4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN PIGMEN 4.1
Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen Hasil identifikasi dari sampel bakteri yang diuji
diduga kuat adalah
Mesophilobacter sp. (Lampiran 1). Hasil pengukuran konsentrasi sel bakteri dan pigmen dengan menggunakan media marine broth (ekstrak khamir, pepton, NaCl dan trace element) pada suhu 25oC, 30oC dan 35oC dengan pH 7 dapat dilihat pada Lampiran 2. Kurva pertumbuhan sel bakteri dan pigmen pada suhu 25oC, 30oC dan 35oC disajikan pada Gambar 3. Dari Gambar 3 dapat dilihat bahwa pertumbuhan sel bakteri pada percobaan ini mengalami beberapa fase seperti yang dinyatakan oleh Middlebeek et al. (1992a), yaitu fase adaptasi, fase logaritmik, fase stasioner dan akhirnya mengalami fase kematian.
Konsentrasi Sel (OD 540 nm) dan Konsentrasi Pigmen (OD 463 nm)
2,2 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
12
24
36
48
60
72
84
96
108
120
132
144
156
168
Waktu Kultivasi (jam) 25oC, pH 7s
30oC, pH 7s
35oC, pH 7s
25oC, pH 7p
30oC, pH 7p
35oC, pH 7p
Keterangan : s: sel bakteri p: pigmen
Gambar 3
Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada suhu kultivasi 25oC, 30oC, dan 35oC dengan pH 7.
36
37 Bakteri yang diikultivasi pada suhu 30oC dan 35oC segera menunjukkan peningkatan sel (pertumbuhan) pada masa inkubasi 3 jam, sedangkan bakteri yang dikultivasi pada suhu 25oC mengalami peningkatan sel setelah 9 jam inkubasi. Hal ini menunjukkan bahwa medium pertumbuhan pada pH 7 dengan suhu 30oC dan 35oC merupakan lingkungan yang sesuai bagi Mesophilobacter sp. untuk bertumbuh dan memperbanyak sel. Masa adaptasi yang panjang dapat merugikan suatu proses produksi, terutama produk yang merupakan hasil metabolit sekunder seperti pigmen. Pigmen merupakan hasil metabolit sekunder yang pada umumnya dihasilkan atau dibentuk setelah fase logaritmik berakhir (Sa’id, 1987). Namun ada juga beberapa dari metabolit sekunder yang dibentuk bersamaan dengan fase logaritmik. Variasi terbentuknya metabolit sekunder ini menurut Bu’Lock et al., 1975 in Vining, 1986 dipengaruhi juga oleh nutrien yang digunakan dalam medium pertumbuhan, terutama dalam kultur tertutup. Pigmen yang dihasilkan pada percobaan ini adalah pigmen warna orange yang mempunyai absorban maksimum pada λ 463 nm. Secara
deskriptif, berdasarkan hasil pengamatan kecepatan bakteri
memasuki setiap fase pertumbuhan terlihat bahwa 30oC merupakan suhu inkubasi yang paling baik dibanding dengan suhu 25oC dan 35oC. Pada suhu 30oC dan 35oC, sel bakteri segera tumbuh dan memperbanyak sel hingga memasuki fase stasioner masing-masing setelah 24 jam dan 48 jam. Pada suhu 25oC bakteri memerlukan masa adaptasi yang panjang sebelum tumbuh, yaitu 9 jam. Setelah itu baru memasuki fase logaritmik hingga 30 jam inkubasi. Fase stasioner dimasuki setelah 48 jam inkubasi. Laju pertumbuhan sel spesifik (µ) yang diperoleh selama bakteri berada pada fase logaritmik, pada suhu 25oC, 30oC dan 35oC secara berturut-turut adalah 0,19; 0,24 dan 0,06 jam-1. Nilai µ merupakan slope dari persamaan garis regresi linier dari data konsentrasi sel (ln OD 540 nm) pada fase pertumbuhan eksponensial (Blanch dan Clark, 1994). Berdasarkan nilai µ sel dapat disimpulkan bahwa bakteri yang diinkubasi pada suhu 30oC mempunyai laju pertumbuhan sel spesifik (µ) yang lebih tinggi dibanding dengan suhu 25oC dan 35oC. Laju pembentukan pigmen spesifik (qp) pada suhu 25oC, 30oC dan 35oC secara berturut-turut adalah 0,01; 0,02 dan 0,003 jam-1. Nilai qp adalah merupakan
38 perbandingan antara konsentrasi pigmen dengan konsentrasi sel dan dikali dengan laju spesifik pertumbuhan sel (Blanch dan Clark, 1994). Berdasarkan nilai qp dapat disimpulkan juga bahwa bakteri yang diinkubasi pada suhu 30oC mempunyai laju pertumbuhan pigmen spesifik (qp) yang lebih tinggi dibanding dengan suhu 25oC dan 35oC. Contoh perhitungan µ dan qp disajikan pada Lampiran 3. Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen serta nilai µ dan qp hasil percobaan ini disajikan secara ringkas pada Tabel 8. Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi sel tertinggi
adalah hasil inkubasi pada suhu 25oC sebesar
3,51 + 0,55 (g/l). Rata-rata konsentrasi pigmen yang diperoleh dari hasil pengukuran OD 463 nm adalah sama untuk suhu 25oC dan 30oC yaitu 0,12. Akan tetapi nilai µ dan qp terbesar adalah pada suhu 30oC, yaitu sebesar 0,24 dan 0,02 jam-1. Tabel 8 Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth pada pH 7, suhu kultivasi berbeda T ( C) 25 30 35 o
µ -1
(jam ) 0,19 0,24 0,06
qp (jam-1) 0,01 0,02 0,003
X (OD 540 nm ) 1,61 + 0,32 a 1,37 + 0,11 a 1,55 + 0,20 a
BK (g/l) 3,51 + 0,55 2,83 + 0,16 3,17 + 0,34
P intraseluler (OD 463 nm) 0,12 + 0,02 a 0,12 + 0,003 a 0,08 + 0,002 b
Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b) yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata. T, suhu inkubasi; µ, laju spesifik pertumbuhan sel; qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering biomassa; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner.
Hasil di atas menunjukkan bahwa suhu medium pertumbuhan merupakan faktor yang penting dalam pembentukan pigmen. Dari hasil analisis dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL), dapat disimpulkan bakteri Mesophilobacter sp. dapat tumbuh dengan baik dan tidak berbeda nyata pada ketiga suhu yang dicobakan pada selang kepercayaan 95%. Analisis konsentrasi pigmen yang dihasilkan pada ketiga suhu percobaan dengan RAL, terbukti bahwa pigmen yang dihasilkan pada suhu kultivasi 30oC adalah sama dan tidak berbeda
39 nyata pada selang kepercayaan 95% dengan suhu 25oC. Hasil perhitungan statistika disajikan pada Lampiran 4. Fang dan Cheng (1993) dalam penelitiannya mendapati bahwa suhu yang optimum dalam pertumbuhan massa sel Phaffia rhodozyma adalah 15°C – 20°C, tetapi suhu optimum dalam pembentukan pigmen astaxanthin adalah 15oC. Sementara itu Lin (1973) in Lin dan Demain (1991), serta Lin dan Demain (1991) mendapati bahwa pertumbuhan yang optimum untuk Monascus sp. adalah suhu 37°C, dilain pihak Yoshimura et al. (1975) menyatakan bahwa Monascus sp. dari strain yang lain lebih menyukai suhu yang lebih rendah, yaitu 25°C. Johnson dan Lewis (1979), melaporkan bahwa suhu optimum bagi pertumbuhan dan pembentukan pigmen dari P. rhodozyma adalah antara 20oC sampai 22oC. Pada ketiga suhu inkubasi terlihat bahwa pigmen terbentuk bersamaan dengan pertumbuhan sel, walaupun dengan konsentrasi yang rendah yaitu 0,016 pada OD 463 nm. Kondisi ini memperjelas bahwa pigmen yang dihasilkan oleh Mesophilobacter sp. pada medium pertumbuhan ini merupakan produk dari metabolit sekunder yang pembentukannya berasosiasi dengan pertumbuhannya (growth associated). Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan RAL ternyata pigmen yang dihasilkan pada suhu kultivasi 30oC adalah sama dan tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95% dengan suhu 25oC, akan tetapi nilai laju pertumbuhan spesifik terhadap pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen pada suhu 30o C lebih tinggi dibanding suhu 25oC. Suhu 30oC kemudian dijadikan sebagai suhu yang optimum dan digunakan sebagai suhu kultivasi dalam percobaan berikutnya. 4.2
Pengaruh pH terhadap pembentukan pigmen pH medium diduga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
pembentukan produk seperti pigmen. Semua bakteri laut mempunyai kisaran pH tertentu untuk tumbuh dengan baik. Kebanyakan lingkungan perairan memiliki pH pada kisaran antara 5 dan 9 dan umumnya pH optimum mikroorganisme berada pada kisaran ini (Middelbeek dan de Haas, 1992).
40 Konsentrasi sel dan pigmen yang diperoleh dari medium pertumbuhan yang terdiri dari ekstrak khamir, pepton, NaCl dan trace element; pH percobaan 5, 7 dan 9; dan diinkubasi pada suhu 30oC dapat dilihat pada Lampiran 2. Gambar 4 memperlihatkan bahwa pada medium pertumbuhan dengan pH 5 memerlukan masa adaptasi yang panjang yaitu 48 jam. Penyebab utama hal ini terutama adalah karena bakteri Mesophilobacter sp. diisolasi dari terumbu karang laut yang mempunyai kisaran pH 7,5 – 8,5 (Austin, 1988). Meskipun memerlukan adaptasi yang lebih lama, namun bakteri menunjukkan peningkatan jumlah konsentrasi sel yang lebih tinggi yaitu dari konsentrasi 0,05 pada jam pengamatan 48 menjadi 3,0 pada jam pengamatan 96. Pengamatan pertumbuhan sel bakteri pada pH 7 dan 9 menunjukkan bahwa jumlah konsentrasi sel pada pH 7 dan 9 tersebut berturutturut mencapai maksimum pada 1,5 dan 1,74. Bakteri yang diinokulasi pada medium pertumbuhan dengan pH 7 dan 9 tidak mengalami fase adaptasi tetapi segera memasuki fase logaritmik. Terlihat bakteri segera menunjukkan peningkatan konsentrasi yang cepat hingga 24 jam masa inkubasi. Setelah itu pada
Konsentrasi sel (OD 540 nm) dan Konsentrasi Pigmen (OD 463 nm)
kedua kondisi pH, bakteri memasuki fase stasioner hingga akhir pengamatan.
3,2 3 2,8 2,6 2,4 2,2 2 1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
12
24
36
48
60
72
84
96
108
120
132
144
156
168
Waktu Kultivasi (jam) 30oC, pH 5s
30oC, pH 7s
30oC, pH 7p
30oC, pH 9p
30oC, pH 9s
Gambar 4 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada media pertumbuhan dengan pH 5, 7 dan 9 suhu 30oC.
41 Selama pengamatan terlihat bahwa Mesophbilobacter sp. yang diinokulasi pada pH 5 tidak menghasilkan pigmen. Tetapi terjadi perubahan pada medium pertumbuhan menjadi sangat kental dan membentuk gel-gel. Perubahan kekentalan ini akibat usaha dari Mesophbilobacter sp. untuk beradaptasi dengan lingkungan yang ekstrim baginya agar dapat tetap hidup dan tumbuh dengan cara mengeluarkan lapisan lendir (Volk dan Wheeler, 1984). Dari perubahan medium serta
beberapa
percobaan
di
laboratorium,
dapat
disimpulkan
bahwa
Mesophbilobacter sp. yang dikultivasi pada pH 5 menghasilkan polisakarida dalam jumlah yang cukup tinggi. Kesimpulan tersebut ditunjang oleh Sutherland (1990) juga mengatakan bahwa pada medium cair, kultur yang menghasilkan polisakarida akan menjadi sangat kental, bahkan kadang-kadang memadat seperti gel. Laju spesifik pertumbuhan sel (µ) bakteri yang diinokulasi pada pH 9 mempunyai nilai yang lebih tinggi dibanding dengan perlakuan lainnya; nilainya mencapai 0,42 jam-1. Laju spesifik pembentukan pigmen (qp) tertinggi juga didapatkan dari medium dengan pH 9, dengan nilai sebesar 0,17 jam-1. Dapat dilihat bahwa qp yang terbesar adalah dari pH 9. Contoh perhitungan µ dan qp disajikan pada Lampiran 3. Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen serta nilai µ dan qp hasil percobaan ini disajikan secara ringkas pada Tabel 9. Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi sel tertinggi adalah pada pH 5 sebesar 4,84 + 0,96 (g/l). Rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi yang diperoleh dari hasil pengukuran OD 463 nm adalah pH 9 yaitu 0,14 + 0,006. Hasil di atas menunjukkan bahwa pH medium pertumbuhan merupakan faktor yang penting dalam pembentukan pigmen. Analisis konsentrasi pigmen pada fase stasioner dengan RAL memperlihatkan bahwa pigmen yang dihasilkan pada pH 9 lebih tinggi dibanding dengan pH 7 dan berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. Juga dapat disimpulkan konsentrasi sel pada pH 5 lebih tinggi dibanding dengan pH 7 dan 9 serta berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%. Hasil perhitungan statistika disajikan pada Lampiran 4. Jadi walaupun konsentrasi sel tertinggi diperoleh dari medium dengan pH 5, tetapi konsentrasi pigmen tertinggi diperoleh dari medium dengan pH 9. Belum diperoleh bandingan
42 literatur bakteri laut lainnya untuk penelitian pigmen dan pertumbuhannya. Tetapi Johnson dan Lewis (1979) menemukan pH optimum bagi mikroorganisme lainnya yaitu kapang Phaffia rhodozyma adalah berbeda, dimana mikroorganisme tersebut memproduksi sel maksimum dan kecepatan pertumbuhannya tertinggi terdapat pada pH 4,5. Tabel 9 Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth pada pH percobaan 5, 7, dan 9; suhu kultivasi 30oC qp X BK P intraseluler µ pH (jam-1)
5 7 9
0,15 0,24 0,42
(jam-1)
0,02 0,04
(OD 540 nm)
a
2,38 + 0,56 1,13 + 0,06 b 1,48 + 0,12 b
(g/l)
(OD 463 nm)
4,84 + 0,96 2,68 + 0,11 3,24 + 0,31
0,10 + 0,004 a 0,14 + 0,006 b
Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b) yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata. µ, laju spesifik pertumbuhan sel, qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering biomassa; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner; - , tidak menghasilkan pigmen.
Dari Gambar 4 pada percobaan pH dapat dilihat bahwa pigmen terbentuk bersamaan dengan pertumbuhan sel, sama dengan yang terjadi pada percobaan suhu. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan baik secara deskriptif maupun dengan menggunakan RAL dan nilai laju spesifik terhadap pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen diperoleh pH optimum bagi pembentukan pigmen adalah pada pH 9. Kemudian suhu 30oC dan pH 9 dijadikan sebagai suhu dan pH yang optimum dan digunakan dalam percobaan berikutnya. 4.3
Pengaruh cahaya terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen Hasil kultivasi bakteri Mesophilobacter sp. dalam media kompleks dengan
pH 9 dan suhu kultivasi 30oC yang disertai dengan perlakuan cahaya disajikan pada Lampiran 1. Pertumbuhan bakteri ini dapat lebih jelas dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 memperlihatkan secara deskriptif pertumbuhan Mesophilobacter sp. yang dikultivasi dengan pemberian cahaya 4700 Wm-2 relatif sama dengan yang dikultivasi tanpa pemberian cahaya 4700 Wm-2 (erlenmeyer tempat
43 pertumbuhan ditutup dengan aluminium foil). Waktu yang diperlukan untuk memasuki setiap fase pertumbuhan juga relatif sama. Gambar 5 memperlihatkan bahwa Mesophilobacter sp. tidak mengalami fase adaptasi, tetapi segera masuk fase logaritmik setelah diinokulasikan ke dalam medium pertumbuhan hingga 15 jam masa inkubasi. Dari 15 jam hingga 24 jam inkubasi, Mesophilobacter sp. berada pada fase pertumbuhan lambat. Kemudian bakteri
memasuki fase
pertumbuhan stasioner hingga waktu pengamatan berakhir.
2 1,8 Konsentrasi Sel dan Konsentrasi Pigmen
1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
12
24
36
48
60
72
84
96
108
120
132
144
156
168
Waktu Kultivasi (jam) OD 540 nm,SA
OD 463 nm,PA
OD 258 nm,PA
OD 232 nm,PA
OD 540 nm,SB
OD 463 nm,PB
OD 258 nm,PB
OD 232 nm,PB
Keterangan : S: konsenrasi sel P: konsentrasi pigmen A: perlakuan cahaya 4700 Wm-2 B: perlakuan cahaya 12500 Wm-2
Gambar 5 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30oC, pH 9 yang disertai dengan perlakuan cahaya. Mesophilobacter sp. yang dikultivasi dengan penambahan cahaya dengan intensitas 12500 Wm-2 maupun yang ditutup dengan aluminium foil, mempunyai pola pertumbuhan yang relatif sama. Pada perlakuan ini, Mesophilobacter sp. juga segera berada pada fase logaritmik hingga 18 jam masa inkubasi. Dari 18 jam hingga 30 jam inkubasi bakteri ada dalam fase pertumbuhan lambat. Setelah itu masuk pada fase pertumbuhan stasioner hingga pengamatan berakhir.
44 Secara deskriptif, pertumbuhan Mesophilobacter sp. yang dikultivasi disertai dengan penambahan cahaya 4700 Wm-2 dan 12500 Wm-2 terlihat bahwa konsentrasi sel dari Mesophilobacter sp. yang disertai dengan penambahan cahaya 4700 Wm-2 lebih tinggi dibanding dengan hasil yang disertai dengan penambahan cahaya 12500 Wm-2. Laju spesifik pertumbuhan sel (µ) yang dihitung selama bakteri berada pada fase logaritmik dapat dilihat bahwa µ Mesophilobacter sp. yang disertai penambahan cahaya 4700Wm-2 dan 12500 Wm-2 berturut-turut adalah 0,44 dan 0,46 jam-1, sedangkan nilai µ Mesophilobacter sp. pada suhu 30oC tanpa penambahan cahaya adalah 0,42 jam-1. Dapat dilihat bahwa nilai µ Mesophilobacter sp. antara ketiga perlakuan tersebut tidak berbeda jauh, walaupun perlakuan penambahan cahaya 12500 Wm-2 sedikit lebih tinggi dibanding dengan penambahan cahaya 4700 Wm-2 dan tanpa disertai penambahan cahaya (suhu 30oC). Laju spesifik pembentukan pigmen (qp) dengan penambahan cahaya 4700 Wm-2 dan 12500 Wm-2 berturut-turut adalah 0,01 dan 0,009 jam-1, sedangkan nilai qp pada suhu 30oC tanpa penambahan cahaya adalah 0,04 (Tabel 10). Terlihat bahwa pada pertumbuhan Mesophilobacter sp. yang diberi penambahan cahaya 12500 Wm-2 mempunyai nilai µ yang lebih tinggi. Diduga peristiwa ini ada hubungannya dengan terjadinya sedikit peningkatan suhu dengan adanya penambahan cahaya, sehingga menyebabkan gerakan molekul yang relatif cepat dan energi yang dihasilkan dari tabrakan antar molekul menjadikan reaksi berjalan lebih cepat (Atlas, 1989). Akan tetapi nilai qp tertinggi adalah pada suhu 30oC tanpa penambahan cahaya. Contoh perhitungan µ dan qp
disajikan pada
Lampiran 3. Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen serta nilai hasil percobaan selama fase stasioner disajikan secara ringkas pada Tabel 10. Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi sel dan pigmen tertinggi adalah 3,24 + 0,31 (g/l) dan 0,14 + 0,006 yang merupakan hasil kultivasi pada suhu 30oC. Jadi dapat disimpulkan bahwa konsentrasi sel dan pigmen yang dihasilkan oleh Mesophilobacter sp. tidak dipengaruhi oleh cahaya, karena tanpa penambahan
45 cahaya hasil pigmen yang terbentuk lebih tinggi dibanding dengan penambahan cahaya. Tabel 10 Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth dengan pH 9, suhu kultivasi 30oC serta perlakuan cahaya Cahaya 30oC 4700 Wm-2 4700 Wm-2* 12500 Wm-2 12500 Wm-2*
µ (jam-1) 0,42 0,44 0,44 0,46 0,46
qp (jam-1) 0,04 0,02 0,01 0,02 0,009
X (OD 540 nm) 1,49 + 0,12a 1,38 + 0,06cd 1,33 + 0,17d 1,20 + 0,05b 1,03 + 0,12c
BK (g/l) 3,24 + 0,31 3,11 + 0,10 3,04 + 0,28 2,81 + 0,08 2,52 + 0,20
P intraseluler (OD 463 nm) 0,14 + 0,006a 0,06 + 0,009c 0,03 + 0,003e 0,04 + 0,008b 0,02 + 0,003d
Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b, c) yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata. µ, laju spesifik pertumbuhan sel; qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering sel; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner
Hasil pengukuran konsentrasi pigmen selama kultivasi disajikan pada Lampiran 5. Warna akhir pigmen yang dihasilkan pada penelitian ini adalah orange yang mempunyai absorban maksimum pada tiga panjang gelombang yaitu λ 232 nm, 258 nm dan 463 nm. Pembentukan pigmen dengan pemberian cahaya 4700 Wm-2 dan 12500 Wm-2 pada ketiga panjang gelombang ini lebih jelas disajikan pada Gambar 5. Hasil analisis sidik ragam terhadap pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen pada fase stasioner terlihat bahwa perlakuan cahaya berpengaruh nyata (p<0,05) (perhitungan disajikan pada Lampiran 10). Pengujian dilanjutkan dengan uji BNT, dengan hasil bahwa suhu 30oC tanpa penambahan cahaya memberikan hasil terbaik dan berbeda nyata (p<0,05) dalam pertumbuhan Mesophilobacter sp. dan juga dalam pembentukan pigmennya dibanding dengan perlakuan penambahan cahaya 4700 Wm-2 dan 12500 Wm-2. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa hasil pertumbuhan sel pada suhu 30oC , pH 9 dan tanpa disertai dengan penambahan cahaya lebih baik dibanding dengan perlakuan yang lain.
46 4.4
Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen Hasil pengukuran konsentrasi sel bakteri Mesophilobacter sp. dalam media
kompleks yang disertai dengan perlakuan salinitas 0, 10, 20, 30 dan 40 permil; pH medium 9 dan suhu inkubasi 30oC disajikan pada Lampiran 2. Pertumbuhan Mesophilobacter sp. serta pembentukan pigmen dapat lebih jelas dilihat dalam kurva pertumbuhan pada Gambar 6. Secara deskriptif, dari Gambar 6 dapat dilihat bahwa Mesophilobacter sp. yang diinokulasi dalam medium pertumbuhan dengan salinitas yang berbeda memasuki setiap fase pertumbuhan pada waktu yang berbeda. Masa adaptasi yang diperlukan Mesophilobacter sp. adalah 3 jam inkubasi (pada medium 0, 10, dan 20 permil), sedangkan pada medium 30 dan 40 permil memerlukan adaptasi hingga 6 jam dan 9 jam. Mesophilobacter sp. berada pada fase logaritmik setelah inkubasi 3 jam hingga 18 jam (0 dan 10 permil) dan 24 jam (20 permil), 6 jam hingga 24 jam (30 permil) dan 9 jam hingga 24 jam (40 permil). Dari 18 jam hingga 48 jam inkubasi Mesophilobacter sp. berada pada fase pertumbuhan lambat (0 dan 10 permil) dan dari 24 jam hingga 48 jam inkubasi (20 permil), sedangkan pada medium 30 permil dan 40 permil Mesophilobacter sp. tidak mengalami fase pertumbuhan lambat. Fase stasioner dimulai dari 48 jam inkubasi hingga akhir pengamatan baik pada 0, 10 dan 20 permil; pada 30 permil dari 24 jam
hingga 120 jam inkubasi kemudian perlahan-lahan konsentrasi sel
menunjukkan penurunan sedangkan pada 40 permil dari 24 jam hingga 96 jam inkubasi dan setelah itu konsentrasi sel berkurang hingga akhir pengamatan. Laju
spesifik
pertumbuhan
sel
(µ)
yang
diolah
selama
bakteri
Mesophilobacter sp. berada pada fase logaritmik, pada salinitas 0, 10, 20, 30 dan 40 permil secara berturut-turut adalah 0,38; 0,38; 0,38; 0,36 dan 0,27 jam-1. Berdasarkan nilai µ, dapat disimpulkan bahwa Mesophilobacter sp. yang diinokulasikan pada medium pertumbuhan dengan salinitas 0, 10 , dan 20 permil mempunyai laju spesifik pertumbuhan yang lebih besar dibanding dengan 30 dan 40 permil. Mesophilobacter sp. merupakan bakteri yang diisolasi dari laut. Austin (1988) menyatakan bahwa kisaran salinitas air laut pada umumnya antara 10 sampai 30 permil. Berdasarkan nilai µ dan kemampuan Mesophilobacter sp. untuk
47 tumbuh dan berkembang pada salinitas uji dengan kisaran 0 sampai 40 permil, dapat disimpulkan bahwa bakteri ini mempunyai toleransi hidup yang tinggi terhadap kisaran salinitas yang panjang. Contoh perhitungan laju pertumbuhan spesifik disajikan pada Lampiran 3.
Konsentrasi Sel (OD 540 nm)
1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
12
24
36
48
60
72 84 96 108 Waktu Kultivasi (jam)
0 permil 30 permil
A
10 permil 40 permil
120
132
144
156
168
20 permil
Konsentrasi Pigmen (OD 368 nm)
4 3,5 3
2,5 2
1,5 1
0,5 0 0
B
12
24
36
48
60
72 84 96 108 Waktu Kultivasi (jam)
0 permil 20 permil 40 permil
120
132
144
156
168
10 permil 30 permil
Keterangan : A: Kurva Pertumbuhan Bakteri B: Kurva Pembentukan Pigmen
Gambar 6 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada auhu 30 oC, pH 9 yang disertai dengan perlakuan salinitas.
48 Laju spesifik pembentukan pigmen (qp) dari Mesophilobacter sp. yang dikultivasi pada salinitas 0, 10, 20, 30, dan 40 permil secara berturut-turut 1,47; 1,68; 1,38; 1,18; dan 0,44 jam-1. Contoh perhitungan laju pembentukan pigmen spesifik disajikan pada Lampiran 3. Dari hasil perhitungan tampak bahwa nilai qp tertinggi adalah hasil dari salinitas 10 permil. Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen serta nilai µ dan qp hasil percobaan ini disajikan secara ringkas pada Tabel 11. Dari Tabel 11 dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi sel tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 30 permil 0,97 + 0,26 pada OD 540 nm dengan rata-rata berat kering 2,29 + 0,59 (g/l). Rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 10 permil yaitu 3,54 + 0,11 pada OD 368 nm. Jadi walaupun rata-rata konsentrasi sel tertinggi diperoleh dari medium pertumbuhan dengan salinitas 30 permil, akan tetapi rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi diperoleh dari medium dengan salinitas 10 permil. Demikian juga dengan nilai µ tertinggi diperoleh dari medium dengan salinitas 10, 20, dan 30 permil sedangkan qp tertinggi diperoleh dari medium dengan salinitas 10 permil. Tabel 11 Hasil pengukuran beberapa variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. dalam media marine broth dengan pH 9 dan salinitas yang berbeda; serta suhu kultivasi 30oC Salinitas (permil) 0 10 20 30 40
µ
(jam-1) 0,38 0,38 0,38 0,36 0,27
qp (jam-1) 1,47 1,68 1,38 1,18 0,44
X (OD 540 nm) 0,64 + 0,24 a 0,80 + 0,33 a 0,96 + 0,37 a 0,97 + 0,26 a 0,66 + 0,25 a
BK (g/l) 1,83 + 0,42 2,12 + 0,58 1,67 + 0,34 2,29 + 0,59 1,63 + 0,43
P extraseluler (OD 368 nm) 2,47 + 0,13 a 3,54 + 0,11 a 3,48 + 0,37 a b 3,17 + 0,68 b 1,07 + 0,10 c
Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b, c) yang sama pada kolom yang sama, tidak berbeda nyata. µ, laju spesifik pertumbuhan sel; qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering sel; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner
Hasil analisis konsentrasi sel dari RAL yang dihitung pada fase stasioner, terlihat bahwa perlakuan salinitas 0, 10, 20, 30 dan 40 permil mempunyai pengaruh
yang
sama
(tidak
berbeda
nyata)
Mesophilobacter sp. pada fase stasioner (p>0,05).
terhadap
pertumbuhan
49 Hasil pengujian analisis ragam dari konsentrasi pigmen yang dihitung pada fase stasioner yang dilanjutkan dengan pengujian BNT terlihat bahwa pigmen yang dihasilkan oleh Mesophilobacter sp. yang dikultivasi dalam medium dengan salinitas 10 permil mempunyai pengaruh yang sama (tidak berbeda nyata) dengan salinitas 20 dan 0 permil dalam pembentukan pigmen (p>0,05). Akan tetapi karena pigmen yang diperoleh dari medium dengan salinitas 10 permil memberikan rata-rata konsentrasi yang tertinggi dibanding dengan yang lain, maka disimpulkan bahwa salinitas 10 permil adalah yang terbaik. 4.5
Pengaruh sumber karbon terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen Sumber karbon yang digunakan dalam penelitian ini adalah media
kompleks, glukosa, asetat, sitrat dan maltosa. Salinitas yang digunakan adalah 10 permil, pH media 9 dan suhu inkubasi 30oC. Konsentrasi sel bakteri dapat dilihat pada Lampiran 5. Kurva pertumbuhan sel bakteri dalam kelima media disajikan pada Gambar 7. Karbon merupakan salah satu nutrien yang diperlukan bakteri dalam jumlah yang cukup besar selain nitrogen dan lain-lain (Middelbeek et al., 1992b). Dalam penelitian ini, penulis ingin mengetahui sumber karbon yang mana dari sumber karbon yang dicobakan yang memberikan hasil yang optimum dalam
pertumbuhan
sel
dan
pembentukan
pigmen
dari
bakteri
laut
Mesophilobacter sp. Pada Gambar 7, secara deskriptif terlihat bahwa media kompleks terlihat lebih tinggi konsentrasi selnya dibanding sumber karbon yang lain, sedangkan antara glukosa, dan asetat mula-mula memberikan hasil yang relatif sama dalam pertumbuhan sel, namun setelah 72 jam inkubasi terlihat terjadi peningkatan sel bakteri yang dikultivasi dalam media dengan sumber karbon glukosa. Ketiga sumber karbon tersebut, yaitu glukosa, media kompleks dan asetat memberikan hasil yang relatif lebih baik dalam pertumbuhan sel dibanding sitrat dan maltosa. Laju spesifik pertumbuhan sel (µ) Mesophilobacter sp. dalam media yang menggunakan sumber karbon media kompleks, glukosa, asetat, sitrat dan maltosa secara berturut-turut adalah 0,35; 0,25; 0,36; 0,13; dan 0,22 jam-1. Dari hasil ini terlihat bahwa kecepatan Mesophilobacter sp. tumbuh dengan cepat adalah pada
50 media dengan sumber karbon asetat dan media kompleks, kemudian berturut-turut diikuti oleh sumber karbon glukosa, maltosa dan sitrat. Contoh perhitungan laju pertumbuhan spesifik disajikan pada Lampiran 3.
Gambar 7 Kurva pertumbuhan sel oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30 °C, pH 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber karbon. Pigmen yang dihasilkan pada penelitian ini adalah pigmen dengan warna hijau yang berbeda pada setiap media dengan absorban maksimum pada lima panjang gelombang, yaitu λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, dan 658 nm. Pada media kompleks warna pigmen adalah hijau kebiruan, pada glukosa berwarna hijau tua, pada asetat berwarna biru toska, pada asam sitrat warna hijau melon sedangkan pada maltosa berwarna hijau daun tua. Setelah kultivasi bakteri hingga hari ke sembilan, pigmen yang dihasilkan berubah menjadi merah. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 5. Rata-rata konsentrasi sel dan pigmen selama fase stasioner hasil percobaan ini disajikan secara ringkas pada Tabel 12. Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa ratarata konsentrasi sel tertinggi adalah dari medium dengan sumber karbon glukosa, yaitu 1,21 + 0,08 yang diukur pada OD 540 nm dengan rata-rata berat kering sebesar 2,55 + 0,13 (g/l). Rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi adalah berbeda pada setiap panjang gelombang. Pada panjang gelombang 232 nm, 258 nm,
51 312 nm, 368 nm dan 656 nm rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi secara berturut-turut diperoleh dari medium kompleks (18,40 + 1,59), maltosa (15,86 + 0,52), glukosa (11,59 + 0,28), glukosa (7,22 + 0,44) dan glukosa (1,50 + 0,05). Tabel 12 Nilai hasil pengukuran variabel dari kultivasi Mesophilobacter sp. pada pH 9, sumber karbon yang berbeda, sumber nitrogen ekstrak khamir dan dikultivasi pada suhu 30oC dalam labu kocok Variabel yang diukur µ (jam ) X (OD 540 nm) BK (g/l) Yx/s (g/g) qp (jam-1) ; P (OD 232 nm) qp (jam-1) ; P (OD 258 nm) qp (jam-1) ; P (OD 312 nm) qp (jam-1) ; P (OD 368 nm) qp (jam-1) ; P (OD 656 nm) -1
Sumber Karbon Media Kompleks
Glukosa
Asetat
Sitrat
Maltosa
0,35 1,05 + 0,19 ab 2,37 + 0,34 0,34 + 0,05 6,13; 18,40 + 1,59 a 4,84; 14,53 + 0,41 b 2,09; 6,28 + 0,06 b 0,92; 2,76 + 0,29 b 0,37; 1,11 + 0,02 b
0,25 1,21+ 0,08 a 2,55 + 0,13 0,51 + 0,03 2,45; 11,86 + 1,95 bc 2,65; 12,83 + 0,31 c 2,40; 11,59 + 0,28 a 1,49; 7,22 + 0,44 a 0,31; 1,50 + 0,05 a
0,36 0,91 + 0,23 b 2,07 + 0,52 0,41 + 0,10 4,02; 10,17 + 0,55 c 4,13; 10,44 + 0,65 d 2,50; 6,33 + 0,57 b 0,80; 2,03 + 0,15 c 0,38; 0,97 + 0,05 c
0,13 0,60 + 0,09 c 1,30 + 0,14 0,26 + 0,03 1,18; 5,46 + 0,06 d 1,27; 5,88 + 0,06 e 0,43; 1,99 + 0,13 c 0,19; 0,86 + 0,02 d 0,05; 0,24 + 0,01 e
0,22 0,65 + 0,08 c 1,40 + 0,17 0,28 + 0,03 4,11; 12,13 + 1,33 b 5,37; 15,86 + 0,51 a 2,34; 6,90 + 0,45 b 0,96; 2,83 + 0,19 b 0,26; 0,78 + 0,08 d
Keterangan : Nilai dengan superskrip (a, b, c, d, e) yang sama pada baris yang sama, tidak berbeda nyata; µ, laju spesifik pertumbuhan sel; qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; BK, berat kering sel; Yx/s, cell yield; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner
Hasil analisis statistika dengan RAL yang dilanjutkan dengan pengujian BNT pada α = 0.05 terlihat bahwa sumber karbon yang digunakan dalam media kompleks dan glukosa lebih baik pertumbuhan selnya dibanding sumber karbon yang lain. Namun berdasarkan pertimbangan ekonomis (harga yang relatif lebih murah) dan juga karena rata-rata konsentrasi sel pada glukosa lebih tinggi daripada media kompleks maka dari hasil penelitian ini disimpulkan bahwa glukosa memberikan hasil yang lebih baik dalam pertumbuhan sel. Hasil perhitungan analisis statistika terdapat pada Lampiran 4. Hasil analisis statistika pigmen dengan RAL yang dilanjutkan dengan pengujian BNT pada α = 0.05 terlihat bahwa konsentrasi pigmen tertinggi pada panjang gelombang 232 nm dan 258 nm diperoleh dari medium dengan sumber karbon media kompleks dan maltosa. Pada panjang gelombang 312 nm, 368 nm
52 dan 656 nm diperoleh dari medium dengan sumber karbon glukosa. Perhitungan analisis statistika terdapat pada Lampiran 4. Fang dan Cheng (1993), dalam penelitiannya yang mempelajari pengaruh berbagai sumber karbon terhadap pertumbuhan P. rhodozyma NCHU-FS301 menyatakan bahwa fruktosa lebih menunjang pertumbuhan sel dibanding sumber karbon lain yang diuji, seperti glukosa, sukrosa, maltosa, fruktosa, laktosa, molases, L-Arabinose, D-Raflinose, D-Cellobiose, D-Sorbitol dan xylose. Selain fruktosa, dikatakan pula bahwa glukosa dan sukrosa juga menunjang dalam pembentukan konsentrasi sel yang tinggi. Pemanfaatan sumber-sumber karbon untuk pertumbuhan sel adalah spesifik untuk setiap strain mikroorganisme. Hal ini terlihat dalam hasil yang diperoleh Lin dan Demain (1991), yang mendapatkan bahwa glukosa dan oligo- serta polisakaridanya adalah lebih baik untuk pertumbuhan sel Monascus sp. dibanding sumber karbon yang lain, sedangkan hasil yang diperoleh dan Lin (1973) in Lin dan Demain (1991) adalah galaktose dan ethanol. Akan tetapi Yoshimura et al. (1975), menyatakan bahwa ethanol menunjang Monascus dalam pembentukan pigmen dengan kecepatan produksi yang lebih besar daripada gula. Fang dan Cheng (1993), mendapatkan bahwa pembentukan pigmen astaxanthin tertinggi oleh P. rhodozyma NCHU-FS301 diperoleh dari medium pertumbuhan dengan sumber karbon glukosa dan sukrosa, walaupun pertumbuhan sel tertinggi diperoleh dari medium dengan sumber karbon fruktosa. Lin dan Demain (1991) juga memperoleh hasil bahwa konsentrasi pigmen yang tinggi dari Monascus sp. diperoleh dari sumber karbon glukosa dengan oligo- dan polisakaridanya. Sementara Chen dan Johns (1994) yang mempelajari pengaruh sumber karbon maltose dan glukosa dalam nitrogen ammonium dalam pembentukan pigmen dari Monascus purpureus mendapati bahwa medium pertumbuhan dari maltose menjadi merah dalam waktu 1.5 hari dengan hasil tiga pigmen utama, yaitu monascorubramine, monascin dan monascorubrin; sedangkan warna medium pertumbuhan dari glukose kurang merah dengan hasil pigmen alkaflavin dan rubropunctatin yang tinggi. Didapatkan pula bahwa produksi monascorubramine dari maltose tiga kali lebih tinggi dibanding dari glukose.
53
Gambar 8 Kurva pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada suhu 30 oC, pH 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber karbon dengan panjang gelombang yang berbeda.
54 4.6
Pengaruh sumber nitrogen terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen Sumber nitrogen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pepton, ekstrak
khamir, natrium nitrat dan ammonium sulfat. Sumber karbon yang digunakan adalah glukosa. Salinitas yang digunakan adalah 10 permil, pH media 9 dan suhu inkubasi 30 oC. Konsentrasi sel bakteri dan pigmen percobaan ini disajikan pada Lampiran 6. Kurva pertumbuhan sel bakteri dan pembentukan pigmen dalam kelima media disajikan pada Gambar 9. Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa pada natrium nitrat dan ammonium sulfat, tidak terjadi pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen. Sumber nitrogen yang sangat menunjang pertumbuhan bakteri dalam percobaan ini adalah ekstrak khamir, karena ekstrak khamir merupakan nutrien kompleks yang mengandung zat-zat yang diperlukan bakteri untuk pertumbuhan. Tiga faktor pertumbuhan yang dibutuhkan oleh mikroorganisme adalah asam amino, purin dan pirimidin serta vitamin (Middelbeek et al., 1992b), sedangkan ekstrak khamir merupakan media yang terdiri atas campuran asam amino dan peptida, vitamin yang larut dalam air, dan karbohidrat (Sikyta, 1983). Komposisi ekstrak khamir secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 5. Fang dan Cheng (1993) juga mendapatkan bahwa ekstrak khamir memberikan hasil yang tinggi dari massa sel P. rhodozyma NCHU-FS301, sedangkan Lin dan Demain (1991) mendapati bahwa ammonium chlorida adalah sumber nitrogen terbaik untuk pertumbuhan Monascus sp. dibanding ammonium nitrat, glutamat dan potasium nitrat. Laju spesifik pertumbuhan sel (µ) Mesophilobacter sp. dalam media yang menggunakan sumber nitrogen pepton, ekstrak khamir, natrium nitrat, dan ammonium sulfat berturut-turut adalah 0.16, 0.24, 0.18 dan 0.07 jam-1 (Tabel 13). Dari hasil ini terlihat bahwa kecepatan Mesophilobacter sp. tumbuh dengan cepat adalah pada media dengan sumber nitrogen ekstrak khamir. Hasil perhitungan laju pertumbuhan spesifik disajikan pada Lampiran 3.
55
2,2 2
Konsentrasi sel (OD 540 nm)
1,8 1,6 1,4 1,2 1 0,8 0,6 0,4 0,2 0 0
12
24
36
48
A
60
72 84 96 108 Waktu Kultivasi (jam)
120
Pepton
Eks. khamir
NaNO3
(NH4)2SO4
132
144
156
168
14 12 Konsentrasi Pigmen
10 8 6 4 2 0 0
B
12
24
36
48 P232nm E258nm P368nm
60
72 84 96 108 120 132 144 156 168 Waktu Kultivasi (jam) E232nm P312nm E368nm
P258 nm E312nm P656nm
Keterangan : A: Kurva pertumbuhan bakteri B: Kurva pembentukan pigmen
Gambar 9 Kurva pertumbuhan sel dan pembentukan pigmen oleh Mesophilobacter sp. pada pada suhu 30 °C, PH 9, salinitas 10 permil dalam medium pertumbuhan dengan berbagai sumber nitrogen.
56 Sumber nitrogen mempunyai pengaruh yang besar baik dalam kualitas maupun kuantitas pigmen dari Monascus (Shepherd, 1977 in Jûzlová et al., 1994). Sumber nitrogen yang dapat menghasilkan pigmen pada penelitian ini adalah pepton dan ekstrak khamir. Pigmen yang dihasilkan pada akhir kultivasi ekstrak khamir adalah pigmen dengan warna hijau tua, sedangkan pada pepton berwarna hijau melon. Keduanya mempunyai absorban maksimum pada lima panjang gelombang, yaitu λ 232 nm, 258 nm, 312 nm, 368 nm, dan 658 nm. Setelah pengamatan hingga dua minggu keduanya berubah warna menjadi merah. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Lampiran 6. Laju spesifik pembentukan pigmen (qp) Mesophilobacter sp. dalam media yang menggunakan sumber nitrogen pepton dan ekstrak khamir disajikan pada Tabel 13. Dari hasil ini terlihat bahwa kecepatan Mesophilobacter sp. tumbuh dengan cepat adalah pada media dengan sumber nitrogen ekstrak khamir. Hasil perhitungan laju pertumbuhan pigmen spesifik disajikan pada Lampiran 3. Tabel 13 Nilai hasil pengukuran beberapa parameter dari kultivasi Mesophilobacter sp. pada pH 9, sumber nitrogen yang berbeda, sumber karbon glukosa dan dikultivasi pada suhu 30oC dalam labu kocok Sumber Nitrogen µ (jam-1) X (OD 540 nm)
0,16 0,33 + 0,008 b
Ekstrak Khamir 0,24 1,93 + 0,08 a
BK (g/l) Y x/s (g/g) qp (jam-1) ; P (OD 232 nm) qp (jam-1) ; P (OD 258 nm) qp (jam-1) ; P (OD 312 nm) qp (jam-1) ; P (OD 368 nm) qp (jam-1) ; P (OD 656 nm)
0,80 + 0,04 0,16 + 0,01 1,48 ; 3,06 + 0,04 b 1,53 ; 3,16 + 0,02 b 0,6 7 ; 1,38 + 0,09 b 0,60 ; 1,24 + 0,12 b 0,07 ; 0,14 + 0,005 b
4,08 + 0,28 0,82 + 0,06 1,55 ; 12,49 + 0,22 a 1,60 ; 12,86 + 0,21 a 1,38 ; 11,09 + 0,56 a 1,48 ; 11,88 + 0,97 a 0,16 ; 1,29 + 0,04 a
Pepton
(NaNO)3
(NH4)2SO4
- 0,18 0,26 + 0,008 c
0,07 0,04 + 0,004 c
0,009 + 0,004 0,05 + 0,002 -
0,30 + 0,007 0,06 + 0,001 -
-
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan : Nilai dengan superskrip yang sama pada baris yang sama, berbeda nyata µ, laju spesifik pertumbuhan sel; qp, laju spesifik pembentukan pigmen; X, rata-rata konsentrasi sel pada fase stasioner; Yx/s, cell yield; P, rata-rata konsentrasi pigmen pada fase stasioner
57 Dari Tabel 13 juga dapat dilihat bahwa rata-rata konsentrasi sel dan pigmen tertinggi yang diukur selama bakteri berada pada fase stasioner diperoleh dari medium dengan sumber nitrogen ekstrak khamir. Rata-rata konsentrasi sel tertinggi adalah 1,93 + 0,08 (OD 540 nm), dengan rata-rata berat kering sebesar 4,08 + 0,28 (g/l); sedangkan rata-rata konsentrasi pigmen tertinggi adalah 12,49 + 0,22 (OD 232 nm); 12,86 + 0,21 (OD 258 nm); 11,09 + 0,56 (OD 312 nm); 11,88 + 0,97 (OD 368 nm); dan 1,29 + 0,04 (OD 656 nm). Hasil analisis statistika dengan RAL yang dilanjutkan dengan pengujian BNT pada α = 0.05 terlihat bahwa ekstrak khamir adalah sumber nitrogen yang terbaik baik dalam pertumbuhan sel maupun dalam pembentukan pigmen. Perhitungan analisis statistika disajikan pada Lampiran 4. Jadi dapat disimpulkan bahwa ekstrak khamir merupakan penunjang baik dalam
pertumbuhan
sel
maupun
dalam
pembentukan
pigmen
dari
Mesophilobacter sp. Sedangkan pada P. rhodozyma pepton merupakan penunjang utama dalam pembentukan pigmen selain nutrien broth, beef extract dan casein hydrolysate (Fang dan Cheng (1993). Pada Monascus sp. berdasarkan hasil yang diperoleh oleh Lin dan Demain (1991), sumber nitrogen utama yang menghasilkan pigmen dengan konsentrasi yang tinggi adalah monosodium glutamat.