ISSN : 0854 – 641X
J. Agroland 20 (1) : 51 - 60, April 2013
PENGARUH GANDA KOMODITI UBI KAYU DALAM PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH Multiplier Effect of Cassava In Economy of Central Sulawesi M.R.Yantu1), Yulianti Kalaba1) dan Sisfahyuni1) 1)
Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako. Jl. Soekarno-Hatta Km 9, Tondo-Palu 94118, Sulawesi Tengah. Telp. 0451-429738.
[email protected].
ABSTRACT The aim of this study were (i) to analyze multiplier effect of cassava commodity in economy of Central Sulawesi, and (ii) to analyze trend of the multiplier effect during the last decade. Methods of analyses used were analyses of multiplier effect of Tiebout economic base model, and analyses of trend. Data used were secondary data of time series 2000 – 2011, i.e. Data of GDRP of Central Sulawesi by sector, area size, volume of production, and prices of all kinds of cassava. The result of analyses showed that coefficient of multiplier effect of the cassava commodity in economy of Central Sulawesi was more than one. It indicated that investment of developing for the commodity in Central Sulawesi is feasible. In the long-run, the coefficient tends to increase. It indicates that continuously investment for the commodity to increase the performance of economy of Central Sulawesi is feasible. Key Words : Cassava, economy of Central Sulawesi, multiplier effect.
(100%) didorong oleh sisi penawarannya. Jadi, subsektor tersebut mendorong pertumbuhan subsektor yang sama di tingkat nasional, dan prime mover pembangunan ekonomi kelompok sektor pertanian Sulawesi Tengah (Yantu, et al., 2009a). Nilai PDRB subsektor tanaman pangan harga berlaku cenderung meningkat, yaitu Rp. 1,31 triliun Tahun 2000, Rp. 3,82 triliun Tahun 2008 (Yantu et al., 2009a), dan Rp. 4,42 triliun Tahun 2011 (BPS, 2012a). PDRB subsektor tanaman pangan bersumber dari 6 kelompok komoditi, termasuk umbiumbian yang didominasi oleh produksi ubi kayu. Kurun waktu 2000 - 2011, produksi tertinggi ubi kayu Sulawesi Tengah dicapai Tahun 2009, yaitu 82.294 ton dengan luas areal 4.422 Ha (BPS, 2012b). Menggunakan harga di tingkat produsen Tahun tersebut, maka nilai produksi ubi kayu adalah Rp. 147,99 milyar. Bila diasumsikan biaya antara dalam menghasilkan ubi kayu adalah 10 persen dari nilai produksi, maka PDRB ubi kayu tahun 2009 bernilai Rp. 133,19
PENDAHULUAN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010 – 2014 menempatkan ketahanan pangan sebagai salah satu prioritas pembangunan nasional. Pemerintah wajib melaksanakan pembangunan ketahanan pangan dengan meningkatkan kemampuan pengelolaannya bersama-sama segenap elemen masyarakat secara lebih terukur dan akuntabel. Sejalan dengan itu, Konferensi Dewan Ketahanan Pangan 2010 mengangkat tema “Meningkatkan Komitmen Daerah untuk Membangun Kemandirian Pangan dan Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan” (PSEKP, 2010). Subsektor tanaman pangan Sulawesi Tengah (Sulawesi Tengah) merupakan subsketor basis diindikasikan oleh pangsa relatifnya yang dua digit, dan kedua terbesar setelah subsektor perkebunan dalam kelompok sektor pertanian. Dalam Tahun 2000 – 2007 dan Tahun 2007 – 2008 (krisis ekonomi global), pertumbuhan subsektor tersebut sepenuhnya 51
Berdasarkan shift share analysis, pertumbuhan ekonomi wilayah ditentukan oleh 3 komponen, yaitu pengaruh nasional, pengaruh komposisi industri, dan pengaruh pangsa relatif wilayah (Bendavid - Val, 1991). Sulawesi Tengah merupakan wilayah yang didefinisikan atas kriteria administrative programming, sehingga pembangunan ekonomi Sulawesi Tengah dapat didekati dengan pendekatan makro antar-wilayah. Menurut pendekatan ini (Richardson, 1991), wilayah dipandang sebagai suatu perekonomian yang terdiri atas banyak sektor, dan diklasifikasikan dalam sektor basis dan nonbasis (Yantu et al., 2013a). Konsekuensi dari pendekatan ekonomi makro antar-wilayah, perekonomian wilayah programming tunduk pada perekonomian level di atasnya (perekonomian nasioanal) di bawah kriteria wilayah homogen (Yantu et al., 2013b). Pernyataan ini memungkinkan komoditi ubi kayu dijadikan sebagai sektor basis, karena adanya permintaan ekspor melalui pengaruh nasional, dan pengaruh komposisi industri (komoditi) tersebut. Sebenarnya, penentuan sektor basis dan non-basis dilakukan dengan analisis location Quotient. Selain itu, metode arbitrary dapat digunakan dengan mempertimbangkan berbagai alasan, sebagaimana dalam tulisan ini. Pengaruh ganda sektor basis dalam model dua sektor (Bendavid - Val, 1991) diekspresikan sebagai berikut :
milyar. Menggunakan nilai output umbiumbian dalam Tabel Input Output Sulawesi Tengah 2005 (BAPPEDA dan BPS, 2007), nilai PDRB ubi kayu Tahun 2009 adalah 31,86 persen dari nilai output umbi-umbian Tahun 2009 yang tergolong besar. Ini mengindikasikan bahwa ubi kayu merupakan komoditi yang dapat diandalkan dalam kelompok subsektor tanaman pangan. Asumsi biaya antara di atas didasarkan atas laporan Yantu (2011) bahwa total biaya antara dalam usahatani kakao Sulawesi Tengah adalah 29 persen dari nilai produksi. Berdasarkan tingkat intensifikasi, usahatani ubi kayu di Sulawesi Tengah hanya berada pada tingkat intensifikasi umum, jauh tidak intensif daripada usahatani kakao. Pertanyaan penting yang muncul ialah berapa besar pengaruh ganda komoditi ubi kayu dalam perekonomian Sulawesi Tengah secara keseluruhan? Bagaimana kecenderungan pengaruh ganda komoditi tersebut dalam kurun waktu satu dekade terakhir? Penelitian ini bertujuan menjawab dua pertanyaan tersebut. BAHAN DAN METODE Mencapai tujuan pertama digunakan Tiebout Economic Base Model, sehingga perekonomian Sulawesi Tengah dibagi menjadi sektor basis dan non-basis. Komoditi ubi kayu diasumsikan sebagai sektor basis. Asumsi tersebut realistik, karena berdasarkan economic-base theory bahwa pertumbuhan ekonomi suatu wilayah tergantung pada permintaan exogenous, yaitu ekspor (Bendavid – Val, 1991). Tahun 2011, ekspor ubi kayu Indonesia dalam bentuk gaplek, tapioka, chip dan bentuk lainnya 125.260 ton bernilai US$ 57.865 (Mentan, 2012). Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk komoditi pati ubikayu, gaplek dan tapioka. Dua komoditi terakhir memiliki daya saing kuat, sehingga Indonesia merupakan pengekspor. Sebaliknya, pati ubi kayu memiliki daya saing lemah, sehingga Indonesia cenderung menjadi pengimpor (Asriani, 2011).
Yt M Yb ,.......................(01), sehingga Yt Yt ,...................................(02) Yb Yt Yn Bila sisi sebelah kanan persamaan (02) seluruhnya dikalikan dengan total pendapatan, maka diperoleh persamaan (03), sebagai berikut : 1 1 1 ,……..(03) M Yt Yn Yt Yn Yn 1 Yt Yt Yt Yt 1 sehingga Yt Yb , .........(04) Yn 1 Yt M
52
Untuk mana Yt adalah total aktivitas ekonomi Sulawesi Tengah (Total PDRB); Yb adalah pendapatan sektor basis (nilai PDRB komoditi ubi kayu); Yn adalah pendapatan sektor bukan basis (total PDRB sektor lain selain komoditi ubi kayu); M adalah pengaruh ganda komoditi ubi kayu. Persamaan (04) menunjukkan bahwa perubahan dalam total pendapatan Sulawesi Tengah sama dengan pengaruh ganda komoditi ubi kayu dikalikan dengan perubahan dalam pendapatan komoditi ubi kayu. Yantu (2011, 2007a) dan Yantu et al., (2009b) memanfaatkan ekspresi tersebut mengestimasikan pengaruh ganda komoditi kakao biji, sektor pertanian, dan subsektor perkebunan. Untuk perekonomian nasional terbuka kecil atau tertutup, persamaan (04) dapat digunakan. Untuk perekonomian wilayah yang terbuka terhadap perekonomian wilayah di atasnya, ekspresi tersebut harus mempertimbangkan tingkat kebocoran ekonomi melalui (Yn/Yt) dalam persamaan (03), yaitu proporsi pendapatan dari sektor non-basis. Untuk perekonomian terbuka dengan kebocoran signifikan, nilai proporsi tersebut tidak semuanya menghasilkan pendapatan, karena dibelanjakan untuk barang yang tidak menghasilkan pendapatan, misalnya impor. Sektor non-basis tidak mampu memenuhi kebutuhan domestik. Jadi, hanya nilai sisa dari kebocoran yang menghasilkan pendapatan wilayah, sehingga nilai proporsi pendapatan dari sektor non-basis harus dikalikan dengan nilai sisa tersebut. Mengikuti Bendavid – Val (1991), pengaruh ganda tersebut dapat diekspresikan kembali menjadi sebagai berikut : 1 M ,.........................(05) Yn 1 Y * t
Mencapai tujuan butir (ii) digunakan analisis trend (Montgomery et al., 1990) yang memanfaatkan analisis regresi sederhana, sebagai berikut : M = a + b T + e, ..................................(06) Untuk mana M = pengaruh ganda; T = tahun; a = intercept; b = koefisien regresi yang menjadi indikator kecenderungan; dan e = disturbance error. Analisis dilakukan untuk data satu dekade, sehingga dikategorian jangka panjang. Jadi, analisis regresi dilakukan tanpa intersept, sehingga dapat diekspresikan kembali menjadi (Yantu, 2003), sebagai berikut : M = b T + e, ........................................(07) Untuk mana dM/dT = b. Bila b > 0, maka ada kecenderungan membesarnya nilai koefisien pengaruh ganda Penelitian ini menggunakan data sekunder berkala 2000 – 2011: (i) PDRB Sulawesi Tengah menurut lapangan usaha harga berlaku dan harga konstan tahun 2000 (BPSa, berbagai tahun); (ii) data luas areal dan produksi umbi-umbian (BPSb, berbagai tahun); dan (iii) data harga-harga umbi-umbian (BPSc, berbagai tahun). Data tersaji dalam Lampiran 1. Data umbi-umbian secara keseluruhan diperlukan karena dalam Tabel I-O Sulawesi Tengah 2005 klasifikasi 50 sektor, umbi-umbian dijadikan satu sektor (sektor 03). Sektor tersebut merupakan agregasi komoditi umbi-umbian, yaitu ubi kayu, ubi jalar, kentang, dan umbi-umbi lainnya. HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Perekonomian Sulawesi Tengah. Sulawesi Tengah terletak pada 2o22’ LU dan 3o48’ LS, serta 119o22’ dan 124 22’ BT dengan luas daratan 68.033 KM2 (BPSb, berbagai tahun). Angka tersebut adalah 3,49 persen dari luas nusantara, sehingga Sulawesi Tengah merupakan provinsi terluas di Pulau Sulawesi (Yantu, 2011, 2013 dan Yantu et al., 2013a). Tahun 2011, total aktivitas ekonomi wilayah ini yang diindikasikan
= pengaruh ganda putaran kedua setelah sebagian belanja sektor non-basis menghasilkan pendapatan.
53
oleh PDRB harga berlaku bernilai Rp. 44,32 triliun (BPS, 2012a) yang hanya 0,74 persen dari PDB Indonesia. Bila diasumsikan lahan merupakan faktor produksi utama, maka nilai harapan teoritis pangsa relatif aktivitas ekonomi Sulawesi Tengah adalah 3,49 persen (Yantu, 2013, 2011, 2007a). Dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 – 2025, Sulawesi Tengah masuk dalam Koridor Ekonomi Sulawesi dengan pertanian merupakan salah satu program utama dari 8 program utama (KEMENDIKNAS, 2012 dan Yantu, 2013). Hingga tahun 2011, pangsa relatif sektor pertanian Sulawesi Tengah masih 37 persen (BPS, 2012a), sehingga sektor tersebut adalah prime mover perekonomian Sulawesi Tengah. Yantu (2007a, 2011) dan Yantu et al., (2009a, 2009b) melaporkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor basis dalam perekonomian Sulawesi Tengah dengan pengaruh ganda 2,06. Subsektor tanaman pangan merupakan subsektor pendukung kedua setelah subsektor perkebunan dalam kelompok sektor pertanian (Yantu, 2009b). Tanaman
umbi-umbian termasuk ubi kayu merupakan pendukung subsektor tersebut. Berdasarkan data (BPSb, berbagai tahun), terdapat 6 kelompok komoditi pendukung subsektor tanaman pangan sebagaimana diilustrasikan dalam Tabel 1. Tabel 1. Kelompok Komoditi Pendukung Subsektor Tanaman Pangan Sulawesi Tengah No. 1.
Kelompok Komoditi Padi
2. 3. 4.
Jagung Umbi-umbian Kacangkacangan
5.
Sayur-sayuran
6.
Buah-buahan
Cabang Usahatani Padi sawah, padi lading/gogo Jagung Ubi kayu, ubi jalar Kacang tanah, kacang kedele, kacang hijau Terdapat 15 usahatani (termasuk kentang*)
Terdapat
21
usahatani Sumber: BPSb (Berbagai Tahun) *) Kentang Termasuk Sayuran Berumbi sehingga Dihitung dalam Umbi-umbian
Lampiran 1. Data Dasar Kurun Waktu 2000 - 2011 PDRB Sulawesi Tengah Ubi Kayu, Ubi Jalar, Kentang (Rp. Triliun)a) HB
HK
Luasb) (Ha)
Produksib) (Ton)
Hargac) (Rp/100kg)
Luasb) (Ha)
Produksib) (Ton)
Hargac) (Rp/100 kg)
Luasb) (Ha)
Produksib) (Ton)
Hargac) (Rp/100 kg)
2000
8,24
8,24
4.168
39.211
49.986
2.096
16.079
112.988
113
440
180.338
2001
10,38
9,09
4.434
49.257
65.950
2.725
21.831
123.728
81
550
198.825
2002
11,79
9,60
6.230
71.440
70.518
3.454
29.177
131.903
92
724
244.496
2003
13,02
10,19
4.028
50.052
99.583
2.693
24.980
147.583
134
870
323.856
2004
14,66
10,93
3.430
45.106
114.375
2.874
27.903
152.833
113
797
317.177
2005
17,12
11,75
3.597
48.255
111.104
2.510
23.768
129.288
77
440
327.888
2006
19,31
12,67
3.762
52.791
121.194
2.771
26.886
125.313
64
423
362.909
2007
22,76
13,68
4.609
70.857
174.694
2.996
29.079
148.643
59
353
393.283
2008
28,16
14,75
4.180
70.181
177.244
2.616
27.689
237.321
52
411
478.333
2009
31,75
15,87
4.422
82.294
179.831
2.815
29.821
378.903
66
582
581.776
2010
36,12
17,09
3.872
74.129
182.455
2.462
26.333
604.952
75
1.094
707.590
2011
41,09
18,40
3.390
66.774
185.118
2.153
23.253
965.857
85
2.056
860.612
Tahun
Catatan : Harga Komoditi Kentang Kurun Waktu 2000 – 2008 adalah harga rata-rata Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. a) BPSa (Berbagai Tahun); b) BPSb (Berbagai Tahun); dan c) BPSc (Berbagai Tahun).
54
Tabel 2. PDRB Ubi Kayu Sulawesi Tengah dan Pangsa Relatifnya terhadap PDRB Umbi-umbian dan PDRB Sulawesi Tengah 2000 – 2011 Tahun
PDRB Ubi Kayu Harga Berlaku (Rp)
Pangsa Relatif (%) Terhadap PDRB Umbi-umbian
PDRB Sulawesi Tengah
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
17.640.161.161 29.236.394.821 45.340.015.385 44.859.103.498 46.430.988.750 48.251.985.510 57.581.776.387 111.404.915.416 111.952.450.476 133.190.939.952 121.727.054.345 111.249.877.543
28,93 30,52 31,64 31,69 30,35 35,57 36,71 41,84 36,86 31,86 25,47 19,23
0,21 0,28 0,38 0,34 0,32 0,28 0,30 0,49 0,40 0,42 0,34 0,25
Rataan
73.238.805.270
31,72
0,33
Sumber : Data Sekunder yang Diolah.
Kinerja berbagai cabang usahatani yang tertera dalam Tabel 1 menjadi penentu kinerja subsektor tanaman pangan. Makin jauh tingkat produktivitas riil dari nilai produktivitas harapan setiap cabang usaha, makin rendah kinerja subsektor tanaman pangan. Yantu (2006) melaporkan bahwa semua tingkat produktivitas cabang usahatani di Sulawesi Tengah di bawah tingkat produktivitas cabang usahatani yang sama di tingkat nasional. Usahatani ubi kayu menjadi entry point dalam rantai nilai berbagai usaha industri vertikal dimana ubi kayu menjadi bahan baku utama. Yantu (2007b) menyatakan bahwa strategi yang seharusnya diimplementasikan dalam pengembangan suatu industri vertikal ialah strategi yang dapat meningkatkan nilai bersih dari perdagangan internasional dari berbagai komoditi, sehingga berdampak positif terhadap perekonomian wilayah. Konsep rantai nilai secara kasar diilustrasikan oleh keterkaitan antar-sektor. Rauf et al., (2010) melaporkan bahwa koefisien keterkaitan ke belakang dan kedepan untuk sektor pertanian Sulawesi Tengah < 1. Ini mengartikan pertama bahwa sektor pertanian belum banyak menggunakan output sektor lain (keterkaitan ke belakang), sehingga
sektor tersebut belum mendorong keputusan investasi dari sektor lain penyedia inputnya. Kedua, output sektor pertanian tidak banyak digunakan oleh sektor lain (keterkaitan kedepan), sehingga sektor tersebut belum mendorong keputusan investasi pada sektor yang memanfaatkan outputnya. Padahal, Haryono et al., (2007) melaporkan bahwa kenaikan produktivitas industri pertanian berdampak positif terhadap penghapusan kemiskinan. Produksi Ubi Kayu Sulawesi Tengah. Berdasarkan Lampiran 1, luas areal tanam menghasilkan ubi kayu 2000 – 2011 rata-rata 4.177 ha per tahun. Luas tersebut hampir dua kali lipat dan lima puluh kali lipat luas areal tanam menghasilkan ubi jalar dan kentang kurun waktu yang sama. Adapun produksi rata-rata ubi kayu kurun waktu tersebut adalah 60.029 ton. Angka-angka tersebut menunjukkan produktivitas usahatani ubi kayu rata-rata 14,55 ton per ha per tahun, jauh dari produktivitas harapan minimal, 59,90 ton per ha. Taufiq et al., (2012) melaporkan bahwa pupuk K dosis 30 kg K2O per ha meningkatkan hasil 35 persen dibandingkan praktek petani yang hanya menghasilkan ubi kayu 59,90 ton per ha per tahun. Produktivitas berpengaruh pada produksi dan nilai produksi ubi kayu. Nilai 55
Tabel 3. Koefisien Pengaruh Ganda Komoditi Ubi Kayu dalam Perekonomian Sulawesi Tengah Kurun Waktu 2000 – 2001
produksi ditentukan oleh volumer produksi dan harga. Mengasumsikan bahwa biaya antara dalam memproduksi ubi kayu sebesar 10 persen dari nilai produksi, maka nilai PDRB ubi kayu dapat dihitung, sebagaimana tersaji dalam Tabel 2. PDRB komoditi ubi kayu Sulawesi Tengah 2000 – 2011 rata-rata Rp. 73,24 milyar. Angka tersebut 31,72 persen dari PDRB umbi-umbian Sulawesi Tengah, jadi tergolong signifikan, tetapi hanya 0,33 persen dari total PDRB Sulawesi Tengah. Bila produktivitas usahatani ubi kayu Sulawesi Tengah mencapai produktivitas harapan minimum, nilai sumbangan tersebut akan naik 4 kali lipat lebih. Akibatnya, sumbangan komoditi ubi kaya naik hingga di atas 10 persen. Jadi, komoditi ubi kayu memiliki potensi menjadi komoditi penyumbang signifikan dalam aktivitas ekonomi Sulawesi Tengah. Peningkatan produksi ubi kayu Sulawesi Tengah masih memungkinkan, karena pertama, pengembangan intensifikasi, sehingga produktivitas meningkat. Produktivitas usahatani yang menghasilkan komoditi pasar dunia dipengaruhi oleh faktor eksternal. Untuk kasus kakao, produktivitas dipengaruhi secara positif dan nyata oleh GDP AS, dan secara negatif namun nyata oleh GDP Malaysia (Yantu et al., 2011). Kedua, peangembangan ekstensifikasi, karena lahan masih tersedia, terutama bila dipadu dengan usahatani tanaman keras, seperti kakao dan kelapa. Tahun 2007, sumberdaya lahan untuk kakao Sulawesi Tengah masih 33,42 persen dari kawasan budidaya nonhutan (Yantu, 2012, 2011). Usahatani terpadu ubi kayu dan kakao mencegah alih fungsi lahan pertanian, karena pendapatan petani meningkat, sehingga peani tidak bertindak oportunistik beralih ke lapangan usaha lain. Lutfi (2007) melaporkan bahwa perpindahan mata pencaharian tidak menjamin terjadinya peningkatan taraf ekonomi penduduk secara struktural. Menurut Yantu (2011) dan Sisfahyuni et al., (2011) bahwa petani bertindak oportunistik karena memiliki power, yaitu sebagai kepala keluarga dan pemilik asset (usahatani).
Tahun
Koefisien Pengaruh Ganda
2000 2001
1,99 1,99
2002 2003
1,98 1,99
2004 2005
1,99 1,99
2006 2007 2008
1,99 1,98 1,98
2009 2010
1,98 1,99
1011
1,99
Rataan
1,99
Sumber : Data Sekunder yang Diolah
Kecenderungan Koefisien Pengaruh Ganda. Memanfaatkan persamaan (05) dihasilkan koefisien pengaruh ganda komoditi ubi kayu dalam perekonomian Sulawesi Tengah kurun waktu 2000 – 2001, disajikan dalam Tabel 3. Kurun waktu 2000 – 2011, koefisien pengaruh ganda komoditi ubi kayu rata-rata sebesar 1,99. Ini berarti investasi Rp. 1 triliun pada komoditi ubi kayu menyebabkan total aktivitas ekonomi naik sebesar Rp. 1,99 triliun. Koefisien tersebut diperoleh dengan asumsi = 0,5. Asumsi ini arbitrary, namun dapat digunakan karena nilainya moderat. Bila koefisien pengaruh ganda sektor pertanian 2,06 (Yantu, 2007a) dan subsektor perkebunan 6,40 (Yantu et al., 2009b) diboboti dengan = 0,5, kedua koefisien tersebut menjadi 1,15 dan 1,53. Jadi, dalam sistem ekonomi tertutup pengaruh ganda sektor pertanian dan subsektor perkebunan lebih besar bila dibandingkan dengan sistem terbuka. Angka–angka di atas menunjukkan bahwa dalam sistem ekonomi Sulawesi Tengah terbuka, pengaruh ganda komoditi ubi kayu ternyata lebih besar daripada pengaruh 56
ganda subsektor perkebunan dan sektor pertanian. Oleh karena itu, investasi pengembangan komoditi ubi kayu Sulawesi Tengah menjadi layak dipertimbangkan. Satu hal dihadapi petani ubi kayu dalam sistem perekonomian terbuka ialah transmisi perubahan harga dunia ke harga di tingkat petani yang biasanya tidak nyata. Kasus kakao biji, transmisi perubahan harga dunia hingga ke harga domestik kabupaten berfluktuasi dan nyata secara statistik. Transmisi tersebut tidak nyata lagi dari pasar domestik ke pasar di tingkat petani. Jadi, pasar di tingkat petani tersegmentasi (Yantu et al., 2010). Terdapat ketidakpastian yang makin membesar dari harga yang diterima produsen kopi Indonesia dibandingkan harga konsumen di negara-negara maju (Hutabarat, 2006). Ilham et al., (2006) melaporkan bahwa kebijakan harga pangan tidak efektif meningkatkan ketersediaan pangan. Maulana et al., (2006) menyatakan bahwa kebijakan pemerintah dalam industri perberasan harus diorientasikan dari fokus kebijakan harga ke peningkatan kapasitas produksi. Sebaliknya, Syafruddin et al., (2007) melaporkan bahwa strategi pengelolaan dalam upaya pencapaian ketahanan pangan berkelanjutan di Halmahera Tengah ialah harga pangan murah sebagai prioritas utama. Menurut Simatupang (2007), kebijakan yang berorientasikan pada swasembada pangan termasuk kategori paradigma pendekatan pengadaan pangan tidak menjamin ketahanan pangan. Paradigma yang lebih sesuai ialah pendekatan perolehan pangan. Menurut Hutabarat dan Rahmanto (2006) bahwa untuk komoditi pangan salah satu upaya yang diperlukan adalah pembangunan dan perbaikan infrastruktur pertanian. Damayanti et al. (2011) melaporkan bahwa program perbaikan irigasi belum mampu menuntaskan kemiskinan secara absolut. Tabel 3 menunjukkan bahwa koefisien pengaruh ganda komoditi ubi kayu cenderung konstan. Hasil analisis persamaan (07) memanfaatkan Minitab Rel. 13, pilihan no-intercept menunjukkan koefisien regresi bernilai positif dan nyata
secara statistik (P = 0,000). Dalam bentuk persamaan, M = 0,000991 T dan P = 0,000. Hasil analisis di atas menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, koefisien pengaruh ganda komoditi ubi kayu cenderung meningkat. Ini mendukung pernyataan sebelumnya bahwa investasi komoditi ubi kayu di Sulawesi Tengah menjadi layak dipertimbangkan. Ini mengimbangi keadaan yang dilaporkan oleh Yantu dan Rauf (2012) bahwa hasil dari output sektor pertanian tidak diinvestasikan kembali ke sektor tersebut, sehingga tidak terjadi tricle down effect dalam kehidupan masyarakat yang bergantung pada sektor pertanian di kawasan Poso. Yantu et al., (2013a) melaporkan bahwa kesejahteraan masyarakat di kawasan Poso cenderung meningkat sangat lamban, tidak mencapail 1 persen per tahun. Ini disebabkan oleh tidak adanya reinvestasi di sektor pertanian sebagai sektor basis. Jadi, tricle down effect tidak berlangsung di sektor pertanian, sehingga kesejahteraan masyarakat tani yang diindikasikan oleh IPM masih tergolong rendah. Konsekuensinya, rata-rata kesejahteraan masyarakat di kawasan Poso di bawah rata-rata kesejahteraan masyarakat Sulawesi Tengah. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Koefisien pengaruh ganda komoditi ubi kayu dalam perekonomian Sulawesi Tengah bernilai lebih besar daripada satu. Ini mengisyaratkan bahwa investasi pengembangan komoditi tersebut di Sulawesi Tengah layak dipertimbangkan. Dalam sistem perekonomian Sulawesi Tengah yang terbuka, koefisien pengaruh ganda komoditi tersebut lebih besar daripada koefisien pengaruh ganda sektor pertanian. Dalam jangka panjang, koefisien pengaruh ganda komoditi ubi kayu cenderung meningkat. Ini mengisyaratkan bahwa investasi yang sinambung untuk komoditi tersebut dalam memacu peningkatan kinerja ekonomi Sulawesi Tengah layak dipertimbangkan. 57
tetapi dalam jangka panjang, seyogyanya dihitung berdasarkan konsep ICOR (incremental capital output ratio), sehingga diperlukan penelitian lanjutan untuk mengestimasi ICOR dan besaran investasi dalam pengembangan komoditi ubi kayu Sulawesi Tengah.
Saran Peningkatan kinerja ekonomi Sulawesi Tengah melalui pengembangan investasi dalam komoditi ubi kayu perlu dipertimbangkan, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Dalam jangka pendek, besaran investasi dapat ditentukan secara arbitrary,
DAFTAR PUSTAKA Asriani, P.S.2011. Analisis Daya Saing Ekspor Ubi Kayu Indonesia. J. Agroland 18 (1): 65 – 70, April 2011. ISSN: 0854 – 641X. BAPPEDA dan BPS. 2007. Tabel Input – Output Propinsi Sulawesi Tengah Tahun 2005. Jilid II. Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Tengah. Palu. Bendavid – Val, A. 1991. Regional and Local Economic Analysis for Practitioners. New and Expanded Edition. Praeger Publishers. USA. BPS. 2012. PDRB Sulawesi Tengah Menurut Lapangan Usaha 2007 - 2011. Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Tengah. Palu. BPSa. Berbagai Tahun. PDRB Sulawesi Tengah Menurut Lapangan Usaha. Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Tengah. Palu. BPSb. Berbagai Tahun. Sulawesi Tengah Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Tengah. Palu. BPSc. Berbagai Tahun. Statistik Harga Produsen Sektor Pertanian Di Indonesia. Badan Pusat Statistik Propinsi Sulawesi Tengah. Palu. Damayanti, L., Slamet Hartono, Suhatmini Hardyastuti dan Dwidjono Hadi Darwanto. 2010. Kebijakan Pemerintah Daerah dalam Pengentasan Kemiskinan Melalui 2011. Palu. Haryono, D., Mangara Tambunan, Rina Oktaviani dan Hermanto Siregar. 2007. Upaya Pengentasan Kemiskinan Melalui Industrialisasi Pertanian. J. Agrokultur 4 (7): 18 – 28. Desember 2007. ISSN 1829-7374. Hutabarat, B. 2006. Analisis Saling Pengaruh Harga Kopi Indonesia dan Dunia. J. Agro Ekonomi (1): 21 – 40, Mei 2006. Bogor. ISSN: 0216 – 9053.
24
Hutabarat, B. dan Bambang Rahmanto. 2006. Aturan dan Mekanisme Perlindungan terhadap Dampak Liberalisasi Perdagangan untuk Siapa ? Forum Penelitian Agro Ekonomi 25 (1): 56 – 71, Juli 2007. Ilham, Ny., Hermanto Siregar dan D.S. Priyarsono Efektivitas Kebijkan Harga Pangan terhadap Ketahanan Pangan. J. Agro Ekonomi 24 (2): 157 – 177, Oktober 2006. Bogor. ISSN: 0216 – 9053. KEMENDIKNAS. 2012. Panduan Usulan Penelitian Prioritas Nasional Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011 – 2025. Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional R.I. Jakarta. Lutfi. 2007. Pengaruh Rencana Tata Ruang Wilayah terhadap Perubahan Fungsi Lahan Pertanian: Kasus Kecamatan Palu Utara. J. Agroland 14 (2): 145 - 149. Maret 2007. Palu. ISSN: 0854 – 641X. Maulana, M., Nizwar Syafaat dan Pantjar Simatupang. 2006. Analisis Kendala Penawaran dan Kebijakan Revitalisasi Produksi Padi. J. Agro Ekonomi 24 (2): 207 – 230, Oktober 2006. Bogor. ISSN: 0216 – 9053.
58
Mentan. 2012. Ekspor Ubi Kayu. www.finance.detik.com diakses 11 Maret 2013. Montgomery, D.C. Lynwood A. Johnson and John S. Gardiner. 1990. Forecasting and Time Series Analysis. Second Edition. McGraw-Hill. Inc. Singapore. PSEKP. 2010. Cuplikan Rumusan Hasil Konferensi Dewan Ketahanan Pangan Tahun 2010: Suplemen. Analisis Kebijakan Pertanian 8 (4):385 – 390, Desember 2010. Bogor. ISSN: 1693 – 2021. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Rauf, R.A., Arief Daryanto, Sjarif Mangkuprawira, D.S. Priyarsono. 2010. Pengaruh Investasi Sektor Pertanian dan Industri Pengolahan Hasil Pertanian Di Propinsi Sulawesi Tengah. J. Agroland 17 (1): 63 – 69. Maret 2010. Richardson, H.W. 1991. Elements of Regional Economics. Terjemahan Paul Sitohang. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Simatupang, P. 2007. Analisis Kritis terhadap Paradigma dan Kerangka Dasar Kebijakan Ketahanan Pangan Nasional. Forum Penelitian Agro Ekonomi 25 (1): 1 – 18, Juli 2007. Bogor. ISSN: 0216 – 4361. Sisfahyuni, M.S.Saleh dan M.R.Yantu. 2011. Kelembagaan Pemasaran Kakao Biji Di Tingkat Petani Kabupaten Parigi Moutong Propinsi Sulawesi Tengah. J. Agro Ekonomi Vol. 29 (2): 191 – 216. Oktober 2011. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertananian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. Bogor. ISSN: 0216 – 9053. Syafruddin, Surjono Hadi Sutjahjo, Yayuk Farida Baliwati dan Rita Nurmalina. 2007. Strategi Pengelolaan dan Analisis Status Keberlanjutan Ketahanan Pangan Di Kabupaten Halmahera Tengah. J. Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 10 (1): 20 - 38, Juni 2007. Taufiq, A., Subandi and Suyamto. 2012. Response of Cassava (Manihot esculenta crantz) to Potassium on Dry Land in Indonesia. Project Report. Collaborative Project between Indonesian Legumes and Tuber Crops Research Institute (ILETRI) and International Potash Institute (IPI). Indonesian Legumes and Tuber Crops Research Institute (ILETRI). Malang. Indonesia. Yantu, M.R. 2013. Strategi Pembangunan Ekonomi Wilayah Sulawesi Tengah Berbasis Agribisnis Berkelanjutan. Makalah disampaikan pada seminar nasional bertema sustainable agribusiness yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Organisasi Profesi Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Indonesia (POPMASEPI) DPW V POPMASEPI, Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (HIMASEP) Fakultas Pertanian Universitas Tadulako. 11 – 03 – 2013, Pogombo. Palu. Yantu, M.R., Bakri Hasanuddin, Sidik Purnomo dan Jusak Tommy. 2013a. Strategi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat Tani Kawasan Poso Sulawesi Tengah: Suatu Pendekatan Ekonomi Makro Antar-wilayah. Media LITBANG Sulawesi Tengah VI (1): Tahun 2013. BALITBANGDA Propinsi Sulawesi Tengah. ISSN:1979 – 5971. Inpress. Yantu, M.R., Arifudin Lamusa, Hadayani dan Rustam Abd. Rauf. 2013b. Handout Ekonomi Makro. Jurusan Agribisnis, Fakultas Pertanian,Universitas Tadulako. Palu. Yantu, M.R., 2012. Perencanaan Tata Ruang: Handout Paruh Kedua Versi Revisi. Program Studi Magister Pengembangan Wilayah dan Perdesaan. Program Pascasarjana Universitas Tadulako, Palu. Yantu, M.R. dan Rustam Abdul Rauf. 2012. Peran Sektor Pertanian dalam Perekonomian Kawasan Poso Sulawesi Tengah: Suatu Pendekatan Model Persamaan Simultan. J. Agroland 19 (3) Desember 2012. Palu. Yantu, M.R. 2011. Model Ekonomi Wilayah Komoditi Kakao Biji Propinsi Sulawesi Tengah. Disertasi Doktor pada Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Yantu, M.R., Sisfahyuni dan Nilam Sari. 2011. Fungsi Produktivitas Usahatani Kakao Rakyat Provinsi Sulawesi Tengah. J. Agroland 18 (1): 57 – 64, April 2011. Palu. ISSN : 0854 – 641X.
59
Yantu, M.R., Bambang Juanda, Hermanto Siregar, dan Setia Hadi. 2010. Integrasi Pasar Kakao Biji Perdesaan Sulawesi Tengah dengan Pasar Dunia. J. Agro Ekonomi 28 (2): 113 – 225, Oktober 2010. Bogor. ISSN: 0216 – 9053. Yantu, M.R., Sisfahyuni dan Ludin. 2009a. Kekuatan Permintaan dan Penawaran Subsektor Tanaman Bahan Makanan dalam Perekonomian Wilayah Propinsi Sulawesi Tengah. J. Agroland 16 (3): 237 – 244. September 2009. Yantu, M.R., Sisfahyuni, Ludin dan Taufik 2009b. Strategi Pengembangan Subsektor Perkebunan dalam Perekonomian Sulawesi Tengah. Media LITBANG Sulawesi Tengah. Vol. II (1): 44 -50. Oktober 2009. BALITBANGDA Propinsi Sulawesi Tengah. Yantu, M.R. 2007a. Peranan Sektor Pertanian dalam Perekonomian Wilayah Sulawesi Tengah. J. Agroland 14 (1): 31 -37. Maret 2007. Palu. ISSN: 0854 – 641X. Yantu, M.R. 2007b. A Theoritical Framework for Development of International Trade of the Cocoa Commodities from Indonesia in Perspective of the Regional Economy. J. Agrokultur 4 (7): 9 – 17. Desember 2007. Yantu, M.R. 2006. Strategi Pengembangan Lembaga Pengawasan dan Sertifikasi Benih Pertanian dalam Perspektif Ekonomi Wilayah Sulawesi Tengah. Makalah Kebijakan Dalam Prosiding Seminar Nasional Perbenihan 2005. Palu. 13 – 14 Agustus 2005 dengan Tema Peranan Benih dalam Menunjang Pertanian sebagai suatu Sistem Holistik. Kerjasama Universitas Tadulako dengan Forum Perbenihan Propinsi Sulawesi Tengah. Badan Penelitian Pengembangan Daerah Propinsi Sulawesi Tengah. dan Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Donggala Propinsi Sulawesi Tengah. Tadulako University Press. Palu. ISBN: 979-3701-48-X. Yantu, M.R. 2003. Prinsip Perencanaan Ekonomi Regional dan Perdesaan: Resume Materi Kuliah. Program Doktor, Program Studi Ilmu-ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
60