Pengaruh Brand Alliance terhadap Brand Equity, Brand Preference, dan Purchase Intention pada industri laptop Andi Ramadhani Akbar dan Harryadin Mahardika (Pembimbing) Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini membahas mengenai strategi pemasaran brand alliance dan pengaruhnya terhadap brand equity, brand preference, dan purchase intention dalam industri laptop. Dengan melakukan eksperimen terhadap 2 buah merek laptop dan 2 buah merek audio system yang merupakan high equity brand dan low equity brand ke dalam 4 pasang brand alliance fiksional yaitu ASUS/PIONEER, ASUS/PLANTRONICS, CLEVO/PIONEER dan CLEVO/PLANTRONICS. Penelitian ini menggunakan 162 responden yang termasuk dalam generasi Y yang lahir pada tahun 1980 – 2000 dan berada di sekitar lingkungan kampus baru Universitas Indonesia sebagai subjek penelitian. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan teknik convenience sampling. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah paired t test dan linear regression. Hasil penelitian menunjukkan bahwa post alliance host brand equity pasangan pertama tetap stabil dengan perubahan sebesar (0,047). Pada pasangan kedua host brand equity juga tetap stabil dengan perubahan sebesar (0,098). Pasangan ketiga meningkatkan host brand equity sebesar (0,375). Kemudian pasangan terakhir meningkatkan host brand equity sebesar (0,357). Hasil uji regresi menunjukkan bahwa post alliance brand equity ternyata memiliki pengaruh positif terhadap brand preference dan purchase intention. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa brand alliance dapat meningkatkan brand equity dari merek laptop yang menjalankan strategi tersebut. Kata kunci: brand equity, brand alliance, brand preference, purchase intention
The effect of Brand Alliance on Brand Equity, Brand Preference, and Purchase Intention in the laptop industry. Abstract This research will discuss about the brand alliance marketing strategy and its effects on brand equity, brand preference, and purchase intention in the laptop industry. By conducting experiments on 2 laptop brands and 2 audio system brand that is considered high equity brands and low equity brands into 4 pairs of fictional brand alliance that ASUS / PIONEER, ASUS / PLANTRONICS, CLEVO / PIONEER and CLEVO / PLANTRONICS. This study is using 162 participants that are a member of generation Y whose date of birth is between 1980 and 2000 within the new campus of the University of Indonesia as a research subject. Sampling technique that is used in this research is convenience sampling technique. Data analysis technique that is used in this research is paired t test and linear regression methods. Analysis result shows that post alliance hosts brand equity of the first pair of brand remained stable with the change of (0,047). In the second pair, host brand equity also remains stable with changes of (0,098). The third pair increases the host brand equity by (0,375). Then the last pair increases the host brand equity by (0,357). Regression results indicate that post-alliance brand equity have a positive effect on brand preference and purchase intention. These results shows that brand alliance can increase brand equity of laptop brands who implement this strategy. Key words: brand equity, brand alliance, brand preference, purchase intention
Pengaruh brand..., Andi Ramadhani Akbar, FE UI, 2013
Pendahuluan Berdasarkan data yang didapat dari International Data Corporation tahun (IDC) tahun 2010, pasar laptop Indonesia tercatat mengalami pertumbuhan lebih dari 19%. Dengan tingginya tingkat adaptasi penggunaan laptop dalam setiap lapisan masyarakat yang sebelumnya belum pernah menggunakan PC & laptop, masa depan pasar laptop Indonesia terbilang cukup cerah dan diprediksikan untuk menjadi pasar laptop terbesar di Asia Tenggara dalam lima tahun kedepan (Pang, 2012). Dengan banyaknya produsen laptop di dunia saat ini, setiap merek berusaha untuk menghasilkan produk yang terbaik bagi konsumen. Seiring dengan meningkatnya tingkat kompetisi dalam pasar laptop di Indonesia, setiap produsen merek laptop akan menggunakan strategi pemasaran untuk meningkatkan penjualan dan brand equity produk mereka. Salah satu strategi yang sedang marak digunakan adalah strategic brand alliance atau disebut SBA (Lin, 2010). Produk-produk laptop yang dipasarkan menggunakan nama hostbrand dan partner-brand mulai diperhitungkan oleh konsumen ketika melakukan pembelian seperti produk Acer Ferrari One, Hewlett-Packard Dm4 Beats Audio, Toshiba Satellite dengan Harmann Kardon speakers dan Dell dengan Klipsch Audio. Dalam contoh di atas umumnya yang menjadi host- brand adalah nama merek yang didepan (modified brand name) dan yang menjadi partner brand adalah nama merek yang dibelakang (modifier brand name). SBA menjadi sebuah langkah yang efisien untuk menciptakan produk baru dan mentransfer nilai brand equity dari host-brand
ke partner-brand maupun sebaliknya.
(Leuthesser, 2002). SBA menjadi strategi yang baik untuk menciptakan produk yang baru karena dapat menciptakan aliansi antara dua perusahaan untuk dapat saling berkontribusi dalam pembuatan suatu produk seperti penciptaan produk laptop Asus Lamborghini VX-series dimana Asus menggunakan kemampuan memproduksi hardware dengan design ala mobil Lamborghini. Tidak hanya untuk menciptakan suatu inovasi, SBA juga mampu memperkenalkan sebuah merek baru yang kurang dikenal oleh konsumen dengan mentransfer nilai dari host-brand ke partner-brand seperti contoh Laptop MSI GT60 dengan Dynaudio system (Fang, 2002). Penelitian-penelitian sebelumnya telah banyak membuktikan bahwa SBA mampu meningkatkan nilai brand equity dan brand preference serta memberikan
nilai tambah
pada konsumen dan bukti empiris dari hasil penelitian tersebut membuktikan bahwa brand equity mempengaruhi purchase intention secara positif, misalnya (Washburn, 2000 ;
Pengaruh brand..., Andi Ramadhani Akbar, FE UI, 2013
Lee, 2010 ; Ruekert, 1994 ; Moradi, 2011). Mengacu pada fakta bahwa persaingan dalam pasar laptop di Indonesia kini menjadi semakin ketat dan mulai banyak produk laptop hasil brand alliance yang mulai dijual di pasaran Indonesia, penulis menilai bahwa sebuah penelitian menarik dilakukan guna meneliti pengaruh strategic brand alliance terhadap brand equity sebuah merek laptop dilihat dari dimensi perceived quality, brand loyalty, brand awareness / associations sesuai dengan skala yang dibuat oleh (Yoo, 1999) dan dampaknya pada purchase intention dan brand preference.
Tinjauan Teoritis Penelitian terdahulu menggunakan banyak istilah untuk mendeskripsikan brand alliance seperti ingredient branding, co-marketing, cross-promotion, joint branding, joint promotion, dan symbolic marketing. Semua istilah tersebut memiliki arti sama yaitu sebuah kolaborasi yang menghubungkan atau mengintegrasikan atribut dari host / leader / modified brand dan partner / modifier brand untuk menghasilkan suatu produk atau servis baru yang unik terhadap konsumen (Jin Kyun Lee, 2010). Brand alliance adalah sebuah persetujuan untuk mengasosiasikan suatu produk atau servis dengan satu atau lebih nama merek atau selain itu mengasosiasikan sebuah produk kepada yang lain selain produsen utama. Umumnya brand alliance mengasosiasikan logo, warna, atau pengidentifikasi merek secara spesifik terhadap produk unik tersebut (Blackett, 1999). Dalam praktiknya, strategi brand alliance memiliki beberapa bentuk akan tetapi penelitian ini akan meneliti brand alliance yang berbentuk ingredient co-branding (Blackett, 1999). Ingredient co-branding adalah pilihan co-branding yang paling banyak digunakan. Alasan digunakannya co-branding jenis ini adalah untuk mempromosikan keunggulan kompetitif, yang berarti untuk menggabungkan nilai masing-masing merek untuk menciptakan produk gabungan (Blackett, 1999). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Samu et al (1999), brand alliance adalah salah satu strategi pemasaran yang sering digunakan karena dapat meningkatkan brand equity dari sebuah merek tetapi dengan resiko yang lebih rendah dibanding strategi pengembangan merek pada umumnya. Namun walau brand alliance menawarkan potensi peningkatan kinerja bisnis yang luar biasa, strategi tersebut harus digunakan dengan hati-hati karena strategi brand alliance yang dilaksanakan secara ceroboh dapat menurunkan nilai brand equity dari sebuah merek di
Pengaruh brand..., Andi Ramadhani Akbar, FE UI, 2013
mata konsumen (Christian, 2007). Contohnya pada kasus antara Dell dan Sony, dimana Dell harus menarik kembali jutaan laptop yang telah beredar di pasar karena baterai yang laptop yang dibuat oleh partner brand mereka, Sony, mengalami kerusakan (Lambe, 2001). Karena tingginya tingkat kompleksitas dari strategi brand alliance yang berdampak pada peningkatan atau penurunan brand equity dari perusahaan yang melakukan strategi tersebut, banyak penelitian telah dilakukan untuk menentukan faktor-faktor apa saja yang menjadi pengaruh dalam strategi brand alliance untuk dapat meningkatkan performa dan tingkat brand equity di mata konsumen (Christian, 2007; Rao dan Ruekert, 1994; Lambe, 2001). Pembelian suatu produk umumnya berdasarkan pada prediksi dari performa suatu produk dalam pikiran konsumen. Konsumen mendasarkan prediksi mereka pada indikasi produk dan hanya akurat sebatas tingkat pengertian mereka akan hubungan antara indikasi produk dan kinerja produk tersebut (Alba, 2000). Janiszewski dan van Osselaer (2000) mengatakan bahwa kumpulan dari indikasi produk tersebut adalah nilai-nilai yang membentuk sebuah brand equity dari sebuah produk. Mereka juga menyebutkan bahwa nama sebuah merek merupakan salah satu dari indikasi penting yang menjadi acuan bagi konsumen yang mendasarkan pemikiran mereka atas sebuah produk. Penelitian mereka tersebut membahas indikasi brand names dalam sebuah produk hasil brand alliance yang membentuk brand equity dalam pikiran konsumen. Menurut Aaker (1991), brand equity atau ekuitas merek adalah kumpulan atas aset dan beban (liabilities) dalam suatu merek yang merupakan akumulasi dari nilai-nilai yang terdapat pada merek itu sendiri, seperti pada simbol, logo, dan nama yang digunakan oleh merek tersebut. Dikatakan sebagai aset bila nilai yang terkandung memberi nilai tambah pada produk dari merek yang dimaksud, sementara bila nilai yang terkandung justru mengurangi nilai ekuitas merek secara keseluruhan maka kandungan tersebut dikatakan sebagai beban bagi merek tersebut. Perusahaan perlu mengelola ekuitas merek karena baik untuk jangka pendek maupun panjang ekuitas merek dapat menentukan keberhasilan perusahaan dengan memberikan keunggulan kompetitif bagi produk yang dipasarkan, terutama ketika kompetitor memasarkan produk yang serupa sehingga menimbulkan head-to-head competition (Aaker, 1991). Walau brand equity merupakan tingkat pengukur kinerja dari sebuah merek, Hadi dan Azim (2011) mengatakan bahwa tingkat penjualan lah yang menentukan performa apakah suatu produk dapat dinyakatan berhasil atau tidak di dalam pasar. Menurut Hadi dan Azim (2011) terdapat dua hal yang paling mempengaruhi tingkat penjualan adalah brand preference
Pengaruh brand..., Andi Ramadhani Akbar, FE UI, 2013
dan purchase intention. Oleh karena itu penelitian ini berusaha lebih lanjut untuk mencari tidak hanya hubungan antara peningkatan brand equity dari brand alliance tetapi juga mencari dampak lebih lanjut peningkatan brand equity tersebut terhadap penjualan yang dipengaruhi oleh brand preference dan purchase intention. Berdasarkan hasil penelitian Odin et. al. (2001) brand preference atau preferensi merek merupakan sikap konsumen ketika dihadapkan pada situasi untuk memilih satu atau lebih merek dalam kategori produk yang sama. Sedangkan Ben-Akiva (1999) mendefinisikan preferensi merek sebagai pilihan di antara beberapa merek yang ada. Berdasarkan beberapa definisi di atas, preferensi merek adalah merek yang dipilih di antara beberapa pilihan merek yang disukai. Berkaitan dengan preferensi ini, konsumen menggunakan harapannya sebagai standar atau acuan. Dengan demikian, harapan pelangganlah yang melatar belakangi beberapa perusahaan yang memproduksi produk yang sama dalam suatu industri dapat dinilai berbeda oleh pelanggannya. Dalam konteks preferensi merek, umumnya harapan merupakan perkiraan atau keyakinan pelanggan tentang apa yang akan diterimanya. Preferensi merek akan berpengaruh terhadap adanya pengakuan merek dibenak konsumen yang akan membuat semakin kuat brand equity suatu produk. Sehingga semakin kuat daya tarik suatu merek di mata konsumen agar mereka menggunakan produk tersebut. Purchase intention atau niat pembelian terhadap suatu merek adalah rasa ketertarikan seorang pembeli terhadap suatu merek produk sehingga dapat menggerakkan suatu keinginan untuk membeli dan nantinya akan dapat menggerakkan suatu tindakan membeli produk yang diinformasikan tersebut. (Setiawan, 2004). Niat beli merupakan perilaku yang muncul sebagai respon terhadap obyek yang menunjukan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian (Assael, 1998). Schiffman dan Kanuk (2007) menyatakan bahwa motivasi sebagai kekuatan dorongan dari dalam diri individu yang memaksa mereka untuk melakukan tindakan. Jika seseorang mempunya motivasi yang tinggi terhadap obyek tertentu, maka dia akan terdorong untuk berperilaku menguasai produk tersebut. Sebaliknya jika motivasinya rendah, maka dia akan mencoba untuk menghindari obyek yang bersangkutan. Implikasinya dalam pemasaran adalah untuk mengetahui kemungkinan orang tersebut berminat melakukan pembelian atau tidak. Cobb-Walgren (1995) mengatakan bahwa brand equity merupakan value dari sebuah merek yang sangat kritis dan membutuhkan banyak penelitian untuk memastikan apa saja yang bisa menjadi dampak dari perubahan brand equity. Dalam penelitiannya, Cobb-Walgren menguji apakah brand preference dan pruchase intention merupakan faktor yang dapat dipengaruhi oleh brand equity. Penelitiannya membuktikan bahwa semakin tinggi kegiatan
Pengaruh brand..., Andi Ramadhani Akbar, FE UI, 2013
advertising perusahaan yang meningkatkan brand equity maka semakin tinggi pula tingkat preferensi merek dan keinginan konsumen untuk membeli produk dari merek tersebut. Hasil penelitian Cobb-Walgren menjadi dasar bagi penelitian lanjutan untuk menguji pengaruh peningkatan brand equity terhadap brand preference dan purchase intention. Contoh lainnya adalah penelitian Hadi Moradi (2011) membuktikan bahwa brand equity memiliki pengaruh terhadap brand preference dan purchase intention dari konsumen handphone dan perangkat elektronik. Dengan demikian, peneliti berusaha menguji kembali apakah peningkatan brand equity juga meningkatkan brand preference
dan purchase
intention dalam industri laptop menggunakan penelitian Cobb-Walgren dan Hadi Moradi sebagai acuan penelitian.
Model Penelitian Dari uraian mengenai pengaruh brand alliance terhadap brand equity yang kemudian mempengaruhi brand preference dan purchase intention, model penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagaimana terlihat pada Gambar 1.
Brand Preference
Brand alliance
Post – alliance brand equity Purchase intention
Gambar 1. Model Penelitian
Metode Penelitian Dalam penelitian ini peneliti menggunakan salah satu metode penelitian kuantitatif yaitu metode penelitian eksperimen. Metode eksperimen adalah metode penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan sebab-akibat (kausalitas) antara satu variabel dengan lainnya (variabel X dan variabel Y). Untuk menjelaskan hubungan kausalitas ini, peneliti harus melakukan kontrol dan pengukuran yang sangat cermat terhadap variabel-variabel penelitiannya. Metode eksperimen tidak hanya digunakan untuk menjelaskan hubungan sebab akibat antara satu dan lain variabel, tetapi juga untuk menjelaskan dan memprediksi gerak atau arah kecenderungan suatu variabel di masa depan. Karena peneliti ingin melakukan
Pengaruh brand..., Andi Ramadhani Akbar, FE UI, 2013
eksperimen terhadap tingkat efektifitas brand alliance untuk meningkatkan brand equity terhadap beberapa merek yang berbeda maka untuk dapat memprediksi gerak kecenderungan serta hubungan sebab akibat antara variabel tersebut maka metode penelitian eksperiman yang peneliti gunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini. Sesuai dengan tujuan awal penelitian ini, maka kategori yang digunakan untuk host-brand adalah merek produk laptop sedangkan kategori audio system untuk partner-brand dipilih karena penelitian sebelumnya menggunakan kategori yang sama serta laptop dan audio system menunjukkan tingkat kecocokan yang tinggi (Jin Kyun Lee, 2010). Pre-test 1 digunakan untuk menentukan brand mana yang digunakan sebagai pasangan host-brand dan partner-brand yang akan dilakukan eksperimen. Dalam rancangan penelitian ini, subjek yang menjadi target eksperimen akan dimasukan secara acak ke dalam salah satu grup eksperimen menggunakan metode nonprobability sampling yaitu convenience sampling dengan membagikan kuesioner secara acak kepada subjek penelitian yang mudah dijangkau peneliti yaitu responden yang berada di lingkungan Universitas Indonesia yang termasuk golongan generasi Y. Pre test digunakan untuk mengetahui tingkat brand equity yang dimiliki konsumen sebelum brand alliance yang kemudian diikuti dengan stimulus advertisement berupa contoh iklan brand alliance antara host-brand dan partner-brand. Kemudian dilakukan post test untuk menentukan tingkat brand equity yang dimiliki konsumen setelah terjadinya brand alliance antara host-brand dan partner-brand. Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian randomized four-group pretest-posttest design (Malhotra, 2010). Rancangan eksperimen disajikan pada Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Rancangan eksperimen Kelompok Cell 1 Cell 2 Cell 3 Cell 4
Pre test T1 T1 T1 T1
Treatment X X X X
Post test T2 T2 T2 T2
Stimulus yang digunakan pada setiap cell memiliki unsur yang sama tetapi peneliti melakukan manipulasi pada merek yang digambarkan pada stimulus tersebut yang disesuaikan dengan merek dari setiap pasangan host-brand dan partner-brand yang diuji dalam experimen 1. Contoh iklan tersebut dapat dilihat di gambar 2.
Pengaruh brand..., Andi Ramadhani Akbar, FE UI, 2013
Gambar 2. Contoh stimulus yang dimanipulasi
Pemilihan contoh iklan yang dimanipulasi sebagai stimulus dilakukan karena hal ini sesuai dengan penelitian Jin Kyun Lee (2010) sebagai jurnal acuan eksperimen ini dimana selain demi kesesuaian penelitian, stimulus berupa gambar juga memudahkan peneliti untuk mendapatkan reaksi yang diinginkan pada responden dibanding bentuk stimulus lainnya contohnya stimulus narasi. Faktor pemilihan yang digunakan untuk menentukan brand mana yang digunakan adalah variabel brand equity. Pemilihan merek dibagi kedalam dua kategori yaitu high equity brand dan low equity brand. Rancangan analisis penelitian ini adalah rancangan faktorial 2x2 dimana dipilih 2 host-brand dan 2 partner-brand yang tergolong high equity dan low equity untuk kemudian dipasangkan secara fiktif untuk melakukan brand alliance. Tabel 2. Rancangan analisis faktorial 2 x 2 x 2 PARTNER BRAND HIGH EQUITY
HOST
LOW EQUITY
HIGH EQUITY
(1) HE/HE
(2) HE/LE
LOW EQUITY
(3) LE/HE
(4) LE/LE
BRAND
Tabel 2 menyatakan bahwa penelitian ini akan membagi penelitian kedalam 4 cell dimana setiap cell memiliki kombinasi antara 2 merek yang berbeda berdasarkan pemilihan host-
Pengaruh brand..., Andi Ramadhani Akbar, FE UI, 2013
brand dan partner-brand untuk menciptakan aliansi yang berbeda pada setiap sel. Dengan demikian, penelitian ini terbagi menjadi 4 yaitu: (1) High equity host-brand dipasangkan dengan high equity partner-brand, (2) High equity host-brand dipasangkan dengan low equity partner-brand, (3) Low equity host-brand dipasangkan dengan high equity partner-brand, (4) Low equity host-brand dipasangkan dengan low equity partner-brand. Kemudian eksperimen 2 dilakukan dengan memberikan beberapa item pertanyaan dalam kuesioner setelah brand alliance untuk menentukan tingkat brand preference dan purchase intention dari responden. Dari nilai pertanyaan tersebut kemudian peneliti menggunakan analisis regresi untuk mengetahui apakah brand alliance memiliki pengaruh terhadap brand preference dan purchase intention dari responden. Populasi dari penelitian ini adalah Generasi Y yaitu responden yang beradar di sekitar lingkungan Universitas Indonesia yang secara sukarela ikut dalam penelitian ini tanpa paksaan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Frank and Chong (2002), Populasi ini dipilih karena berdasarkan rentang usia (tahun kelahiran 1980-2000), kelompok responden ini tergolong ke dalam generasi Y yang merupakan generasi yang paling aktif menggunakan produk teknologi seperti laptop, dimana mayoritas sudah hidup mandiri dan dalam beberapa tahun ke depan akan segera memiliki keluarga sehingga bagi pemasar merupakan target market yang sangat potensial. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik nonprobabilty sampling, yaitu teknik yang tidak memberikan setiap anggota populasi probabilitas yang sama untuk terpilih menjadi responden yang dijadikan sebagai sampel penelitian. Teknik convenienve sampling akan digunakan untuk melakukan pengambilan sampel dalam penelitian ini karena populasi yang menjadi objek penelitian adalah generasi Y yang ada di sekitar lingkungan kampus baru Universitas Indonesia yang merupakan konsumen utama dari produk laptop & notebook.
Hasil Penelitian Berdasarkan hasil pretest 1 yang disebarkan kepada 30 responden untuk menentukan merek mana yang akan digunakan pada penelitian ini menghasilkan merek laptop ASUS sebagai high equity host brand (X=4,47) dan merek audio PIONEER sebagai high equity partner brand (X=4,53). Kemudian didapatkan merek laptop CLEVO sebagai low equity host brand (X=1,37) dan merek audio PLANTRONICS sebagai low equity partner brand (X=2,07). Dengan mengacu pada hasil pretest 1 maka didapatkan 2 buah merek laptop dan 2
Pengaruh brand..., Andi Ramadhani Akbar, FE UI, 2013
buah merek audio system yang merupakan high equity brand dan low equity brand yang kemudian dipasangkan ke dalam 4 pasang brand alliance fiksional yaitu ASUS/PIONEER, ASUS/PLANTRONICS, CLEVO/PIONEER dan CLEVO/PLANTRONICS. Berdasarkan pasangan tersebut kemudian dari total 170 kuesioner yang disebarkan, peneliti menerima kembali 170 kuesioner yang telah diisi oleh responden. Setelah dilakukan input data, ditemukan 8 kuesioner dari dengan missing value sehingga total sampel yang digunakan adalah 162 responden yang terdiri dari 40 kuesioner untuk ASUS/PIONEER, 40 kuesioner untuk kombinasi ASUS/PLANTRONICS, 40 Kuesioner untuk kombinasi CLEVO/PIONEER, dan 42 kuesioner untuk kombinasi CLEVO/PLANTRONICS. Responden yang berjumlah 162 terbagi kedalam laki-laki (70,4%) dan perempuan (29,6%). 38,3% berusia 15-18 tahun, 50,6% berusia 19-22 tahun, dan 11,1% berusia 23-26 tahun. Tingkat pendidikan responden adalah SMA (4,3%), Diploma (2,5%), dan S1 (93,2%). Rata-rata pengeluaran responden adalah kurang dari Rp 500.000/bulan (4,3%), Rp 500.001Rp 1.000.000/bulan (40,7%), Rp 1.000.001-Rp 1.500.000 (41,9%), Rp 1.500.001-Rp 2.000.000 (7,4%), dan diatas Rp 2.000.000 (5,5%). Dalam eksperimen 1, kombinasi pertama pada Gambar 3 menggambarkan nilai mean variabel multidimensional brand equity score (MBE) sebelum dan sesudah brand alliance pada host brand. Nilai MBE pada merek ASUS dalam kombinasi high equity / high equity brand alliance cenderung stagnan dengan t-value hanya sebesar (0,047).
Axis Title
BRAND EQUITY ASUS & PIONEER 5 4,9 4,8 4,7 4,6 4,5 4,4 4,3 4,2 4,1 4
Pre alliance brand equity
Post allliance brand equity
ASUS
4,58
4,62
PIONEER
4,185
4,377
Gambar 3 Grafik Brand Equity Score ASUS & PIONEER
Pengaruh brand..., Andi Ramadhani Akbar, FE UI, 2013
Kombinasi brand alliance kedua pada Gambar 4 menggambarkan nilai mean variabel multidimensional brand equity score (MBE) sebelum dan sesudah brand alliance pada host brand. Nilai MBE pada merek ASUS dalam kombinasi high equity / low equity brand alliance cenderung stagnan dengan t-value hanya sebesar (0.098).
BRAND EQUITY ASUS & PLANTRONICS 4,800 4,700 4,600 4,500 4,400 4,300 4,200 4,100 4,000 3,900 3,800 3,700 3,600 3,500 3,400 3,300
Pre alliance brand equity
Post allliance brand equity
ASUS
4,607
4,705
PLANTRONICS
3,550
3,857
Gambar 4. Grafik Brand Equity Score ASUS & PLANTRONICS
Kombinasi brand alliance ketiga pada Gambar 5 menggambarkan nilai mean variabel multidimensional brand equity score (MBE) sebelum dan sesudah brand alliance pada host brand. Nilai MBE pada merek CLEVO dalam kombinasi low equity / high equity brand alliance berdampak positif dengan t-value sebesar (0,375).
BRAND EQUITY CLEVO & PIONEER 4,8 4,7 4,6 4,5 4,4 4,3 4,2 4,1 4 3,9 3,8 3,7 3,6 3,5 3,4 3,3
Pre alliance brand equity
Post allliance brand equity
CLEVO
3,502
4,332
PIONEER
3,877
4,655
Gambar 5. Grafik Brand equity score CLEVO & PIONEER
Pengaruh brand..., Andi Ramadhani Akbar, FE UI, 2013
Kombinasi brand alliance keempat dan yang terakhir dalam eksperimen 1 digambarkan pada Gambar 6. Pada tabel tersebut digambarkan nilai mean variabel multidimensional brand equity score (MBE) sebelum dan sesudah brand alliance pada host brand. Nilai MBE pada merek CLEVO dalam kombinasi low equity / low equity brand alliance berdampak positif dengan t-value sebesar (0.357).
BRAND EQUITY CLEVO & PLANTRONICS 4 3,9 3,8 3,7 3,6 3,5 3,4
Pre alliance brand equity
Post allliance brand equity
CLEVO
3,483
3,84
PLANTRONICS
3,463
3,727
Gambar 6. Grafik Brand equity score CLEVO & PLANTRONICS
Untuk hasil eksperimen 2 dimana dilakukan analisis regresi linear antara brand equity terhadap brand preference, didapatkan bahwa variabel brand equity memiliki nilai F-hitung sebesar 3,440 dan nilai signifikansi 0,003, maka persamaan regresi ini dapat digunakan untuk mengestimasi pengaruh brand awareness terhadap purchase intention. Dengan nilai adjusted R2 sebesar 0,467, berarti tingkat kesadaran terhadap merek
mampu menjelaskan 46.7%
preferensi membeli merek laptop di mata responden, sementara 53.3% lainnya perlu dijelaskan oleh variabel-variabel lain. Didapatkan juga bahwa dalam analisis regresi liner antara brand equity terhadap purchase intention menghasilkan nilai F-hitung sebesar 4,975 dan nilai signifikansi 0,000, maka persamaan regresi ini dapat digunakan untuk mengestimasi pengaruh brand equity terhadap purchase intention. Dengan nilai adjusted R2 sebesar 0,588, berarti tingkat kesadaran terhadap merek mampu menjelaskan 58.8% preferensi membeli merek laptop di mata responden, sementara 41.2% lainnya perlu dijelaskan oleh variabel-variabel lain.
Pengaruh brand..., Andi Ramadhani Akbar, FE UI, 2013
Pembahasan Berdasarkan hasil eksperimen 1, high equity host brand yaitu ASUS memiliki nilai brand equity yang tetap stabil tanpa perubahan yang signifikan ketika dipasangkan dalam sebuah brand alliance dengan high equity partner brand maupun low equity partner brand. Hasil ini membuktikan hipotesis 1 dan 2 dimana brand equity dari high equity host brand akan tetap stabil ketika melakukan brand alliance dengan high equity partner brand maupun low equity partner brand. Akan tetapi ketika low equity host brand melakukan brand alliance baik dengan high equity partner brand maupun low equity partner brand maka terjadi peningkatan brand equity. Hasil ini membuktikan hipotesis 3 namun menolak hipotesis 4 yang menyatakan baha low equity partner brand brand equity akan tetap stabil ketika melakukan brand alliance dengan low equity partner brand. Lalu hasil eksperimen 2 yaitu analisis regresi yang menunjukkan nilai signifikansi dibawah 0.05 membuktikan bahwa brand equity memiliki pengaruh positif terhadap brand preference dan purchase intention.
Kesimpulan Berdasarkan serangkaian eksperimen yang telah dilakukan di atas, maka beberapa kesimpulan penting yang dapat disimpulkan oleh peneliti atas eksperimen 1 yang pertama adalah bahwa brand alliance antara high equity host-brand dan high equity partner-brand membuat brand equity host brand yang terdiri dari dimensi perceived quality, brand loyalty dan brand awareness/association tetap stabil. Kemudian brand alliance antara high equity host-brand dan low equity partner-brand membuat brand equity host brand yang terdiri dari dimensi perceived quality, brand loyalty dan brand awareness/association juga tetap stabil. Namun brand alliance antara low equity host-brand dan high equity partner-brand dapat meningkatkan brand equity host brand yang terdiri dari dimensi perceived quality, brand loyalty dan brand awareness/association. Begitu pula dengan brand alliance antara low equity host-brand dan low equity partner-brand juga dapat meningkatkan brand equity host brand yang terdiri dari dimensi perceived quality, brand loyalty dan brand awareness/association. Untuk kesimpulan dari eksperimen 2, peneliti menyimpulkan bahwa brand equity setelah brand alliance memiliki pengaruh positif terhadap brand preference dan purchase intention. Beberapa poin penting dalam eksperimen 2 ini adalah bahwa Perceived quality
Pengaruh brand..., Andi Ramadhani Akbar, FE UI, 2013
atau persepsi kualitas produk secara umum berpengaruh signifikan terhadap brand preference tetapi tidak signifikan terhadap purchase intention. Brand loyalty atau loyalitas terhadap merek secara umum berpengaruh intention. Brand awareness
signifikan terhadap brand preference dan purchase
atau tingkat kesadaran terhadap suatu merek secara umum
berpengaruh tetapi tidak signifikan terhadap brand preference dan purchase intention.
Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, tampak jelas bahwa strategi brand alliance adalah strategi yang cukup efektif untuk meningkatkan brand equity baik untuk host-brand maupun partner-brand. Saran pertama bagi pihak manajerial adalah pengayaan careful selection dalam pemilihan partner-brand atau host-brand ketika melakukan brand alliance. Dalam menentukan merek mana yang sebaiknya dijadikan partner-brand bagi produsen laptop, manajer harus berhati-hati dalam menentukan. Suatu merek yang tergolong high equity bisa saja mengalami sebuah krisis dan jatuh sehingga membawa efek negatif bagi merek yang beraliansi dengannya. Begitu pula dengan merek yang low equity memiliki kemungkinan untuk sukses dalam usahanya sehingga mampu meningkatkan brand equity bagi merek yang beraliansi dengannya Saran kedua adalah pencarian outsourcing untuk komponen lain yang dapat dilakukan brand alliance. Dengan melakukan outsourcing komponen-komponen lain kepada produsen luar untuk kemudian di re-branding dengan strategi brand alliance, selain dapat meningkatkan brand equity produsen juga dapat mengurangi resiko dan menciptakan positioning dalam pasar yang baik dibanding produk lainnya. Saran terakhir adalah dengan melakukan inovasi brand alliance atas komponen pendukung yang cocok dengan laptop dan dapat menciptakan differensiasi produk. Selain dari komponen internal dari sebuah laptop, umumnya konsumen juga memperhatikan aksesoris yang di bundle bersamaan dengan sebuah produk. Brand alliance antara produsen laptop dengan produsen aksesoris dapat meningkatkan brand equity sekaligus menciptakan differensiasi produk dalam pasar laptop yang memiliki tingkat persaingan tinggi saat ini.
Pengaruh brand..., Andi Ramadhani Akbar, FE UI, 2013
Daftar Referensi
Aaker, D. (1991). Managing Brand Equity: Capitalizing on the Value of a Brand Name. New York: The Free Press. Alba, J. (2000). Consumer learning and brand equity. Journal of consumer research. Ben-akiva. M McFadden, D. G. (1999). Extended framework for modelling choice behavior. Marketing letters, 187-203. Blackett, T. a. (1999). Co-branding the science of alliance. London: Macmillan. Christian, L. L. (2007). Extending the view of brand alliance effects. International marketing review, 427. Cobb-Walgren, C. R. (1995). Brand equity, brand preference, and purchase intention. Journal of Advertising, 25-40. Desai, K. K. (2002). The effects of ingredient branding strategies on host brand extendibility. Journal of consumer marketing, 73-93. Frank, R. C. (2002). Generation Y: purchasing power and implications for marketing. Retrieved June 2010, from Academy of Marketing Studies Journal: http://goliath.ecnext.com/coms2/gi 0198-413705/Generation-Ypurchasing-powerand.html. Jin Kyun Lee, B.-K. L.-N. (2010). Country-of-origin fit effect's on consumer product evaluation in a cross border startegic brand alliance. Journal of business research, 8. Malhotra, N. K. (2010). Marketing Research: An Applied Orientation. New Jersey: Pearson Prentice Hall. Moradi, H. A. (2011). The impact of brand equity on purchase intention and brand preference-the moderating effects of country of origin image. Journal of basic and applied sciences, 6. Odin, Y. O.-F. (2001). Conceptual operational aspect of brand loyalty: an empirical investigation. Journal of business research, 75-84. Ruekert, R. &. (1994). Brand Alliances as Signals of Product Quality. Sloan Management Review, 89. Schiffman, L. K. (2007). Consumer behavior, 9th edition. New Jersey: Prentice hall. Setiawan, I. A. (2004). Pengaruh service quality perception terhadap purchase intentions: studi empiric pada konsumen supermarket. Usawan, 29-37.
Pengaruh brand..., Andi Ramadhani Akbar, FE UI, 2013