak baik maka harga saham perusahaan juga akan menurun. 2.2 Good Corporate Governance Cadbury Committee dalam Surya dan Yustiavandana (2006:24-25) mendefinisikan corporate governance sebagai sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan dengan tujuan, agar mencapai keseimbangan antara kekuatan kewenangan yang diperlukan oleh perusahaan, untuk menjamin kelangsungan eksistensinya dan pertanggungjawaban kepada stakeholders. Sedangkan menurut Bursa Efek Indonesia good corporate governance adalah suatu sistem yang dirancang untuk mengarahkan pengelolaan perusahaan secara profesional berlandaskan prinsip-prinsip transparasi, akuntabilitas, responbilitas, independen serta kewajaran dan kesetaraan. Tujuan utama dilaksanakannya good corporate governance adalah untuk mengoptimalkan nilai perusahaan bagi pemegang saham dan pemangku kepentingan (stakeholders) lainnya dalam jangka panjang. Berdasarkan definisi yang dipaparkan diatas penulis menyimpulkan bahwa good corporate governance merupakan suatu sistem, tata kelola, serta praktik penyelenggaraan bisnis yang baik dan profesional berlandaskan pada prinsip-prinsip yang ada dan yang mengatur hubungan antara shareholder dan stakeholder untuk mengoptimalkan nilai perusahaan. Terdapat 5 (lima) prinsip good corporate governance yang harus dilakukan oleh perusahaan yang terdapat dalam Code of Corporate Governance yang diterbitkan oleh Bursa Efek Indonesia. Kelima prinsip tersebut, yaitu: 1. Transparansi (Transparency), yaitu keterbukaan dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan termasuk pelaksanaan pengambilan keputusan. 2. Akuntabilitas (Accountability), yaitu kejelasan fungsi, tugas dan tanggung jawab organ perseroan dapat berjalan dengan efektif. 3. Pertanggungjawaban (Responbility), yaitu kesesuaian pengelolaan perseroan dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan perseroan yang sehat.
4. Independensi (Independency), yaitu pengelolaan perseroan secara profesional tanpa pengaruh / tekanan, intervensi dan benturan kepentingan (conflict of interest) dalam pengambilan keputusan penting perseroan. 5. Kewajaran dan kesetaraan (Fairness), yaitu kewajaran dan kesetaraan hak dan kewajiban pemegang saham dan stakeholders. 2.3 Teori Keagenan Konsep corporate governance dapat dipahami dengan menggunakan dasar perspektif hubungan keagenen. Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai suatu kontrak antara satu atau beberapa orang (principle) yang mempekerjakan orang lain (agent) untuk melakukan beberapa pekerjaan atas nama mereka yang meliputi pendelegasian sejumlah wewenang untuk pengambilan keputusan kepada agen tersebut. Menurut Scott (2006:306-317) ada dua bentuk hubungan keagenan, yaitu antara manajer dengan pemegang saham (shareholders) dan manajer dengan pemberi pinjaman (bondholders). Menurut Hart (1995) dalam Sayidah (2007) masalah keagenan timbul karena perbedaan kepentingan dan asimetri informasi antara pemegang saham dan manajemen serta pihak-pihak lain yang berkepentingan, serta ketidakmampuan menulis kontrak yang lengkap untuk seluruh agen/ kelompok. Asimetri informasi menciptakan masalah moral hazard yang terjadi ketika manajer mempunyai insentif untuk mengejar kepentingannya sendiri atas biaya pemegang saham dan masalah adverse selection dimana investor tidak dapat melihat nilai ekonomi perusahaan yang benar. Perbedaan kepentingan dan asimetri informasi antara pemegang saham dan manajemen serta pihak-pihak lain yang berkepentingan menimbulkan biaya keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling (1976) membagi biaya keagenan menjadi tiga macam, yaitu biaya monitoring, biaya bonding, dan biaya kerugian residual. Untuk mengotrol biaya keagenan, salah satu mekanisme yang dapat digunakan adalah dengan menerapkan tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Corporate governance yang merupakan konsep yang didasarkan pada teori keagenan, diharapkan dapat berfungsi sebagai alat untuk memberikan keyakinan kepada para investor bahwa mereka akan menerima return atas dana yang telah mereka investasikan. Corporate governance berkaitan dengan bagaimana para investor yakin bahwa manajer akan memberikan keuntungan bagi mereka, yakni bahwa manajer tidak akan mencuri/menggelapkan atau menginvestasikan kedalam proyek-proyek yang tidak menguntungkan berkaitan dengan dan/capital yang telah ditanamkan oleh investor, dan berkaitan dengan bagaimana para investor mengontrol para manajer (Shleifer dan Vishny, 1997) dalam (Ujiyanto dan Pramuka, 2007). Sehingga corporate governance diperlukan sebagai mekanisme pengendali yang efektif untuk menyelaraskan kepentingan antara pemegang saham dengan kepentingan manajemen.
2.4 Insider Trading Pasar modal merupakan salah satu entitas bisnis yang paling kompleks. Pasar modal berperan sebagai sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada surat kepemilikan (saham) atau pada surat hutang (obligasi). Dalam praktek penyelenggaraannya, pasar modal tidak terlepas dari adanya pelanggaran. Untuk menanggulanginya Indonesia memiliki undang-undang yang mengatur kegiatan operasional dari pasar modal, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995. Undangundang ini dibuat agar kegiatan operasional pasar modal dapat terpola dengan baik dan tidak terjadi pelanggaran. Pelanggaran yang dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 adalah manipulasi pasar (market manipulation), penipuan (fraud), dan perdagangan orang dalam (insider trading). Menurut Fuady (2001:167) insider trading adalah perdagangan efek yang dilakukan oleh mereka yang tergolong “orang dalam” perusahaan (dalam artian luas), perdagangan mana didasarkan atau dimotivasi karena adanya suatu "informasi orang dalam" (inside information) yang penting dan belum terbuka untuk umum, dengan perdagangan mana, pihak pedagang insider tersebut mengharapkan akan mendapatkan keuntungan ekonomis secara pribadi, langsung atau tidak langsung, atau yang merupakan keuntungan jalan pintas (short swing profit). Secara yuridis, diketemukan beberapa elemen dari suatu pranata hukum insider trading, yaitu: (1) adanya perdagangan efek; (2) dilakukan oleh orang dalam perusahaan; (3) adanya inside information; (4) inside information tersebut belum terbuka untuk umum; (5) perdagangan dimotivisir oleh adanya inside information tersebut; (6) tujuan untuk mendapat keuntungan yang tidak layak. Menurut undang-undang nomor 8 tahun 1995, yang dimaksud orang dalam adalah: a. Komisaris, direktur atau pegawai perusahaan terbuka. b. Pemegang saham utama perusahaan terbuka. c. Orang yang karena kedudukannya, profesinya atau karena hubungan usahanya dengan perusahaan terbuka memungkinkan memperoleh informasi orang dalam. Dimana kedudukan yang dimaksud adalah sebagai lembaga, institusi atau badan pemerintahan. Sedangkan hubungan usaha adalah hubungan kerja atau kemitraan dalam kegiatan usaha lainnya. d. Pihak yang dalam waktu enam bulan terakhir tidak lagi menjadi pihak sebagaimana dimaksud pada poin a, b, dan c diatas. 2.5 Hipotesis 2.5.1 Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Harga Saham Pada umumnya setiap perusahan yang menerbitkan saham memiliki tujuan untuk memaksimalkan kekayaan pemilik perusahaan atau pemegang saham. Kekayaan pemegang saham diukur dengan perkalian antara harga saham dan lembar saham yang beredar. Harga saham merupakan cerminan dari kinerja
atau nilai perusahaan dan juga cerminan kepercayaan investor. Harga saham akan bergerak searah dengan kinerja perusahaan. Namun, pihak manajemen sering memiliki tujuan dan kepentingan yang bertentangan dengan tujuan utama perusahaan dan mengabaikan kepentingan pemegang saham. Perbedaan kepentingan tersebut mengakibatkan munculnya konflik yang disebut agency conflict. Konflik keagenan akan mengakibatkan adanya oportunistik manajemen yang akan mengakibatkan laba yang dilaporkan semu, dan menyebabkan nilai perusahaan berkurang dimasa yang akan datang (Herawati, 2008). Oleh karena itu, dibutuhkan adanya suatu perlindungan terhadap berbagai pihak yang berkepentingan dengan perusahaan tersebut (Almilia dan Sifa, 2006). Corporate governance hadir sebagai salah satu cara untuk memberikan perlindungan terhadap kepentingan para pemegang saham (shareholder) atau pemilik perusahaan. Penerapan good corporate governance pada setiap perusahaan diharapkan mampu memperbaiki dan meningkatkan pengawasan terhadap kinerja manajemen suatu perusahaan, sehingga meningkatkan kinerja atau nilai perusahaan dan akan berdampak pada harga saham perusahaan. Mekanisme dari corporate governance yang diharapkan dapat meningkatkan pengawasan bagi perusahaan, antara lain kepemilikan manajerial, kepemilikan institutional, dewan komisaris, ukuran dewan direksi, keberadaan komite audit dan komisaris independen. a. Kepemilikan Manajerial Dalam agency theory dikatakan bahwa kepentingan antara manajer selaku pengelola perusahaan dengan pemegang saham akan bertentangan. Menurut Jensen (1993) dalam Faizal (2004), hipotesis pemusatan kepentingan (convergence of interest hypothesis) menyatakan bahwa kepemilikan saham manajerial dapat membantu penyatuan kepentingan antara pemegang saham dengan manajer, semakin meningkat proporsi kepemilikan saham manajerial maka semakin baik kinerja perusahaan. Dengan semakin baiknya kinerja perusahaan maka diharapkan harga saham perusahaan juga akan meningkat. Penelitian yang dilakukan Christiawan dan Tarigan (2007) menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata kinerja perusahaan antara perusahan dengan kepemilikan manajerial dan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, meskipun rata-rata kinerja perusahaan dengan kepemilikan manajerial lebih baik. Dalam penelitian Aprina (2012) disimpulkan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Berdasarkan penjelasan di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1a: Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap harga saham b. Kepemilikan Institusional Adanya kepemilikan oleh investor institusional akan mendorong pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen untuk
meningkatkan kinerja perusahaan. Cornet et al. (2006) dalam Ujiyanto dan Pramuka (2007) menyimpulkan bahwa tindakan pengawasan perusahaan oleh pihak investor institusional dapat mendorong manajer untuk lebih memfokuskan perhatiannya terhadap kinerja perusahaan sehingga akan mengurangi perilaku opportunistic atau mementingkan diri sendiri. Namun, Aprina (2012) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemilikan institusional terhadap kinerja perusahaan yang diukur dengan Economic Value Added (EVA). Berdasarkan penjelasan di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1b: Kepemilikan institusional berpengaruh terhadap harga saham c. Komisaris Independen Keberadaan dewan komisaris dalam suatu perusahaan diharapkan dapat melakukan pengawasan yang lebih efektif terhadap manajer perusahaan sehingga kinerja perusahaan akan meningkat (Carningsih, 2009). Adanya komisaris independen diharapkan mampu meningkatkan peran dewan komisaris sehingga tercipta good corporate governance di dalam perusahaan. Penelitian Ramdiani dan Yadnyana (2013) menyimpulkan bahwa secara statistik proporsi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap harga saham. Berdasarkan penjelasan di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1c: Komisaris independen berpengaruh terhadap harga saham d. Ukuran Dewan Direksi Menurut Isshaq (2009) dalam Susanti (2010) ukuran dewan direksi adalah jumlah dewan direksi dalam perusahaan, semakin banyak dewan dalam perusahaan akan memberikan suatu bentuk pengawasan terhadap kinerja perusahaan yang semakin baik, dengan kinerja perusahaan yang baik dan terkontrol maka akan menghasilkan profitabilitas yang baik dan nantinya akan dapat meningkatkan nilai perusahaan. Ukuran dan komposisi dewan direksi dapat mempengaruhi efektif tidaknya aktivitas monitoring. Berdasarkan penjelasan di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1d: Ukuran dewan direksi berpengaruh terhadap harga saham e. Komite Audit Komite audit memiliki tugas membantu dewan komisaris untuk memastikan bahwa (a) perseroan telah menyajikan laporan keuangan secara wajar sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum, (b) perseroan telah menerapkan pengendalian internal, manajemen risiko dan good corporate governance (GCG), (c) fungsi audit eksternal dan audit internal telah berjalan dengan baik. Ketika tugas tersebut berjalan dengan baik, maka manajemen tidak dapat melakukan tindak kecurangan, seperti pengukuran dan pengungkapan
akuntansi yang tidak tepat. Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa komite audit dapat mengurangi aktivitas earnings manajemen yang selanjutnya akan mempengaruhi kualitas pelaporan yang salah satunya adalah kualitas laba (Siallagan dan Machfoedz, 2006). Ketika kualitas pelaporan menjadi lebih baik, maka nilai perusahaan akan meningkat. Penelitian Ramdiani dan Yadnyana (2013) menyimpulkan bahwa secara statistik jumlah anggota komite audit berpengaruh pada harga saham. Berdasarkan penjelasan di atas dirumuskan hipotesis sebagai berikut: H1e: Komite audit berpengaruh terhadap harga saham 3. METODE PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang telah go public dan sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2011 sebanyak 148 perusahaan. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik purposive sampling, dengan kriteria (1) perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011; (2) perusahaan manufaktur yang memiliki komisaris independen >= 30% dari seluruh anggota dewan komisaris yang dimiliki perusahaan; (3) perusahaan manufaktur yang menyampaikan laporan keuangan tahunan pada hari kerja; (4) perusahaan manufaktur yang memiliki kelengkapan data terkait dengan variabelvariabel yang digunakan dalam penelitian (Kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris independen, ukuran dewan direksi, komite audit, dan harga saham). Dari kriteria tersebut, didapatkan sampel sebesar 47 perusahaan. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder, yaitu laporan tahunan atau laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit untuk periode tahun 2011 yang diperoleh dari website resmi perusahaan dan juga situs resmi BEI (www.idx.co.id); data mengenai perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011 yang diperoleh dari Indonesia Capital Market Direktory (ICMD); data mengenai tanggal penyampaian laporan keuangan tahunan yang diperoleh dari situs resmi BEI (www.idx.co.id); dan harga saham penutupan harian saat penyampaian laporan keuangan tahunan pada Bursa Efek Indonesia untuk masing-masing perusahaan sampel yang bersumber dari website resmi BEI (www.idx.co.id). 3.1 Pengukuran Variabel 1. Variabel Dependen Harga saham yang digunakan dalam penelitian ini adalah harga saham penutupan harian (closing price) saat penyampaian laporan keuangan tahunan pada Bursa Efek Indonesia. Hal ini karena peneliti ingin mengetahui pengaruh good corporate governance terhadap harga saham saat penyampaian laporan keuangan tahunan pada Bursa Efek Indonesia. 2. Variabel Independen a. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah persentase saham yang dimiliki oleh pemegang saham dari pihak manajemen yang secara aktif ikut dalam pengambilan keputusan perusahaan (direktur dan komisaris). Variabel ini diukur dengan jumlah saham yang dimiliki oleh manajemen dibagi dengan jumlah saham beredar. Kepemilikan manejerial dapat dirumuskan sebagai berikut (Darwis, 2012):
b. Kepemilikan Institusional Kepemilikan institusional adalah persentase kepemilikan saham oleh institusi/perusahaan lain dari seluruh lembar saham perusahaan yang beredar. Dalam penelitian ini diukur dengan jumlah saham yang dimiliki institusi/perusahaan lain dibagi dengan seluruh lembar saham yang beredar. Kepemilikan institusional dapat dirumuskan sebagai berikut (Darwis, 2012):
c. Komisaris Independen Komisaris independen merupakan anggota dewan komisaris perusahaan yang berasal dari pihak independen dan tidak memiliki hubungan afiliasi dengan perusahaan. Variabel ini diukur dengan jumlah komisaris yang berasal dari pihak independen dibagi dengan jumlah keseluruhan dewan komisaris suatu perusahaan. Dewan komisaris independen dapat dirumuskan sebagai berikut (Carningsih, 2009):
d. Ukuran Dewan Direksi Ukuran dewan direksi adalah jumlah anggota dewan direksi yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Ukuran dewan direksi diukur dengan menghitung anggota dewan direksi pada suatu perusahaan. e. Komite Audit Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris dan bertugas untuk membantu dewan komisaris. Komite audit diukur dengan menghitung anggota komite audit yang dimiliki perusahaan. 3.2 Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear. Dan serangkaian uji asumsi klasik dilakukan terhadap keseluruhan model regresi. Persamaan regresi dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Y 1 X 1 2 X 2 3 X 3 4 X 4 5 X 5 Keterangan:
1 5
Y
= harga saham = konstanta = koefisien regresi
X1
= kepemilikan manajerial
X2
= kepemilikan institusional
X3
= komisaris independen
X4
= ukuran dewan direksi
X5
= komite audit = error term, yaitu tingkat kesalahan penduga dalam penelitian
Significance level 0,05 ( =5%) digunakan untuk melakukan pengujian. Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis adalah sebagai berikut: 1) Jika nilai signifikan > 0.05 maka hipotesis ditolak (koefisisen regresi tidak signifikan). Hal ini berarti bahwa secara parsial variabel independen tersebut tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap variabel dependen. 2) Jika nilai signifikan ≤ 0.05 maka hipotesis diterima (koefisien regresi signifikan). Hal ini berarti secara parsial variabel independen tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan tehadap variabel dependen. 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Berikut adalah statistik deskriptif untuk variabel yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 1 Hasil Uji Statistik Deskriptif
Variabel Harga Saham Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Institusional Komisaris Independen Dewan Direksi Komite Audit
N 47 47 47 47 47 47
Maksimu m 61 0.0000 0.2207 0.30 2 3
Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014
Minimum 68,700 0.7000 0.9982 0.75 12 4
Rata-rata (Mean) 3,983.98 0.58668 0.669947 0.3874 4.57 3.06
Standar deviasi 12,557.797 0.1185998 0.1899469 0.08919 2.040 0.247
4.1 Hasil Uji Hipotesis
Variabel (Constant) Kepemilikan Manajerial Kepemilikan Institusional Komisaris Independen Dewan Direksi Komite Audit
Tabel 2 Hasil Pengujian Hipotesis Nilai Nilai Keterangan B Std error Statistik Signifikansi T 12,827.499 23,224.092 0.552 0.584 -0.593 0.557 Tidak -8,689.291 14,656.635 Signifikan -1.583 0.121 Tidak -14,260.440 9,007.140 Signifikan 3.194 0.003 Signifikan 54,276.286 16,992.836 3,387.763
874.649
-22,523.613
7,146.028
3.873 -1.613
0.000 0.115
Signifikan Tidak Signifikan
Adjusted R Square = 37.5% Variabel dependen = Harga Saham Sumber: Data sekunder yang diolah, 2014
Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 2 diatas, maka dapat disusun persamaan regresi sebagai berikut: Y = 12,827.499 - 8,689.291X1 – 14,260.440X2 + 54,276.286X3 + 3,387.763X4 – 11,523.613X5 + ε Penjelasan dari analisis regresi diatas adalah: a. Konstanta sebesar 12,827.499 menyatakan bahwa, ketika kepemilikan manajerial (X1), kepemilikan institusional (X2), dewan komisaris independen (X3), ukuran dewan direksi (X4), dan komite audit (X5) dianggap konstan, maka harga saham (Y) sebesar 12,827.499. b. Koefisien regresi kepemilikan manajerial (X1) sebesar -8,689.291 menyatakan bahwa, ketika kepemilikan manajerial mengalami kenaikan 1% maka harga saham (Y) akan mengalami penurunan sebesar 8,689.291. c. Koefisien regresi kepemilikan institusional (X2) sebesar -14,260.440 berarti bahwa, ketika kepemilikan institusional mengalami kenaikan 1% maka nilai harga saham (Y) akan mengalami penurunan sebesar 14,260.440. d. Koefisien regresi komisaris independen (X3) sebesar 54,276.286 berarti bahwa, ketika dewan komisaris independen mengalami kenaikan 1% maka nilai harga saham (Y) akan mengalami peningkatan sebesar 54,276.286. e. Koefisien regresi ukuran dewan direksi (X4) sebesar 3,387.763 berarti bahwa, ketika ukuran dewan direksi mengalami kenaikan 1% maka nilai harga saham (Y) akan mengalami peningkatan sebesar 3,387.763.
f. Koefisien regresi komite audit (X5) sebesar -11,523.613 berarti bahwa, ketika ukuran dewan direksi mengalami kenaikan 1% maka nilai harga saham (Y) akan mengalami penurunan sebesar 11,523.613. 4.2 Pembahasan 4.2.1 Pengaruh Kepemilikan Manajerial Terhadap Harga Saham Berdasarkan hasil perhitungan statistik, dapat diketahui bahwa kepemilikan manajerial tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Hal ini dapat dilihat dari nilai thitung sebesar -0.593 dengan nilai signifikansi sebesar 0.557 yang lebih dari 0.05. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang menyatakan kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap harga saham tidak dapat diterima atau ditolak. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Aprina (2012) yang menyimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kepemilikan manajerial dengan kinerja perusahaan. Hasil penelitian ini juga mendukung pernyataan Christiawan dan Tarigan (2007) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata kinerja perusahaan antara perusahan dengan kepemilikan manajerial dan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, meskipun rata-rata kinerja perusahaan dengan kepemilikan manajerial lebih baik. Dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan belum dapat mendorong manajemen untuk meningkatkan kinerja perusahaan, sehingga pasar tidak bereaksi terhadap peristiwa penyampaian laporan keuangan tahunan perusahaan. Hal ini terjadi karena tingkat kepemilikan manajerial dalam suatu perusahaan relatif kecil, ratarata tingkat kepemilikan manajerial dalam perusahaan hanya 5.87%. Sehingga belum mampu meningkatkan kinerja manajemen, karena pihak manajemen belum merasa memiliki perusahaan. Shleifer dan Vishny (1986) dalam Siallagan dan Machfoedz (2006) menyatakan bahwa kepemilikan saham yang besar nilai ekonomisnya memiliki insentif untuk memonitor. Secara teoritis ketika kepemilikan manajerial rendah, maka insentif terhadap kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik manajer akan meningkat. 4.2.2 Pengaruh Kepemilikan Institusional Terhadap Harga Saham Kepemilikan institusional adalah jumlah kepemilikan saham pihak institusi eksternal/perusahaan lain dari seluruh modal saham perusahaan yang dikelola. Adanya kepemilikan oleh investor institusional akan mendorong pengawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Namun, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Berdasarkan hasil perhitungan statistik, dapat diketahui bahwa kepemilikan institusional memiliki thitung sebesar -1.583 dengan nilai signifikansi sebesar 0.121 yang lebih dari 0.05. Hal ini berarti hipotesis yang
menyatakan kepemilikan institusional berpengaruh terhadap harga saham tidak dapat diterima atau ditolak. Hasil penilitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Aprina (2012), yang menyimpulkan bahwa kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kinerja perusahaan. Seperti penjelasan Pozen (1994) dalam Suranta dan Midiastuty (2005) yang menjelaskan bahwa investor institusi dapat dibedakan menjadi dua yaitu investor pasif dan aktif. Investor pasif tidak terlalu ingin terlibat dengan keputusan manajemen. Sedangkan investor aktif, mereka aktif terlibat dalam pengambilan keputusan strategis perusahaan. Hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kepemilikan institusional tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham, kemungkinan terjadi karena investor institusi dalam perusahaan sampel adalah investor pasif. Sehingga masih terdapat tindakan manajemen yang merugikan perusahaan atau berlawanan dengan yang diinginkan oleh pemegang saham karena pemegang saham intitusi tidak terlalu ingin terlibat dengan keputusan manajemen. 4.2.3 Pengaruh Komisaris Independen Terhadap Harga Saham Hasil perhitungan statistik menunjukkan nilai thitung sebesar 3.194 dengan nilai signifikansi sebesar 0.003 yang kurang dari 0.05, sehingga dapat diketahui bahwa komisaris independen memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap harga saham. Hal ini berarti bahwa hipotesis yang menyatakan komisaris independen berpengaruh terhadap harga saham diterima. Hasil ini bertentangan dengan Penelitian Ramdiani dan Yadnyana (2013) yang menyimpulkan bahwa secara statistik proporsi komisaris independen tidak berpengaruh terhadap harga saham. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komisaris independen mampu melakukan pengawasan yang lebih efektif terhadap manajer perusahaan. Dengan pengawasan yang lebih efektif maka kinerja perusahaan akan meningkat dan meningkatkan harga saham. Ujiyanto dan Pramuka (2007) menyebutkan bahwa komisaris independen dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal, mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melakukan fungsi monitoring sehingga tercipta perusahaan yang memiliki good corporate governance. Namun, nilai R2 dalam penelitian ini hanya sebesar 37,5%. Hal ini dapat menunjukkan bahwa hasil penelitian yang menyebutkan komisaris independen memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap harga saham tersebut terjadi karena insider trading. Komisaris perusahaaan yang merupakan orang dalam terlebih dahulu mengetahui informasi penting atau informasi materiil yang dapat mempengaruhi harga saham melakukan perdagang saham untuk mendapat keuntungan pribadi.
4.2.4 Pengaruh Ukuran Dewan Direksi Terhadap Harga Saham Ukuran dewan direksi adalah jumlah dewan direksi yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Ukuran dan komposisi dewan direksi dapat mempengaruhi efektif tidaknya aktivitas monitoring. Dalam penelitian ini ukuran dewan direksi memiliki nilai thitung sebesar 3.873 dengan nilai signifikansi sebesar 0.000 yang kurang dari 0.05. Hal ini berarti ukuran dewan direksi memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap harga saham. Dan hipotesis yang menyatakan bahwa ukuran dewan direksi berpengaruh terhadap harga saham dapat diterima. Dalam Suranta dan Midiastuty (2005) beberapa hasil penelitian sebelumnya (Klein, 1998; Eisenberg et al., 1998; Luoma dan Goodstein, 1999; Mak dan Li, 2000; Rhoades et al., 2000; Bennedsen, 2002; Suranta, 2002; Suranta dan Midiastuty, 2003) menunjukkkan bahwa semakin besar ukuran dan komposisi dewan direksi akan berdampak positif terhadap kinerja dan nilai perusahaan jika komposisi dewan direksi lebih banyak didominasi oleh dewan direksi yang berasal dari luar perusahaan dan kinerja serta nilai perusahaan akan rendah jika ukuran dan komposisi dewan direksi berasal dari dalam perusahaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa komposisi dewan direksi yang dimiliki oleh perusahaan sampel banyak didominasi oleh dewan direksi yang berasal dari luar perusahaan, sehingga dalam menjalankan perseroan dewan direksi dapat mengambil putusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen. Hal ini menjadikan kinerja serta nilai perusahaan menjadi lebih baik yang akan terlihat pada harga saham perusahaan. Tidak berbeda dengan komisaris independen, dewan direksi juga merupakan orang dalam. Sehingga hasil penelitian ini juga dapat terjadi karena praktek insider trading, dimana dewan direksi yang terlebih dahulu mengetahui informasi penting atau informasi materiil yang dapat mempengaruhi harga saham melakukan perdagang saham untuk mendapat keuntungan pribadi. 4.2.5 Pengaruh Komite Audit Terhadap Harga Saham Dalam penelitian ini komite audit memiliki nilai thitung sebesar -1.613 dengan nilai signifikansi sebesar 0.115 yang lebih dari 0.05. Hal ini berarti komite audit tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap harga saham. Dan hipotesis yang menyatakan bahwa komite audit berpengaruh terhadap harga saham ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil penelitian yang dilakukan Penelitian Ramdiani dan Yadnyana (2013) menyimpulkan bahwa secara statistik jumlah anggota komite audit berpengaruh pada harga saham. Dari hasil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa komite audit belum mampu menjalankan tugasnya dengan baik. Keberadaan komite audit belum mampu mengurangi tindak kecurangan manajemen dan juga belum mampu meningkatkan kinerja keuangan perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena kinerja komite audit dikacaukan oleh sikap dan praktik dewan direksi (OECD,1999)
dalam Suranta dan Midiastuty (2005). Komite audit yang dibentuk oleh dewan komisaris perusahaan akan cenderung mendukung manajemen. Hal tersebut membuat investor kurang yakin dengan adanya komite audit kualitas laporan keuangan akan meningkat. Karena kualitas dari informasi yang terdapat dalam laporan keuangan suatu perseroan sangat dipengaruhi oleh kualitas dan karakteristik komite audit. 5 KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh Good Corporate Governance yang diproksikan dengan kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris independen, ukuran dewan direksi, dan komite audit terhadap harga saham pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada saat penyampaian laporan keuangan tahunan perusahaan. Sampel yang digunakan sebanyak 47 perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2011. Berdasarkan hasil penelitian, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah harga saham dipengaruhi oleh mekanisme dari good corporate governance, yaitu komisaris independen dan ukuran dewan direksi. Namun, harga saham tidak dipengaruhi oleh komite audit, kepemilikan manajerial, dan kepemilikan institusional. Beberapa keterbatasan yang terdapat dalam penelitian ini, yaitu penelitian ini hanya menggunakan lima mekanisme Good Corporate Governance, yaitu kepemilikan manajerial, kepemilikan institusional, komisaris independen, ukuran dewan direksi, dan komite audit; harga saham yang digunakan adalah harga saham penutupan saat penyampaian laporan keuangan tahunan pada bursa efek Indonesia, sehingga hasil penelitian belum mampu menunjukkan pengaruh good corporate governance terhadap harga saham dengan baik; perusahaan yang menjadi sampel hanya dari perusahaan manufaktur yang berjumlah 148 perusahaan, dengan banyaknya perusahaan yang tidak memiliki data lengkap selama periode pengamatan sehingga penelitian ini hanya menggunakan 47 perusahaan sebagai sampel penelitian; dan jangka waktu penelitian yang hanya satu periode saja yaitu 2011, sehingga belum mencerminkan kondisi yang sebenarnya dari perusahaan publik di Indonesia. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan mekanisme Good Corporate Governance (GCG) selain yang telah digunakan dalam penelitian ini, menggunakan harga saham penutupan setelah tanggal penyampaian laporan keuangan pada bursa efek Indonesia, dan menggunakan sampel yang lebih luas dengan menambahkan jenis perusahaan lainnya. sehingga hasil yang didapatkan akan memiliki cakupan yang lebih luas dan dapat menggambarkan pengaruh GCG terhadap return saham dengan lebih baik.
Daftar Pustaka Almilia, Luciana Spica dan Sifa, Lailul L. 2006. Reaksi Pasar Publikasi Corporate Governance Perception Index Pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang. Aprina, Desi. 2012. Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kinerja Perusahaan yang Diukur Melalui Economic Value Added. Jakarta: Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi: Universitas Gunadarma. (Online), (http://www.gunadarma.ac.id), diakses 10 April 2013) Bangun, Primsa dan Jeffry. 2008. Pengaruh Good Corporate Governance dan Kinerja Keuangan Terhadap Harga Saham. Jurnal Akuntansi. Volume 8. Carningsih. 2009. Pengaruh Good Corporate Governance Terhadap Hubungan Antara Kinerja Keuangan Dengan Nilai Perusahaan (Studi Kasus Pada Perusahaan Property dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia). Jakarta: Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi: Universitas Gunadarma. (Online), (http://www.gunadarma.ac.id), diakses 10 April 2013) Christiawan, Julius Yogi dan Tarigan, Josua. 2007. Kepemilikan Manajerial: Kebijakan Hutang, Kinerja, dan Nilai Perusahaan. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Volume 9. Darwis, Herman. 2012. Manajemen Laba Terhadap Nilai Perusahaan Dengan Corporate Governance Sebagai Pemoderasi. Jurnal Keuangan dan Perbankan. Volume 16. Faizal. 2004. Analisis Agency Cost, Struktur Kepemilikan dan Mekanisme Corporate Governance. Simposium Nasional Akuntansi VII. Denpasar. Fuady, Munir. 2001. Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Habib, Arief. 2008. Kiat Jitu Peramalan Saham. Yogyakarta: Andi. Herawati, Vinolia. 2008. Peran Praktek Corporate Governance sebagai Moderating Variabel. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Volume 10 No. 2. Husnan, Suad. 2003. Dasar-Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi Keempat. Yogyakarta: UPP AMP YKPN. Jensen, M dan Meckling, W. 1976. Theory of The Firm: Managerial Behavior, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economics. Volume 3.
Komite Nasional Corporate Governance. Indonesia’s Code Of Good Corporate Governance. 2006. Jakarta. PT. Bursa Efek Indonesia. Pedoman Tata Kelola Perusahaan (Code of Good Corporate Governance). 2011. Jakarta. Ramadhani, Fitra. 2009. Pengaruh Penerapan Corporate Governance dan Growth Opportunity Pada Harga Saham Perusahaan dalam Daftar CGPI yang Dirilis Oleh IICG Periode 2005-2008. Jakarta. Fakultas Ekonomi: Universitas Gunadarma. (Online), (http://www.Gunadarma.ac.id), diakses 29 Maret 2014) Ramdiani, Ni Nyoman dan Yadnyana, I Ketut. 2013. Pengaruh Penerapan Corporate Governance dan Kinerja Keuangan Pada Harga Saham Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011. Bali. Fakultas Ekonomi: Universitas Udayana. (Online), (http://portalgaruda.org), diakses 29 Maret 2014) Sayidah, Nur. 2007. Pengaruh Kualitas Corporate Governance Terhadap Kinerja Perusahaan Publik (Studi Kasus Peringkat 10 Besar CGPI Tahun 2003, 2004, 2005). Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. Volume 11. Scott, William R. 2006. Financial Accounting Theory. Fourth Edition. Canada : Prentice-Hall. Siallagan, H dan Machfoedz, M. 2006. Mekanisme Corporate Governance, Kualitas Laba Dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi IX. Padang. Surya, Indra dan Yustiavandana, Ivan. 2006. Penerapan Good Corporate Governance: Mengesampingkan Hak-hak Istimewa demi Kelangsungan Usaha. Edisi Pertama. Jakarta: Kencana Prenada Media Grop. Susanti, Rika. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap Nilai Perusahaan (Studi Kasus Pada Perusahaan Go Public yang Listed Tahun 20052008). Skripsi. Semarang: Fakultas Ekonomi Universitas Diponegoro. Tristiarini, Nila. 2005. Pengaruh Penerapan Corporate Governance Terhadap Abnormal Return Pada Saat Pengumuman Laporan Keuangan 2003. Tesis. Semarang: Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro. Ujiyanto, Muh. Arief dan Pramuka, Bambang Agus. 2007. Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan (Studi Pada Perusahaan go public Sektor Manufaktur). Simposium Nasional Akuntansi X. Makasar. ______. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
______. Keputusan Direksi PT. Bursa Efek Jakarta Nomor: Kep-305/BEJ/07-2004 tentang Peraturan Nomor 1-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham yang Diterbitkan Oleh Perusahaan Tercatat. 2004. Jakarta. ______. Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: Kep-117/MMBU/2002 tentang Penerapan Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN). 2002. Jakarta. ______.
Lampiran Keputusan Ketua BAPEPAM: Kep-29/PM/2004 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit. 2004. Jakarta