Pengaruh Dosis Inokulum dan Lama Fermentasi Buah Ketapang (Ficus lyrata) oleh Aspergillus niger terhadap Bahan Kering, Serat Kasar, dan Energi Bruto AZI MINGGUSTI LUNAR1, HERY SUPRATMAN2, dan ABUN3 e-mail:
[email protected] Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Non Ruminansia, dan Industri Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
ABSTRAK Penelitian tentang pengaruh dosis inokulum dan lama fermentasi Ficus lyrata oleh Aspergillus niger terhadap bahan kering, serat kasar, dan energi bruto telah dilakukan pada Bulan Mei 2012. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dosis inokulum dan lama fermentasi Ficus lyrata oleh Aspergillus niger terhadap kandungan serat kasar, energi bruto, dan perubahan jumlah bahan kering, serta mendapatkan perlakuan optimum yang menghasilkan kandungan serat kasar terendah, energi bruto tertinggi, dan jumlah bahan kering tertinggi. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan tersarang. Perlakuan terdiri atas tiga tingkat dosis inokulum Aspergillus niger (d1=0,1%; d2=0,2%; dan d3=0,3%) dan tiga tingkat lama fermentasi (w1=72 jam; w2=96 jam; dan w3=120 jam), dimana lama fermentasi tersarang pada dosis inokulum, dan masing-masing perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Peubah yang diamati adalah kandungan serat kasar produk fermentasi, energi bruto produk fermentasi, dan perubahan jumlah bahan kering. Hasil penelitian diperoleh bahwa kandungan serat kasar produk fermentasi terendah diperoleh pada perlakuan d 2w3 (dosis inokulum 0,2%, lama fermentasi 120 jam), sedangkan kandungan energi bruto tertinggi dan jumlah bahan kering tertinggi diperoleh pada perlakuan d2w1 (dosis inokulum 0,2%, lama fermentasi 72 jam). Kata kunci : Ficus lyrata, fermentasi, Aspergillus niger, bahan kering, serat kasar, energi bruto
Pendahuluan
kasar yang cukup tinggi akan sulit dicerna oleh unggas karena organ pencernaannya
Indonesia memiliki tingkat biodiversitas tumbuhan yang berlimpah. Salah satunya adalah ketapang (Ficus lyrata). Ficus lyrata berasal dari famili Moraceae dan biasa berfungsi sebagai pohon peneduh. Satu pohon dewasa dalam satu tahun dapat memproduksi buah ±1,8 ton (Gilman dan Watson, 1993). Ficus lyrata mengandung PK 4,89%, LK 3,62%, SK 14,95%, abu 6,58%, dan energi bruto 3934 kkal/kg. Produksi buah dan nutrien yang cukup baik berpotensi untuk dijadikan bahan pakan sumber energi. Akan tetapi kandungan serat
tidak
mensekresikan
enzim
selulase.
Penggunaan serat kasar yang tinggi dalam ransum dapat menurunkan komponen yang mudah dicerna dan menurunkan aktivitas enzim pemecah zat-zat makanan seperti enzim yang
membantu
pencernaan
karbohidrat,
protein, dan lemak. Oleh karena itu perlu dilakukan pengolahan agar penggunaan Ficus lyrata sebagai bahan pakan unggas menjadi optimum. Pengolahan
biologis
melalui
proses
fermentasi diharapkan dapat memperbaiki kualitas
bahan,
seperti
meningkatkan
1
kecernaan, menghilangkan senyawa beracun,
Fermentasi ampas umbi garut pada dosis
dan menambah palatabilitas. Melalui agen
Aspergillus niger 0,2% selama 72 jam
mikrobiogis
yang
menghasilkan perubahan kandungan serat
menghasilkan enzim selulolitik diharapkan
kasar dari 16,37% menjadi 10,33% (Abun,
kandungan serat kasar dari Ficus lyrata dapat
2005). Dukungan ilmiah yang terungkap dari
dirombak menjadi komponen yang lebih
kelompok kapang Aspergillus niger dapat
sederhana dan mudah dicerna oleh unggas.
dijadikan dasar guna mengeksplorasikan lebih
Aspergillus
niger
Proses fermentasi sangat dipengaruhi oleh faktor dosis dan waktu.
lanjut informasi lainnya.
Tingkat dosis
berkaitan dengan besaran populasi mikroba
Materi dan Metode
yang berpeluang menentukan cepat tidaknya perkembangan mikroba dalam menghasilkan enzim untuk merombak substrat, sehingga pada gilirannya akan berpengaruh terhadap produk akhir. Pertumbuhan mikroba ditandai dengan lamanya waktu yang digunakan, sehingga
konsentrasi
metabolik
semakin
meningkat sampai akhirnya menjadi terbatas yang kemudian dapat menyebabkan laju pertumbuhan menurun (Fardiaz, 1992). Oleh karena itu perlu diketahui tingkat dosis dan lama
fermentasi
yang
optimum
untuk
menghasilkan kandungan nutrien terbaik. Beberapa
peneliti
telah
melakukan
penelitian dan diketahui bahwa terdapat perubahan kandungan serat kasar melalui proses fermentasi oleh Aspergillus niger. Fermentasi kulit umbi ketela pohon oleh Aspergillus niger pada dosis 0,2% selama 96 jam menurunkan serat kasar dari 32,07% menjadi
23,66%
(Gushairiyanto,
2004).
Fermentasi limbah sawit dengan kandungan serat kasar 48,88% oleh Aspergillus niger selama 96 jam menghasilkan kandungan serat kasar 27,31% (Mirwandhono dkk., 2004).
Bahan-bahan Ficus lyrata, biakan murni Aspergillus niger, beras, aquadest, alkohol 70%, NaCl fisiologis, toge, agar batang, sukrosa, dan air. Alat-alat Fermentor, autoclave, referigerator, tabung reaksi, erlenmeyer, termometer, pipet, jarum ose, petridish, neraca digital, kantong plastik, kasa, kapas, perangkat analisis proksimat. Prosedur penelitian 1. Pembuatan Media Ekstrak Toge Agar Sebanyak 250 g toge dimasak dalam 1 liter air, ditambahkan 7 g agar batang, 9 g NaCl, dan 15 g sukrosa. Selanjutnya ekstrak toge disaring dan diambil 500 ml, sterilisasikan dengan autoclave pada suhu 1210C, 15 menit, tekanan 1 atm. ETA disimpan di referigerator, setiap akan digunakan sterilisasikan terlebih dulu. 2. Perbanyakan Kapang Aspergillus niger Menyiapkan ETA steril dalam tabung reaksi yang disimpan miring. Memasukkan biakan Aspergillus niger dengan jarum ose, tutup dengan kain kasa steril. Inkubasikan pada suhu 35 0C selama 48 jam.
2
3. Pembuatan Inokulum
fermentasi disterilisasi dengan autoclave
Beras 400 g + tepung ketapang 100 g
dan dikeringkan dengan oven pada suhu
dimasak dalam 500ml air, kemudian
35-45oC (sampai diperoleh berat konstan).
disterilisasi dan masukkan pada plastik.
Selanjutnya
Tambahkan 7 ml aquadest pada tabung
kandungan serat kasar dan energi bruto
reaksi yang berisi biakan Aspergillus niger.
melalui analisis proksimat.
dilakukan
pengujian
Masukkan pada kantong pastik yang berisi bahan,
kemudian
plastik
dilubangi.
Hasil dan Pembahasan
0
Inkubasikan pada suhu 35 C selama 72 jam.
Keringkan
inokulum
kemudian
dihaluskan. Selanjutnya menghitung koloni kapang dengan metode Total Plate Count.
buah
ketapang
disterilisasi,
kemudian ditiriskan sampai suhu 35oC. Setelah dianalisis kandungan bahan kering substrat adalah sebesar 92%. Menyediakan substrat 100 g untuk setiap unit percobaan, dimana tekandung 50% bahan kering tepung ketapang (54,35 g) dan 50% kadar air (45,65 ml), diaduk rata. Substrat diinokulasikan dengan Aspergillus niger masing-masing dosis 0,1%; 0,2%; 0,3% dari jumlah bahan kering, dimasukkan ke plastik yang dilubangi kedua sisinya. Diinkubasikan pada fermentor suhu 35oC selama 72 jam; 96 jam; 120 jam, dengan 3 kali ulangan. Untuk menjaga kelembaban bagian bawah rak fermentor dipasang baki plastik yang berisi air. Setelah masingmasing waktu inkubasi dicapai, produk fermentasi
ditimbang
beratnya
dan
mengambil sampel produk fermentasi pada setiap unit percobaan untuk dianalisis kandungan
bahan
Tabel 1. Rataan Kandungan Serat Kasar Ficus lyrata Produk Fermentasi Perlakuan
4. Fermentasi Buah Ketapang Tepung
1. Pengaruh Perlakuan terhadap Serat Kasar Produk Fermentasi
keringnya.
Produk
d1w1 d1w2 d1w3 d2w1 d2w2 d2w3 d3w1 d3w2 d3w3
Ulangan Rataan Serat Kasar Produk Fermentasi U1 U2 U3 ……………………% ...................................... 13,11 12,25 11,97 11,49 10,52 10,10 11,90 11,71 11,69
13,50 12,52 12,03 11,67 10,72 10,03 11,77 11,71 11,80
13,42 12,36 11,82 11,84 10,63 10,16 11,90 11,67 11,42
13,34 12,38 11,94 11,67 10,62 10,10 11,86 11,70 11,64
12,55
10,80
11,73
Ket: d=dosis inokulum; w=lama fermentasi Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa dosis inokulum dan lama fermentasi memberikan terhadap
pengaruh
kandungan
nyata
serat
kasar
(P<0.05) produk
fermentasi. Tingkat dosis berkaitan dengan besaran populasi mikroba yang menentukan cepat tidaknya perkembangan mikroba dalam menghasilkan enzim untuk merombak substrat menjadi komponen yang lebih sederhana. Perlakuan dengan d2 (dosis inokulum 0,2%) menunjukkan
besaran
populasi
mikroba
paling dan kandungan serat kasar yang paling tinggi dibandingkan perlakuan d3 dan d1. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak populasi mikroba dapat menurunkan serat kasar yang tinggi pula. Hal ini sesuai dengan
3
pendapat Laskin dan Hubert (1973) yang
berubahnya komposisi gizi produk fermentasi.
menyatakan bahwa jumlah populasi mikroba
Hal ini sesuai dengan pendapat Setyatwan
sangat menentukan kualitas produk akhir,
(2007) yang menyatakan bahwa lama semakin
dimana semakin tinggi populasi Aspergillus
lama waktu fermentasi maka semakin banyak
niger akan menghasilkan besaran enzim
kandungan zat yang digunakan kapang untuk
selulase yang semakin tinggi pula sehingga
hidupnya sehingga kandungan zat makanan
kuantitas serat kasar yang dirombak oleh
yang
enzim selulase semakin tinggi. Perlakuan pada
pendapat Winarno dkk. (1980) menyatakan
dosis inokulum 0,2% dan lama fermentasi 120
bahwa pada proses fermentasi mikroba akan
jam
membutuhkan
(d2w3)
merupakan
perlakuan
yang
tersisa
semakin
sejumlah
sedikit.
energi
Adapun
untuk
optimum untuk menghasilkan serat kasar
pertumbuhannya dan perkembangbiakkannya
produk fermentasi terendah yaitu 10,10%.
yang akan diperoleh melalui perombakan zat makanan di dalam substrat. Oleh karena itu,
2. Pengaruh Perlakuan terhadap Energi Bruto Produk Fermentasi
energi bruto produk fermentasi Ficus lyrata
Tabel 2. Rataan Kandungan Energi Bruto Ficus lyrata Produk Fermentasi
fermentasi. Perlakuan pada dosis inokulum
Perlakuan
d1w1 d1w2 d1w3 d2w1 d2w2 d2w3 d3w1 d3w2 d3w3
Rataan Energi Bruto Produk U1 U2 U3 Fermentasi ……………………kkal/kg ............................... 3880 3882 3877 3880 3837 3845 3866 3849 3851 3821 3819 3833 3824 3871 3867 3871 3870 3867 3855 3857 3860 3857 3845 3833 3845 3841 3867 3865 3867 3866 3812 3800 3803 3805 3822 3803 3788 3791 3794 Ulangan
menurun
seiring
bertambahnya
waktu
0,2% dan lama fermentasi 72 jam (d2w1) merupakan perlakuan yang optimum untuk menghasilkan energi bruto produk fermentasi tertinggi yaitu 3870 kkal/kg.
3. Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Jumlah Bahan Kering Substrat Fermentasi
Ket: d=dosis inokulum; w=lama fermentasi Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa dosis inokulum tidak berpengaruh
Tabel 3. Rataan Penuruan Jumlah Bahan Kering Substrat Fermentasi
nyata (P>0.05), akan tetapi lama fermentasi yang
tersarang
memberikan
dalam
dosis
inokulum
pengaruh
nyata
(P<0.05)
terhadap kandungan energi bruto produk fermentasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin
lama
fermentasi
menghasilkan
kandungan energi bruto produk fermentasi yang semakin rendah.
Lama fermentasi
merupakan salah satu faktor yang menentukan
Rataan Penurunan Jumlah Bahan U1 U2 U3 Kering …….……………… % ..…………………….. 0,46 0,64 0,64 0,58 4,32 1,56 0,64 2,18 2,05 1,56 4,32 4,32 3,40 0,64 0,46 0,28 0,48 1,38 0,64 1,93 1,32 1,22 2,30 2,12 1,20 1,87 0,64 4,32 2,48 2,48 0,28 1,01 2,48 1,26 2,28 2,48 0,64 6,16 3,10 Ulangan
Perlakuan
d1w1 d1w2 d1w3 d2w1 d2w2 d2w3 d3w1 d3w2 d3w3
Ket: d=dosis inokulum; w=lama fermentasi Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa dosis inokulum dan lama fermentasi
4
tidak
berpengaruh
(P>0.05)
terhadap
fermentasi 120 jam). Adapun kandungan
perubahan jumlah bahan kering substrat
energi bruto produk fermentasi tertinggi dan
fermentasi. Hal ini menunjukkan banyaknya
jumlah bahan kering tertinggi diperoleh pada
dosis inokulum dan lama fermentasi tidak
perlakuan d2w1 (dosis inokulum 0,2%, lama
memberikan pengaruh terhadap penurunan
fermentasi 72 jam).
jumlah bahan kering substrat fermentasi. Pada
setiap
perlakuan
mengalami
penurunan jumlah bahan kering. Hal ini merupakan
bukti
bahwa
nutrien
yang
terkandung di dalam substrat telah digunakan oleh kapang. Penurunan jumlah bahan kering substrat terjadi akibat proses fermentasi yang menghasilkan energi dalam bentuk panas, CO2, dan H2O. Hal ini sejalan dengan pendapat Zumael (2009) yang menjelaskan bahwa
jumlah
fermentasi
bahan
mengalami
kering
substrat
penurunan
karena
penggunaan nutrien organik oleh mikroba, dilepaskannya CO2, dan energi dalam bentuk panas yang menguap bersamaan dengan partikel air. Perlakuan pada dosis inokulum 0,2% dan lama fermentasi 72 jam (d 2w1) meruakan perlakuan yang optimum yang menghasilkan jumlah bahan kering tertinggi yaitu 54,10%.
Kesimpulan Dosis inokulum dan lama fermentasi berpengaruh terhadap kandungan serat kasar dan energi bruto produk fermentasi, akan tetapi tidak berpengaruh terhadap perubahan jumlah bahan kering. Kandungan serat kasar produk
fermentasi
Ficus
lyrata
oleh
Aspergillus niger terendah diperoleh pada perlakuan d2w3 (dosis inokulum 0,2%, lama
Daftar Pustaka Abun. 2003. Pengaruh Dosis Inokulum Aspergillus niger dan Lama Fermentasi terhadap Perubahan Kandungan Protein Kasar dan Serat Kasar Ampas Umbi Garut. Thesis, Program Pascasarjana, Universitas Padjadjaran, Bandung. Fardiaz, S. 1992. Teknologi Fermentasi. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Gilman, E.F. and Watson, D.G. 1993. The Environtmental Holticulture. Florida Cooperative Extension Service, Institute of Food and Agricultural Sciences, University of Florida. http://edis.ifas.ufl.edu. Diakses tanggal 25 Januari 2012. Gushairiyanto. 2004. Fermentasi Kulit Umbi Ketela Pohon oleh Aspergillus niger serta Implikasinya Terhadap Kambing Kacang Jantan. Disertasi, Program Pascasarjana. Universitas Padjadjaran, Bandung. Laskin, D.L. and A.L Hubert. 1973. Handbook of Food Technology. The AVI Publishing Co. Inc., Westport Mirwandhono, Edhy, dan Siregar, Z. Pemanfaatan Limbah Kelapa Sawit yang Difermentasi oleh Aspergillus niger dalam Ransum Ayam Pedaging. Universtas Sumatra Utara, Medan. Setiyatwan, H. 2007. Peningkatan Kualitas Nutrisi Duckweed Melalui Fermentasi Menggunakan Trichoderma harzianium. Jurnal Ilmu Ternak. Vol. 7 No.2 :113-116. Winarno, F.G., S. Fardiaz., dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT. Gramedia, Jakarta. Zumael, Z. 2009. The Nutrient Enrichment of Biological Processing. Agricmed, Warsaw.
5
6