PENGARUH DISIPLIN, MOTIVASI DAN STRESS TERHADAP KINERJA KARYAWAN PD BANGUN BANUA PROVINSI KALIMANTAN SELATAN Erna Puspitasari PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan Jl. Jend. Sudirman 7-8, Jakarta e-mail :
[email protected] Abstract: The purpose of this study was to determine the effect of labor discipline on employee performance, motivation and stress on employee performance PD Bangun Banua South Kalimantan Province. The population of this research is the individual employee who is still actively working on PD Bangun Banua South Kalimantan. Techniques for determining sample using census sampling method that is saturated or the entire population were sampled. Testing the validity of the questionnaire was conducted by Pearson Product Moment Correlation, whereas reliability testing using Cronbach Alpha questionnaires. The data analysis technique uses multiple linear regressions. Based on the results of research and data analysis concluded that: (1) partially variable labor discipline and motivation have a positive impact on employee performance and a negative effect of stress on employee performance PD. Bangun Banua South Kalimantan, and (2) simultaneously work discipline, motivation and stress have a significant impact on employee performance. Keywords: discipline, motivation, stress, employee performance Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah (1) untuk mengetahui pengaruh disiplin kerja, motivasi, dan stress terhadap kinerja karyawan PD. Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan. Populasi dalam penelitian ini adalah individu karyawan yang masih aktif bekerja di PD. Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan. Teknik untuk menentukan sampel penelitian menggunakan metode sampling jenuh atau sensus yaitu seluruh populasi dijadikan sampel. Pengujian validitas kuesioner dilakukan dengan metode korelasi Pearson Product Moment, sedangkan uji reliabilitas kuesioner menggunakan metode Cronbach Alpha. Teknik analisis data dilakukan dengan menggunakan metode Regresi Linier Berganda. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data disimpulkan bahwa: (1) secara parsial variabel disiplin kerja dan motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan dan stress berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan PD. Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan, dan (2) secara simultan bahwa disiplin kerja, motivasi dan stress berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PD. Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan. Kata kunci: disiplin, motivasi, stress, kinerja karyawan
Latar Belakang Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor produksi penting yang menentukan keberhasilan suatu perusahaan mencapai tujuannya, yaitu memperoleh laba serta kesinambungan usaha. Dengan mengelola sumber daya manusia dengan baik akan memberikan dampak yang positif bagi perusahaan,
sebaliknya bila penanganan sumber daya manusia tidak dilakukan dengan baik akan menyebabkan ketidak efisienan aktivitas perusahaan yang pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan. Suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa motivasi dasar bagi kebanyakan orang menjadi karyawan pada suatu
223
224 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 227-246
organisasi tertentu adalah untuk mencari nafkah. Berarti apabila di satu pihak seseorang menggunakan pengetahuan, keterampilan, tenaga dan sebagian waktunya untuk berkarya pada suatu organisasi, maka ia mengharapkan menerima imbalan tertentu. Berangkat dari pandangan demikian, dewasa ini masalah imbalan dipandang sebagai salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh manajemen suatu organisasi. Dikatakan merupakan tantangan karena imbalan oleh para pekerja tidak lagi dipandang semata-mata sebagai alat pemuasan kebutuhan materialnya, akan tetapi sudah dikaitkan dengan harkat dan martabat manusia. Sebaliknya organisasi cenderung melihatnya sebagai beban yang harus dipikul oleh organisasi tersebut dalam rangka upaya pencapaian tujuan dan berbagai sasarannya. Berarti bahwa dalam mengembangkan dan menerapkan suatu disiplin dan motivasi, kepentingan organisasi dan kepentingan para pekerja mutlak perlu diperhitungkan. Kepentingan para karyawan harus mendapat perhatian dalam arti bahwa kompensasi yang diterimanya atas jasa yang diberikan kepada organisasi harus memungkinkannya mempertahankan harkat dan martabatnya sebagai insan yang terhormat. Tegasnya kompensasi tersebut memungkinkannya mempertahankan taraf hidup yang wajar dan layak serta hidup mandiri tanpa menggantungkan pemenuhan berbagai jenis kebutuhannya pada orang lain. Kepentingan organisasi harus terjamin dalam arti bahwa melalui pengarahan kemampuan, pengetahuan, keterampilan, waktu dan tenaga para pekerjanya, organisasi dapat mencapai tujuan dan sasarannya yang pada gilirannya memungkinkan organisasi tidak hanya sekedar mempertahankan eksistensinya, melainkan juga mampu tumbuh dan berkembang. Sistem kompensasi yang baik adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan para anggota organisasi yang pada gilirannya memungkinkan organisasi memperoleh, memelihara dan mempekerjakan sejumlah orang dengan berbagai sikap dan perilaku positif untuk kepentingan organisasi. Seiring dengan perkembangan pembangunan di berbagai sektor, peranan tenaga kerja sangat penting sebagai penentu ke-
berhasilan sebuah perusahaan pada semua sektor kegiatan usaha. Sesuai dengan peranannya, maka tenaga kerja perlu dibina dan dibimbing serta diberi motivasi dalam rangka meningkatkan kemampuan dan kepercayaan terhadap diri karyawan serta menciptakan kepuasan kerja bagi mereka. Dalam hal ini, karyawan tidak hanya berperan sebagai tenaga kerja di perusahaan tetapi juga berperan sebagai konsumen dari produk perusahaan. Di samping itu, organisasi harus berupaya untuk mempertahankan sumber daya manusia yang potensial agar tidak berdampak pada pemindahan karyawan ke perusahaan lain. Perusahaan yang siap berkompetisi harus memiliki manajemen yang efektif. Dalam meningkatkan kinerja karyawan sebuah manajemen yang efektif memerlukan dukungan karyawan yang cakap dan kompeten di bidangnya. Karyawan dan perusahaan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Karyawan memegang peranan utama dalam menjalankan roda kehidupan perusahaan. Apabila karyawan memiliki produktifitas dan motivasi kerja yang tinggi, maka laju roda akan berjalan cepat, yang akhirnya akan menghasilkan kinerja dan pencapaian yang baik bagi perusahaan. Di sisi lain bagaimana mungkin roda perusahaan berjalan baik, kalau karyawannya tidak produktif, artinya karyawan tidak memiliki semangat kerja yang tinggi, tidak ulet dalam bekerja dan memiliki moril yang rendah. Biasanya karyawan yang puas dengan apa yang diperoleh di perusahaan akan memberikan lebih dari apa yang diharapkan dan akan terus berusaha memperbaiki kinejanya. Sebaliknya karyawan yang kepuasan kerjanya rendah, cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan, sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Untuk itu merupakan keharusan bagi perusahaan untuk mengenali faktor-faktor apa saja yang membuat karyawan puas bekerja di perusahaan. Dengan tercapai kepuasan kerja karyawan, kinerja akan meningkat sehingga produktivitaspun akan meningkat. Banyak perusahaan berkeyakinan bahwa gaji merupakan faktor utama yang mempengaruhi kepusan karyawan. Sehingga ketika perusahaan merasa sudah memberikan gaji yang cukup, dianggap karyawannya sudah
Puspitasari, Pengaruh Disiplin, Motivasi dan Stress …. 225
puas. Sebenarnya kepuasan kerja karyawan tidak mutlak dipengaruhi oleh gaji semata. Banyak faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan, antara lain adalah kesesuaian pekerjaan, kebijakan organisasi termasuk kesempatan untuk berkembang, lingkungan kerja dan perilaku atasan. Stress kerja ini kerap menjangkiti banyak pihak di tempat kerja. Dari sejumlah penjelasan para ahli, stress kerja ini bisa menimbulkan dampak baik, tapi sekaligus buruk bagi yang bersangkutan dan bagi organisasi atau perusahaan. Orang yang terkena stress kerja (dengan catatan, tidak bisa menanggulanginya) cenderung tidak produktif, tidak tertantang untuk menunjukkan kehebatannya, secara tidak sadar malah menunjukkan kebodohannya, malas-malasan, tidak efektif dan tidak efisien, ingin pindah tetapi tidak pindah-pindah, dan seterusnya. Secara kalkulasi manajemen, tentu saja ini merugikan organisasi. Apalagi jika si penderita stress kerja ini jumlahnya banyak di suatu tempat. Selain terkait dengan menurunnya produktivitas, stress kerja juga bisa mengurangi kekebalan tubuh. Karena itu, ada ke-mungkinan bahwa si penderita ini gampang terkena sakit, dari mulai yang berstadium rendah sampai ke yang berstadium tinggi. Sedikit-sedikit minta izin atau sering tidak masuk kantor. Ini jelas merugikan yang ber-sangkutan dan juga perusahaan. Stress kerja juga bisa mengganggu komunikasi atau hubungan, baik itu interpersonal dan intra-personal. Stress kerja bisa timbul karena kondisi kerja (work condition) dan kualitas pekerja (personal quality). Jika suatu perusahaan tidak memiliki standar manajemen yang mengatur lalu lintas pekerjaan, ini mungkin akan menimbulkan stress kerja bagi orang-orang tertentu. Standar manajemen kerja yang tidak jelas akan menciptakan kondisi di mana ada orang-orang tertentu yang kebanjiran pekerjaan tetapi ada juga yang krisis tugas. Ada orang-orang tertentu yang diberi tanggung jawab melebihi kapasitasnya. Ini yang terkait dengan work condition. Adapun yang terkait dengan personal quality, misalnya saja, karyawan yang memiliki motivasi kerja bagus, memiliki tujuan karir yang lebih panjang, memiliki kebutuhan berprestasi yang lebih kuat, dan seterunya,
akan lebih mudah untuk menyimpulkan target atau tugas sebagai tantangan, bukan sebagai tekanan. Stress kerja yang dialami pun menjadi motivator, penggerak dan pemicu kinerja di masa selanjutnya. Perilaku manusia itu pada hakikatnya adalah berorientasi pada tujuan dengan kata lain bahwa perilaku seseorang itu pada umumnya dirangsang oleh keinginan untuk mencapai beberapa tujuan. Adapun atribut yang mendasari perilaku individu dalam organisasi adalah faktor-faktor penentu prestasi kerja individu, kepribadian individu dan manajemen perbedaan individu. Untuk itu, seorang pemimpin harus mengetahui dorongan atau kebutuhan karyawannya untuk mau mengerjakan sesuatu aktivitas tertentu. Pemimpin yang berhasil mendorong atau memotivasi karyawannya akan mampu menciptakan suatu lingkungan kerja yang menjamin pemenuhan kebutuhan yang tepat bagi karyawan. Pemimpin juga harus memperhatikan adanya keseimbangan atau paling sedikit keseimbangan antara tujuan individu dengan tujuan organisasi. Sehingga aktivitas yang dilakukan individu tidak jauh menyimpang dari aktivitas organisasi. Begitu pula disiplin kerja mampu meningkatkan prestasi kerja karyawan dalam melakukan proses belajar mengajar. Hasibuan (2007: 193) mengemukakan bahwa disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya prestasi kerja. Untuk memelihara dan meningkatkan kedisiplinan yang baik adalah menetapkan peraturan dan tata tertib kerja yang mengikat, memenuhi keinginan dan kebutuhan karyawannya, menentukan garis wewenang dan tanggung jawab yang tegas dan jelas, membentuk hubungan kerja yang harmonis, dan membuat suasana kondisi kerja yang baik. Seperti yang dikemukakan oleh Siagian (2008:305) bahwa pendisiplinan karyawan merupakan suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya.
226 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 227-246
PD Bangun Banua adalah perusahaan daerah yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Selatan. Perusahaan ini bergerak dibidang perhotelan, perdagangan, industri dan jasa pertambangan, pertanahan, dan properti. Permasalahan yang terjadi pada perusahaan ini adalah rendahnya partisipasi mereka dalam melakukan pekerjaan karena kurangnya motibvasi dari atasan. Selain itu, masih kurangnya disiplin karyawan dalam melakukan pekerjaan seperti seringnya terlambat karyawan berangkat bekerja dan terkadang mereka absen untuk bekerja. Ada juga beberapa karyawan yang mengalami stress karena beban kerja yang berlebihan atau melebihi batas ketentuan, sementara penghargaan yang diberikan pada karyawan masih kurang. Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penilaian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Apakah disiplin kerja berpengaruh terhadap kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan? 2. Apakah motivasi berpengaruh terhadap kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan? 3. Apakah stress berpengaruh terhadap kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan? 4. Apakah disiplin kerja, motivasi, dan stress berpengaruh terhadap kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan? 5. Variabel manakah yang mempunyai pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan? Studi Literatur Pada umumnya moral kerja dipergunakan untuk menggambarkan suasana keseluruhan yang dirasakan samar-samar atau kabur diantara anggota-anggota suatu kelompok, masyarakat atau perkumpulan. Apabila mereka merasa baik, bahagia, optimis, kebanyakan orang menggambarkan orang-orang tersebut sebagai mempunyai moril yang tinggi. Menurut Alexander yang dikutip Moekijat (1999:72) semangat atau moril kerja adalah kemampuan sekelompok orang
untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: bekerjasama dengan giat dan konsekuen dalam mengejar tujuan bersama. Bekerjasama di sini menekankan dengan tegas hakekat saling hubungan dari suatu kelompok dengan keinginan yang nyata bekerja sama. Dengan giat dan konsekuen menunjukkan caranya untuk sampai kepada tujuan melalui disiplin bersama. Sedangkan tujuan bersama menjelaskan, bahwa tujuannya adalah satu yang mereka semuanya menginginkan. Jadi pada dasarnya kedisiplinan merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia yang terpenting dari kunci terwujudnya tujuan, karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujudnya tujuan yang maksimal. Kedisiplinan juga dapat dikatakan sebagai keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturanperaturan perusahaan dan norma-norma sosial. Sudah kita ketahui bersama bahwa kedisiplinan merupakan fungsi operating manajemen sumber daya manusia yang terpenting, karena semakin baik disiplin karyawan, maka semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dipercayainya. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal. Menurut Hasibuan (2007:8) kedisiplinan dapat didefinisikan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku. Kesadaran di sini adalah sikap yang secara sukarela mentaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya. Jadi dia akan mematuhi/ mengerjakan semua tugasnya dengan baik bukan atas paksaan. Sedangkan kesediaan adalah suatu sikap, tingkah laku dan perbuatan seseorang yang sesuai dengan peraturan perusahaan baik yang tertulis maupun tidak. Uraian di atas memberikan suatu gambaran bahwa disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja dan mendukung terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Karena itu setiap manajer selalu berusaha, agar para bawahannya mempunyai disiplin yang baik, seorang manajer dikatakan efektif dalam kepemimpinannya, jika para bawahannya berdisiplin baik.
Puspitasari, Pengaruh Disiplin, Motivasi dan Stress …. 227
Upaya menegakkan disiplin kerja para karyawan, maka peraturan itu sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi karyawan dalam menciptakan tata tertib baik di perusahaan. Karena dengan tata tertib karyawan yang baik, maka semangat kerja, moral kerja, efisiensi dan efektivitas kerja akan meningkat. Hal ini akan mendukung tercapainya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat. Kedisiplinan suatu perusahaan dikatakan baik, jika sebagian besar karyawan mentaati peraturan-peraturan yang ada. Selain peraturan-peraturan yang perlu diterapkan bahwa hukuman juga diperlukan dalam meningkatkan kedisiplinan, karena hukuman ini adalah untuk mendidik para karyawan, supaya berperilaku mentaati suatu peraturan perusahaan. Pemberian hukuman ini harus adil dan tegas terhadap karyawan. Karena dengan keadilan dan ketegasan ini sasaran pemberian hukuman akan tercapai. Dengan demikian kedisiplinan harus ditegakkan dalam suatu organisasi perusahaan, karena tanpa dukungan disiplin karyawan yang baik, maka sulit perusahaan untuk mewujudkan tujuannya, jadi kedisiplinan adalah kunci keberhasilan suatu perusahaan dalam mencapai tujuan. Kedisiplinan merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia yang terpenting dan kunci terwujudnya tujuan, karena tanpa disiplin yang baik sulit terwujudnya tujuan yang maksimal. Kedisiplinan juga dapat dikatakan sebagai keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan norma-norma sosial. Sudah kita ketahui bersama bahwa kedisiplinan merupakan fungsi operating manajemen sumber daya manusia yang terpenting, karena semakin baik disiplin karyawan, maka semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai. Tanpa disiplin karyawan yang baik, sulit bagi organisasi perusahaan mencapai hasil yang optimal. Menurut Hasibuan (2007: 214-218) indikator yang mempengaruhi tindakan pendisiplinan karyawan suatu organisasi, di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Teladan Pimpinan Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan karyawan, karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para bawahannya. Pimpinan harus
memberi contoh yang baik, berdisiplin baik, jujur, adil serta sesuai kata dengan perbuatan. Dengan teladan pimpinan yang baik, maka kedisiplinan bawahan pun akan ikut baik. Tetapi jika teladan pimpinan kurang baik (kurang berdisiplin), maka para bawahan pun juga akan kurang berdisiplin. Pimpinan jangan mengharapkan kedisiplinan bawahannya baik, jika diri sendiri kurang berdisiplin. Pimpinan harus menyadari bahwa perilakunya akan dicontoh dan diteladani oleh para bawahan-nya. Hal inilah yang mengharuskan agar pimpinan mempunyai kedisiplinan yang baik, agar para bawahanpun berdisiplin dengan baik pula. 2. Balas Jasa Balas jasa (gaji dan kesejahteraan) ikut mempengaruhi kedisiplinan karyawan, karena balas jasa akan memberikan kepuasan dan kecintaan karyawan terhadap perusahaan/karyawannya. Jika kecintaan karyawan semakin baik terhadap pekerjaan, maka kedisiplinan mereka akan baik pula. Untuk mewujudkan kedisiplinan yang baik, perusahaan harus memberikan balas jasa yang relatif besar. Kedisiplinan karyawan tidak mungkin baik, apabila balas jasa yang mereka terima kurang memuaskan untuk memenuhi kebutuhankebutuhannya. Jadi balas jasa berperan penting untuk menciptakan kedisiplinan karyawan, artinya semakin besar balas jasa maka se-makin baik kedisiplinan karyawan. Sebaliknya bila balas jasa kecil, maka kedisiplinan karyawan rendah, karyawan sulit untuk berdisiplin baik selama kebutuhan-kebutuhan primernya tidak terpenuhi dengan baik. 3. Waskat Waskat (pengawasan melekat) adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan karyawan sah, karena dengan waskat ini, berarti atasan harus efektif dan langsung mengawasi perilaku, moral, sikap, gairah kerja dan prestasi kerja bawahannya. Hal ini berarti atasan harus selalu ada atau hadir di tempat pekerjaannya, supaya dia dapat mengawasi dan memberikan petunjuk jika ada bawahannya yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan pekerjaannya.
228 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 227-246
4. Sanksi Hukuman Sanksi hukuman berperan penting dalam memelihara kedisiplinan karyawan karena dengan sanksi hukuman yang semakin berat karyawan akan semakin takut untuk melanggar peraturan-peraturan perusahaan, sikap dan perilaku yang indisipliner karyawan akan berkurang. 5. Ketegasan Pimpinan Ketegasan pimpinan dalam melakukan tindakan akan mempengaruhi kedisiplinan karyawan perusahaan. Pimpinan harus berani dan tegas bertindak untuk menghukum setiap karyawan yang indisipliner sesuai dengan sanksi hukum yang etlah ditetapkan. Pimpinan yang berani bertindak tegas menerapkan hukuman bagi karyawan yang indisipliner akan disegani dan diakui kepemimpinannya oleh bawahan. Berdasarkan beberapa indikator-indikator tersebut di atas, maka ketegasan pimpinan menegur dan menghukum setiap karyawan yang indisipliner akan mewujudkan kedisiplinan yang baik pada perusahaan yang bersangkutan. Jadi dapat dikatakan kedisiplinan menjadi kunci terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat, karena dengan kedisiplinan yang baik, berarti karyawan sadar dan bersedia mengerjakan semua tugasnya dengan baik. Kedisiplinan disini juga mempunyai hubungan dengan prestasi kerja, karena kepuasan kerja secara langsung mempengaruhi tingkat kedisiplinan karyawan. Peranan disiplin kerja bagi karyawan merupakan salah satu aspek yang mempengaruhi berbagai hal dalam hubungannya dengan tingkat produktivitas kerja. Oleh karena itu keberhasilan karyawan-karyawan dalam mengembangkan kewajiban-kewajiban itu sangat tergantung kepada kesediaan untuk berkorban dan bekerja keras dengan menjauhkan diri dari kepentingan pribadi atau golongan. Dengan demikian untuk mengarahkan karyawan ke arah itu perlu adanya disiplin. Karena disiplin merupakan kegiatan manajemen untuk menjalankan standar-standar organisasional. Untuk menegakkan disiplin kerja para karyawan, maka peraturan sangat diperlukan untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi karyawan dalam menciptakan tata tertib. Kedisiplinan merupakan fungsi ope-
rasional manajemen sumber daya manusia yang terpenting, karena semakin baik disiplin karyawan maka semakin tinggi prestasi kerja yang dicapai. Jadi manajemen mempunyai tanggung jawab untuk menciptakan suatu iklim disiplin preventif korektif dimana berbagai standar harus diketahui dan optimal. Dengan demikian dari pengertian pendisiplinan adalah untuk memperbaiki pelanggar, untuk menghalangi para karyawan yang lain melakukan kegiatan-kegiatan yang serupa, dan untuk menjaga berbagai standar kelompok tetap konsisten dan efektif. Dalam setiap saat pimpinan mungkin banyak menyisihkan waktunya/waktu kerja untuk mentaati peraturan disiplin. Disiplin dapat merupakan suatu proses perkembangan yang konstruktif bagi setiap karyawan dan merupakan suatu pengalaman yang dapat dijadikan pelanggaran untuk perkembangan selanjutnya. Lagi pula tindakan-tindakan disipliner tidak hanya mempunyai implikasi langsung atas mental karyawan, tetapi dapat berpengaruh atas efektivitas kerja. Masa sekarang ini terutama di negara kita, sering terjadi adanya hambatan manajemen, kemacetan-kemacetan usaha, merosotnya produksi, banyaknya waktu terbuang, korupsi dan lain sebagainya, maka sangatlah terasa perlunya disiplin sementara karyawan yang kurang bertanggung jawab, yang kurang sadar akan tugas dan kewajiban sebagai abdi masyarakat. Oleh karena itu setiap karyawan hendaknya menyadari bahwa kepentingan bangsa dan negara adalah kepentingan yang harus diutamakan. Motivasi pada dasarnya adalah proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang agar melakukan sesuatu yang diinginkan organisasi. Menurut Martoyo (2000:154) motivasi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang manajer dalam memberikan inspirasi, semangat, dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya, untuk mengambil tindakan-tindakan. Pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan orang-orang atau karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki dari orang-orang tersebut. Sedangkan menurut Sondang (2008:286) motivasi didefinisikan sebagai suatu dorongan
Puspitasari, Pengaruh Disiplin, Motivasi dan Stress …. 229
perasaan untuk berbuat sesuatu dalam mencapai suatu tujuan yang baik, pada suatu perusahaan bahwa adanya motivasi dapat membawa para karyawan untuk berbuat yang semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya karena meyakini bahwa dengan keberhasilan organisasi mencapai tujuan dan berbagai sasarannya, kepentingan-kepentingan pribadi para anggota organisasi tersebut akan terpelihara pula. Sasaran organisasi tidak mungkin dicapai tanpa adanya kesesuian antara tujuan karyawannya dengan perusahaan. Motivasi merupakan karakteristik psikologis manusia sebagai kontribusi bagi sukses organisasi. Ada beberapa pandangan mengenai motivasi, menurut Robbins (2006: 221-244) adalah: 1. Needs Theory/Teori Kebutuhan Menurut teori kebutuhan seseorang mempunyai motivasi kalau orang tersebut belum mencapai tingkat kepuasan tertentu. Atkinson berpendapat bahwa dalam diri seseorang ada dorongan kebutuhan untuk berprestasi, kebutuhan kekuasaan, dan kebutuhan berafiliasi. Mereka yang mempunyai kebutuhan berprestasi tinggi cenderung termotivasi dengan situasi kerja yang penuh tantangan dan persaingan, berkembang dengan pekerjaan yang menantang, memberikan kepuasan dan membangkitkan semangat. Mereka senang menerima otonomi, variasi dan umpan balik. Mereka berusaha melakukan sesuatu yang lebih baik dan lebih efisien dari sebelumnya. Individu yang memiliki kebutuhan akan kekuasaan, berusaha untuk mempengaruhi orang lain, menyukai persaingan, dan menaruh perhatian pada prestise. Individu yang memiliki kebutuhan berafiliasi, lebih menyukai persahabatan, situasi kooperatif, dan hubungan saling pengertian. 2. Goal Setting Theory Teori ini memusatkan pada proses penentuan sasaran dari mereka sendiri. Niat yang dinyatakan sebagai tujuan dapat menjadi sumber utama dari motivasi kerja. Dalam diri manusia ada kecenderungan untuk menentukan sasaran dan berusaha untuk mencapainya. Orang termotivasi kalau mereka bertingkah laku dalam cara yang menggerakkan mereka ke sasaran tertentu yang jelas, yang mereka terima
dan terdapat harapan cukup besar untuk dicapai. Kondisi ini disertai bahwa individu tersebut memahami dan menerima sasaran tertentu. Sasaran spesifik dan menantang akan sangat efektif untuk menjadikan individu termotivasi dalam prestasi kerjanya. Umpan balik diperlukan untuk memperbaiki proses dan penetapan sasaran berikutnya. 3. Reinforcement Theory/Teori Penguatan Reinforcement theory merupakan instrumen dukungan terhadap goal setting theory. Reinforcement/penguatan digunakan untuk membentuk perilaku. Teori ini dimasukkan ke dalam wacana motivasi. Teori penguatan lebih terfokus pada apa yang terjadi pada seseorang ketika ia mengambil tindakan, dan mengabaikan kondisi dalam diri individu. Jadi dalam teori ini memberikan analisis yang tajam terhadap faktor yang mengendalikan perilaku. Apa yang dilakukan individu dan upaya alokasi berbagai tugas, dipengaruhi oleh konsekuensi perilakunya. 4. Equity Theory/teori kewajaran Teori ini menyatakan bahwa karyawan membandingkan apa yang mereka berikan ke dalam suatu situasi kerja (input) terhadap apa yang mereka dapatkan dari pekerjaannya, dan kemudian membandingkannya dengan rekan mereka. Ada tiga kategori acuan, yaitu orang lain, sistem dan diri sendiri. Individu tidak hanya memperhatikan jumlah absolut dari penghargaan yang mereka terima, tetapi juga membandingkan jumlah itu dengan apa yang diterima orang lain. 5. Expectancy Theory/Teori Harapan Dalam teori harapan, orang bertingkahlaku berdasarkan harapannya akan apa yang akan diperoleh dari setiap tindakannya. Tingkah laku individu dalam teori ini mempunyai keinginan dan sasaran berbeda-beda. Tingkah laku yang dipilih tergantung dari harapan mereka bahwa suatu tindakan tingkah laku akan membawa hasil yang diinginkan. Hasil bisa berfungsi sebagai imbalan instrinsik maupun imbalan ekstrinsik. Imbalan instrinsik merupakan imbalan yang dapat dirasakan langsung misal perasaan berhasil menyelesaikan tugas.
230 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 227-246
Perilaku manusia itu pada hakikatnya adalah berorientasi pada tujuan dengan kata lain bahwa perilaku seseorang itu pada umumnya dirangsang oleh keinginan untuk mencapai beberapa tujuan. Adapun atribut yang mendasari perilaku individu dalam organisasi adalah faktor-faktor penentu prestasi kerja individu, kepribadian individu dan mamajemen perbedaan individu. Untuk itu, seorang pemimpin harus mengetahui dorongan atau kebutuhan karyawannya untuk mau mengerjakan sesuatu aktivitas tertentu. Pemimpin yang berhasil mendorong atau memotivasi karyawannya akan mampu menciptakan suatu lingkungan kerja yang menjamin pemenuhan kebutuhan yang tepat bagi karyawan. Pemimpin juga harus memperhatikan adanya keseimbangan atau paling sedikit keseimbangan antara tujuan individu dengan tujuan organisasi. Sehingga aktivitas yang dilakukan individu tidak jauh menyimpang dari aktivitas organisasi. Menurut Mangkunegara (2003:9) motivasi dibedakan menjadi dua, yaitu motivasi positif sebagai proses mencoba untuk mempengaruhi orang lain agar menjalankan sesuatu yang diinginkan dengan cara memberikan kemungkinan akan mendapat hadiah, dan motivasi negatif adalah sebagai proses untuk mempengaruhi orang lain agar melakukan sesuatu yang diinginkan dengan menggunakan kekuatan yang menciptakan rasa ketakutan. Maslow dalam Luthans (2006: 280), menyatakan hierarki kebutuhan untuk mendorong motivasi kerja adalah sebagai berikut: 1. Kebutuhan fisiologis, yaitu kebutuhan fisik dan biologis seperti kebutuhan akan pakan, sandang, pangan, papan, dan kebutuhan akan rasa seks. 2. Kebutuhan rasa aman, yaitu mencakup keinginan akan rasa aman,baik rasa aman akan kebutuhan pakan, dan sebagainya, juga rasa aman dari malapetaka. 3. Kebutuhan sosial, yaitu mencakup keinginan untuk berinteraksi dan berafiliasi dengan orang lain dan kebutuhan untuk merasa diinginkan oleh orang lain. 4. Kebutuhan ego, yaitu kebutuhan akan harga diri, harkat dan martabat, sehingga orang selalu ingin lebih baik dari orang lain.
5. Aktualisasi diri, yaitu kebutuhan akan harga diri yang merupakan tingkat kebutuhan yang paling tinggi. Kebutuhan-kebutuhan tersebut bersifat hierarkis, yaitu suatu kebutuhan akan timbul apabila kebutuhan dasar sebelumnya telah dipenuhi. Setelah kebutuhan fisiologis seperti pakaian, makanan dan perumahan terpenuhi, maka kebutuhan tersebut akan digantikan dengan kebutuhan rasa aman dan seterusnya, sehingga tingkat kebutuhan seseorang akan berbeda-beda dalam bekerja. Seseorang yang kebutuhan hanya sekedar makan, maka pekerjaan apapun akan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Menurut Luthans (2006:283) ada dua rangkaian kondisi yang mempengaruhi seseorang dalam pekerjaannya, yakni: 1. Faktor-faktor yang berperan sabagai motivator yakni mampu memuaskan dan mendorong orang untuk bekerja, antara lain: a. keberhasilan pelaksanaan, b. pengakuan, c. pekerjaan itu sendiri, d. tanggung jawab, dan e. pengembangan. 2. Faktor hygiene yang merupakan faktor kedua yang dapat menimbulkan rasa tidak puas kepada karyawan atau dengan kata lain “demotivasi”. a. kebijakan dan admistrasi perusahaan, b. supervisi, c. hubungan antar pribadi, d. kondisi kerja, dan e. gaji/upah. Robbins dan Timothy (2007:26) mengemukakan dua model yang menjelaskan motivasi karyawan yang bekerja yaitu teori X dan teori Y. 1. Teori X menganggap bahwa: a. Karyawan tidak suka bekerja dan cenderung untuk menghindari kerja. b. Karyawan harus diawasi dengan ketat dan diancam agar mau bekerja dengan baik. c. Prosedur dan disiplin yang keras lebih diutamakan dalam bekerja. d. Uang bukan satu-satunya faktor yang memotivasi kerja. e. Karyawan tidak perlu diberikan kesempatan untuk mengembangkan diri.
Puspitasari, Pengaruh Disiplin, Motivasi dan Stress …. 231
2. Teori Y menganggap bahwa: a. Karyawan senang bekerja, sehingga pengawasan dan hukuman tidak diperlukan oleh karyawan. b. Karyawan akan memiliki komitmen terhadap pekerjaan dan organisasi jika merasa memuaskan. c. Manusia cenderung ingin belajar. d. Kreatifitas dan imajinasi digunakan untuk memecahkan masalah. Sebelum melakukan pemberdayaan pada karyawan, ada beberapa kondisi dasar yang harus diciptakan oleh organisasi. yang dapat mendukung dilakukannya pemberdayaan karyawan dalam organisasi untuk meningkatkan motivasi kerja menurut Luthans (2006:38), yaitu: 1. Participation/Partisipasi Dalam pemberdayaan mensyaratkan bahwa karyawan mempunyai kemauan untuk memperbaiki hubungan dan proses kerja sehari-hari. Suatu pelatihan didalam pemberdayaan akan sangat berguna bagi karyawan. Bahwa mereka akan berpartisipasi lebih aktif dan berpandangan lebih luas. Organisasi juga perlu untuk mengurangi proses birokrasi yang menghambat karyawan dalam peningkatan inisiatifnya. 2. Innovation/Inovasi Pemberdayaan memberi semangat dan keleluasaan karyawan terhadap inovasi. Hal ini dikarenakan karyawan yang diberi wewenang akan menggunakan pemikiranpemikiran baru didalam pengambilan keputusan, dan hasilnya adalah suatu cara baru dalam melakukan suatu aktivitas. Pemberian semangat untuk berinovasi kapada karyawan, mendorong mereka untuk selalu membawa ide dan pemikiran baru untuk perbaikan dalam organisasi. 3. Information Concern/Perhatian terhadap Informasi Ketika karyawan mempunyai perhatian terhadap suatu informasi, mereka mempunyai keinginan mempelajari dan menggunakannya didalam usaha meningkatkan pemberdayaan. Pada akhirnya tim kerja akan lebih efektif dalam pengelolaan dan pengawasannya. Organisasi perlu untuk memberikan kemudahan mengakses informasi bagi semua pihak yang terlibat dalam organisasi. Perhatian terhadap informasi
merupakan dasar keinginan untuk tahu sesuatu. 4. Accountability/Pertanggungjawaban Diharapakan dengan pemberdayaan, karyawan lebih berperan dalam organisasi, dan juga lebih bertanggung jawab terhadap hasil keputusannya. Pertanggungjawaban bukan berniat untuk menghukum, atau secara cepat menilai hanya dari hasil jangka pendek, tetapi untuk melihat hasil pemberdayaan karyawan yang telah memberikan usaha terbaik, pekerjaan yang sesuai dengan tujuan, dan menunjukan rasa tanggungjawab kapada yang lainnya. Stress pekerjaan dapat diartikan sebagai suatu tekanan yang dirasakan oleh karyawan karena tugas-tugas pekerjaan yang tidak dapat mereka penuhi (Istijanto, 2005: 184). Artinya, stress muncul saat karyawan tidak mampu memenuhi apa yang menjadi tuntutan-tuntutan pekerjaan. Ketidakjelasan apa yang menjadi tanggungjawab pekerjaan, kekurangan waktu untuk menyelesaikan tugas, tidak ada dukungan fasilitas untuk menjalankan pekerjaan, tugas-tugas pekerjaan yang saling bertentangan merupakan pemicu stress. Menurut Mangkunegara (2003:179) stress kerja adalah perasaan yang menekan atau merasa tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan. Stress kerja ini tampak dari gejala-gejala seperti emosi yang tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah meningkat dan mengalami gangguan pencernaan. Sedangkan Handoko (2001:200) menyebutkan bahwa stress adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Stress yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan. Sebagai hasilnya, pada diri para karyawan berkembang berbagai macam gejala stress yang dapat mengganggu pelaksanaan kerja mereka. Gejalagejala ini menyangkut baik kesehatan fisik maupun kesehatan mental. Untuk jangka pendek, stress yang dibiarkan begitu saja tanpa penanganan serius membuat karyawan tertekan, tidak termotivasi dan frustasi, sehingga pada gilirannya me-
232 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 227-246
nyebabkan karyawan tidak bekerja secara optimal dan prestasi kerja pun terpengaruh. Dalam jangka waktu lebih lama, jika karyawan tidak mampu menahan stress pekerjaan, ia tidak mampu lagi bekerja diperusahaan bersangkutan (Istijanto, 2005:184). Pada tahap yang demikian parah, stress bisa membuat karyawan jatuh sakit sehingga tidak mampu masuk bekerja, atau bahkan karyawan secara aktif harus mengundurkan diri. Menurut Kim (1996) dalam Istijanto (2005:184) dalam topik riset mengenai stress, ada lima macam sumber stress yang diteliti, yaitu ketidakjelasan peran (role ambiguity), konflik pekerjaan, beban pekerjaan (workload), ketidaktersediaan sumber daya (resource inadequacy), dan bahaya yang dirasakan karyawan. Newstrom & Davis (2002:490) mengemukakan bahwa terdapat empat pendekatan terhadap stress kerja, meliputi: 1. pendekatan dukungan sosial (social support), 2. pendekatan mediasi (mediation), 3. pendekatan bimbingan medis (biofeedback), dan 4. pendekatan kesehatan pribadi (personal wellness). Menurut Mangkunegara (2003:180) penyebab stress kerja antara lain beban kerja yang dirasakan terlalu berat, waktu kerja mendesak, kualitas pengawasan kerja yang rendah, iklim kerja yang tidak sehat, autoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan tanggung jawab, konflik kerja, perbedaan nilai antara karyawan dengan pimpinan yang frustasi dalam bekerja. Ada dua kategori penyebab stress, yaitu on-the-job dan off-the-job. Menurut Handoko (2001: 2001) di antara penyebabpenyebab stress “on-the-job” adalah sebagai berikut: 1. beban kerja yang berlebihan; 2. tekanan atau desakan waktu; 3. kualitas supervisi yang jelek; 4. iklim politis yang tidak aman; 5. umpan balik tentang pelaksanaan kerja yang tidak memadai; 6. wewenang yang tidak mencukupi untuk melaksanakan tanggung jawab; 7. kemenduaan peranan (role ambiguity); 8. frustasi;
9.
konflik antar pribadi dan antar kelompok; 10. perbedaan antara nilai-nilai perusahaan dan karyawan; dan 11. berbagai bentuk perubahan. Di lain pihak, stress skaryawan juga dapat disebabkan masalah-masalah yang terjadi diluar perusahaan. Menurut Handoko (2001: 2001) penyebab-penyebab stress”off-the-job” antara lain: 1. kekhawatiran finansial; 2. masalah-masalah yang bersangkutan dengan anak; 3. masalah-masalah fisik; 4. masalah-masalah perkawinan (misal, perceraian); 5. perubahan-perubahan yang terjadi di tempat tinggal; dan 6. masalah-masalah pribadi lainnya, seperti kematian sanak saudara. Berbagai bentuk kekhawatiran dan masalah selalu dihadapai para karyawan. Beberapa bentuk kesulitan terjadi di luar pekerjaan, tetapi kesulitan-kesulitan lain berkaitan dengan pekerjaan. Menurut Handoko (2001: 200) dalam banyak kasus, stress dapat mempengaruhi prestasi kerja, sehingga harus menjadi perhatian pihak manajemen perusahaan. Stress dapat sangat membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan salah (dysfunction) atau merusak prestasi kerja. Secara sederhana hal ini berarti bahwa stress mempunyai potensi untuk mendorong atau menggangu pelaksanaan kerja, tergantung seberapa besar tingkat stress yang dihadapi. Akhirnya, bila stress menjadi terlalu besar, prestasi kerja akan mulai menurun, karena stress mengganggu pelaksanaan pekerjaan. Karyawan kehilangan kemampuan untuk mengendalikannya, menjadi tidak mampu untuk mengambil keputusan-keputusan dan perilakunya menjadi tidak teratur. Akibat paling ekstrem, adalah prestasi kerja menjadi nol, karena karyawan menjadi sakit atau tidak kuat bekerja lagi, putus asa, keluar atau melarikan diri dari pekerjaan dan mungkin diberhentikan. Berkaitan dengan hubungan antara stress dengan prestasi kerja, maka prestasi kerja cenderung menurun dengan meningkat-
Puspitasari, Pengaruh Disiplin, Motivasi dan Stress …. 233
nya level stress. Hal itu setidaknya juga didukung oleh pernyataan Gitosudarmo dan Sudita (2000) dalam Fajar (2005) bahwa stress mempunyai dampak positif dan negatif terhadap prestasi kerja. Pada saat stress rendah atau tidak ada stress pekerja pada umumnya bekerja pada tingkat prestasi yang dicapainya pada saat itu. Ketika stress meningkat sampai pada tingkat yang tinggi maka prestasi menurun secara mencolok. Kinerja menurut Sedarmayanti (2008: 260) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Menurut Wibowo (2007:7) kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi. Kinerja juga dapat dikatakan sebagai suatu hasil yang dicapai dari pekerjaan. Kinerja adalah tentang apaya yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Dalam kerangka manajemen berbasis kinerja, setiap individu bertanggung jawab atas kinerja. Mahmudi (2007:22) menyebutkan terdapat lima tanggung jawab utama yang harus dipenuhi oleh setiap individu dalam organisasi untuk mencapai hasil kinerja yang diinginkan. Tanggungjawab individu tersebut adalah: 1. memberikan komitmen terhadap pencapaian tujuan; 2. meminta umpan balik (feedback) atas kinerja yang telah ia lakukan; 3. melakukan komunikasi secara terbuka dan teratur dengan manajernya; 4. mendapatkan data kinerja dan membagi data itu kepada pihak lain; dan 5. menyiapkan diri untuk dilakukan evaluasi atas kinerja yang telah ia capai. Bagaimana suatu organisasi mencapai sukses untuk sebagian besar ditentukan oleh manajer/pimpinan. Apabila manajer melakukan pekerjaan dengan baik, organisasi mungkin mencapai tujuannya. Namun, apabila sebaliknya manajer tidak mampu melakukan
tugasnya, organisasi akan gagal mencapai tujuan. Demikian pula apabila organisasi dalam suatu negara rnencapai tujuannya, negara secara menyeluruh memperoleh kemakmuran. Masalah seberapa baik manajer melakukan pekerjaannya, atau kinerja manajerial, dapat menjadi bahan perdebatan. Manajemen kinerja merupakan ukuran seberapa efisien dan efektif seorang manajer, seberapa baik manajer mempertimbangkan dan mencapai tujuan yang tepat. Untuk menciptakan sistem manajemen kinerja yang efektif, peran manajer sangat menentukan. Menurut Mahmudi (2007:24) dalam manajemen kinerja, manajer bertanggungjawab untuk: 1. menciptakan kondisi yang dapat memotivasi karyawan; 2. melakukan observasi kinerja; 3. memperbaharui dan menyesuaikan tujuan, standar kerja, dan kompetensi kerja apabila terjadi perubahan kondisi; 4. memberikan umpan balik atas kinerja bawahan dan pengarahan; 5. memberikan upgrading dan pengembangan kemampuan karyawan; dan 6. memberikan penguatan perilaku untuk mencapai tujuan organisasi. Indikator kinerja kadang-kadang dipergunakan secara bergantian dengan ukuran kinerja (performance measures), tetapi banyak pula yang membedakan-nya. Pengukuran kinerja berkaitan dengan hasil yang dapat dikuantitatifkan dan mengusahakan data setelah kejadian. Sementana itu, indikator kinerja dipakai untuk aktivitas yang hanya dapat ditetapkan secara lebih kualitatif atas dasar perilaku yang dapat diamati. Indikator kinerja juga menganjurkan sudut pandang prospektif (harapan ke depan) daripada retrospektif (melihat ke belakang). Hal ini menunjukkan jalan pada aspek kinerja yang perlu diobservasi. Menurut Wibowo (2007:77-80) terdapat tujuh indikator kinerja dan dua di antaranya mempunyai peran sangat penting, yaitu tujuan dan model. Indikator-indikator kinerja adalah: 1. Tujuan Tujuan merupakan keadaan yang berbeda yang secara aktif dicari oleh seorang individu atau organisasi untuk dicapai. Pengertian tersebut mengandung makna bah-
234 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 227-246
wa tujuan bukanlah merupakan persyaratan, juga bukan merupakan sebuah keinginan. Tujuan merupakan sesuatu keadaan yang lebih baik yang ingin dicapai di masa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan menunjukkan arah ke mana kinerja harus dilakukan. Atas dasar arah tersebut, dilakukan kinerja untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan, diperlukan kinerja individu, kelompok, dan organisasi. Kinerja individu maupun organisasi berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang diinginkan. 2. Standar Standar mernpunyai arti penting karena memberitahukan kapan suatu tujuan dapat diselesaikan. Standar merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan dapat dicapai. Tanpa standar, tidak dapat diketahui kapan suatu tujuan tercapai. Standar menjawab pertanyaan tentang kapan kita tahu bahwa kita sukses atau gagal. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu mencapai standar yang ditentukan atau disepakati bersama antara atasan dan bawahan. 3. Umpan Balik Antara tujuan, standar, dan umpan balik bersifat saling terkait. Umpan balik melaporkan kemajuan, baik kualitas maupun kuantitas, dalam mencapai tujuan yang didefinisikan oleh standar. Umpan balik terutama penting ketika kita mempertimbangkan “real goals” atau tujuan sebenarnya. Tujuan yang dapat diterima oleh pekerja adalah tujuan yang bermakna dan berharga. Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk mengukur kemajuan kinerja, standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat dilakukan perbaikan kinerja. 4. Alat atau Sarana Alat atau sarana merupakan sumber daya yang dapat dipergunakan untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat atau sarana merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa alat atau sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan tujuan tidak dapat diselesaikan sebagaimana seharusnya. Tan-
pa alat tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan. 5. Kompetensi Kompetensi merupakan persyaratan utama dalam kinerja. Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan kepadanya dengan baik. Orang harus melakukan lebih dari sekedar belajar tentang sesuatu, orang harus dapat melakukan pekerjaannya dengan baik. Kompetensi memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan. 6. Motif Motif merupakan alasan atau pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu. Manajer memfasilitasi motivasi kepada karyawan dengan insentif berupa uang, memberikan pengakuan, menetapkan tujuan menantang, menetapkan standar terjangkau, meminta umpan balik, memberikan kebebasan melakukan pekerjaan termasuk waktu melakukan pekerjaan, menyediakan sumber daya yang diperlukan dan menghapuskan tindakan yang mengakibatkan disintensif. 7. Peluang Pekerja perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukkan prestasi kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu dan kemampuan untuk memenuhi syarat. Penelitian ini digunakan untuk mengetahui pengaruh faktor disiplin, motivasi, dan stress terhadap kinerja karyawan PD Bangu Banua Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian ini juga menentukan faktor yang dominan mempengaruhi kinerja karyawan. Menurut Hasibuan (2007: 193) disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya kinerja karyawan. Siagian (2008:305) mengemukakan bahwa disiplin karyawan merupakan suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan sehingga
Puspitasari, Pengaruh Disiplin, Motivasi dan Stress …. 235
para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif dengan para karyawan yang lain serta meningkatkan kinerja mereka. Menurut Hasibuan (2007:214218) indikator yang mempengaruhi tindakan disiplin karyawan suatu organisasi adalah teladan pimpinan. Kepemimpinan yang ditetapkan oleh seorang manajer dalam organisasi dapat menciptakan integritas yang serasi dan mendorong semangat dan gairah kerja karyawan untuk mencapai sasaran yang maksimal. Pelaksanaan kepemimpinan cenderung menumbuhkan kepercayaan, partisipasi, loyalitas, dan internal motivasi para bawahan dengan cara persuasif. Hal ini semua akan diproleh karena kecakapan, kemampuan, dan perilakunya. Menurut Sedarmayanti (2008:234) pendekatan motivasi adalah bahwa pemimpin menciptakan iklim yang dapat membuat anggota merasa termotivasi. Sedangkan menurut Martoyo (2000:154) motivasi adalah pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang manajer dalam memberikan inspirasi, semangat dan dorongan kepada orang lain, dalam hal ini karyawannya, untuk mengambil tindakantindakan. Pemberian dorongan ini bertujuan untuk menggiatkan orang-orang atau karyawan agar mereka bersemangat dan dapat mencapai hasil sebagaimana dikehendaki. Suprihanto (2003:7) mengemukakan bahwa kinerja karyawan adalah hasil kerja seorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan seperti standar, target/sasaran atau kriteria yang telah ditentukan terlebih dahulu dan telah disepakai bersama. Selain disiplin dan motivasi dapat mempengaruhi kinerja karyawan, stress juga dapat mempengaruhi kinerja karyawan. Seperti yang dikemukakan oleh Handoko (2001: 200) dalam banyak kasus, stress dapat mempengaruhi kinerja karyawan, sehingga harus menjadi perhatian pihak manajemen perusahaan. Siagian (2008:301) juga berpendapat bahwa stressyang tidak teratasi akan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Stressdapat sangat membantu atau fungsional, tetapi juga dapat berperan salah (dysfunction) atau merusak kinerja karyawan (Handoko, 2001: 202). Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka konseptual dalam penelitian ini dapat
dikemukakan seperti ditunjukkan pada gambar 1. Berdasarkan kerangka konseptual yang telah dikemukakan, maka hipotesis penelitian ini diuraikan sebagai berikut: 1. Disiplin berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. 2. Motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan. 3. Stress berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan. 4. Disiplin, motivasi, dan stress berpengaruh secara simultan terhadap kinerja karyawan 5. Disiplin merupakan variabel yang dominan berpengaruh terhadap kinerja karyawan. Metode Penelitian Berdasarkan cara pengumpulan data digunakan yaitu data kualitatif yang dikuantitatifkan berupa angka dan dianalisis menggunakan metode analisis statistik, maka penelitian ini termasuk dalam jenis yaitu penelitian survei. Menurut Riduan (2007: 275) metode penelitian survei adalah usaha pengamatan untuk mendapatkan keterangan-keterangan yang jelas terhadap suatu masalah tertentu dalam suatu penelitian. Penelitian dilakukan secara meluas dan berusaha mencari hasil yang segera dapat dipergunakan untuk suatu tindakan yang sifatnya deskriptif, yaitu melukiskan hal-hal yang mengandung fakta-fakta, klasifikasi dan pengukuran yang akan diukur adalah fakta yang fungsinya merumuskan dan melukiskan apa yang terjadi. Sesuai pendapat Riduan (2007:275), bahwa dalam penelitian ini data dan informasi dikumpulkan dari responden dengan menggunakan kuesioner. Setelah data diperoleh kemudian hasilnya akan dipaparkan secara deskriptif dan pada akhir penelitian akan dianalisis untuk menguji hipotesis yang diajukan. Disiplin (X1)
Motivasi (X2)
>
Kinerja Karyawan (Y)
Stress (X3) Gambar 1. Kerangka Konseptual
236 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 227-246
Populasi dalam penelitian ini adalah individu karyawan yang masih aktif bekerja di PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan data-data perkembangan jumlah karyawan di PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan, maka populasi penelitian ini diambil berdasarkan jumlah karyawan tahun terakhir yaitu akhir Mei 2010 sebanyak 90 orang. Sampel menurut Sekaran (2006:123), adalah sebagian dari populasi, terdiri atas sejumlah anggota yang dipilih dari populasi. Menurut Arikunto (2005: 120) jika populasi kurang dari 100 maka sampel dapat diambil dari seluruh populasi tersebut. Dengan demikian jumlah sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah sebesar 90 karyawan. Teknik pengambilan sampel dengan menggunakan teknik sampling jenuh. Untuk menghindari adanya kesalahan penafsiran mengenai pengertian variabel yang digunakan dalam penelitian ini, sekaligus membatasi penulis dalam identifikasi penelitian, maka untuk masing-masing variabel diberikan definisi sebagai berikut: 1. Disiplin kerja (X1), merupakan kesadaran dan kesediaan seseorang mentaati semua peraturan perusahaan dan norma-norma sosial yang berlaku (Hasibuan, 2007:212). Indikator dari variabel ini adalah teladan pimpinan, balas jasa, waskat (pengawasan melekat), sanksi hukuman, ketegasan pimpinan. 2. Motivasi (X2) adalah suatu dorongan perasaan untuk berbuat sesuatu dalam mencapai suatu tujuan yang baik, pada suatu organisasi bahwa adanya motivasi dapat membawa para karyawan untuk berbuat yang semaksimal mungkin dalam melaksanakan tugasnya (Luthans, 2006:283). Indikator dari variabel ini adalah keberhasilan pelaksanaan, pengakuan, pekerjaan itu sendiri, tanggung jawab, dan pengembangan. 3. Stress (X3), merupakan tekanan yang dirasakan karyawan karena tugas-tugas pekerjaan tidak dapat mereka penuhi (Istijanto, 2005:184). Indikator-indikator dari variabel ini adalah konflik kerja, beban pekerjaan, ketersediaan fasilitas kerja, dan tingkat bahaya pekerjaan.
4. Kinerja (Y), yaitu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing, dalam rangka upya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Indikator-indikator dari variabel ini adalah kualitas pekerjaan, kuantitas pekerjaan, kemampuan, kepribadian, kesungguhan kerja, dan kerjasama dengan rekan-rekan sekerja. Data akan dianalisis dengan menggunakan analisis regresi berganda untuk melihat kekuatan pengaruh dari masingmasing variabel bebas terhadap variabel terikat. Analisis Hasil Penelitian dan Pembahasan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh disiplin, motivasi, dan stress terhadap kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan. Untuk menguji pengaruh tersebut dilakukan uji hipotesis yaitu uji F dan uji t dengan menggunakan program SPSS. Tabel 1 menunjukkan hasil analisis regresi dengan signifikansi p < 0,05. Tabel 1. Hasil Regresi Berganda Simultan Std. Adjusted R Error of R R Square the Square Estimate ,852a ,725 ,716 ,502
Secara
Durbin Watson 2,207
Data pada Tabel 1 di dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Besarnya multiple regression (R) = 0,852 menunjukkan bahwa disiplin, motivasi, stress mampunyai hubungan yang sangat kuat dengan kinerja karyawan. Hasil ini sesuai dengan pendapat Sugiyono (2008: 231) jika koefisien korelasi (multi-ple regression) antara 0,80 – 1,00, maka hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen adalah kuat. 2. Besarnya koefisien determinasi (R2) = 0,725 merupakan hasil dari R2 = 0,8522 yang menunjukkan bahwa disiplin, motivasi, stress secara bersama-sama
Puspitasari, Pengaruh Disiplin, Motivasi dan Stress …. 237
memberikan kontribusi/sumbangan sebesar 72,5% terhadap perubahan kinerja karyawan, sedangkan sisanya sebesar 27,5% merupakan sumbangan/ kontribusi variabel lain yang tidak diamati dalam penelitian ini. Uji t untuk mengetahui apakah variabel disiplin, motivasi dan stress berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan dan untuk mengetahui variabel mana yang berpengaruh dominan terhadap kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan. Secara matematis model fungsi regresi berganda pada Tabel 2 dapat dinyatakan sebagai berikut: Y = 0,733 + 0,425.X1 + 0,211.X2 – 0,309.X3 Persamaan regresi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Konstanta (a) sebesar 0,733 menunjukkan besarnya kinerja karyawan jika tidak ada pengaruh disiplin, motivasi, dan stress. 2. Koefisien regresi disiplin (b1) sebesar 0,425 dengan taraf signifikan t sebesar 0,000 menunjukkan bahwa disiplin mempunyai pengaruh sebesar 0,425 terhadap kinerja, hal ini berarti disiplin yang baik akan menyebabkan peningkatan kinerja sebesar 0,425 dengan asumsi perubahan motivasi dan stress adalah tetap dan sebaliknya kepemimpinan yang buruk akan menurunkan kinerja sebesar 0,167 dengan asumsi variabel yang lain adalah tetap. 3. Koefisien regresi motivasi (b2) sebesar 0,211 dengan taraf signifikan t sebesar 0,000 menunjukkan bahwa motivasi mempunyai pengaruh sebesar 0,211 terhadap kinerja, hal ini berarti peningkatan motivasi akan menyebabkan meningkatnya kinerja sebesar 0,211 dengan asumsi variabel disiplin dan motivasi adalah tetap dan sebaliknya menurunnya motivasi akan
menurunkan kinerja sebesar 0,211 dengan asumsi variabel yang lain adalah tetap. 4. Koefisien regresi stress (b3) sebesar 0,309 dengan taraf signifikan t sebesar 0,000 menunjukkan bahwa stress mempunyai pengaruh negatif sebesar 0,163 terhadap kinerja, hal ini berarti meningkatnya stress akan menyebabkan penurunan kinerja sebesar 0,309 dengan asumsi variabel disiplin dan motivasi adalah tetap dan sebaliknya menurunnya stress menyebabkan meningkatnya kinerja sebesar 0,309 dengan asumsi variabel yang lain tetap. Hasil uji secara parsial dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Pengaruh Disiplin terhadap Kinerja Nilai thitung variabel disiplin (X1) adalah sebesar 10,343 (lihat tabel 2), hasil ini lebih besar dibandingkan dengan ttabel sebesar 1,663. Dengan demikian secara parsial disiplin mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan dengan probabilitas tingkat kesalahan variabel sebesar 0,000 (lebih kecil dari 0,05). Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan, hipotesis yang menyatakan bahwa disiplin berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan secara statistik terbukti diterima atau H0 di tolak. 2. Pengaruh Motivasi terhadap Kinerja Nilai thitung variabel motivasi (X2) adalah sebesar 3,787, hasil ini lebih besar dibandingkan dengan ttabel sebesar 1,663. Dengan demikian secara parsial motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan dengan probabilitas ting-kat kesalahan variabel sebesar 0,000 (lebih kecil dari 0,05). Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan, hipotesis yang menyatakan bahwa motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan secara statistik terbukti diterima atau H0 di tolak.
Tabel 2. Hasil Perhitungan Regresi Berganda Secara Parsial Unstandardized Standardized Variabel thitung Coefficients B Coefficients Beta Disiplin 0,425 0,633 10,343 Motivasi Stress Konstanta
0,211 -0,309 0,733
0,223 0,275
3,787 4,633
Sig.t
Keterangan
0,000
Signifikan
0,000 0,000
Signifikan Signifikan
238 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 227-246
Tabel 3. Hasil Perhitungan F Hitung Model Sum of Squares 1 Regression 57,236 Residual 21,664 Total 78,900 3. Pengaruh Stress terhadap Kinerja Nilai thitung variabel pelatihan (X3) adalah sebesar 4,633 (lihat tabel 2), hasil ini lebih besar dibandingkan dengan ttabel sebesar 1,663. Dengan demikian secara parsial stress mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap kinerja karyawan dengan probabilitas tingkat kesalahan variabel sebesar 0,000 (lebih kecil dari 0,05). Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan, hipotesis yang menyatakan bahwa stress berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan secara statistik terbukti diterima atau H0 di tolak. Untuk menguji tentang adanya pengaruh yang signifikan variabel disiplin, motivasi, stress secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan digunakan Uji F, dengan cara membandingkan Fhitung dengan Ftabel. Hasil Fhitung dapat dilihat pada Tabel 3. Pada tingkat kepercayan 95% ( = 0,05) dan df = 3 : 86 diperoleh nilai Ftabel sebesar = 2,711 sedangkan nilai Fhitung = 75,739. Dengan demikian nilai Fhitung > Ftabel sehingga H0 ditolak atau Ha diterima, jadi terbukti secara statisik bahwa terdapat pengaruh yang nyata variabel-variabel disiplin, motivasi, stress secara bersama-sama terhadap kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan. Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa disiplin, motivasi, dan stress berpengaruh secara simultan terhadap kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan secara statistik terbukti diterima. Untuk mengetahui variabel yang mempunyai pengaruh paling dominan, dapat dilihat dari besarnya standardized coefficients beta. Dapat diketahui variabel bebas X1 (disiplin) adalah variabel yang mempunyai pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan. Hal ini dapat diketahui karena variabel bebas X1 (disiplin) mempunyai nilai
Df 3 86 89
Mean Square 19,079 ,252
F 75,739
Sig. ,000
standardized coefficients beta tertinggi yaitu 0,633 dibandingkan dengan nilai standardized coefficients beta variabel bebas yang lain. Sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa disiplin mempunyai pengaruh dominan terhadap kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan dapat diterima dan telah teruji secara statistik. Hasil analisis regresi menunjukkan adanya pengaruh variabel disiplin, motivasi, dan stress terhadap kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan. Signifikansi tersebut dapat dilihat dari besarnya nilai thitung dari masing-masing variabel yang lebih besar dari ttabel dengan taraf siginifikan 5%. Hal ini berarti semua variabel independen seperti disiplin, motivasi, dan stress mampu memberikan kontribusi yang signifikan dalam meningkatkan kinerja karyawan. Meskipun ketiga variabel independen (disiplin, motivasi, dan stress) mempunyai pengaruh yang signifikan terhada kinerja, akan tetapi jika dilihat dari besar nilai standardized coefficients beta dapat diketahui bahwa variabel disiplin mempunyai pengaruh yang lebih dominan terhadap peningkatan kinerja karyawan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Bahri (2009) yang menyatakan bahwa disiplin mempunyai pengaruh yang dominan terhadap kinerja. Berarti dengan disiplin yang baik maka akan berdapak terhadap peningkatan kinerja. Seperti pendapat Hasibuan (2007:193) yang mengemukakan bahwa disiplin yang baik mencerminkan besarnya rasa tanggung jawab seseorang terhadap tugas-tugas yang diberikan kepadanya. Hal ini mendorong gairah kerja, semangat kerja, dan terwujudnya prestasi kerja. Lain halnya pendapat Siagian (2008:305) yang mengemukakan bahwa pendisiplinan karyawan merupakan suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku karyawan sehingga para karyawan tersebut secara sukarela berusaha bekerja secara kooperatif de-
Puspitasari, Pengaruh Disiplin, Motivasi dan Stress …. 239
ngan para karyawan yang lain serta meningkatkan prestasi kerjanya. Hasil penelitian lain yaitu Fajar (2005) menjelaskan bahwa disiplin kerja dengan prestasi kerja mempunyai hubungan yang signifikan dan hubungannya positif, di mana apabila tingkat disiplin karyawan meningkat maka prestasi kerja juga akan meningkat dan sebaliknya. Hasibuan (2007:2003) menyatakan bahwa disiplin timbul akibat motivasi tidak terwujud dari pekerjaanya. Disiplin merupakan kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang. Selain disiplin mempengaruhi kinerja karyawan, motivasi juga mempengaruhi kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Bahri (2009) dan Santoso (2006) bahwa motivasi berpengaruh positif terhadaf kinerja. Sedarmayanti (2008: 234) mengemukakan bahwa pendekatan motivasi adalah: bahwa pemimpin menciptakan iklim yang dapat membuat anggota merasa termotivasi. Sedankan menurut Winardi (2007:63) bahwa motivasi mempunyai hubungan dengan kinerja dan merupakan entusiasme dan persistensi dengan apa seseorang melaksanakan tugas tertentu. Dalam kebanyakan hal, motivasi seorang individu akan timbul karena pengaruh disiplin individu. Jadi, disiplin individu akan tampak bagaimana dapat memotivasi karyawan dalam meningkatkan kinerja. Berbeda dengan disiplin dan motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan, stress berpengaruh negatif terhadap kinerja karyawan. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Fajar (2005) yang menunjukkan bahwa stress kerja dengan prestasi kerja mempunyai hubungan yang signifikan dan hubungannya negatif, di mana apabila tingkat stresskaryawan meningkat maka prestasi kerja akan menurun dan sebaliknya. Bahri (2009) juga mengemukakan bahwa stress mempunyai pengaruh negatif terhadap kinerja. Hasibuan (2007:2003) menyatakan bahwa stress timbul akibat kepuasan kerja tidak terwujud dari pekerjaanya. Stress merupakan kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir, dan kondisi seseorang. Prestasi kerja yang stress pada
umumnya akan menurun karena mereka mengalami ketegangan pikiran dan berperilaku yang aneh, pamarah, dan suka menyendiri. Secara kuantitatif koefisien determinasi 2 (R ) sebesar 72,5% menunjukkan bahwa kontribusi variabel disiplin, motivasi, dan stress dalam mempengaruhi kinerja (Y), berarti ada faktor lain yang mempengaruhi peningkatan kinerja seperti kepuasan kerja dan kompensasi. Dalam prakteknya tentu saja peningkatan kinerja tidak semudah seperti yang ada dalam teori, walaupun dilakukan dengan prosedur dan kaidah yang sudah ditetapkan, masih banyak kendala yang dihadapi baik dari dalam organisasi/instansi maupun dari luar organisasi/instansi bersangkutan. Kendala dari dalam organisasi/instansi dapat berupa pengelolaan manajemen, keahlian tenaga kerja, kelengkapan sarana dan prasarana. Sedangkan kendala dari luar organisasi adalah kebijakan pemerintah, budaya, dan politik. Dengan berbagai kendala tersebut tentunya peningkatan kinerja perlu mendapat perhatian karena dapat mempengaruhi hasil yang optimal. Mengingat kondisi dan kebijakan organisasi yang berbeda-beda pada setiap perusahaan, maka pengaruh disiplin, motivasi, dan stress terhadap peningkatan kinerja pasti akan berbeda pula. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Berdasarkan hasil analisis bahwa secara parsial variabel disiplin kerja dan motivasi berpengaruh positif terhadap kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan. Sedangkan stress bepengaruh negatif terhadap kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan. 2. Berdasarkan hasil analisis bahwa disiplin kerja, motivasi, dan stress secara simultan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan dengan tingkat signifykansi 5%. Hal itu terbukti bahwa nilai Fhitung (75,739) lebih besar dari Ftabel (2,711) atau sig.F = 0,000 lebih kecil dari α = 0,05. Disiplin kerja, motivasi, dan
240 Jurnal Ilmiah Ekonomi Bisnis, Vol 1, No 2, Maret 2015, hal 227-246
stress secara simultan mampu menjelaskan variasi variabel dependen (kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan) sebesar 72,5%, sedangkan sisanya sebesar 27,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model penelitian ini. 3. Variabel disiplin kerja merupakan variabel yang dominan mempengaruhi kinerja karyawan PD Bangun Banua Provinsi Kalimantan Selatan. Berdasarkan hasil kesimpulan tersebut di atas, maka dapat diidentifikasi apa saja yang perlu dilakukan oleh pimpinan perusahaan agar dapat meningkatkan kinerja karyawan. 1. Upaya meningkatkan kinerja karyawan, hendaknya pimpinan perusahaan harus mampu menegakkan tata tertib yang ada sekarang ini untuk menciptakan disiplin kerja yang baik, menerapkan tata tertib untuk dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, menerapkan tata tertib secara adil bagi semua karyawan tanpa pilih bulu, dan memberikan sanksi hukuman bagi setiap karyawan yang melakukan tindakan indisipliner. 2. Upaya meningkatkan kinerja karyawan, hendaknya pimpinan perusahaan selalu mendukung dan memotivasi karyawan dalam bekerja, menciptakan lingkungan perusahaan yang kondusif yang mampu memperlancar pekerjaan, memenuhi dasar kebutuhan karyawan (sandang, pangan, dan papan), memberi peluang untuk bekerja sama dengan karyawan lain, dan mendorong karyawan untuk terus berkembang. 3. Upaya meningkatkan kinerja karyawan, hendaknya pimpinan perusahaan memperhatikan stress kerja karyawan. Hal itu bisa dilakukan dengan memberikan kebebasan karyawan untuk bekerja, mendamaikan konflik dalam menjalankan pekerjaan dengan atasan maupun dengan rekan karyawan yang lain, memberikan kekebasan waktu dalam menyelesaikan semua pekerjaan, memberikan peralatan kerja yang memadai untuk bekerja, memberikan dukungan layanan yang cukup untuk melaksanakan pekerjaan di kantor, dan memberikan kemudahan memperoleh
bahan-bahan kantor yang dibutuhkan dalam bekerja. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2005. Prosedur Penelitian Satu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Bahri, Syamsul. 2009. “Pengaruh Kepuasan Kerja, Stress, dan Disiplin terhadap Prestasi Kerja Guru pada Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di Kecamatan Selat Kabupaten Kuala Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah”. Tesis Program Magister Manajemen STIE Pancasetia, Banjarmasin. Fajar, Akhmad. 2005. “Analisis Hubungan Stress, Kepuasan Kerja, dan Prestasi Kerja Karyawan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia III Cabang Kotabaru. Tesis Publikasi, Program Magister Manajemen Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin. Ghozali, Imam, 2005. Aplikasi Multivarite dengan Program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Handoko, T. Hani, 2001. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Liberty. Hasibuan, Malayu, SP. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Toko Gunung Agung. Istijanto. 2005. Riset Sumber Daya Manusia, Cara Praktis Mendeteksi Dimensidimensi Kerja Karyawan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Luthans, Fred, 2006. Perilaku Organisasi. Edisi Kesepuluh. Trans. Vivin Andhika Yowono, Arie Prabawati, dan Winong Rosari. Yogyakarta: Andi. Mahmudi, 2007. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: STIE: YKPN. Mangkunegara, Anwar Prabu. 2003. Perilaku dan Budaya Organisasi. Bandung: PT Refika Aditama. Martoyo, Susilo, 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFEUGM. Moekijat. 1999. Tata Laksana Kantor. Bandung: Mandar Maju. Riduan, 2007. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Cetakan Kelima. Bandung: Alfabeta.
Puspitasari, Pengaruh Disiplin, Motivasi dan Stress …. 241
Robbins, Stephen. P. 2006. Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, dan Aplikasi. Jakarta: Prehallindo. Robbins, P. Stephen, dan Timothy A. Judge. 2007. Perilaku Organisasi. Trans. Diana Angelica. Jakarta: Salemba Empat. Santoso, Gatot Agung Dwi. 2006. “Pengaruh Faktor Motivasi terhadap Prestasi Kerja Karyawan pada Rumah Sakit dan Balai Kesehatan Muhammadiyah di Wilayah Jawa Timur”. Tesis Program Magister Manajemen Universitas Muhammadiyah Malang. Sedarmayanti. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia, Reformasi Birokrasi dan Manajemen Pegawai Negeri. Bandung: Refika Aditama. Sekaran, Uma. 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Trans. Jakarta: Salemba Empat. Siagian, Sondang P. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara Sugiyono. 2004. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta. Suprihanto, John. 2003. Perilaku Organisasi. Yogyakarta: STIE YKPN. Tedja, Yance. 2004. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Disiplin Kerja Karyawan pada Perusahaan Rokok di Malang. Tesis Magister Manajemen Universitas Brawijaya, Malang. Wibowo, 2007. Manajemen Kinerja. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Winardi. 2007. Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen. Jakarta: Raja Grafindo Persada.