PENGARUH BUDAYA ORGANISASI, KEPEMIMPINAN DAN MOTIVASI TERHADAP KEPUASAN KERJA DAN KINERJA PEGAWAI KANTOR IMIGRASI KELAS I BANJARMASIN Melania Raden Fajar Wijanarko STIE Pancasetia Banjarmasin ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh budaya organisasi, kepemimpinan, motivasi terhadap kepuasan kerja; pengaruh budaya organisasi, kepemimpinan, motivasi terhadap kinerja dengan adanya kepuasan kerja; dan pengaruh kepuasan kerja terhadap kinerja. Teknik sampling yang dipergunakan adalah total sampling terhadap seluruh pegawai kantor imigrasi kelas I Banjarmasin sejumlah 38 orang. Uji Hipotesis dilakukan dengan analisis jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai, sedangkan kepemimpinan dan motivasi tidak signifikan pengaruhnya. Budaya organisasi, kepemimpinan dan motivasi berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai. Kata kunci: budaya organisasi, kepemimpinan, motivasi, kepuasan kerja, kinerja Abstract This research aims to analyze the influence of organization culture, leadership, and motivation toward work satisfaction; the influence of organization culture, leadership, and motivation toward performance with work satisfaction as an intervening variable; the influence of work satisfaction toward performance. To establish number of samples we use total sampling that is 38 employees, and using path analysis to analyze data. The result shows that organization culture has significant influence toward work satisfaction, but leadership, and motivation have no significant influence. Organization cultures, leadership, and motivation have significant influence toward employees’ performance. Work Satisfaction has significant influence toward performance. Keywords: organization cultures, leadership, motivation, work satisfaction, performance PENDAHULUAN
mendapatkan fasilitas pelayanan yang menginginkan terciptanya suatu bentuk pelayanan yang lebih baik dari era sebelumnya, dimana perilaku aparat pemerintah dari dilayani menjadi me-
Dalam era reformasi saat ini terjadi pergeseran paradigma baru dalam masyarakat, khususnya dalam hal
39
KINDAI Volume 10 Nomor 1, Januari – Maret 2014
layani sesuai dengan tugasnya mengatur, mempermudah dan mengutamakan kepentingan masyarakat (publik). Dalam kerangka penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan, maka semua aparatur pemerintah selaku abdi negara dituntut lebih meningkatkan konsepsi, wawasan berpikir, merubah paradigma dan perilaku dari menerima apa adanya menjadi lebih inovatif, cermat serta memahami tugas-tugas pokok dan fungsinya, adaptif terhadap perubahan. Konsekuensi logis atas pemikiran tersebut adalah diperlukannya perhatian yang lebih besar bagi manajemen sumber daya manusia (SDM) dan wujud kepemimpinan baik jenis, bentuk maupun kegiatannya serta mengubah cara berpikir yang kurang terbuka dan kaku dalam mengartikan, menerapkan peraturan, disiplin direformasi menjadi pemikir yang kreatif dan inovatif. Makna kepemimpinan merupakan suatu kemampuan untuk meyakinkan orang lain atau bawahan untuk mencapai suatu tujuan yang telah ditetapkan melalui upaya kerjasama. Dengan optimalnya kinerja pelaksanaan tugas tentunya akan berdampak positif, baik terhadap pencapaian sasaran/tujuan yang telah ditentukan dalam organisasi maupun penilaian masyarakat, sedangkan disadari bahwa stiap organisasi perkantoran akan selalu menginginkan agar para pegawainya dapat memberikan prestasi dan kualitas kerja yang baik, sehingga dengan diperolehnya hasil kerja pegawai yang baik adalah merupakan modal dalam memberikan layanan yang prima, tidak hanya terhadap unit kerja didalamnya tetapi juga kepada masyarakat pada umumnya. Direktorat Jenderal imigrasi mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis dibidang keimigrasian
40
dengan menyelenggarakan fungsi pelayanan, security dan penegakan hukum. Untuk menjalankan sebagian fungsi tersebut dibutuhkan sumber daya manusia yang mempunyai kemampuan prima. Imigrasi adalah aparatur Negara yang diharapkan dapat menegakkan hukum di bidang Keimigrasian baik terhadap terhadap WNI maupun terhadap WNA yang berada di wilayah Indonesia. Direktorat Jenderal Imigrasi yang salah satu fungsinya pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan misinya mewujudkan pelayanan prima, harus tampil ke depan mencetak SDM yang berkualitas agar tercipta suasana pelayanan yang baik dan dapat memberikan kepuasan kepada masyarakat menuju terwujudnya pemerintahan yang baik (Good Governance). Pengembangan dan pemantapan sistem manajemen pelayanan publik menuju pelayanan prima menekankan pada fokus perhatian yang dapat dilakukan melalui penyiapan sumber daya manusia dibidang pelayanan dan memberi arah yang dapat memberikan peluang serta motivasi. Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja? 2. Apakah kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja? 3. Apakah motivasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja? 4. Apakah budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja dengan adanya kepuasan kerja? 5. Apakah kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja dengan adanya kepuasan kerja? 6. Apakah motivasi berpengaruh terhadap kinerja dengan adanya kepuasan kerja? 7. Apakah kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja?
KINDAI Volume 10 Nomor 1, Januari – Maret 2014
TINJAUAN PUSTAKA Budaya Organisasi Ada berbagai definisi mengenai budaya organisasi Menurut Wood, Wallace, Zeffane, Schermerhorn, Hunt, Osborn (2001:391), budaya organisasi adalah sistem yang dipercayai dan nilai yang dikembangkan oleh organisasi dimana hal itu menuntun perilaku dari anggota organisasi itu sendiri. Tosi, Rizzo, Carroll dalam Munandar (2001:263) mendefinisikan budaya organisasi sebagai cara-cara berpikir, berperasaan dan bereaksi berdasarkan pola-pola tertentu yang ada dalam organisasi atau yang ada pada bagian-bagian organisasi. Sedangkan menurut Robbins (1996:289), budaya organisasi adalah suatu persepsi bersama yang dianut oleh anggota-anggota organisasi itu. Menurut Schein (1992:12), budaya organisasi adalah pola dasar yang diterima oleh organisasi untuk bertindak dan memecahkan masalah, membentuk karyawan yang mampu beradaptasi dengan lingkungan dan mempersatukan anggota-anggota organisasi. Untuk itu harus diajarkan kepada anggota termasuk anggota yang baru sebagai suatu cara yang benar dalam mengkaji, berpikir dan merasakan masalah yang dihadapi. Tosi, Rizzo, Carrol dalam Munandar (2001:264). Adapun fungsi dari budaya organisasi menurut Robbins (1996:294): 1. Budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain. 2. Budaya membawa suatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi. 3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada sesuatu yang lebih luas daripada kepentingan diri individual seseorang.
41
4. Budaya merupakan perekat sosial yang membantu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk dilakukan oleh karyawan. 5. Budaya sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku karyawan. Kepemimpinan Kepemimpinan adalah pengaruh antar pribadi, dalam situasi tertentu dan langsung melalui proses komunikasi untuk mencapai satu satu beberapa tujuan tertentu (Tannebaum, Weschler and Nassarik, 1961: 24). Kepemimpinan adalah sikap pribadi, yang memimpin pelaksanaan aktivitas untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Hemhill & Coons, 1957: 7) kepemimpinan adalah kemapuan seni atau teknik untuk membuat sebuah kelompok atau orang mengikuti dan menaati segala keinginannya. Ada beberapa tingkat kepemimpinan yang dapat membantu menaikkan tingkat pengaruh seseorang yaitu: 1. Tingkat kedudukan, yaitu tingkat kepemimpinan awal yang mendasar, dimana pengaruh yang dimiliki dibawa oleh jabatan. (Maxwell 1995:5). 2. Tingkat izin, yang terjadi kalau seseorang naik ke tingkat pengaruh yang kedua. (Maxwell 1995:7). 3. Tingkat produksi. Pada tingkat ini segala hal mulai terjadi (hal-hal yang baik; seperti keuntungan meningkat, moral tinggi, keluarnya karyawan rendah, kebutuhan terpenuhi, masalah terpecahkan minimum). (Maxwell 1995:8). 4. Tingkat pengembangan manusia. Salah satu tanggungjawab utama seorang pemimpin adalah mengembangkan orang lain untuk melakukan pekerjaan. (Maxwell 1995:10).
KINDAI Volume 10 Nomor 1, Januari – Maret 2014
5. Tingkat kemampuan menguasai pribadi. Para pemimpin pada umumnya belum sampai di tingkat ini, hanya kepemimpinan yang terbukti sepanjang hidup akan membuat seseorang berada di tingkat 5 dan meraih penghargaan yang memuaskan selamanya. (Maxwell.1995:11). Motivasi Kerja Motivasi yang berdasarkan hirarki kebutuhan secara individu yang dikemukakan oleh Maslow. Teori Maslow (dalam Gibson, 1994: 42) membagi kebutuhan menjadi lima tingkatan yaitu: 1. Fisiologis, yaitu kebutuhan makan, minum dan hal-hal lain uang penting untuk kehidupan. 2. Keselamatan dan keamanan, yaitu kebutuhan perlindungan dari bahaya dan ancaman. 3. Sosial, yaitu kebutuhan cinta, kasih saying, diterima sebagai anggota kelompok sosial. 4. Penghargaan, yaitu kebutuhan memiliki harga diri yang stabil dan tinggi serta kebutuhan untuk dihormati orang lain, kebutuhan ini meliputi keinginan untuk berkecukupan, prestasi, reputasi dan status. 5. Aktualisasi, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi dan kecakapan untuk menjadi orang yang dipercaya orang lain bahwa mampu berbuat. Berdasarkan sumbernya, motivasi secara umum dibagi menjadi dua, sebagai berikut: 1. Motivasi intrinsik, meliputi tanggung jawab, kebebasan untuk bertindak, ruang lingkup yang digunakan dan pengembangan keterampilan serta kemampuan, pekerjaan dan kesempatan yang menarik dan menantang untuk dicapai.
42
2. Motivasi ekstrinsik, meliputi penghargaan, seperti kenaikan gaji, pujian atau promosi dan hukuman seperti tindakan disiplin, penundaan gaji atau kritikan (Soekamto, 1996). Kepuasan Kerja Menurut Wexley dan Yulk (1997) ada tiga macam teori tentang kepuasan kerja yang lazim digunakan, yaitu: 1. Teori kesenjangan (discrepancy theory) 2. Teori Keadilan (equity theory) 3. Teori dua faktor (two faktor theory) Teori kesenjangan memandang bahwa kepuasan kerja seseorang tergantung pada kesenjangan antara harapan, kebutuhan dan nilali-nilai yang seharusnya diterima seseorang dengan apa yang menurut perasaannya atau persepsinya telah diperoleh melalui pekerjaan. Teori keadilan dipelopori oleh Zaleznik dan dikembangkan oleh Adams (As’ad, 1991). Teori ini mengemukakan bahwa seseorang akan merasa puas atau tidak puas tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan atau tidak atas suatu situasi. Teori dua faktor yang dikembangkan oleh Herzberg. Pada prinsipnya teori ini membedakan antara faktor-faktor penyebab kepuasan dan ketidak puasan kerja (Hasibuan 1996: 103). Faktor-faktor penyebab kepuasan kerja disebut motivator, antara lain: prestasi, pengakuan, pekerjaan itu sendiri dan tanggung jawab. Faktor-faktor ketidakpuasan antara lain gaji, hubungan pribadi, teknik supervisi, kebijakan organisasi, kondisi kerja, kehidupan pribadi, status dan keselamatan kerja. Salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur kepuasan kerja ini, dapat digunakan metoda skala atau prediksi tertentu, Smith
KINDAI Volume 10 Nomor 1, Januari – Maret 2014
et.al dalam Hasibuan (1996: 103) memberikan indeks deskripsi kerja (the job description index) untuk mengukur kepuasan kerja yang dimaksud terdiri dari: 1. Gaji/insentif dan promosi 2. Hubungan dengan teman-teman sekerja dan pimpinan 3. Pelaksanaan tugas. Pengertian Kinerja Pada dasarnya kinerja merupakan sesuatu hal yang bersifat individual, karena setiap karyawan memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dalam mengerjakan tugasnya. Kinerja tergantung pada kombinasi antara kemampuan, usaha, dan kesempatan yang diperoleh. Hal ini berarti bahwa kinerja merupakan hasil kerja karyawan dalam bekerja untuk periode waktu tertentu dan penekanannya pada hasil kerja yang diselesaikan karyawan dalam periode waktu tertentu. (Timpe, 1993:3). Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja menurut Timpe (1993:33): 1. Kinerja baik dipengaruhi: a. Internal (pribadi): kemampuan tinggi, kerja keras. b. Eksternal (lingkungan): pekerjaan mudah, nasib baik, bantuan dari rekan-rekan, pemimpin yang baik.
43
2. Kinerja jelek dipengaruhi: a. Internal (pribadi): kemampuan rendah, upaya sedikit. b. Eksternal (lingkungan): pekerjaan sulit, nasib buruk, rekanrekan kerja tidak produktif, pemimpin yang tidak simpatik. Penelitian Terdahulu Menurut penelitian Kusno dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi, Kepimpinan, Motivasi dan Kepuasan Kerja terhadap Kinerja Guru SMP/MTs sekecamatan Simpang Empat Kabupaten Tanah Bumbu menyimpulkan bahwa budaya organisasi, motivasi, dan kepuasan kerja berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja organisasi. Selanjutnya penelitian Soedjono dengan judul “Pengaruh Budaya Organisasi terhadap Kinerja Organisasi dan Kepuasan Kerja Karyawan pada Terminal Penumpang Umum di Surabaya menyimpulkan bahwa: 1. Budaya organisasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kinerja organisasi. 2. Kinerja organisasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kepuasan kerja karyawan. 3. Budaya organisasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap kepuasan kerja karyawan
Kerangka Konseptual
Gambar 1. Kerangka Konseptual
44
KINDAI Volume 10 Nomor 1, Januari – Maret 2014
Hipotesis 1. Budaya organisasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja. 2. Kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja. 3. Motivasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja. 4. Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja dengan adanya kepuasan kerja. 5. Kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja dengan adanya kepuasan kerja. 6. Motivasi berpengaruh terhadap kinerja dengan adanya kepuasan kerja. 7. Kepuasan kerja berpengaruh terhadap kinerja.
5. Kinerja (Y) Kinerja yang disini adalah pengerjaan segala bentuk pekerjaan dan tugas yang telah diberikan kepada pegawai dari atasan ke bawahan. Jenis dan Sumber Data 1. Data primer Data primer berasal dari pegawai Kantor Imigrasi kelas I Banjarmasin yang menjadi responden. 2. Data sekunder Data sekunder berupa data dokumentasi tentang karakteristik obyek penelitian (jumlah seluruh pegawai). Data dikumpulkan melalui angket yang didalamnya terdapat sejumlah instrumen yang digunakan untuk mengukur variabelvariabel penelitian.
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah seluruh pegawai pada Kantor Imigrasi Kelas I Banjarmasin yang berjumlah 38 orang. Sampel dalam peneltitian ditetapkan dengan teknik total sampling. Definisi Operasional Variabel 1. Budaya Organisasi (X1) Budaya kerja disini adalah budaya organisasi yang ada. 2. Kepemimpinan (X2) kepemimpinan disini adalah peranan, keberadaan dan wewenang pemimpin yang ada. 3. Motivasi (X3) Motivasi kerja disini adalah semangat, kemauan dan keikhlasan yang ditunjukkan masing-maisng pegawai yang ada. 4. Kepuasan Kerja (Z) Kepuasan kerja disini adalah rasa yang telah dirasakan oleh masingmasing pegawai selama bekerja.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Uji Validitas Pengujian validitas konstruksi dilakukan dengan analisis faktor (X), yaitu dengan mengkorelasikan antar skor-skor item instrumen dalam suatu faktor, dan mengkorelasikan skor faktor dengan skor total (Y). Dalam penelitian yang dilaku-kan pada saat ini pengujian validitas butir pernyataan dengan menggunakan metode Pearson Product Moment (PPM). Hasil pengujian dengan metode tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 1. Hasil Pengujian Validitas Metode Pearson Product Moment (PPM) Variabel Budaya Organisasi (X1) Uraian B1 B2 B3 B4 B5 B6
Sig 0,000 0,040 0,000 0,000 0,000 0,042
Nilai < 0,05 < 0,05 < 0,05 < 0,05 < 0,05 < 0,05
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid
45
KINDAI Volume 10 Nomor 1, Januari – Maret 2014
Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan metode Pearson Product Moment (PPM) item pernyataan dari variabel budaya organisasi (X1) menunjukkan nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 yaitu secara berturut-turut sebesar 0,000; 0,040; 0,000; 0,000; 0,000 dan 0,042. Dengan demikian instrumen penelitian yang digunakan dapat dinyatakan valid dan dapat dipergunakan pengambilan data penelitian.
Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan metode Pearson Product Moment (PPM) item pernyataan dari variabel motivasi (X3) menunjukkan nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 yaitu secara berturut-turut sebesar 0,000; 0,000; 0,000; 0,027; 0,000 dan 0,000. Dengan demikian instrumen penelitian yang digunakan dapat dinyatakan valid dan dapat dipergunakan pengambilan data penelitian.
Tabel 2. Hasil Pengujian Validitas Metode Pearson Product Moment (PPM) Variabel Kepemimpinan (X2)
Tabel 4. Hasil Pengujian Validitas Metode Pearson Product Moment (PPM) Variabel Kepuasan Kerja (Z)
Uraian K1 K2 K3 K4 K5
Uraian Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6
Sig 0,000 0,002 0,000 0,000 0,000
Nilai < 0,05 < 0,05 < 0,05 < 0,05 < 0,05
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid
Sumber: data diolah
Sig 0,000 0,006 0,000 0,000 0,003 0,004
Nilai < 0,05 < 0,05 < 0,05 < 0,05 < 0,05 < 0,05
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Sumber: data diolah Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan metode Pearson Product Moment (PPM) item pernyataan dari variabel kepemimpinan (X2) menunjukkan nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 yaitu secara berturut-turut sebesar 0,000; 0,002; 0,000; 0,000 dan 0,001. Dengan demikian instrumen penelitian yang digunakan dapat dinyatakan valid dan dapat dipergunakan pengambilan data penelitian. Tabel 3. Hasil Pengujian Validitas Metode Pearson Product Moment (PPM) Variabel Motivasi (X3) Uraian M1 M2 M3 M4 M5 M6
Sig 0,000 0,000 0,000 0,027 0,000 0,000
Nilai < 0,05 < 0,05 < 0,05 < 0,05 < 0,05 < 0,05
Sumber: data diolah
Keterangan Valid Valid Valid Valid Valid Valid
Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan metode Pearson Product Moment (PPM) item pernyataan dari variabel kepuasan kerja (Z) menunjukkan nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 yaitu secara berturut-turut sebesar 0,000; 0,006; 0,000; 0,000; 0,003 dan 0,004. Dengan demikian instrumen penelitian yang digunakan dapat dinyatakan valid dan dapat dipergunakan pengambilan data penelitian. Tabel 5. Hasil Pengujian Validitas Metode Pearson Product Moment Variabel Kinerja (Y) Uraian Y1 Y2 Y3 Y4
Sig 0,000 0,000 0,000 0,000
Sumber: data diolah
Nilai < 0,05 < 0,05 < 0,05 < 0,05
Ket Valid Valid Valid Valid
46
KINDAI Volume 10 Nomor 1, Januari – Maret 2014
Uji Reliabilitas Reliabilitas instrumen menggunakan koefisien Cronbach Alpha dengan formula umum dikarenakan pengujian dilakukan untuk masing-masing butir atau tidak dilakukan pembelahan. Kriteria penentuan reliabilitas yang dinyatakan sahih (reliabel) bila hasil perhitungan yang diperoleh diatas 0,6 (Nunnanly dalam Ghozali, 2002). Hasil uji reliabilitas dapat disajikan dalam tabel berikut: Tabel 6. Hasil Uji Reliabilitas dengan Metode Cronbach Alpha Variabel Budaya Organisasi (X1) Kepemimpinan (X2) Motivasi (X3) Kepuasan Kerja (Z) Kinerja (Y)
Koefisien 0,776
Nilai 0,6
Ket Reliabel
0,811
0,6
Reliabel
Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik dimaksudkan untuk menghasilkan model-model regresi yang BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) artinya model yang digunakan dalam penelitian saat ini agar tidak memiliki estimator yang tidak bias atau menyimpang dalam penarikan kesimpulan penelitian. 1. Uji Normalitas Uji normalitas dimaksudkan untuk mengetahui data yang diguna-kan apakah berdistribusi normal atau tidak. Penelitian yang dilakukan saat ini uji normalitas dengan metode Grafik Normal P-P Plot. Hasil uji normalitas dapat disajikan dalam gambar berikut: Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual
Dependent Variable: Kinerja
1.0
Expected Cum Prob
Berdasarkan uji validitas dengan menggunakan metode Pearson Product Moment (PPM) item pernyataan dari variabel kinerja (Y) menunjukkan nilai signifikansi yang lebih kecil dari 0,05 yaitu secara berturutturut sebesar 0,000; 0,000; 0,000 dan 0,000. Dengan demikian instrumen penelitian yang digunakan dapat dinyatakan valid dan dapat dipergunakan pengambilan data penelitian.
0.8
0.6
0.4
0.2
0,794 0,777
0,6 0,6
Reliabel Reliabel
0.0 0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
Observed Cum Prob
0,817
0,6
Reliabel
Sumber: data diolah
Gambar 1. Grafik Normal P-P Plot
Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan metode Cronbach Alpha menunjukkan nilai koefisien masingmasing variabel lebih besar dari 0,6 yaitu nilainya secara berturut-turut sebesar 0,776; 0,811; 0,794; 0,777 dan 0,817. Hal ini dapat disimpulkan bahwa instrumen penelitian reliabel dan dapat dipergunakan dalam pengambilan data penelitian.
Berdasarkan uji normalitas yang disajikan dalam Gambar 1 menunjukkan bahwa sebaran data penelitian menyebar di sekitar garis diagonal. Hal tersebut mengindikasikan bahwa data yang digunakan berdistribusi normal. Menurut Santoso (2002) menyatakan bahwa apabila data menyebar disekitar garis diagonal, maka dapat dinyatakan bahwa data tersebut berdistribusi normal. Dengan demikian uji asumsi
47
KINDAI Volume 10 Nomor 1, Januari – Maret 2014
2. Uji Multikolinieritas Multikolinieritas terjadi jika salah satu variabel-variabel bebas terhadap variabel bebas yang lain terdapat korelasi yang sangat tinggi. Untuk melihat terjadi multikolinieritas atau tidak, kita bisa melihat dari tabel nilai VIF. Ghozali (2003) mengatakan bahwa jika nilai VIF lebih kecil dari 10, maka tidak terjadi multikolinier. Hasil uji multikolinieritas dapat disajikan dalam tabel 5. berikut:
dengan menggunakan metode grafik Scatter Plot. Hasil uji heteroskedastisitas dapat disajikan dalam gambar berikut: Scatterplot
Dependent Variable: Kinerja
Regression Studentized Residual
klasik yang berkenaan dengan normalitas dari distribusi data dapat terpenuhi.
2
1
0
-1
-3
-2
-1
0
1
2
Regression Standardized Predicted Value
Gambar 2. Grafik Scatter Plot Tabel 7. Hasil uji Multikolinieritas dengan Indikator VIF Variabel Budaya Organisasi (X1) Kepemimpinan (X2) Motivasi (X3)
VIF 1,515
Kepuasan Kerja (Z)
1,970
2,120 1,708
Keterangan Bebas multikolinieritas Bebas multikolinieritas Bebas multikolinieritas Bebas multikolinieritas
Sumber: Data penelitian yang telah diolah Berdasarkan uji multikolinieritas tersebut menunjukkan bahwa nilai VIF dari masing-masing variabel lebih kecil dari 10. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini terbebas dari gangguan gejala multikolinieritas. Uji asumsi klasik yang berkenaan dengan bebasnya model dari gangguan multikolinieritas terpenuhi dan dapat dilakukan uji selanjutnya. 3. Uji Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas digunakan untuk mengetahui apakah kesalahan pengganggu mempunyai varian yang sama. Pengujian dilakukan
Berdasarkan grafik Scatter Plot tersebut menunjukkan bahwa sebaran data menyebar tidak teratur dan tidak membentuk suatu model. Berdasarkan hal tersebut dapat dinyatakan bahwa model yang digunakan dalam penelitian saat ini terbebas dari gangguan gejala heteroskehastisitas atau dapat dinyatakan model yang digunakan bersifat homoskedastisitas. Menurut Santoso (2002) menyatakan bahwa apabila sebaran data tidak membentuk garis lurus, bergelombang atau mengumpul dalam satu sisi, maka dapat dinyatakan bahwa model yang digunakan terbebas dari gejala heteroskedastisitas. Dengan demikian asumsi klasik yang berkenaan dengan terbebasnya model dari gejala heteroskedastisitas dapat terpenuhi dan dapat dilakukan uji selanjutnya. Analisis Jalur (Path Analysis) Uji jalur dalam penelitian yang sedang dilakukan terdiri dari 2 model, yaitu: budaya organisasi (X1), kepemimpinan (X2) dan motivasi (X3) memiliki hubungan linier dan signifikan ter-
KINDAI Volume 10 Nomor 1, Januari – Maret 2014
hadap kepuasan kerja (Z) dengan menggunakan uji jalur (path analysis) untuk mengetahui besarnya pengaruh masing-masing variabel eksogen terhadap variabel endogennya. H1 : Budaya organisasi (X1) memiliki hubungan linier dan signifikan terhadap kepuasan kerja (Z). H2 : Kepemimpinan (X2) memiliki hubungan linier dan signifikan terhadap kepuasan kerja (Z). H3 : Motivasi (X3) memiliki hubungan linier dan signifikan terhadap kepuasan kerja (Z). Hasil uji statistik dengan uji t dalam model regresi berganda dengan dapat disajikan dalam tabel berikut: Tabel 8. Hasil Uji t Var X1 X2 X3
thitung 1,327 4,746 2,102
ttabel 2,042 2,042 2,042
Koef 0,160 0,535 0,292
Sig. 0,194 0,000 0,043
Ket ditolak diterima diterima
Sumber: data diolah
Berdasarkan uji t sesuai dengan tabel 15 menunjukkan nilai thitung untuk variabel budaya organisasi sebesar 1,327 yang lebih kecil dari nilai T tabel sebesar 2,042. Hal ini identik dengan nilai signifikansinya sebesar 0,194 yang lebih besar dari 0,05 sebagai taraf yang telah ditetapkan (α). Hal ini dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi (X1) tidak memiliki hubungan linier dan signifikan terhadap kepuasan kerja (Z). Berdasarkan uji t sesuai dengan tabel 15 menunjukkan nilai thitung untuk variabel kepemimpinan sebesar 4,746 yang lebih besar dari nilai ttabel sebesar 2,042. Hal ini identik dengan nilai signifikansinya sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 sebagai taraf yang telah ditetapkan (α). Hal ini dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan (X2) memiliki hubungan linier dan signifikan terhadap kepuasan kerja (Z).
48
Berdasarkan uji t sesuai dengan tabel 15 menunjukkan nilai thitung untuk variabel motivasi sebesar 2,102 yang lebih besar dari nilai ttabel sebesar 2,042. Hal ini identik dengan nilai signifikansinya sebesar 0,000 yang lebih kecil dari 0,05 sebagai taraf yang telah ditetapkan (α). Hal ini dapat disimpulkan bahwa motivasi (X3) memiliki hubungan linier dan signifikan terhadap kepuasan kerja (Z). Dari hasil pengujian tersebut, maka dapat dibentuk persamaan struktural 1 sebagai berikut: Z = 0,160X1 + 0,535X2 + 0,292X3 Berdasarkan persamaan tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa dengan adanya variabel budaya organisasi (X1), kepemimpinan (X2) dan motivasi (X3) dapat meningkatkan kepuasan kerja secara berturut-turut masing-masing variabel sebesar 0,160; 0,535 dan 0,292 satuan. Selanjutnya uji hipotesis yang berkenaan dengan variabel eksogen yang terdiri dari budaya organisasi (X1), kepemimpinan (X2) motivasi (X3) dan kepuasan kerja (Z) terhadap variabel endogennya yakni kinerja (Y). H4 : Budaya organisasi (X1) memiliki hubungan linier dan signifikan terhadap kinerja (Y). H5 : Kepemimpinan (X2) memiliki hubungan linier dan signifikan terhadap kinerja (Y). H6 : Secara individual motivasi (X3) memiliki hubungan linier dan signifikan terhadap kinerja (Y). H7 : Secara individual kepuasan kerja (Z) memiliki hubungan linier dan signifikan terhadap kinerja (Y). Hasil uji statistik dengan menggunakan uji t dalam model regresi berganda dengan bantuan software SPSS 15.00 for Windows dengan signifikansi 0,05 dapat ditujukkan dalam tabel berikut:
KINDAI Volume 10 Nomor 1, Januari – Maret 2014
Tabel 9. Hasil Uji t Var X1 X2 X3 Z
thitung 2,477 1,350 2,610 2,585
ttabel 2,045 2,045 2,045 2,045
Koef 0,240 0,154 0,303 0,348
Sig. 0,019 0,186 0,014 0,014
Ket diterima ditolak diterima diterima
Sumber: data diolah
Berdasarkan uji t sesuai dengan tabel 16 menunjukkan nilai t hitung untuk variabel budaya organisasi sebesar 2,477 yang lebih besar dari nilai t tabel sebesar 2,045. Hal ini identik dengan nilai signifikansinya sebesar 0,019 yang lebih kecil sama dengan 0,05 sebagai taraf yang telah ditetapkan (α). Hal ini dapat disimpulkan bahwa budaya organisasi (X1) memiliki hubungan linier dan signifikan terhadap kinerja (Y). Berdasarkan uji t sesuai dengan tabel 9 menunjukkan nilai t untuk variabel kepemimpinan hitung sebesar 1,350 yang lebih kecil dari nilai t tabel sebesar 2,045. Hal ini identik dengan nilai signifikansinya sebesar 0,186 yang lebih besar dari 0,05 sebagai taraf yang telah ditetapkan (α). Hal ini dapat disimpulkan bahwa kepemimpinan (X2) tidak memiliki hubungan linier dan signifikan terhadap kinerja (Y). Berdasarkan uji t sesuai dengan tabel 9 menunjukkan nilai t hitung untuk variabel motivasi sebesar 2,610 yang lebih besar dari nilai 4 tabel sebesar 2,045. Hal ini identik dengan nilai signifikansinya sebesar 0,014 yang lebih kecil dari 0,05 sebagai taraf yang telah ditetapkan (α). Hal ini dapat disimpulkan bahwa motivasi (X3) memiliki hubungan linier dan signifikan terhadap kinerja (Y). Berdasarkan uji t sesuai dengan tabel 9 menunjukkan nilai t hitung untuk variabel kepuasan kerja sebesar 2,585 yang lebih besar dari nilai t tabel sebesar 2,045. Hal ini identik dengan nilai signifikansinya
49
sebesar 0,014 yang lebih kecil dari 0,05 sebagai taraf yang telah ditetapkan (α). Hal ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan kerja (Z) memiliki hubungan linier dan signifikan terhadap kinerja (Y). Dari hasil pengujian tersebut, maka dapat dibentuk persamaan struktural 2 sebagai berikut: Y= 0,240X1 + 0,154X2 + 0,303X3 + 0,348Z
Berdasarkan persamaan tersebut, maka dapat dijelaskan bahwa dengan adanya peningkatan sebesar satu satuan variabel budaya organisasi (X1), kepemimpinan (X2), motivasi (X3) dan kepuasan kerja (Z) dapat meningkatkan kinerja (Y) secara berturut-turut masing-masing variabel sebesar 0,240; 0,154; 0,303 dan 0,348 satuan. Selanjutnya untuk mengetahui korelasi antar variabel eksogen dengan menggunakan metode Pearson Product Moment (PPM) dapat disajikan dalam tabel berikut: Tabel 10. Hasil Uji Korelasi Variabel Eksogen dengan Metode Metode Pearson Product Moment (PPM) Variabel (X1) (X2) (X3) 0,520 0,721 (X1) 1 0,001 0,000 0,672 (X2) 1 0,000 (X3) 1 Sumber: data diolah Berdasarkan uji korelasi dengan metode Pearson Product Moment (PPM) menunjukkan bahwa budaya organisasi (X1) memiliki korelasi nyata dan positif terhadap kepemimpinan (X2) dan motivasi (X3), besarnya korelasi tersebut secara berturut-turut adalah 0,520 dan 0,721. Sedangkan variabel kepemimpinan (X2) juga memiliki korelasi yang nyata dan positif terhadap motivasi (X3) sebesar 0,672.
50
KINDAI Volume 10 Nomor 1, Januari – Maret 2014
Selanjutnya menghitung pengaruh tidak langsung masing-masing variabel bebas yaitu: budaya organisasi (X1), kepemimpinan (X2) dan motivasi (X3) yang melalui variabel kepuasan kerja (Z) sebagai berikut: Tabel 11. Nilai Koefisien Regresi yang Telah Distandarisasi Variabel Koefisien Budaya Organisasi (X1) 0,240 Kepemimpinan (X2) 0,154 Motivasi (X3) 0,303 Kepuasan Kerja (Z) 0,348 Sumber: data diolah Tabel 12. Nilai Koefisien Regresi yang Telah Distandarisasi Variabel Budaya Variabel Koefisien Budaya Organisasi (X1) 0,160 Kepemimpinan (X2) 0,535 Motivasi (X3) 0,292 Sumber: data diolah (2011)
1. Besarnya pengaruh total budaya organisasi (X1) terhadap kinerja (Y) yang melalui kepuasan kerja (Z) 0,084 + 0,160 = 0,244. 2. Besarnya pengaruh total kepemimpinan (X2) terhadap Kinerja (Y) yang melalui kepuasan kerja (Z) 0,054 + 0,535 = 0,589. 3. Besarnya pengaruh total motivasi (X3) terhadap Kinerja (Y) yang melalui kepuasan kerja (Z) 0,105 + 0,292 = 0,392. Dari perhitungan analisis jalur (path analysis) masing-masing variabel eksogen terhadap variabel endogennya, maka besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung dapat digambarkan dalam gambar 5.4 berikut: H4 0,240
X1
Budaya Organisasi
Dari kedua tabel tersebut, maka dapat dihitung pengaruh tidak langsung variabel bebas sebagai berikut: 1. Besarnya pengaruh tidak langsung budaya organisasi (X1) terhadap Kinerja (Y) yang melalui kepuasan kerja (Z) 0,240 x 0,348 = 0,084. 2. Besarnya pengaruh tidak langsung kepemimpinan (X2) terhadap Kinerja (Y) yang melalui kepuasan kerja (Z) 0,154 x 0,348 = 0,054. 3. Besarnya pengaruh tidak langsung motivasi (X3) terhadap Kinerja (Y) yang melalui kepuasan kerja (Z) 0,303 x 0,348 = 0,105. Selanjutnya menghitung pengaruh total variabel eksogen yang terdiri dari budaya organisasi (X1), kepemimpinan (X2) dan motivasi (X3) terhadap endogennya yaitu kinerja (Y) sebagai berikut:
H1 0,160
y
z
X2 Kepemimpinan
H2 0,535
Kepuasan Kerja
H7 0,348
H5 0,154
X3
0,292
Motivasi
H3
H6 0,303
Gambar 2. Analisis Jalur Pembahasan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis dengan menggunakan metode analisis jalur (path analysis) menunjukkan bahwa variabel eksogen yang terdiri Budaya Organisasi (X1), Kepemimpinan (X2) dan Motivasi (X3) terdapat pengaruh yang signifikan terhadap Kepuasan Kerja (Z). Selanjutnya pengujian hipotesis Budaya Organisasi (X1), Kepemimpinan (X2) Motivasi (X3) dan Kepuasan Kerja (Z) ter-
Kinerja Pegawai
KINDAI Volume 10 Nomor 1, Januari – Maret 2014
dapat pengaruh yang signifikan terhadap Kinerja (Y). Selanjutnya dari hasil pengujian hipotesis tersebut dapat diketahui bahwa budaya organisasi (X1) tidak memiliki pengaruh yang terhadap kepuasan kerja (Z). Berdasarkan perhitungan tidak pengaruh langsung dan pengaruh total variabel tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh tidak langsung sebesar 0,084 dan pengaruh totalnya sebesar 0,244. Hasil penelitian ini berlawanan dengan pendapat yang mengatakan bahwa iklim atau budaya dapat mempengaruhi motivasi, prestasi dan kepuasan kerja (Davis, 1985: 23). Ketidak sesuaian tersebut dikarenakan bahwa budaya organisasi yang ada di Kantor Imigrasi Kelas I Banjarmasin masih memiliki budaya yang lama seperti: pengerjaan tugas dan wewenang masih tergantung pada instruksi atasan, tidak sesuai dengan SOP yang ada. Hal yang seharusnya adalah bekerja secara independen yang didasarkan pada SOP yang telah ditetapkan oleh organisasi tersebut. Diketahui bahwa kepemimpinan (X2) memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja (Z). Berdasarkan perhitungan tidak pengaruh langsung dan pengaruh total variabel tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan memiliki pengaruh tidak langsung sebesar 0,054 dan pengaruh totalnya sebesar 0,589. Keadaan yang demikian ini disebabkan karena keberadaan seorang pemimpin sangat diperlukan dalam keberlangsungan aktifitas organisasi yang mereka pimpin. Dengan kepemimpinan yang ada diharapkan dapat menjadi stimulus atau perangsang bagi pegawai yang ada dibawahnya karena peran pemimpin sebagai atasan yang senantiasa menjadi sorotan baik bagi masyarakat umum maupun bagi pegawai yang ada.
51
Diketahui bahwa motivasi (X3) memiliki pengaruh terhadap kepuasan kerja (Z). Berdasarkan perhitungan tidak pengaruh langsung dan pengaruh total variabel tersebut menunjukkan bahwa motivasi memiliki pengaruh tidak langsung sebesar 0,105 dan pengaruh totalnya sebesar 0,392. Keadaan demikian ini terjadi lebih disebabkan karena semakin tinggi motivasi seorang pegawai akan meningkat apabila mereka merasa puas terhadap apa yang mereka peroleh dari organisasi tempat mereka bekerja. Keadaan tersebut sesuai dengan teori kebutuhan herarki yang dinyatakan oleh Maslow menyatakan bahwa kebutuhan manusia dalam lima tingkatan (fisiologis, keselamatan, sosial, penghargaan dan aktualisasi diri). Diketahui bahwa budaya organisasi (X1) memiliki pengaruh terhadap kinerja (Y). Berdasarkan perhitungan pengaruh langsung dan pengaruh total variabel tersebut menunjukkan bahwa budaya organisasi memiliki pengaruh langsung sebesar 0,160 dan pengaruh totalnya sebesar 0,244. Keadaan tersebut dikarenakan para pegawai lebih mematuhi budaya organisasi yang diterapkan oleh instansi tempat mereka bekerja. Kepatuhan para pegawai tersebut akan menghasilkan kinerja yang bernilai positif terhadap peningkatan kinerja pegawai. Diketahui bahwa kepemimpinan (X2) tidak memiliki pengaruh terhadap kinerja (Y). Berdasarkan perhitungan pengaruh langsung dan pengaruh total variabel tersebut menunjukkan bahwa kepemimpinan memiliki pengaruh langsung sebesar 0,535 dan pengaruh totalnya sebesar 0,589. Keadaan tersebut dikarenakan para pegawai yang ada lebih bersikap profesional. Dalam hal ini para pegawai mengerjakan tugasnya sesuai dengan tugas dan fungsinya yang telah ditetapkan (standar operasional organ-
KINDAI Volume 10 Nomor 1, Januari – Maret 2014
isasi) atau yang lebih dikenal dengan SOP (Standart Operation Procedures). Jadi menurut mereka kepemimpinan hanya sebagai faktor struktur formal yang hanya diakui dalam hubungan struktural (antara bawahan dan atasan sebagai bentuk pertanggung jawaban atas tugas yang diberikan kepadanya). Diketahui bahwa motivasi (X3) memiliki pengaruh terhadap kinerja (Y). Berdasarkan perhitungan pengaruh langsung dan pengaruh total variabel tersebut menunjukkan bahwa motivasi memiliki pengaruh tidak langsung sebesar 0,084 dan pengaruh totalnya sebesar 0,244. Keadaan yang demikian karena motivasi karyawan sangat mempengaruhi kinerja pegawai dikarenakan para pegawai telah merasakan nyaman dan cocok terhadap penghargaan yang diperolehnya. Dalam hal ini akan memiliki dampak positif dalam hal kinerja individu dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang diberikan kepadanya. Selain hal tersebut motivasi pegawai yang ada lebih disebabkan karena mereka ingin menunjukkan bahwa mereka termotivasi karena mereka memiliki tanggung jawab terhadap tugas-tugas yang telah diberikan kepadanya. Diketahui bahwa kepuasan kerja (Z) memiliki pengaruh terhadap kinerja (Y). Berdasarkan perhitungan pengaruh langsung menunjukkan bahwa kepuasan kerja memiliki pengaruh langsung sebesar 0,348. Hal yang demikian secara umum para pegawai yang merasa puas akan meningkatkan kinerja mereka karena mereka merasakan kepuasan terhadap apa yang diperoleh dari tempat mereka bekerja. Biasanya yang mereka rasakan dari tempat kerjanya adalah berupa penghargaan, upah yang diterima serta insentif. Penghargaan yang dimaksud adalah berupa promosi jab-
52
atan, kenaikan pangkat/golongan dan sebagainya. Upah yang diterima adalah standar gaji yang ada sesuai dengan kebutuhan hidup yang dibutuhkan para pegawai. Sedangkan insentif yang dimaksud adalah beberapa tunjangan yang diterima pegawai berkaitan dengan kinerja yang ditunjukkan karena dianggap sangat membantu terhadap organisasinya. Hal-hal tersebut merupakan faktorfaktor yang dapat dijadikan alasan mengapa seorang pegawai merasakan kepuasan kinerjanya. Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang menggunakan uji analisis jalur (path analysis) maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Budaya organisasi berpengaruh signifikan terhadap kepuasan kerja pegawai Kantor Imigrasi Kelas I Banjarmasin. Besarnya pengaruh tersebut terdiri dari pengaruh tidak langsung sebesar 0, 084 dan pengaruh totalnya sebesar 0,244. 2. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan kepemimpinan berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai Kantor Imigrasi Kelas I Banjarmasin. Akan tetapi berdasarkan perhitungan analisis jalur menunjukkan bahwa besarnya pengaruh kepemimpinan terdiri dari pengaruh tidak langsung sebesar 0,054 dan pengaruh totalnya sebesar 0,589. 3. Terdapat pengaruh yang signifikan motivasi berpengaruh terhadap kepuasan kerja pegawai Kantor Imigrasi Kelas I Banjarmasin. Besarnya pengaruh tersebut terdiri dari pengaruh tidak langsung sebesar 0,105 dan pengaruh totalnya sebesar 0,392. 4. Budaya organisasi berpengaruh terhadap kinerja dengan adanya kepuasan kerja pegawai Kantor Im-
53
KINDAI Volume 10 Nomor 1, Januari – Maret 2014
igrasi Kelas I Banjarmasin. Besarnya pengaruh tersebut terdiri dari pengaruh langsung sebesar 0,160 dan pengaruh totalnya sebesar 0,244. 5. Kepemimpinan berpengaruh terhadap kinerja dengan adanya kepuasan kerja pegawai Kantor Imigrasi Kelas I Banjarmasin. Besarnya pengaruh tersebut terdiri dari pengaruh langsung sebesar 0,535 dan pengaruh totalnya sebesar 0,589. 6. Motivasi berpengaruh terhadap kinerja dengan adanya kepuasan kerja pegawai Kantor Imigrasi Kelas I Banjarmasin. Besarnya pengaruh tersebut terdiri dari pengaruh langsung sebesar 0,292 dan pengaruh totalnya sebesar 0,392. 7. Kepuasan kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja pegawai Kantor Imigrasi Kelas I Banjarmasin. Besarnya pengaruh tersebut terdiri dari pengaruh langsung sebesar 0,348. Saran Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang menggunakan uji analisis jalur (path analysis), maka penelitian ini dapat diberikan saran sebagai berikut: 1. Kantor Imigrasi Kelas I Banjarmasin Kalimantan Selatan diharapkan dapat membentuk budaya organisasi yang dapat diterima oleh para pegawainya. 2. Pada Kantor Imigrasi Kelas I Banjarmasin Kalimantan Selatan diharapkan peran sebagai pemimpin hendaknya perlu ditingkatkan. Hal demikian dimaksudkan agar kepedulian terhadap bawahannya dapat meningkat dan keberadaannya dapat dianggap penting oleh para bawahannya.
DAFTAR PUSTAKA As’ad, Moh., 1984. Kepemimpinan Efektif dalam Perusahaan. Liberty. Yogyakarta. Cushway, Barry and Derek Lodge., 2000. Organizational Behavior and Design. 2nd edition. Kogan Page. United States of America. Gomes, Faustino Cardoso. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Andi. Yogyakarta. Hasibuan, M.S.P., 1996. Organisasi dan Motivasi Dasar Peningkatan Produktivitas, Bumi Aksara.Jakarta. Hemphill, J.K., & A.E. Coons, 1957. Development of the leader behavior description questionnaire. In R. M. Stodgill and A.E.Coons (Eds.), Leader Behavior: Its Descrioption and Measurement. Columbus, Ohio: Bureau of Business Research, Ohio State University. Munandar, Anshar Sunyoto., 2001. Budgeting, Perencanaan Kerja, Pengkoordinasian Kerja, Pengawasan Kerja. BPFE-UGM. Yogyakarta. Robbins, Stephen P., 1996. Organizational Behavior. Prentice Hall International. New York. Schein, Edgar H., 1992. Organizational Culture and Leadership. Jossey-Bass Publishers. San Fransisco. Tannenbaum, T., Weschler, I. R., & Massarik, F., 1961. Leadership and Organization. McGraw-Hill. New York. Timpe, A. Dale., 1993. Manajemen Sumber Daya Manusia. Gramedia. Jakarta.