PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PEMBENTUKAN PIGMEN OLEH BAKTERI LAUT MESOPHILOBACTER SP.
ENDANG S. SRIMARIANA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2000
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Faktor Fisikokimia terhadap Pembentukan Pigmen oleh Bakteri Laut Mesophilobacter sp. adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc; Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA; dan Dr. Ir. Sukarno, M.Sc. dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Desember 2000 Endang S. Srimariana Nrp. 97388
ABSTRACT
ENDANG S. SRIMARIANA. The effect of physicochemical factors on the pigment formation by a marine bacteria, Mesophilobacter sp. Supervised by LINAWATI HARDJITO, ANWAR BEY PANE, and SUKARNO. It has been conducted an observations on the effect of environmental factors especially physicochemical factors on the growth and pigment formation by a marine bacteria Mesophilobacter sp. The objectives of this research were to study the effect of : 1) cultivation temperature (25oC, 30oC and 35oC); 2) pH of growth medium (5, 7, and 9); 3) salinity of growth medium (0 ppt, 10 ppt, 20 ppt, 30 ppt and 40 ppt), 4) carbon sources (glucose, acetate, citrate, and maltose), and 5) nitrogen sources (peptone, yeast extract, sodium nitrate, and ammonium sulfate) on the growth of bacteria and the pigment formation. Bacteria were cultivated in 500 ml flasks with a working volume of 250 ml in marine broth and incubated on a shaker incubator with the agitation speed of 120 rpm for seven days. Variables that were observed during the cultivation process involved bacterial growth (cell concentration), pigment concentration, and pH. Observations were carried out up to 168 hours. The cell and pigment concentrations were monitored spectrophotometrically. The results indicated that Mesophilobacter sp. grew well and formed the highest concentration of pigment (P) at temperature 30oC, with value of P 0.12 + 0.003 (λ 463 nm). At pH experiment the highest average P was obtained from medium with pH 9 was 0.14 + 0.006 (λ 463 nm) and significantly different from pH 7 (p <0.5). At salinity experiment, the highest average P obtained from the growth medium with 10 ppt salinity is 3.54 + 0.11 in λ 368 nm. At carbon source experiment, the highest average of P were obtained from maltose, with value 12.13 + 1.33 (λ 232 nm) and 15.86 + 0.52 (λ 258 nm), while in λ 312 nm, λ 368 nm and λ 656 nm that obtained from glucose were 11.59 + 0.28, 7.22 + 0.44 and 1.50 + 0.05. At nitrogen source experiment, the result showed that Mesophilobacter sp. grew rapidly in the medium with yeast extract. The pigment has a maximum absorbance at five wavelengths, namely λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, and 658 nm. The average concentration of cells and pigment, showed that yeast extract is the best nitrogen source in cell growth and pigment formation (p <0.05). The highest average P is 12.49 + 0.22 (λ 232 nm); 12.86 + 0.21 (λ 258 nm); 11.09 + 0.56 (λ 312 nm) ; 11.88 + 0.97 (λ 368 nm) and 1.29 + 0.04 (λ656 nm).
Keywords: physicochemical factors, Mesophilobacter sp., cells concentration, pigment concentration, spectrophotometrically.
RINGKASAN
ENDANG S. SRIMARIANA. Pengaruh Faktor FisikoKimia terhadap Pembentukan Pigmen oleh Bakteri Laut Mesophilobacter sp. Dibimbing oleh LINAWATI HARDJITO, ANWAR BEY PANE, dan SUKARNO. Kondisi lingkungan baik kondisi fisika maupun kimia (nutrien) merupakan faktor penting yang menentukan produktifitas mikroorganisme. Kedua kondisi tersebut merupakan faktor eksternal yang dapat dikendalikan untuk keberhasilan suatu proses yang memanfaatkan organisme (bioproses). Penelitian ini bertujuan untuk : 1) menentukan suhu kultivasi, 2) menentukan pH kultivasi, 3) menentukan intensitas cahaya, 4) menentukan salinitas, 5) menentukan sumber karbon, 6) menentukan sumber nitrogen yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa biopigmen dari bakteri laut Mesophilobacter sp. yang diisolasi dari terumbu karang. Dalam penelitian ini kultivasi dilakukan dalam labu erlenmeyer 500 ml dengan volume kerja 250 ml pada inkubator goyang dengan kecepatan 121 rpm. Suhu kultivasi yang digunakan adalah 25oC, 30oC dan 35oC; pH medium pertumbuhan yang dicoba adalah 5, 7, dan 9; intensitas cahaya yang dicoba adalah 2350Wm-2 (kondisi tanpa penambahan cahaya), 4710Wm-2, dan 12500Wm-2; salinitas medium pertumbuhan yang dicoba adalah 0 permil, 10 permil, 20 permil, 30 permil dan 40 permil; sumber karbon yang diuji adalah glukosa, asetat, sitrat, dan maltosa; dan sumber nitrogen yang diuji adalah pepton, ekstrak khamir, sodium nitrat, dan ammonium sulfat. Variabel yang diamati selama proses kultivasi meliputi pertumbuhan bakteri (konsentrasi sel), konsentrasi pigmen, dan pH. Selain itu dihitung juga laju spesifik pertumbuhan sel (µ), laju spesifik pembentukan pigmen (q p ) dan rendemen biomassa (sel). Pengamatan dilakukan sampai kultur berumur 168 jam. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan perlakuan yang sesuai dengan setiap faktor fisika dan kimia yang hendak dipelajari. Pengaruh suhu, pH, cahaya, salinitas, sumber karbon dan sumber nitrogen terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen dianalisis dengan Analisis Sidik Ragam (Anova). Jika terdapat perbedaan akibat adanya perlakuan terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen, maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) (Koopmans, 1987). Pada percobaan suhu; laju spesifik pertumbuhan sel (µ) dan laju spesifik pembentukan pigmen (q p ) tertinggi yang diolah selama bakteri berada pada fase logaritmik, diperoleh dari medium yang diinkubasi pada suhu 30oC dengan nilai µ sebesar 0,24 jam-1 dan q p 0,02 jam-1 berturut-turut. Rata-rata konsentrasi pigmen (P) tertinggi diperoleh dari inkubasi suhu 25oC dan 30oC, yaitu sebesar 0,12 + 0,02 dan 0,12 + 0,003 (λ 463 nm). Diperoleh hasil bahwa suhu yang baik dalam pembentukan pigmen adalah 30oC. Suhu 30oC digunakan sebagai suhu kultivasi dalam percobaan berikutnya. Pada percobaan pH; µ dan q p tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan pH 9, dengan nilai µ sebesar 0,42 jam-1 dan q p sebesar 0,04 jam-1 berturutturut. Pada medium pertumbuhan dengan pH 5 tidak terjadi pembentukan pigmen
walaupun konsentrasi sel tertinggi diperoleh pada pH ini. Rata-rata P tertinggi diperoleh dari medium dengan pH 9 yaitu sebesar 0,14 + 0,006 (λ 463 nm) dan berbeda nyata dengan pH 7 (p<0,5). pH optimum dalam pembentukan pigmen adalah 9, kemudian pH 9 digunakan sebagai pH medium pertumbuhan dalam percobaan berikutnya. Pada percobaan intensitas cahaya; µ dari medium yang disertai penambahan cahaya 12500 Wm-2 adalah yang tertinggi dengan nilai µ 0,46 jam-1, akan tetapi q p tanpa penambahan cahaya memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 0,04 jam-1. Rata-rata P hasil kultivasi tanpa penambahan cahaya (suhu 30oC) adalah yang tertinggi dengan P sebesar 0,14 + 0,006 (λ 463 nm). Hasil analisis sidik ragam terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen pada fase stasioner terlihat bahwa perlakuan cahaya berpengaruh nyata (p<0,05). Pengujian dilanjutkan dengan uji BNT, dengan hasil uji bahwa : suhu 30oC tanpa penambahan cahaya memberikan hasil terbaik dan berbeda nyata (p<0,05) dalam pertumbuhan Mesophilobacter sp. dan pembentukan pigmen dibanding dengan perlakuan penambahan cahaya 4700Wm-2 dan 12500 Wm-2. Pada percobaan salinitas; µ tertinggi adalah 0,38 jam-1 yang diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 0 permil, 10 permil dan 20 permil, sedangkan q p tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 10 permil, yaitu sebesar 1,68 jam-1. Rata-rata P tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 10 permil yaitu 3,54 + 0,11 pada λ 368 nm. Dari hasil percobaan ini, disimpulkan bahwa salinitas terbaik adalah 10 permil. Pada percobaan sumber karbon, µ terbesar diperoleh dari media yang menggunakan sumber karbon asetat dengan nilai µ 0,36. Pigmen yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki absorban maksimum pada lima panjang gelombang, yaitu λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, dan 658 nm. Pada λ 232 nm dan 258 nm, rata-rata P tertinggi diperoleh dari sumber karbon maltosa, yaitu sebesar (12,13 + 1,33) dan (15,86 + 0,52), sedangkan pada λ 312 nm, 368 nm dan 656 nm diperoleh dari glukosa dengan rata-rata (11,59 + 0,28), (7,22 + 0,44) dan (1,50 + 0,05). Pada percobaan sumber nitrogen; µ dan q p tertinggi dari Mesophilobacter sp. diperoleh dari media dengan sumber nitrogen ekstrak khamir dengan nilai µ 0,24 jam-1 dan nilai q p pada λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm dan 656 nm secara berturut-turut adalah 1,55 jam-1; 1,59 jam-1; 1,38 jam-1; 1,48 jam-1 dan 0,16 jam-1. Dari hasil ini terlihat bahwa Mesophilobacter sp. tumbuh dengan cepat pada media dengan sumber nitrogen ekstrak khamir. Sumber nitrogen yang dapat menghasilkan pigmen pada penelitian ini adalah pepton dan ekstrak khamir, yang mempunyai absorban maksimum pada lima panjang gelombang, yaitu λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, dan 658 nm. Diperoleh hasil bahwa ekstrak khamir merupakan sumber nitrogen yang terbaik dalam pembentukan pigmen (p<0,05). Rata-rata konsentrasi P tertinggi adalah 12,49 + 0,22 (ODλ 232 nm); 12,86 + 0,21 (λ 258 nm); 11,09 + 0,56 (λ 312 nm); 11,88 + 0,97 (λ 368 nm); dan 1,29 + 0,04 (λ 656 nm).
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2000 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PEMBENTUKAN PIGMEN OLEH BAKTERI LAUT MESOPHILOBACTER SP.
ENDANG S. SRIMARIANA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2000
Judul Tesis Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi
: Pengaruh Faktor Fisikokimia terhadap Pembentukan Pigmen oleh Bakteri Laut Mesophilobacter sp. : Endang S. Srimariana : 97388 : Teknologi Kelautan
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc. Ketua
Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA Anggota
Dr. Ir. Sukarno, M.Sc. Anggota
Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Kelautan
Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc.
Tanggal Ujian : 27 Juli 2000
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah Bapa atas anugrahNya sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis dengan judul Pengaruh Faktor FisikoKimia terhadap Pembentukan Pigmen oleh Bakteri Laut Mesophilobacter sp. disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, dengan penuh ketulusan hati penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih yang besar kepada Dr. Ir. Linawati Harjito, M. Sc. selaku ketua komisi pembimbing yang juga mendanai penelitian ini dengan menyediakan segala fasilitas yang dibutuhkan sehingga penelitian ini dapat dilaksanakan. Dr. Ir. Anwar Bey Pane, DEA dan Dr. Ir. Sukarno masing-masing selaku anggota komisi pembimbing, terima kasih atas pengarahan dan bimbingan yang diberikan sejak penyusunan proposal hingga tesis ini dapat diselesaikan. Dekan Fakultas Perikanan dan Rektor Universitas Pattimura Ambon yang telah memberikan ijin untuk menempuh pendidikan pada Program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Ketua Program Studi Teknologi Kelautan (TKL), serta seluruh Staf Pengajar S 2 PS TKL Program Pascasarjanan IPB, atas pelayanan, fasilitas dan kesempatan yang diberikan. Suami dan anak-anak tercinta serta mami papi yang saya hormati serta seluruh keluarga yang telah memberikan doa, dorongan, pengorbanan dan semangat dengan penuh kesetiaan dan pengertian untuk dapat melanjutkan studi sampai selesai. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan masukan-masukan demi penyempurnaan tesis ini. Akhirnya, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.
Bogor, Desember 2000 Endang S. Srimariana
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Oktober 1961 di Airmadidi (Minahasa) sebagai anak pertama dari enam bersaudara, dari keluarga bapak Bondan Bandono dan ibu Fintje Wudan Waroh. Pendidikan Sekolah Dasar ditempuh di SDK. St. Angela, Surabaya dari tahun 1968 dan lulus pada tahun 1973. Pada tahun 1974 penulis menempuh pendidikan di SMPK. Stella Maris, Surabaya dan lulus pada tahun 1976, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri II, Surabaya dan lulus pada tahun 1980. Pada tahun akademik 1980/1981, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor, Bogor melalui Proyek Perintis II dan diterima pada Fakultas Perikanan IPB pada tahun akademik 1981/1982, pada program studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Lulus sebagai Sarjana Perikanan pada tahun 1985. Pada tahun 1986, penulis diangkat sebagai staf pengajar pada Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga, Surabaya hingga tahun 1994, kemudian pindah pada Fakultas Perikanan Universitas Pattimura, Ambon pada Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan dari tahun 1994 hingga sekarang. Penulis memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan Program Pra Pascasarjana, IPB pada tahun akademik 1996/1997 dan lulus pada tahun 1997 dengan beasiswa dari URGE-DIKTI. Selanjutnya pada tahun itu juga penulis kembali memperoleh kesempatan mengikuti pendidikan Program Pascasarjana pada Program Studi Teknologi Kelautan, IPB dengan beasiswa dari BPPS-DIKTI dan ujian untuk mendapatkan gelar Magister Sains dilakukan pada tanggal 27 Juli 2000.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ...................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xiv
1. PENDAHULUAN .............................................................................. 1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1.2 Tujuan Penelitian ........................................................................ 1.3 Manfaat Penelitian ...................................................................... 1.4 Permasalahan .............................................................................. 1.5 Hipotesis Penelitian ....................................................................
1 1 3 4 4 4
2. TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 2.1 Bakteri ......................................................................................... 2.2 Bakteri laut penghasil pigmen .................................................... 2.2.1 Bakteri fototrof yang mengandung bakterioklorofil ......... 2.2.2 Bakteri gram negatif, aerobik, berbentuk batang dan kokus ................................................................................. 2.2.3 Bakteri gram negatif, fakultatif an aerobik, berbentuk batang ................................................................................ 2.2.4 Bakteri gram negatif, an aerobik, berbentuk batang dan kokus ................................................................................. 2.3 Pertumbuhan bakteri ................................................................... 2.3.1 Siklus pertumbuhan .......................................................... 2.3.2 Pengaruh faktor-faktor lingkungan pada pertumbuhan .... 2.3.3 Pengukuran kuantitatif pertumbuhan bakteri .................... 2.4 Pewarna alami ............................................................................. 2.4.1 Pewarna makanan .............................................................
5 5 6 6
3. METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 3.1 Bahan dan alat ............................................................................. 3.1.1 Bahan ................................................................................ 3.1.2 Alat .................................................................................... 3.2 Metode penelitian ........................................................................ 3.2.1 Penelitian tahap pertama : Identifikais bakteri................... 3.2.2 Penelitian tahap kedua ...................................................... 3.2.3 Penelitian tahap ketiga ....................................................... 3.2.4 Pengamatan ....................................................................... 3.2.5 Rancangan percobaan ....................................................... 3.2.6 Analisis data ...................................................................... 3.2.7 Tempat dan waktu penelitian ............................................
9 10 10 10 11 13 17 18 21 23 23 23 24 24 25 27 31 34 35 35 35
x
4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN PIGMEN ............................................................................................ 4.1 Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen ........................................................................................ 4.2 Pengaruh pH terhadap pembentukan pigmen ............................. 4.3 Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen ................................................................. 4.4 Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen ................................................................. 4.5 Pengaruh sumber karbon terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen ................................................................. 4.6 Pengaruh sumber nitrogen terhadap pertumbuhan bakteri dan ... pembentukan pigmen .................................................................
36 36 39 42 46 49 54
5. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 5.1 Kesimpulan ................................................................................. 5.2 Saran ...........................................................................................
58 58 59
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................
60
LAMPIRAN ...........................................................................................
64
xi
DAFTAR TABEL Halaman 1. Perbedaan sifat bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif .........
5
2. Metode untuk mengukur pertumbuhan bakteri ..................................
18
3. Pigmen pada tumbuhan dan alga ........................................................
20
4. Pigmen pada vertebrata .......................................................................
20
5. Komposisi ekstrak khamir ...................................................................
24
6. Komposisi medium cair yang digunakan pada percobaan sumber karbon...................................................................................................
32
7. Komposisi medium cair yang digunakan pada percobaan sumber nitrogen ................................................................................................
34
8. Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth pada pH 7, suhu kultivasi berbeda. .......... 38 9. Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth pada pH percobaan 5, 7, dan 9; suhu kultivasi 30oC ...................................................................................... 42 10. Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth dengan pH 9, suhu kultivasi 30oC serta perlakuan cahaya. ................................................................................. 45 11. Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth dengan pH 9 dan salinitas yang berbeda; serta suhu kultivasi 30oC. .................................................................... 48 12. Nilai hasil pengukuran variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. pada pH 9, sumber karbon yang berbeda, sumber nitrogen ekstrak khamir dan dikultivasi pada suhu 30oC dalam labu kocok. ................
51
13. Nilai hasil pengukuran beberapa parameter dari kultivasi Mesophilobacter sp. pada pH 9, sumber nitrogen yang berbeda, sumber karbon glukosa dan dikultivasi pada suhu 30oC dalam labu kocok ...................................................................................................
56
14. Karakterisasi bakteri yang diisolasi dari air laut dan karakterisasi dari Mesophilobacter sp. ............................................................................
65
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Susunan membran intrasitoplasma yang ditemukan pada bakteri fotosintesis (Austin, 1988) ..................................................................
8
2. Kurva pertumbuhan bakteri (Schlegel dan Schmidt, 1994) ...............
12
3. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada suhu kultivasi 25oC, 30oC, dan 35oC dengan pH 7 ........................................................................................
36
4. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada media pertumbuhan dengan pH 5, 7, dan 9 suhu 30oC ............................................................................................
40
5
Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30oC, pH 9 yang disertai dengan perlakuan cahaya .................................................................................
43
6. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada auhu 30 oC, pH 9 yang disertai dengan perlakuan salinitas ..............................................................................
47
7. Kurva pertumbuhan sel oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30 °C, pH 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber karbon ......................................................................
50
8. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30 oC, pH 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber karbon ....................
53
9. Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada pada suhu 30 °C, PH 9, salinitas 10 permil Dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber nitrogen ........
55
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Halaman
1. Hasil identifikasi bakteri ......................................................................
65
2. Konsentrasi sel dan pigmen pada masing-masing perlakuan faktor fisika dengan OD 540 nm .............................................................................. 66 3. Contoh perhitungan laju pertumbuhan spesifik ...................................
68
4. Perhitungan analisis statistika dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap.. ..............................................................................................
69
5. Konsentrasi sel dan pigmen pada perlakuan sumber karbon ............
83
6. Konsentrasi sel dan pigmen pada perlakuan sumber nitrogen ..........
84
7. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ........................................
85
8. Perubahan warna pada media pertumbuhan selama kultivasi .............
86
9. Perubahan pH medium selama kultivasi ............................................
88
10. Medium pertumbuhan yang mengandung glukosa yang telah beubah warna menjadi merah ..........................................................................
89
xiv
1. PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang Indonesia adalah negara tropis yang dikelilingi oleh perairan dengan luas
lebih dari 60% wilayah teritorialnya. Indonesia memiliki sumberdaya hayati laut dengan keragaman yang tinggi. Di antara sumberdaya hayati laut yang besar itu, organisme yang dimanfaatkan sebagian besar adalah ikan, udang, kerangkerangan, dan rumput laut. Sumberdaya hayati lain yang juga mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan adalah mikroorganisme laut, namun belum banyak mendapat perhatian terutama di Indonesia. Mikroorganisme laut yang meliputi bakteri, fitoplankton, mikroalga dan lain-lain merupakan sumber bahan aktif dan bahan kimia yang sangat potensial. Dari biota laut tersebut dapat dihasilkan berbagai bahan alami yang bermanfaat antara lain untuk industri farmasi (seperti anti-tumor/anti-cancer, antibiotik, antiinflammatory), bidang pertanian (fungisida dan pestisida), industri kosmetik dan makanan (pigmen dan polisakarida) (Zilinkas dan Lundin, 1993; Fenical dan Jensen, 1993). Selanjutnya dari biota laut juga dapat dihasilkan protein serta bahan diet sebagai sumber makanan sehat (asam lemak tak jenuh omega-3, vitamin, asam amino, berbagai jenis gula rendah kalori) dan lain-lain. Perkembangan
bioteknologi
dewasa
ini
memungkinkan
pemanfaatan
mikroorganisme untuk menghasilkan produk-produk tersebut di atas. Dalam industri pangan (makanan dan minuman) atau non pangan (obatobatan, kosmetika, dan farmasi), pigmen merupakan bagian terpenting yang tidak bisa diabaikan. Selain ikut menentukan penerimaan produk oleh konsumen, pigmen juga berperan sebagai salah satu indikator mutu pangan dan non pangan. Karena pentingnya zat pewarna tersebut, maka berbagai upaya dilakukan untuk membuat produk pangan dan non pangan dengan warna yang menarik. Penambahan zat pewarna ke dalam produk pangan maupun non pangan baik pewarna alami maupun sintetik merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Sejalan dengan berkembangnya industri di Indonesia maka penggunaan pewarna sintetik juga semakin meningkat. Penggunaan pewarna sintetik ini perlu diwaspadai karena banyak diantaranya yang menimbulkan bahaya terhadap
1
2 kesehatan manusia (Jenie et al., 1994) seperti azorubin dan tartrazin yang terbukti menyebabkan alergi (Fabre et al., 1993) dan bersifat karsinogenik (Blanc et al., 1994). Berbeda dengan pewarna sintetik, pewarna alami tidak mengandung bahan yang berbahaya bagi konsumen (Winarno, 1992). Dengan adanya kenyataan ini maka penggunaan pewarna alami yang aman bagai kesehatan perlu ditingkatkan. Biopigmen atau zat pewarna alami merupakan bahan yang penting dalam industri baik pangan maupun non-pangan. Permintaan dan penggunaan zat pewarna alami akan terus meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat tentang arti keamanan dan kesehatan bagi kehidupan dan lingkungan. Kebutuhan tersebut telah mendorong dilakukannya penelitian ke arah penemuan dan atau produksi zat warna alami. Bakteri diketahui dapat memproduksi pewarna alami yang menyerupai pewarna alami yang terdapat di tanaman (Hendry, 1992). Bacillus megaterium merupakan
bakteri
penghasil
pigmen
merah
(Mitchell
et
al.,
1986);
Flavobacterium dehydrogenans (Djafar, 1987 in Fardiaz dan Rini, 1994), Rhodobacter sphaeroides, Rhodobacter sulfidophilus (Urakami dan Yoshida, 1993), Rhodopseudomonas spheroides (Goodwin et al., 1955) merupakan bakteri penghasil pigmen karotenoid; Streptomyces sp. MAFF 10-06015 menghasilkan pigmen biru (Yanagimoto et al., 1988); Actinomycetes menghasilkan pigmen violet kehitaman dan pigmen kuning (Tanabe et al., 1995). Urakami dan Yoshida (1993) menyatakan bahwa khlorofil merupakan pigmen yang sangat berguna pada industri makanan. Pewarna
alami
(biopigmen)
dapat
diproduksi
melalui
kultur
mikroorganisme (Evans dan Wang, 1984; Nelis dan Leenheer, 1991; Lin dan Demain, 1993) serta kultur sel dan jaringan tanaman (Taya et al., 1992; Hanagata et al., 1993; Taya et al., 1994) atau ekstraksi langsung dari tanaman atau bagian tanaman. Dibandingkan dengan ekstraksi langsung dari tanaman atau bagian tanaman maka produksi biopigmen dengan kultur mikroorganisme dan kultur sel atau jaringan tanaman lebih baik karena faktor lingkungan yang mempengaruhi produksi biopigmen dapat dikendalikan dengan baik. Produksi pigmen dari bakteri laut, berkaitan erat dengan kondisi lingkungan tempat bakteri tersebut hidup dan berkembang. Bila kondisi lingkungan baik
3 kondisi fisik maupun kondisi kimiawi sesuai, maka pertumbuhan bakteri juga juga akan baik dan cepat yang ditandai dengan meningkatnya jumlah sel dalam media pertumbuhan. Mikroorganisme yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri laut Gram-negatif yang diisolasi dari terumbu karang di Florida, Amerika Serikat. Penelitian ini merupakan kerja sama antara Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan dengan Center of Marine Biotechnology, University of Maryland. Identifikasi awal telah dilakukan, bakteri tersebut termasuk bakteri Gram negatif, katalase positif, mereduksi nitrat menjadi nitrit dan dapat menghasilkan pigmen. Untuk sementara bakteri tersebut diduga termasuk dalam genus Mesophilobacter sp. dan akan dilakukan identifikasi lanjut untuk memastikan golongan bakteri tersebut. 1.2
Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh faktor fisika dan kimia
yang meliputi suhu, pH, cahaya, salinitas, sumber karbon dan sumber nitrogen terhadap pertumbuhan sel bakteri laut Mesophilobacter sp. dan pembentukan pigmennya, yang dapat dirinci sebagai berikut : (1) Menentukan suhu kultivasi (25°C, 30°C dan 35°C) yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa biopigmen. (1) Menentukan pH kultivasi (5, 7 dan 9) yang sesuai untuk sintesa biopigmen. (2) Menentukan intensitas cahaya (2350 Wm-2 : kondisi tanpa penambahan cahaya, 4710 Wm-2, dan 12500 Wm-2) yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa biopigmen. (3) Menentukan salinitas (0 permil, 10 permil, 20 permil, 30 permil dan 40 permil) yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa biopigmen. (4) Menentukan sumber karbon (glukosa, maltosa, asam asetat dan asam sitrat) yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa biopigmen. (5) Menentukan sumber nitrogen (pepton, ekstrak khamir, natrium nitrat dan amonium sulfat) yang sesuai baik untuk pertumbuhan maupun untuk sintesa biopigmen.
4 1.3
Manfaat penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai sumber informasi baik bagi peneliti
maupun bagi industri dalam memproduksi pigmen dari bakteri laut baik yang berkaitan
dengan
pertumbuhan
sel
bakteri dan pembentukan pigmen.
Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan mampu memicu perkembangan industrialisasi di Indonesia khususnya industri yang berlandaskan bioproses. Biopigmen yang dihasilkan diharapkan dapat dimanfaatkan oleh industri di bidang makanan dan minuman, farmasi, kosmetika dan lainnya. 1.4
Permasalahan Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya faktor
lingkungan baik faktor fisika maupun kimia yang meliputi suhu, pH, cahaya, salinitas, sumber karbon dan sumber nitrogen yang berpengaruh pada pertumbuhan bakteri dan ataupun pada pembentukan pigmen. 1.5
Hipotesis penelitian Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
(1) Suhu media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen. (2) pH media pertumbuhan berpengaruh dalam pembentukan pigmen oleh bakteri laut. (3) Cahaya media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen. (4) Salinitas media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen. (5) Sumber karbon media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen. (6) Sumber nitrogen media pertumbuhan berpengaruh dalam pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Bakteri Bakteri adalah sel prokariotik yang khas, uniseluler, dan tidak mengandung
struktur yang dibatasi membran di dalam sitoplasmanya. Dinding sel bakteri merupakan struktur yang unik secara biokimia. Dinding sel pada beberapa bakteri mengandung murein, yang juga dikenal sebagai peptidoglikan atau mucopeptida. Lapisan peptidoglikan ini tidak ditemukan pada organisme eukariotik (Atlas, 1984). Berdasarkan bentuknya, bakteri dibagi menjadi tiga kelompok utama, yaitu bentuk kokus (bulat), bentuk basil (silinder atau batang), dan bentuk spiral (batang melengkung atau melingkar-lingkar). Berdasarkan struktur dan dinding sel, bakteri dibedakan menjadi bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif. Perbedaan sifat bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif disajikan pada Tabel 1 (Tortora et al., 1989). Tabel 1 Perbedaan sifat bakteri Gram-positif dan bakteri Gram-negatif Ciri-ciri Struktur dinding sel :
Komponen dinding sel : - Kandungan lipid dan lipoprotein - Peptidoglikan - Kandungan lipopolisakarida (LPS) - Asam tekoat - Toksin yang dihasilkan Ketahanan terhadap pengeringan Ketahanan terhadap gangguan fisik
Gram-positif
Gram-negatif
Tebal (15 – 80 nm) Berlapis tunggal (mono)
Tipis (10 – 15 nm) Berlapis 3 (multi)
Rendah
Tinggi
Komponen utama (90% dari dinding sel) Tebal (multilayer)
Jumlah sedikit (10% dari dinding sel) Tipis (single layer)
Tidak ada Kebanyakan ada, terutama eksotoksin Tinggi
Tinggi Tidak ada, terutama indotoksin Rendah
Tinggi
Rendah
Sumber : Tortora et al., 1989
5
6 2.2
Bakteri laut penghasil pigmen Austin (1988) mengatakan bahwa sebagian besar bakteri yang terdapat pada
perairan laut terdiri dari bakteri Gram-negatif, sedangkan bakteri Gram-positif sebagian besar terdapat pada sedimen. Pada umumnya, kebanyakan dari bakteribakteri ini merupakan penghasil pigmen terutama pigmen kuning, oranye, atau merah pada media padat. 2.2.1
Bakteri fototrof yang mengandung bakteriokhlorofil Dikatakan pula kalau bakteri gram-negatif fototrof umumnya terdapat pada
permukaan perairan. Bakteri yang mengandung bakteriokhlorofil yang ditemukan pada perairan laut, diwakili oleh lima famili, yaitu Chlorobiaceae (green sulphur bacteria), Chromatiaceae (purple sulphur bacteria), Ectothiorhodospiraceae (purple sulphur bacteria), Rhodospirillaceae (purple non-sulphur bacteria), dan Thiocapsaceae (purple sulphur bacteria). Selanjutnya Austin menyebutkan bahwa Famili Chlorobiaceae, yang terdapat pada perairan laut adalah Chlorobium dan Prosthecochloris. Chlorobium adalah bakteri an-aerob yang tidak dapat bergerak, berbentuk batang lurus atau melengkung dengan vakuola yang tidak mengandung gas, mengandung pigmen bakteriokhlorofil c, d, atau e, dan karotenoid, chlorobactene dan isorenieratene. Pigmen-pigmen ini menyebabkan massa sel berwarna dari kuning – hijau – coklat, yang terkandung pada vesikel yang terdapat di bawah dan melekat pada membran sitoplasma (Gambar 1). Chlorobium yang terisolasi dari perairan laut adalah C. limicola dan C. vibrioforme. Genus kedua adalah Prosthecochloris, yang berbentuk bulat dan mengandung pigmen bakteriokhlorofil c atau e bersama-sama dengan karotenoid, chlorobactene dan isorenieratene yang terdapat pada vesikel. Prosthecochloris yang terisolasi dari lumpur pantai dan estuari adalah P. aestuarii dan P. phaeoasteroidea. Sedangkan Famili Chromatiaceae yang terdapat pada perairan laut adalah Chromatium, Thiocystis dan Thiospirillum. Chromatium merupakan bakteri anaerob, tidak mempunyai vakuola, berbentuk batang dan menghasilkan lendir, dapat bergerak dengan flagella polar. Memerlukan hidrogen sulfida untuk fotosintesis, sedangkan sulfur yang dihasilkan disimpan pada sel intraseluler. Massa sel berwarna purple atau coklat. Thiocystis merupakan bakteri yang
7 berbentuk bulat dengan diameter kira-kira 3,0 µm, mengandung okenone dan atau rhodopinal sebagai karotenoid yang memberikan warna purple – violet – merah pada massa sel. Thiocystis yang ditemukan pada perairan dan lumpur pantai yang mengandung hidrogen sulfida adalah T. gelatinosa dan T. violacea. Thiospirillum jenense berbentuk spiral, mengandung likopene dan rhodopin sebagai karotenoid, dan menyebabkan massa sel berwarna oranye – coklat. Genus Ectothiorhodospira merupakan bakteri an-aerob yang berbentuk spiral, sel tidak mempunyai vakuola, yang jika dapat bergerak karena memiliki flagella polar. Bakteriokhlorofil a atau b terdapat pada stacked membrane (Gambar 1), dan massa sel berwarna hijau atau merah. Hidrogen sulfida dioksidasi selama fotosintesis dan melepaskan sulfur yang kemudian disimpan pada bagian luar sel. Yang ditemukan pada perairan pantai adalah E. halochloris, E. halophila dan E. mobilis (Truper dan Imhoff, 1981 in Austin, 1988). Famili
Rhodospirillaceae
meliputi
Rhodocyclus,
Rhodomicrobium,
Rhodopseudomonas dan Rhodospirillum. Dari genus Rhodocyclus, contohnya adalah R. purpureus, merupakan bakteri mikro-aerofilik, tidak bergerak, merupakan sel dengan pigmen purple – violet. Karotenoid meliputi rhodopin dan rhodopinal. Pigmen fotosintesis terdapat pada membran intrasitoplasma, tersusun seperti tabung (Gambar 1) (Truper dan Pfennig, 1981 in Austin, 1988). Rhodomicrobium, meliputi R. vannielii, merupakan bakteri Gram-negatif yang anaerob, mampu melakukan metabolisme oksidasi pada kondisi mikro-aerofilik dan aerobik. Organisme ini memiliki sebuah sistem membran lamellar (Gambar 1), mengandung bakteriokhlorofil a, karotenoid grup I dan β-karoten (Moore, 1981 in Austin, 1988). Rhodopseudomonas mempunyai dua spesies yang telah diisolasi dari air laut, yaitu R. marina (Imhoff, 1983 in Austin, 1988) dan R. sulfidophila (Hansen dan Veldkamp, 1973 in Austin, 1988). Bakteri ini dikenal sebagai purple non-sulphur bacteria, toleran terhadap konsentrasi sulfida yang rendah yang tidak dioksidasi menjadi sulfat, tetapi dioksidasi menjadi thiosulfat dan sulfur. Bakteri berbentuk batang pendek, bergerak dengan flagella polar. Pigmen fotosintesis, yaitu bakteriokhlorofil a dan karotenoid dari spirilloxanthine, yang terdapat pada membran intrasitoplasma, tersusun seperti stacks (Gambar 1) dan terletak sejajar dengan membran sitoplasma. Rhodospirillum, merupakan obligat halofilik,
8 contohnya adalah spesies R. salexigens, bakteri Gram-negatif, berbentuk spiral atau melengkung yang bergerak dengan flagella bipolar. Pigmen utama adalah bakteriokhlorofil
a
dan
spirilloxanthine
yang
terdapat
pada
membran
intrasitoplasma, tersusun sejajar dengan membran sitoplasma (Drews, 1981 in Austin, 1988). Dari genus Thiocapsa, yang ditemukan pada lumpur estuarin dan lumpur pantai adalah T. pfennigii dan T. roseopersicina. Sel bakteri berbentuk bulat dengan diameter 1,2 – 3,0 µm, tidak mempunyai vakuola, tidak bergerak, pigmen sel terdiri dari orange – coklat – pink – merah. Karotenoid merupakan spirilloxanthine dan tetrahydrospirilloxanthine. Bersama dengan bakteriokhlorofil a dan b, pigmen terdapat pada membran intrasitoplasma yang berbentuk vesicular atau tube (Gambar 1) (Austin, 1988).
Keterangan : 1 = tubes, ditemukan pada Rhodocyclus, Rhodopseudomonas dan Rhodospirillum; 2 = bundled tubes seperti yang ditemukan pada Thiocapsa; 3 = stacks, ditemukan pada Ectothiorhodospira dan Rhodospirillum; 4 = membran seperti pada Rhodomicrobium dan Rhodopseudomonas; 5 = vesicle, yang umum pada Chromatium, Rhodopseudomonas, Rhodospirillum, Thiocapsa dan Thiospirillum.
Gambar 1 Susunan membran intrasitoplasma yang ditemukan pada bakteri fotosintesis (Austin, 1988). Dua
genera
yang
lain,
yaitu
Chloroherpeton
dan
Erythrobacter.
Chloroherpeton, yang hanya satu spesies, yaitu C. thalassium, merupakan bakteri
9 Gram-negatif, berbentuk batang panjang, merupakan organisme green sulphur, gliding dan obligat fototrof, mempunyai pigmen bakteriokhlorofil c dan sedikit bakteriokhlorofil a bersama γ - karoten, memerlukan CO 2 dan sulfida untuk tumbuh. Sulfur disimpan di luar sel (Gibson et al., 1984 in Austin, 1988). Erythrobacter, dengan spesies E. longus, tidak tumbuh secara fototrofik. Tetapi selnya mengandung bakteriokhlorofil a, berbentuk batang oval, bergerak dengan flagella sub-polar, aerobik, memerlukan biotin, memproduksi katalase, oksidase dan fosfatase, menguraikan gelatin, menggunakan atau memanfaatkan glukosa, asetat, butirat, glutamat dan piruvat sebagai sumber karbon (Shiba dan Simidu, 1982 in Austin, 1988).
2.2.2
Bakteri Gram-negatif, aerobik, berbentuk batang dan kokus Organisme halofilik, yang memerlukan 15% NaCl, merupakan famili
Halobacteriaceae, dan terdapat pada lingkungan lautan adalah Halobacterium dan Halococcus. Halobacterium yang terisolasi dari laut adalah H. denitrificans, H. mediterranei, H. pharmaconis, H. saccharovorum, H. salinarium, H. sodomense dan H. volcanii. Halobacterium merupakan bakteri Gram-negatif berbentuk batang, dapat bergerak atau tidak, memiliki metabolisme respiratory, dan memproduksi katalase dan oksidase. Bakteri ini menghasilkan koloni berwarna pink, merah, atau oranye. Pertumbuhan terbaik pada NaCl 20 - 26 %. Ciri-ciri yang sama juga dilaporkan pada Halococcus, yang terisolasi dari laut dan diklasifikasikan sebagai H. morrhuae merupakan bakteri yang menghasilkan pigmen pink, merah atau oranye, Gram-negatif tidak bergerak, berbentuk kokus dan memproduksi katalase dan oksidase. Pembelahan sel dengan septasi. Metabolisme dengan respiratory (Larsen, 1984 in Austin, 1988). Alteromonas, merupakan bakteri Gram-negatif berbentuk batang yang bergerak dengan flagellum tunggal yang polar. Bakteri ini melakukan metabolisme secara respiratif, serta ditemukan pada perairan pantai dan lautan terbuka. A. rubra membentuk pigmen warna merah, A. aurantia menghasilkan pigmen warna oranye, A. citrea menghasilkan pigmen warna kuning lemon dan A. luteoviolacea berwarna violet (Baumann et al., 1984a in Austin, 1988).
10 Genera Chromobacterium dan Janthinobacterium merupakan bakteri aerobik berpigmen purple, berbentuk batang, Gram-negatif, dan bergerak dengan flagellum tunggal yang polar. Janthinobacterium lividum terdapat dalam jumlah yang rendah pada perairan pantai (Austin, 1988). 2.2.3
Bakteri Gram-negatif, fakultatif an-aerobik, berbentuk batang Serratia rubidea berpigmen merah, Gram-negatif, berbentuk batang, yang
menghasilkan katalase tetapi tidak oksidase, bergerak dengan flagella peritrichous (Grimont dan Grimont, 1984). Vibrio merupakan genus bakteri yang banyak ditemukan pada perairan pantai dan estuarin. Berbentuk batang, menghasilkan katalase dan oksidase, fermentatif, bergerak dengan flagella polar. V. fischeri merupakan bakteri yang memancarkan cahaya, berpigmen oranye kekuningan. V. gazogenes menghasilkan koloni dengan warna merah, Vibrio nigripulchritudo menghasilkan koloni dengan pigmen biru kehitaman (Austin, 1988). 2.2.4
Bakteri Gram-negatif, an-aerobik, berbentuk batang dan kokus Menurut Austin, 1988 dari famili Desulfurococcaceae, yang ditemukan di
laut dan menghasilkan pigmen adalah Desulfuromonas. Contoh bakteri ini adalah D. acetoxidans, dengan ciri-ciri antara lain berbentuk batang, bergerak dengan flagellum tunggal yang polar, membentuk koloni yang mengandung pigmen peach – pink. 2.3
Pertumbuhan bakteri Pada umumnya pertumbuhan didefinisikan sebagai peningkatan secara
teratur pada semua komponen-komponen kimiawi sel dan struktur sel. Kecepatan pertumbuhan untuk sistem uniseluler didefinisikan sebagai peningkatan jumlah sel atau massa sel per satuan waktu. Setiap terjadi pembelahan sel disebut dengan satu generasi, waktu yang diperlukan untuk pembelahan disebut waktu generasi. Waktu generasi bervariasi antara mikroorganisme : biasanya bakteri memerlukan satu sampai tiga jam untuk membelah diri tetapi ada juga yang hanya memerlukan 10 – 20 menit sedangkan mikroba yang lain memerlukan waktu 24 jam atau lebih (Middelbeek et al., 1992 a).
11 Bakteri dapat tumbuh pada sistem tertutup, yang dikenal sebagai batch culture atau pada sistem terbuka, dimana proses berlangsung secara kontinu. Pada sistem terbuka, pertumbuhan dikontrol dengan menambahkan nutrien segar dan membuang medium sisa dan sel-sel dari wadah pertumbuhan. 2.3.1
Siklus pertumbuhan Pertumbuhan suatu populasi bakteri pada sistem tertutup hanya terwakili
pada tahap atau fase eksponensial (Gambar 2). Pertumbuhan bakteri dapat dinyatakan secara grafik dengan menggunakan data hasil pengukuran populasi bakteri yang hidup dalam kultur media cair pada selang waktu yang tetap. Pertumbuhan bakteri terdiri dari beberapa fase (tahap) yaitu : (1) tahap ancangancang (lag phase), (2)
tahap eksponensial (logaritmic phase), (3)
tahap
stasioner (stationair phase) dan (4) tahap kematian (death phase) (Middelbeek et al., 1992 a). Pada lag phase, tidak ada peningkatan jumlah sel atau turbiditas karena bakteri sedang beradaptasi dengan lingkungan yang baru. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah adanya kemungkinan medium tidak optimal untuk organisme sehingga organisme perlu mensintesa enzym agar mampu menggunakan substrat sebagai sumber energi atau untuk sintesis material sel. Selama fase ini massa sel dapat berubah tanpa adanya suatu perubahan jumlah sel (Sa’id, 1987). Schlegel dan Schmidt (1994) menjelaskan bahwa, tahap ancang-ancang mencakup interval waktu antara saat penanaman dan saat tercapainya kecepatan pembelahan maksimum. Lamanya tahap ancang-ancang tergantung dari konsentrasi awal, umur, bahan yang ditanam dan sifat medium pertumbuhan. Dikatakannya pula bahwa tahap pertumbuhan eksponensial atau logaritmik ditandai oleh kecepatan pembelahan maksimum yang konstan. Kecepatan pembelahan pada fase logaritmik bersifat spesifik untuk tiap jenis bakteri dan tergantung pada kondisi lingkungan, misalnya suhu dan komposisi medium kultur (Middelbeek et al., 1992a). Karena kecepatan pembelahan diri relatif konstan pada tahap logaritmik, maka dapat digunakan untuk mempelajari pengaruh faktorfaktor lingkungan (pH, potensial redoks, suhu, aerasi, dan sebagainya) terhadap
12 pertumbuhan dan untuk mengetahui kemampuan mikroorganisme menggunakan berbagai substrat.
Y (3) (2)
(4)
(1)
X Keterangan :
X Waktu inkubasi Y Jumlah sel bakteri (1) Tahap ancang-ancang (2) Tahap eksponensial (3) Tahap stasioner (4) Tahap menuju kematian
Gambar 2 Kurva pertumbuhan bakteri (Schlegel dan Schmidt, 1994). Secara matematis, pertumbuhan eksponensial dapat didekati dengan dua cara. Pendekatan pertama dengan menentukan jumlah awal sel. Perubahan jumlah sel karena pembelahan atau pertumbuhan, diekspresikan dengan persamaan (Middelbeek et al., 1992a) : Nt = No . 2n Log Nt = log No + n log 2 n/t = (log Nt – log No) / t log 2 dimana : Nt No N n/t
= jumlah sel setelah waktu tertentu = jumlah awal sel = banyaknya pembelahan = banyaknya pembelahan per satuan waktu yang disebut juga dengan konstanta kecepatan pertumbuhan (k)
Pendekatan lain adalah dengan menggambarkan kecepatan pertumbuhan populasi sebagai suatu reaksi autokatalitik. Kecepatan reaksi katalis tergantung pada banyaknya katalis. Pada kasus ini, biomassa merupakan katalis yang sebenarnya, dan kecepatan produksi biomassa tergantung pada banyaknya
13 biomassa pada waktu tertentu. Pertumbuhan eksponensial dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (Middelbeek et al., 1992 a) : dx/dt = µ.X Banyaknya biomassa pada satuan waktu tertentu : Xt = Xo . eµt Kecepatan pertumbuhan spesifik adalah : µ = (ln Xt – ln Xo) / t dimana : dx/dt = kecepatan pertumbuhan µ = kecepatan pertumbuhan spesifik X = banyaknya biomassa Tahap stasioner dimulai ketika sel-sel sudah tidak tumbuh lagi. Kecepatan pertumbuhan tergantung dari kadar substrat. Menurunnya kecepatan pertumbuhan sudah terjadi ketika kadar substrat berkurang sebelum substrat habis terpakai. Penurunan kecepatan pertumbuhan juga disebabkan oleh kepadatan populasi yang tinggi, tekanan parsial oksigen yang rendah dan timbunan produk metabolisme yang bersifat toksik (mengintroduksi tahap stasioner). Pada tahap stasioner bahanbahan simpanan masih dapat digunakan, sebagian ribosom dapat diuraikan dan masih ada pembentukan enzim. Selama energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan sel-sel masih dapat diperoleh dengan respirasi bahan simpanan dan protein, bakteri masih mampu mempertahankan hidupnya untuk masa yang cukup panjang. Masa bakteri yang dicapai pada tahap stasioner dinamakan hasil atau keuntungan. Tahap kematian dan sebab-sebab kematian sel bakteri dalam larutan biak normal belum banyak diteliti. Pada tahap ini terjadi penimbunan asam misalnya pada bakteri Escherichia coli dan Lactobacillus sp. Jumlah sel hidup dapat berkurang secara eksponensial. Ada kemungkinan sel-sel diuraikan kembali oleh enzim yang dihasilkan sendiri oleh sel (autolisis). 2.3.2
Pengaruh faktor lingkungan pada pertumbuhan Ada beberapa faktor lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri
yaitu faktor-faktor fisika dan faktor-faktor kimia. Faktor-faktor fisika yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri antara lain yaitu suhu, ketersediaan air, pH, tekanan hidrostatik dan cahaya (Middelbeek dan Drijver – de Haas, 1992). Faktorfaktor kimia sebagai sumber nutrisi yang juga mempengaruhi pertumbuhan yaitu makro nutrien (C, O, N, H, P dan S), mikro nutrien atau trace element (Mn, Zn,
14 Co, Mo, Ni, Cu, dan Cl) dan faktor-faktor pertumbuhan (Middelbeek et al., 1992b). Faktor Fisiko Kimiawi (1) Suhu Pengaruh
suhu
pada
kecepatan
pertumbuhan
bakteri
sebagian
menggambarkan pengaruh suhu pada kecepatan reaksi-reaksi (bio)kimia. Berdasarkan toleransi suhu pertumbuhan, bakteri dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok : Psikrofil, yaitu bakteri yang dapat tumbuh pada suhu yang rendah, pada perairan Arctic dan Antarctic (di bawah 0oC), perairan laut dengan suhu 1oC sampai 5oC. Suhu optimum bagi pertumbuhan bakteri psikrofil adalah 15oC atau lebih rendah dan suhu minimum 0oC. Bakteri fakultatif psikrofil atau psikrotrop yaitu bakteri yang mempunyai suhu optimum pertumbuhan pada 25oC sampai 30oC dan suhu maksimum pertumbuhan pada 35oC. Mesofil, yaitu bakteri yang hidup pada manusia dan hewan berdarah panas, pada daratan dan perairan di daerah beriklim sedang dan tropis. Kisaran suhu bagi bakteri mesofil adalah 20oC dan 40oC, dengan suhu optimum untuk pertumbuhan adalah 37oC. Thermofil, yaitu bakteri yang pertumbuhannya optimum pada suhu 50oC sampai 70oC (Middelbeek dan Drijver-de Haas, 1992). (2) pH Semua mikroorganisme mempunyai kisaran pH tertentu dimana mereka dapat tumbuh dan biasanya pada kisaran itu merupakan pH optimum dimana mereka tumbuh dengan sangat baik. Pada umumnya bakteri tumbuh baik pada kisaran pH 6,5 - 7,5. Nilai pH air laut berkisar antara 7,5 dan 8,5 (Austin, 1988). Pada bakteri yang dibiakkan di laboratorium, pH medium merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan produk. Selain itu, pH medium juga sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisme dari bakteri, oleh sebab itu pH medium mempunyai kecenderungan berubah. Pada proses fermentasi, bakteri menghasilkan asam organik (asam laktat, asam asetat dan lain-lain) dan amonia yang dilepaskan ke medium saat asam amino terfermentasi, sehingga pH medium mempunyai kecenderungan berubah. Bila amonia adalah sumber nitrogen, maka pH cenderung menurun. Amonia pada
15 larutan (di bawah pH 9) berbentuk NH 4 +; mikroorganisme kemudian menggabungkannya dengan sel sebagai R-NH 3 +, dimana R adalah suatu gugus karbon. Pada saat proses fermentasi berlangsung, sebuah ion H+ tertinggal di dalam medium. Bila nitrat adalah sumber nitrogen, maka ion-ion nitrogen diambil dari medium untuk mereduksi NO 3 menjadi R-NH 3 +, dan pH cenderung naik. Untuk mempertahankan pH medium, dapat ditambahkan asam chlorida atau natrium hidroksida. (3) Cahaya Persyaratan cahaya hanya penting untuk pertumbuhan mikroorganisme fotosintetik. Untuk mendapatkan pertumbuhan mikroorganisme fototropik dari jenis yang berbeda, harus menggunakan cahaya dengan panjang gelombang yang tepat. Eukariot dan alga biru hijau mengabsorbsi cahaya pada spektrum merah terakhir sedangkan bakteri fotosintetik pada spektrum infra merah (Middelbeek et al., 1992b). Cahaya dapat menyebabkan kerusakan pada sel bakteri dan dapat juga menyebabkan kematian. Banyak dari mikroorganisme mempunyai komponenkomponen sel yang sensitif terhadap cahaya. Komponen-komponen sel yang menyerap cahaya yaitu sitokhrom, flavin dan khlorofil menjadi aktif ketika menyerap cahaya dan menghasilkan energi yang lebih tinggi. Mereka kemudian dapat mengembalikan energi tersebut seperti semula melalui pemancaran cahaya (fluorescens) atau mentransfer energi ke komponen sel yang lain. Transfer energi dapat menguntungkan organisme (fotosintesis) tetapi dapat juga merusak organisme. Pada kasus yang terakhir, ada dua mekanisme yang menimbulkan pengaruh berbahaya, salah satunya adalah molekuler oksigen. Kerusakan karena oksigen bebas disebabkan oleh pembentukan radikal bebas (O 2 -) yang sangat reaktif dan destruktif (Middelbeek dan Drijver – de Haas, 1992). (4) Unsur-unsur nutrisi Bakteri seperti organisme lain agar dapat tumbuh memerlukan nutrisi esensial tertentu dari medium tempat hidup. Nutrisi esensial dibagi dalam dua kelompok, yaitu nutrien yang diperlukan sebagai suplai energi untuk tumbuh dan nutrien yang diperlukan sebagai suplai elemen-elemen kimia yang diperlukan untuk biosintesis. Dari berbagai bentuk energi yang tersedia, bakteri dapat
16 menggunakan energi kimia dan cahaya untuk tumbuh (Sokatch, 1973). Nutrien yang diperlukan dalam jumlah yang cukup besar dan yang merupakan bagian terbesar dari berat kering dalam sel, disebut dengan makro nutrien. Yang termasuk dalam makro nutrien adalah C (50 %), O (20 %), N (14 %), H (8 %), P (3 %), dan S (1 %) serta K, Na, Ca, Mg dan Fe (Middelbeek et al., 1992b). Elemen-elemen yang disebut sebagai mikronutrien atau disebut juga trace element adalah Mn, Zn, Co, Mo, Ni, Cu dan Cl. Biasanya trace element diperlukan sebagai kofaktor enzim atau sebagai aktivator. Kelompok nutrien yang merupakan bahan-bahan organik yang tidak dapat disintesis oleh sel bakteri disebut faktor-faktor pertumbuhan, oleh sebab itu medium pertumbuhan harus mengandung kelompok nutrien ini. Berdasarkan struktur kimiawi dan fungsi metaboliknya, faktor pertumbuhan dibagi dalam tiga kelompok (Middelbeek et al., 1992b), yaitu : asam amino, sebagai unsur pokok protein; purin dan pirimidin, sebagai unsur pokok asam nukleat; dan vitamin, merupakan senyawa organik yang diperlukan sebagai kofaktor oleh enzim. Asam amino, purin dan pirimidin diperlukan dalam jumlah yang cukup besar, karena merupakan unsur pembentuk untuk sintesis biopolimer. Vitamin diperlukan dalam jumlah yang kecil karena merupakan kofaktor bagi enzim. Berdasarkan kebutuhan nutrisinya baik sebagai sumber energi maupun sebagai sumber karbon, organisme diklasifikasikan oleh Middelbeek et al. (1992b) sebagai berikut : -
Fototrof, bila cahaya merupakan sumber utama energi.
-
Kemotrof, bila bahan kimiawi merupakan sumber utama energi.
-
Autotrof, bila bahan anorganik merupakan sumber utama karbon.
-
Heterotrof, bila bahan organik merupakan sumber utama karbon. Dengan mengkombinasikan kelompok organisme tersebut di atas, dapat
dibentuk empat kelompok organisme yang lain, yaitu : -
Fotoautotrof, yaitu organisme yang menggunakan
cahaya sebagai
sumber energi dan CO 2 sebagai sumber karbon. -
Fotoheterotrof, yaitu organisme yang menggunakan cahaya sebagai sumber energi dan senyawa organik sebagai sumber karbon.
17 -
Kemoautotrof, yaitu organisme yang menggunakan bahan kimiawi sebagai sumber energi dan CO 2 sebagai sumber karbon.
-
Kemoheterotrof,
yaitu organisme yang menggunakan bahan kimiawi
sebagai sumber energi dan bahan organik sebagai sumber karbon. Berdasarkan kebutuhan oksigen, bakteri dapat dibedakan atas bakteri aerob, yaitu bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidup dan bakteri an-aerob, yaitu bakteri yang tidak mampu menggunakan oksigen. Bakteri aerob dapat dibagi dalam tiga kelompok yaitu bakteri aerob obligat, fakultatif, dan mikroaerofilik. Bakteri aerob obligat memerlukan oksigen untuk pertumbuhannya, tetapi tidak dapat tumbuh bila konsentrasi oksigen melebihi konsentrasi oksigen atmosfir (> 20%). Bakteri aerob fakultatif tidak memerlukan oksigen tetapi dapat tumbuh dengan baik bila oksigen tersedia. Bakteri aerob mikroaerofilik memerlukan oksigen tetapi dengan konsentrasi yang lebih rendah dari konsentrasi oksigen atmosfir (2 – 10 % v/v). Bakteri an-aerob dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu bakteri an-aerob obligat dan bakteri an-aerob aerotoleran. Pada bakteri an-aerob obligat, adanya oksigen dalam media pertumbuhannya merupakan racun dan berbahaya bagi bakteri tersebut. Bakteri an-aerob aerotoleran yaitu bakteri yang tidak dapat menggunakan oksigen untuk pertumbuhannya tetapi dapat mentoleransi adanya oksigen (Tortora et al., 1989; Middelbeek et al., 1992). 2.3.3
Pengukuran kuantitatif pertumbuhan bakteri Pengukuran kuantitatif pertumbuhan bertujuan untuk mengetahui berbagai
respon pertumbuhan mikroorganisme dalam berbagai media atau pada kondisi yang berbeda-beda sehingga dapat digunakan dalam menilai daya dukung suatu medium tertentu untuk menunjang pertumbuhan (Pelczar dan Chan, 1986). Beberapa teknik untuk mengukur pertumbuhan mikroorganisme disajikan pada Tabel 2. Pertumbuhan populasi sel disertai juga dengan peningkatan total massa sel. Pengukuran massa sel dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung (Jenkins, 1992). Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur massa sel secara langsung adalah dengan menentukan berat kering sel. Pengukuran berat kering massa sel meliputi tiga tahap, yaitu : pemisahan organisme dari medium, pencucian sel dan pengeringan biomassa. Organisme dapat dipisahkan dari
18 medium dengan filtrasi atau dengan sentrifugasi. Pencucian biomassa harus dilakukan sedemikian rupa agar tidak terjadi lisis pada organisme karena pecah akibat osmosis. Pengeringan biomassa biasanya dilakukan pada suhu 80oC selama 24 jam atau 110oC selama 8 jam (Jenkins, 1992). Berat Kering (BK) sel diperoleh dengan cara sebagai berikut : -
BK (g/l) =
x 103 l
Pengukuran massa sel secara tidak langsung didasarkan pada kenyataan bahwa sel bakteri memencarkan kembali cahaya yang membentur sel. Teknik pengukuran ini merupakan teknik yang lebih cepat dan sensitif. Jumlah cahaya yang tersebar adalah sebanding dengan konsentrasi sel yang ada. Banyaknya cahaya yang menyebar dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Dalam hal ini cahaya yang terukur sebanding dengan konsentrasi sel bakteri pada tingkat absorbans yang rendah. Absorbans (A) didefinisikan sebagai logaritma dari perbandingan antara intensitas cahaya yang melewati suspensi (Io) dengan cahaya yang dipencarkan oleh suspensi (I), atau A = log(Io/I) (Jenkins, 1992). Tabel 2 Metode untuk mengukur pertumbuhan bakteri Metode
Beberapa penetapan
Hitungan mikroskopik
Perhitungan bakteri dalam susu dan vaksin
Hitungan cawan
Perhitungan bakteri dalam susu, air, makanan, tanah, biakan dan sebagainya Sama seperti hitungan cawan
Membran atau filter molekuler
Penentuan berat kering
Uji mikrobiologis, pendugaan hasil panen sel, biakan, atau suspensi berair Pengukuran panen sel dari suspensi biakan kental untuk digunakan pada penelitian mengenai metabolisme Sama seperti penentuan nitrogen
Pengukuran aktivitas biokimia
Uji mikrobiologis
Pengukuran kekeruhan Penentuan nitrogen
Sumber : Pelczar dan Chan, 1986 2.4
Pewarna alami Pewarna alami dalam sistem biologi didefinisikan sebagai pewarna yang
terbentuk dan terakumulasi dalam atau dikeluarkan dari sel hidup (Hendry, 1992). Pewarna yang terdapat pada sistem biologi dapat diklasifikasikan berdasarkan
19 jenis dari organisme (hewan, tumbuhan atau bakteri) penghasil pewarna tersebut. Sehubungan dengan pewarna makanan, bakteri, fungi sel tunggal dan fungi sederhana bersama-sama dengan alga sel tunggal dan juga zooplankton sederhana dapat menjadi sumber pewarna baru karena potensinya untuk dieksploitasi dengan teknik kultur. Pigmen dari organisme yang lebih tinggi seperti hewan, tumbuhan dan fungi, lebih kecil kemungkinan untuk dieksploitasi karena struktur pigmennya yang kompleks dengan jaringan sel yang kuat atau karena pigmen dari organisme yang lebih tinggi
hanya terbentuk pada saat-saat kritis dari perkembangan
organisme dalam suatu siklus hidup yang kompleks. Sebagai contoh, pigmen yang berfungsi sebagai bahan perangsang dalam reproduksi seksual yang terbentuk hanya setelah aspek-aspek lain dari siklus hidup selesai. Klasifikasi pigmen pada sistem biologi menurut Hendry (1992) adalah sebagai berikut : (1) Tumbuh-tumbuhan termasuk alga Pigmen dari tumbuhan merupakan penyumbang terbesar pewarna alami, namun kisaran atau variasi pigmen yang terdapat pada tumbuhan adalah kecil. Pewarna dominan yang berasal dari tumbuhan darat adalah khlorofil (2 jenis), karotenoid (4 – 5 jenis) dari flavonoid (3 jenis). Dari lautan, terdapat 4 jenis khlorofil yang umum, 6 atau 7 karotenoid dan 2 bentuk phycobilin. Kontribusi pigmen lainnya dari tumbuhan, termasuk betalain, melanin, anthraquinon, naphthaquinon, karoten yang tidak umum, xanthofil dan beberapa flavonoid yang relatif tidak signifikan bila dilihat secara global. Pigmen-pigmen yang terdapat pada tumbuhan termasuk alga disajikan pada Tabel 3. (2) Hewan vertebrata Pada hewan vertebrata, kelas-kelas yang menghasilkan pewarna adalah burung, amphibi, ikan bertulang dan beberapa reptil. Pigmen tersebut disajikan pada Tabel 4. (3) Hewan invertebrata Distribusi pigmen pada hewan lebih rendah lebih besar daripada vertebrata dan merupakan saingan tumbuhan lebih tinggi dalam variasi.
20 Tabel 3 Pigmen pada tumbuhan dan alga Pigmen Khlorofil
Phycobilin Karotenoid
Contoh a b c, d Phycocyanin Phycoerythrin Lutein β-caroten
Anthocyanidin
Violaxanthin Neoxanthin Fucoxanthin Cyanidin
Betalain
Pelargonidin Delphinidin Betacyanin
Terdapat pada Semua organisme eukariot yang berfotosintesis Semua tumbuhan darat, beberapa alga Alga coklat dan lainnya Alga biru –hijau dan lainnya Alga merah dan lainnya Xanthofil lebih melimpah, umumnya pada organisme fotosintetik Karoten lebih melimpah, umumnya pada organisme fotosintetik Umum pada tumbuhan lebih tinggi Umum pada tumbuhan lebih tinggi Alga coklat dan lainnya Yang paling umum anthicyanidin, tersebar luas pada tumbuhan lebih tinggi Umum pada tumbuhan lebih tinggi Umum pada tumbuhan lebih tinggi Tersebar luas tetapi terbatas pada satu ordo timbuhan
Sumber : Hendry, 1992 Tabel 4 Pigmen pada vertebrata Kelas Mamalia Burung (termasuk telurnya)
Reptil dan Amfibi dan ikan bertulang Ikan bertulang rawan
Pigmen Terutama melanin Melamin Karotenoid Tetrapyrrole Melanin Karotenoid Pterin Riboflavin Melanin
Sumber : Hendry, 1992 (4) Fungi Fungi, terutama fungi sel tunggal yang lebih sederhana dapat diambil untuk kultur skala besar, mempunyai potensi yang sangat besar sebagai sumber pigmen alami. (5) Bakteri Pada umumnya bakteri mengandung banyak pigmen yang sama atau identik dengan pigmen dari organisme yang lebih kompleks terutama tumbuhan. Klorofil dari bakteri berbeda dengan klorofil tumbuhan dalam reduksi satu ikatan rangkap.
21 Karotenoid dari bakteri mempunyai ciri tersendiri yang berbeda tetapi secara struktural dan biosintetik berhubungan erat dengan karotenoid dari tumbuhan dan hewan. Kebanyakan bakteri baik fotosintetik maupun non-fotosintetik juga mengandung β- dan γ-karoten. 2.4.1
Pewarna makanan Pada umumnya pewarna makanan dapat dibagi dalam tiga kategori utama
(Bauernfeind, 1981), yaitu : (a) Pewarna organik alami yang berasal dari tumbuhan atau hewan, diekstrak dari alam atau senyawa-senyawa identik yang dihasilkan melalui sintesis kimiawi. (b) Pewarna inorganik yang diambil dari alam atau dihasilkan secara sintetis. (c) Pewarna buatan, yaitu senyawa-senyawa sintetis yang tidak berasal dari alam atau tidak terdapat pada makanan yang dikonsumsi. Secara kimiawi menurut Bauernfeind (1981) pewarna makanan alami dapat dibagi menjadi beberapa grup, yaitu : (a) Derivat isoprenoid (warna-warna karotenoid) (b) Derivat tetrapyrrol (warna-warna klorofil dan heme) (c) Derivat benzopiran (anthosianin dan flavonoid) (d) Senyawa betalain (warna betanin dan yang berhubungan) (e) Flavin (seperti riboflavin) (f) Pigmen inorganik Alasan ditambahkannya pewarna pada makanan menurut Henry (1992) antara lain adalah untuk memperkuat warna pada makanan, memastikan keseragaman warna makanan, memulihkan warna awal makanan yang berubah karena pengaruh pengolahan, dan untuk memberi warna pada makanan tertentu yang sebenarnya tidak berwarna. Pewarna alami untuk makanan merupakan kelompok pewarna yang berbedabeda karakteristik solubilitas dan stabilitasnya. Oleh sebab itu setiap pewarna tersedia dalam beberapa bentuk aplikasi yang berbeda, yang diformulasikan agar pewarna sesuai dengan sistem makanan tertentu. Suatu bentuk aplikasi produk pewarna adalah suatu formula yang memungkinkan bahan tambahan pangan dengan mudah dan efisien tercampur dalam produk-produk makanan. Beberapa faktor yang berhubungan dengan bentuk aplikasi yang harus dipertimbangkan
22 oleh ahli teknologi pangan adalah solubilitas, bentuk fisik, pH, kualitas mikrobiologis dan bahan-bahan lain (Henry, 1992). Karakteristik pewarna makanan yang baik menurut Bauernfeind (1981) adalah sebagai berikut : (1)
Tidak toksik dan tidak bersifat karsinogenik pada berbagai level; tidak mengandung bahan-bahan yang toksik.
(2)
Kemampuan larut (solubilitas) dan kemampuan menyebar yang baik agar dapat menyatu dengan produk-produk makanan dengan dasar air dan lemak.
(3)
Tidak memberikan rasa atau bau yang berbeda terhadap produk-produk makanan.
(4)
Harus stabil terhadap cahaya, terhadap kisaran pH yang luas terutama pH 2 8, pada suhu panas, dan selama penyimpanan dan perlakuan sebelum dikonsumsi.
(5)
Tidak bereaksi dengan trace element atau dengan oxidizing atau bahanbahan pereduksi.
(6)
Harus seragam pada tiap bagian dan dapat dimonitor baik dalam bentuk konsentrat maupun dalam makanan dengan teknik analitis.
(7)
Tersedia luas dan relatif ekonomis untuk digunakan pada makanan.
(8)
Disetujui dan sesuai dengan spesifikasi pemerintah dan lebih baik bila mempunyai status yang disetujui secara internasional.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Bahan dan alat
3.1.1
Bahan
1). Mikroorganisme Mikroorganisme yang digunakan pada penelitian ini adalah bakteri laut Gram-negatif yang diisolasi dari terumbu karang di Florida, Amerika Serikat yang disediakan oleh Center of Marine Biotechnology, University of Maryland. 2). Media Pertumbuhan Media yang digunakan terdiri dari media padat dan cair. Media padat berfungsi untuk memelihara stok bakteri, yang dimodifikasi dari
komponen
nutrien agar (Tortora et al., 1986). Media ini mengandung ekstrak khamir (2 g/l), pepton
(5 g/l), NaCl (20 g/l), agar (20 g/l). Komposisi ekstrak khamir dapat
dilihat pada Tabel 5. Media cair berfungsi sebagai media pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen. Media cair terdiri dari ekstrak khamir (2 g/l), pepton (5 g/l), NaCl (20 g/l) dan trace element (5 ml/l). Komposisi trace element adalah Na 2 EDTA (4,36 mg/l), FeCl 3 6H 2 O (3,15 mg/l), CuSO 4 5H 2 O (0,01 mg/l), ZnSO 4 7H 2 O (0,02 mg/l), CoCl 2 6H 2 O (0,01 mg/l), MnCl 2 4H 2 O (0,18 mg/l), dan Na 2 MoO 4 2H 2 O (0,006 mg/l). Untuk mempelajari pengaruh karbon dan nitrogen dalam pertumbuhan dan pembentukan pigmen dari bakteri laut, maka digunakan juga media cair yang terdiri dari sumber karbon dan sumber nitrogen. Sumber karbon yang digunakan dalam penelitian ini adalah glukosa, asetat, sitrat,dan maltosa. Sumber nitrogen yang digunakan adalah pepton, ekstrak khamir, (NH 4 ) 2 SO 4, dan NaNO 3 . Selain sumber karbon dan nitrogen, di dalam medium cair juga ditambahkan NaCl dan trace element. Bahan kimia lainnya adalah alkohol, HCl, NaOH dan metanol.
23
24 Tabel 5 Komposisi ekstrak khamir Komponen mg/g Vitamin Total nitrogen 75 – 108 Thiamin Amino nitrogen 34 – 48 Riboflavin Khlorida (NaCl) 0,7 – 13 Asam nukleat Berat Kering 300 Asam pantotenat Phosphat (P 2 O 5 ) 38 Piridoksin Karbohidrat 82 Biotin Sodium 56 Inositol Pottasium 30 Kolin Kalsium 0,1 Besi 0,05 Magnesium 2 Tembaga 0,05 Seng 0,05 Mangan 0,005 Kobalt 0,005 Sumber : Bridson and Brecker (1970) in Sikyta (1983)
µg/g 10 20 400 50 25 1 1500 1500
3). Penentuan Gram pada Identifikasi Bakteri Bahan yang digunakan untuk identifikasi gram bakteri laut adalah : kristal violet, larutan lugol, etanol 95%, aseton, safranin dan aquades. 3.1.2
Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah tabung reaksi, cawan
petri, labu erlenmeyer, batang pengaduk, pipet, penjepit, lup inokulasi, vortex mixer, inkubator, timbangan analitik, autoklaf, gelas ukur, sentrifus, clean bench, inkubator goyang, spektrofotometer, refrigerator, kertas pH, tissue dan aluminium foil. 3.2
Metode penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama penelitian adalah
identifikasi bakteri. Tahap kedua adalah penelitian yang bertujuan untuk mencari suhu, pH, cahaya dan salinitas optimum bagi pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen. Tahap ketiga adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh sumber karbon dan sumber nitrogen terhadap pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen.
25 Selain itu, sebelum penelitian dimulai dilakukan pembuatan media untuk stok bakteri dan penyegaran bakteri yang digunakan dalam proses fermentasi, dengan langkah-langkah sebagai berikut : (a) Pembuatan media padat Pembuatan media dilakukan dalam labu erlenmeyer 500 ml dengan volume medium 250 ml. Komposisi media padat terdiri dari pepton 5 g, ekstrak khamir 2 g, NaCl 20 g, dan agar 20 g. Semua bahan dilarutkan dengan 1 liter aquades, pH medium diatur pada 7. Media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah itu media dituang ke dalam cawan petri, masing-masing sebanyak 20 ml secara aseptik. Setelah media dingin dan padat, siap digunakan untuk penyegaran bakteri. (b) Penyegaran bakteri Bakteri digoreskan pada media padat secara aseptik. Setelah itu bakteri diinkubasikan dalam inkubator pada suhu 30oC selama 24 jam. 3.2.1
Penelitian tahap petama: Identifikasi bakteri Identifikasi bakteri dilakukan berdasarkan morfologi dan ciri-ciri fisiologi
bakteri. 1). Morfologi (1). Pewarnaan Gram Bakteri dioles di atas gelas obyek sebanyak satu lup dan diratakan dengan aquades secukupnya hingga ukuran 1 x 1 cm, kemudian difiksasi di atas api hingga kering. Tetesi dengan pewarna kristal violet dan dibiarkan selama 1 menit. Dicuci dengan larutan lugol dan dibiarkan selama 1 menit. Bilas dengan aquades, kemudian dibilas lagi dengan campuran etanol 95% sebanyak 80 ml dan aseton 20 ml, selama 1 menit. Dibilas kembali dengan aquades, kemudian diwarnai dengan safranin selama 1 menit. Selanjutnya dibilas dengan aquades dan dikeringkan. Preparat siap diamati dengan mikroskop; bila berwarna violet gelap berarti termasuk dalam bakteri Gram-positif, bila berwarna oranye maka termasuk dalam bakteri Gram-negatif.
26 (2). Pemeriksaan mikroskop Preparat yang sudah disiapkan pada pewarnaan Gram selanjutnya diperiksa di bawah mikroskop dengan menggunakan lensa obyektif minyak imersi. Dengan pengamatan mikroskopik dapat diketahui bentuk sel bakteri bulat (kokus) atau batang (basili). (3). Pergerakan bakteri Medium yang digunakan dalam uji pergerakan bakteri adalah medium motilitas. Secara aseptis dengan menggunakan loop, suspense bakteri ditusukkan ke dalam medium motilitas yang sudah disiapkan terlebih dahulu. Selanjutnya diinkubasikan pada suhu 35 oC selama 48 jam. Bila pertumbuhan bakteri menyebar, maka bakteri tersebut bergerak (motil), dan bila pertumbuhan bakteri tidak menyebar hanya berupa satu garis, maka bakteri tersebut tidak bergerak. 2) Ciri-ciri Fisiologi (1). Uji Katalase Secara aseptis diambil satu lup pertumbuhan bakteri dan dipindahkan pada gelas obyek. Kemudian ditetesi dengan satu tetes larutan 30% H 2 O 2 . Adanya enzim katalase ditandai dengan terbentuknya gelembung-gelembung kecil oksigen yang terlihat seperti busa sabun. (2). Uji Oksidase Kultur bakteri ditumbuhkan pada medium Trypticase Soy Agar (TSA), kemudian koloni yang terbentuk ditetesi dengan pereaksi untuk uji oksidase yaitu p-aminodimetilanilin oksalat 1% sekitar dua sampai tiga tetes. Uji positif ditandai dengan perubahan koloni menjadi merah muda, kemudian merah tua, dan akhirnya hitam. (3). Uji Indol Medium yang digunakan adalah medium Tryptone Broth. Bakteri yang diuji diionokulasi ke dalam tabung reaksi yang berisi Trypton Broth, dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 48 jam. Setelah inkubasi, masing-masing tabung
27 ditambahkan 0,5 ml pereaksi Kovaks. Terbentuknya cincin warna merah pada permukaan medium menunjukkan uji Indol positif. (4). Uji H 2 S Medium yang digunakan pada uji H 2 S adalah medium Sulfit Agar. Bakteri yang akan diuji diinokulasi dengan cara menusuk loop pada medium tegak Sulfit Agar yang sudah disiapkan. Inkubasi dilakukan pada suhu 35oC selama 48 jam. Terbentuknya warna hitam menunjukkan uji H 2 S positif. (5). Uji Reduksi Nitrat Bakteri diinokulasi ke dalam Nitrat Broth kemudian diinkubasi pada suhu 35oC selama 24 jam hingga 48 jam. Kemudian tambahkan larutan α Naftilamin dan larutan asam sulfanilat masing-masing sebanyak 1 ml. Hasil uji positif bila terbentuk warna merah. Hasil uji negatif, bila tidak terjadi perubahan warna dan pengujian dilanjutkan dengan menambahkan serbuk Zink. Bila tidak terjadi perubahan warna maka hasil pengujian positif,nitrat direduksi menjadi nitrit. Bila terjadi perubahan warna menjadi merah maka hasil pengujian negatif, maka bakteri tidak mereduksi nitrat. (6). Uji Fermentasi Karbohidrat Medium yang digunakan pada pengujian ini adalah Glukosa Broth, Laktosa Broth, Fruktosa Broth, dan Sukrosa Broth. Masing-masing medium dimasukkan ke dalam tabung reaksi dengan menambahkan Brom Creso Purple (BCP) dan tabung Durham. Bakteri yang akan diuji secara aseptis diinokilasikan pada masing-masing medium yang telah disiapkan. Inkubasi dilakukan pada suhu 30oC selama 48 jam. Uji fermentasi positif ditandai dengan terbentuknya asam yaitu terjadi perubahan warna menjadi kuning, dan bila bakteri tersebut memproduksi gas akan ditandai dengan terbentuknya gas di dalam tabung Durham (Fardiaz, 1992). 3.2.2 Penelitian tahap kedua Penelitian tahap kedua adalah penetapan suhu, pH, cahaya dan salinitas optimum bagi pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen.
28 1) Penetapan suhu optimum bagi pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen Suhu air laut berkisar antara 25oC sampai 32oC dengan kisaran kurang dari 2oC (Austin, 1988). Pada penelitian ini digunakan suhu inkubasi yang sesuai dengan suhu air laut yaitu 25oC, 30oC dan 35oC. (1). Persiapan medium cair Komposisi medium cair yang digunakan terdiri dari pepton 5 g, ekstrak khamir 2 g, trace element 5 ml, dan NaCl 20 g. Semua bahan dilarutkan dengan 1 liter aquades, kemudian dituang ke dalam 3 labu erlenmeyer 500 ml masingmasing sebanyak 250 ml. pH awal medium diatur pada 7. Setelah itu medium disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. (2). Percobaan suhu bagi pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen. a. Proses produksi pigmen Proses produksi pigmen dilakukan dalam labu erlenmeyer 500 ml yang telah diisi 250 ml medium cair. Bakteri yang telah disegarkan dalam medium padat, diambil sebanyak 2 lup dan dipindahkan ke dalam medium cair. Kemudian bakteri diinkubasikan pada inkubator goyang dengan kecepatan 120 rpm tanpa pengaturan aerasi. Suhu inkubasi untuk percobaan diatur pada 25oC, 30oC dan 35oC. Selama inkubasi dilakukan pengambilan contoh setelah kultur fermentasi berumur 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 24, 30, 48, 72, 96, 120, dan 144 jam. b. Isolasi pigmen Sampel yang menghasilkan pigmen kemudian disentrifus pada kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. Filtrat yang diperoleh merupakan pigmen ekstraseluler. Biomassa yang diperoleh diekstrak dengan metanol untuk mendapatkan pigmen (intraseluser) dengan cara mensentrifus pigmen pada kecepatan 3000 rpm selama 15 menit. c. Pengukuran konsentrasi pigmen Filtrat yang diperoleh merupakan pigmen yang dihasilkan. Selanjutnya dengan menggunakan spektrofotometer, dilakukan scanning untuk mengetahui serapan maksimum bagi pigmen intraseluler maupun pigmen ekstraseluler.
29 Konsentrasi pigmen kemudian diukur pada panjang gelombang sesuai dengan hasil scanning yang diperoleh. 2) Penetapan pH optimum bagi pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen Nilai pH air laut berkisar antara 7,5 dan 8,5 (Austin, 1988). Nilai pH yang dicoba pada percobaan ini adalah 5, 7, dan 9. Nilai pH 5 juga dicoba pada penelitian ini untuk mempelajari adanya kemungkinan bakteri laut yang digunakan mengeluarkan metabolit sekunder pada pH yang ekstrim. (1). Persiapan medium cair Komposisi medium cair yang digunakan sama dengan komposisi
untuk
penentuan suhu optimum, tetapi medium diatur pada pH 5, 7 dan 9. Setelah itu medium disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. Setelah proses sterilisasi, pH medium cair kembali diperiksa. Apabila nilai pH berubah, nilai pH dikembalikan sesuai dengan pH semula dengan menambahkan NaOH atau HCl steril. (2). Percobaan pH optimum bagi pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen a. Proses produksi pigmen Bakteri yang telah disegarkan pada medium padat, diambil sebanyak 2 lup dan dipindahkan ke dalam medium cair. Kemudian diinkubasikan pada inkubator goyang dengan kecepatan 120 rpm tanpa pengaturan aerasi. Suhu inkubasi yang digunakan adalah suhu yang menghasilkan pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen yang optimum pada percobaan (1). Selama inkubasi dilakukan pengambilan contoh setelah kultur fermentasi berumur 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 24, 30, 48, 72, 96, 120, dan 144 jam. b. Isolasi pigmen Sama dengan isolasi pigmen pada penentuan suhu optimum. c. Pengukuran konsentrasi pigmen Sama dengan pengukuran konsentrasi pigmen pada penentuan suhu optimum.
30 3) Penetapan cahaya optimum bagi pertumbuhan sel bakteri laut dan pembentukan pigmen Intensitas cahaya yang digunakan pada penelitian ini adalah 2350 Wm-2 (kondisi lab tanpa penambahan cahaya dari lampu), 4700 Wm-2, dan 12500 Wm-2. Intensitas cahaya diperoleh dengan cara mengatur jarak letak sampel pada inkubator goyang dengan lampu Philips 10 Watt dan 40 Watt. (1). Persiapan medium cair Komposisi medium cair yang digunakan sama dengan komposisi untuk penentuan suhu dan pH optimum. pH medium diatur sesuai dengan pH yang memberikan pertumbuhan yang terbaik dari percobaan (2). Setelah itu medium disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. (2). Percobaan cahaya bagi pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen a. Proses produksi pigmen Bakteri yang telah disegarkan pada medium padat, diambil sebanyak 2 lup dan dipindahkan ke dalam medium cair. Kemudian diinkubasikan pada inkubator goyang dengan kecepatan 120 rpm tanpa pengaturan aerasi. Suhu inkubasi yang digunakan adalah suhu yang menghasilkan pertumbuhan yang optimum. Intensitas cahaya yang digunakan 2350 Wm-2, 4700 Wm-2, dan 12500 Wm-2.
Selama
inkubasi dilakukan pengambilan contoh setelah kultur fermentasi berumur 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 24, 30, 48, 72, 96, 120, dan 144 jam. b. Isolasi pigmen Sama dengan isolasi pigmen pada penentuan suhu dan pH optimum. c. Pengukuran konsentrasi pigmen Sama dengan pengukuran konsentrasi pigmen pada penentuan suhu optimum. 4). Penetapan salinitas optimum bagi pertumbuhan sel bakteri laut dan pembentukan pigmen Salinitas air laut berkisar antara 32 permil dan 38 permil, sedangkan pada perairan pantai lebih rendah yaitu antara 10 permil dan 32 permil . Salinitas air laut tertinggi pada Laut Merah yaitu 44 permil. Berdasarkan kisaran tersebut, salinitas
31 yang digunakan pada penelitian ini adalah
0 permil, 10 permil, 20 permil, 30
permil, dan 40 permil. (1). Persiapan medium cair Komposisi medium cair yang digunakan sama dengan komposisi untuk penentuan suhu dan pH optimum, salinitas diatur pada 0 permil, 10 permil, 20 permil, 30 permil, dan 40 permil, sedangkan pH diatur sesuai dengan pH yang 01+memberikan pertumbuhan yang terbaik dari percobaan (2). Setelah itu medium disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. (2). Percobaan salinitas bagi pertumbuhan bakteri laut dan pembentukan pigmen a. Proses produksi pigmen Bakteri yang telah disegarkan pada medium padat, diambil sebanyak 2 lup dan dipindahkan ke dalam medium cair. Kemudian diinkubasikan pada inkubator goyang dengan kecepatan 120 rpm tanpa pengaturan aerasi. Suhu inkubasi yang digunakan adalah suhu yang menghasilkan pertumbuhan yang optimum. Intensitas cahaya yang digunakan adalah intensitas cahaya yang menghasilkan pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen yang optimum berdasarkan hasil percobaan (3). Selama inkubasi dilakukan pengambilan contoh setelah kultur fermentasi berumur 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 24, 30, 48, 72, 96, 120, dan 144 jam. b. Isolasi pigmen Sama dengan isolasi pigmen seperti sebelumnya. c. Pengukuran konsentrasi pigmen Sama dengan pengukuran konsentrasi pigmen pada penentuan suhu optimum. 3.2.3
Penelitian tahap ketiga Penelitian tahap ketiga adalah penetapan jenis sumber karbon dan sumber
nitrogen yang optimum bagi pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen. 1). Penetapan sumber karbon optimum bagi pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen Sumber karbon yang digunakan dalam percobaan adalah glukosa, asetat, sitrat dan maltosa.
32 (1). Persiapan medium cair Komposisi medium cair untuk percobaan yang menggunakan sumber karbon glukosa, asetat, sitrat dan maltosa disajikan pada Tabel 6. Medium untuk masingmasing percobaan setelah ditimbang dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 500 ml dan dilarutkan dengan aquades sebanyak 250 ml, kemudian pH medium diatur hingga mencapai pH optimum pada percobaan tahap pertama dengan menambahkan NaOH atau HCl. Setelah itu medium disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. pH medium yang telah steril diperiksa kembali, apabila pH medium berubah dilakukan penambahan NaOH atau HCl sampai pH medium pH optimum. Tabel 6 Komposisi medium cair yang digunakan pada percobaan sumber karbon Sumber Karbon Media Kompleks (Kontrol)
Glukosa
Asetat
Sitrat
Maltosa
Komposisi Medium Pepton 5 Ekstrak Khamir 2 Trace Element 5 NaCl konsentrasi optimum Glukosa 5 Ekstrak Khamir 2 Trace Element 5 NaCl konsentrasi optimum Asetat 5 Ekstrak Khamir 2 Trace Element 5 NaCl konsentrasi optimum Sitrat 5 Ekstrak Khamir 2 Trace Element 5 NaCl konsentrasi optimum Maltosa 5 Ekstrak Khamir 2 Trace Element 5 NaCl konsentrasi optimum
Satuan g/l g/l g/l g/l g/l g/l ml/l g/l g/l g/l ml/l g/l g/l g/l ml/l g/l g/l g/l ml/l g/l
(2). Percobaan sumber karbon bagi pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen a. Proses produksi pigmen Proses produksi pigmen dilakukan dalam erlenmeyer 500 ml yang telah berisi 250 ml medium cair yang telah disiapkan pada persiapan (a). Bakteri yang telah disegarkan dalam medium padat, diambil sebanyak 2 lup dan dipindahkan ke dalam medium cair. Kemudian diinkubasikan pada inkubator goyang dengan
33 kecepatan 120 rpm tanpa pengaturan aerasi. Suhu inkubasi yang digunakan adalah suhu optimum pada penelitian tahap pertama. Selama inkubasi dilakukan pengambilan contoh setelah kultur fermentasi berumur 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 24, 30, 48, 72, 96, 120 dan 144 jam. b. Isolasi pigmen Sama dengan isolasi pigmen pada penelitian tahap pertama. c. Pengukuran konsentrasi pigmen Sama dengan pengukuran konsentrasi pigmen pada penentuan suhu optimum. 2). Penetapan sumber nitrogen optimum bagi pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen Sumber nitrogen yang digunakan dalam percobaan adalah pepton, ekstrak khamir, NaNO 3 , dan (NH 4 ) 2 SO 4 . (1). Persiapan medium cair Komposisi medium cair untuk percobaan yang menggunakan sumber nitrogen pepton, ekstrak khamir, NaNO 3 , dan (NH 4 ) 2 SO 4 disajikan pada Tabel 7. Sumber Karbon yang digunakan dalam percobaan ini adalah sumber karbon yang memberi hasil optimum dalam pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen pada percobaan pertama. Selain itu digunakan juga NaCl yang memberikan hasil yang optimum dalam pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen dari percobaan tahap pertama serta trace element. Medium untuk masing-masing percobaan setelah ditimbang dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 500 ml dan dilarutkan dengan aquades sebanyak 250 ml, kemudian pH medium diatur hingga mencapai pH optimum pada percobaan tahap pertama dengan menambahkan NaOH atau HCl. Setelah itu medium disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit. pH medium yang telah steril diperiksa kembali, apabila pH medium berubah dilakukan penambahan NaOH atau HCl sampai pH medium pH optimum. (2). Percobaan sumber nitrogen bagi pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen a. Proses produksi pigmen
34 Proses produksi pigmen dilakukan dalam erlenmeyer 500 ml yang telah berisi 250 ml medium cair yang telah disiapkan pada persiapan (a). Bakteri yang telah disegarkan dalam medium padat, diambil sebanyak 2 lup dan dipindahkan ke dalam medium cair. Kemudian diinkubasikan pada inkubator goyang dengan kecepatan 120 rpm tanpa pengaturan aerasi. Suhu inkubasi yang digunakan adalah suhu optimum pada penelitian tahap pertama. Selama inkubasi dilakukan pengambilan contoh setelah kultur fermentasi berumur 0, 3, 6, 9, 12, 15, 18, 24, 30, 48, 72, 96, 120 dan 144 jam. b. Isolasi pigmen Sama dengan isolasi pigmen pada penelitian tahap pertama. c. Pengukuran konsentrasi pigmen Sama dengan pengukuran konsentrasi pigmen pada penentuan suhu optimum. Tabel 7 Komposisi medium cair yang digunakan pada percobaan sumber nitrogen Sumber Nitrogen Pepton
Ekstrak Khamir
NaNO 3
(NH 4 ) 2 SO 4
Komposisi Medium Pepton 5 Sumber Karbon optimum 5 Trace Element 5 NaCl konsentrasi maksimum Ekstrak Khamir 5 Sumber Karbon optimum 5 Trace Element 5 NaCl konsentrasi maksimum NaNO 3 5 Sumber Karbon optimum 5 Trace Element 5 NaCl konsentrasi maksimum (NH 4 ) 2 SO 4 5 Sumber Karbon optimum 5 Trace Element 5 NaCl konsentrasi maksimum
Satuan g/l g/l ml/l g/l g/l g/l ml/l g/l g/l g/l ml/l g/l g/l g/l ml/l g/l
3.2.4 Pengamatan Pengamatan yang dilakukan pada setiap pengambilan contoh adalah : 1. Konsentrasi sel diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm dan berat kering sel. 2. Konsentrasi pigmen diukur dengan spektrofotometer. 3. Perubahan pH diukur dengan kertas pH.
35 4. Laju spesifik pertumbuhan sel (µ), laju spesifik pembentukan pigmen (q p ). 3.2.5
Rancangan percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (Koopmans, 1987). 3.2.6
Analisis data
Pengaruh suhu, pH, cahaya dan salinitas, sumber karbon dan sumber nitrogen terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen dianalisis dengan Analisis Ragam. Jika terdapat perbedaan akibat perlakuan suhu (25oC, 30oC dan 35oC), pH (5, 7 dan 9), cahaya (2350 Wm-2, 4700 Wm-2 dan 12500 Wm-2) dan salinitas (0 permil, 10 permil, 20 permil, 30 permil dan 40 permil), sumber karbon (media kompleks, glukosa, asetat, sitrat dan maltosa) dan sumber nitrogen (pepton, ekstrak khamir, (NH 4 ) 2 SO 4 dan NaNO 3 )
terhadap pertumbuhan sel dan
pembentukan pigmen, maka pengujian dilanjutkan dengan menggunakan metode BNT (Koopmans, 1987). 3.2.7
Tempat dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi dan Laboratorium Kimia dan Biokimia Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Kegiatan penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 1998 sampai dengan bulan Oktober 1999.
4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN PIGMEN 4.1
Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen Hasil identifikasi dari sampel bakteri yang diuji
diduga kuat adalah
Mesophilobacter sp. (Lampiran 1). Hasil pengukuran konsentrasi sel bakteri dan pigmen dengan menggunakan media marine broth (ekstrak khamir, pepton, NaCl dan trace element) pada suhu 25oC, 30oC dan 35oC dengan pH 7 dapat dilihat pada Lampiran 2. Kurva pertumbuhan sel bakteri dan pigmen pada suhu 25oC, 30oC dan 35oC disajikan pada Gambar 3. Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa pertumbuhan sel bakteri pada percobaan ini mengalami beberapa fase seperti yang dinyatakan oleh Middlebeek et al. (1992a), yaitu fase adaptasi, fase logaritmik, fase stasioner dan akhirnya mengalami fase kematian.
Konsentrasi Sel (OD 540 nm) dan Konsentrasi Pigmen (OD 463 nm)
2,2 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
12
24
36
48
60
72
84
96
108
120
132
144
156
168
Waktu Kultivasi (jam) 25oC, pH 7s
30oC, pH 7s
35oC, pH 7s
25oC, pH 7p
30oC, pH 7p
35oC, pH 7p
Keterangan : s: sel bakteri p: pigmen
Gambar 3
Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada suhu kultivasi 25oC, 30oC, dan 35oC dengan pH 7.
36
37 Bakteri yang diikultivasi pada suhu 30oC dan 35oC segera menunjukkan peningkatan sel (pertumbuhan) pada masa inkubasi 3 jam, sedangkan bakteri yang dikultivasi pada suhu 25oC mengalami peningkatan sel setelah 9 jam inkubasi. Hal ini menunjukkan bahwa medium pertumbuhan pada pH 7 dengan suhu 30oC dan 35oC merupakan lingkungan yang sesuai bagi Mesophilobacter sp. untuk bertumbuh dan memperbanyak sel. Masa adaptasi yang panjang dapat merugikan suatu proses produksi, terutama produk yang merupakan hasil metabolit sekunder seperti pigmen. Pigmen merupakan hasil metabolit sekunder yang pada umumnya dihasilkan atau dibentuk setelah fase logaritmik berakhir (Sa’id, 1987). Namun ada juga beberapa dari metabolit sekunder yang dibentuk bersamaan dengan fase logaritmik. Variasi terbentuknya metabolit sekunder ini menurut Bu’Lock et al., 1975 in Vining, 1986 dipengaruhi juga oleh nutrien yang digunakan dalam medium pertumbuhan, terutama dalam kultur tertutup. Pigmen yang dihasilkan pada percobaan ini adalah pigmen warna orange yang mempunyai absorban maksimum pada λ 463 nm. Secara
deskriptif, berdasarkan hasil pengamatan kecepatan bakteri
memasuki setiap fase pertumbuhan terlihat bahwa 30oC merupakan suhu inkubasi yang paling baik dibanding dengan suhu 25oC dan 35oC. Pada suhu 30oC dan 35oC, sel bakteri segera tumbuh dan memperbanyak sel hingga memasuki fase stasioner masing-masing setelah 24 jam dan 48 jam. Pada suhu 25oC bakteri memerlukan masa adaptasi yang panjang sebelum tumbuh, yaitu 9 jam. Setelah itu baru memasuki fase logaritmik hingga 30 jam inkubasi. Fase stasioner dimasuki setelah 48 jam inkubasi. Laju pertumbuhan sel spesifik (µ) yang diperoleh selama bakteri berada pada fase logaritmik, pada suhu 25oC, 30oC dan 35oC secara berturut-turut adalah 0,19; 0,24 dan 0,06 jam-1. Nilai µ merupakan slope dari persamaan garis regresi linier dari data konsentrasi sel (ln OD 540 nm) pada fase pertumbuhan eksponensial (Blanch dan Clark, 1994). Berdasarkan nilai µ sel dapat disimpulkan bahwa bakteri yang diinkubasi pada suhu 30oC mempunyai laju pertumbuhan sel spesifik (µ) yang lebih tinggi dibanding dengan suhu 25oC dan 35oC. Laju pembentukan pigmen spesifik (qp) pada suhu 25oC, 30oC dan 35oC secara berturut-turut adalah 0,01; 0,02 dan 0,003 jam-1. Nilai qp adalah merupakan
38 perbandingan antara konsentrasi pigmen dengan konsentrasi sel dan dikali dengan laju spesifik pertumbuhan sel (Blanch dan Clark, 1994). Berdasarkan nilai qp dapat disimpulkan juga bahwa bakteri yang diinkubasi pada suhu 30oC mempunyai laju pertumbuhan pigmen spesifik (qp) yang lebih tinggi dibanding dengan suhu 25oC dan 35oC. Contoh perhitungan µ dan qp disajikan pada Lampiran 3. Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen serta nilai µ dan qp hasil percobaan ini disajikan secara ringkas pada Tabel 8. Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi sel tertinggi
adalah hasil inkubasi pada suhu 25oC sebesar
3,51 + 0,55 (g/l). Rata-rata konsentrasi pigmen yang diperoleh dari hasil pengukuran OD 463 nm adalah sama untuk suhu 25oC dan 30oC yaitu 0,12. Akan tetapi nilai µ dan qp terbesar adalah pada suhu 30oC, yaitu sebesar 0,24 dan 0,02 jam-1. Tabel 8 Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth pada pH 7, suhu kultivasi berbeda T ( C) 25 30 35 o
µ -1
(jam ) 0,19 0,24 0,06
qp (jam-1) 0,01 0,02 0,003
X (OD 540 nm ) 1,61 + 0,32 a 1,37 + 0,11 a 1,55 + 0,20 a
BK (g/l) 3,51 + 0,55 2,83 + 0,16 3,17 + 0,34
P intraseluler (OD 463 nm) 0,12 + 0,02 a 0,12 + 0,003 a 0,08 + 0,002 b
Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b) yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata. T, suhu inkubasi; µ, laju spesifik pertumbuhan sel; qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering biomassa; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner.
Hasil di atas menunjukkan bahwa suhu medium pertumbuhan merupakan faktor yang penting dalam pembentukan pigmen. Dari hasil analisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dapat disimpulkan bakteri Mesophilobacter sp. dapat tumbuh dengan baik dan tidak berbeda nyata pada ketiga suhu yang dicobakan pada selang kepercayaan 95%. Analisis konsentrasi pigmen yang dihasilkan pada ketiga suhu percobaan dengan RAL, terbukti bahwa pigmen yang dihasilkan pada suhu kultivasi 30oC adalah sama dan tidak berbeda
39 nyata pada selang kepercayaan 95% dengan suhu 25oC. Hasil perhitungan statistika disajikan pada Lampiran 4. Fang dan Cheng (1993) dalam penelitiannya mendapati bahwa suhu yang optimum dalam pertumbuhan massa sel Phaffia rhodozyma adalah 15°C – 20°C, tetapi suhu optimum dalam pembentukan pigmen astaxanthin adalah 15oC. Sementara itu Lin (1973) in Lin dan Demain (1991), serta Lin dan Demain (1991) mendapati bahwa pertumbuhan yang optimum untuk Monascus sp. adalah suhu 37°C, dilain pihak Yoshimura et al. (1975) menyatakan bahwa Monascus sp. dari strain yang lain lebih menyukai suhu yang lebih rendah, yaitu 25°C. Johnson dan Lewis (1979), melaporkan bahwa suhu optimum bagi pertumbuhan dan pembentukan pigmen dari P. rhodozyma adalah antara 20oC sampai 22oC. Pada ketiga suhu inkubasi terlihat bahwa pigmen terbentuk bersamaan dengan pertumbuhan sel, walaupun dengan konsentrasi yang rendah yaitu 0,016 pada OD 463 nm. Kondisi ini memperjelas bahwa pigmen yang dihasilkan oleh Mesophilobacter sp. pada medium pertumbuhan ini merupakan produk dari metabolit sekunder yang pembentukannya berasosiasi dengan pertumbuhannya (growth associated). Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan RAL ternyata pigmen yang dihasilkan pada suhu kultivasi 30oC adalah sama dan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% dengan suhu 25oC, akan tetapi nilai laju pertumbuhan spesifik terhadap pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen pada suhu 30o C lebih tinggi dibanding suhu 25oC. Suhu 30oC kemudian dijadikan sebagai suhu yang optimum dan digunakan sebagai suhu kultivasi dalam percobaan berikutnya. 4.2
Pengaruh pH terhadap pembentukan pigmen pH medium diduga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pembentukan produk seperti pigmen. Semua bakteri laut mempunyai kisaran pH tertentu untuk tumbuh dengan baik. Kebanyakan lingkungan perairan memiliki pH pada kisaran antara 5 dan 9 dan umumnya pH optimum mikroorganisme berada pada kisaran ini (Middelbeek dan de Haas, 1992).
40 Konsentrasi sel dan pigmen yang diperoleh dari medium pertumbuhan yang terdiri dari ekstrak khamir, pepton, NaCl dan trace element; pH percobaan 5, 7 dan 9; dan diinkubasi pada suhu 30oC dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 4 memperlihatkan bahwa pada medium pertumbuhan dengan pH 5 memerlukan masa adaptasi yang panjang yaitu 48 jam. Penyebab utama hal ini terutama adalah karena bakteri Mesophilobacter sp. diisolasi dari terumbu karang laut yang mempunyai kisaran pH 7,5 – 8,5 (Austin, 1988). Meskipun memerlukan adaptasi yang lebih lama, namun bakteri menunjukkan peningkatan jumlah konsentrasi sel yang lebih tinggi yaitu dari konsentrasi 0,05 pada jam pengamatan 48 menjadi 3,0 pada jam pengamatan 96. Pengamatan pertumbuhan sel bakteri pada pH 7 dan 9 menunjukkan bahwa jumlah konsentrasi sel pada pH 7 dan 9 tersebut berturutturut mencapai maksimum pada 1,5 dan 1,74. Bakteri yang diinokulasi pada medium pertumbuhan dengan pH 7 dan 9 tidak mengalami fase adaptasi tetapi segera memasuki fase logaritmik. Terlihat bakteri segera menunjukkan peningkatan konsentrasi yang cepat hingga 24 jam masa inkubasi. Setelah itu pada
Konsentrasi sel (OD 540 nm) dan Konsentrasi Pigmen (OD 463 nm)
kedua kondisi pH, bakteri memasuki fase stasioner hingga akhir pengamatan.
3,2 3 2,8 2,6 2,4 2,2 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
12
24
36
48
60
72
84
96
108
120
132
144
156
168
Waktu Kultivasi (jam) 30oC, pH 5s
30oC, pH 7s
30oC, pH 7p
30oC, pH 9p
30oC, pH 9s
Gambar 4 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada media pertumbuhan dengan pH 5, 7 dan 9 suhu 30oC.
41 Selama pengamatan terlihat bahwa Mesophbilobacter sp. yang diinokulasi pada pH 5 tidak menghasilkan pigmen. Tetapi terjadi perubahan pada medium pertumbuhan menjadi sangat kental dan membentuk gel-gel. Perubahan kekentalan ini akibat usaha dari Mesophbilobacter sp. untuk beradaptasi dengan lingkungan yang ekstrim baginya agar dapat tetap hidup dan tumbuh dengan cara mengeluarkan lapisan lendir (Volk dan Wheeler, 1984). Dari perubahan medium serta
beberapa
percobaan
di
laboratorium,
dapat
disimpulkan
bahwa
Mesophbilobacter sp. yang dikultivasi pada pH 5 menghasilkan polisakarida dalam jumlah yang cukup tinggi. Kesimpulan tersebut ditunjang oleh Sutherland (1990) juga mengatakan bahwa pada medium cair, kultur yang menghasilkan polisakarida akan menjadi sangat kental, bahkan kadang-kadang memadat seperti gel. Laju spesifik pertumbuhan sel (µ) bakteri yang diinokulasi pada pH 9 mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan lainnya; nilainya mencapai 0,42 jam-1. Laju spesifik pembentukan pigmen (qp) tertinggi juga didapatkan dari medium dengan pH 9, dengan nilai sebesar 0,17 jam-1. Dapat dilihat bahwa qp yang terbesar adalah dari pH 9. Contoh perhitungan µ dan qp disajikan pada Lampiran 3. Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen serta nilai µ dan qp hasil percobaan ini disajikan secara ringkas pada Tabel 9. Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi sel tertinggi adalah pada pH 5 sebesar 4,84 + 0,96 (g/l). Rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi yang diperoleh dari hasil pengukuran OD 463 nm adalah pH 9 yaitu 0,14 + 0,006. Hasil di atas menunjukkan bahwa pH medium pertumbuhan merupakan faktor yang penting dalam pembentukan pigmen. Analisis konsentrasi pigmen pada fase stasioner dengan RAL memperlihatkan bahwa pigmen yang dihasilkan pada pH 9 lebih tinggi dibanding dengan pH 7 dan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. Juga dapat disimpulkan konsentrasi sel pada pH 5 lebih tinggi dibanding dengan pH 7 dan 9 serta berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. Hasil perhitungan statistika disajikan pada Lampiran 4. Jadi walaupun konsentrasi sel tertinggi diperoleh dari medium dengan pH 5, tetapi konsentrasi pigmen tertinggi diperoleh dari medium dengan pH 9. Belum diperoleh bandingan
42 literatur bakteri laut lainnya untuk penelitian pigmen dan pertumbuhannya. Tetapi Johnson dan Lewis (1979) menemukan pH optimum bagi mikroorganisme lainnya yaitu kapang Phaffia rhodozyma adalah berbeda, dimana mikroorganisme tersebut memproduksi sel maksimum dan kecepatan pertumbuhannya tertinggi terdapat pada pH 4,5. Tabel 9 Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth pada pH percobaan 5, 7, dan 9; suhu kultivasi 30oC qp X BK P intraseluler µ pH (jam-1)
5 7 9
0,15 0,24 0,42
(jam-1)
0,02 0,04
(OD 540 nm)
a
2,38 + 0,56 1,13 + 0,06 b 1,48 + 0,12 b
(g/l)
(OD 463 nm)
4,84 + 0,96 2,68 + 0,11 3,24 + 0,31
0,10 + 0,004 a 0,14 + 0,006 b
Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b) yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata. µ, laju spesifik pertumbuhan sel, qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering biomassa; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner; - , tidak menghasilkan pigmen.
Dari Gambar 4 pada percobaan pH dapat dilihat bahwa pigmen terbentuk bersamaan dengan pertumbuhan sel, sama dengan yang terjadi pada percobaan suhu. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan baik secara deskriptif maupun dengan menggunakan RAL dan nilai laju spesifik terhadap pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen diperoleh pH optimum bagi pembentukan pigmen adalah pada pH 9. Kemudian suhu 30oC dan pH 9 dijadikan sebagai suhu dan pH yang optimum dan digunakan dalam percobaan berikutnya. 4.3
Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen Hasil kultivasi bakteri Mesophilobacter sp. dalam media kompleks dengan
pH 9 dan suhu kultivasi 30oC yang disertai dengan perlakuan cahaya disajikan pada Lampiran 1. Pertumbuhan bakteri ini dapat lebih jelas dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 memperlihatkan secara deskriptif pertumbuhan Mesophilobacter sp. yang dikultivasi dengan pemberian cahaya 4700 Wm-2 relatif sama dengan yang dikultivasi tanpa pemberian cahaya 4700 Wm-2 (erlenmeyer tempat
43 pertumbuhan ditutup dengan aluminium foil). Waktu yang diperlukan untuk memasuki setiap fase pertumbuhan juga relatif sama. Gambar 5 memperlihatkan bahwa Mesophilobacter sp. tidak mengalami fase adaptasi, tetapi segera masuk fase logaritmik setelah diinokulasikan ke dalam medium pertumbuhan hingga 15 jam masa inkubasi. Dari 15 jam hingga 24 jam inkubasi, Mesophilobacter sp. berada pada fase pertumbuhan lambat. Kemudian bakteri
memasuki fase
pertumbuhan stasioner hingga waktu pengamatan berakhir.
2 1,8 Konsentrasi Sel dan Konsentrasi Pigmen
1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
12
24
36
48
60
72
84
96
108
120
132
144
156
168
Waktu Kultivasi (jam) OD 540 nm,SA
OD 463 nm,PA
OD 258 nm,PA
OD 232 nm,PA
OD 540 nm,SB
OD 463 nm,PB
OD 258 nm,PB
OD 232 nm,PB
Keterangan : S: konsenrasi sel P: konsentrasi pigmen A: perlakuan cahaya 4700 Wm-2 B: perlakuan cahaya 12500 Wm-2
Gambar 5 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30oC, pH 9 yang disertai dengan perlakuan cahaya. Mesophilobacter sp. yang dikultivasi dengan penambahan cahaya dengan intensitas 12500 Wm-2 maupun yang ditutup dengan aluminium foil, mempunyai pola pertumbuhan yang relatif sama. Pada perlakuan ini, Mesophilobacter sp. juga segera berada pada fase logaritmik hingga 18 jam masa inkubasi. Dari 18 jam hingga 30 jam inkubasi bakteri ada dalam fase pertumbuhan lambat. Setelah itu masuk pada fase pertumbuhan stasioner hingga pengamatan berakhir.
44 Secara deskriptif, pertumbuhan Mesophilobacter sp. yang dikultivasi disertai dengan penambahan cahaya 4700 Wm-2 dan 12500 Wm-2 terlihat bahwa konsentrasi sel dari Mesophilobacter sp. yang disertai dengan penambahan cahaya 4700 Wm-2 lebih tinggi dibanding dengan hasil yang disertai dengan penambahan cahaya 12500 Wm-2. Laju spesifik pertumbuhan sel (µ) yang dihitung selama bakteri berada pada fase logaritmik dapat dilihat bahwa µ Mesophilobacter sp. yang disertai penambahan cahaya 4700Wm-2 dan 12500 Wm-2 berturut-turut adalah 0,44 dan 0,46 jam-1, sedangkan nilai µ Mesophilobacter sp. pada suhu 30oC tanpa penambahan cahaya adalah 0,42 jam-1. Dapat dilihat bahwa nilai µ Mesophilobacter sp. antara ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda jauh, walaupun perlakuan penambahan cahaya 12500 Wm-2 sedikit lebih tinggi dibanding dengan penambahan cahaya 4700 Wm-2 dan tanpa disertai penambahan cahaya (suhu 30oC). Laju spesifik pembentukan pigmen (qp) dengan penambahan cahaya 4700 Wm-2 dan 12500 Wm-2 berturut-turut adalah 0,01 dan 0,009 jam-1, sedangkan nilai qp pada suhu 30oC tanpa penambahan cahaya adalah 0,04 (Tabel 10). Terlihat bahwa pada pertumbuhan Mesophilobacter sp. yang diberi penambahan cahaya 12500 Wm-2 mempunyai nilai µ yang lebih tinggi. Diduga peristiwa ini ada hubungannya dengan terjadinya sedikit peningkatan suhu dengan adanya penambahan cahaya, sehingga menyebabkan gerakan molekul yang relatif cepat dan energi yang dihasilkan dari tabrakan antar molekul menjadikan reaksi berjalan lebih cepat (Atlas, 1989). Akan tetapi nilai qp tertinggi adalah pada suhu 30oC tanpa penambahan cahaya. Contoh perhitungan µ dan qp
disajikan pada
Lampiran 3. Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen serta nilai hasil percobaan selama fase stasioner disajikan secara ringkas pada Tabel 10. Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi sel dan pigmen tertinggi adalah 3,24 + 0,31 (g/l) dan 0,14 + 0,006 yang merupakan hasil kultivasi pada suhu 30oC. Jadi dapat disimpulkan bahwa konsentrasi sel dan pigmen yang dihasilkan oleh Mesophilobacter sp. tidak dipengaruhi oleh cahaya, karena tanpa penambahan
45 cahaya hasil pigmen yang terbentuk lebih tinggi dibanding dengan penambahan cahaya. Tabel 10 Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth dengan pH 9, suhu kultivasi 30oC serta perlakuan cahaya Cahaya 30oC 4700 Wm-2 4700 Wm-2* 12500 Wm-2 12500 Wm-2*
µ (jam-1) 0,42 0,44 0,44 0,46 0,46
qp (jam-1) 0,04 0,02 0,01 0,02 0,009
X (OD 540 nm) 1,49 + 0,12a 1,38 + 0,06cd 1,33 + 0,17d 1,20 + 0,05b 1,03 + 0,12c
BK (g/l) 3,24 + 0,31 3,11 + 0,10 3,04 + 0,28 2,81 + 0,08 2,52 + 0,20
P intraseluler (OD 463 nm) 0,14 + 0,006a 0,06 + 0,009c 0,03 + 0,003e 0,04 + 0,008b 0,02 + 0,003d
Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b, c) yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata. µ, laju spesifik pertumbuhan sel; qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering sel; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner
Hasil pengukuran konsentrasi pigmen selama kultivasi disajikan pada Lampiran 5. Warna akhir pigmen yang dihasilkan pada penelitian ini adalah orange yang mempunyai absorban maksimum pada tiga panjang gelombang yaitu λ 232 nm, 258 nm dan 463 nm. Pembentukan pigmen dengan pemberian cahaya 4700 Wm-2 dan 12500 Wm-2 pada ketiga panjang gelombang ini lebih jelas disajikan pada Gambar 5. Hasil analisis sidik ragam terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen pada fase stasioner terlihat bahwa perlakuan cahaya berpengaruh nyata (p<0,05) (perhitungan disajikan pada Lampiran 10). Pengujian dilanjutkan dengan uji BNT, dengan hasil bahwa suhu 30oC tanpa penambahan cahaya memberikan hasil terbaik dan berbeda nyata (p<0,05) dalam pertumbuhan Mesophilobacter sp. dan juga dalam pembentukan pigmennya dibanding dengan perlakuan penambahan cahaya 4700 Wm-2 dan 12500 Wm-2. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa hasil pertumbuhan sel pada suhu 30oC , pH 9 dan tanpa disertai dengan penambahan cahaya lebih baik dibanding dengan perlakuan yang lain.
46 4.4
Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen Hasil pengukuran konsentrasi sel bakteri Mesophilobacter sp. dalam media
kompleks yang disertai dengan perlakuan salinitas 0, 10, 20, 30 dan 40 permil; pH medium 9 dan suhu inkubasi 30oC disajikan pada Lampiran 2. Pertumbuhan Mesophilobacter sp. serta pembentukan pigmen dapat lebih jelas dilihat dalam kurva pertumbuhan pada Gambar 6. Secara deskriptif, dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa Mesophilobacter sp. yang diinokulasi dalam medium pertumbuhan dengan salinitas yang berbeda memasuki setiap fase pertumbuhan pada waktu yang berbeda. Masa adaptasi yang diperlukan Mesophilobacter sp. adalah 3 jam inkubasi (pada medium 0, 10, dan 20 permil), sedangkan pada medium 30 dan 40 permil memerlukan adaptasi hingga 6 jam dan 9 jam. Mesophilobacter sp. berada pada fase logaritmik setelah inkubasi 3 jam hingga 18 jam (0 dan 10 permil) dan 24 jam (20 permil), 6 jam hingga 24 jam (30 permil) dan 9 jam hingga 24 jam (40 permil). Dari 18 jam hingga 48 jam inkubasi Mesophilobacter sp. berada pada fase pertumbuhan lambat (0 dan 10 permil) dan dari 24 jam hingga 48 jam inkubasi (20 permil), sedangkan pada medium 30 permil dan 40 permil Mesophilobacter sp. tidak mengalami fase pertumbuhan lambat. Fase stasioner dimulai dari 48 jam inkubasi hingga akhir pengamatan baik pada 0, 10 dan 20 permil; pada 30 permil dari 24 jam
hingga 120 jam inkubasi kemudian perlahan-lahan konsentrasi sel
menunjukkan penurunan sedangkan pada 40 permil dari 24 jam hingga 96 jam inkubasi dan setelah itu konsentrasi sel berkurang hingga akhir pengamatan. Laju
spesifik
pertumbuhan
sel
(µ)
yang
diolah
selama
bakteri
Mesophilobacter sp. berada pada fase logaritmik, pada salinitas 0, 10, 20, 30 dan 40 permil secara berturut-turut adalah 0,38; 0,38; 0,38; 0,36 dan 0,27 jam-1. Berdasarkan nilai µ, dapat disimpulkan bahwa Mesophilobacter sp. yang diinokulasikan pada medium pertumbuhan dengan salinitas 0, 10 , dan 20 permil mempunyai laju spesifik pertumbuhan yang lebih besar dibanding dengan 30 dan 40 permil. Mesophilobacter sp. merupakan bakteri yang diisolasi dari laut. Austin (1988) menyatakan bahwa kisaran salinitas air laut pada umumnya antara 10 sampai 30 permil. Berdasarkan nilai µ dan kemampuan Mesophilobacter sp. untuk
47 tumbuh dan berkembang pada salinitas uji dengan kisaran 0 sampai 40 permil, dapat disimpulkan bahwa bakteri ini mempunyai toleransi hidup yang tinggi terhadap kisaran salinitas yang panjang. Contoh perhitungan laju pertumbuhan spesifik disajikan pada Lampiran 3.
Konsentrasi Sel (OD 540 nm)
1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
12
24
36
48
60
72 84 96 108 Waktu Kultivasi (jam)
0 permil 30 permil
A
10 permil 40 permil
120
132
144
156
168
20 permil
Konsentrasi Pigmen (OD 368 nm)
4 3,5 3
2,5 2
1,5 1
0,5 0 0
B
12
24
36
48
60
72 84 96 108 Waktu Kultivasi (jam)
0 permil 20 permil 40 permil
120
132
144
156
168
10 permil 30 permil
Keterangan : A: Kurva Pertumbuhan Bakteri B: Kurva Pembentukan Pigmen
Gambar 6 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada auhu 30 oC, pH 9 yang disertai dengan perlakuan salinitas.
48 Laju spesifik pembentukan pigmen (qp) dari Mesophilobacter sp. yang dikultivasi pada salinitas 0, 10, 20, 30, dan 40 permil secara berturut-turut 1,47; 1,68; 1,38; 1,18; dan 0,44 jam-1. Contoh perhitungan laju pembentukan pigmen spesifik disajikan pada Lampiran 3. Dari hasil perhitungan tampak bahwa nilai qp tertinggi adalah hasil dari salinitas 10 permil. Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen serta nilai µ dan qp hasil percobaan ini disajikan secara ringkas pada Tabel 11. Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi sel tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 30 permil 0,97 + 0,26 pada OD 540 nm dengan rata-rata berat kering 2,29 + 0,59 (g/l). Rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 10 permil yaitu 3,54 + 0,11 pada OD 368 nm. Jadi walaupun rata-rata konsentrasi sel tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 30 permil, akan tetapi rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi diperoleh dari medium dengan salinitas 10 permil. Demikian juga dengan nilai µ tertinggi diperoleh dari medium dengan salinitas 10, 20, dan 30 permil sedangkan qp tertinggi diperoleh dari medium dengan salinitas 10 permil. Tabel 11 Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth dengan pH 9 dan salinitas yang berbeda; serta suhu kultivasi 30oC Salinitas (permil) 0 10 20 30 40
µ
(jam-1) 0,38 0,38 0,38 0,36 0,27
qp (jam-1) 1,47 1,68 1,38 1,18 0,44
X (OD 540 nm) 0,64 + 0,24 a 0,80 + 0,33 a 0,96 + 0,37 a 0,97 + 0,26 a 0,66 + 0,25 a
BK (g/l) 1,83 + 0,42 2,12 + 0,58 1,67 + 0,34 2,29 + 0,59 1,63 + 0,43
P extraseluler (OD 368 nm) 2,47 + 0,13 a 3,54 + 0,11 a 3,48 + 0,37 a b 3,17 + 0,68 b 1,07 + 0,10 c
Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b, c) yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata. µ, laju spesifik pertumbuhan sel; qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering sel; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner
Hasil analisis konsentrasi sel dari RAL yang dihitung pada fase stasioner, terlihat bahwa perlakuan salinitas 0, 10, 20, 30 dan 40 permil mempunyai pengaruh
yang
sama
(tidak
berbeda
nyata)
Mesophilobacter sp. pada fase stasioner (p>0,05).
terhadap
pertumbuhan
49 Hasil pengujian analisis ragam dari konsentrasi pigmen yang dihitung pada fase stasioner yang dilanjutkan dengan pengujian BNT terlihat bahwa pigmen yang dihasilkan oleh Mesophilobacter sp. yang dikultivasi dalam medium dengan salinitas 10 permil mempunyai pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) dengan salinitas 20 dan 0 permil dalam pembentukan pigmen (p>0,05). Akan tetapi karena pigmen yang diperoleh dari medium dengan salinitas 10 permil memberikan rata-rata konsentrasi yang tertinggi dibanding dengan yang lain, maka disimpulkan bahwa salinitas 10 permil adalah yang terbaik. 4.5
Pengaruh sumber karbon terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen Sumber karbon yang digunakan dalam penelitian ini adalah media
kompleks, glukosa, asetat, sitrat dan maltosa. Salinitas yang digunakan adalah 10 permil, pH media 9 dan suhu inkubasi 30oC. Konsentrasi sel bakteri dapat dilihat pada Lampiran 5. Kurva pertumbuhan sel bakteri dalam kelima media disajikan pada Gambar 7. Karbon merupakan salah satu nutrien yang diperlukan bakteri dalam jumlah yang cukup besar selain nitrogen dan lain-lain (Middelbeek et al., 1992b). Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui sumber karbon yang mana dari sumber karbon yang dicobakan yang memberikan hasil yang optimum dalam
pertumbuhan
sel
dan
pembentukan
pigmen
dari
bakteri
laut
Mesophilobacter sp. Pada Gambar 7, secara deskriptif terlihat bahwa media kompleks terlihat lebih tinggi konsentrasi selnya dibanding sumber karbon yang lain, sedangkan antara glukosa, dan asetat mula-mula memberikan hasil yang relatif sama dalam pertumbuhan sel, namun setelah 72 jam inkubasi terlihat terjadi peningkatan sel bakteri yang dikultivasi dalam media dengan sumber karbon glukosa. Ketiga sumber karbon tersebut, yaitu glukosa, media kompleks dan asetat memberikan hasil yang relatif lebih baik dalam pertumbuhan sel dibanding sitrat dan maltosa. Laju spesifik pertumbuhan sel (µ) Mesophilobacter sp. dalam media yang menggunakan sumber karbon media kompleks, glukosa, asetat, sitrat dan maltosa secara berturut-turut adalah 0,35; 0,25; 0,36; 0,13; dan 0,22 jam-1. Dari hasil ini terlihat bahwa kecepatan Mesophilobacter sp. tumbuh dengan cepat adalah pada
50 media dengan sumber karbon asetat dan media kompleks, kemudian berturut-turut diikuti oleh sumber karbon glukosa, maltosa dan sitrat. Contoh perhitungan laju pertumbuhan spesifik disajikan pada Lampiran 3.
Gambar 7 Kurva pertumbuhan sel oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30 °C, pH 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber karbon. Pigmen yang dihasilkan pada penelitian ini adalah pigmen dengan warna hijau yang berbeda pada setiap media dengan absorban maksimum pada lima panjang gelombang, yaitu λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, dan 658 nm. Pada media kompleks warna pigmen adalah hijau kebiruan, pada glukosa berwarna hijau tua, pada asetat berwarna biru toska, pada asam sitrat warna hijau melon sedangkan pada maltosa berwarna hijau daun tua. Setelah kultivasi bakteri hingga hari ke sembilan, pigmen yang dihasilkan berubah menjadi merah. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 5. Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen selama fase stasioner hasil percobaan ini disajikan secara ringkas pada Tabel 12. Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa ratarata konsentrasi sel tertinggi adalah dari medium dengan sumber karbon glukosa, yaitu 1,21 + 0,08 yang diukur pada OD 540 nm dengan rata-rata berat kering sebesar 2,55 + 0,13 (g/l). Rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi adalah berbeda pada setiap panjang gelombang. Pada panjang gelombang 232 nm, 258 nm,
51 312 nm, 368 nm dan 656 nm rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi secara berturut-turut diperoleh dari medium kompleks (18,40 + 1,59), maltosa (15,86 + 0,52), glukosa (11,59 + 0,28), glukosa (7,22 + 0,44) dan glukosa (1,50 + 0,05). Tabel 12 Nilai hasil pengukuran variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. pada pH 9, sumber karbon yang berbeda, sumber nitrogen ekstrak khamir dan dikultivasi pada suhu 30oC dalam labu kocok Variabel yang diukur µ (jam ) X (OD 540 nm) BK (g/l) Yx/s (g/g) qp (jam-1) ; P (OD 232 nm) qp (jam-1) ; P (OD 258 nm) qp (jam-1) ; P (OD 312 nm) qp (jam-1) ; P (OD 368 nm) qp (jam-1) ; P (OD 656 nm) -1
Sumber Karbon Media Kompleks
Glukosa
Asetat
Sitrat
Maltosa
0,35 1,05 + 0,19 ab 2,37 + 0,34 0,34 + 0,05 6,13; 18,40 + 1,59 a 4,84; 14,53 + 0,41 b 2,09; 6,28 + 0,06 b 0,92; 2,76 + 0,29 b 0,37; 1,11 + 0,02 b
0,25 1,21+ 0,08 a 2,55 + 0,13 0,51 + 0,03 2,45; 11,86 + 1,95 bc 2,65; 12,83 + 0,31 c 2,40; 11,59 + 0,28 a 1,49; 7,22 + 0,44 a 0,31; 1,50 + 0,05 a
0,36 0,91 + 0,23 b 2,07 + 0,52 0,41 + 0,10 4,02; 10,17 + 0,55 c 4,13; 10,44 + 0,65 d 2,50; 6,33 + 0,57 b 0,80; 2,03 + 0,15 c 0,38; 0,97 + 0,05 c
0,13 0,60 + 0,09 c 1,30 + 0,14 0,26 + 0,03 1,18; 5,46 + 0,06 d 1,27; 5,88 + 0,06 e 0,43; 1,99 + 0,13 c 0,19; 0,86 + 0,02 d 0,05; 0,24 + 0,01 e
0,22 0,65 + 0,08 c 1,40 + 0,17 0,28 + 0,03 4,11; 12,13 + 1,33 b 5,37; 15,86 + 0,51 a 2,34; 6,90 + 0,45 b 0,96; 2,83 + 0,19 b 0,26; 0,78 + 0,08 d
Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b, c, d, e) yang sama pada baris yang sama, tidak berbeda nyata; µ, laju spesifik pertumbuhan sel; qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering sel; Yx/s, cell yield; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner
Hasil analisis statistika dengan RAL yang dilanjutkan dengan pengujian BNT pada α = 0.05 terlihat bahwa sumber karbon yang digunakan dalam media kompleks dan glukosa lebih baik pertumbuhan selnya dibanding sumber karbon yang lain. Namun berdasarkan pertimbangan ekonomis (harga yang relatif lebih murah) dan juga karena rata-rata konsentrasi sel pada glukosa lebih tinggi daripada media kompleks maka dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa glukosa memberikan hasil yang lebih baik dalam pertumbuhan sel. Hasil perhitungan analisis statistika terdapat pada Lampiran 4. Hasil analisis statistika pigmen dengan RAL yang dilanjutkan dengan pengujian BNT pada α = 0.05 terlihat bahwa konsentrasi pigmen tertinggi pada panjang gelombang 232 nm dan 258 nm diperoleh dari medium dengan sumber karbon media kompleks dan maltosa. Pada panjang gelombang 312 nm, 368 nm
52 dan 656 nm diperoleh dari medium dengan sumber karbon glukosa. Perhitungan analisis statistika terdapat pada Lampiran 4. Fang dan Cheng (1993), dalam penelitiannya yang mempelajari pengaruh berbagai sumber karbon terhadap pertumbuhan P. rhodozyma NCHU-FS301 menyatakan bahwa fruktosa lebih menunjang pertumbuhan sel dibanding sumber karbon lain yang diuji, seperti glukosa, sukrosa, maltosa, fruktosa, laktosa, molases, L-Arabinose, D-Raflinose, D-Cellobiose, D-Sorbitol dan xylose. Selain fruktosa, dikatakan pula bahwa glukosa dan sukrosa juga menunjang dalam pembentukan konsentrasi sel yang tinggi. Pemanfaatan sumber-sumber karbon untuk pertumbuhan sel adalah spesifik untuk setiap strain mikroorganisme. Hal ini terlihat dalam hasil yang diperoleh Lin dan Demain (1991), yang mendapatkan bahwa glukosa dan oligo- serta polisakaridanya adalah lebih baik untuk pertumbuhan sel Monascus sp. dibanding sumber karbon yang lain, sedangkan hasil yang diperoleh dan Lin (1973) in Lin dan Demain (1991) adalah galaktose dan ethanol. Akan tetapi Yoshimura et al. (1975), menyatakan bahwa ethanol menunjang Monascus dalam pembentukan pigmen dengan kecepatan produksi yang lebih besar daripada gula. Fang dan Cheng (1993), mendapatkan bahwa pembentukan pigmen astaxanthin tertinggi oleh P. rhodozyma NCHU-FS301 diperoleh dari medium pertumbuhan dengan sumber karbon glukosa dan sukrosa, walaupun pertumbuhan sel tertinggi diperoleh dari medium dengan sumber karbon fruktosa. Lin dan Demain (1991) juga memperoleh hasil bahwa konsentrasi pigmen yang tinggi dari Monascus sp. diperoleh dari sumber karbon glukosa dengan oligo- dan polisakaridanya. Sementara Chen dan Johns (1994) yang mempelajari pengaruh sumber karbon maltose dan glukosa dalam nitrogen ammonium dalam pembentukan pigmen dari Monascus purpureus mendapati bahwa medium pertumbuhan dari maltose menjadi merah dalam waktu 1.5 hari dengan hasil tiga pigmen utama, yaitu monascorubramine, monascin dan monascorubrin; sedangkan warna medium pertumbuhan dari glukose kurang merah dengan hasil pigmen alkaflavin dan rubropunctatin yang tinggi. Didapatkan pula bahwa produksi monascorubramine dari maltose tiga kali lebih tinggi dibanding dari glukose.
53
Gambar 8 Kurva pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30 oC, pH 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber karbon dengan panjang gelombang yang berbeda.
54 4.6
Pengaruh sumber nitrogen terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen Sumber nitrogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pepton, ekstrak
khamir, natrium nitrat dan ammonium sulfat. Sumber karbon yang digunakan adalah glukosa. Salinitas yang digunakan adalah 10 permil, pH media 9 dan suhu inkubasi 30 oC. Konsentrasi sel bakteri dan pigmen percobaan ini disajikan pada Lampiran 6. Kurva pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen dalam kelima media disajikan pada Gambar 9. Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa pada natrium nitrat dan ammonium sulfat, tidak terjadi pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen. Sumber nitrogen yang sangat menunjang pertumbuhan bakteri dalam percobaan ini adalah ekstrak khamir, karena ekstrak khamir merupakan nutrien kompleks yang mengandung zat-zat yang diperlukan bakteri untuk pertumbuhan. Tiga faktor pertumbuhan yang dibutuhkan oleh mikroorganisme adalah asam amino, purin dan pirimidin serta vitamin (Middelbeek et al., 1992b), sedangkan ekstrak khamir merupakan media yang terdiri atas campuran asam amino dan peptida, vitamin yang larut dalam air, dan karbohidrat (Sikyta, 1983). Komposisi ekstrak khamir secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5. Fang dan Cheng (1993) juga mendapatkan bahwa ekstrak khamir memberikan hasil yang tinggi dari massa sel P. rhodozyma NCHU-FS301, sedangkan Lin dan Demain (1991) mendapati bahwa ammonium chlorida adalah sumber nitrogen terbaik untuk pertumbuhan Monascus sp. dibanding ammonium nitrat, glutamat dan potasium nitrat. Laju spesifik pertumbuhan sel (µ) Mesophilobacter sp. dalam media yang menggunakan sumber nitrogen pepton, ekstrak khamir, natrium nitrat, dan ammonium sulfat berturut-turut adalah 0.16, 0.24, 0.18 dan 0.07 jam-1 (Tabel 13). Dari hasil ini terlihat bahwa kecepatan Mesophilobacter sp. tumbuh dengan cepat adalah pada media dengan sumber nitrogen ekstrak khamir. Hasil perhitungan laju pertumbuhan spesifik disajikan pada Lampiran 3.
55
2,2 2
Konsentrasi sel (OD 540 nm)
1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
12
24
36
48
A
60
72 84 96 108 Waktu Kultivasi (jam)
120
Pepton
Eks. khamir
NaNO3
(NH4)2SO4
132
144
156
168
14 12 Konsentrasi Pigmen
10 8 6 4 2 0 0
B
12
24
36
48 P232nm E258nm P368nm
60
72 84 96 108 120 132 144 156 168 Waktu Kultivasi (jam) E232nm P312nm E368nm
P258 nm E312nm P656nm
Keterangan : A: Kurva pertumbuhan bakteri B: Kurva pembentukan pigmen
Gambar 9 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada pada suhu 30 °C, PH 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber nitrogen.
56 Sumber nitrogen mempunyai pengaruh yang besar baik dalam kualitas maupun kuantitas pigmen dari Monascus (Shepherd, 1977 in Jûzlová et al., 1994). Sumber nitrogen yang dapat menghasilkan pigmen pada penelitian ini adalah pepton dan ekstrak khamir. Pigmen yang dihasilkan pada akhir kultivasi ekstrak khamir adalah pigmen dengan warna hijau tua, sedangkan pada pepton berwarna hijau melon. Keduanya mempunyai absorban maksimum pada lima panjang gelombang, yaitu λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, dan 658 nm. Setelah pengamatan hingga dua minggu keduanya berubah warna menjadi merah. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 6. Laju spesifik pembentukan pigmen (qp) Mesophilobacter sp. dalam media yang menggunakan sumber nitrogen pepton dan ekstrak khamir disajikan pada Tabel 13. Dari hasil ini terlihat bahwa kecepatan Mesophilobacter sp. tumbuh dengan cepat adalah pada media dengan sumber nitrogen ekstrak khamir. Hasil perhitungan laju pertumbuhan pigmen spesifik disajikan pada Lampiran 3. Tabel 13 Nilai hasil pengukuran beberapa parameter dari kultivasi Mesophilobacter sp. pada pH 9, sumber nitrogen yang berbeda, sumber karbon glukosa dan dikultivasi pada suhu 30oC dalam labu kocok Sumber Nitrogen µ (jam-1) X (OD 540 nm)
0,16 0,33 + 0,008 b
Ekstrak Khamir 0,24 1,93 + 0,08 a
BK (g/l) Y x/s (g/g) qp (jam-1) ; P (OD 232 nm) qp (jam-1) ; P (OD 258 nm) qp (jam-1) ; P (OD 312 nm) qp (jam-1) ; P (OD 368 nm) qp (jam-1) ; P (OD 656 nm)
0,80 + 0,04 0,16 + 0,01 1,48 ; 3,06 + 0,04 b 1,53 ; 3,16 + 0,02 b 0,6 7 ; 1,38 + 0,09 b 0,60 ; 1,24 + 0,12 b 0,07 ; 0,14 + 0,005 b
4,08 + 0,28 0,82 + 0,06 1,55 ; 12,49 + 0,22 a 1,60 ; 12,86 + 0,21 a 1,38 ; 11,09 + 0,56 a 1,48 ; 11,88 + 0,97 a 0,16 ; 1,29 + 0,04 a
Pepton
(NaNO)3
(NH4)2SO4
- 0,18 0,26 + 0,008 c
0,07 0,04 + 0,004 c
0,009 + 0,004 0,05 + 0,002 -
0,30 + 0,007 0,06 + 0,001 -
-
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan : Nilai dengan superskrip yang sama pada baris yang sama, berbeda nyata µ, laju spesifik pertumbuhan sel; qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; Yx/s, cell yield; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner
57 Dari Tabel 13 juga dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi sel dan pigmen tertinggi yang diukur selama bakteri berada pada fase stasioner diperoleh dari medium dengan sumber nitrogen ekstrak khamir. Rata-rata konsentrasi sel tertinggi adalah 1,93 + 0,08 (OD 540 nm), dengan rata-rata berat kering sebesar 4,08 + 0,28 (g/l); sedangkan rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi adalah 12,49 + 0,22 (OD 232 nm); 12,86 + 0,21 (OD 258 nm); 11,09 + 0,56 (OD 312 nm); 11,88 + 0,97 (OD 368 nm); dan 1,29 + 0,04 (OD 656 nm). Hasil analisis statistika dengan RAL yang dilanjutkan dengan pengujian BNT pada α = 0.05 terlihat bahwa ekstrak khamir adalah sumber nitrogen yang terbaik baik dalam pertumbuhan sel maupun dalam pembentukan pigmen. Perhitungan analisis statistika disajikan pada Lampiran 4. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekstrak khamir merupakan penunjang baik dalam
pertumbuhan
sel
maupun
dalam
pembentukan
pigmen
dari
Mesophilobacter sp. Sedangkan pada P. rhodozyma pepton merupakan penunjang utama dalam pembentukan pigmen selain nutrien broth, beef extract dan casein hydrolysate (Fang dan Cheng (1993). Pada Monascus sp. berdasarkan hasil yang diperoleh oleh Lin dan Demain (1991), sumber nitrogen utama yang menghasilkan pigmen dengan konsentrasi yang tinggi adalah monosodium glutamat.
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan Mesophilobacter sp. mampu hidup dan tumbuh dengan baik pada suhu 25oC,
30oC dan 35oC, tetapi pembentukan pigmen terbaik adalah suhu 30oC. Pada suhu 30 oC, pH optimum dalam pembentukan pigmen adalah pH 9. Pigmen yang diperoleh adalah pigmen intraseluler dengan warna oranye. Mesophilobacter sp. juga mampu hidup dan tumbuh dengan baik pada kisaran salinitas dari 0 permil sampai 40 permil, namun pembentukan pigmen terbaik terjadi pada salinitas 10 permil. Pigmen yang diperoleh adalah pigmen ekstraseluler dengan warna merah. Glukosa merupakan sumber karbon yang terbaik bagi pertumbuhan Mesophilobacter sp. Pigmen yang dihasilkan adalah pigmen ekstraseluler dengan warna hijau tua yang berubah menjadi merah setelah sembilan hari. Pada panjang gelombang 232 nm sumber karbon yang memberikan rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi adalah media kompleks. Pada λ 258 nm, sumber karbon yang terbaik dalam pembentukan pigmen adalah maltosa, sedangkan pada λ 312 nm, 368 nm dan 658 nm adalah glukosa. Pada percobaan sumber nitrogen, ekstrak khamir merupakan penunjang utama baik dalam pertumbuhan sel maupun dalam pembentukan pigmen. Warna akhir pigmen yang dihasilkan pada akhir pengamatan dari ekstrak khamir adalah hijau tua yang mempunyai absorban maksimum pada panjang gelombang 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm dan 658 nm.
58
59
5.2
Saran Berdasarkan hasil yang diperoleh pada penelitian ini, disarankan untuk
melakukan penelitian lanjut mengenai pigmen yang dihasilkan antara lain karakter dari pigmen yang bersangkutan, yang meliputi stabilitas pigmen, toksisitas pigmen dan stabilitas kimia pigmen.
DAFTAR PUSTAKA
Atlas RM. 1984. Microbiology. Fundamentals and applications. New York: Macmillan. 879 hal. Austin B. 1988. Marine microbiology. Cambridge: Cambridge Univ Pr. 222 hal. Bauernfeind JC. 1981. Natural food colors. In: Bauernfeind JC, editor. Carotenoids as Colorants and Vitamin a Precursors. Technological and nutritional applications. New York: Avi Publishing. hlm 1-45. Bergey DH, Holt JG. 1994. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology. Ed ke-9. Baltimore: Williams & Wilkins. hlm 87. Blanch HW, Clark DS. 1994. Biochemical Engineering. Marcel Dekker. 702 hlm. Blanc PJ et al. 1994. Pigment of Monascus. J Food Sci 59(4):862-865. Chen MH, Johns MR. 1994. Effect of carbon source on ethanol and pigment production by Monascus purpureus. Enzyme Microb Technol 16:584-590. Evans PJ, Wang H. 1984. Pigment production from immobilized Monascus sp. utilising polymeric resin adsorption. Appl Environ Microbiol 47:1323-1326. Fabre CE et al. 1993. Production and food applications of the red pigments of Monascus ruber. J Food Sci 58(5):1099-1102. Fang TJ, Cheng YS. 1993. Improvement of astaxanthin production by Phaffia rhodozyma through mutation and optimization of culture conditions. J Ferment Bioeng 75(6):466-469. Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan 1. Gramedia Pustaka Utama. 307 hal. Fardiaz, S, Rini PS. 1994. Produksi pigmen Rhodotorula glutinis di dalam medium limbah cair tapioka. Bul TIP. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 5(2):9-14. Fenical W, Jensen PR. 1993. Marine Microorganisms : a new biomedical resource. In: Attaway DH, Zaborsky OR, editor. Marine Biotechnology. Vol ke-1. Pharmaceutical and Bioactive Natural Products. New York: Plenum Pr. hlm 419-457. Goodwin TW, Land DG, Osman HG. 1955. Studies in carotenogenesis. Carotenoid synthesis in the photosynthetic bacterium Rhodopseudomonas spheroides. Biochem 59:491-496.
60
61
Grimont PAD, Grimont F. 1984. Genus VIII. Serratia bizio 1823, 288. In: Krieg NR, editor. Bergey’s manual of systematic bacteriology. Vol ke-1. Baltimore: Williams & Wilkins. hlm 477-484. Hanagata N et al. 1993. Behavior of cell aggregate of Carthamus tinctorius L. cultured cells and correlation with red pigment formation. J Biotechnol 30:259-269. Hendry GAF. 1992. Natural Pigments in Biology. In: Hendry GAF, Houghton JD, editor. Natural Food Colorants. New York: Avi Published. hlm 1-38. Henry BS. 1992. Natural Food Colours. In: Hendry GAF, Houghton JD, editor. Natural Food Colorants. New York: Avi Published. hlm 39-78. Jenie BSL, Helianti, Fardiaz S. 1994. Pemanfaatan ampas tahu, onggok dan dedak untuk produksi pigmen merah oleh Monascus purpureus. Bul TIP. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 5(2):22-29. Jenkins RO. 1992. The Estimation of Biomass. In: Cartledge TG, editor. In Vitro Cultivation of Microorganisms. Oxford: Butterworth – Heinemann. hlm 5377. Johnson EA, Lewis MJ. 1979. Astaxanthin formation by the yeast Phaffia rhodozyma. J Gen Microbiol 115:173-183. Juzlova P, Martinkova L, Lozinski J, Machek F. 1994. Ethanol as substrate for pigment production by the fungus Monascus purpureus. Enzyme Microb Technol 16:997-1001. Koopmans, LH. 1996. Pengantar ke Statistika Kontemporer. Buku Ke-2. Bambang Sumantri, penerjemah. University of New Mexico. 327 hlm. Lin TF, Demain AL. 1991. Effect of nutrition of Monascus sp. on formation of red pigments. Appl Microbiol and Biotechnol 36:70-75. Lin TF, Demain AL. 1993. Resting cell studies on formation of water-soluble red pigments by Monascus sp. J Ind Microbiol 12:361-367. Lin TF, Demain AL. 1994. Leucine interference in the production of watersoluble red Monascus pigments. Arch Microbiol 162:114-119. Middelbeek EJ, Drijver JS - de Haas. 1992. Environmental Factors Influencing Growth. In: Cartledge TG, editor. In Vitro Cultivation of Microorganisms. Oxford: Butterworth - Heinemann. hlm 145-175.
62
Middelbeek EJ, Jenkins RO, Drijver JS - de Haas. 1992a. Growth in Batch Culture. In: Cartledge TG, editor. In VitroCcultivation of Microorganisms. Oxford: Butterworth - Heinemann. hlm 79-106. Middelbeek EJ, Jenkins RO, Drijver JS- de Haas. 1992b. Nutrition and Cultivation of Microorganisms. In: Cartledge TG, editor. In Vitro Cultivation of Microorganisms. Oxford: Butterworth - Heinemann. hlm 21-51. Mitchell C, Iyer S, Skommuski JF, Vary JC. 1986. Red pigment in Bacillus megaterium spores. App Env Microbiol 52(1):64-67. Nelis HJ, De Leenheer AP. 1991. Microbial sources of carotenoid pigments used in foods and feeds. J Appl Microbiol 70:181-191. Pelczar, Chan. 1986. Dasar-Dasar Mikrobiologi I. Jakarta: UI Pr. hlm 131-156. Sa’id EG. 1987. Bioindustri. Penerapan Teknologi Fermentasi. Jakarta: Penerbit PT Mediyatama Sarana Perkasa. 317 hlm. Schlegel HG, Schmidt K. 1994. Mikrobiologi Umum. Baskoro T, penerjemah. Yogyakarta: Gadjah Mada Univesity Pr 6:202-245. Sikyta B. 1983. Method of Industrial Microbiology. Ells Harwood. Sokatch, J.R. 1973. Bacterial Physiology and Metabolism. London: Academic Pr. hlm: 3-9. Sutherland IW. 1990. Biotechnology of Microbial Exopolysaccharides. Cambridge Studies in Biotechnology 9. Cambridge: Cambridge University Pr. 163 hlm. Tanabe, Kuriyama M, Nonomura H. 1995. Production of C 2 – symmetrical phenazines by some Actinomycetes. J Ferment Bioeng 79(4):384-386. Taya M, Yakura K, Kino-oka M, Tone S. 1994. Influence of medium constituens on enhancement of pigment production by batch culture of red beet hairy roots. J Ferment Bioeng 77:215-217. Taya M, Mine K, Kino-oka M, Tone S, Ichi T. 1992. Production and release of pigments by culture of transformed hairy root of red beet. J Ferment Bioeng 31:31-36. Tortora GJ, Funke BR, Case CL. 1989. Microbiology. An Introduction. California: The Benjamin/Cummings. 810 hlm.
63
Urakami T, Yoshida T. 1993. Production of ubiquinone and bacteriochlorophyll a by Rhodobacter sphaeroides and Rhodobacter sulfidophilus. J Ferment Bioeng 76(3):191-194. Vining LC. 1986. Secondary Metabolism. In:. Rehm H-J, Reed-Weinheim G, editor. Biotechnology. Volume 4: Microbial Products II. Deerfield Beach, FL. VCH. hlm 19-38. Volk WA, Wheeler MF. 1984. Basic Microbiology. Ed ke-5. Harper and Row. Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Cetakan ke-6. Jakarta: PT Gramedia. hlm 171-200. Yanagimoto M, Matsumoto K, Mori K. 1988. IM2. A New inducer of blue pigment production in Streptomyces sp. MAFF 10 – 06015. J Ferment Technol 66(1):1-6. Yoshimura M, Yamanaka S, Mitsugi K, Hirose Y. Production of Monascus pigments in submerged shaken culture. Agr Biol Chem 39:1789-1795. Zilinkas RA, Lundin CG. 1993. Marine Biotechnology and Developing Countries. World Bank Discussion Papers. Washington DC: The World Bank. 115 hlm.
65
Lampiran 1. Hasil identifikasi bakteri Hasil identifikasi dari sampel bakteri yang diuji adalah sebagai berikut: bakteri Gramnegatif yang berbentuk kokus, non motil, katalase positif, oksidase negatif, uji Indol positif, tidak membentuk H 2 S, nitrat direduksi menjadi nitrit, asam tetapi tidak menghasilkan gas dari glukosa dan fruktosa. Percobaan dari pertumbuhan bakteri diperoleh hasil bahwa suhu optimum bakteri adalah 30 oC, dapat tumbuh pada kisaran pH 5 sampai pH 9, dapat tumbuh pada kisaran NaCl dari 0 sampai 40 permil.
Tabel 14. Karakterisasi bakteri yang diisolasi dari air laut dan karakterisasi dari Mesophilobacter sp. Karakteristik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Pewarnaan Gram Bentuk Motilitas Uji Katalase Uji Oksidase Uji Indol Uji H 2 S Uji Reduksi Nitrat Uji Fermentasi Karbohidrat; Pembentukan gas dari: - Glukosa - Laktosa - Fruktosa - Sukrosa 10. Optimum temperature 11. pH medium pertumbuhan 12. NaCl medium pertumbuhan
Bakteri sampel
Mesophilobacter sp.
Gram-negatif Kokus Non motil Positif Negatif Positif Negatif Positif Positif
Gram-negatif Kokus Non motil Positif Negatif Positif Negatif Positif Positif
Negatif Negatif 30 oC 9,0 0 – 40 permil
Negatif Positif Negatif Positif 33 – 37 oC 6,0 – 8,0 7%
Hasil karakterisasi yang diperoleh dibandingkaan dengan karakterisasi dari Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology – 9 seperti yang tertera pada Tabel 14. Dari hasil tersebut, dapat dilihat bahwa sampel bakteri memiliki beberapa karakter yang sama dengan karakter dari Mesophilobacter sp. Oleh sebab itu, untuk sementara diduga kuat bahwa sampel bakteri tersebut Mesophilobacter sp.
65
66
Lampiran 2 Konsentrasi sel dan pigmen pada masing-masing perlakuan faktor fisika dengan OD 540 nm Jam
0 3 6 9 12 15 18 24 30 48 72 96 120 144 168
25oC, pH 7 Konsentrasi (OD = nm ) sel Pigmen 540 463 0.060 0.110 0.016 0.082 0.016 0.080 0.016 0.230 0.028
Perlakuan Suhu 30oC, pH 7 Konsentrasi (OD = nm ) sel Pigmen 540 463 0.060 0.170 0.016 0.250 0.017 0.290 0.028 0.600 0.039
35oC, pH 7 Konsentrasi (OD = nm ) sel Pigmen 540 463 0.040 0.180 0.017 0.240 0.017 0.260 0.020 0.340 0.022
0.470 0.750 1.050 1.860 1.860 1.770 1.560 1.560 1.020
1.000 1.470 1.500 1.480 1.480 1.400 1.360 1.300 1.200
0.470 0.560 0.880 1.500 1.750 1.750 1.650 1.350 1.300
0.036 0.045 0.090 0.090 0.094 0.113 0.130 0.131 0.123
0.078 0.100 0.108 0.120 0.122 0.127 0.124 0.125 0.120
0.020 0.019 0.022 0.035 0.080 0.078 0.075 0.080 0.078
30oC, pH 5 Konsentrasi (OD = nm ) sel Pigmen 540 0.050 0.050 0.042 0.050 0.050 0.050 0.050 0.050 0.050 1.500 3.000 2.550 2.580 2.250
Perlakuan pH 30oC, pH 7 Konsentrasi (OD = nm ) sel Pigmen 540 463 0.060 0.170 0.016 0.250 0.017 0.290 0.028 0.600 0.039
30oC, pH 9 Konsentrasi (OD = nm ) sel Pigmen 540 463 0.045 0.210 0.024 0.560 0.042 0.700 0.067 0.950 0.071
1.000 1.470 1.500 1.350 1.170 1.140 1.050 1.080 1.200
1.150 1.620 1.740 1.740 1.620 1.560 1.440 1.470 1.300
0.044 0.100 0.102 0.098 0.106 0.108 0.104 0.100 0.103
0.094 0.110 0.125 0.130 0.129 0.130 0.138 0.142 0.139
67
Lampiran 2 (lanjutan) Perlakuan Cahaya (Wm-2)
Jam
sel 540 0.030 0.160 0.420 0.800 1.100 1.500 1.540 1.680 1.680 1.470 1.400 1.380 1.360 1.320 1.320
0 3 6 9 12 15 18 24 30 48 72 96 120 144 168
4700 Konsentrasi (OD = nm ) Pigmen 232 258 0.563 0.537 0.295 0.355 0.366 0.633 0.568 0.587 0.663 0.638 0.631 0.650 0.571 0.580
0.307 0.302 0.285 0.373 0.402 0.507 0.492 0.475 0.496 0.492 0.446 0.481 0.494 0.498
463 0.050 0.015 0.023 0.029 0.036 0.038 0.037 0.041 0.045 0.048 0.052 0.059 0.067 0.065
-4700 Konsentrasi (OD = nm ) sel Pigmen 540 232 258 463 0.030 0.160 0.343 0.203 0.005 0.420 0.319 0.250 0.011 0.800 0.373 0.275 0.021 1.100 0.304 0.411 0.023 1.420 0.376 0.440 0.025 1.580 0.593 0.471 0.026 1.740 0.581 0.506 0.028 1.680 0.681 0.532 0.029 1.620 0.661 0.514 0.028 1.420 0.744 0.538 0.031 1.330 0.762 0.542 0.034 1.230 0.757 0.554 0.034 1.200 0.525 0.406 0.032 1.200 0.564 0.424 0.036
12500 Konsentrasi (OD = nm ) sel Pigmen 540 232 258 463 0.030 0.160 0.378 0.198 0.010 0.480 0.439 0.230 0.022 0.760 0.481 0.322 0.029 0.800 0.489 0.346 0.033 0.920 0.571 0.434 0.036 1.000 0.551 0.407 0.034 1.080 0.514 0.384 0.028 1.200 0.529 0.392 0.035 1.290 0.575 0.385 0.031 1.200 0.592 0.376 0.056 1.170 0.605 0.380 0.041 1.170 0.554 0.363 0.045 1.200 0.624 0.396 0.040 1.180 0.618 0.386 0.039
sel 540 0.030 0.160 0.480 0.760 0.800 0.940 1.000 1.080 1.200 1.200 1.110 1.080 0.960 0.940 0.900
-12500 Konsentrasi (OD = nm ) Pigmen 232 258 0.322 0.354 0.396 0.497 0.501 0.497 0.504 0.558 0.591 0.528 0.539 0.541 0.540 0.539
0.201 0.233 0.263 0.353 0.389 0.387 0.357 0.381 0.407 0.364 0.369 0.368 0.369 0.368
463 0.008 0.014 0.018 0.021 0.017 0.013 0.013 0.015 0.020 0.019 0.021 0.025 0.026 0.024
Perlakuan Salinitas (permil) 0 Konsentrasi (OD = nm ) 0 3 6 9 12 15 18 24 30 48 72 96 120 144 168
sel 540
232
Pigmen 258
0.020 0.024 0.068 0.305 0.660 0.680 0.710 0.850 0.990 1.080 0.740 0.540 0.540 0.480 0.430
0.012 0.011 0.027 0.012 0.037 0.077 0.089 0.123 0.201 0.147 0.129 0.134 0.127 0.114 0.104
0.016 0.015 0.017 0.018 0.056 0.084 0.094 0.141 0.209 0.151 0.13 0.141 0.131 0.118 0.111
368 0.390 0.375 0.403 0.445 0.580 0.900 1.198 1.485 1.669 2.286 2.326 2.550 2.550 2.550 2.550
10 Konsentrasi (OD = nm ) sel 540
232
Pigmen 258
0.020 0.030 0.112 0.480 0.820 0.830 0.960 1.060 1.215 1.335 0.940 0.870 0.720 0.510 0.430
0.011 0.014 0.060 0.034 0.048 0.063 0.079 0.108 0.161 0.152 0.170 0.134 0.132 0.114 0.107
0.015 0.020 0.036 0.039 0.053 0.067 0.083 0.126 0.163 0.154 0.175 0.138 0.137 0.117 0.112
20 Konsentrasi (OD = nm )
30 Konsentrasi (OD = nm )
40 Konsentrasi (OD = nm )
368
sel 540
232
Pigmen 258
368
sel 540
Pigmen 232 258
368
sel 540
232
0.392 0.388 0.464 0.529 0.852 1.200 1.498 2.142 2.842 3.333 3.588 3.540 3.570 3.630 3.600
0.020 0.030 0.111 0.455 0.800 0.860 1.000 1.290 1.350 1.500 1.170 1.110 0.840 0.600 0.530
0.012 0.013 0.057 0.036 0.046 0.068 0.078 0.090 0.121 0.122 0.123 0.119 0.119 0.107 0.108
0.015 0.018 0.033 0.046 0.05 0.072 0.084 0.108 0.124 0.126 0.125 0.123 0.123 0.111 0.112
0.391 0.391 0.470 0.538 0.860 1.360 1.842 2.304 2.604 2.742 3.570 3.600 3.630 3.600 3.750
0.020 0.025 0.050 0.180 0.600 0.760 0.920 1.280 1.280 1.260 1.200 1.050 0.930 0.720 0.628
0.011 0.012 0.027 0.013 0.065 0.059 0.054 0.069 0.097 0.031 0.112 0.123 0.109 0.104 0.106
0.376 0.370 0.380 0.432 0.680 0.845 0.921 0.930 0.967 1.830 3.150 3.300 3.600 3.560 3.600
0.020 0.022 0.040 0.080 0.235 0.530 0.780 1.000 0.980 0.900 0.860 0.820 0.660 0.380 0.330
0.011 0.011 0.011 0.011 0.011 0.017 0.039 0.048 0.038 0.031 0.034 0.032 0.029 0.026 0.029
0.015 0.016 0.037 0.018 0.071 0.066 0.063 0.084 0.098 0.035 0.116 0.129 0.113 0.107 0.11
Pigmen 258 0.015 0.015 0.015 0.015 0.015 0.02 0.048 0.051 0.042 0.035 0.037 0.035 0.032 0.03 0.034
368 0.363 0.370 0.360 0.369 0.410 0.492 0.600 0.762 0.796 0.868 1.110 1.110 1.080 1.110 1.140
68
Lampiran 3 Contoh perhitungan laju pertumbuhan spesifik
Konsentrasi sel pada media dengan sumber nitrogen yang berbeda pada OD 540 nm (ln) Jam 0 3 6 9 12 15 18 24 30 48 72 96 120 144 168 192
Pepton Ln OD 540 nm -4.6052 -4.6052 -2.9957 -2.4079 -1.7720 -1.4697 -1.5141 -1.4697 -1.3471 -1.2730 -1.1087 -1.0788 -1.0788 -1.1394 -1.1087 -0.9163
Ekstrak Khamir Ln OD 540 nm -2.9957 -2.1203 -1.3863 -0.8675 -0.5108 -0.1985 -0.1508 0.1133 0.2776 0.5188 0.5878 0.6931 0.6831 0.6729 0.6523 0.4447
NaNO 3 Ln OD 540 nm -4.6052 -4.6052 -4.6052 -4.6052 -5.5215 -5.5215 -6.2146 -6.2146 -6.2146 -6.2146 -6.2146 -4.6052 -4.6052 -4.6052 -4.4228 -4.6052
(NH4) 2 SO 4 Ln OD 540 nm -4.6052 -4.6052 -4.6052 -4.6052 -4.2687 -4.2687 -3.9120 -3.9120 -3.9120 -3.5066 -3.4420 -3.2702 -3.5066 -3.2189 -3.4420 -3.5066
Kultivasi bakteri Mesophilobacter sp. dalam medium pertumbuhan dengan sumber nitrogen ekstrak khamir menunjukkan bahwa fase pertumbuhan eksponensial dimulai pada jam ke-0 sampai jam ke-9. Selama fase pertumbuhan eksponensial tersebut diperoleh data logaritmik normal seperti yang disajikan pada tabel di atas (daerah yang diarsir). Plot data tersebut dalam kurva pertumbuhan dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Laju Pertumbuhan Spesifik Bakteri pada Medium Ekstrak Khamir 0
Konsentrasi Sel (ln OD 540 nm)
-0,5
0
3
6
9
12
-1 -1,5 -2 -2,5
y = 0,24x - 2,91 R² = 0,99
-3 -3,5
Waktu Kultivasi (jam)
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode regresi linier diperoleh persamaan garis yaitu: Y = 0,24 X – 2,91. Dari persamaan yang terdapat pada halaman 15, yaitu µ = (ln Xt – ln Xo) / t dapat diketahui bahwa nilai laju pertumbuhan spesifik Mesophilobacter sp. pada medium ekstrak khamir merupakan kemiringan garis dari persamaan garis kurva pertumbuhan selama fase eksponensial, yaitu 0,24 per jam.
69
70
69
Lampiran 4 Perhitungan analisis statistika dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap I. Pengaruh faktor fisika terhadap pertumbuhan (konsentrasi) sel dan pembentukan pigmen (1). Suhu Konsentrasi sel pada fase stasioner 25oC, pH 7 1,86 1,86 1,77 1,56 1,56 1,02 9,63 1,61 15,96 0,32
Waktu Kultivasi (jam) 48 72 96 120 144 168 Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( ) ΣX2 SD FK =
30oC, pH 7 1,48 1,48 1,40 1,36 1,30 1,20 8,22 1,37 11,32 0,11
35oC, pH 7 1,50 1,75 1,75 1,65 1,35 1,30 9,3 1,55 14,61 0,20
Total
27,15 41,89
= 40,95
JKP =
- FK = 0,18
JKT = ΣX2 - FK = 0,94 JKG = JKT - JKP = 0,76 Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 15 17
Jumlah Kuadrat 0,18 0,76 0,94
Kuadrat Tengah 0,09 0,05
F hitung 1,8
F tabel 0.05 (2,15) 3,68
F hit. < F tabel : Perlakuan suhu (25 oC, 30 oC dan 35 oC) mempunyai pengaruh yang sama terhadap pertumbuhan sel bakteri (tidak berbeda nyata pada α = 0.05) Konsentrasi pigmen pada fase stasioner Jam 25 oC, pH 7
30 oC, pH 7
35 oC, pH 7
OD 463 nm
OD 463 nm
OD 463 nm
0,094 0,113 0,13 0,131 0,123 0,59 0,12 0,07 0,56
0,122 0,127 0,124 0,125 0,12 0,62 0,12 0,08 0,06
0,08 0,078 0,075 0,08 0,078 0,39 0,08 0,03 0,12
72 96 120 144 168 Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( ) ΣX2 SD
FK =
Total
1,60 0,18
= 0.17
JKP =
- FK = 0,006
JKT = ΣX - FK = 0,007 JKG = JKT - JKP = 0,0009 2
Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 12 14
Jumlah Kuadrat 0,006 0,0009 0,007
Kuadrat Tengah 0,003 0,000082
F hitung 37,47
F tabel0.05(2,12) 3,89
70
Lampiran 4 (Lanjutan) F hitung > F tabel : Perlakuan suhu (25oC, 30oC dan 35oC) mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap pembentukan pigmen (berbeda nyata). Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (Uji BNT) BNT =
= 0,013
o 35 C
o 25 C
0,08
o 30 C
0,12
o 35 C o 35 C o 25 C -
o 25 C o 30 C o 30 C
0,12
= 0,04 > BNT = 0,05 > BNT = 0,005 < BNT
Konsentrasi pigmen pada suhu 30oC lebih tinggi dibanding suhu 35oC, suhu 25oC menghasilkan pigmen yang lebih tinggi dibanding suhu 35oC, tetapi konsentrasi pigmen antara suhu 30oC dengan 25oC tidak berbeda nyata.
(2). pH Konsentrasi sel pada fase stasioner 30oC, pH 5 1,5 3,0 2,55 2,58 2,25 11,88 2,38 29,47 0,56
Waktu Kultivasi (jam) 72 96 120 144 168 Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( ) ΣX2 SD FK =
30oC, pH 7 1,17 1,14 1,05 1,08 1,20 5,64 1,13 6,38 0,06
30oC, pH 9 1,62 1,56 1,44 1,47 1,30 7,39 1,48 10,98 0,12
Total
24,91 46,83
= 41,37
JKP =
- FK = 4,14
JKT = ΣX2 - FK = 5,46 JKG = JKT - JKP = 1,32 Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 2 12 14
Jumlah Kuadrat 4,14 1,32 5,46
Kuadrat Tengah 2,07 0,11
F hitung 18,84
F tabel0.05(2,12) 3,89
F hitung > F tabel : Perlakuan pH (5, 7, 9) pada suhu 30oC mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan sel (berbeda nyata pada α = 0,05). Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji BNT BNT =
= 0,46
(30,7)(1)
(30,9)(2)
1,13 (3) -
1,48
(3)
(1)
(2)
(1) (2)
= 1,25 = 0,35 = 0,90
(30,5)(3)
2,38
> BNT < BNT > BNT
Konsentrasi sel pada pH 5 lebih tinggi dibanding pH 7 dan 9, sedangkan pertumbuhan pada pH 7 dan 9 tidak berbeda nyata.
71
Lampiran 4 (Lanjutan) Konsentrasi pigmen pada fase stasioner 30oC, pH 7 0,098 0,106 0,108 0,104 0,100 0,103 0,62 0,10 0,06 0,004
Waktu Kultivasi (jam) 48 72 96 120 144 168 Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( ) ΣX2 SD FK =
30oC, pH 9 0,130 0,129 0,130 0,138 0,142 0,139 0,81 0,14 0,11 0.006
Total
1,43 0,17
= 0,17 - FK = 2,67 x 10-3
JKP =
JKT = ΣX - FK = 3 X 10-3 JKG = JKT - JKP = 3,3 X 10-4 2
Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 1 10 11
Jumlah Kuadrat 2,67 x 10-3 3,3 x 10-4 3 x 10-3
Kuadrat Tengah 2,67 x 10-3 3,3 x 10-5
F hitung 80,91
F tabel0.05(1,10) 4,96
F hit. > F tabel : Perlakuan pH (7 dan 9) mempunyai pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan pigmen. Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (Uji BNT). = 7,39 x 10-3
BNT = pH9
pH7
0,14 pH9 -
0,10 pH7
= 0,04
> BNT
Perlakuan pH 9 menghasilkan pigmen dengan konsentrasi yang lebih tinggi daripada pH 7.
(3). Cahaya Tabel Konsentrasi sel pada fase stasioner Jam 48 72 96 120 144 168 Total Konsentrasi (∑X) Rataan Konsentrasi ( ) ∑X2 FK =
4700 Wm-2 + 1,47 1,40 1,38 1,36 1,32 1,32 8,25 1,38 11,36
= 50,13
JKP = JKT = ΣX2 - FK = 1,17 JKG = JKT - JKP = 0,35
- FK = 0,82
1,62 1,42 1,33 1,33 1,20 1,20 8,00 1,33 10,80
12500 Wm-2 + 1,29 1,20 1,20 1,11 1,17 1,08 1,17 0,96 1,20 0,94 1,18 0,90 7,21 6,19 1,20 1,03 8,67 6,45
Kondisi lab. (30oC) 1,74 1,62 1,56 1,44 1,47 1,30 9,13 1,52 14,01
Total
38,78
72
Lampiran 4 (Lanjutan) Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 4 25 29
Jumlah Kuadrat 0,82 0,35 1,17
Kuadrat Tengah 0,21 0,01
F hitung 14,71
F tabel0.05(4,25) 2,76
F hitung > F tabel : Pemberian cahaya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan sel. Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (Uji BNT) BNT =
= 0,14 o 30 C
0,49* 0,32* 0,19* 0,15*
-12500 +12500 -4700 +4700
+4700
-4700
0,34* 0,17* 0,04
0,30* 0,13
+12500
-12500
0,17*
Hasil pengujian BNT menunjukkan bahwa : Medium pertumbuhan yang dikultivasi pada suhu 30oC adalah yang terbaik dalam pertumbuhan sel.
Konsentrasi pigmen pada fase stasioner Jam
+ 0,045 0,048 0,052 0,059 0,067 0,065 0,34 0,06 0,02
48 72 96 120 144 168 Total Konsentrasi (∑X) Rataan Konsentrasi ( ) ∑X2 FK =
4700 Wm-2 0,028 0,031 0,034 0,034 0,032 0,036 0,20 0,03 0,006
12500 Wm-2 + 0,031 0,020 0,056 0,019 0,041 0,021 0,045 0,025 0,040 0,026 0,039 0,024 0,25 0,14 0,04 0,02 0,01 0,003
Kondisi lab. (30oC) 0,130 0,129 0,130 0,138 0,142 0,139 0,81 0,14 0,11
Total
1,73
= 0,10
JKP =
- FK = 0.05
JKT = ΣX2 - FK = 0,05 JKG = JKT - JKP = 0,0004 Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
dB 4 25 29
Jumlah Kuadrat 0,05 0,0004 0,05
Kuadrat Tengah 0,012 1,6 X 10-5
F hitung 750
F tabel0.05(4,25) 2,76
F hit. > F tabel : Pemberian cahaya berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan pigmen. Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (Uji BNT). BNT =
= 4,76 x 10-3 o 30 C
-12500 -4700 +12500 +4700
0,112* 0,102* 0,093* 0,079*
+4700
0,033* 0,023* 0,014*
+12500
-4700
0,019* 0,009*
0,01*
Hasil pengujian BNT menunjukkan bahwa antara semua perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda, tetapi kondisi dengan suhu 30oC memberikan hasil yang lebih baik dibanding perlakuan yang lain.
73
Lampiran 4 (Lanjutan) (4). Salinitas Konsentrasi sel pada fase stasioner Waktu Kultivasi (jam) 48 72 96 120 144 168 Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( ) ΣX2 SD FK =
0 permil 1,08 0,74 0,54 0,54 0,48 0,43 3,81 0,64 2,71 0,24
10 permil 1,34 0,94 0,87 0,72 0,51 0,43 4,81 0,80 4,40 0,33
20 permil 1,5 1,17 1,11 0,84 0,60 0,53 5,75 0,96 6,20 0,37
30 permil 1,26 1,20 1,05 0,93 0,72 0,63 5,79 0,97 5,91 0,26
40 permil 0,90 0,86 0,82 0,66 0,40 0,33 3,97 0,66 2,93 0,25
Total
24,13
= 19,41
JKP =
- FK = 0,59
JKT = ΣX2 - FK = 2,74 JKG = JKT - JKP = 2,15 Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 4 25 29
Jumlah Kuadrat 0,59 2,15 2,74
Kuadrat Tengah 0,15 0,86
F hitung 1,72
F tabel0.05(4,25) 2,76
F hitung < F tabel : Perlakuan salinitas (0, 10, 20, 30, 40 permil) mempunyai pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) terhadap pertumbuhan sel. Konsentrasi pigmen pada fase stasioner Waktu Kultivasi (jam)
0 permil
10 permil
20 permil
30 permil
40 permil
48 72 96 120 144 168
0,149 0,130 0,138 0,129 0,116 0,108
0,153 0,173 0,136 0,135 0,116 0,110
0,124 0,124 0,121 0,121 0,109 0,110
0,033 0,114 0,126 0,111 0,106 0,108
0,033 0,036 0,034 0,031 0,028 0,032
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( ) ΣX2
0,77 0,13 0,10
0,82 0,14 0,12
0,71 0,12 0,08
0,60 0,10 0,07
0,19 0,03 0,006
FK =
Total
3,09
= 0,32
JKP =
- FK = 0,04
JKT = ΣX2 - FK = 0,05 JKG = JKT - JKP = 0,01 Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db 4 25 29
Jumlah Kuadrat 0,04 0,01 0,05
Kuadrat Tengah 0,01 0,0004
F hitung 27,6
F tabel0.05(4,25) 2,76
F hitung > F tabel : Perlakuan salinitas (0, 10, 20, 30, dan 40 permil) mempunyai pengaruh yang berbeda (berbeda nyata) terhadap pembentukan pigmen. Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (Uji BNT). BNT =
= 0,02
74
Lampiran 4 (Lanjutan) 10
0
0,11* 0,04* 0,019 0,009
40 30 20 0
0,10* 0,03* 0,01
20
30
0,09* 0,019
0,07*
Hasil pengujian BNT menunjukkan bahwa : Bakteri yang dikultivasi dalam medium dengan salinitas 10 permil memberikan hasil yang lebih baik dalam pembentukan pigmen (berbeda nyata) dibanding dengan salinitas 40 dan 30 permil, tetapi mempunyai pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) dengan salinitas 20 dan 0 permil.
2). Pengaruh faktor kimia terhadap pertumbuhan (konsentrasi) sel dan pembentukan pigmen (1). Sumber Karbon Konsentrasi sel pada fase stasioner (λ 540 nm) Jam
Media Kompleks
Glukosa
Asetat
Sitrat
Maltose
48 72 96 120 144 168
1,3 1,28 1,2 1,02 0,9 0,84
1,14 1,2 1,26 1,29 1,2 1,08
1,2 1,18 1,1 0,9 0,74 0,64
0,66 0,66 0,64 0,66 0,6 0,45
0,8 0,78 0,66 0,62 0,59 0,58
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( ) ΣX2
6,54 1,09 7,32
7,17 1,20 8,60
5,76 0,96 5,81
3,67 0,61 2,28
4,03 0,67 2,75
FK =
Total
27,17 26,76
= 24,61
JKP =
- FK = 1,57
JKT = (1,32 + 1,28 + … + 0,58) - FK = 2,16 JKG = JKT - JKP = 0,59 Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung
F tab.(0.05(4,25))
4 25 29
1.57 0,59 2,16
0,39 0,02
16,73
2,76
F hitung > F tab.(0.05 (4,25)) : tolak Ho Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan Uji Beda Nyata Terkecil (Uji BNT) BNT =
= 0,18
sitrat(1)
maltose(2)
0,61 (1) (1) (1) (1) (2)
-
0,67 = 0,06 0,348 > BNT (4) = 0,478 > BNT (5) = 0,583 > BNT (3) =0,288 > BNT
asetat(3)
med.kompleks (4)
0,96
(2)
(2)
(3) =
(2) (3) (3) (4)
-
1,09
glukosa(5)
1,20
= 0,418 > BNT = 0,523 > BNT (4) = 0,13 (5) = 0,235 > BNT (5) = 0,105 (4) (5)
Asetat, media kompleks dan glukosa berbeda nyata terhadap sitrat dan asetat (media dengan sumber karbon dari asetat, media kompleks dan glukosa memberikan hasil yang lebih baik dalam pertumbuhan daripada sitrat dan asetat).
75
Lampiran 4 (Lanjutan) Media dengan sumber karbon dari glukosa lebih baik pertumbuhan selnya daripada asetat. Media dengan sumber karbon dari asetat memberikan hasil pertumbuhan yang sama dengan media kompleks, demikian juga antara media kompleks dan glukosa. KESIMPULAN : Antara sumber karbon media kompleks dan glukosa, walaupun secara statistik memberikan hasil pertumbuhan yang sama, tetapi rata-rata pertumbuhan bakteri dalam media dengan glukosa lebih tinggi daripada media kompleks. Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 232 nm) Media Kompleks
Glukosa
Asetat
Sitrat
Maltose
OD 232 nm
OD 232 nm
OD 232 nm
OD 232 nm
OD 232 nm
72 96 120 144 168
20,6989 18,1686 18,6946 18,1482 16,2636
9,1311 14,6501 11,966 11,7672 11,7856
10,108 10,737 10,2528 10,4838 9,2868
5,4255 5,4082 5,437 5,5198 5,5258
12,6891 10,4178 11,0208 13,2822 13,2474
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( ) ΣX2 n
91,97 18,39 1701,89 5
59,3 11,86 718,55 5
50,87 10,17 518,73 5
27,32 5,46 149,25 5
60,66 12,13 742,91 5
Jam
Total
290,12 3831,34
FK = 3366,69 JKP = 431,06 JKT = Total X2 - FK = 464,65 JKG = JKT - JKP = 33,58 Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung
F tabel 0.05 (4, 20)
4 20 24
431,06 33,58 464,65
107,77 1,68
64,18
2,87
F hitung > F tabel : Penggunaan sumber karbon (media kompleks, glukosa, asetat, asam sitrat dan maltosa) memberikan hasil yang berbeda dalam pembentukan pigmen pada λ 232 nm. Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji BNT BNT =
= 1,71
sitrat(1)
asetat(2)
5,46 (5) (4) (3) (2) (5)
-
10,17 (1) (1) (1) (1) (2)
= 12,93 = 6,67 = 6,40 = 4,71 = 8,22
> BNT > BNT > BNT > BNT > BNT
glukose(3)
maltose(4)
11,86 (4) (3) (5) (4) (5)
-
12,13 (2) (2) (3) (3) (4)
= 1,96 = 1,69 = 6,53 = 0,27 = 6,26
media kompleks(5)
18,39
> BNT < BNT > BNT < BNT > BNT
Kesimpulan: Media kompleks merupakan media terbaik dalam pembentukan pigmen pada panjang gelombang 232 nm.
76
Lampiran 4 (Lanjutan) Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 258 nm) Media Kompleks
Glukosa
Asetat
Sitrat
Maltose
OD 258 nm
OD 258 nm
OD 258 nm
OD 258 nm
OD 258 nm
96 120 144 168
14,1678 14,605 14,2578 15,0618
13,28099 12,6004 12,6908 12,7492
11,0515 10,446 10,7226 9,5364
5,8244 5,8276 5,9356 5,9178
15,5726 16,1024 16,4526 15,3222
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( ) ΣX2 n
58,09 14,52 844,18 4
51,32 12,83 658,75 4
41,76 10,44 437,17 4
23,51 5,88 138,14 4
63,45 15,86 1007,25 4
Jam
Total
238,13 3085,49
FK = 2268,15 JKP = 814,50 JKT = 817,34 JKG = 2,84 Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung
F tabel0.05(4, 11)
Perlakuan Galat
4 11
814,50 2,84
203,62 0,26
789,27
3,36
Total
15
817,34
F hitung > F tabel : Penggunaan sumber karbon (media kompleks, glukosa, asetat, asam sitrat dan maltosa) memberikan hasil yang berbeda dalam pembentukan pigmen pada λ258 nm. Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji BNT BNT =
= 0,79
sitrat(1)
asetat(2)
5,88 X (5) X (4) X (3) X (2) X (5)
- X (1) - X (1) - X (1) - X (1) - X (2)
glukose(3)
10,44 = 9,99 = 8,65 = 6,95 = 4,56 = 5,42
12,83
> BNT > BNT > BNT > BNT > BNT
X (4) X (3) X (5) X (4) X (5)
media kompleks(4)
maltose(5)
14,52
- X (2) = 4,08 - X (2) = 2,39 - X (3) = 3,03 - X (3) = 1,69 - X (4) = 1,34
15,86 > BNT > BNT > BNT > BNT > BNT
Kesimpulan : Pada λ 258 nm, pembentukan pigmen terbaik adalah sumber karbon maltosa. Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 312 nm) Media Kompleks
Glukosa
Asetat
Sitrat
Maltose
OD 312 nm
OD 312 nm
OD 312 nm
OD 312 nm
OD 312 nm
120 144 168
6,22 6,29 6,33
11,36 11,53 11,89
6,68 6,65 5,68
1,84 2,10 2,03
6,93 7,34 6,44
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( ) ΣX2 n
18,84 6,28 118,36 3
34,78 11,60 403,34 3
19,00 6,33 120,99 3
5,97 1,99 11,92 3
20,71 6,90 143,39 3
Jam
FK = 657,44 JKP = 139,32
Total
99,31 798,01
77
Lampiran 4 (Lanjutan) JKT = Total X2 - FK = 140,57 JKG = JKT - JKP = 1,25 Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan Galat
4 10
139,32 1,25
34,83 0,12
Total
14
140,57
F
hitung
F tabel 0.05 (4, 10)
279,27
3,48
F hitung > F tabel : Penggunaan sumber karbon (kompleks, glukosa, asetat, asam sitrat dan maltosa) memberikan hasil yang berbeda dalam pembentukan pigmen pada λ 312 nm. Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji BNT BNT =
= 0,64
sitrat(1)
med.kompleks(2)
1,99 (5) (4) (3) (2) (5)
-
asetat(3)
6,28 (1) (1) (1) (1) (2)
= 9,60 = 4,91 = 4,34 = 4,29 = 5,31
maltose(4)
glukosa(5)
6,90
11,59
6,33
> BNT > BNT > BNT > BNT > BNT
(4) (3) (5) (4) (5)
-
(2) (2) (3) (3) (4)
= 0,62 = 0,05 = 5,26 = 0,57 = 4,69
< BNT < BNT > BNT < BNT > BNT
Pada pembentukan pigmen dengan λ 312 nm, penggunaan sumber karbon dari glukosa memberikan hasil yang paling baik dibanding dengan maltosa, asetat, media kompleks dan sitrat. Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 368 nm) Media Kompleks
Glukosa
Asetat
Sitrat
Maltose
OD 312 nm
OD 312 nm
OD 312 nm
OD 312 nm
OD 312 nm
120 144 168
2,5583 2,6438 3,09
6,7632 7,2548 7,6356
2,0813 2,1388 1,8612
0,8524 0,887 0,8437
2,6522 3,0350 2,8089
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( ) ΣX2 n
8,29 2,76 23,08 3
21,65 7,22 156,68 3
6,08 2,03 12,37 3
2,58 0,86 2,23 3
8,50 2,83 24,14 3
Jam
Total
47,11 218,49
FK = 147,93 JKP = 69,89 JKT = Total X2 - FK = 70,56 JKG = JKT - JKP = 0,66 Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung
F tabel 0.05 (4,10)
4 10 14
69,89 0,66 70,56
17,47 0,07
263,28
3,48
F hitung > F tabel : Penggunaan sumber karbon (media kompleks, glukose, asetat, asam sitrat dan maltose) memberikan hasil yang berbeda dalam pembentukan pigmen pada λ368 nm. Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji BNT BNT =
= 0,47
78
Lampiran 4 (Lanjutan) sitrat(1)
asetat(2)
0.86 -
(5) (4) (3) (2) (5)
media kompleks(3)
2.03 (1) (1) (1) (1) (2)
= 6,36 = 1,97 = 1,90 = 1,17 = 5,19
2.76
> BNT > BNT > BNT > BNT > BNT
(4) (3) (5) (4) (5)
-
(2) (2) (3) (3) (4)
maltose(4)
glukosa(5)
2.83
7.22
= 0,80 = 0,74 = 4,45 = 0,07 = 4,39
> BNT > BNT > BNT < BNT > BNT
Dalam pembentukan pigmen dengan λ 368nm, glukosa merupakan sumber karbon yang paling baik dibanding sumber karbon maltose, media kompleks asetat dan sitrat. Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 656 nm) Media Kompleks
Glukosa
Asetat
Sitrat
Maltose
OD 658 nm
OD 658 nm
OD 658 nm
OD 658 nm
OD 658 nm
120 144 168
1,1073 1,0865 1,1237
1,5276 1,4354 1,5228
1,0011 0,9920 0,9034
0,2294 0,2496 0,2386
0,7787 0,8543 0,7049
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( ) ΣX2 n
3,32 1,11 3,67 3
4,49 1,50 6,71 3
2,90 0,97 2,80 3
0,72 0,24 0,17 3
2,34 0,78 1,83 3
Jam
Total
13,76 15,19
FK = 12,61 JKP = 2,55 JKT = Total X2 - FK = 2,51 JKG = JKT - JKP = 0,02 Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman Perlakuan Galat Total
db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
4 10 14
2,55 0,02 2,58
0,64 0,002
F
hitung
274,24
F tabel 0.05 (4,10) 3,48
F hitung > F tabel : Penggunaan sumber karbon (media kompleks, glukose, asetat, asam sitrat dan maltose) memberikan hasil yang berbeda dalam pembentukan pigmen pada λ656 nm. Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji BNT BNT =
= 0,09 sitrat(1)
0,24 (5) (4) (3) (2) (5)
-
(1) (1) (1) (1) (2)
= 1,26 = 0,87 = 0,73 = 0,54 = 0,72
> BNT > BNT > BNT > BNT > BNT
maltose(2)
asetat(3)
0,78
0,97 (4) (3) (5) (4) (5)
-
media kompleks (4)
1,11 (2) (2) (3) (3) (4)
= 0,33 = 0,19 = 0,53 = 0,14 = 0,39
glukosa(5)
1,50
> BNT > BNT > BNT > BNT > BNT
Dalam pembentukan pigmen dengan λ 656 nm sumber karbon dari glukose memberikan hasil yang terbaik dibanding sumber karbon yang lain.
79
Lampiran 4 (Lanjutan) (2). Sumber Nitrogen
Konsentrasi sel pada fase stasioner (OD 540 nm) Pepton
Ekstrak Khamir
NaNO 3
(NH 4 ) 2 SO 4
OD 540 nm
OD 540 nm
OD 540 nm
OD 540 nm
48 72 96 120 144 168
0,28 0,33 0,34 0,34 0,32 0,33
1,68 1,8 2 1,98 1,96 1,92
0,002 0,002 0,01 0,01 0,01 0,012
0,03 0,032 0,038 0,03 0,04 0,032
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( ) ΣX2 n
1,94 0,32 0,63 6
11,34 1,89 21,51 6
0,05 0,008 0,0005 6
0,20 0,03 0,007 6
Jam
Total
13,53 22,15
FK = 7,63 JKP = 14,44 JKT = Total X2 - FK = 14,52 JKG = JKT - JKP = 0,08 Tabel Analisis Ragam db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan Galat
Sumber Keragaman
3 20
14,44 0,08
4,81 0,004
Total
23
14,52
F
hitung
1189,74
F tabel0.05(3,20) 3,1
F hitung > F tabel : Penggunaan sumber nitrogen (pepton, ekstrak khamir, NaNO 3 dan (NH 4 ) 2 SO 4 ) memberikan hasil yang berbeda nyata dalam pertumbuhan sel pada λ 540 nm. Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji BNT BNT =
= 0,08 X NaNO3(1)
X (NH4)2SO4(2)
X pepton(3)
X eks.khamir(4)
0,008
0,03
0,32
1,89
X (4) - X (1) = 1,88 > BNT X (3) - X (1) = 0,32 > BNT X (2) - X (1) = 0,03 < BNT
X (4) - X (2) = 1,86 > BNT X (3) - X (2) = 0,29 > BNT X (4) - X (3) = 1,57 > BNT
Dalam penggunaan nitrogen dalam pertumbuhan bakteri terlihat bahwa ekstrak khamir memberikan hasil yang terbaik dalam pertumbuhan bakteri dibanding pepton, NaNO 3 dan (NH 4 ) 2 SO 4. Antara NaNO 3 dan (NH 4 ) 2 SO 4 memberikan hasil yang tidak berbeda nyata.
80
Lampiran 4 (Lanjutan) Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 232 nm) Pepton
Ekstrak Khamir
OD 232 nm
OD 232 nm
72 96 120 144 168
3,04 3,04 3,04 3,05 3,12
12,12 12,52 12,6 12,68 12,52
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( ) ΣX2 n
15,29 3,06 46,77 5
62,44 12,49 779,94 5
Jam
Total
77,73 826,70
FK = 604,20 JKP =222,31 JKT = Total X2 - FK =222,50 JKG = JKT - JKP =0,19 Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan Galat
1 8
222,31 0,19
222,31 0,02
Total
9
222,50
F
hitung
F tabel0.05(1,8)
9274,60
5,32
F hitung > F tabel : Perlakuan sumber N ekstrak khamir memberikan hasil yang lebih baik dibanding pepton (berbeda nyata) terhadap pembentukan pigmen pada λ 232 nm. Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 258 nm) Jam 72 96 120 144 168 Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( ) ΣX2 n FK = 642,24 JKP = 235,23 JKT = Total X2 - FK = 235,39 JKG = JKT - JKP = 0,17
Pepton
Ekstrak Khamir
OD 258 nm
OD 258 nm
3,14 3,16 3,16 3,17 3,19 15,82 3,16 50,06 5
12,64 13 12,64 13 13,04 64,32 12,86 827,58 5
Total
80,14 877,64
81
Lampiran 4 (Lanjutan) Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan Galat
1 8
235,23 0,17
235,23 0.02
Total
9
235,39
F
hitung
F tabel0.05(1,8)
11092,90
5,32
F hitung > F tabel : Perlakuan sumber N ekstrak khamir memberikan hasil yang lebih baik dibanding pepton berbeda nyata) terhadap pembentukan pigmen pada λ 258 nm. Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 312 nm) Pepton
Ekstrak Khamir
OD 312 nm
OD 312 nm
72 96 120 144 168
1,34 1,32 1,34 1,35 1,53
10,56 10,6 11 11,4 11,88
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( ) ΣX2 n
6,88 1,38 9,50 5
55,44 11,09 615,97 5
Jam
Total
62,32 625,47
FK = 388,38 JKP = 235,81 JKT = Total X2 - FK = 237,09 JKG = JKT - JKP = 1,28 Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
Perlakuan Galat
1 8
235,81 1,28
235,81 0,16
Total
9
237,09
F
hitung
F tabel0.05(1,8)
1474,49
5,32
F hitung > F tabel : Perlakuan sumber N ekstrak khamir memberikan hasil yang lebih baik dibanding pepton (berbeda nyata) terhadap pembentukan pigmen pada λ 312 nm.
Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 368 nm) Pepton
Ekstrak Khamir
OD 368 nm
OD 368 nm
72 96 120 144 168
1,16 1,17 1,2 1,22 1,45
10,24 11,88 12,22 12,28 12,76
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( ) ΣX2 n
6,2 1,24 7,75 5
59,38 11,88 708,94 5
Jam
Total
65,58 716,68
82
Lampiran 4 (Lanjutan) FK =430,07 JKP =282,81 JKT = Total X2 - FK =286,61 JKG = JKT - JKP =3,80 Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung
F tabel0.05(1,8)
Perlakuan Galat
1 8
282,81 3,80
282,81 0,47
595,88
5,32
Total
9
286,61
F hitung > F tabel : Perlakuan sumber N ekstrak khamir memberikan hasil yang lebih baik dibanding pepton (berbeda nyata) terhadap pembentukan pigmen pada λ 368 nm. Konsentrasi pigmen pada fase stasioner (λ 656 nm) Pepton
Ekstrak Khamir
OD 656 nm
OD 656 nm
96 120 144 168
0,14 0,14 0,14 0,15
1,24 1,27 1,32 1,32
Total konsentrasi (ΣX) Rataan konsentrasi ( ) ΣX2 n
0,57 0,14 0,08 4
5,15 1,29 6,64 4
Jam
Total
5,72 6,72
FK = 4,09 JKP = 2,62 JKT = Total X2 - FK = 2,63 JKG = JKT - JKP = 0,005 Tabel Analisis Ragam Sumber Keragaman
db
Jumlah Kuadrat
Kuadrat Tengah
F hitung
F tabel0.05(1,6)
Perlakuan Galat
1 6
2,62 0,005
2,62 0,0008
3312,06
5,99
Total
7
2,63
F hitung > F tabel : Perlakuan sumber N ekstrak khamir memberikan hasil yang lebih baik dibanding pepton (berbeda nyata) terhadap pembentukan pigmen pada λ 656 nm.
83
Lampiran 5 Konsentrasi sel dan pigmen pada perlakuan sumber karbon Jam
0 3 6 9 12 15 18 24 30 48 72 96 120 144 168 Jam 12 15 18 24 30 48 72 96 120 144 168 Jam 12 15 18 24 30 48 72 96 120 144 168
Perlakuan sumber Karbon Konsentrasi sel (OD 540 nm) Konsentrasi pigmen (OD= 232nm) Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltosa Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltosa 0.030 0.075 0.020 0.020 0.100 0.030 0.075 0.020 0.020 0.100 0.035 0.080 0.020 0.020 0.100 0.090 0.100 0.046 0.020 0.100 0.280 0.280 0.200 0.020 0.100 2.999 3.056 2.835 2.171 3.066 0.640 0.450 0.470 0.020 0.410 3.823 3.047 2.843 2.200 3.080 0.820 0.680 0.600 0.040 0.610 5.706 3.024 2.866 2.281 3.093 1.120 0.800 0.820 0.100 0.800 5.600 3.054 2.877 2.844 3.234 1.240 1.100 1.000 0.200 0.820 5.900 3.130 5.898 3.659 6.983 1.300 1.140 1.200 0.660 0.800 13.216 3.182 9.626 5.454 10.975 1.280 1.200 1.180 0.660 0.780 20.699 9.131 10.108 5.426 12.689 1.200 1.260 1.100 0.640 0.660 18.169 14.650 10.737 5.408 10.418 1.020 1.290 0.900 0.660 0.620 18.695 11.966 10.253 5.437 11.021 0.900 1.200 0.740 0.600 0.590 18.148 11.767 10.484 5.520 13.282 0.840 1.080 0.640 0.450 0.580 16.264 11.786 9.287 5.526 13.247 Konsentrasi pigmen (OD= 258nm) Konsentrasi pigmen (OD= 312nm) Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltosa Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltosa 3.200 3.272 3.077 2.938 3.255 2.127 2.509 1.354 0.800 2.966 3.398 3.247 3.087 3.010 3.277 2.159 2.527 1.388 0.845 3.025 5.021 3.231 3.105 3.044 3.318 2.162 2.555 1.590 1.011 3.108 6.039 3.228 3.179 3.101 3.755 2.434 2.797 1.758 1.218 3.221 8.668 3.326 5.517 4.066 8.039 3.662 2.668 2.673 1.483 4.422 13.121 3.383 10.236 5.815 15.959 6.051 2.601 4.215 1.903 6.315 15.199 8.826 9.418 5.820 16.604 5.981 6.721 5.422 1.859 6.785 14.168 13.281 11.052 5.824 15.573 6.388 8.220 6.807 1.864 6.534 14.605 12.600 10.446 5.828 16.102 6.218 11.356 6.677 1.843 6.931 14.258 12.691 10.723 5.936 16.453 6.295 11.528 6.646 2.100 7.342 15.062 12.749 9.536 5.918 15.322 6.330 11.894 5.678 2.029 6.439 Konsentrasi pigmen (OD= 368nm) Konsentrasi pigmen (OD= 656nm) Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltosa Kompleks Glukosa Asetat Sitrat Maltosa 0.886 1.212 0.513 0.272 1.229 0.150 0.152 0.094 0.059 0.145 0.939 1.180 0.543 0.280 1.322 0.163 0.151 0.107 0.060 0.145 0.944 1.157 0.599 0.360 1.373 0.241 0.144 0.129 0.088 0.147 0.884 1.242 0.713 0.482 1.879 0.232 0.182 0.151 0.105 0.220 1.275 1.209 1.028 0.604 1.981 0.265 0.241 0.307 0.137 0.405 1.995 1.200 1.605 0.747 2.626 0.628 0.467 0.822 0.221 0.827 2.543 3.656 2.253 0.900 2.881 1.120 0.668 0.980 0.225 0.982 2.645 5.891 2.291 0.882 2.603 0.998 0.891 1.007 0.232 0.788 2.558 6.763 2.081 0.852 2.652 1.107 1.528 1.001 0.229 0.779 2.644 7.255 2.139 0.887 3.035 1.087 1.435 0.992 0.250 0.854 3.090 7.636 1.861 0.844 2.809 1.124 1.523 0.903 0.239 0.705
84
Lampiran 6 Konsentrasi sel dan pigmen pada perlakuan sumber nitrogen Jam
Perlakuan Sumber Nitrogen Konsentrasi sel (OD 540 nm) Pepton 0.010 0.010 0.050 0.090 0.170 0.230 0.220 0.230 0.260 0.280 0.330 0.340 0.340 0.320 0.330
0 3 6 9 12 15 18 24 30 48 72 96 120 144 168
Eks. khamir 0.050 0.120 0.250 0.420 0.600 0.820 0.860 1.120 1.320 1.680 1.800 2.000 1.980 1.960 1.920
NaNO 3 0.010 0.010 0.010 0.010 0.004 0.004 0.002 0.002 0.002 0.002 0.002 0.010 0.010 0.010 0.012
(NH4) 2 SO 4 0.010 0.010 0.010 0.010 0.014 0.014 0.020 0.020 0.020 0.030 0.032 0.038 0.030 0.040 0.032
Perlakuan Sumber Nitrogen
Jam
Konsentrasi pigmen OD 232 nm 12 15 18 24 30 48 72 96 120 144 168
Pepton
Ekstrak khamir
2.940 2.930 2.940 2.950 2.960 2.970 3.040 3.040 3.040 3.050 3.120
3.200 3.120 3.180 3.270 4.460 8.620 12.120 12.520 12.600 12.680 12.520
OD 258 nm Pepton
Ekstrak khamir
2.990 3.000 3.020 3.030 3.050 3.150 3.140 3.160 3.160 3.170 3.190
3.320 3.190 3.280 3.400 4.580 8.780 12.640 13.000 12.640 13.000 13.040
OD 312 nm Pepton
Ekstrak khamir
0.940 0.960 0.980 1.007 1.040 1.220 1.340 1.320 1.340 1.350 1.530
2.970 2.920 2.840 3.240 4.290 8.660 10.560 10.600 11.000 11.400 11.880
OD 368 nm
OD 656 nm
Pepton
Ekstrak khamir
Pepton
Ekstrak khamir
0.460 0.490 0.500 0.640 0.710 0.980 1.160 1.170 1.200 1.220 1.450
1.400 1.450 1.440 1.600 3.080 6.460 10.240 11.880 12.220 12.280 12.760
0.110 0.100 0.100 0.100 0.100 0.110 0.120 0.140 0.140 0.140 0.150
0.150 0.150 0.180 0.210 0.380 0.680 0.840 1.240 1.270 1.320 1.320
85
Lampiran 7 Peralatan-peralatan yang digunakan dalam penelitian
autoclave
inkubator
inkubator goyang
clean bench
sentrifus
spektrofotometer
86 Lampiran 8 Perubahan warna pada media pertumbuhan selama kultivasi
Perubahan warna medium pada perlakuan suhu dan pH Jam
25oC
30oC
35oC
0
Kuning jernih
3
Kuning jernih
6
Kuning jernih
Oranye
9
Kuning jernih
Oranye
12
Kuning jernih
Oranye
Oranye
Kuning jernih
Oranye
Oranye
15
Kuning jernih
Oranye
Oranye
Kuning jernih
Oranye
Oranye
18
Kuning jernih
Oranye
Oranye
Kuning jernih
Oranye
Oranye
24
Kuning jernih
Oranye
Oranye
Kuning jernih
Oranye
Oranye
30
Kuning jernih
Oranye
Oranye
Kuning jernih
Oranye
Oranye
48
Oranye kekuningan kental
Oranye
Oranye
Kuning jernih
Oranye
Oranye
72
Oranye kekuningan kental
Oranye
Oranye
Kuning keruh kental
Oranye
Oranye
96
pH 5
pH 7
pH 9
Kuning jernih Kuning jernih
Kuning jernih
Kuning jernih
Kuning jernih
Kuning jernih Kuning jernih
Kuning jernih
Kuning keruh
Kuning keruh
Kuning jernih
Kuning jernih
Oranye
Oranye
Kuning jernih
Kuning jernih
Oranye
Oranye
Oranye kekuningan kental
Oranye
Oranye
Kuning keruh kental
Oranye
Oranye
120 Oranye kekuningan kental
Oranye
Oranye
Kuning keruh kental
Oranye
Oranye
144 Oranye kekuningan kental
Oranye
Oranye
Kuning keruh kental
Oranye
Oranye
168 Oranye kekuningan kental
Oranye
Oranye
Kuning keruh kental
Oranye
Oranye
Perubahan warna medium pada perlakuan cahaya Jam 0 3 6 9 12 15 18 24 30 48 72 96 120 144 168
4700 Wm-2 Kuning jernih Kuning keruh Kuning keruh Oranye kekuningan Oranye kekuningan Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye
tanpa 4700 Wm-2 Kuning jernih Kuning keruh Kuning keruh Oranye kekuningan Oranye kekuningan Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye
12500 Wm-2 Kuning jernih Kuning keruh Kuning keruh Oranye kekuningan Oranye kekuningan Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye
tanpa 12500 Wm-2 Kuning jernih Kuning keruh Kuning keruh Oranye kekuningan Oranye kekuningan Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye Oranye
87 Lampiran 8 (Lanjutan) Perubahan warna medium pada perlakuan salinitas Jam 0 3 6 9 12 15 18 24 30 48 72 96 120 144 168
0 Permil Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Hijau muda jernih Hijau muda jernih Hijau muda jernih Hijau daun jernih Hijau daun ++ Hijau kecoklatan muda Hijau kemerahan Hijau kemerahan Merah maron kehijauan Merah maron
10 Permil Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Hijau muda jernih Hijau muda jernih Hijau muda jernih Hijau toska Hijau daun Hijau daun ++ Hijau kecoklatan muda Hijau kemerahan Merah maron kehijauan Merah maron kehijauan Merah maron
20 Permil Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Hijau muda jernih Hijau muda jernih Hijau muda jernih Hijau muda jernih Hijau daun Hijau daun ++ Hijau kemerahan Merah maron Merah maron Merah maron ++ Merah maron +++
30 Permil Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning kehijauan Kuning kehijauan Kuning kehijauan Hijau muda jernih Hijau daun ++ Hijau kemerahan Merah maron Merah maron ++ Merah maron ++ Merah maron ++
40 Permil Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih
Perubahan warna medium pada perlakuan sumber karbon Jam 0 3 6 9 12 15 18 24 30 48 72 96 120 144 168
Media Kompleks Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Hijau melon muda Hijau toska > Hijau toska >> Hijau toska >>> Hijau toska >>> Hijau kebiruan > Hijau kebiruan > Hijau kebiruan >>
Glukosa Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Hijau daun muda Hijau daun Hijau tua > Hijau tua >> Hijau tua >>> Hijau tua >>> Hijau tua >>>
Asetat Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Hijau melon muda Biru toska Biru toska > Biru toska >> Biru toska >>> Biru toska >>> Biru toska >>> Biru toska >>>
Asam Sitrat Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Hijau melon Hijau melon Hijau melon Hijau melon Hijau melon Hijau melon Hijau melon
Maltosa Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Kuning Hijau daun tua Hijau daun tua Hijau daun tua Hijau daun tua Hijau daun tua Hijau daun tua
Perubahan warna pada medium dengan sumber nitrogen yang berbeda Jam 0 3 6 9 12 15 18 24 30 48 72 96 120 148 168
Pepton Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Kuning muda Hijau melon Hijau melon >> Hijau melon >>> Kuning kehijauan Kuning kehijauan Hijau melon Hijau melon Hijau melon
Ekstrak Khamir Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Kuning jernih Hijau lumut Hijau lumut >> Hijau lumut >>> Hijau daun Hijau daun >> Hijau daun >>> Hijau daun >>> Hijau daun >>>
NaNO 3 Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening
(NH 4 ) 2 SO 4 Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening Bening
88 Lampiran 9 Perubahan pH medium selama kultivasi
Jam
Perlakuan Suhu (pH 7)
25oC 30oC 35oC 0 7 7 7 3 7 6.5 6.5 6 6.5 6.5 6 9 6.5 6.5 7 12 7 7.5 7 15 7 8 7.5 18 7.5 8 7.5 24 7.5 9 8 30 8 9 8 48 8 10 9 72 8 10 9 96 9 10 9 120 9 10 9.5 144 9 10 10 168 9 10 10
Perlakuan Cahaya Perlakuan Salinitas 4700 12500 (permil) Wm-2 Wm-2 pH 7 pH 9 + + 0 10 20 30 40 7 9 9 9 9 9 9 9 9 9 9 6.5 8 8.5 8.5 8.5 9 9 9 9 9 9 6.5 8 8.5 8 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 6.5 8 8.5 7.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 7.5 8 8 8 8.5 8 8.5 8.5 8.5 8.5 8.5 8 7.5 8 8 8.5 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8.5 8.5 8 8 8 8 8 9 9 8.5 8 8.5 8.5 8 8 8 8 8 9 9 9 8.5 9 8.5 8 8.5 8.5 8.5 8.5 10 9 9 9 9 8.5 9 9 9 9 9 10 10 9 9 9 8.5 9 9 9 9 9 10 10 9 9 9 9 10 9 10 10 9 10 10 9 9.5 9 9 10 10 10 10 10 10 10.5 9 9.5 9 9 10 10 10 10 10 10 10.5 9 9.5 9 9 10 10 10 10 10
Perlakuan pH (suhu 30oC) pH 5 5 5 5.25 5.25 5.25 5.25 5.25 5.25 5.25 5.25 7 7 8 8 9
Perlakuan Sumber Karbon Jam
Kompleks
Glukosa
9 9 9 9 8 8 7.5 8 8.5 8.5 9 9 9 9 9
9 9 9 9 8 7.5 7 7 7 7 7.5 7.5 7.5 8 8
Asetat Sitrat Maltosa
Perlakuan Sumber Nitrogen (NH 4 ) 2 SO Pepton Ekst. khamir NaNO 3 4
0 3 6 9 12 15 18 24 30 48 72 96 120 144 168
9 9 9 9 8 8 7.5 7.5 8.5 8.5 9 9 9.5 9.5 9.5
9 9 9 9 9 9 9 9 9 8 8.5 8.5 9 9 9
9 9 9 9 9 7 7 7 8 8 8 8.5 9 9 8.5
9 9 8.5 8.5 8 8 8 8 8 8 8 8.5 8.5 8.5 8.5
9 9 8.5 8.5 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8 8
9 9 9 9 9 9 7 7 7 7 8 8 7 7 7
9 9 9 9 9 9 9 9 9 8.5 8.5 8 8 8 8
89
Lampiran 10 Medium pertumbuhan yang mengandung glukosa yang telah berubah warna menjadi merah
a. Kondisi medium pertumbuhan sesaat setelah bakteri laut Mesophilobacter sp. diinokulasi
b. Medium pertumbuhan berubah menjadi keruh setelah tiga jam inkubasi
c. Perubahan warna pada medium setelah 24 jam inkubasi
d. Perubahan warna pada medium setelah 30 jam inkubasi
e. Perubahan warna pada medium setelah 168 jam inkubasi
f.
Perubahan warna pada medium setelah 9 hari inkubasi
68