Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
PENGARUH CORPORATE GOVERNANCE, UKURAN PERUSAHAAN DAN KUALITAS AUDITTERHADAP MANAJEMEN LABA TANTY AGUSTIN
[email protected]
Maswar Patuh Priyadi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT This test is meant to examinethe influence of corporate governance mechanism i.e. the composition of the Board of Independent Commissioners, the Number of Board of Commissioners and the Existence of Auditing Committee and the Size of the Company as well as Auditing Quality to the earnings management on the companies which are listed in the Indonesia Stock Exchange (IDX). The result of this research is expected to be useful for the development of science and company management.The result of the research indicates that the corporate governance mechanism, the size of the company and auditing quality simultanceously have significant influence to the earnings management. While, partially it indicates that the numbers of Board of Commissioners, the Existence of Auditing Committee, the Size of the Company and Auditing Quality variables have significant influence to the earnings management. On the other hand, the Board of Independent Commissioners variable has no significant influence to the earnings management. Keywords: corporate governance mechanism, the Size of the Company, Auditing Quality. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh mekanisme corporate governance seperti komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan keberdaan komite audit serta ukuran perusahaan dan kualitas audit terhadap manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan maupun manajemen perusahaan.Hasil penelitian menunjukan bahwa mekanisme corporate governance, ukuran perusahaan dan kualitas audit secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Sedangkan secara parsial menunjukan bahwa variabel ukuran dewan komisaris, keberadaan dewan komite, ukuran perusahaan dan kualitas audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba, sedangkan variabel komposisi dewan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Kata kunci: mekanisme corporate governance, ukuran perusahaan, kualitas audit.
PENDAHULUAN Isu mengenai usaha manajer perusahaan untuk melakukan manajemen laba bukan merupakan permasalahan baru di bidang akuntansi. Manajer perusahaan merupakan pihak yang banyak mengetahui informasi internal perusahaan dibanding dengan pemegang saham. Healy dan Wahlen (1999) dalam (Sulistyanto, 2008) menyatakan bahwa manajemen laba (earnings management) muncul ketika manajer menggunakan keputusan tertentu (judgment) dalam pelaporan keuangan dan dalam pengaturan berbagai macam transaksi untuk mengubah laporan keuangan, untuk menyesatkan stakeholders yang berkepentingan dalam mengetahui kinerja ekonomi yang diperoleh perusahaan atau untuk mempengaruhi hasil kontrak yang menggunakan angka-angka akuntansi yang dilaporkan. Ketidakseimbangan penguasaan informasi akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut asimetri informasi (information asymmetry). Dimana menurut Scott (2003),
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
2
asimetri informasi adalah sebuah kondisi dimana salah satu pihak mempunyai lebih banyak informasi dibandingkan yang lain dalam satu transaksi. Di dalam kondisi yang tidak seimbang tersebut, manajemen mempunyai fleksibilitas untuk dapat mempengaruhi angkaangka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan melakukan praktik manajemen laba. Praktik manajemen laba ini diindikasikan timbul sebagai dampak persoalan keagenan atau agency theory. Teori keagenan (agency theory) menurut Jensen and Meckling (1976) dalam (Warsono et al., 2009) adalah sebuah kontrak antara principal (pemilik/pemegang saham) dan agent (manajer/pengelola) yang mana baik pemilik dan pengelola merupakan pemaksimum kesejahteraan. Berdasarkan kontrak tersebut principal mendelegasikan beberapa wewenang dalam pembuatan keputusan terbaik bagi principal kepada agent. Manajer mungkin cenderung untuk mengoperasikan perusahaan untuk mendapatkan keuntungan bagi mereka sendiri, bukan untuk investor. Terkadang, keuntungan yang paling banyak didapat oleh manajer tidak sesuai dengan tujuan para investor. Hal ini menciptakan suatu situasi yang dinamakan Agency Problem. Oleh karena itu, perlu adanya penerapan konsep corporate governance sebagai sistem pengawasan dan pengendalian dalam pengelolaan suatu perusahaan. Corporate governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholders dengan mendasarkan pada kerangka peraturan. Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Bila konsep ini diterapkan dengan baik maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparasi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya menguntungkan banyak pihak (Nasution dan Setiawan, 2007). Corporate governance menjadi salah satu elemen kunci dalam meningkatkan efisiensi ekonomis, yang meliputi hubungan antara manajemen perusahaan, dewan komisaris, para pemegang saham dan stakeholders lainnya (Ujiantho dan Pramuka, 2007). Dalam rangka pelaksanaan tata kelola perusahaan (corporate governance) yang baik, Bursa Efek Indonesia (BEI) mengeluarkan peraturan tanggal 1 juli 2001 yang mengatur tentang pembentukan dewan komisaris independen dan komite audit. Bursa Efek Indonesia menetapkan batas minimal untuk dewan komisaris independen sebesar 30% sedangkan untuk komite audit peraturan mewajibkan perusahaan terdaftar memiliki komite audit. Komite audit harus harus beranggota minimal tiga orang independen dan salah satunya memilki keahlian dalam bidang akuntansi. Beberapa penelitian telah membuktikan adanya hubungan negatif antara dewan komisaris dengan manajemen laba antara penelelitian Dechow et al. (1996), Beasley et al. (2000) dan Klein (2002) dalam (Palestin, 2006) menemukan bahwa keberadaan komite audit ini merupakan usaha perbaikan terhadap manajemen perusahaan. Hal ini disebabkan karena komite audit akan menjadi penghubung antara manajemen perusahaan dengan dewan komisaris maupun pihak eksternal lainnya. Defond dan Jiambalvo (1991) dalam (Palestin, 2006) menemukan bahwa perusahaan yang melaporkan laba yang lebih tinggi dari seharusnya adalah perusahaan tersebut tidak memiliki komite audit. Sedangkan hasil penelitian Beasley (1996) tidak menemukan hubungan statistik antara keberadaan komite audit dan kecenderungan kecurangan pelaporan keuangan. Ukuran perusahaan juga mempengaruhi manajemen perusahaan dalam melakukan manajemen laba, karena semakin besar ukuran perusahaan semakin banyak pula informasi yang tersedia bagi pengguna laporan keuangan dalam pengambilan keputusan. Alberecth & Richardson (1990) dan Lee & Choi (2002) dalam (Veronica dan Uama, 2006) menemukan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
3
bahwa perusahaan yang lebih besar kurang memiliki dorongan untuk melakukan perataan laba dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan kecil karena perusahaan besar dipandang lebih kritis oleh pihak luar. Karena itu, diduga bahwa ukuran perusahaan mempengaruhi besaran pengelolaan laba perusahaan, dimana jika pengelolaan laba tersebut oportunitis maka semakin besar perusahaan semakin kecil pengelolaan laba (berhubungan negatif) tapi jika pengelolaan laba efesien maka semakin besar ukuran perusahaan semakin tinggi pengelolaan labanya (berhubungan positif). Perusahaan berukuran sedang dan besar lebih memiliki tekanan yang kuat dari para stakeholders-nya, agar kinerja perusahaan sesuai dengan harapan para investornya dibandingkan dengan perusahaan kecil. Hal ini mendorong manajemen untuk dapat memenuhi harapan tersebut (Barton and Simko, 2002). Namun di lain pihak Burgstahler dan Dichev (1997), Degeorge et al. (1999), dan Kim et al. (2003) dalam (Handayani dan Agustono, 2009) mengemukakan bukti empiris yang berbeda, bahwa semua ukuran perusahaan terbukti senantiasa melaporkan positive earnings, untuk menghindari earnings losses atau earnings decreases. Kegagalan audit akhir-akhir ini telah mendorong penelitian internasional yang berkaitan dengan sifat dasar manajemen laba, hambatan dan faktor-faktor yang mungkin mempengaruhinya. Terjadinya kasus kegagalan audit ini sering kali menimbulkan pandangan masyarakat mengenai ketidakmampuan perilaku auditor dalam berhadapan dengan klien yang dipersepsikan gagal menjalakan perannya sebagai auditor. Di Indonesia, kegagalan audit terjadi pada perusahaan Kimia Farma dan Bank Lippo. Kasus perusahaan Kimia Farma terjadi mark up terhadap laba pada tahun 2001. Sedangkan pada bank Lippo terjadi pembukuan ganda pada tahun 2002. Hasil penelitian Luhgiatno (2010) mengemukakan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Hasil penelitian tersebut juga didukung oleh penelitian Veronica dan Utama (2006) yang menyatakan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh terhadap manajemen laba. Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah mekanisme corporate governance, yang terdiri dari proporsi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan keberadaan komite audit serta ukuran perusahaan dan kualitas audit berpengaruh terhadap manajemen laba. Penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya dalam hal jangka waktu pengambilan sampel yang lebih panjang yaitu antara 2007-2011 serta objek penelitian yang diteliti yaitu semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) kecuali perusahaan dalam bidang industri keuangan, properti dan real estate, infrastruktur, utilitas dan transportasi serta perdagangan, jasa dan investasi karena adanya pertimbangan homogenitas sampel. TINJAUAN TEORETIS DAN HIPOTESIS Teori Keagenan (Agency Theory) Jensen dan Meckling (1976) dalam (Warsono et al., 2009), menyebutkan manajer suatu perusahaan sebagai „agen‟ dan pemegang saham sebagai „prinsipal‟. Pemegang saham yang merupakan perwakilan atau mendelegasikan pengambilan keputusan bisnis kepada manajer yang merupakan perwakilan atau agen dari pemegang saham. Salah satu asumsi utama dari teori keagenan bahwa tujuan prinsipal dan tujuan agen yang berbeda dapat memunculkan konflik karena manajer perusahaan cenderung untuk mengejar tujuan pribadinya sendiri, misalnya berusaha untuk memperoleh bonus setinggi mungkin. Hal ini dapat mengakibatkan kecenderungan manajer untuk memfokuskan pada proyek dan investasi perusahaan yang menghasilkan laba yang tinggi dalam jangka pendek daripada memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham melalui investasi di proyek-proyek yang menguntungkan dalam jangka panjang.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
4
Warsono et al. (2009) mengemukakan bahwa terdapat cara-cara langsung yang dapat dilakukan pemegang saham untuk memonitor manajemen perusahaan sehingga membantu memecahkan konflik keagenan. Cara yang pertama adalah pemegang saham mempunyai hak untuk mempengaruhi cara perusahaan dijalankan melalui votting dalam rapat umum pemegang saham (RUPS). Cara yang kedua adalah pemegang saham melakukan revolusi yang mana suatu kelompok pemegang saham secara kolektif melakukan lobby terhadap manajer (mewakili perusahaan) berkenaan dengan isu-isu yang tidak memuaskan mereka. Pemegang saham juga mempunyai opsi untuk divestasi (menjual saham mereka). Asimetri Informasi Ketidakseimbangan perusahaan informasi akan memicu munculnya suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry). Asimetri informasi adalah sebuah kondisi dimana salah satu pihak mempunyai lebih banyak informasi dibandingkan yang lain dalam satu transaksi (Scott, 2003). Informasi yang lebih banyak dimiliki oleh manajemen dapat memicu tindakan-tindakan yang sesuai dengan keinginan dan kepentingan untuk memaksimumkan kualitasnya. Sedangkan bagi pemilik modal akan semakin sulit untuk mengontrol secara efektif tindakan yang dilakukan oleh manajemen karena hanya memiliki sedikit informasi yang ada. Oleh karena itu, terkadang kebijakan tertentu dilakukan oleh manajemen perusahaan tanpa sepengetahuan pihak pemilik modal atau investor. Asimetri informasi antara principal dan agent dapat memberikan kesempatan manajemen untuk melakukan manajemen laba (earning management). Manajemen Laba Manajemen laba (earning management) didefinisikan dengan berbagai macam pengertian dari sudut pandang yang berbeda-beda. Scott (2003) mendefinisikan manajemen laba sebagai tindakan manajemen dengan memilih kebijakan akuntansi dari suatu standar tertentu untuk tujuan memaksimalkan kesejahteraanya dan atau nilai pasar perusahaan “earnings management is the choice by a manager of accounting policies so as to achieve some specific objectinve”. Etty Murwaningsari (2008), mengutip pernyataan Djakman (2003) yang menekankan bahwa manajemen laba tidak sama dengan manipulasi. Earnings management dilakukan untuk memenuhi kepentingan manajemen dengan memanfaatkan kelemahan yang melekat dari kebijakan akuntansi, sedangkan manipulasi laba berarti melakukan pelanggaran prinsip akuntansi yang tidak dapat diterima umum (generally accepted accounting principles) untuk mengahasilkan kinerja keuangan perusahaan sesuai kepentingannya. Bryshaw dan Eldin (1989) dalam (Ujiyanto dan Pramuka, 2007) menemukan bukti bahwa alasan manajemen melakukan manajemen laba diantaranya adalah skema kompensasi manajemen yang dihubungkan dengan kinerja perusahaan yang disajikan dalam laba akuntansi yang dilaporkan. Selain itu, fluktuasi kinerja manajemen dapat mengakibatkan intervensi pemilik untuk mengganti manajemen dengan pengambil alihan langsung. Bentuk dan Strategi Manajamen Laba Beberapa bentuk yang umum digunakan oleh manajemen perusahaan dalam melakukan tindakan manajemen laba diantaranya (Scott, 2003) : 1. Taking a bath Manajemen melakukan pengakuan biaya-biaya dan kerugian pada periode yang akan datang menjadi biaya-biaya dan kerugian periode berjalan. Hal tersebut bertujuan untuk menciptakan profitabilitas yang tinggi pada periode berikutnya.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
5
2. Income minimization Cara yang dilakukan hampir sama dengan taking a bath namun tidak terlalu ekstrim. Kebijakan yang dilakukan salah satunya adalah dengan mempercepat sistem pengakuan biaya yang berkaitan dengan advertising dan researchan development. Tujuannya agar laba perusahaan terlihat tidak terlalu tinggi. 3. Income maximization Bentuk tindakan manajemen laba dengan cara memilih kebijakan akuntansi yang dapat meningkatkan laba perusahaan. Tindakan tersebut pada umumnya dimotivasi oleh adanya sistem penghargaan oleh perusahaan. 4. Income smoothing Pemilihan kebijakan akuntansi yang dapat menaikan laba ketika laba mengalami penurunan cukup tajam dan sebaliknya. Hal tersebut dilakukan untuk menjaga stabilitas laba yang dilaporkan dari satu periode ke periode yang lain. Laba yang berfluktuatif dikhawatirkan dapat mempengaruhi nilai pasar perusahaan. Pengukuran Manajemen Laba Manajemen laba dapat diukur dengan berbagai macam model yang ditawarkan oleh penelitian-penelitian sebelumnya (Sulistyanto, 2008). 1. Model Healy Pada model Healy (1985) digunakan total akrual sebagai proksi manajemen laba. Namun yang menjadi kelemahan ini adalah tidak dipisahkannya discretionary accrual dengan nondiscretionary accrual. Model ini dirumuskan dengan : TAit = (∆CAit - ∆CLit - ∆CASHit + ∆STDit - DEPit) / (Ait1) TAit ∆CAit ∆CLit ∆CASHit ∆STDit
: Total akrual perusahaan i pada periode t : Perubahan pada aset lancar perusahaan i pada periode t : Perubahan pada hutang lancar perusahaan i pada periode t : Perubahan pada kas dan ekuivalen kas perusahaan i pada periode t :Perubahan dalam hutang jangka panjang yang termasuk dalam hutang lancar perusahaan i pada periode t DEPit : Biaya deprisiasi dan amortisasi perusahaan i pada periode t Ait-1 : Total aset perusahaan i pada periode t 2. Model De Angelo Model De Angelo (1986) menggunakan discretionary accrual sebagai proksi dalam manajemen laba. Namun model ini juga memiliki kelemahan yaitu tidak adanya estimasi yang digunakan untuk mengendalikan perubahan dalam non-dicretionary accrual. Rumus dari model ini : DAit-1 = (TAit/Ait) - (TAit-1/Ait-1) DAit : Discretionary accrual perusahaan i pada periode t TAit :Total akrual perusahaan i pada periode t TAit-1 : Total akrual perusahaan i pada periode t-1 Ait : Total aset perusahaan i pada periode t Ait-1 : Total aset perusahaan i pada periode t-1 3. Model Jones Pada model yang ditawarkan oleh Jones (1991) ini telah memisahkan antara discretionary accrual dan non-discretionary accrual. Pengukuran nilai total akrual menggunakan selisih antara net income dengan arus kas dengan aktivitas operasi. Nilai yang dihasilkan tersebut dimasukan dalam persamaan : TAit-1/Ait-1 = α (1/Ait-1) + β1 (∆REVit/Ait-1) + β2 (PPEit/Ait-1) + εit-1
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
6
Selanjutnya nilai discretionary accrual dihitung sebagai berikut : DAit = TAit/Ait - [α (1/Ait-1) + β1 (∆REVit/Ait-1) + β2 (PPEit/Ait-1)] TAit : Total akrual perusahaan i pada periode t ∆REVit : Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode t PPEit : Aset tetap perusahaan i pada periode t DAit : Discretionary accrual perusahaan i pada periode t Ait : Total aset perusahaan i pada periode t Ait-1 : Total aset perusahaan i pada periode t-1 εit-1 : Error term perusahaan i pada periode t 4. Modifikasi Model Jones Penelitian Dechow et al. (1995) berhasil melakukan modifikasi atas model Jones dengan menambahkan piutang sebagai pengurang pendapatan. Penambahan tersebut dilakukan dengan asumsi bahwa semua penjualan kredit disebabkan oleh adanya praktik manajemen laba, karena akan lebih mudah untuk melakukan rekayasa dengan menggunakan penjualan kredit dibanding dengan penjualan tunai. Model ini merupakan model yang paling baik dibandingkan dengan model-model sebelumnya karena memberikan hasil yang lebih akurat. Model modifikasi Jones digambarkan dengan rumus : TAit-1 = α (1/Ait-1) + β1 (∆REVit-∆RECit)/ Ait-1 + β2 (PPEit/Ait-1)+ εit-1 ∆RECit
: Perubahan piutang perusahaan i pada periode t
Corporate Governance Corporate governance merupakan seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi para pemangku kepentingan. Menurut Nasution dan Setiawan (2007), Corporate Governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan. Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transaparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Bank Dunia mendefinisikan corporate governance sebagai aturan dan standar organisasi di bidang ekonomi yang mengatur perilaku pemilik perusahaan, direktur, dan manajer serta perincian dan penjabaran tugas dan wwewenang serta pertanggungjawabannya kepada investor (pemegang saham dan kreditur). Corporate governance muncul karena adanya pemisahan antara kepemilikan dengan pengendalian perusahaan, atau seringkali dikenal dengan istilah masalah keagenan. Permasalahan keagenan dalam hubungannya antara pemilik modal dengan manajer adalah bagaimana sulitnya pemilik dalam memastikan bahwa dana yang ditanamkan tidak diambil alih atau diinvestasikan pada proyek yang tidak menguntungkan sehingga tidak mendatangkan return. Corporate governance diperlukan untuk mengurangi permasalahan keagenan antara pemilik dan manajer. Prinsip-prinsip Corporate Governance Secara umum terdapat lima prinsip dasar dari corporate governanceyangtelah ditetapkan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG, 2006). Pertama, akuntabilitas (accountability),yaitu kejelasan fungsi, struktur, sistem, dan pertanggungjawab-an organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Prinsip ini memuat kewenangan-kewenangan yang harus dimiliki oleh dewan komisaris dan direksi beserta kewajiban-kewajibannya kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya. Dewan direksi
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
7
bertanggung jawab atas keberhasilan pengelolaan perusahaan dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh pemegang saham. Komisaris bertanggung jawab atas keberhasilan pengawasan dan wajib memberikan nasehat kepada direksi atas pengelolaan perusahaan sehingga tujuan perusahaan dapat tercapai. Pemegang saham bertanggung jawab atas keberhasilan pembinaan dalam rangka pengelolaan perusahaan. Kedua, pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian (kepatuhan) di dalam pengelolaan perusahaan terhadap prinsip korporasi yang sehat serta peraturan yang berlaku. Prinsip ini menekankan pada adanya system yang jelas untuk mengatur mekanisme pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan pihak-pihak lain yang berkepentingan. Hal tersebut untuk merealisasikan tujuan yang hendak dicapai dalam good corporate governance yaitu mengakomodasikan kepentingan pihak-pihak yang berkaitan dengan perusahaan seperti masyarakat, pemerintah, asosiasi bisnis dan sebagainya. Prinsip ini menuntut perusahaan maupun pimpinan dan manajer perusahaan melakukan kegiatannya secara bertanggung jawab. Ketiga, keterbukaan (transparency), yaitu keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi materiil dan relevan mengenai perusahaan.Dalam prinsip ini, informasi harus diungkapkan secara tepat waktu dan akurat. Informasi yang diungkapkan antara lain keadaan keuangan, kinerja keuangan, kepemilikan dan pengelolaan keuangan perusahaan. Audit yang dilakukan atas informasi dilakukan secara independent. Keterbukaan dilakukan agar pemegang saham dan orang lain mengetahui keadaan perusahaan sehingga nilai pemegang saham dapat ditingkatkan. Keempat, kewajaran (fairness), yaitu perlakuan yang adil dan setara di dalam memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdsarkan perjanjian serta peraturan perundangan yang berlaku.Prinsip ini menekankan pada jaminan perlindungan hak-hak para pemegang saham. Seluruh pemangku kepentingan harus memiliki kesempatan untuk mendapatkan perlakuan yang adil dari perusahaan. Pemberlakuan prinsip ini di perusahaan akan melarang praktek-praktek tercela yang dilakukan oleh orang dalam yang merugikan pihak lain. Setiap anggota direksi harus melakukan keterbukaan jika menemukan transaksitransaksi yang mengandung benturan kepentingan. Kelima, kemandirian (independency),yaitu suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manajemen yang tidak sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain. Mekanisme Corporate Governance Ada tiga mekanisme Corporate Governance yang dipakai dalam penelitian ini, yaitu komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan keberadaan komite audit. Dewan Komisaris. Secara umum dewan komisaris ditugaskan dan diberi tanggung jawab atas pengawasan kualitas informasi yang terkandung dalam laporan keuangan. Hal ini penting mengingat adanya kepentingan dari manajemen untuk melakukan manajemen laba yang berdampak pada berkurangnya kepercayaan investor. Untuk mengatasinya dewan komisaris diperbolehkan untuk memilki akses pada informasi perusahaan. Dewan komisaris tidak mempunyai otoritas dalam perusahaan, maka dewan direksi bertanggung jawab untuk menyampaikan informasi terkait dengan perusahaan kepada dewan komisaris (NCCG, 2001).
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
8
Komisaris Independen.Sulistyanto (2008) menyatakan bahwa komisaris independen merupakan pihak yang mempunyai tanggung jawab untuk mendorong diterapkanya prinsip good corporate governance di dalam perusahaan melalui pemberdayaan dewan komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian nasihat kepada manajer secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan. Komite Audit.Dalam kerangka dasar good corporate governance (GCG), implementasi prinsip-prinsip GCG tergantung atas 3 (tiga) pilar penting, yaitu internal control yang kuat, internal audit yang independen dan eksternal audit yang memberikan feedback terhadap efektifitas dari proses internal control yang ada didalam perusahaan. Untuk menunjang keefektifan ketiga pilar tersebut, peran komite audit sebagai perpanjangan tangan dewan komisaris juga harus efektif dan dioptimalkan. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan merupakan salah satu indikator yang digunakan investor dalam menilai aset maupun kinerja perusahaan. Ukuran perusahaan adalah salah satu skala dimana dapat diklasifikasikan besar atau kecil perusahaan menurut berbagai cara antara lain total aset, long size, total penjualan, nilai pasar saham dan lain-lain. Ukuran perusahaan sebagai proksi volatilitas operasional dan inventory controlabiality yang seharusnya dalam skala ekonomis besarnya perusahaan menunjukan pencapaian operasi lancar dan pengendalian persediaan (Mukhlasin, 2002). Sedangkan menurut Ferry dan Jones (1979) dalam (Sujianto, 2001), ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukan oleh total aset, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan dan rata-rata total aset. Jadi, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya aset yang dimiliki oleh perusahaan. Kualitas Audit Ukuran perusahaan merupakan salah satu indikator yang digunakan investor dalam menilai aset maupun kinerja perusahaan. Ukuran perusahaan adalah salah satu skala dimana dapat diklasifikasikan besar atau kecil perusahaan menurut berbagai cara antara lain total aset, long size, total penjualan, nilai pasar saham dan lain-lain. Ukuran perusahaan sebagai proksi volatilitas operasional dan inventory controlabiality yang seharusnya dalam skala ekonomis besarnya perusahaan menunjukan pencapaian operasi lancar dan pengendalian persediaan (Mukhlasin, 2002). Sedangkan menurut Ferry dan Jones (1979) dalam (Sujianto, 2001), ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukan oleh total aset, jumlah penjualan, rata-rata total penjualan dan rata-rata total aset. Jadi, ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya aset yang dimiliki oleh perusahaan. Pengembangan Hipotesis Komposisi Dewan Komisaris Independen dan Manajemen Laba. Fama dan Jensen (1983) dalam (Ujiantho dan Pramuka, 2007) menyatakan bahwa non-executive director (komisaris independen) dapat bertindak sebagai penengah dalam perselisihan yang terjadi diantara para manajer internal dan mengawasi kebijakan manajemen serta memberikan nasihat kepada manajemen. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good corporate governance. Hasil dari beberapa penelitian seperti Veronica dan Utama (2003), Palestin (2006), Nasution dan Setiawan (2007) serta Ujiantho dan Pramuka (2007) juga mengatakan bahwa komposisi dewan komissaris independen berpengaruh positif signifikan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
9
terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut : H1: Komposisi dewan komisaris Independen berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Ukuran Dewan Komisaris dan Manajemen Laba. Nasution dan Setiawan (2007) menemukan bahwa adanya pengaruh signifikan antara ukuran dewan komisaris dengan manajemen laba. Semakin besar ukuran dewan komisaris maka semakin besar tindakan memanajen laba yang dilakukan. Sedangkan Ujiantho dan Pramuka (2007) serta Bangun dan Vincent (2008) menemukan bahwa tidak adanya pengaruh signifikan antara ukuran dewan komisaris dan manejemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut : H2: Ukuran dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Keberadaan Komite Audit dan Manajemen Laba. Menurut Hiro Tugiman (1995) dimana komite audit merupakan sekelompok orang yang dipilih oleh kelompok yang lebih besar untuk mengerjakan pekerjaan tertentu atau untuk melakukan tugas-tugas khusus atau sejumlah dewan komisaris perusahaan klien yang bertanggung jawab untuk membantu auditor dalam mempertahankan independensinya dari manajemen. Keberadaan sangat berperan dalam menegakkan good corporate governance. Namun hasil penelitian Nasution dan Setiawan (2007) menyatakan hal yang berbeda dimana bahwa keberadaan audit negatif berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut: H3: Keberadaan komite audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Ukuran Perusahaan dan Manajemen Laba. Perusahaan yang berukuran relatif besar akan dilihat kinerjanya oleh publik sehingga perusahaan tersebut akan melaporkan kondisi keuangannya dengan lebih berhatihati. Oleh karena itu, perusahaan besar lebih sedikit dalam melakukan praktik manajemen laba. Sedangkan perusahaan yang berukuran kecil mempunyai kecenderungan untuk melakukan manajemen laba dengan melaporkan laba yang lebih besar untuk menunjukkan kinerja perusahaan yang memuaskan. Hal tersebut didukung oleh penelitian Veronica dan Utama (2006) yang menemukan adanya pengaruh signifikan antara ukuran perusahaan dengan manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut : H4: Ukuran perusahaan berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. Kualitas Audit dan Manajemen Laba. Jensen dan Meckling (1976) dalam (Indriastuti, 2012) menyatakan bahwa Auditing adalah bentuk monitoring yang digunakan oleh perusahaan untuk menurunkan biaya keagenan perusahaan dengan pemegang hutang. Nilai audit timbul karena auditing menurunkan pelaporan yang salah atas informasi akuntansi. Hasil auditing ini dicerminkan dalam laporan keuangan yang disajikan oleh perusahaan. Penelitian Veronica dan Utama (2006) yang menemukan adanya pengaruh signifikan antara ukuran perusahaan dengan manajemen laba. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang diajukan sebagai berikut: H5: Kualitas audit berpengaruh signifikan terhadap manjemen laba.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
10
Mekanisme Corporate Governance, Ukuran Perusahaan, Kualitas Audit dan Manajemen Laba. Pembahasan antara corporate governance yang meliputi komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan keberadaan komite audit serta ukuran perusahaan dan kualitas audit dengan manajemen laba telah diuraikan pada masingmasing hipotesis. Maka berdasarkan uraian tersebut , hipotesis yang diajukan sebagai berikut : H6: Corporate governance, ukuran perusahaan dan kualitas audit berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaanyang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia selama periode 2007-2011.Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah purposive sampling. Kriteria yang digunakan untuk memilih sampel adalah sebagai berikut: (1) Semua Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 20072011 kecuali perusahaan dalam bidang keuangan, properti dan real estate, infrastruktur, utilitas dan transportasi serta perdagangan, jasa dan investasi., (2) Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahunan untuk periode 31 desember 2007-2011 yang dinyatakan dalam rupiah, (3) Data perusahaan yang tersedia lengkap mengenai dewan komisaris independen, komite audit dan kualitas adit, (4) Perusahaan tidak mengalami merger dan akuisisi, (5) perusahaan tidak mengalami net income negatif Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel Dependen Manajemen Laba Manajemen laba yaitu suatu kemampuan untuk memanipulasi pilihan-pilihan yang tersedia dan mengambil pilihan yang tepat untuk mencapai tingkat laba yang diinginkan. Manajemen laba dapat diukur melalui discretionary accrual (DA) yang dihitung dengan cara menyelisihkan total accruals (TA) dan non-discretionary accruals (NDA). Nilai discretionary accrual (DA) dihitung dengan model Jones yang dimodifikasi untuk mengukur tingkat manajemen laba (Sulistyanto, 2008:217). TACit = NIit – CFOit………….. (1) Keterangan : TACit NIit CFOit
= Total akrual perusahaan i pada tahun t = Laba bersih perusahaan i pada tahun t = Arus kas dari operasi perusahaan i pada tahun t
Nilai total akrual yang diestimasi dengan persamaan regresi OLS sebagai berikut : TACt / Ait-1 = β1 (1/Ait-1) + β2 (∆REVit / Ait-1) + β3 (PPEt / At-1) + e................ (2) Dengan menggunakan koefisien regresi diatas (β1, β2, β3) nilai non-discretionary accrual (NDA) dapat dihitung dengan rumus : NDAit = β1 (1/Ait-1) + β2 (∆REVit - ∆RECit / Ait-1) + β3 (PPEit / Ait-1)…………(3)
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
11
Selanjutnya, discretionary accrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut: DAit = (TACit / Ait-1) – NDAit……………… (4) Variabel Independen a. Komposisi Dewan Komisaris Independen Komposisi dewan komisaris independen diukur dengan membagi jumlah dewan komisaris independen yang ada dalam perusahaan terhadap jumlah total komisaris yang ada dalam susunan dewan komisaris perusahaan sampel. Jumlah dewan komisaris independen Total anggota dewan komisaris b. Ukuran Dewan Komisaris Variabel pengukuran dewan komisaris diukur dengan jumlah total anggota dewan komisaris, baik yang berasal dari internal perusahaan maupun dari eksternal perusahaan sampel. c. Keberadaan Komite Audit Komite audit adalah komite yang dibentuk oleh dewan komisaris untuk melakukan tugas pengawasan pengelolaan perusahaan. Penilaian mengenai komite audit dari ada atau tidaknya komite audit dalam suatu perusahaan. Variabel ini merupakan variabel dummy, yaitu dengan menggunakan skala D=1 untuk perusahaan yang memiliki komite audit dan D=0 untuk perusahaan yang tidak memiliki komite audit. d. Ukuran Perusahaan Ukuran perusahaan (SIZE) adalah besar kecilnya perusahaan yang diukur dari jumlah total aset perusahaan sampel yang ditransformasi dalam bentuk logaritma natural (LN). Size = Ln Total Aset e. Kualitas Audit Kualitas audit dalam penelitian ini diukur melalui proksi ukuran KAP tempat auditor tersebut bekerja, yang dibedakan menjadi KAP Big Four dan KAP non-Big Four (Guna dan Herawaty, 2010). Kualitas audit diukur dengan skala nominal melalui variabel dummy. Angka 1 digunakan untuk mewakili perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four dan angka 0 digunakan untuk mewakili perusahaan yang tidak diaudit oleh KAP nonBig Four. Pengujian Hipotesis Model yang diuji dalam penelitian ini dapat dinyatakan dalam persamaan regresi berganda dibawah ini: DA = α0 + β1IND + β2KOM + β3KAUD + β4SIZE + β5AUD + ε Keterangan : DA = Discretionary accrual (proksi dari manajemen laba) IND = Komposisi dewan komisaris independen KOM = Ukuran dewan komisaris KAUD = Keberadaan komite audit SIZE = Ukuran perusahaan AUD = Kualitas audit baik Big Four maupun non Big Four
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
12
α β ε
= konstanta = koefisien variabel = kesalahan (error)
ANALISIS DAN PEMBAHASAN Statistik Deskriptif Tabel 1 menunjukkan statistik deskriptif masing-masing variabel penelitian yaitu komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris, keberadaan komite, ukuran perusahaan, kualitas laba dan manajemen laba. Tabel 1 Statistik Deskriptif
DA
N Statistic 290
Min. Statistic -.276742
Max. Statistic .393464
Mean statistic .002401
Std. Deviation Statistic .073875
IND
290
.00
.8268
.340894
.174739
KOM
290
2.00
10.2
4.26
1.8188
KAUD
290
.00
1.00
.446
0.4946
SIZE
290
10.71667
17.16466
13.92023
1.422447
AUD
290
.00
1.00
.542
.5018
Valid N (listwise)
290
Sumber: Olahan SPSS
Tabel 1 menunjukkan bahwa mean dari manajemen laba adalah 0,002401. Hal ini menunjukkan bahwa 0,24% perusahaan sampel melakukakan tindakan manajemen laba. Komposisi dewan komisaris independen mempunyai nilai mean sebesar 0,340894. Hal ini menunjukkan jumlah komisaris independen yang dimiliki perusahaan sampel sebesar 34,09%. Hasil ini sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan Bursa Efek Indonesia bahwa jumlah komisaris independen paling kurang 30%. Ukuran dewan komisaris mempunyai mean sebesar 4.26. Keberadaan Komite audit mempunyai mean sebesar 0.446 hasil ini menunjukkan bahwa hampir semua perusahaan telah mempunyai komite audit Ukuran perusahaan mempunyai mean sebesar 13.92023 hasil ini menunjukkan bahwa rata-rata perusahaan yang digunakan sebagai sampel memiliki nilai yang positif sehingga perusahaan melakukakn manajemen laba dengan menaikan laba tersebut. Kualitas Audit mempunyai mean 0.542. Hal ini menunjukan hampir semua perusahaan sampel telah diaudit oleh KAP Big Four. Uji Asumsi Klasik a. Uji Multikolinearitas. Pada tabel 2nilai tolerance semua variabel bebas lebih besar dari 0,10, demikian pula nilai VIF semuanya kurang dari 10. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak mengindikasikan adanya multikolinieritas. b. Uji Autokorelasi. Nilai Durbin-Watsonadalah1,830, dimana nilai tersebut berada diantara 2 dan +2. Sehingga dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa model regresi mengindikasikan tidak adanya autokorelasi atau asumsi bebas autokorelasi pada model sudah terpenuhi.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
13
c. Uji Heteroskedastisitas. Uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat pola grafik scatterplot. Hasil dari grafik scatterplot menunjukkan tidak adanya pola-pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa penelitian ini tidak terdapat heteroskedastisitas. d. Uji Normalitas. Hasil uji normal probably plot menunjukkan bahwa variabel manajemen laba (DA) menyebar di sekitar garis diagonal serta penyebarannya mengikuti garis diagonal sehingga dapat dikatakan bahwa variabel tersebut berdistribusi secara normal dan model regresi memenuhi asumsi normalitas. e. Data Outlier. terdapat 12 nama perusahaan yang mempunyai nilai skor outlier lebih dari 3, sehingga sampel perusahaan yang semula 58 perusahaan selama periode 2007-2011 atau sebanyak 290 sampel menjadi 278 sampel (290 – 12). Uji Hipotesis Tabel 2, 3, 4 Analisis Regresi Berganda Linier
DA = α0 + β1IND + β2KOM + β3KAUD + β4SIZE + β5AUD + ε
(Constant)
Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std. Error Beta -.069 .034
IND .012 KOM .003 KAUD .009 SIZE .003 AUD .008 Dependent Variable: DA
.019 .002 .006 .003 .007
t -2.277
.039 .080 .091 .081 .076
.065 2.155 2.814 2.313 2.069
Model Regression
Sum of squares .032
df 5
Residual Total
.705 .736
272 277
Model
R
1
.208a
Collinearity Statistics Sig. Tolerance VIF .040
Mean Squares .006
.516 .046 .014 .036 .049
.026
1.050 1.701 1.045 1.513 1.487
F Sig 2.764 .024a
.003
R Adjusted R Std. Error of the squares squares estimate .043
.952 .588 .957 .661 .672
.05089374
Durbin watson 1.380
Sumber: Olahan SPSS
Berdasarkan hasil diatas dapat diketahui bahwa komposisi dewan komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba dan memiliki hubungan yang positif. Sedangkan ukuran dewan komisaris, keberdaan komite audit, ukuran perusahaan dan kualitas audit berpengaruh terhadap manajemen laba dan mempunyai hubungan yang positif. Nilai adjusted R2 sama dengan 0.043 yang berarti hanya 4.3%pengaruh dari variabel komposisi dewan komisaris independen (IND), ukuran dewan komisaris (KOM), keberadaan komite audit (KAUD), ukuran perusahaan (SIZE) dan kualitas audit (AUD) terhadap manajemen laba sedangkan sisanya sebesar 95.7% dijelaskan oleh faktor lain diluar
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
14
model regresi.Secara bersama-sama mekanisme corporate governance, ukuran perusahaan dan kualitas berpengaruhi terhadap manajemen laba hal ini dapat diketahui dari hasil uji F yang menunjukkan nilai 2.764 dengan signifikansi 0.024. Penerapan corporate governance belum diyakinin dapat mengurangi tindakan manajemen laba. Hal ini dimaksudkan hanya untuk memenuhi regulasi yang telah ditetapkan. Perusahaan belum sepenuhnya menerapakan fungsi dan tugas yang telah ditetapkan. Hal ini terbukti masih banyaknya perusahaan yang melakukan tindakan manajemen laba. Variabel komposisi dewan komisaris independen mempunyai hubungan positif tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba dengan nilai signifikansi 0.516.Komisaris independen diangkat oleh perusahaan mungkin hanya dilakukan untuk memenuhi regulasi saja tetapi tidak dimaksudkan untuk menegakkan Good Corporate Governance (GCG) di dalam perusahaan. Hal ini sesuai berdasarkan data yang diteliti hampir perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) telah memenuhi regulasi mengenai kewajiban untuk memiliki komisaris independen meskipun masih terdapat beberapa perusahaan dengan komisaris independen dibawah jumlah proposional yang telah ditetapkan. Gidoen (2005) dalam (Bangun dan Vincent, 2008) menyatakan bahwa kuatnya kendali pendiri perusahaan dan kepemilikan saham mayoritas menjadikan dewan komisaris tidak independen. Fungsi pengawasan yang seharusnya menjadi tanggung jawab anggota dewan menjadi tidak efektif. Hal ini sesuai dengan beberapa penelitian Bangun dan Vincent (2008) yang mengatakan bahwa komposisi dewan komisaris independen berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap manajemen laba. Hasil ini juga bertentangan dengan beberapa penelitian seperti Veronica dan Utama (2003), Palestin (2006), Nasution dan Setiawan (2007) serta Ujiantho dan Pramuka (2007) yang mengatakan bahwa komposisi dewan komissaris independen berpengaruh positif signifikan terhadap manajemen laba. Variabel ukuran dewan komisaris mempunyai hubungan positif berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba dengan nilai signifikansi 0.046.Ukuran dewan komisaris bukanlah faktor utama sistem pengawasan yang mengurangi tindakan manajemen laba. Hal yang lebih penting adalah intergritas, kompetensi, dan peran dari dewan komisaris tersebut serta aturan, budaya organisasi dan norma yang diterapkan pada perusahaan. Nasution dan Setiawan (2007) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki dewan komisaris dalam jumlah banyak maka tindak manajemen laba yang dilakukan perusahan juga semakin banyak. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nasution dan Setiawan (2007) yang menemukan bahwa adanya pengaruh signifikan antara ukuran dewan komisaris dengan manajemen laba. Hal ini bertolak belakang dengan penelitian Ujiantho dan Pramuka (2007) serta Bangun dan Vincent (2008) yang menemukan bahwa tidak adanya pengaruh signifikan antara ukuran dewan komisaris dan manejemen laba. Variabel keberadaan komite audit mempunyai hubungan positif berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba dengan nilai signifikansi 0.014. Keberadaan komite audit belum sepenuhnya efektif dapat mengurangi tindakan pengelolaan laba dengan tujuan tertentu. Pembentukan komite audit belum sepenuhnya ditujukan untuk mengarahkan perusahaan pada tata kelola yang baik, namun hanya sekedar untuk memenuhi regulai. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Nasution dan Setiawan (2007). Akan tetapi hasil ini bertolak belakang dengan Veronica dan Utama (2003) dan Palestin (2006) bahwa tidak adanya pengaruh signifikan antara keberadaan komite audit dengan manajemen laba. . Variabel ukuran perusahaan mempunyai hubungan positif berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba dengan nilai signifikansi 0.036. Rata-rata manajemen laba selama tahun 2007-2011 sesuai dengan hasil perhitungan bernilai positif yang menunjukan bahwa perusahaan melakukan manajemen laba dengan menaikan laba. Perusahaan-perusahaan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
15
yang lebih besar mempunyai motivasi yang lebih besar pula untuk manajemen laba karena perusahaan yang lebih besar menjadi subjek pemeriksaan (pengawasan secara politis oleh pemerintah, investor dan masyarakat umum). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Veronica dan Utama (2006) yang menemukan adanya pengaruh signifikan antara ukuran perusahaan dengan manajemen laba. Namun hasil penelitian ini bertolak belakang dengan hasil penelitian Nasution dan Setiawan (2007) yang menemukan tidak adanya pengaruh signifikan antara ukuran perusahaan dengan manajemen laba. Variabel Kualitas Audit mempunyai hubungan positif berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba dengan nilai signifikansi 0.049. Indriastuti (2012) mengemukakan bahwa kualitas audit perusahaan yang diaudit oleh kantor akuntan publik (KAP) besar tidak terbukti membatasi perilaku manjemen laba malah menambah tindakan manajemen laba, hal ini disebabkan Big Four lebih kompeten dan profesional dibanding auditor Non Big Four, sehingga ia memiliki pengetahuan lebih banyak tentang cara mendeteksi dan memanipulasi laporan keuangan maupun melakukan tindakan manajemen laba. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Guna dan Herawaty (2010) yang menunjukan hasil bahwa kualitas audit berpengaruh signifikan terhadap aktivitas manajemen laba. Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian Veronica dan utama (2006) yang menemukan bahwa kualitas audit tidak berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba. SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Simpulan Simpulan hasil penelitian ini dapat dikemukakan sebagai berikut : (1)Mekanisme corporate governance, ukuran perusahaan dan kualitas audit secara simultan atau bersamasama berpengaruh signifikan terhadap praktik manajemen laba pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI).(2) Variabel ukuran dewan komisaris, keberadaan dewan komite, ukuran perusahaan dan kualitas audit berpengaruh positif terhadap aktivitas manajemen laba. Hasil tersebut menggambarkan bahwa semakin besar perusahaan dan banyak jumlah orang yang duduk dalam jajaran dewan komisaris dan komite audit akan berakibat semakin besarnya tingkat manajemen laba. Selain itu kualitas audit yang diaudit oleh KAP besar belum tentu mampu mengurangi tindakan manajemen laba, justru meningkatkan suatu tindakan untuk melakukan manajemen laba. Sedangkan variabel komposisi dewan komisaris positif tidak terbukti mempunyai pengaruh terhadap aktivitas manajemen laba. Keterbatasan dan Saran Berdasarkan hasil penelitian secara keseluruhan dan kesimpulan yang diperoleh, terdapat beberapa hal yang menjadi keterbatasan dalam penelitian ini. Oleh karena itu penelitian memberikan saran untuk penelitian selanjutnya. Keterbatasan dan saran yang dimaksud antara lain : 1. Mekanisme corporate governance terdiri dari tiga variabel diantara komposisi dewan komisaris independen, ukuran dewan komisaris dan keberadaan komite audit. Untuk penelitian selanjutnya dapat menambahkan variabel lain dari mekanisme corporate governance, misalnya kepemilikan manajerial yang memiliki kemampuan untuk mengendalikan pihak manajemen melalui proses memonitoring secara efektif sehingga dapat mengurangi manajemen laba. Selain itu karakteristik komisaris independen dan komite audit secara spesifik tidak disertakan, misalnya kompetensi, keahlian, latar belakang pendidikan, pengalaman komisaris independen dan komite audit.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
16
2. Lama periode pengamatan penelitian yang masih terbatas sehingga belum mampu untuk mendeteksi adanya tindakan manajemen laba. Maka untuk penelitian selanjutnya dapat memperpanjang periode pengamatan. 3. Model Jones modifikasi belum diyakinin dapat memisahkan komponen akrual diskresioner dan non akrual diskresioner dengan tepat (Veronica dan utama, 2006). Maka untuk penelitian selanjutnya perlu mengkaji kembali metode pengukuran manajemen laba dengan menggunakan model pengukuran yang lain. 4. Kualitas audit dalam penelitian ini diukur melalui proksi ukuran KAP. Ukuran KAP mungkin belum mampu untuk mengurangi manajemen laba. Maka untuk penelitian selanjutnya dapat mencoba mengidentifikasi proksi lain sebagai ukuran dari kualitas audit misalnya kegagalan audit. DAFTAR PUSTAKA Bangun, N. dan Vincent. 2008. Analisis Hubungan Corporate Governance terhadap Manajemen Laba, dengan Kinerja keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Akuntansi. 12(3): 289-302. Barton, J. dan P. J. Simko. 2002. The Balance Sheet as an Earnings management Constrain. The Accounting Review. Suplement. 77: 1-27. Djakman, C. D. 2003. Manajemen Laba dan Pengaruh Kebijakan Multi Papan Bursa Efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi VI. Oktober: 141-162. Guna, W. I. dan A. Herawaty. 2010. Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance, Independensi Auditor, Kualitas Audit dan Faktor Lainnya terhadap Manajemen Laba. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. April. 12(1): 53-68. Handayani, RR. S. dan A. D. Rachadi. 2009. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba. Jurnal Bisnis dan Akuntansi. April. 11(1): 33-56. Indriastuti, M. 2012. Analisis Kualitas Auditor dan Corporate Governance terhadap manajemen laba. Eksistansi (ISSN 2085-2401). Agustus. 4(2). Hiro, T. 2006. Standar Profesional Audit Internal. Kanisius. Yogyakarta. Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. Jakarta. Luhgiatno. 2010. Analisis Pengaruh Kualitas Audit terhadap Manajemen Laba Studi pada Perusahaan yang Melakukan IPO di Indonesia. Fokus Ekonomi. Desember. 5(2): 15-31. Mukhlasin. 2002. Analisis Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan dan Pengaruhnya terhadap Earning Price Ratio. Simposium Nasional Akuntansi V. Hal: 87-101. Nasution, M. dan D. Setiawan. 2007. Pengaruh Corporate Governance terhadap Manajemen Laba di Industri Perbankan Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi X. Juli: 1-26. National Committee on Corporate Governance (NCCG). 2001. Indonesian Code for Good Corporate Governance. Palestin, H. S. 2006. Analisis Pengaruh Struktur kepemilikan, Praktik Corporate Governance dan Kompensasi Bonus terhadap Manajemen Laba (Studi Empiris pada PT di Bursa Efek Indonesia). Scott, W. R. 2003. Financial Accounting Theory. Third edition. Toronto: Prentice hall. Sujianto, A. E. 2001. Analisis Variabel-variabel yang Mempengaruhi Struktur Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang Go Publik di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Ekonomi dan Manajemen. 2(2). Sulistyanto, S. 2008. Manajemen Laba Teori dan Model Empiris. Grasindo. Jakarta.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 2 No. 7 (2013)
17
Ujiantho, M. A. dan B. Pramuka. 2007. Mekanisme Corporate Governance, Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan (Studi pada Perusahaan Go Publik Sektor Manufaktur). Simposium Nasional Akuntansi X. Juli: 01-26. Veronica, S. dan S. Utama. 2006. Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance terhadap Pengelolaan Laba (Earnings Management). Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. September. 9(3): 307-306. Warsono, S., et al. 2009. Corporate Governance : Concept and Model. Center of Good Corporate Governance FEB UGM. Yogyakarta. ●●●