PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR
Oleh: MARIYAH
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
ABSTRACT
MARIYAH. The Effects of Direct Loan for Community on Rice Farms Income and Efficiency in Penajam Paser Utara District, East Kalimantan Province (SRI HARTOYO as Chairman and YUSMAN SYAUKAT as Members of the Advisory Committee). The objectives of this study was to analyze the performance of Direct Loan for Community program and estimate the effects of Direct Loan for Community program on rice farms income and efficiency. The research used cross-sectional data from 80 sample farmers, consisting of 35 Direct Loan for Community farmers and 45 non-Direct Loan for Community farmers. The performance of Direct Loan for Community program was estimated by importance-performance analysis. The effects of Direct Loan for Community program on rice farms income and efficiency were estimated using a stochastic frontier production and cost function model. The importance-performance analysis indicated that performance program was lower than importance program. The socialization and extension services were factors to be improved. The stochastic frontier production model is estimated using Maximum Likelihood Estimation showed that kalium and labour had positive significant effect on the output level. Using Technical Efficiency effect model, the findings of study showed that the main factors determining the rate of efficiency were total income, dependency ratio, and Direct Loan for Community. The average technical, allocative, and economic efficiencies of the Direct Loan for Community farmers were higher than those of non-Direct Loan for Community farmers. Both Direct Loan for Community and non-Direct Loan for Community farmers were technically efficient, but allocativelly and economically inefficient. The policy implication of these findings indicated that there is a room to improve efficiency by improving technical aspect of rice production through extension programs. Keyword: Direct Loan for Community, efficiency, stochastic frontier, Importance-Performance Analysis.
RINGKASAN MARIYAH. Pengaruh Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat terhadap Pendapatan dan Efisiensi Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara Kalimantan Timur (SRI HARTOYO, sebagai Ketua dan YUSMAN SYAUKAT, sebagai Anggota Komisi Pembimbing). Program utama pembangunan pertanian periode tahun 2005–2009 yaitu program peningkatan ketahanan pangan. Komoditas padi sawah adalah salah satu tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa beras. Namun, produksi padi cenderung stagnan bahkan menurun dan kondisi kesejahteraan petani itu sendiri juga terus mengalami penurunan. Peningkatan produksi dan ketersediaan pangan dalam era otonomi daerah dilaksanakan dengan konsep pemberdayaan masyarakat tani. Konsep ini salah satunya dilakukan melalui pola pendanaan dekonsentrasi yaitu Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) dan bertumpu pada potensi daerah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja program BPLM dan pengaruh kebijakan BPLM terhadap tingkat produksi, pendapatan, dan efisiensi usahatani padi sawah di Kabupaten PPU, serta faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi. Penelitian ini menggunakan data cross section dari 80 orang petani contoh yang terdiri dari 35 orang petani penerima BPLM dan 45 orang petani bukan penerima BPLM. Analisis kinerja program BPLM dilakukan dengan Importance-Performance Analysis (IPA). Pengaruh BPLM terhadap produksi dan efisiensi diduga dengan menggunakan fungsi produksi stochastic frontier dan fungsi biaya dual. Program BPLM mencukupi kebutuhan permodalan petani penerima antara 18-38 persen. Penambahan modal yang diberikan melalui program BPLM memungkinkan petani penerima BPLM meningkatkan penggunaan input. Peningkatan terlihat pada penggunaan rata-rata jumlah Urea dan KCl yang diaplikasikan oleh petani penerima BPLM dalam pemupukan padi sawah dan tercapainya peningkatan produksi per hektar. Petani penerima BPLM mencapai produktivitas lebih tinggi dibandingkan petani bukan penerima BPLM, sehingga pendapatan tunai yang diperoleh juga lebih tinggi dengan asumsi harga output yang diterima sama. Evaluasi pelaksanaan BPLM yang dilakukan dengan IPA terhadap 12 faktor penentu kualitas program BPLM menunjukkan bahwa tingkat kinerja pelaksanaan program BPLM lebih rendah daripada tingkat kepentingannya. Faktor-faktor yang kinerjanya masih harus diperbaiki adalah faktor sosialisasi program BPLM, pelatihan dan pendampingan penyuluh, serta tingkat perguliran dana pada kelompok lain. Fungsi produksi yang digunakan adalah fungsi produksi gabungan tanpa dummy. Estimasi menggunakan Maximum Likelihood Estimation (MLE) pada fungsi produksi stochastic frontier usahatani padi sawah per hektar menunjukkan bahwa variabel kalium dan tenaga kerja berpengaruh positif dan nyata terhadap produksi. Model efek inefisiensi menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis adalah pendapatan total, depedency ratio, dan BPLM.
Rata-rata efisiensi petani penerima BPLM lebih tinggi dibandingkan petani bukan penerima BPLM. Kedua kelompok petani ini secara teknis efisien, tetapi secara alokatif dan ekonomis belum efisien. Rata-rata tingkat efisiensi teknis yang dicapai petani contoh adalah sekitar 93 persen dari frontier yakni produktivitas maksimum yang dapat dicapai dengan sistem pengelolaan yang terbaik (the best practice). Hal ini mencerminkan bahwa usahatani padi sawah di Kabupaten PPU masih memiliki peluang untuk meningkatkan produktivitas dalam jangka pendek sebesar 7 persen dengan cara mengoptimumkan penggunaan input usahatani, inovasi teknologi dan peningkatan manajemen usahatani. Pelaksanaan program BPLM baru mampu mencapai 2 indikator keberhasilan BPLM dalam penguatan modal usahatani, yaitu: tersalurnya dana penguatan modal kepada petani dan terjadinya peningkatan produksi/produktivitas usahatani. Ketidakmampuan petani mencapai efisiensi ekonomis terkait dengan belum terjadinya perubahan manajemen kelompok tani terutama dalam keaktifan menjalin kemitraan usaha untuk penyediaan input dan pemasaran hasil. Berdasarkan hasil IPA, maka faktor pendampingan penyuluh menjadi faktor yang berpengaruh pada tercapainya indikator keberhasilan ini. pendampingan penyuluh untuk meningkatkan peran aktif kelompok tani sangat diperlukan. Aktivitas kelompok tani melakukan kerjasama dengan pihak-pihak tertentu dalam hal pemasaran hasil dan pembelian input secara kolektif diharapkan mampu meningkatkan pencapaian efisiensi alokatif, sehingga efisiensi ekonomis usahatani tercapai. Kata Kunci: BPLM, efisiensi, stochastic frontier, Importance-Performance Analysis
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritikatau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam tesis saya yang berjudul: PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR
merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Bogor, Mei 2008
Mariyah NRP. A151050101
PENGARUH BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT TERHADAP PENDAPATAN DAN EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH DI KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA KALIMANTAN TIMUR
MARIYAH
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS
Judul Tesis
:
Pengaruh Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat terhadap Pendapatan dan Efisiensi Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara Kalimantan Timur
Nama Mahasiswa :
Mariyah
Nomor Pokok
:
A151050101
Program Studi
:
Ilmu Ekonomi Pertanian
Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Ketua
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec Anggota
Mengetahui, 2. Ketua Program Sudi Ilmu Ekonomi Pertanian
Prof. Dr. Ir. Bonar M. Sinaga, MA
Tanggal Ujian: 14 April 2008
3. Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS
Tanggal Lulus:
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Long Ikis, Kabupaten Pasir Kalimantan Timur pada tanggal 15 Maret 1981 sebagai anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Ibrahim dan Tasimah. Latar belakang pendidikan dimulai dari pendidikan dasar di SDN 023 Tanah Grogot Kabupaten Pasir tahun 1987-1993. Pendidikan Menengah pertama di SLTPN 2 Tanah Grogot Kabupaten Pasir tahun 1993-1996. Pendidikan menengah atas di SMKN 2 Tanah Grogot Kabupaten Pasir tahun 1996-1999. Pendidikan tinggi jenjang S1 tahun 1999-2003 di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda. Penulis mulai bekerja di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman pada Desember 2003. Pada tahun 2005 mendapat BPPS dari DIKTI untuk melanjutkan pendidikan di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Semasa studi, Agustus 2006 penulis menikah dengan Tito Sumandono dan dikarunia putera bernama Faiz Abdullah.
UCAPAN TERIMA KASIH
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis ini dapat diselesaikan atas bantuan, arahan, dan dorongan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS dan Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec sebagai komisi pembimbing yang telah banyak membantu, membimbing, memotivasi, dan mengarahkan penulis selama penyusunan tesis ini. Terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Dr. Ir. M. Parulian Hutagaol, MS sebagai dosen penguji pada saat ujian yang telah memberi kritik dan saran untuk perbaikan tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak Universitas Mulawarman dan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi yang telah memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti tugas belajar di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor melalui BPPS. Pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan rasa terima kasih kepada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) yang telah memberikan kesempatan dan kepercayaan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan program magister sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Terima kasih kepada Bapak Misran Hariadi dan segenap staf Dinas Pertanian Tanaman
dan Balai Penyuluhan Pertanian
Kabupaten Penajam Paser Utara yang telah memberikan informasi sebagai data awal dalam penyusunan tesis ini. Kepada teman-teman satu komisi (Wiji, Ahmad Yousuf Kurniawan dan Raja Milyaniza Sari) serta teman-teman EPN angkatan 2005 dan 2006 atas bantuan dan kerjasama yang diberikan selama penyelesaian masa studi, penulis ucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabatku (Sumainati dan Tutik Priyantini), petani selaku petani contoh dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini, yang telah banyak memberikan bantuan dan dorongan moril untuk dapat menyelesaikan tesis ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak dan Ibu yang selalu memberikan dorongan dan dengan tulus selalu mendoakan keberhasilan puterinya. Penulis merasa bersyukur dan berterima kasih kepada suami, dengan cinta kasih dan kesabarannya telah memberikan perhatian penuh serta dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini beserta kakak-kakakku yang selalu memberi semangat. Akhirnya, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian, semoga pikiran-pikiran yang telah dituangkan dalam tesis ini dapat bermanfaat sebagai salah satu sumber informasi dan pengetahuan serta berguna bagi penelitian berikutnya.
Bogor, Mei 2008
Mariyah
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL…………………………….................................
xiii
DAFTAR GAMBAR…………........................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………........
xvi
I. PENDAHULUAN……………...........................…….....................
1
1.1. Latar Belakang……………………………………..................
1
1.2. Rumusan Masalah……………………………….....................
4
1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian………………………….......
8
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian…………….……
9
II. TINJAUAN PUSTAKA………………………...............................
10
2.1. Tinjauan Teoritis...............................................…………….....
10
2.2. Studi Terdahulu..........................................................................
25
2.3. Kerangka Pemikiran Operasional..............................................
30
III. METODE PENELITIAN..................................................................
32
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian.....................................................
32
3.2. Jenis dan Sumber Data...............................................................
32
3.3. Metode Pengambilan Contoh.....................................................
32
3.4. Metode Analisis..........................................................................
34
3.5. Definisi Operasional..................................................................
41
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN............................................
45
4.1. Gambaran Umum Wilayah........................................................
45
4.2. Gambaran Umum Produksi Padi Sawah dan Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat di Daerah Penelitian...............
46
V. KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN....................................................................................
50
5.1. Karakteristik Petani Contoh.......................................................
50
xi
5.2. Klasifikasi dan Permodalan Usahatani......................................
51
5.3. Perbandingan Rata-rata Penggunaan Input dan Hasil antara Petani Penerima dan Petani Bukan Penerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat................................................
57
5.4. Perbandingan Biaya dan Pendapatan Usahatani antara Petani Penerima Petani Penerima dan Petani Bukan Penerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat..................................
59
VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT..................................
62
VII. ANALISIS EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH ..................
72
7.1. Efisiensi Teknis..........................................................................
72
7.2. Analisis Efisiensi Alokatif dan Ekonomi...................................
84
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN……………..………………...........
89
8.1. Kesimpulan……………………….............................................
89
8.2. Saran……………………………...................…........................
90
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................
91
LAMPIRAN......................................................................................
95
xii
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Produksi Padi dan Palawija di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2002 –2006……...................................................………….....
2
2. Potensi Pasar Penyediaan Beras di Kalimantan Timur Tahun 2002 dan 2006……………………………………………………...............
3
3. Dasar Penetapan Kecamatan Contoh………………….......................
33
4. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2003-2006...............................................
47
5. Realisasi Penyaluran dan Pengembalian Dana Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat di Kabupaten Penajam Paser Utara Terhitung sampai dengan Oktober 2006..............................................
48
6. Sarana dan Prasarana Penunjang Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2005......................................
49
7. Sebaran Petani Contoh Menurut Usia, Pendidikan, Pengalaman, Jumlah Tanggungan, dan Suku Petani Contoh di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007........................................................
50
8. Klasifikasi Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007.................................................................................
52
9. Struktur Permodalan Usahatani Padi Sawah per Hektar dari 80 Petani Contoh di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007.....................................................................................................
55
10. Rata-rata Penggunaan Sarana Produksi dan Tenaga Kerja Usahatani Padi Sawah Per Hektar di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007......................................................................................................
58
11. Produksi, Penerimaan, Biaya, dan Pendapatan Usahatani Padi Sawah per Hektar di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007......................................................................................................
60
12. Penilaian Tingkat Kepentingan Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007......................................................................................................
63
13. Penilaian Tingkat Kinerja Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007....................................................................................................
64
xiii
14. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kinerja Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007..........................................................................................
65
15. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Menggunakan Metode Ordinary Least Squares..................................
73
16. Analisis Varian Fungsi Produksi Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007.......................................................................
74
17. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Stochastic Frontier Dengan Menggunakan Metode Maximum Likelihood Estimation ..................
77
18. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Contoh..............................................
78
19. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Contoh Berdasarkan Status Penerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat Menggunakan Fungsi Produksi Stochastic Frontier....................................................
79
20. Parameter Dugaan Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic Frontier...............................................................................
80
21. Sebaran Efisiensi Alokatif dan Ekonomis Petani Contoh....................
85
22. Sebaran Efisiensi Alokatif dan Ekonomis Petani Contoh Berdasarkan Status Penerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat Menggunakan Fungsi Produksi Stochastic Frontier........
86
xiv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Ukuran Efisiensi Farrel .......................…………………………........
16
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Produksi…….............
18
3. Pengaruh Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat terhadap Penggunaan Input dan Output Usahatani.............................................
21
4. Pembagian Kuadran Importance - Performance Analysis...................
24
5. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional Pengaruh Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat Terhadap Pendapatan dan Efisiensi Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara.................
31
6. Kerangka Pengambilan Contoh............................................................
34
7. Mekanisme Penyaluran dan Pengembalian Dana Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat..........................................................................
62
8. Diagram Importance - Performance Matrix........................................
66
xv
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Luas Wilayah, Jumlah Desa dan Jumlah Penduduk Tiap Kecamatan di Kabupaten Penajam Paser Utara, Tahun 2005...........
93
2. Peta Wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara…………………….
94
3. Sebaran Jumlah Kelompok Tani Penerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat, Jumlah Kelompok Tani, dan Jumlah Petani di Kabupaten Penajam Paser Utara pada Masing-masing Kecamatan ........................................................................................
95
4. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Penerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat, Bukan Penerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat, dan Gabungan dengan dummy Menggunakan Metode Ordinary Least Squares ..............................
96
5. Hasil Analisis per Hektar Pendugaan Fungsi Produksi Gabungan Tanpa dummy Menggunakan Metode Ordinary Least Squares dan Maximum Likelihood Estimation......................................................
99
6. Sebaran Efisiensi Teknis, Efisiensi Ekonomi, dan Efisiensi Alokatif Petani Contoh Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007.....................................................
101
7. Data Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007...................................
103
8. Data Pendugaan Efek Inefisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007...................................
105
xvi
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian periode tahun 2005–2009 diarahkan pada terwujudnya pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian, serta peningkatan kesejahteraan petani melalui salah satu program utama yaitu program peningkatan ketahanan pangan (Departemen Pertanian, 2005). Tujuan program peningkatan ketahanan pangan adalah untuk memfasilitasi terjaminnya masyarakat dalam memperoleh pangan yang cukup dan tercapainya sasaran ketersediaan pangan tingkat nasional. Komoditas padi sawah adalah salah satu tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa beras. Beras berkaitan erat dengan kebutuhan rakyat banyak dan dapat dijadikan sebagai alat politik. Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan kebutuhan akan beras pun semakin meningkat. Namun, produksi padi cenderung stagnan bahkan menurun dan kondisi kesejahteraan petani itu sendiri juga terus mengalami penurunan. Peningkatan produksi dan ketersediaan pangan menjadi tanggung jawab semua pihak. Keadaan ini menuntut pemerintah untuk terus melakukan upaya perbaikan dengan mengimplementasikan program peningkatan produksi padi. Dalam era otonomi daerah ini, program peningkatan produksi padi dilaksanakan dengan konsep pemberdayaan masyarakat tani. Konsep pemberdayaan masyarakat tani dilakukan dengan pengalokasian antara 70–80 persen anggaran Departemen Pertanian kepada daerah melalui pola pendanaan dekonsentrasi.
2
Program ketahanan pangan dengan konsep pemberdayaan usahatani ini mendorong pemerintah daerah untuk menggali potensi daerah yang berbasis pada sumberdaya alam dan sumberdaya manusia untuk menggerakkan pembangunan, khususnya sektor pertanian. Pengembangan pertanian diharapkan mampu meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani. Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU) merupakan daerah pemekaran di wilayah Kalimantan Timur yang memfokuskan program pengembangan sektor pertanian sub sektor tanaman pangan dan berambisi untuk mewujudkan daerahnya sebagai lumbung padi di Kalimantan Timur. Perkembangan produksi tanaman pangan di Kabupaten PPU selama lima tahun terakhir menunjukkan kecenderungan produksi tanaman pangan meningkat secara nominal terutama komoditas padi sawah. Perkembangan berbagai komoditas tanaman pangan secara rinci disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Produksi Padi dan Palawija di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2002-2006 (Ton) Tahun 2002 2003 2004 2005 2006
Padi Sawah 32 311 29 536 44 426 57 105 66 114
Padi Ladang 3 040 1 628 3 948 3 561 2 372
Jagung 564 454 1 917 2 009 2 441
Ubi Kayu 4 082 2 087 5 201 3 937 6 023
Ubi Kacang Kedelai Jalar Tanah 1 225 96 34 1 125 72 14 3 142 112 12 3 190 194 23 4 051 147 28
Kacang Hijau 23 6 71 41 56
Sumber : Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten PPU, 2007 Produksi padi sawah di Kabupaten PPU meningkat sebesar 33.80 ribu ton pada periode 2002-2006 dengan tingkat produktivitas rata-rata 5.12 ton per hektar. Perkembangan padi sawah memberikan pertumbuhan produksi yang positif dan lebih besar jika dibandingkan tanaman pangan lain dengan pertumbuhan 3.92 persen per tahun. Pertumbuhan produksi padi sawah masih lebih rendah daripada laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten PPU sebesar 6.30 persen per tahun.
3
Berdasarkan peluang pasar, padi sawah berpotensi untuk dikembangkan di Kabupaten PPU. Permintaan beras terus meningkat di Kalimantan Timur akibat pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan. Hal ini dapat dilihat dari ketersediaan beras di Propinsi Kalimantan Timur yang hingga saat ini mengalami kekurangan. Permintaan komoditas beras di Kalimantan Timur rata-rata sebesar 370 ribu ton per tahun, sementara tingkat penyediaan 352 ribu ton per tahun, sehingga terdapat kekurangan sebesar 18 ribu ton per tahun (Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur, 2007). Tabel 2.
Potensi Pasar Penyediaan Beras di Kalimantan Timur Tahun 2002 dan 2006 (Ribu Ton)
Kabupaten/ Kota Pasir Kutai Barat Kutai Kutai Timur Berau Malinau Bulungan Nunukan PPU Balikpapan Samarinda Tarakan Bontang Kaltim
Jumlah Penduduk (Ribu Jiwa) 2002 2006 169.93 177.91 142.14 154.35 445.36 505.38 158.58 179.86 130.99 156.89 38.40 52.28 86.02 105.86 85.12 116.55 111.74 122.15 421.33 486.00 544.04 587.74 119.22 166.23 105.70 125.19 2 558.57 2 936.39
Produksi Beras 2002 17.64 25.91 111.53 19.88 13.84 32.27 11.72 16.42 22.98 72.80 15.27 0.00 0.18 287.71
2006 25.04 26.18 124.49 29.48 18.59 14.26 22.83 28.53 44.52 0.20 17.39 0.00 0.25 351.76
Kebutuhan Beras
Surplus/defisit
2002 21.41 17.91 56.12 19.98 16.50 4.84 10.84 10.72 14.08 53.09 68.55 15.02 13.32 322.38
2002 -3.77 8.01 55.41 -0.10 -2.66 27.43 0.89 5.69 8.90 19.71 -53.28 -15.02 -13.14 -34.67
2006 22.42 19.45 63.68 22.66 19.77 6.59 13.34 14.69 15.39 61.24 74.06 20.95 15.77 369.98
2006 2.62 6.73 60.82 6.82 -1.18 7.67 9.49 13.84 29.13 -61.04 -56.66 -20.95 -15.52 -18.22
Sumber : Badan Pusat Statistik Kalimantan Timur, 2007 dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalimantan Timur, 2006
Tabel 2 menunjukkan bahwa Kalimantan Timur masih kekurangan penyediaan beras dan terjadi kesenjangan dalam pemenuhan kebutuhan antar daerah. Kekurangan beras yang terjadi tidak banyak berubah selama lima tahun terakhir sejak 2002 - 2006. Permintaan beras terbesar salah satunya di Kota Balikpapan.
4
Kabupaten PPU berpotensi paling besar sebagai pemasok utama karena letaknya strategis dan sarana transportasi mendukung untuk pemasaran hasil. Potensi permintaan pasar beras yang dimiliki Kabupaten PPU sekitar 60 ribu ton per tahun. Di sisi lain tingkat produksi atau suplai beras yang tersedia baru mencapai 25 ribu ton per tahun. Dengan demikian masih kekurangan suplai sebesar 35 ribu ton per tahun. Peluang ini didukung pula oleh ketersediaan lahan yang cukup luas dan berpotensi untuk pengembangan padi sawah. Hasil pemetaan kawasan sentra produksi
di
Kalimantan
Timur
hasil
kerjasama
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Wilayah Universitas Mulawarman (Puslitbangwil Unmul) dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Kalimantan Timur (2001) menyatakan bahwa kecamatan-kecamatan di wilayah Kabupaten PPU yang pada saat itu masih tergabung dengan Kabupaten Pasir merupakan wilayah yang berpotensi untuk pengembangan padi yakni Kecamatan Penajam, Babulu, Waru, dan Sepaku. Oleh karena itu, usahatani padi sawah di Kabupaten PPU diduga akan menguntungkan apabila dikembangkan dan upaya ini didukung oleh Gerbang Sepadu (Gerakan Pembangunan Semesta Terpadu) dengan berbagai program pendukungnya. Salah satu program pendukung pertanian yang dinilai berjalan baik adalah penguatan modal usaha kelompok berupa pinjaman langsung yang didanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional (APBN). 1.2. Rumusan Masalah Tingkat produktivitas usahatani merupakan faktor penting bagi kinerja suatu usahatani. Kabupaten PPU pada tahun 2002-2005 mencapai produktivitas usahatani padi di tingkat petani berkisar antara 3.26-4.10 ton per hektar. Hasil ini
5
masih lebih rendah jika dibandingkan dengan produktivitas padi di daerah lain yang juga merupakan sentra beras seperti Kabupaten Agam Sumatera Barat yang mampu mencapai produktivitas 3.7-4.6 ton per hektar. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas usahatani padi di Kabupaten PPU masih perlu untuk ditingkatkan. Luas sawah potensial yang ada di Kabupaten PPU seluas 30.6 ribu hektar dan yang digarap setiap musim tanam baru sekitar 10–20 ribu hektar dengan frekuensi tanam hanya satu kali dalam satu tahun. Hal ini menunjukkan bahwa perluasan
areal
tanam usahatani
padi
sawah
masih
berpotensi
untuk
dikembangkan dalam upaya peningkatan produksi dan pendapatan petani. Berdasarkan data produktivitas dan luas areal tanam tersebut, upaya peningkatan produksi padi sawah masih dapat dilakukan dengan peningkatan produktivitas melalui penggunaan teknologi baru (intensifikasi) dan perluasan areal tanam (ekstensifikasi). Upaya peningkatan produksi ini membutuhkan berbagai faktor yang mendukung antara lain: tanah, tenaga kerja, modal dan manajemen usahatani. Hasil pengamatan di lapangan memberikan informasi bahwa permasalahan produktivitas usahatani padi sawah yang rendah diduga berkaitan erat dengan tingkat penggunaan input petani padi sawah di Kabupaten PPU masih rendah dan kombinasi penggunaan input yang belum optimal. Penggunaan rata-rata input berupa pupuk seperti Urea, SP-36 dan KCl adalah 80 kg, 50 kg, dan 18.5 kg per hektar.
Kondisi
ini
masih
lebih
rendah
daripada
dosis
pupuk
yang
direkomendasikan oleh Dinas Pertanian, yakni Urea 150–200 kg, SP-36 90-150 kg, dan KCl 75-100 kg per hektar.
6
Penggunaan input yang rendah ini diduga disebabkan oleh modal yang kurang, sehingga petani tidak mampu membeli sarana produksi. Hal ini didukung oleh penelitian Puslitbangwil Unmul (2002) yang menyatakan bahwa permodalan menjadi salah satu faktor pembatas dalam pengembangan padi di Kabupaten PPU. Keadaan ini membuat petani padi berupaya mencari tambahan modal melalui pinjaman dari pihak lain. Salah satu sumber modal yang dapat dimanfaatkan oleh petani padi sawah di Kabupaten PPU yaitu Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM), sehingga perlu dikaji bagaimana peran BPLM terhadap permodalan petani padi sawah di Kabupaten PPU? BPLM merupakan dana penguatan modal untuk kelompok yang disalurkan langsung ke rekening kelompok dan dikelola secara terorganisir dengan mekanisme tertentu. Kelompok tani penerima BPLM ditentukan berdasarkan inventarisasi dan seleksi dengan beberapa persyaratan tertentu. Setelah ditetapkan sebagai kelompok tani penerima BPLM maka mekanisme pencairan dana dan penggunaan dana BPLM ini disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing anggota dalam kelompok tani untuk usahataninya secara transparan dan digunakan sesuai dengan proposal yang diajukan. Program BPLM di Kabupaten PPU pertama kali digulirkan pada tahun 2003/2004. Bantuan diberikan kepada kelompok petani padi sebesar Rp 25–30 juta per kelompok (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten PPU, 2003). Alokasi dana berbeda setiap tahunnya. Alokasi dana di Kabupaten PPU berturutturut pada tahun 2003, 2004, dan 2005 adalah Rp 1.25 milyar untuk 51 kelompok tani, Rp 480 juta untuk 24 kelompok tani, dan Rp 375 juta untuk 15 kelompok tani (Dinas Tanaman Pangan PPU, 2006).
7
Dana BPLM ini bukan bantuan cuma-cuma, tetapi pinjaman yang harus dikembalikan. Dana yang telah tersalur dalam jangka waktu 3 tahun harus dikembalikan untuk disalurkan kembali kepada kelompok tani lain yang membutuhkan BPLM. Hal ini sesuai dengan kebijakan Departemen Pertanian mengenai operasionalisasi pemanfaatan BPLM yang dilakukan dengan format sebagai pinjaman penguatan modal usaha, menumbuhkan kegiatan ekonomi dan peningkatan kewirausahaan, hingga kelompok sasaran aktif dalam pengelolaannya (Departemen Pertanian, 2002). Dari dana BPLM yang tersalur hingga Oktober 2006 di Kabupaten PPU tercatat bahwa angsuran yang dilakukan kelompok tani belum lunas, persentase pengembalian baru mencapai 56 persen dari dana yang tersalur atau sebesar Rp 1.1 milyar. Pelaksanaan BPLM telah berlangsung lima tahun di Kabupaten PPU. Hasil pengamatan sementara di daerah penelitian yang menunjukkan bahwa sebagian besar dana BPLM belum dikembalikan dan belum dapat disalurkan kembali kepada kelompok lain, menimbulkan dugaan bahwa terdapat faktor-faktor yang pelaksanaan program BPLM yang tidak sesuai dengan harapan. Untuk mengetahui faktor-faktor tersebut, maka perlu dikaji faktor-faktor apa saja yang harus diperbaiki dalam pelaksanaan BPLM? BPLM diarahkan pada penguatan modal usaha kelompok yang diikuti dengan usaha perbaikan teknis budidaya. Adanya BPLM ini diharapkan petani bersedia mengadopsi teknologi baru dan mampu meningkatkan penggunaan input produksi menjadi efisien, sehingga produksi dan produktivitas usahatani meningkat dan pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan petani padi sawah di Kabupaten PPU. Oleh karena itu, perlu dikaji bagaimana pengaruh
8
program BPLM terhadap produksi dan pendapatan petani padi sawah di kabupaten PPU? Respon jumlah produksi terhadap perubahan jumlah faktor produksi menjadi indikator efisiensi usahatani. Tingkat penggunaan input yang rendah dan belum optimal akibat kekurangan modal menyebabkan rendahnya tingkat produksi, sehingga efisiensi usahatani padi sawah di Kabupaten PPU diduga pula masih rendah. Peningkatan efisiensi usahatani dipengaruhi oleh kinerja petani dalam pengelolaan usahataninya dan pemanfaatan fasilitas dana bantuan yang diterima. Kinerja petani erat hubungannya dengan kondisi sosial ekonomi petani, baik faktor internal maupun eksternal. BPLM merupakan salah satu faktor eksternal petani, sehingga perlu dikaji bagaimana tingkat efisiensi usahatani padi sawah di Kabupaten PPU dan apakah BPLM menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis usahatani padi sawah di Kabupaten PPU? 1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui peran dana BPLM terhadap permodalan petani padi sawah penerima BPLM di Kabupaten PPU. 2. Mengetahui faktor - faktor pelaksanaan BPLM yang harus diperbaiki. 3. Menganalisis pengaruh program BPLM terhadap tingkat produksi dan pendapatan petani padi penerima BPLM di Kabupaten PPU. 4. Menganalisis tingkat efisiensi usahatani padi sawah di Kabupaten PPU dan faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi.
9
1.4. Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian Penelitian ini meliputi analisis mengenai kinerja dan pengaruh pelaksanaan BPLM di Kabupaten PPU dan analisis efisiensi produksi usahatani padi sawah di Kabupaten PPU dengan asumsi harga output adalah sama (tidak mempertimbangkan waktu penjualan hasil produksi). Penelitian ini hanya dilakukan pada usahatani padi sawah dan tidak dilakukan pada usahatani lain yang memperoleh BPLM di Kabupaten PPU.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1. Fungsi Produksi dan Fungsi Produksi Stochastic Frontier Fungsi produksi menggambarkan hubungan teknis antara masukan dan hasil didalam sebuah proses produksi. Pemilihan atau pemodelan terhadap bentuk hubungan teknis ini haruslah dapat menggambarkan dan sesuai dengan teknik produksi yang dlakukan petani. Menurut Soekartawi et al. (1986), memilih fungsi produksi yang baik dan sesuai haruslah mempertimbangkan syarat berikut: (1) bentuk aljabar fungsi tersebut dapat dipertanggungjawabkan, (2) bentuk aljabar fungsi tersebut mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun ekonomis, dan (3) mudah dianalisis serta mempunyai implikasi ekonomis. Ada beberapa bentuk fungsi produksi yang sering digunakan, diantaranya adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Bentuk umum fungsi produksi CobbDouglas adalah: n
β
y i = β 0 Π xij j .........................................................................................(2.1) j =1
dimana y adalah faktor terikat yng merupakan output tunggal dari individu petani, x merupakan faktor bebas yang merupakan penggunaan faktor-faktor produksi,
β 0 adalah intersep fungsi produksi, dan β j adalah parameter dari setiap faktor produksi ke-j yang digunakan. Notasi i dan j masing-masing menunjukkan individu petani dan faktor produksi yang digunakan. Fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan fungsi logaritmik yang sering digunakan dalam analisis produksi dibidang pertanian. Fungsi produksi CobbDouglas dibangun atas dasar asumsi, antara lain: pasar adalah bersaing sempurna,
11
masing-masing parameter menunjukan elastisitas produksi yang bersifat tetap, teknologi produksi yang digunakan dalam proses produksi adalah sama, adanya interaksi antar faktor produksi yang digunakan dan tidak ada pengaruh faktor waktu serta berlaku untuk kelompok usahatani yang sama dan dapat diangganp sebagai suatu industri. Meskipun bentuk fungsi ini relatif mudah diubah ke dalam bentuk linier sederhana, namun berkenaan dengan asumsi yang melekat padanya, bentuk CobbDouglas mempunyai beberapa keterbatasan diantaranya: (1) elastisitas produksi adalah konstan, (2) elastisitas substitusi input bersifat elastis sempurna atau, (3) elastisitas harga silang untuk semua faktor dalam kaitannya dengan harga input lain mempunyai besaran dan arah yang sama, dan (4) elastisitas harga permintaan input terhadap harga output selalu elastis. Terlepas dari bentuk fungsi yang biasa digunakan, sasaran dari proses produksi adalah mencapai efisiensi yang tinggi dalam berproduksi. Ada dua konsep yang perlu diperhatikan perbedaannya untuk mengukur efisiensi, yaitu fungsi produksi batas (production frontier) dan fungsi produksi rata-rata (konvensional). Fungsi produksi batas (frontier production function) menggambarkan output maksimal yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi. Pengukuran fungsi produksi batas, diantaranya dapat dilakukan dengan stochastic frontier. Dalam model stochastic frontier, output diasumsikan dibatasi (bounded) dari atas oleh suatu fungsi produksi stokastik. Pada kasus Cobb-Douglas, model tersebut dapat ditulis sebagai berikut: ln Yi = β 0 + ∑i β i ln X ij + (vi − u i ) ...........................................................(2.2)
12
Simpangan (vi – ui) terdiri dari dua bagian, yaitu: (1) komponen simetrik yang memungkinkan keragaman acak dari frontier antar pengamatan dan menangkap pengaruh kesalahan pengukuran, kejutan acak dan sebagainya, dan (2) komponen satu-sisi (one-sided) dari simpangan yang menangkap pengaruh inefisiensi. Bentuk umum dari fungsi produksi stochastic frontier dipresentasikan sebagai berikut:
Yit = β xit + (Vit − U it ) ; i = 1,......,N; t = 1,.......,T.......................................(2.3) dimana:
Yit = produksi yang dihasilkan petani-i pada waktu-t xit = vektor masukan yang digunakan petani-i waktu-t
β
= vektor parameter yang akan diestimasi
Vit = faktor acak yang berkaitan dengan faktor-faktor eksternal dan
sebarannya normal (Vit − N (0, σ v2 ))
U it = faktor acak non negatif, dan diasumsikan mempengaruhi tingkat inefisiensi (teknis) dan berkaitan dengan faktor-faktor internal. Sebaran
U it bersifat “truncated” dimana: mit = z it σ Pada setiap model frontier, simpangan yang mewakili gangguan statistik (statistical noise) diasumsikan independen dan identik dengan distribusi normal. Distribusi yang paling sering diasumsikan adalah setengah normal (half-normal). Jika dua simpangan diasumsikan independen satu sama lain serta independen terhadap input, dan dipasang sumsi distribusi spesifik (normal dan setengah normal secara berturut-turut), maka fungsi likelihood dapat didefinisikan dan penduga maksimum likelihood (maximum likelihood estimators) dapat dihitung. Cara lain yang dapat digunakan adalah melalui estimasi model dengan OLS dan mengoreksi konstanta dengan menambahkan suatu penduga konsisten dari E (u)
13
berdasarkan momen yang lebih tinggi (dalam kasus setengah-normal, digunakan momen kedua dan ketiga) dari residual kuadratik terkecil. Setelah model diestimasi, nilai-nilai (vi–ui) juga dapat diperoleh. Pada pengukuran efisiensi, penduga untuk uj juga diperlukan. Sesuai saran Jondrow et.al. (1982), kemungkinan yang paling relevan adalah E(ui vi − u j ) yang dievaluasi berdasarkan nilai-nilai (vi–ui) dan parameter-parameternya. Keunggulan
pendekatan
stochastic
frontier
adalah
dilibatkannya
disturbance term yang mewakili gangguan, kesalahan pengukuran dan kejutan eksogen yang berada di luar kontrol unit produksi. Sementara itu, beberapa kelemahan dari pendekatan ini adalah: (1) teknologi yang dianalisis harus digambarkan oleh struktur yang cukup rumit/besar, (2) distribusi dari simpangan satu-sisi harus dispesifikasikan sebelum mengestimasi model, (3) struktur tambahan harus dikenakan terhadap distribusi inefisiensi teknis, dan (4) sulit diterapkan untuk usahatani yang memiliki lebih dari satu output (Adiyoga, 1999). 2.1.2. Konsep Efisiensi Konsep efisiensi menurut Farrel (1957), Lau dan Yotopaulos (1971) dibedakan menjadi tiga yaitu: (1) efisiensi teknis (technical efficiency), dan (2) efisiensi harga (price efficiency), dan (3) efisiensi ekonomi (economic efficiency). Efisiensi teknis mengacu kepada pencapaian maksimum dari kemungkinan tingkat produksi untuk tiap kombinasi penggunaan input yang digunakan. Didefinisikan sebagai rasio dari produksi aktual dari petani pada tingkat teknis kemungkinan produksi maksimum. Maksimum produksi dihitung dari frontier. Efisiensi teknis menyatakan kemungkinan peningkatan produksi tanpa meningkatkan biaya atau tanpa pengaturan kembali kombinasi input yang digunakan. Suatu usaha
14
dikatakan tidak efisien jika gagal untuk mencapai produksi maksimum dengan menggunakan sejumlah input yang ada. Sedangkan efisiensi alokatif menunjukkan kemampuan memilih tingkat input optimal pada harga input tertentu. Efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi teknis dan efisiensi harga. Bakhshoodeh dan Thomson (2001) mengemukakan bahwa petani yang efisien adalah petani yang menggunakan input lebih sedikit dari petani lainnya untuk memproduksi sejumlah output pada tingkat tertentu, atau petani yang dapat menghasilkan output yang lebih besar dari petani lainnya dengan menggunakan sejumlah input tertentu. Konsep Farrel diilustrasikan pada Gambar 1. Kurva SS’ merupakan isoquant
frontier yang menunjukkan kombinasi input X1 dan X2 yang efisien secara teknis untuk menghasilkan output Y0. Titik P dan Q menggambar dua perusahaan yang berbeda yang menggunakan kombinasi input dengan proporsi input X1 dan X2 yang sama. Keduanya berada pada garis yang sama dari titik 0 untuk memproduksi satu unit Y0. Titik P berada di atas kurva isoquant, sedangkan titik Q menunjukkan perusahaan yang beroperasi pada kondisi secara teknis efisien (karena beroperasi pada kurva isoquant frontier). Titik Q mengimplikasikan bahwa perusahaan memproduksi sejumlah output yang sama dengan perusahaan di titik P, tetapi dengan jumlah input yang lebih sedikit. Jadi, rasio OP/OQ menunjukkan efisiensi teknis (TE) perusahaan P, yang menunjukkan proporsi dimana kombinasi input pada P dapat diturunkan, rasio input X1/X2 konstan, sedangkan output tetap. Jika harga input tersedia, efisiensi alokatif (AE) dapat ditentukan. Garis
isocost (AA’) digambarkan menyinggung isoquant SS’ di titik Q’ dan memotong
15
garis OP di titik R. Titik R menunjukkan rasio input-output optimal yang meminimumkan biaya produksi pada tingkat output tertentu karena slope isoquant sama dengan slope garis isocost. Titik Q secara teknis efisien tetapi secara alokatif inefisien karena perusahaan di titik Q berproduksi pada tingkat biaya yang lebih tinggi dari pada di titik Q’. Jarak OR-OQ menunjukkan penurunan biaya produksi jika produksi terjadi di titik Q’ (secara alokatif dan teknis efsien), sehingga efisiensi alokatif (AE) untuk perusahaan yang beroperasi di titik P adalah rasio OR/OQ. Berdasarkan konsep Farrel, ukuran efisiensi teknis dirumuskan sebagai berikut:
TE =
0Q ...................................................................................................(2.4) 0P
Sedangkan ukuran efisiensi alokatif dapat diperoleh melalui persamaan berikut: AE =
0R ...................................................................................................(2.5) 0Q
Efisiensi ekonomis merupakan gabungan dari dua konsep efisiensi yang ada sebelumnya yaitu: efisiensi teknis dan efisiensi alokatif. Secara matematis, efisiensi ekonomis dinyatakan melalui persamaan berikut: EE =
0R ...................................................................................................(2.6) 0P
Pengukuran efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis membutuhkan sebuah fungsi produksi yang homogen. Fungsi produksi yang memenuhi kriteria homogenitas adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Henderson dan Quandt (1980) mengemukakan bahwa fungsi produksi homogen memiliki jalur ekspansi usaha (expantion path) yang berbentuk garis lurus. Pada titik-titik di jalur
16
ekspansi usaha tersebut, nilai substitusi teknis (rate technical substitution) sama dengan rasio harga-harga input dan bernilai konstan. X2/y
S P
A Q R
Q’ S’
0
A’
X1/y
Gambar 1. Ukuran Efisiensi Farrel Menurut Jondrow (1982) dalam Ogundari dan Ojo (2006), perkiraan efisiensi teknis dari usahatani ke-i memerlukan peubah acak yang tak terobservasi ui yang akan diperkirakan dari contoh yang diambil. Nilai harapan ui dimana faktor acak adalah Ei = vi - ui dan dengan asumsi ui mempunyai distribusi normal atau eksponensial, dirumuskan sebagai berikut: E (U i ε i =
σ u .σ v σ
⎡ f (ε j λ σ ε λ⎤ − i ⎥ ⎢ σ ⎥⎦ ⎢⎣ 1 − F ( ε i λ σ )
......................................................(2.7)
Efisiensi teknik per individu usahatani diistilahkan sebagai rasio output yang diobservasi (Yi) terhadap output frontier (Yi*) pada tingkat teknologi yang ada, diturunkan dari persamaan (2.7) sebagai berikut: TEi =
E (Yi μi , X i ) Yi = = E [exp(−U i ) / ε i ]........................................(2.8) * Yi E (Yi μi = 0, X i )
17
Penyimpangan dari isoquant frontier disebut inefisiensi teknis, sedangkan inefisiensi alokatif merupakan penyimpangan dari rasio input pada biaya minimum. Ada banyak faktor yang mempengaruhi tidak tercapainya efisiensi teknis dalam proses produksi. Penentuan sumber dari inefisiensi memberikan informasi tentang sumber-sumber potensial dari inefisiensi dan memberikan saran bagi kebijakan yang harus diterapkan atau dihilangkan untuk mencapai tingkat efisiensi total. Battese dan Coelli (1995) menspesifikasi efek inefisiensi teknis dalam model stochastic frontier dengan asumsi bebas dan distribusinya terpotong normal dengan faktor acak non negatif. Untuk usahatani ke-i pada tahun ke-t, efek inefisiensi
teknis
uit
diperoleh
dengan
pemotongan
terhadap
distribusi N ( μ it , σ 2 ) , dengan rumus:
μ it = Z it δ ..................................................................................................(2.9) dimana Zit adalah faktor penjelas yang merupakan vektor dengan ukuran (1xM) yang nilainya konstan, δ adalah parameter skalar yang dicari nilainya dengan ukuran (Mx1). Model fungsi biaya stochastic frontier untuk mengestimasi tingkat efisiensi ekonomi keseluruhan usahatani dirumuskan sebagai berikut: ln Ci = α 0 + ∑i α i ln Pij + (vi + ui ) ...........................................................(2.10) Komponen error mempunyai tanda positif, karena inefisiensi diasumsikan meningkat dengan adanya peningkatan biaya. Efisiensi ekonomis didefinisikan sebagai rasio biaya produksi minimum terhadap biaya total produksi observasi. EEi =
C * E (Ci μi = 0, Yi , Pi ) = = E [exp(U i ) / ε i ] ....................................(2.11) C E (Ci μi , Yi , Pi )
18
Efisiensi alokatif per individu usahatani diperoleh dari efisiensi teknis dan ekonomis sebagai berikut: AE =
EE ................................................................................................(2.12) TE
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Produksi
Hasil penelitian IRRI (International Rice Research Institute) (1982) menyatakan bahwa kesenjangan produksi antara produksi aktual usahatani dengan produksi yang diujicobakan terdiri dari dua bagian yang berbeda (Gambar 2). Perbedaan lingkungan dan teknologi yang tidak bisa ditransfer
Kesenjangan Produksi I
Kesenjangan Produksi II
Kendala biofisik : - Iklim dan hidrologi - Hama penyakit dan Gulma - Kesuburan tanah
Kendala Sosial ekonomi: - Resiko dan Peluang - Kredit - Struktur Sosial - Pengetahuan dan Informasi - Institusi - Sikap dan tradisi Hasil pada petak percobaan
Hasil praktek budidaya terbaik
Hasil aktual usahatani
Sumber: IRRI, 1982. Gambar 2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perbedaan Produksi Kesenjangan produksi I adalah perbedaan antara produksi yang diujicobakan dengan produksi potensial usahatani. Kesenjangan ini terjadi sebagian besar dikarenakan perbedaan lingkungan antara keadaan uji coba dengan keadaan usahatani aktual. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi dalam kondisi usahatani sesungguhnya tidak memberikan hasil yang tinggi seperti dalam keadaan uji coba atau mungkin teknologinya tidak bisa ditransfer.
19
Kesenjangan produksi II adalah perbedaan antara produksi potensial usahatani dengan produksi aktualnya. Kesenjangan ini terjadi pada dasarnya berkaitan dengan faktor biofisik maupun sosial ekonomi. Berkaitan dengan faktor sosial ekonomi, maka kredit menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kesenjangan antara produksi aktual di lahan petani dengan produksi yang dicapai dengan menerapkan praktek budidaya terbaik di lokasi terpilih yang sesuai. Kredit merupakan salah satu syarat pelancar pembangunan pertanian (Mosher, 1966) dan berfungsi sebagai salah satu simpul kritis pembangunan yang efektif (critical point of development) (Syukur, et al., 1999). Peran kredit sebagai pelancar pembangunan pertanian antara lain: (1) membantu petani kecil dalam mengatasi keterbatasan modal dengan bunga yang relatif ringan, (2) mengurangi ketergantungan petani pada pedagang perantara dan pelepas uang dan dengan demikian berperan dalam memperbaiki struktur dan pola pemasaran hasil pertanian, (3) mekanisme transfer pendapatan diantara masyarakat untuk mendorong pemerataan, dan (4) insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi pertanian. Beberapa pendapat mengenai efek pemberian kredit terhadap pembentukan modal, produktivitas, dan efisiensi pada pertanian tradisional dalam penelitian Taylor et al. (1986) antara lain: 1. Rao di Brasil mengemukakan bahwa penggunaan modal pada usahatani skala kecil dan pemberian kredit akan meningkatkan ouput. 2. Nelson mengenai analisis tingkat produksi usahatani di Ribeirao Preto mengemukakan bahwa kendala teknologi membuat program kredit tidak berdampak signifikan terhadap pembentukan modal dan pendapatan.
20
3. Drummond mengenai analisis efisiensi alokatif petani tradisional di Brasil menyatakan bahwa tidak ada perbedaan substansial dalam penggunaan sumberdaya antara usahatani tradisional dan usahatani besar. 4. Steitieh mengemukakan bahwa peningkatan investasi input (pembentukan modal) seperti alat-alat mekanis dan pupuk harus disertai manajemen, informasi
penggunaan
sumberdaya
untuk
peningkatan
output
yang
diharapkan. Artinya ketersediaan kredit untuk petani tradisional untuk diinvestasikan ke dalam modernisasi input tidak memberikan jaminan bahwa input tersebut dapat digunakan dengan baik untuk meningkatkan output. 2.1.4. Pengaruh Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat terhadap Input dan Output Usahatani
Program BPLM merupakan inovasi teknologi dan kelembagaan. BPLM diberikan dalam bentuk stimulasi dana untuk penguatan modal usahatani dan pemberdayaan kelompok. Dana yang diberikan dapat digunakan sebagai modal kerja dalam penyediaan benih, pupuk, pestisida maupun sarana produksi lain. Sedangkan inovasi kelembagaan difokuskan pada penguatan kelompok tani, khususnya
dalam
mengkoordinasikan
pengelolaan
usahatani
dengan
pendampingan dari penyuluh pertanian dalam hal pembinaan dan manajemen. Secara implisit telah dijelaskan di atas, bahwa adanya program BPLM diharapkan dapat membantu petani dalam mengatasi kendala modal dalam pelaksanaan usahatani dan diharapkan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan input. Perubahan efisiensi akan ditunjukkan dengan pergeseran kurva produksi total ke atas atau pergeseran kurva produk marjinal ke kanan. Lebih lanjut pengaruh program BPLM dapat dijelaskan pada Gambar 3.
21
TPP1 adalah kurva produksi total sebelum ada BPLM, dengan penggunaan input sebesar 0X1 akan menghasilkan output sebesar 0Y1 dan tingkat keuntungan sebesar segitiga CPxD. Setelah tersedianya BPLM maka kurva bergeser menjadi TPP2. Sebagai akibatnya, ialah pergeseran kurva produk marjinal dari MVP1 menjadi MVP2. Y TPP2
A
Y2
TPP1 Y1
B
0 E
C PX
D
F
MVP2 0 X1
X2
MVP1
Sumber: Herdt dan Mandac, 1981.
Gambar 3. Pengaruh Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat terhadap Penggunaan Input dan Output Usahatani Dengan asumsi dalam keadaan pasar bersaing sempurna dan petani bertujuan untuk mencapai keuntungan maksimum, maka untuk mencapai keuntungan maksimum petani akan berproduksi pada tingkat produksi di mana rasio harga
22
faktor produksi (Px) terhadap harga output (Py) sama dengan produk marjinal. Sehingga petani akan meningkatkan penggunaan faktor produksi (X) dari X1 satuan menjadi X2 satuan, dan produksi (Y) meningkat dari Y1 satuan menjadi Y2 satuan. Keuntungan yang diperoleh petani setelah adanya BPLM sebesar segitiga CPxF. Dengan demikian pengaruh program BPLM terhadap tingkat penggunaan input dan output ialah terjadinya peningkatan penggunaan input sebesar X2 – X1 satuan dan peningkatan output sebesar Y2 – Y1. 2.1.5. Importance - Performance Analysis
Indikator keberhasilan BPLM dalam penguatan modal usahatani ini adalah: (1) tersalurnya dana penguatan modal kepada petani dan efektifnya pemanfaatan modal, (2) terjadinya peningkatan produksi/produktivitas usahatani, (3) tumbuhnyan
usahatani yang maju, berdayasaing dan mandiri, (4) terjadinya
peningkatan nilai tambah dari pengolahan dan pemasaran hasil, (5) terjadinya penguatan modal usaha kelompok, dan (6) meningkatnya manajemen kelompok dan tumbuhnya kemitraan usaha. Penelitian ini mempergunakan Importance Performance Analysis (IPA) untuk memetakan hubungan antara kepentingan dan kinerja dari masing-masing faktor yang ada dalam program BPLM. Hasil IPA dijadikan dasar untuk mengetahui faktor-faktor yang perlu diperbaiki dalam program BPLM dengan pertimbangan indikator keberhasilan yang telah dicapai. IPA pertama kali diperkenalkan oleh Martilla dan James (1977) dengan tujuan untuk mengukur hubungan antara persepsi konsumen dan prioritas peningkatan kualitas produk/jasa yang dikenal pula sebagai quadrant analysis.
23
IPA telah diterima secara umum dan dipergunakan pada berbagai bidang kajian karena kemudahan untuk diterapkan dan tampilan hasil analisa yang memudahkan usulan perbaikan kinerja. Konsep ini sebenarnya berasal dari konsep SERVQUAL. Intinya adalah mengukur tingkat kepentingan pelanggan (customer expectation) diukur dalam kaitannya dengan apa yang seharusnya dikerjakan oleh suatu organisasi agar menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas tinggi (Rangkuti, 2006). IPA mempunyai fungsi utama untuk menampilkan informasi berkaitan dengan faktorfaktor pelayanan yang menurut konsumen sangat mempengaruhi kepuasan dan loyalitas mereka, dan faktor-faktor pelayanan yang menurut konsumen perlu ditingkatkan karena kondisi saat ini belum memuaskan. IPA menggabungkan pengukuran faktor tingkat kepentingan dan tingkat kepuasan dalam grafik dua dimensi yang memudahkan penjelasan data dan mendapatkan usulan praktis. Interpretasi grafik IPA sangat mudah, dimana grafik IPA dibagi menjadi empat buah kuadran: kuadran pertama terletak disebelah kiri atas, kuadran kedua disebelah kanan atas, kuadran ketiga disebelah kiri bawah, dan kuadran keempat disebelah kanan bawah berdasarkan hasil pengukuran importance-performance sebagaimana terlihat pada Gambar 3. Kuadran I merupakan prioritas utama atau attributes to improve. Kuadran ini memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan (dalam penelitian ini petani) tetapi pada kenyataannya faktor-faktor ini belum sesuai seperti yang di harapkan (tingkat kinerjanya masih sangat rendah). Faktor-faktoryang masuk dalam kuadran ini harus ditingkatkan. Caranya adalah pemerintah daerah
24
melakukan perbaikan terhadap program BPLM sehingga kinerja faktor yang ada dalam kuadran ini akan meningkat. High Importance
I Focus effort here
II Maintain performance
High Performance
Low Performance
IV Reduce emphasis
III Low priority
Low Importance Gambar 4. Pembagian Kuadran Importance - Performance Analysis Kuadran II merupakan kinerja yang harus dipertahankan atau maintain performance, ini adalah wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap oleh petani sudah sesuai dengan harapan sehingga tingkat kinerjanya relatif lebih tinggi. Variable-faktor yang termasuk dalam kuadran ini harus tetap dipertahankan karena semua faktor ini menjadikan program BPLM unggul di mata petani. Kuadran III merupakan prioritas rendah atau low priority yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh petani dan kinerjanya pun tidak terlalu memuaskan. Peningkatan faktor-faktor yang masuk dalam kuadran ini
25
dapat dipertimbangkan kembali karena pengaruhnya terhadap manfaat yang dirasakan petani sangat kecil. Kuadran IV (main priority) memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh petani dan kinerjanya sudah berada di atas rata-rata. Faktor-faktor yang termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi/digantikan dengan cara lain yang sesuai dengan tingkat kepentingan petani. Rata-rata bobot penilaian tingkat kinerja dan tingkat kepentingan diformulasikan ke dalam diagram, tingkat kinerja pada sumbu X dan tingkat kepentingan pada sumbu Y. Ada dua macam metode untuk menampilkan data IPA (Martinez, 2003) yaitu: pertama menempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata pada sumbu tingkat kepuasan dan sumbu prioritas penangganan dengan tujuan untuk mengetahui secara umum letak penyebaran data pada IP-matrix, kedua menempatkan garis perpotongan kuadran pada nilai rata-rata hasil pengamatan pada sumbu tingkat kepuasan dan sumbu prioritas penangganan dengan tujuan untuk mengetahui secara spesifik letak masingmasing faktor pada IP-matrix. Metode yang kedua lebih banyak dipergunakan oleh para peneliti. 2.2. Studi Terdahulu
Penelitian mengenai pengaruh kredit terhadap usahatani dan pengukuran efisiensi pada usahatani padi telah banyak dilakukan. Beberapa diantaranya dikemukakan berikut ini. Herdt dan Mandac (1981) mengenai teknologi modern dan efisiensi ekonomi petani padi di Philipina memasukkan beberapa faktor yang diduga mempengaruhi efisiensi pada petani padi. Faktor-faktortersebut antara lain: skala
26
perusahaan, informasi, umur pekerja, pendidikan pekerja, lama hari kerja, kelangkaan tenaga kerja, dan kesulitan memperoleh kredit.
Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh nyata terhadap efisiensi harga maupun teknis adalah skala usaha, lama hari kerja, kurangnya akses terhadap sumber pembiayaan dari luar usaha berupa kredit dan pengalaman usaha serta informasi. Taylor, Drummond dan Gomes (1986) mengenai program kredit pertanian (PRODEMATA) dan efisiensi produksi pada pertanian tradisional di Minas Gerais, Brasil dengan menggunakan fungsi produksi frontier dan ukuran efisiensi Farrel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) program kredit yang dijalankan tidak sukses diukur dari tingkat efisiensi teknis yang dicapai, (2) efisiensi alokatif petani partisipan sedikit lebih rendah dari petani non partisipan, (3) secara ratarata perbedaan antara petani partisipan dan non partisipan berbeda nyata, (4) berdasarkan luas lahan, hanya petani yang memiliki lahan dengan luas 10.01–50 hektar yang menunjukkan perbedaan nyata dalam efisiensi alokatif, (5) PRODEMATA tidak memiliki dampak nyata pada efisiensi teknis dan sedikit berdampak negatif pada efisiensi alokatif. Secara umum, hasil empiris mendukung hipotesis Schultz “poor but efficient”. Tadesse dan Krishnamoorthy (1997) mengenai efisiensi teknis usahatani padi di Tamil Nadu, India berdasarkan analisis ukuran usahatani dan zona ekologi dengan menggunakan fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglass. Hasil menunjukkan bahwa 90 persen variasi output yang dihasilkan oleh usahatani padi disebabkan oleh efisiensi teknis. Lahan, tenaga hewan dan pupuk secara signifikan mempengaruhi tingkat produksi padi. Efisiensi teknis yang dicapai
27
antara 0.59 sampai 0.97, dengan efisiensi teknis rata-rata 0.83. Tingkat efisiensi teknis antara usahatani padi di negara tersebut juga berbeda secara signifikan antar zona ekologi dan ukuran usahatani. Xu dan Jeffrey (1997) mengenai efisiensi dan kemajuan teknologi pada pertanian tradisional dan modern produksi padi di China dengan menggunakan model dekomposisi dual efisiensi stochastic frontier. Hasil menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam efisiensi teknis dan alokatif antara produksi padi konvensional dan hibrida, dan mengindikasikan wilayah secara signifikan membedakan efisiensi produksi padi hibrida tetapi tidak pada produksi padi konvensional. Bravo-Ureta dan Pinheiro (1997), mengenai efisiensi teknis, alokatif dan ekonomis terhadap 60 petani di Dajabon Republik Dominika dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass frontier dan fungsi biaya dual frontier menyatakan bahwa rata-rata tingkat efisiensi teknis, alokatif, dan ekonomis adalah 70 persen, 44 persen, dan 31 persen. Hasil secara substansial menyatakan bahwa keuntungan dalam output meningkat dan biaya menurun disebabkan oleh teknologi. Karakteristik petani yang digunakan dalam fungsi adalah contract farming, status kepemilikan tanah, skala usaha, pendidikan, umur petani, jumlah tanggungan keluarga. Hasil menunjukkan bahwa petani dengan umur lebih muda, pendidikan yang lebih tinggi maka efisiensi teknisnya lebih tinggi. Karakteristik yang secara positif berpengaruh terhadap efisiensi alokatif dan ekonomis adalah contract farming, status kepemilikan tanah, skala usaha, sedangkan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh negatif terhadap efisiensi alokatif.
28
Daryanto, Battese, dan Fleming (2001) menggunakan analisis stochastic frontier untuk menganalisis efisiensi teknis petani padi yang menggunakan beberapa sistem irigasi pada tiga musim tanam yang berbeda di Jawa Barat. Sistem irigasi terdiri dari sistem irigasi teknis, setengah teknis, sederhana dan desa. Fungsi produksi dugaan yang digunakan adalah fungsi produksi translog stochastic frontier, dengan model efek inefisiensi teknis non-netral. Faktorveriabel penjelas disertakan di dalam model efek inefisiensi teknis terdiri dari: (1) logaritma luas lahan, (2) rasio tenaga kerja yang disewa terhadap total tenaga kerja, dan (3) partisipasi petani di dalam program intensifikasi. Hasil penelitian menunjukkan: (1) model fungsi produksi stochastic frontier yang digunakan, secara signifikan dapat diterima. Dengan kata lain, fungsi produksi rata-rata tidak cukup menggambarkan efisiensi dan inefisiensi teknis yang terjadi didalam proses produksi, (2) rata-rata nilai inefisiensi teknis dari petani sampel berada pada kisaran 59-87 persen, dan terdapat pada setiap petani sampel disertai sistem irigasi dan musim tanam, (3) semua faktor penjelas didalam model efek inefisiensi teknis fungsi produksi stochastic frontier, secara signifikan mempengaruhi inefisiensi teknis, (4) ukuran lahan dan rasio tenaga kerja, memberikan pengaruh yang tidak sama terhadap inefisensi teknis disetiap sistem irigasi dan musim tanam. Sumaryanto, Wahida, dan Siregar (2003) tentang determinan efisiensi teknis usahatani padi di lahan sawah irigasi menggunakan TE effect model dengan pendekatan
fungsi
produksi
stochastic
frontier
yang
bertujuan
untuk
mengevaluasi tingkat pencapaian produktivitas usahatani padi yang telah dicapai oleh petani beserta sebarannya, serta faktor-faktor utama yang mempengaruhi produktivitas usahatani padi yang dicapai di daerah irigasi DAS Brantas tahun
29
1999/2000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat efisiensi yang dicapai petani adalah 0.713 dengan koefisien variasi 0.184. Faktor-faktor utama yang mempengaruhi tingkat pencapaian efisiensi teknis adalah peranan usahatani sebagai sumber pendapatan rumahtangga petani, indeks diversifikasi pola tanaman di hamparan blok tersier dimana lahan petani berada, dan status garapan usahatani. Satria (2003) tentang kajian efisiensi teknis usahatani padi sawah pada petani peserta sekolah lapang pengendalian hama terpadu (SLPHT) di Sumatera Barat
menggunakan
fungsi
produksi
stochastic
frontier
Cobb-Douglas
menyatakan bahwa nitrogen, penggunaan tenaga kerja, insektisida, irigasi dan SLPHT mempunyai hubungan positif dan berpengaruh nyata terhadap nilai produksi. Rodentisida mempunyai hubungan negatif dan berpengaruh nyata terhadap produksi. PHT mempunyai hubungan negatif, tetapi tidak berpengaruh nyata. Peningkatan produksi padi di Propinsi Sumatera Barat dapat dilakukan dengan cara mengoptimumkan penggunaan input. Hasil perhitungan efisiensi teknis diantara petani anggota SLPHT sebesar 66 persen menunjukkan bahwa peluang untuk meningkatkan efisiensi teknis usahatani sebesar 34 persen jika dibandingkan dengan praktek dari petani terbaik (the best farmers practice). Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut diketahui bahwa penelitian terfokus di wilayah Jawa, sehingga penelitian ini mencoba mengkaji mengenai pengaruh kredit terhadap pendapatan dan efisiensi usahatani padi sawah di kabupaten pemekaran baru yang berada di wilayah luar Jawa. Penelitian ini akan mengkaji permasalahan tersebut menggunakan pendekatan analisis pendapatan usahatani dan analisis fungsi produksi stochastic frontier berkaitan dengan adanya
30
program pemerintah berupa BPLM terhadap usahatani padi sawah di Kabupaten PPU . 2.3. Kerangka Pemikiran Operasional
Kabupaten PPU merupakan salah satu kabupaten dengan produksi dan produktivitas usahatani padi sawah masih rendah, tetapi permintaan akan beras masih tinggi, potensi sumberdaya lahan untuk pengembangan usahatani padi sawah dan tingkat produktivitas yang masih dapat ditingkatkan. Kendalanya penggunaan faktor produksi yang belum optimal akibat keterbatasan modal sehingga
efisiensi
usahatani
diduga
juga
rendah.
Pemerintah
daerah
mengupayakan program peningkatan produksi dan produktivitas padi sawah, yaitu dengan program BPLM. Penelitian ini akan menganalisis pengaruh BPLM terhadap produksi, pendapatan dan efisiensi usahatani padi sawah dengan melihat perbandingan antara petani penerima BPLM dan petani bukan penerima BPLM. Untuk mengetahui pelaksanaan BPLM dianalisis melalui pola mekanisme penyaluran, pemanfaatan, dan pengembalian BPLM. Berdasarkan hasil analisis akan diperoleh pengaruh BPLM terhadap produksi, pendapatan, dan efisiensi usahatani padi sawah antara petani penerima BPLM dan bukan penerima BPLM serta pelaksanaan BPLM maka dapat digunakan sebagai evaluasi bagi pemerintah daerah Kabupaten PPU terhadap program dan keberlanjutan dari program BPLM tersebut. Berdasarkan uraian tersebut maka kerangka pemikiran operasional penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 5.
31
Permasalahan Usahatani Padi Sawah di Kabupaten PPU: Produksi dan Produktivitas rendah
Program Peningkatan Produktivitas Padi
Pemerintah Daerah Kabupaten PPU
BPLM: - Meningkatkan Produksi dan Produktivitas - Meningkatkan Pendapatan
Petani Bukan Penerima BPLM
Petani Penerima BPLM
Analisa Pelaksanaan BPLM: - Penyaluran - Pemanfaatan - Pengembalian
Perbandingan Pengaruh BPLM terhadap Pendapatan dan Efisiensi Usahatani Padi Sawah: - Analisa Stochastic Frontier - Analisa Pendapatan
Penyempurnaan Program BPLM
Gambar 5. Diagram Alur Kerangka Pemikiran Operasional Pengaruh BPLM Terhadap Pendapatan dan Efisiensi Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara
III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten PPU. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive karena Kabupaten PPU merupakan daerah sentra produksi padi yang menerima program BPLM, memiliki lahan potensial untuk pengembangan padi sawah dan peluang pasar yang menguntungkan. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Juni sampai Agustus 2007. 3.2. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer mencakup karakteristik petani, input dan output usahatani, harga input dan output serta data lainnya yang dapat membantu tercapainya tujuan penelitian ini. Data primer dalam penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara dengan responden menggunakan daftar pertanyaan (kuisioner). Data sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen program BPLM dan publikasi dari berbagai lembaga pemerintah seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Balai Penyuluhan Pertanian, Kantor Kecamatan Babulu dan Badan Pusat Statistik Kabupaten PPU baik secara langsung maupun tidak langsung yang berhubungan dengan BPLM. 3.3. Metode Pengambilan Contoh Pengembangan komoditas padi di Kabupaten PPU terdapat di empat kecamatan yaitu Kecamatan Penajam, Babulu, Waru, dan Sepaku. Kecamatan Babulu dipilih secara purposive sebagai lokasi contoh dengan pertimbangan Kecamatan Babulu sentra produksi padi sawah di Kabupaten PPU dengan
33
kemampuan produksi mencapai 50 persen dan kecamatan yang keseluruhan desanya memperoleh BPLM. Tabel 3. Dasar Penetapan Kecamatan Contoh Kecamatan
1. Babulu 2. Waru
Luas Panen (ha) 6 068
Produksi Padi Sawah (ton) 26 153
Potensi Lahan (ha) 12 167
Desa Penerima BPLM 10
Kelompok Tani Penerima BPLM 56
665
2 793
3 500
3
6
3. Penajam
3 376
14 179
7 614
4
13
4. Sepaku
1 206
6 210
1 480
7
14
Sumber: Dinas Tanaman Pangan Kabupaten PPU, 2006 Selanjutnya pada kecamatan terpilih ditentukan 2 desa sebagai lokasi penelitian. Penentuan desa terpilih berdasarkan penyebaran jumlah kelompok tani penerima BPLM sejak tahun 2003–2005 (Lampiran 3). Dua desa terpilih adalah Desa Rawa Mulia dan Desa Babulu Darat. Setelah diperoleh lokasi pengambilan contoh, pengambilan contoh dilakukan secara sengaja (purposive) berdasarkan status petani dalam program BPLM, yaitu petani padi sawah penerima BPLM dan petani padi sawah bukan penerima BPLM. Metode dengan cara membandingkan keadaan usahatani dengan BPLM dan tanpa BPLM (with and without method) ini didasarkan pada pertimbangan, yaitu metode ini mampu mengontrol perkembangan teknologi dan data yang diperoleh akan lebih akurat, sebab petani hanya mengingat data pola tanam yang baru lewat. Jumlah pengambilan petani contoh dilakukan secara proporsional. Total petani contoh yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 80 petani contoh dengan pembagian 35 petani contoh penerima BPLM dan 45 petani contoh bukan penerima BPLM. Hal ini didasarkan pada perbandingan jumlah kelompok tani
34
penerima BPLM dan kelompok tani bukan penerima BPLM yaitu 56 : 70. Tahapan pengambilan contoh petani disajikan pada Gambar 6. Kabupaten PPU
Kecamatan Babulu
Desa Rawa Mulia
Desa Babulu Darat
Petani Contoh Penerima BPLM
Petani Contoh Non Penerima BPLM
35 Petani Contoh
45 Petani Contoh
Gambar 6. Kerangka Pengambilan Contoh 3.4. Metode Analisis 3.4.1.
Analisis Pelaksanaan Masyarakat
Program
Bantuan
Pinjaman
Langsung
Untuk melakukan analisis terhadap pelaksanaan program BPLM, dilakukan dengan metode deskriptif kualitatif. Tujuannya untuk membuat deskripsi berkaitan dengan faktor-faktor yang ada dalam program BPLM yang menurut penerima sangat mempengaruhi kinerja mereka terhadap pemanfaatan BPLM, dan faktor-faktor yang menurut penerima perlu ditingkatkan karena kondisi saat ini belum sesuai dengan petunjuk pelaksanaan. Pengukuran faktor dilakukan dengan membandingkan antara tingkat kepentingan petani sebagai penerima program BPLM dan tingkat kinerja dari
35
program BPLM yang dirasakan oleh petani penerima. Analisis yang digunakan adalah importance-performance analysis (IPA) (Rangkuti, 2006). IPA diperlukan dalam penelitian ini guna menjelaskan faktor-faktor dalam program BPLM yang berpengaruh terhadap efisiensi dan inefisiensi teknis usahatani. Proses pengumpulan data dilaksanakan dengan melakukan survei ke lapangan. Tahap pertama dilakukan wawancara dengan pejabat di lingkungan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Pemerintah Daerah Kabupaten PPU untuk mengetahui persepsi aparat tentang faktor-faktor yang menjadi dasar penilaian pelaksanaan program BPLM. faktor-faktor program BPLM yang diukur terdiri atas 12 poin, meliputi: (1) ketersediaan dana BPLM, (2) kemudahan dalam persyaratan penerima BPLM, (3) pembuatan proposal penggunaan dana, (4) keberadaan potongan-potongan/bunga/biaya lain, (5) sosialisasi program BPLM, (6) seleksi calon penerima BPLM, (7) keterlibatan petani dalam perencanaan teknis, (8) pelatihan dan pendampingan penyuluh, (9) kesesuaian dana yang diterima dengan kebutuhan usahatani, (10) waktu pengembalian dana pinjaman, (11) tingkat pengembalian dana melalui rekening kelompok tani, dan (12) tingkat perguliran dana pada kelompok lain. Tahap kedua dilakukan penyebaran dan pengisian kuesioner oleh para petani penerima BPLM. Data hasil survei diolah untuk mendapatkan gambaran tentang persepsi dari pihak penerima. Persepsi digambarkan dalam diagram Kartesius. Tahap ketiga, menghitung nilai rata-rata tingkat kepentingan dan tingkat kinerja untuk setiap faktor dengan rumus sebagai berikut: k
Ri =
∑ Ri i =1
n
................................................................................................(3.1)
36
k
Si =
∑ Si i =1
n
.................................................................................................(3.2)
dimana:
Ri Si n
= Bobot rata-rata tingkat penilaian kinerja faktor ke-i = Bobot rata-rata tingkat penilaian kepentingan faktor ke-i = Jumlah petani contoh
Rentang skala Importance-Performance yang digunakan adalah skala Likert, dengan nilai terendah adalah 1 (satu) dan nilai tertinggi adalah 5 (lima). Kriteria jawaban tingkat kepentingan terdiri atas: SP = sangat penting (nilai 5), P = penting (nilai 4), CP = cukup penting (nilai 3), KP = kurang penting (nilai 2), dan TP = tidak penting (nilai 1), sedangkan kriteria jawaban tingkat kinerja terdiri atas: SB = sangat baik (nilai 5), B = baik (nilai 4), CB = cukup baik (nilai 3), KB = kurang baik (nilai 2), dan TB = tidak baik (nilai 1).
Tahap keempat, membuat grafik IPA dengan mempergunakan nilai rata-rata tingkat kinerja pada sumbu X dan tingkat kepentingan pada sumbu Y untuk mengetahui secara spesifik letak masing-masing faktor pada IP-matrix. Nilai ratarata tingkat kepentingan dan tingkat kinerja untuk keseluruhan faktor dihitung dengan rumus sebagai berikut: k
Ri =
∑ Ri i =1
a
................................................................................................(3.3)
k
Si =
∑ Si i =1
a
.................................................................................................(3.4)
dimana: Ri
= Nilai rata-rata kinerja faktor
Si a
= Nilai rata-rata kepentingan faktor = jumlah faktor
37
Selanjutnya, tahap kelima dilakukan evaluasi terhadap faktor sesuai dengan kuadran masing-masing untuk memberi gambaran sebagai dasar bagi pemerintah daerah Kabupaten PPU tentang tindakan apa yang harus dilakukan untuk memperbaiki kinerja program BPLM demi meningkatkan kesejahteraan petani. 3.4.2. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Untuk menduga hubungan antar variabel bebas dengan variabel terikat dan menganalisis pengaruh program BPLM dan faktor lainnya terhadap produksi padi digunakan model fungsi produksi Cobb-Douglas. Pemilihan variabel faktor produksi yang diikut sertakan dalam model penduga didasarkan pada teori ekonomi dan hasil-hasil penelitian yang ada. Model penduga yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari delapan variabel bebas yaitu tujuh variabel input produksi dan satu variabel dummy. Variabel dummy penerima BPLM dan dummy bukan penerima BPLM digunakan untuk mengetahui pengaruh program BPLM terhadap produksi padi sawah. Model empiris fungsi produksi stochastic frontier Cobb-Douglas yang digunakan dalam penelitian ini dirumuskan pada persamaan berikut: ln Y = β 0 + β1 ln X 1 + β 2 ln X 2 + β 3 ln X 3 + β 4 ln X 4 + β 5 ln X 5 + β 6 ln X 6 + β 7 D1 + e ( g ) .................................................................................(3.5)
dimana: Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 D1
= jumlah total produksi padi (kg gabah kering panen) = luas lahan usahatani padi (hektar) = jumlah benih padi (kg) = pupuk N (kg) = pupuk P (kg) = pupuk K (kg) = tenaga kerja (keluarga + buruh + ternak + mesin) (HOK) = variabel dummy untuk BPLM (BPLM = 1 jika petani penerima
38
BPLM, BPLM = 0 jika petani bukan penerima BPLM) eg = error, dimana eg = vi-ui vi = a symmetric, normally distributed random error ui = a one-sided error term (ui ≤ 0) Tanda parameter yang diharapkan adalah: β 1 , β 2 , β 3 , β 4 , β 5 , β 6 , β 7 > 0 . Analisis data untuk mengetahui pengaruh BPLM terhadap pendapatan dan efisiensi usahatani padi sawah dilakukan dengan membandingkan hasil yang diperoleh dari hasil perhitungan alat analisis yang digunakan antara petani penerima BPLM dan petani bukan penerima BPLM menggunakan uji t. 3.4.3. Analisis Efisiensi Teknis dan Inefisiensi Analisis efisiensi teknis dapat diukur dengan menggunakan rumus berikut: TE i = E [exp(−U i ) / ε i ]
i = 1,2,3,...,N ..........................................(3.6)
dimana TEi adalah efisiensi teknis petani ke-i, exp(− E [u i ∈i ]) adalah nilai harapan (mean) dari ui dengan syarat ∈i , jadi 0 ≤ TE i ≤ 1 . Nilai efisiensi teknis tersebut berhubungan terbalik dengan efek inefisiensi teknis dan hanya digunakan untuk fungsi yang memiliki jumlah output dan input tertentu (cross section data). Nilai efisiensi teknis petani dikategorikan cukup efisien jika bernilai > 0.7 dan dikategorikan belum efisien jika bernilai ≤ 0.7. Model efek inefisiensi yang digunakan dalam penelitian ini mengacu kepada model efek inefisiensi teknis yang dikembangkan oleh Battese dan Coelli (1998). Variabel ui yang digunakan untuk mengukur efek inefisiensi teknis, diasumsikan bebas dan distribusinya terpotong normal dengan N ( μ it , σ 2 ) . Efek inefisiensi teknis dinyatakan sebagai berikut: u i = δ 0 + δ 1 Z 1 + δ 2 Z 2 + δ 3 Z 3 + δ 4 Z 4 + δ 5 Z 5 + δ 6 Z 6 + δ 7 Z 7 + δ 8 Z 8 .........(3.7) dimana: ui
= efek inefisiensi teknis
39
δ0
= konstanta Z1 = umur petani (tahun) Z2 = tingkat pendidikan formal petani (tahun) Z3 = pengalaman petani (tahun) Z4 = pendapatan total (Rp juta) Z5 = luas lahan (hektar) Z6 = rasio anggota keluarga yang tidak bekerja dengan anggota keluarga yang bekerja Z7 = dummy suku (Jawa = 1, Bukan Jawa = 0) Z8 = variabel dummy untuk BPLM (BPLM = 1 jika petani penerima BPLM, BPLM = 0 jika petani bukan penerima BPLM) e = error term Tanda parameter yang diharapkan adalah: δ 1 , δ 6 > 0, δ 2 , δ 3 , δ 4 , δ 5 , δ 7 , δ 8 < 0. Agar konsisten maka pendugaan parameter fungsi produksi dan inefficiency function (persamaan 3.5 dan persamaan 3.7) dilakukan secara simultan dengan program FRONTIER 4.1 (Coelli, 1996). Pengujian parameter stochastic frontier dan efek inefisiensi teknis dilakukan dengan dua tahap. Tahap pertama merupakan pendugaan parameter β j dengan menggunakan metode OLS. Tahap kedua merupakan pendugaan seluruh parameter β 0 , β j ,variasi ui dan vi dengan mengunakan metode maximum Likelihood (MLE). Pada tingkat kepercayaan α adalah 5 % dan 10 %, sedangkan kriteria uji yang digunakan adalah uji generalized likelihood-ratio satu arah, dengan persamaan uji sebagai berikut : ⎧ ⎡ L( Ho) ⎤ ⎫ LR = −2⎨ Ln ⎢ ⎥ ⎬ = −2{Ln[ L( Ho)] − Ln[ L( H 1 )] ...........................(3.8) L ( H ) 1 ⎦⎭ ⎩ ⎣
dimana L (Ho) dan L (H1) masing-masing adalah nilai dari fungsi likelihood dari hipotesis nol dan hipotesis alternatif. Kriteria uji : LR galat satu sisi > x 2 restriksi (tabel Kodde Palm) maka tolak Ho LR galat satu sisi < x 2 restriksi (tabel Kodde Palm) maka terima Ho
40
Jika Ho : γ = δ 0 = δ 1 ........δ 8 = 0, menyatakan bahwa efek inefisiensi teknis tidak ada dalam model fungsi produksi. Jika hipotesis ini diterima, maka model fungsi produksi rata-rata sudah cukup mewakili data empiris. Hasil pengolahan program FRONTIER 4.1 menurut Aigner et al. (1877), Jondrow et al. (1982) ataupun Greene (1993), akan memberikan nilai perkiraan varians dalam bentuk parameterisasi sebagai berikut:
σ 2 = σ v2 + σ u2 .........................................................................................(3.9)
γ =
σ u2 .................................................................................................(3.10) σ v2
Parameter dari varians ini dapat mencari nilai γ , oleh sebab itu nilai 0 ≤ γ ≤ 1 . Nilai parameter γ merupakan kontribusi dari efisiensi teknis di dalam efek residual total. 3.4.4. Analisis Efisiensi Alokatif dan Ekonomis Efisiensi alokatif dan ekonomis dianalisis menggunakan pendekatan dari sisi input. Sebelum mengukur efisiensi alokatif dan ekonomis, terlebih dahulu diturunkan fungsi biaya dual dari fungsi produksi stochastic frontier. Bentuk fungsi biaya dual yang diturunkan dari fungsi produksi stochastic frontier adalah: 7
α
Ci = k Π Px ji j .YO ................................................................................(3.11) r
j =1
−1
dimana
−r
− ⎛ ⎞ ⎤ 1⎡ α i = rbi , r = ⎜⎜ ∑ b j ⎟⎟ , k = ⎢ β 0 Π bi b j ⎥ dan r⎣ j ⎦ ⎝ j ⎠
bi untuk
i
=
1,2,...,7
merupakan nilai parameter β j hasil estimasi fungsi stochastic frontier. PXj merupakan harga dari input-input produksi ke-j. Harga tersebut diperoleh dari harga input yang berlaku di daerah penelitian pada saat penelitian berlangsung. Variabel YO merupakan tingkat output observasi dari petani contoh.
41
Efisiensi ekonomis diperoleh dari rasio biaya produksi minimum terhadap biaya total produksi observasi.
EEi =
C * E (Ci μ i = 0, Yi , Pi ) = = E [exp(U i ) ε i ] ..................................(3.12) C E (Ci μ i , Yi , Pi )
Efisiensi alokatif per individu usahatani diperoleh dari efisiensi teknis dan ekonomis sebagai berikut: AE =
EE ................................................................................................(3.13) TE
3.5. Definisi Operasional Guna memudahkan pengumpulan data, peubah-peubah yang digunakan terlebih dahulu didefinisikan dan diukur mengacu pada konsep berikut ini: 1. Efisiensi diartikan sebagai keadaan maksimum yang dapat dicapai dengan penggunaan input tertentu. Efisiensi teknis adalah pencapaian maksimum dari kemungkinan tingkat produksi untuk tiap kombinasi penggunaan input yang digunakan. Efisiensi alokatif adalah kemampuan memilih tingkat input optimal pada harga input tertentu. Efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi teknis dan efisiensi harga. 2. Pendapatan usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran usahatani. 3. Produksi padi sawah (Y) adalah jumlah padi sawah yang dihasilkan dalam satu musim tanam dalam bentuk gabah kering panen. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). 4. Luas lahan untuk tanaman padi (X1) adalah lahan tempat petani melakukan usahatani padi sawah. Satuan ukurannya adalah hektar (ha). Lahan yang digunakan diasumsikan memiliki tingkat kesuburan yang tidak jauh berbeda.
42
Harga lahan (PX1) dihitung dari harga sewa lahan per hektar yang berlaku umum di daerah penelitian untuk satu kali musim tanam, dihitung dengan satuan rupiah per hektar (Rp/ha) 5. Benih (X2) adalah jumlah benih padi yang digunakan petani untuk satu kali musim tanam. Satuannya adalah kilogram. Harga benih (PX2) adalah harga beli benih per kilogram yang berlaku umum di daerah penelitian dan didasarkan kepada jenis benih, dihitung dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg) 6. Pupuk nitrogen (X3) adalah jumlah pupuk yang mengandung unsur N yang digunakan petani padi sawah selama satu kali musim tanam. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). Harga pupuk nitrogen (PX3) adalah tingkat harga pupuk nitrogen yang berlaku umum di daerah penelitian, dihitung dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg). 7. Pupuk fosfor (X4) adalah jumlah pupuk yang mengandung unsur P yang digunakan petani padi sawah selama satu kali musim tanam. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). Harga pupuk nitrogen (PX4) adalah tingkat harga pupuk nitrogen yang berlaku umum di daerah penelitian, dihitung dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg). 8. Pupuk kalium (X5) adalah jumlah pupuk yang mengandung unsur K yang digunakan petani padi sawah selama satu kali musim tanam. Satuan ukuran yang digunakan adalah kilogram (kg). Harga pupuk nitrogen (PX5) adalah tingkat harga yang berlaku umum di daerah penelitian, dihitung dalam satuan rupiah per kilogram (Rp/kg).
43
9. Tenaga kerja total (X6) adalah jumlah total tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi. Satuan yang digunakan adalah Hari Orang Kerja (HOK). Pengukuran dilakukan dengan mengkonversi satuan ke dalam hari kerja setara pria berdasarkan upah yang berlaku. Harga tenaga kerja (PX6) dihitung sama dengan besarnya tingkat upah petani yang berlaku umum di daerah penelitian, dihitung dengan satuan rupiah per hari orang kerja (Rp/HOK). 10. Umur petani (Z1) adalah usia petani pada saat penelitian dilakukan dan dinyatakan dalam tahun. 11. Tingkat pendidikan formal petani (Z2) adalah jumlah waktu yang dibutuhkan petani untuk menempuh pendidikan formal, dinyatakan dalam tahun. 12. Pengalaman petani (Z3) adalah lamanya waktu yang telah dilalui petani sejak pertama kali menanam padi hingga pada penelitian dilakukan, dinyatakan dalam tahun. 13. Pendapatan total petani (Z4) adalah besarnya pendapatan yang diperoleh petani dari usahatani padi sawah dan usaha lain dalam juta rupiah per tahun (Rp juta/thn). 14. Dependency ratio (Z5) adalah rasio anggota keluarga yang tidak bekerja terhadap anggota keluarga yang bekerja. 15. Luas lahan keseluruhan yang dimiliki petani (Z6) adalah luasan lahan keseluruhan yang diusahakan diukur dalam hektar. 16. Suku (Z7) adalah variabel dummy yang digunakan untuk menunjukkan suku asal petani (1= suku Jawa, 0=suku luar Jawa).
44
17. BPLM (D1 dan Z8) adalah variabel dummy untuk menunjukkan status petani dalam program BPLM, (1 petani penerima BPLM, 0= petani bukan penerima BPLM
IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PRODUKSI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN
4.1. Gambaran Umum Wilayah Kabupaten PPU secara geografis terletak pada posisi 116o19’30”- 116o56’35” Bujur Timur dan 00o48’29”-01o36’37” Lintang Selatan. Secara keseluruhan Kabupaten PPU memiliki luas wilayah 3 333.06 km2. Secara administratif, Kabupaten PPU terdiri dari 4 kecamatan (Lampiran 1). Kabupaten PPU memiliki batas wilayah sebagai berikut: sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Loa Janan dan Loa Kulu, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Samboja, Kota Balikpapan dan Selat Makasar, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Long Kali, dan sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Long Kali dan Kecamatan Bongan. Pemerintah Daerah Kabupaten PPU dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2002, diresmikan tanggal 10 April 2002 sebagai hasil dari pemekaran Kabupaten Pasir. Berdasarkan topografinya, Kabupaten PPU didominasi dengan bentuk wilayah berbukit dengan kemiringan lahan berkisar antara 15 sampai 40 persen. Bahkan pada sebagian wilayah ditemukan kawasan dengan kemiringan lahan lebih dari 40 persen. Bentuk wilayah datar berombak (kemiringan lahan 0 sampai 8 persen) umumnya hanya berada pada daerah-daerah sepanjang aliran sungai, sepanjang garis pantai dan lembah pertemuan pada kawasan perbukitan. Berdasarkan jenis tanah, Kabupaten PPU didominasi oleh jenis ultisol yang mencapai lebih dari 50 persen dari luas wilayah. Berdasarkan kelas kesesuaian lahan aktual untuk berbagai penggunaan budidaya pertanian, maka semua kecamatan di Kabupaten PPU sesuai untuk penanaman padi sawah.
46
Secara umum iklim di Kabupaten PPU tergolong tropik basah dengan curah hujan rata-rata lebih dari 2500 mm per tahun dan jumlah hari hujan rata-rata lebih dari 116 hari per tahun. Musim kemarau berkisar antara Mei sampai Oktober dan musim penghujan antara November sampai April dengan suhu rata-rata antara 20–30º C. Jumlah penduduk Kabupaten PPU pada tahun 2005 berjumlah 124.2 ribu jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.5 persen per tahun. Jumlah penduduk yang bekerja pada tahun 2005 sebanyak 43.67 ribu jiwa dan sebesar 38.67 persen bekerja di sektor pertanian. Menurut kelompok umur, persentase penduduk usia produktif sebesar 62.93 persen. Berdasarkan distribusi penduduk menurut kelompok umur dapat dihitung besarnya dependency ratio atau angka ketergantungan. Angka ketergantungan menunjukkan jumlah penduduk yang secara ekonomi tidak aktif per seratus penduduk yang aktif secara ekonomi. Dependency ratio dapat diukur dengan menggunakan rasio antara jumlah penduduk kelompok 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas terhadap penduduk kelompok umur 15-64 tahun. Angka ketergantungan di Kabupaten PPU sebesar 58.9 pada tahun 2005. 4.2. Gambaran Umum Produksi Padi Sawah dan Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat di Daerah Penelitian Berdasarkan sumbangan terhadap produksi padi sawah di Kabupaten PPU, Kecamatan Babulu merupakan sentra produksi padi sawah di Kabupaten PPU. Produksi padi sawah di Kabupaten PPU untuk setiap tahunnya selama 2003-2006 sebesar 33 persen berasal dari produksi padi sawah di Kecamatan Babulu. Perkembangan padi sawah di Kecamatan Babulu dilihat dari sisi luas panen, produksi, dan produktivitas memperlihatkan kecenderungan yang meningkat,
47
masing-masing dengan kenaikan 3.92 persen (luas panen), 8.77 persen (produksi), dan 4.73 persen (produktivitas). Meskipun mengalami peningkatan, namun peningkatan rata-rata per tahun di Kecamatan Babulu lebih rendah dari pada peningkatan rata-rata di Kabupaten PPU yang mencapai 19.87 persen, 31.59 persen, dan 10.72 persen sebagaimana disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2003-2006 Kecamatan Babulu Tahun
Kabupaten PPU
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Rata-Rata (Ton/ha)
Luas Panen (Ha)
Produksi (Ton)
Rata-Rata (Ton/ha)
2003
5 856
28 014
4.78
7 700
29 526
3.83
2004
5 428
27 682
5.09
10 878
44 426
4.08
2005
6 249
33 118
5.29
11 081
57 105
5.15
2006
6 495
35 722
5.49
12 906
66 114
5.12
Rata-rata
6 007
31 134
5.16
10 641
49 293
4.55
Peningkatan rata-rata per tahun (%)
3.92
8.77
4.73
19.87
31.59
10.72
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten PPU, 2007 Peningkatan rata-rata per tahun yang lebih tinggi pada tingkat Kabupaten PPU menunjukkan ada upaya dari pemerintah daerah untuk meningkatkan produksi di semua kecamatan tidak terfokus pada satu kecamatan. Upaya tersebut dapat dilihat dari target tanam padi sawah di Kabupaten PPU untuk tahun 20072009 yang menunjukkan peningkatan luas tanam sebesar 18.59 persen. Penambahan luas areal tanam diharapkan mampu meningkatkan produksi. Upaya pemerintah daerah Kabupaten PPU ini juga didukung dengan kebijakan mengenai peningkatan ketahanan pangan yang direalisasikan berupa program BPLM. Program ini diharapkan dapat membantu petani dalam meningkatkan produksi padi sawah.
48
Program BPLM untuk usahatani padi sawah di Kabupaten PPU meliputi peningkatan produktivitas padi (P3) dan perluasan areal tanam (PAT). Adapun realisasi penyaluran dan pengembalian dana BPLM untuk usahatani padi sawah di Kabupaten PPU disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Realisasi Penyaluran dan Pengembalian Dana Program BPLM di Kabupaten Penajam Paser Utara Terhitung sampai dengan Oktober 2006 Kecamatan
Babulu
Kelompok Tani Realisasi Penyaluran Penerima BPLM (Juta Rp) 2003 2004 2005 2003 2004 2005 22 22 12 470 440 300
Waru
6
Pengembalian Dana (Juta Rp) 885.45
120
-
-
-
Penajam
10
-
3
350
-
-
190.97
Sepaku
12
2
-
310
40
75
102.58
Total
50
24
15
1250
480
375
1 179
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten PPU, 2007 Tabel 5 menunjukkan bahwa penyaluran dana program BPLM terbesar pada Kecamatan Babulu untuk setiap tahunnya. Berdasarkan dana program BPLM yang telah dikembalikan, lebih dari 75 persen berasal dari kelompok tani di Kecamatan Babulu. Pembiayaan program BPLM bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang bersifat stimulan dengan pola dekonsentrasi dan pola tugas pembantuan. Pengelolaan sumber pembiayaan mengacu pada UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang No. I Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara. Pelaksanaan program BPLM di masing-masing kecamatan memerlukan sarana dan prasarana penunjang. Ketersediaan sarana yang memadai memudahkan petani dalam proses produksi dan penanganan pasca panen. Gambaran mengenai
49
ketersediaan sarana dan prasarana pertanian penunjang usahatani padi sawah di Kabupaten PPU disajikan pada Tabel 6. Tabel 6.
Sarana dan Prasarana Penunjang Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2005 (Unit) Peralatan Total Kecamatan Babulu Waru Penajam Sepaku 1.Traktor a. Roda 2 < 15 PK 196 26 63 20 305 b. Roda 4 < 25 PK 3 0 0 1 4 c. Roda 4 Besar < 50 PK 9 0 1 1 11 2. Hands Sprayer 1 471 161 120 333 2 085 3. Swing Fog 2 0 8 0 10 4. Emposan Tikus 15 0 15 0 30 5. Penggilingan Padi Besar 2 0 0 0 2 6. Penggilingan Padi Kecil 2 0 0 20 22 7. RMU 62 6 16 0 84 8. Pemecah Kulit Gabah 28 0 0 0 28 9. Penyosoh Beras 44 0 0 0 44 Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten PPU, 2006 Tabel 6 menunjukkan bahwa usahatani padi sawah cukup mendapat perhatian dengan tersedianya berbagai sarana dan prasarana dalam jumlah yang memadai. Kecamatan Babulu merupakan kecamatan yang memiliki sarana dan prasarana yang paling banyak dibandingkan kecamatan-kecamatan lain. Secara tidak langsung memperlihatkan bahwa kecamatan Babulu menjadi sentra usahatani padi sawah di Kabupaten PPU.
V. KERAGAAN USAHATANI PADI SAWAH DI DAERAH PENELITIAN
5.1. Karakteristik Petani Contoh Jumlah petani contoh dalam penelitian ini adalah 80 orang terdiri atas petani penerima BPLM 35 orang dan petani bukan penerima BPLM 45 orang. Berikut ini disajikan karakteristik petani contoh dan usahataninya. Pemaparan karakteristik ini diharapkan dapat menggambarkan kondisi sosial ekonomi petani dan keragaan usahatani padi sawah di Kabupaten PPU. Tabel 7. Sebaran Petani Contoh Menurut Umur, Pendidikan, Pengalaman, Jumlah Tanggungan, dan Suku Petani Contoh di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007 No.
Karakteristik Responden
Berdasarkan Umur (tahun): a. < 30 b. 30 – 40 c. 41-50 d. 51- 60 e. > 60 2. Berdasarkan Pendidikan (tahun): a. Tidak Sekolah (0 tahun) b. SD (0-6 tahun) c. SLTP (7-9 tahun) d. SLTA (10-12 tahun) e. Pendidikan Tinggi (> 12 tahun) 3. Berdasarkan Pengalaman (tahun): a. < 10 tahun b. 10-20 tahun c. 21-30 tahun d. > 30 tahun 4. Berdasarkan Jumlah Tanggungan Keluarga (orang): a. Tidak ada (0 orang) b. 1-2 orang c. 3-4 orang d. > 4 orang 5. Berdasarkan Suku: a. Jawa b. Bugis c. Banjar d. Pasir Jumlah
BPLM Jumlah Persen
Bukan BPLM Jumlah Persen
1.
Sumber: Analisis data primer, 2008
2 10 14 9 0
5.71 28.57 40.00 25.72 0.00
2 20 10 8 5
4.44 44.44 22.22 17.79 11.11
10 16 9 0 0
28.57 45.71 25.72 0.00 0.00
9 22 13 0 1
20.00 48.89 28.89 0.00 2.22
7 20 7 1
20.00 57.14 20.00 2.86
12 19 12 2
26.67 42.22 26.67 4.44
0 23 12 0
0.00 65.71 34.29 0.00
6 25 11 3
13.33 55.56 24.44 6.67
28 2 0 5 35
80.00 5.71 0.00 14.29 100.00
33 10 1 1 45
73.00 22.22 2.22 2.22 100.00
51
Tabel 7 menunjukkan bahwa petani contoh penerima BPLM dan bukan penerima BPLM sebagian besar berada pada usia produktif dalam berusaha, dengan tingkat pendidikan formal yang ditempuh sebagian besar berada pada tingkat sekolah dasar. Petani contoh seluruhnya memiliki pengalaman di atas lima tahun dalam berusahatani padi sawah. Jumlah tanggungan keluarga petani contoh rata-rata adalah 1-2 orang sehingga angka dependency ratio terhitung rendah. Petani contoh sebagian besar berasal dari suku Jawa. Dalam hal umur, pendidikan, pengalaman, jumlah tanggungan keluarga, dan suku petani contoh, tidak terdapat perbedaan antara petani penerima BPLM dan bukan penerima BPLM. 5.2. Klasifikasi dan Permodalan Usahatani Usahatani padi sawah di daerah penelitian umumnya hanya dilakukan satu kali musim tanam dalam satu tahun yang dimulai pada bulan Januari atau Pebruari. Lahan sawah yang diusahakan merupakan sawah berpengairan sederhana dan sawah tadah hujan. Klasifikasi usahatani padi sawah di Kabupaten PPU disajikan pada Tabel 8. Pemilikan lahan usahatani di daerah penelitian cukup bervariasi. Luas pemilikan lahan petani contoh rata-rata 2.16 hektar. Petani contoh penerima BPLM sebesar 80 persen memiliki lahan seluas 1-2 hektar, sedangkan petani contoh bukan penerima BPLM sebesar 71.1 persen memiliki lahan di atas 2 hektar. Ini berarti bahwa petani contoh penerima BPLM memiliki lahan usaha yang relatif lebih sempit dibandingkan petani contoh bukan penerima BPLM. Kepemilikan sawah terutama pada petani contoh penerima BPLM sebagian besar
52
seluas 1 hektar. Luasan sawah tersebut merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk dapat memperoleh BPLM. Tabel 8. Klasifikasi Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007 No.
Uraian
Berdasarkan Luas Sawah: a. ≤ 1.0 hektar b. 1.01- ≤ 2.0 hektar c. > 2.0 hektar 2. Berdasarkan Sistem Penanaman: a. Tebar Benih Langsung (Tabela) b. Transplanting 3. Berdasarkan Penggunaan Benih: a. Sesuai dosis anjuran b. Tidak Sesuai 4. Berdasarkan Penggunaan Pupuk Urea: a. Sesuai dosis anjuran b. Tidak Sesuai 5. Berdasarkan Penggunaan Pupuk SP 36: a. Sesuai dosis anjuran b. Tidak Sesuai c. Tidak Menggunakan 6. Berdasarkan Penggunaan Pupuk KCl : a. Sesuai dosis anjuran b. Tidak Sesuai c. Tidak Menggunakan 7. Berdasarkan Cara Perontokkan Hasil: a. Diiles b. Dipukul c. Dirontok 8. Berdasarkan Pola Tanam: a. Padi-Bera b. Padi-Tanaman palawija/sayur Jumlah
BPLM (n) (%)
Bukan BPLM (n) (%)
1.
28 7 0
80.00 20.00 0.00
28 12 5
62.22 26.67 11.11
5 30
14.29 85.71
6 39
13.33 86.67
17 18
48.57 51.43
20 25
44.44 55.56
8 27
22.86 77.14
4 41
8.89 91.11
3 31 1
8.57 88.57 2.86
8 33 4
17.78 73.33 8.89
6 14 15
17.14 40.00 42.86
5 13 27
11.11 28.89 60.00
0 6 29
0.00 17.14 82.86
1 12 32
2.22 26.67 71.11
27 8 35
77.14 22.86 100.00
28 17 45
62.22 37.78 100.00
Sumber: Analisis data primer, 2008 Berdasarkan persentase adopsi teknologi penanaman padi, petani contoh penerima BPLM dan bukan penerima BPLM sama-sama lebih banyak menggunakan sistem pindah tanam (transplanting) daripada sistem tebar langsung (tabela). Jarak tanam yang digunakan adalah 25 x 25 cm dan 30 x 30 cm. Penanaman dilakukan pada umur antara 21-30 hari setelah benih disemai.
53
Persentase jumlah petani contoh yang menggunakan benih sesuai dosis anjuran hampir sebanding dengan persentase jumlah petani yang menggunakan benih tidak sesuai anjuran pada petani contoh penerima BPLM. Namun, pada petani contoh bukan penerima BPLM, pengguna benih yang tidak sesuai dosis anjuran lebih lebih tinggi dibandingkan yang sesuai anjuran. Varietas benih yang digunakan dalam usahatani padi sawah cukup beragam, namun tidak terdapat perbedaan antara petani contoh penerima BPLM dan bukan penerima BPLM. Varietas benih yang digunakan antara lain: IR 42, IR 64, Sintanur, Muncul, Ciherang, dan Serang. Benih yang digunakan sebagian besar berasal dari hasil panen sebelumnya, baik dari hasil panen sendiri maupun dari hasil panen petani lain yang dibeli. Hanya sebagian kecil petani yang membeli benih dari Koperasi Unit Desa (KUD). Pupuk yang digunakan oleh petani contoh adalah urea, SP 36 dan KCl. Penggunaan pupuk oleh petani contoh penerima BPLM maupun petani contoh bukan penerima BPLM pada penelitian ini lebih banyak yang tidak sesuai dosis anjuran, baik urea, SP 36 maupun KCl. Urea digunakan oleh seluruh petani contoh, tetapi tidak untuk SP 36 dan KCl. Sebagian kecil petani contoh penerima BPLM dan bukan penerima BPLM ada yang tidak menggunakan SP 36 dan hampir separuh dari jumlah petani penerima BPLM maupun bukan penerima BPLM tidak menggunakan KCl. Penggunaan pupuk KCl yang rendah dan di bawah dosis anjuran disebabkan harga cukup mahal. Waktu pemberian pupuk umumnya pada umur tanam 7 sampai 30 hari setelah tanam. Penggunaan tenaga kerja petani contoh di daerah penelitian meliputi kegiatan
persiapan
lahan,
pengolahan
tanah,
penanaman,
penyiangan,
54
penyemprotan dan pemupukan, pemanenan, dan pasca panen. Kegiatan usahatani padi sawah di Kabupaten PPU rata-rata menggunakan tenaga kerja pria dengan upah per hari Rp 40 ribu. Tenaga kerja yang lebih banyak diperlukan pada kegiatan penanaman dan pemanenan. Penanaman menggunakan dua sistem, yaitu sistem upah harian dan upah borongan. Upah harian khusus tenaga kerja untuk penanaman sebesar Rp 25-30 ribu per HOK dan upah borongan sebesar Rp 600 ribu per hektar. Pengolahan tanah dilakukan dengan menggunakan traktor. Hitungan konversi traktor ke dalam HOK adalah berdasarkan harga sewa traktor dibagi dengan upah tenaga kerja pria per hari. Harga sewa traktor berkisar antara Rp 300-600 ribu per hektar atau 7.5-15 HOK. Hama yang sering menyerang padi sawah adalah tikus, ulat daun, wereng, walangsangit, dan penggerek batang, sedangkan penyakit yang menyerang adalah busuk batang. Jenis pestisida yang digunakan antara lain Spontan, Decis, Score, Matador, Super Tonik Prima, Posphin, Roundup, Gramoxone, dan Furadan. Frekuensi penyemprotan yang dilakukan petani contoh pada penelitian ini adalah 1-6 kali, sedangkan untuk pengendalian gulma selain dengan penyemprotan menggunakan herbisida, petani juga melakukan penyiangan gulma dengan frekuensi 1-3 kali. Panen dilakukan petani contoh secara keseluruhan menggunakan sabit. Berdasarkan cara perontokkan hasil panen ada tiga cara yang umum digunakan oleh petani contoh, yaitu dengan cara diiles menggunakan kaki, dipukul pada alas yang terbuat dari papan, dan dirontok menggunakan mesin perontok padi.
55
Sebagian besar petani contoh penerima BPLM dan bukan penerima BPLM menggunakan cara perontokkan hasil dengan menggunakan mesin perontok padi. Berdasarkan pola tanam yang dilakukan oleh petani contoh, petani contoh penerima BPLM lebih sedikit yang menggunakan pola tanam dengan pergiliran tanaman (22.46%) dibandingkan dengan petani bukan penerima BPLM (37.78%), sisanya menggunakan pola tanam dengan sistem bera. Artinya setelah penanaman padi sawah umumnya sawah diistirahatkan (tidak ditanami) hingga musim tanam berikutnya (sekitar 6-7 bulan). Pola pergiliran tanaman akan mempengaruhi pendapatan usahatani petani contoh di luar hasil padi sawah dan pendapatan berpengaruh terhadap modal usahatani. Modal kerja per hektar yang diperlukan oleh petani penerima BPLM lebih tinggi di bandingkan petani bukan penerima BPLM. Petani penerima BPLM membutuhkan modal antara Rp 262.25-487 ribu per hektar, sedangkan petani bukan penerima BPLM membutuhkan modal antara Rp 167.83–449.05 ribu per hektar. Modal yang digunakan petani penerima BPLM untuk membiayai usahatani padi sawah berasal dari modal sendiri ditambah dana BPLM. Sedangkan petani bukan penerima BPLM modal usahataninya sebagian besar berasal dari modal sendiri dan sisanya meminjam dari tengkulak. Rincian struktur permodalan usahatani padi sawah di Kabupaten PPU disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Struktur Permodalan Usahatani Padi Sawah per Hektar dari 80 Petani Contoh di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007 Uraian Modal Sendiri Modal Pinjaman Kebutuhan Modal Kerja Sumber: Analisis data primer, 2008
BPLM (Rp 000) (%) 2 682.87 1 017.64 3 700.51
72.50 27.50 100
Bukan BPLM (Rp 000) (%) 2 633.99 329.21 2 963.20
88.89 11.11 100
56
Tabel 9 menunjukkan bahwa permodalan usahatani padi sawah di Kabupaten PPU masih didominasi oleh modal sendiri. Hal ini didasari pemikiran bahwa keluarga tani umumnya relatif mampu memenuhi kebutuhan modal kerja usahataninya dengan menekan penggunaan input. Penelitian ini sejalan dengan hasil yang diperoleh Rachman, dkk (2005) tentang ekonomi kelembagaan sistem usahatani padi di Indonesia yang mengemukakan bahwa sebesar 65-90 persen petani membiayai usahataninya dengan modal sendiri dan terjadi penurunan persentase petani yang memanfaatkan jasa kredit dari 30-50 persen menjadi 10-35 persen. Persentase bantuan pemerintah melalui program BPLM terhadap permodalan masih relatif kecil. Hal ini didukung dengan informasi yang diperoleh dalam penelitian bahwa tambahan modal dari dana BPLM yang diperoleh petani penerima berkisar antara Rp 700 ribu–1.5 juta. Jumlah dana pinjaman BPLM ini baru mencukupi antara 18-38 persen dari modal usaha yang dibutuhkan oleh petani penerima. Petani penerima BPLM memiliki ketersediaan modal sendiri yang lebih rendah daripada petani bukan penerima BPLM. Ketersediaan modal petani untuk musim tanam berikutnya sangat dipengaruhi oleh penjualan hasil panen. Petani penerima BPLM cenderung melakukan penjualan langsung setelah panen dan sebagian besar kepada tengkulak, sedangkan petani bukan penerima BPLM melakukan penjualan gabah tidak secara langsung setelah panen namun dilakukan penyimpanan terlebih dahulu baru dijual jika diperlukan. Petani penerima BPLM sebanyak 74.28 persen melakukan penjualan kepada tengkulak, 17.14 persen ke penggilingan padi, dan sisanya ke pasar, sedangkan petani non penerima BPLM
57
sebanyak 51.11 persen melakukan penjualan kepada tengkulak dan sisanya ke penggilingan padi. Petani penerima BPLM belum mampu melakukan penyimpanan hasil panen disebabkan kebutuhan dana untuk membayar upah tenaga kerja luar keluarga, memenuhi kebutuhan hidup keluarga sehari-hari, serta untuk melakukan angsuran pinjaman dana BPLM yang mereka peroleh. Peran kelompok tani dalam penjualan hasil panen ini belum terlihat di daerah penelitian. Kelompok tani seharusnya mampu untuk melakukan fungsi pembelian gabah setelah panen dan selanjutnya dilakukan penanganan pascapanen sewajarnya agar gabah bisa disimpan, untuk kemudian dijual dengan harga lebih menguntungkan buat petani. Peran kelompok tani untuk melakukan pembelian gabah dari anggotanya ini terkendala dengan modal. Berdasarkan kondisi ini maka kelompok tani juga perlu diberi bantuan permodalan atau bekerjasama dengan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) atau Usaha Penggilingan Gabah Dolog (UPGD) sebagai bagian dari program ketahanan pangan guna memberikan harga yang wajar buat petani dan membantu permodalan petani. 5.3. Perbandingan Rata-rata Penggunaan Input dan Hasil antara Petani Penerima dan Petani Bukan Penerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat Tabel 10 menunjukkan rata-rata luas lahan, hasil, penggunaan Urea, KCl, total tenaga kerja, dan tenaga kerja luar keluarga secara signifikan berbeda antara petani penerima BPLM dan petani bukan penerima BPLM. Penggunaan benih, SP 36, dan tenaga kerja dalam keluarga tidak berbeda antara dua kelompok petani. Petani contoh penerima BPLM memiliki rata-rata luasan sawah 1.18 hektar lebih sempit dibandingkan dengan petani contoh bukan penerima BPLM dengan
58
rata-rata luasan sawah 1.5 hektar. Rata-rata produktivitas usahatani padi sawah petani penerima BPLM lebih tinggi dibandingkan petani bukan penerima BPLM dengan selisih 486 kilogram, nyata pada taraf 1 persen. Berdasarkan data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa program BPLM berhasil meningkatkan produksi melalui produktivitas lahan. Data rata-rata produktivitas Kabupaten PPU (Tabel 4) yang meningkat sejak pelaksanaan program mendukung hasil ini. Tabel 10. Rata-rata Luas Lahan, Hasil, dan Penggunaan Input 80 Petani Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007 Uraian
BPLM
Bukan BPLM
Rata-rata
Rata-rata
Rata-rata
Selisih
Produksi : Luas lahan (ha) Hasil (kg/ha) Input: 1. Benih (kg/ha) 2. Pupuk (kg/ha) a.Urea b. SP 36 c. KCl 3. Tenaga Kerja (HOK) a. TK Luar Keluarga b. TK Dalam Keluarga
1.18
1.50
0.32a
3 696.60
3 210.60
486a
36.98
37.50
0.52
107.90 55.20 41.50
85.60 55.10 21.20
81.12
63.90
44.73 36.38
32.51 31.40
22.3c 0.1 20.3b 17.22a 12.22a 4.98
Sumber: Analisis data primer, 2008 Keterangan: a, b, c signifikan pada taraf 0.01, 0.05, dan 0.10 Rata-rata jumlah Urea dan KCl yang diaplikasikan oleh petani penerima BPLM dalam pemupukan padi sawah secara signifikan lebih tinggi dibandingkan petani bukan penerima BPLM. Jika dibandingkan dengan data penggunaan pupuk sebelum adanya program BPLM, maka penggunaan kedua jenis pupuk ini mengalami peningkatan baik pada petani penerima BPLM maupun bukan penerima BPLM. Penambahan modal yang diberikan melalui program BPLM memungkinkan petani penerima BPLM mempergunakan dana tersebut untuk
59
meningkatkan penggunaan input, sedangkan selang waktu antara penelitian dengan awal pelaksanaan program dan letak lokasi usahatani yang saling berdekatan dan tercampur antara kedua kelompok petani memungkinkan program BPLM memberikan imbas kepada petani bukan penerima BPLM. Total tenaga kerja yang digunakan oleh petani penerima BPLM terutama tenaga kerja luar keluarga lebih tinggi dibandingkan petani bukan penerima BPLM. Hal ini disebabkan proporsi penggunaan tenaga kerja oleh petani penerima BPLM untuk penanaman dan pemanenan cenderung dilakukan dengan sistem borongan. Sistem borongan ini berhubungan erat dengan ketepatan waktu pelaksananaan kegiatan usahatani dan terbatasnya jumlah tenaga kerja dalam keluarga. 5.4. Perbandingan Biaya dan Pendapatan Usahatani antara Petani Penerima dan Petani Bukan Penerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat Hasil akhir yang diharapkan petani dari setiap proses produksi usahatani adalah pendapatan. Pendapatan usahatani padi sawah dalam penelitian ini diperoleh dari penerimaan dikurangi biaya produksi usahatani. Rata-rata penerimaan, biaya, dan pendapatan petani padi sawah per hektar di Kabupaten PPU tahun 2007 disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 menunjukkan tidak terdapat perbedaan pengeluaran biaya benih, Urea, SP 36, pestisida, dan biaya tenaga kerja dalam keluarga antara petani penerima BPLM dan bukan penerima BPLM. Penerimaan, biaya KCl, dan tenaga kerja luar keluarga menunjukkan perbedaan yang nyata antara dua kelompok petani. Komponen biaya terbesar yang dialokasikan petani untuk usahatani padi sawah adalah biaya tenaga kerja. Petani penerima BPLM mengalokasikan biaya
60
tenaga kerja yang lebih besar, sehingga secara keseluruhan biaya total usahatani yang dikeluarkan petani penerima BPLM lebih besar dibandingkan dengan petani bukan penerima BPLM. Penggunaan biaya total tenaga kerja yang lebih besar menyebabkan R/C rasio total petani penerima BPLM lebih kecil dibandingkan petani bukan penerima BPLM meskipun penerimaan lebih tinggi. Tabel 11. Rata-rata Penerimaan, Biaya, dan Pendapatan Petani Padi Sawah per Hektar di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007 (Ribu Rupiah) Uraian
BPLM Rata-rata
Penerimaan
Bukan BPLM (%)
7 393.20
Rata-rata
(%)
6 421.20
Ratarata Selisih 972a
Pengeluaran A. Biaya Tunai 1. Benih 2. Pupuk a.Urea b. SP 36 c. KCl 3. Pestisida 4. TK Luar Keluarga Total Biaya Tunai B. Biaya Diperhitungkan 1. TK Dalam Keluarga 2. Sewa Lahan Total Biaya Diperhitungkan
124.59
2.83
121.97
3.34
2.62
148.09 101.69 93.81 190.50 1 789.26 2 447.93
3.36 2.31 2.13 4.33 40.64 55.60
128.36 104.24 53.61 190.40 1 300.24 1 898.82
3.51 2.85 1.47 5.21 35.58 51.95
19.73 2.55 40.19b 0.1 489.02a 549.11
1 455.20 500.00 1 955.20
33.05 11.36 44.40
1 256.00 500.00 1 756.00
34.37 13.68 48.05
199.20
C. Total Biaya D. Pendapatan atas Biaya Tunai
4 403.13 4 945.27
100.00
E. Pendapatan atas Biaya Total R/C rasio atas Biaya Tunai R/C rasio atas Biaya Total
2 990.07 2.02 0.68
3 654.82 100.00 4 522.38 2 766.38 2.38 0.76
199.2 748.31 422.89c 223.69
Sumber: Analisis data primer, 2008 Keterangan: a, b, c signifikan pada taraf 0.01, 0.05, dan 0.10 Jika biaya tenaga kerja dalam keluarga dan sewa lahan tidak diperhitungkan sebagai biaya yang harus dikeluarkan dengan pertimbangan bahwa tenaga kerja dalam keluarga dan sewa lahan bukan merupakan modal operasional yang harus
61
dimiliki petani, maka rata-rata pendapatan tunai per hektar petani penerima BPLM lebih tinggi dan berbeda nyata dengan petani bukan penerima BPLM dengan selisih Rp 386 ribu. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja keluarga memiliki kesempatan kerja dalam usahatani padi sawah. Pendapatan total petani penerima BPLM lebih tinggi dibandingkan petani bukan penerima BPLM. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Noor (2006) dan Naimuddin (2006). Noor (2006) mengenai kebijakan pemberdayaan petani melalui BPLM pada usahatani padi sawah di Kabupaten Pasir yang merupakan kabupaten induk sebelum Kabupaten PPU mengalami pemekaran memperoleh hasil bahwa kebijakan BPLM terhadap pemberdayaan petani berpengaruh pada perluasan usahatani dari 0.22 ha mmenjadi 0.33 ha, jenis/varietas tanaman yang dikembangkan meningkat rata-rata 1 jenis/varietas, penghasilan rata-rata petani meningkat antara Rp 425-496 ribu per bulan. Demikian pula hasil penelitian Naimuddin (2006) mengenai pengaruh program BPLM terhadap pendapatan dan penerapan teknologi sapi potong di Kabupaten Pasir juga menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan peternak sesudah memperoleh program BPLM berbeda sangat nyata dengan sebelum memperoleh program BPLM.
VI. EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM BANTUAN PINJAMAN LANGSUNG MASYARAKAT Pelaksanaan
program
BPLM
di
Kabupaten
PPU
bertujuan:
(1)
menumbuhkan usaha kelompok, (2) memberdayakan kelompok untuk dapat mengakses sumber permodalan komersil, (3) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia petani dalam mengelola usahataninya serta meningkatkan kualitas sumberdaya aparat dalam membina pemberdayaan masyarakat, dan (4) meningkatkan daya saing produk pertanian melalui peningkatan efisiensi dan produktivitas usaha kelompok yang berbasis komoditas utama tanaman pangan maupun usaha diversifikasi dengan komoditas atau usaha penunjangnya. Mekanisme penyaluran dan pengembalian dana BPLM di daerah penelitian meliputi adanya sosialisasi program, seleksi calon penerima, penetapan calon penerima, penyaluran dana, dan pengembalian dana. Mekanisme perguliran dana kepada kelompok lain belum berjalan akibat belum lunasnya angsuran dari petani penerima BPLM pada kelompk tani penerima awal dalam mengembalikan dana pinjaman. Adapun mekanisme penyaluran dan pengembalian dana BPLM yang dilaksanakan di Kabupaten PPU ditunjukkan pada Gambar 7. Dana Dekonsentrasi KPKN 4
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten PPU
3 1
Bagpro Kabupaten
Kelompok Sasaran
7
5 Bank Rakyat Indonesia
2
6
Angsuran (3 tahun)
8
Gambar 7. Mekanisme Penyaluran dan Pengembalian Dana Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat
63
Faktor-faktor penentu kualitas program BPLM terdiri atas 12 poin yang dikelompokkan menjadi tiga aspek yaitu: (1) Aspek penyaluran dana program BPLM, (2) Aspek pemanfaatan program BPLM, dan (3) Aspek pengembalian dana program BPLM. Penilaian tingkat kepentingan program BPLM sesuai faktor-faktor penentu kualitas program BPLM disajikan pada Tabel 12. Tabel 12. Penilaian Tingkat Kepentingan Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007 Faktor Kualitas Program Aspek Penyaluran Dana Program BPLM 1. Ketersediaan dana BPLM 2. Kemudahan dalam persyaratan penerima BPLM 3. Pembuatan proposal penggunaan dana 4. Keberadaan potongan-potongan /bunga/biaya lain 5. Sosialisasi Program BPLM 6. Seleksi calon penerima BPLM 7. Keterlibatan petani dalam perencanaan teknis B. Aspek Pemanfaatan Program BPLM 8. Pelatihan dan pendampingan penyuluh 9. Kesesuaian dana yang diterima dengan kebutuhan usahatani C. Aspek Pengembalian Dana Program BPLM 10. Waktu pengembalian dana BPLM 11. Pengembalian dana BPLM melalui rekening kelompok tani 12. Tingkat perguliran dana pada kelompok lain Nilai Rata-rata
SP
P
CP
KP
TP
Nilai Indeks Kinerja
12 4
10 15
13 10
0 4
0 2
3.97 3.43
8
26
0
1
0
4.17
1
13
0
12
9
2.57
9 5 6
24 29 6
2 1 0
0 0 22
0 0 1
4.20 4.11 2.82
10
24
1
0
0
4.26
8
17
1
9
0
3.68
2 14
18 11
0 0
15 9
0 1
3.2 3.8
10
23
0
0
2
4.11
A.
3.69
Sumber : Analisis data primer, 2008 Keterangan: SP = sangat penting, P = penting, CP = cukup penting, KP = kurang penting, dan TP = tidak penting
Tabel 12 menunjukkan bahwa faktor penentu kualitas program BPLM yang memiliki nilai tingkat kepentingan yang tinggi adalah faktor pembuatan proposal penggunaan dana, sosialisasi, seleksi calon penerima pada aspek penyaluran,
64
faktor pelatihan dan pendampingan penyuluh pada aspek pemanfaatan program, dan faktor perguliran dana pada kelompok lain pada aspek pengembalian. Penilaian tingkat kinerja program BPLM sesuai faktor-faktor penentu kualitas program BPLM disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Penilaian Tingkat Kinerja Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat di Kabupaten Penajam Paser UtaraTahun 2007 Faktor Kualitas Program
Aspek Penyaluran Dana Program BPLM 1. Ketersediaan dana BPLM 2. Kemudahan dalam persyaratan penerima BPLM 3. Pembuatan proposal penggunaan dana 4. Keberadaan potongan-potongan /bunga/biaya lain 5. Sosialisasi Program BPLM 6. Seleksi calon penerima BPLM 7. Keterlibatan petani dalam perencanaan teknis B. Aspek Pemanfaatan Dana Program BPLM 8. Pelatihan dan pendampingan penyuluh 9. Kesesuaian dana yang diterima dengan kebutuhan usahatani C. Aspek Pengembalian Dana Program BPLM 10. Waktu pengembalian dana BPLM 11. Pengembalian dana BPLM melalui rekening kelompok tani 12. Tingkat perguliran dana pada kelompok lain Nilai Rata-rata
SB
B
C
KB
TB
Nilai Indeks Kinerja
11 14
13 11
11 9
0 0
0 1
4.00 4.06
9 0
14 14
4 2
8 14
0 5
3.69 2.71
5 8 2
17 14 14
6 1 1
0 9 16
7 2 2
3.37 3.54 2.94
2
15
0
8
10
2.97
0
10
9
16
0
2.82
16 7
17 21
0 3
2 3
0 1
4.34 3.85
3
18
5
1
8
3.2
A.
3.46
Sumber : Analisis data primer, 2008 Keterangan: SB = sangat baik, B = baik, CB = cukup baik, KB = kurang baik, dan TB = tidak baik
Tabel 13 menunjukkan bahwa faktor penentu kualitas program BPLM yang memiliki nilai tingkat kinerja yang tinggi adalah faktor ketersediaan dana bantuan dan kemudahan persyaratan pada aspek penyaluran dan faktor waktu
65
pengembalian dana pada aspek pengembalian, sedangkan kedua faktor pada aspek pemanfaatan kinerjanya bernilai rendah. Berdasarkan Tabel 12 dan 13, disusun nilai rata-rata tabel tingkat kepentingan dan tingkat kinerja program BPLM dan kemudian dibuat matriks tingkat kepentingan dan tingkat kinerja program BPLM dengan menghubungkan nilai tingkat kinerja pada sumbu X dan nilai tingkat kepentingan pada sumbu Y. Nilai rata-rata tingkat kepentingan dan tingkat kinerja program BPLM digunakan sebagai batas untuk menentukan kuadran 1, 2, 3, dan 4. Tabel 14. Tingkat Kepentingan dan Tingkat Kinerja Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007 Tingkat Kinerja (X) 4.00 1 4.06 2 3.69 3 2.71 4 3.37 5 3.54 6 2.94 7 2.97 8 2.82 9 4.34 10 3.85 11 3.20 12 3.46 Rata-rata Sumber: Analisis data primer, 2008 Faktor
Tingkat Kepentingan (Y) 3.97 3.43 4.17 2.57 4.20 4.11 2.82 4.26 3.68 3.20 3.80 4.11 3.69
Keseluruhan analisis menunjukkan bahwa tingkat kinerja program BPLM berada lebih rendah daripada tingkat kepentingannya, dengan selisih nilai rata-rata sebesar 23 persen. Posisi masing-masing faktor penentu kualitas program BPLM dalam diagram Importance-Performance matrix disajikan pada Gambar 8. Kuadran pertama terletak di sebelah kiri atas, kuadran kedua di sebelah kanan
66
atas, kuadran ketiga di sebelah kiri bawah, dan kuadran keempat di sebelah kanan bawah.
4.50
I
4.00
8 12
3.50
5 6
II
3 11
1
9
2 10
Importance
3.00
III
7
IV
4
2.50 2.00 1.50 1.00 0.50 0.00 0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
Performance
Gambar 8. Diagram Importance - Performance Matrix Berdasarkan Gambar 8, faktor sosialisasi program BPLM, pelatihan dan pendampingan penyuluh, serta tingkat perguliran dana pada kelompok lain berada di kuadran I. Faktor ketersediaan dana BPLM, pembuatan proposal penggunaan dana, seleksi calon penerima BPLM, pengembalian dana melalui rekening kelompok tani terdapat di kuadran II. Keberadaan potongan-potongan/ bunga/ biaya lain, keterlibatan petani dalam perencanaan teknis, serta kesesuaian dana yang diterima dengan kebutuhan usahatani terdapat di kuadran III. Adapun faktor yang terdapat pada kuadran IV adalah faktor kemudahan dalam persyaratan penerima BPLM dan waktu pengembalian dana BPLM. Faktor sosialisasi program BPLM
merupakan titik awal pelaksanaan
program. Petani contoh merasa penting untuk memperoleh penjelasan mengenai
67
program ini sebelum dilaksanakan. Petani contoh sebesar 20 persen mengaku tidak memperoleh penjelasan mengenai program sebelum dana bergulir. Tingkat kinerja
faktor
sosialisasi
yang
berada
lebih
rendah
daripada
kepentingannya sangat terkait dengan faktor pendampingan penyuluh
tingkat yang
terletak pada kuadran yang sama (kuadran I). Dari penelitian ini diperoleh informasi mengenai jumlah penyuluh di lokasi penelitian tersedia minim, di mana dalam 1 WKPP (Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian) mencakup rata-rata 15 kelompok tani dengan jumlah anggota 300 orang. Petani contoh penerima BPLM (28.57 persen) rata-rata dalam sebulan hanya satu kali bertemu dengan penyuluh dan sisanya tidak mendapat penyuluhan. Kurangnya pelatihan dan pendampingan penyuluh menyebabkan tidak terbinanya kelompok tani. Faktor tingkat perguliran dana pada kelompok lain juga menjadi faktor yang perlu diperbaiki dari program BPLM. Perguliran dana kepada kelompok lain masih belum dilakukan disebabkan pengembalian dana yang belum selesai. Dana masih dimanfaatkan pada kelompok tani penerima awal. Petani contoh penerima BPLM sebesar 90 persen menyatakan bahwa perguliran dana kepada petani itu penting dengan catatan kinerja perguliran dana tersebut baik. Hasil sementara di lapangan menunjukkan bahwa perguliran tahap pertama menurut petani contoh penerima BPLM sebesar 51 persen menyatakan baik. Hal ini terkait dengan pengawasan dalam hal pengembalian dana BPLM setelah panen yang terletak pada kuadran IV. Faktor waktu pengembalian dana hingga saat penelitian berlangsung masih menunjukkan kinerja yang tinggi, sebesar 20 persen petani contoh melakukan pengembalian langsung setelah panen dan 60 persen
68
setelah satu bulan sehabis pemanenan, hanya sebesar 2.86 persen petani contoh penerima BPLM yang tidak melakukan pengembalian. Kinerja yang baik ini disebabkan unsur pengembalian merupakan tanggungjawab kelompok tani. Jika terdapat salah satu anggota yang tidak dapat mengembalikan maka menjadi tanggungjawab anggota lain untuk mengembalikan. Faktor yang terletak pada kuadran II menjadi nilai lebih dari program BPLM. Program BPLM yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam hal pembiayaan usahatani disambut dengan baik oleh petani. Keseluruhan petani contoh merasa bahwa adanya dana bantuan itu sangat diperlukan dan cukup membantu, meskipun berdasarkan kebutuhan masih kurang dan perlu dilakukan penambahan. Faktor yang juga perlu dipertahankan dari program BPLM adalah adanya proposal penggunaan dana, seleksi calon penerima, dan pengembalian dana melalui rekening kelompok tani. Sebelum proposal dibuat oleh kelompok tani, dilakukan seleksi awal calon kelompok tani penerima yang dilakukan oleh aparat pertanian di lapangan dan melalui forum musyawarah dengan melibatkan aparat desa dan kecamatan. Kelompok tani yang terpilih diseleksi lagi sebagai calon kelompok tani penerima BPLM melalui seleksi proposal dan seleksi lapangan oleh tim teknis kabupaten. Seleksi anggota kelompok tani yang menerima bantuan dilakukan oleh masing-masing kelompok tani. Petani contoh penerima BPLM menilai bahwa seleksi yang dilakukan oleh Dinas Pertanian Kabupaten PPU cukup transparan. Pengembalian dana melalui rekening kelompok tani mendorong petani untuk melakukan pengembalian secara teratur karena adanya pengawasan antar sesama
69
anggota yang saling mengingatkan, karena pengembalian dana pinjaman menjadi tanggungan seluruh anggota. Cara pengembalian ini juga tidak menyulitkan petani karena tidak perlu untuk mendatangi bank penitipan yang letaknya cukup jauh dari lokasi tempat tinggal petani setiap akan mengangsur pinjaman, hanya saja kompetensi dan kepercayaan pengurus kelompok tani yang perlu diawasi. Keberadaan potongan-potongan/ bunga/ biaya lain, keterlibatan petani dalam perencanaan teknis, serta kesesuaian dana yang diterima dengan kebutuhan usahatani tidak menjadi prioritas dalam program BPLM. Tingkat kepentingan petani terhadap faktor-faktorini rendah sehingga jika perbaikan dilakukan terhadap ketiga faktor ini tidak mendapat respon yang besar dari petani. Dari penelitian ini diperoleh informasi bahwa potongan yang ada dalam setiap kali pinjaman adalah 10 persen, sedangkan pada petunjuk umum pelaksanaan program BPLM dinyatakan bahwa tidak ada bunga atau potonganpotongan maupun biaya lain dalam hal penyaluran dana kecuali ada kesepakatan antar anggota kelompok tani yang memperoleh dana pinjaman. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa dalam kelompok tani diberlakukan potongan pinjaman dengan alasan potongan tersebut untuk mengembangkan modal/dana pinjaman awal dan petani sepakat untuk membayarnya. Partisipasi petani contoh dalam perencanaan teknis sebesar 45.71 persen, dan sisanya memilih untuk tidak terlibat secara langsung. Alasan mereka yang tidak ikut terlibat adalah waktu pertemuan dalam kelompok tani justru menyita waktu mereka dalam berusaha. Petani contoh penerima BPLM sebesar 22.86 persen yang merasa bahwa dana pinjaman harus sesuai dengan kebutuhan usahatani atau proposal yang
70
mereka ajukan, dan sisanya petani contoh penerima BPLM yang menyatakan tidak perlu keseluruhan usahatani dipenuhi dari dana pinjaman. Alasan mereka BPLM sebagai dana pinjaman hanyalah sebagai dana pelengkap dan mendorong petani untuk berusahatani bukan sebagai satu-satunya sumber pembiayaan. Fakta di lapangan menunjukkan sebesar 45.71 persen petani merasa bahwa bantuan yang diterima cukup untuk membantu dalam pembiayaan usahatani mereka. Petani contoh penerima BPLM sebagian besar memanfaatkan dana untuk kebutuhan usahatani karena dana pinjaman yang dikelola kelompok tani sebagian besar disalurkan kepada anggota berupa sarana produksi seperti benih, pupuk, atau pestisida. Pada kuadran IV terdapat faktor kemudahan persyaratan penerima BPLM dan pengembalian dana setelah panen. Kinerja faktor pada kuadran ini sangat baik, walaupun tingkat kepentingan petani di bawah rata-rata. Sebaiknya pihak pemerintah daerah tetap mempertahankan faktor ini, hanya saja perlu dikelola dengan lebih baik agar dapat meningkatkan nilai kepentingan faktor ini di mata petani selaku penerima program. Petani contoh penerima BPLM hanya sebesar 11.43 persen yang merasa bahwa persyaratan sebagai calon penerima sangat penting untuk ditetapkan agar dana yang disalurkan tepat sasaran, sedangkan sisanya menganggap bahwa persyaratan penting ditetapkan, namun jangan sampai memberatkan. Persyaratan yang saat ini diberlakukan oleh pemerintah daerah terdiri atas: (1) tergabung dalam kelompok tani yang sudah terbentuk selama lebih dari satu tahun, (2) petani yang berada satu wilayah/domisili dengan prioritas yang mempunyai keterbatasan modal, (3) petani yang belum pernah menerima penguatan modal dan tidak
71
mempunyai tunggakan kredit, (4) petani berada di wilayah pengembangan komoditas padi sawah dan petani yang mau menanam, (5) petani di wilayah yang tidak rawan bencana alam, (6) petani berada di wilayah yang mempunyai sarana dan prasarana yang memadai, dan (7) memiliki jaminan berupa surat-surat berharga. Persyaratan yang ditetapkan pada dasarnya mudah, namun mereka berharap bahwa bantuan yang mereka terima adalah bantuan cuma-cuma dari pemerintah. Hal ini terkait dengan faktor pengembalian dana setelah panen yang berada pada kuadran yang sama (kuadran IV). Petani contoh penerima BPLM sebesar 42.86 persen menyatakan bahwa dana pinjaman tidak penting untuk dikembalikan. Frekuensi angsuran yang telah dilakukan petani contoh sebanyak 1-2 kali pengembalian, namun belum ada yang lunas. Berdasarkan hasil uraian IPA di atas, dapat diketahui bahwa petani padi sawah di Kabupaten PPU pada dasarnya memang masih membutuhkan bantuan permodalan. Hal ini dapat terlihat dari faktor ketersediaan dana BPLM yang memiliki tingkat kepentingan yang tinggi dan menjadi nilai lebih dari program BPLM (terletak pada kuadran II) menurut persepsi petani contoh serta cukup membantu petani dalam menambah permodalan usahatani.
VII. ANALISIS EFISIENSI USAHATANI PADI SAWAH 7.1. Efisiensi Teknis Efisiensi dalam pengelolaan usahatani berkaitan dengan kemampuan manajerial petani. Efisiensi teknis dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan model fungsi produksi stochastic frontier. Fungsi produksi meliputi fungsi produksi petani penerima BPLM, fungsi produksi petani bukan penerima BPLM, fungsi produksi gabungan dengan dummy, dan fungsi produksi gabungan tanpa dummy. Pada analisis data, semua variabel input yang diduga berpengaruh terhadap produksi padi sawah dimasukkan dalam model. Variabel tersebut meliputi luas lahan, benih, pupuk N, P, K, dan tenaga kerja serta variabel dummy program BPLM. Model stochastic frontier dengan metode pendugaan Maximum Likelihood (MLE) yang dilakukan melalui proses dua tahap. Tahap pertama menggunakan metode Ordinary Least Squares (OLS) untuk menduga parameter teknologi dan input-input produksi. Tahap kedua menggunakan metode MLE untuk menduga keseluruhan parameter faktor produksi, intersep, dan varians dari kedua komponen kesalahan vi dan ui. 7.1.1. Pendugaan Fungsi Produksi Metode Ordinary Least Squares Pendugaan parameter fungsi produksi Cobb-Douglas dengan metode OLS memberikan gambaran kinerja rata-rata dari proses produksi petani pada tingkat teknologi yang ada. Hasil pendugaan fungsi produksi (Lampiran 4) terhadap empat fungsi produksi disajikan pada Tabel 15. Hasil pendugaan fungsi produksi pada Tabel 15 sebagai dasar untuk menganalisis pergeseran fungsi produksi.
73
Analisis ini dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan intersep dan slope (terjadi perubahan teknologi). Tabel 15. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Cobb-Douglas dengan Menggunakan Metode Ordinary Least Squares Variabel Input Konstanta Lahan (X1) Benih (X2) Pupuk N (X3) Pupuk P (X4) Pupuk K (X5) Tenaga Kerja (X6) Dummy BPLM (D1) Adj-R2 F hitung
BPLM 8.0258 0.7346a 0.1554 0.1012 0.0025 0.0027 -0.1855 80.2 23.91
Bukan BPLM 4.4301 0.3641b 0.0295 0.0972 0.0006 0.0041 0.7387a 80.9 32.04
Gabungan Tanpa dummy 5.7256 0.4364a 0.0970 0.1031a 0.0028 0.0047b 0.3775a 79.7 52.81
Gabungan dengan dummy 5.9402 0.4667a 0.1042 0.0992b 0.0028 0.0047b 0.3227b 0.0310 79.6 44.98
Sumber: Analisis data primer, 2008 Keterangan: a, b, c signifikan pada taraf 0.01, 0.05, dan 0.10 Adanya pergeseran fungsi produksi akan dilihat dari fungsi produksi petani penerima BPLM dan bukan penerima BPLM dengan melakukan uji F terhadap fungsi produksi gabungan dengan dummy. Sedangkan untuk melihat adanya perbedaan intersep maka dilakukan uji F pada fungsi produksi gabungan tanpa dummy terhadap fungsi produksi gabungan dummy. Hasil uji analisis varian keempat persamaan tersebut disajikan pada Tabel 16. Hasil pengujian terhadap fungsi produksi petani penerima BPLM dan petani bukan penerima BPLM dengan fungsi produksi gabungan keduanya dengan dummy menghasilkan nilai F hitung (0.76) lebih kecil daripada F0.05 = 2.1. Artinya tidak terdapat perbedaan slope antara fungsi produksi petani penerima BPLM dan bukan penerima BPLM.
Sedangkan pengujian untuk mengetahui
perbedaan intersep yaitu uji F fungsi produksi gabungan tanpa dummy terhadap fungsi produksi gabungan dengan dummy diperoleh nilai F hitung (0.45) lebih
74
kecil daripada F
0.05(3.98).
Ini berarti bahwa tidak terdapat perbedaan intersep
antara fungsi gabungan keduanya. Peubah dummy untuk status petani penerima BPLM menunjukkan hasil yang positif dan tidak nyata, sehingga fungsi produksi gabungan dengan tanpa dummy yang digunakan untuk analisis selanjutnya. Tabel 16. Analisis Varian Fungsi Produksi Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007 Sumber
SS
DF
MS
BPLM
0.4876
28
0.0174
Bukan BPLM
1.2241
38
0.0322
Perbedaan slope
0.2279
6
0.0378
Gabungan dengan dummy
1.9397
72
0.0269
Perbedaan intersep
0.0121
1
0.0121
Gabungan tanpa dummy
1.9518
73
0.0267
F-hitung
0.7656 0.4498
Sumber: Analisis data primer, 2008 Fenomena ini bisa dijelaskan dengan Gambar 3 pada bab 2. Penambahan jumlah input atau penggunaan faktor produksi dari 0X1 menjadi 0X2 menyebabkan penambahan biaya. Petani penerima BPLM dan bukan penerima BPLM memiliki kecenderungan tingkat penggunaan proporsi input yang sama-sama meningkat. Jika produksi yang dihasilkan oleh petani penerima BPLM dan bukan penerima BPLM berada pada kurva produksi yang sama dengan asumsi harga input sama, maka petani penerima BPLM akan memiliki keuntungan lebih besar atau lebih efisien secara ekonomis. Model fungsi produksi padi sawah gabungan tanpa variabel dummy di Kabupaten PPU menunjukkan bahwa fungsi produksi yang terbentuk cukup baik (best fit) menggambarkan perilaku petani contoh di dalam proses produksi. Hasil pendugaan menunjukkan bahwa keragaman produksi padi sawah di Kabupaten PPU dapat dijelaskan oleh keragaman input sebesar 80 persen. Variabel-variabel
75
yang berpengaruh nyata terhadap produksi rata-rata adalah lahan (X1), pupuk N (X3), pupuk K (X5), dan tenaga kerja (X6). Variabel benih (X2), pupuk P (X4), dan variabel dummy BPLM (D1) tidak berpengaruh nyata dan bertanda positif. Pendugaan variabel lahan (X1) berpengaruh nyata dan positif terhadap produksi rata-rata padi sawah. Variabel ini mempunyai nilai elastisitas sebesar 0.4364. Hal ini menunjukkan apabila luas sawah yang diusahakan ditambah sebesar 10 persen maka akan meningkatkan produksi padi sawah sebesar 4.36 persen, dalam kondisi penggunaan input lainnya tetap. Hasil penelitian ini sejalan dengan Tadesse dan Krishnamoorthy (1997) yang menemukan bahwa ukuran lahan secara signifikan mempengaruhi tingkat produksi padi di Tamil Nadu, India. Variabel benih (X2) menunjukkan nilai elastisitas sebesar 0.097 dan berpengaruh tidak nyata pada peningkatan produksi padi sawah. Penggunaan ratarata benih petani di Kabupaten PPU telah mencapai 37 kilogram per hektar di atas dosis anjuran dan menggunakan benih hasil produksi musim tanam sebelumnya, sehingga terdapat kecenderungan pertumbuhan padi menjadi kurang optimal dan hasil produksi cenderung menurun. Pupuk N (X3) berpengaruh nyata pada peningkatan produksi. Penggunaan pupuk nitrogen secara umum di Kabupaten Pasir masih berada di bawah dosis anjuran, sehingga penambahan jumlah pupuk nitrogen masih dapat meningkatkan hasil. Penggunaan pupuk P secara rata-rata masih di bawah dosis anjuran. Pupuk P (X4) menunjukkan pengaruh yang tidak nyata terhadap produksi padi sawah di Kabupaten PPU. Terdapat alasan teoritis yang dapat menjelaskan fenomena pengaruh pemupukan P yang tidak nyata terhadap produksi. Nama tanah di
76
Kabupaten PPU adalah ultisol yang termasuk tanah tua. Kandungan besi dan alumunium pada tanah-tanah tua relatif banyak, sehingga pupuk P yang diberikan ke tanah akan banyak diikat oleh besi dan alumunium dalam tanah. Ikatan Al-P dan Fe-P ini sulit terurai sehingga mengakibatkan tanaman kekurangan P (Leiwakabessy dan Sutandi, 2004). Penggunaan pupuk K (X5) berpengaruh nyata terhadap produksi rata-rata. Hal ini berarti bahwa penggunaan pupuk K perlu ditingkatkan untuk meningkatkan hasil produksi padi sawah di Kabupaten PPU. Sebagian petani di Kabupaten PPU memanfaatkan jerami untuk menambah ketersediaan unsur K pada lahan sawah yang mereka miliki. Penggunaan tenaga kerja (X6) memperlihatkan hasil yang tidak berpengaruh terhadap produksi padi sawah. Nilai elastisitas produksi sebesar 0.3775 menjelaskan bahwa penggunaan tenaga kerja dalam usahatani padi sawah di Kabupaten PPU relatif tinggi. Penggunaan tenaga kerja yang banyak terdapat pada kegiatan penanaman dan pemanenan padi sawah yang menggunakan tenaga kerja luar keluarga dengan sistem upah borongan. Kurangnya buruh tani yang bersedia membantu penyelesaian pekerjaan menyebabkan petani bersedia membayar upah dalam harga yang cukup tinggi. Fungsi produksi gabungan tanpa dummy yang akan digunakan pada analisis selanjutnya, kembali diuji dengan analisis ekonomi skala usaha untuk mengetahui ekonomi skala usaha berada pada kondisi increasing, constant, atau decreasing return to scale. Penjumlahan nilai parameter dugaan pada fungsi ini adalah 1.0215 (Σ bi >1). Secara statistik nilai ini perlu diuji, dengan melakukan restriksi pada fungsi produksi dengan hipotesis Σ bi = 1. Hasil uji F menunjukkan nilai F hitung
77
(0.06) lebih kecil dari F
0.05
= 3.97, menandakan bahwa ekonomi skala usaha
berada pada kondisi constant return to scale. Ini berarti bahwa setiap penambahan input secara proporsional sebesar 10 persen maka output yang dihasilkan sejumlah 10 persen pula, sehingga analisis selanjutnya dilakukan terhadap fungsi produksi usahatani per hektar. 7.1.2. Pendugaan Fungsi Produksi Metode Maximum Likelihood Estimation Hasil pendugaan dengan metode MLE menggambarkan kinerja terbaik (best practice) dari petani contoh pada tingkat teknologi yang ada. Hasil pendugaan yang dilakukan terhadap usahatani per hektar disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Stochastic Frontier dengan Menggunakan Metode Maximum Likelihood Estimation Variabel Input Konstanta Benih (X2) Pupuk N (X3) Pupuk P (X4) Pupuk K (X5) Tenaga Kerja (X6) Log-Likelihood OLS Log-likelihood MLE LR Sigma-squared (σ s2 ) Gamma ( γ ) Sumber: Analisis data primer, 2008
Nilai Dugaan 6.6624 0.0372 0.0594 0.0045 0.0061 0.2717 35.0343 45.9426 21.8165 0.0256 0.3935
Standard error 0.4793 0.0868 0.0405 0.0045 0.0024 0.0806
13.899 0.4289 0.1466 0.9897 2.4907a 3.3715a
0.0074
3.4430
0.1540
2.5551
t-ratio
Keterangan: a, b, c signifikan pada taraf 0.01, 0.05, dan 0.10 Koefisien dari pupuk P (X4) dan pupuk K (X5), lebih tinggi pada fungsi produksi frontier. Konstanta lebih tinggi di dalam frontier dari pada fungsi produksi rata-rata menunjukkan bahwa praktek petani terbaik memberikan hasil produksi per hektar yang lebih tinggi daripada produksi per hektar petani rata-rata dengan variabel lain konstan. Variabel-variabel yang berpengaruh nyata terhadap produksi batas (frontier) adalah pupuk K (X5) dan tenaga kerja (X6). Variabel
78
benih (X2), pupuk N (X3), dan pupuk P (X4)
tidak berpengaruh nyata dan
bertanda positif. Parameter dugaan γ merupakan rasio dari varians efisiensi teknis (ui) terhadap varians total produksi ( ε i ). Nilai γ adalah 0.3935 artinya 39.35 persen dari total variasi produksi padi sawah disebabkan oleh perbedaan dari efisiensi teknis dan sisanya sebesar 60.65 persen disebabkan oleh efek-efek stochastic frontier. Hasil pendugaan nilai rasio generalized likelihood (LR) dari fungsi produksi stochastic frontier yang memiliki nilai lebih besar daripada nilai tabel distribusi
χ 2 memberi informasi bahwa terdapat pengaruh efisiensi dan inefisiensi teknis petani di dalam proses produksi. Sebaran efisiensi teknis dari model yang digunakan disajikan pada Tabel 18. Rata-rata tingkat efisiensi teknis yang dicapai petani contoh dalam usahatani padi sawah di lokasi penelitian adalah 0.9318. Artinya rata-rata produktivitas yang dicapai adalah sekitar 93 persen dari frontier yakni produktivitas maksimum yang dapat dicapai dengan sistem pengelolaan yang terbaik (the best practice). Tabel 18. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Contoh Selang Efisiensi
Indeks Efisiensi Jumlah (n)
0.6-<0.7 0.7-<0.8 0.8-<0.9 0.9- ≤ 1.0 Total
2 4 11 63 80
Rata-rata
0.9318
Minimum
0.6583
Maksimum
0.9900
Sumber: Analisis data primer, 2008
Persen (%) 2.50 5.00 13.75 78.75 100
Rata-rata 0.6771 0.7558 0.8776 0.9605
79
Tingkat efisiensi seperti ini tergolong kategori tinggi karena mendekati frontier (TE~1). Tingkat efisiensi teknis yang tinggi mencerminkan keterampilan manajerial petani cukup tinggi, tetapi tingkat efisiensi yang tinggi juga memberi gambaran bahwa peluang untuk meningkatkan produktivitas yang semakin kecil karena senjang produktivitas yang telah dicapai dengan tingkat produktivitas maksimum yang dapat dicapai dengan sistem pengelolaan terbaik cukup sempit. Usahatani padi sawah di Kabupaten PPU masih memiliki peluang untuk meningkatkan produktivitas dalam jangka pendek sebesar 7 persen dengan cara mengoptimumkan penggunaan input usahatani, selebihnya dibutuhkan inovasi teknologi dan peningkatan manajemen usahatani. Nilai rata-rata efisiensi teknis petani contoh penerima BPLM dan bukan penerima BPLM berbeda nyata secara statistik pada taraf 3 persen dengan nilai t-hitung 1.85. Sebaran nilai efisiensi teknis per individu petani contoh (Lampiran 6) disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Sebaran Efisiensi Teknis Petani Contoh Berdasarkan Status Penerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat Menggunakan Fungsi Produksi Stochastic Frontier Selang Efisiensi 0.6-<0.7 0.7-<0.8 0.8-<0.9 0.9- ≤ 1.0 Total
BPLM Jumlah 0 1 5 29 35
Persen 0.00 2.86 14.26 82.86 100
Bukan BPLM Rata-rata 0.00 0.7914 0.8835 0.9643
Jumlah 2 3 6 34 45
Rata-rata
0.9478
0.9193
Minimum
0.7914
0.6583
Maksimum
0.9900
0.9872
t-hitung
a
1.85
Sumber: Analisis data primer, 2008
Keterangan: a, b, c signifikan pada taraf 0.01, 0.05, dan 0.10
Persen 4.44 6.67 13.33 75.56 100
Rata-rata 0.6771 0.7439 0.8727 0.9572
80
Tabel 18 menunjukkan bahwa petani contoh penerima BPLM memiliki ratarata efisiensi teknis yang lebih tinggi dibandingkan petani bukan penerima BPLM dalam usahatani padi sawah. Estimasi efisiensi teknis yang lebih tinggi pada petani penerima BPLM daripada petani bukan penerima BPLM disebabkan oleh tingkat penggunaan input riil yang lebih baik sehingga produktivitas yang dihasilkan lebih tinggi. 7.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efisiensi Teknis Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat efisiensi teknis petani contoh (Lampiran 8) diduga dengan menggunakan model efek inefisiensi teknis dari fungsi produksi stochastic frontier pada persamaan (3.7). Hasil pendugaan model efek inefisiensi teknis disajikan pada Tabel 20. Tabel 20. Parameter Dugaan Efek Inefisiensi Teknis Fungsi Produksi Stochastic Frontier Variabel Konstanta Umur (Z1) Pendidikan (Z2) Pengalaman (Z3) Pendapatan total (Z4) Luas Lahan(Z5) DR(Z6) Suku (Z7) BPLM (Z8)
Nilai Dugaan
Standar Error
0.9128 -0.0011 -0.0003 -0.0121 -0.0310 0.0254 -0.1609 -0.0726 -0.1671
0.4801 0.0057 0.0220 0.0109 0.0157 0.0287 0.0738 0.1371 0.1208
t-ratio 1.9011 -0.1977 -0.0153 -1.0978 -1.9689b 0.8824 -2.1801b -0.5295 -1.3832c
Sumber: Analisis data primer, 2008
Keterangan: a, b, c signifikan pada taraf 0.01, 0.05, dan 0.10 Tabel 20 menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata dan menjadi determinan inefisiensi teknis di dalam proses produksi usahatani petani contoh adalah pendapatan total (Z4), dependency ratio (Z6), dan BPLM (Z8). Umur (Z1), pendidikan (Z2), pengalaman (Z3), luas lahan keseluruhan yang dimiliki
81
petani contoh (Z5), dan suku (Z7) tidak nyata berpengaruh terhadap tingkat inefisiensi teknis petani contoh. Umur (Z1). Koefisien variabel umur bertanda negatif terhadap inefisiensi teknis. Ketidakberpengaruhan umur terhadap efisiensi teknis usahatani padi sawah dalam penelitian ini disebabkan rata-rata umur petani contoh berada pada usia produktif. Pendidikan Formal (Z2). Tingkat pendidikan bertanda negatif dan tidak berpengaruh nyata terhadap inefisiensi teknis. Ketidakberpengaruhan pendidikan dalam penelitian ini disebabkan petani contoh memiliki tingkat pendidikan yang relatif sama dan memiliki pengalaman yang cukup lama dalam berusahatani padi sawah sehingga petani contoh mampu menerapkan teknologi yang ada dalam berusahatani. Hasil ini sejalan dengan penelitian Kebede (2001) dan Sumaryanto, et al. (2003), yang menemukan bahwa pendidikan berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis petani padi, namun berbeda dengan penelitian Tanjung (2003) yang menemukan bahwa pendidikan berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis usahatani kentang. Pengalaman (Z3). Pengalaman petani contoh berpengaruh negatif dan tidak nyata terhadap inefisiensi teknis. Artinya, semakin berpengalaman petani semakin efisien dalam berproduksi terutama dalam penggunaan input-input produksi. Hal yang sama diperoleh oleh Kalirajan (1984), Kalirajan dan Shand (1986) dalam Bravo-ureta dan Pinheiro (1993) di negara Philipina dan India yang menemukan pengalaman berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis produksi padi. Ketidakberpengaruhan pengalaman disebabkan pengalaman yang dimiliki petani contoh di daerah penelitian relatif sama dan petani cenderung terpengaruh oleh
82
budaya petani peladang yang kurang memperhatikan aspek pemeliharaan tanaman. Pendapatan
Total
(Z4).
Pendapatan
rumahtangga
petani
contoh
berpengaruh negatif dan nyata terhadap inefisiensi teknis usahatani padi sawah. Hal ini disebabkan pendapatan rumahtangga petani berkorelasi positif dengan kemampuan petani dalam menyediakan modal untuk usahataninya. Kemampuan modal yang meningkat akan mempermudah petani untuk membeli input dalam jumlah yang sesuai dosis anjuran, mutu yang lebih baik, dan tepat waktu. Penelitian Kalirajan (1990) dalam Bravo-ureta dan Pinheiro (1993) pada usahatani padi di Philipina juga menemukan bahwa pendapatan dari luar usahatani menjadi faktor yang mempengaruhi efisiensi teknis. Sedangkan Villano dan Fleming (2004) menemukan hal yang berbeda, yaitu pendapatan dari luar usahatani bersangkutan justru akan menyebabkan usahatani menjadi tidak efisien akibat aktivitas anggota keluarga tani yang lebih banyak berada di luar usahatani. Luas Lahan yang Dimiliki (Z5). Luas lahan berpengaruh positif dan tidak nyata terhadap inefisiensi teknis. Tanda positif pada variabel lahan menunjukkan bahwa petani yang memiliki lahan sempit, relatif lebih efisien dibandingkan dengan petani yang memiliki lahan luas, namun variabel luas lahan pada penelitian ini tidak berpengaruh nyata. Jika petani memiliki kemampuan manajerial yang lebih baik serta modal yang cukup dalam berusahatani, petani lahan sempit maupun petani dengan lahan luas akan memiliki efisiensi yang sama. Beberapa penelitian seperti Tadesse dan Khrisnamoorthy (1997), Herdt dan Mandac (1981), Ogundari dan Ojo (2006) memperoleh hasil yang sejalan dengan penelitian ini. Usahatani skala kecil sampai menengah justru lebih efisien secara
83
teknis daripada usahatani lahan luas. Hal ini disebabkan kondisi ketergantungan terhadap lembaga keuangan untuk pembiayaan usahatani, sedangkan usahatani skala kecil berusaha untuk mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki secara efektif. Dependency Ratio (Z6). Angka ketergantungan berpengaruh nyata dan negatif terhadap inefisiensi teknis. Semakin tinggi rasio antara anggota keluarga yang tidak bekerja dan bekerja, semakin efisien petani. Hasil ini menunjukkan bahwa petani yang memiliki jumlah tanggungan lebih banyak, relatif lebih efisien dibandingkan dengan petani yang memiliki jumlah tanggungan sedikit. Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan anggota keluarga sebagai tenaga kerja dalam keluarga. Hasil ini sejalan dengan hasil Bravo-ureta dan Pinheiro (1997) bahwa jumlah anggota keluarga mempengaruhi efisiensi. Suku (Z7). Variabel ini dimasukkan sebagai salah satu faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi kesenjangan produksi petani aktual dengan petani terbaik. Suku dari petani berpengaruh tidak nyata dan positif terhadap efisiensi teknis. Tanda positif menunjukkan bahwa pola tradisi akan mempengaruhi efisiensi petani dalam berusahatani. Ketidakberpengaruhan suku dalam penelitian ini karena sebagian besar petani contoh baik petani contoh penerima BPLM maupun petani contoh bukan penerima BPLM berasal dari suku Jawa yang memiliki kebiasaan turun-temurun dalam berusahatani pada lahan sawah, sehingga lebih mengetahui bagaimana teknik budidaya padi sawah yang lebih baik. BPLM (Z8). BPLM merupakan variabel yang digunakan untuk mewakili efek bantuan dan penyuluhan terhadap efisiensi petani. Hasil analisis menunjukkan bahwa variabel BPLM berpengaruh negatif dan nyata terhadap
84
inefisiensi teknis. Artinya, ketersediaan BPLM dapat menghilangkan kendala produksi dalam memperoleh input pada saat yang tepat dan dapat meningkatkan efisiensi teknis petani. Hasil ini sejalan dengan penelitian Hert dan Mandac (1981), Idiong (2007) yang menyatakan bahwa kredit berpengaruh positif terhadap efisiensi teknis. Terkait dengan hasil IPA, maka diketahui faktor yang memberikan pengaruh positif terhadap efisiensi teknis usahatani adalah faktor ketersediaan dana BPLM, sedangkan faktor yang masih perlu diperbaiki adalah pelatihan dan pendampingan penyuluh. Dana BPLM yang diberikan dalam bentuk uang tunai cenderung di gunakan petani untuk peningkatan penggunaan sarana produksi. Pendampingan dari penyuluh akan lebih mendukung petani mengetahui penggunaan input produksi yang efisien. 7.2. Analisis Efisiensi Alokatif dan Ekonomis Penggunaan input produksi yang efisien mengarah pada pertumbuhan tanaman yang optimal sehingga produksi yang dihasilkan dapat maksimal, namun pada kenyataan petani seringkali menggunakan sejumlah input produksi dengan ukuran tertentu berdasarkan faktor kebiasaan. Petani kurang memperhatikan proporsi penggunaan input dengan harga input dan produk marginal yang dihasilkan. Efisiensi alokatif dan ekonomis pada penelitian ini diperoleh melalui analisis dari sisi input produksi menggunakan harga input yang berlaku di tingkat petani. Fungsi produksi yang digunakan sebagai dasar analisis adalah fungsi produksi stochastic frontier. Fungsi biaya frontier (isocost frontier) hasil penurunan fungsi produksi stochastic frontier gabungan tanpa dummy sebagai berikut:
85
ln C = −16.7076 + 2.6392 ln Y + 0.0982 ln PX 2 + 0.1568 ln PX 3 + 0.0118 ln PX 4 0.0161 ln PX 5 + 0.7171 ln PX 6 ...............................................................(7.1) dimana: C = biaya produksi padi sawah per individu petani (Rupiah) Y = jumlah produksi padi sawah per hektar (kg/hektar) PX2 = harga rata-rata benih padi, yaitu Rp 3 191.25 PX3 = harga rata-rata pupuk N, yaitu Rp 1 437 PX4 = harga rata-rata pupuk P, yaitu Rp 1 804 PX5 = harga rata-rata pupuk K, yaitu Rp 2 327.5 PX6 = biaya tenaga kerja per HOK, yaitu Rp 40 000 Inefisiensi usahatani diasumsikan akan meningkat dengan kenaikan biaya produksi. Berdasarkan hasil penurunan fungsi biaya dual pada persamaan (7.1) dan dengan menggunakan persamaan (3.9) dapat dihitung nilai efisiensi alokatif dan ekonomi pada penelitian ini. Sebaran nilai efisiensi alokatif dan ekonomi petani contoh (Lampiran 6) disajikan pada Tabel 21. Tabel 21. Sebaran Efisiensi Alokatif dan Ekonomis Petani Contoh Selang Efisiensi 0.4-<0.5 0.5-<0.6 0.6-<0.7 0.7-<0.8 0.8-<0.9 0.9-1.0 Total Rata-rata Minimum Maksimum
Efisiensi Alokatif (n) (%) Rata-rata 0.4448 1.25 1 0.5628 30.00 24 0.6330 23.75 19 0.7542 31.25 25 0.8326 11.25 9 1.0000 2.50 2 80 100.00 0.6822 0.4448 1.0000
Efisiensi Ekonomi (n) (%) Rata-rata 0.4210 1.25 1 0.5478 52.50 42 0.6424 7.50 6 0.7467 38.75 31 0.8096 3.75 3 0.00 0.00 0 80 100.00 0.6328 0.4210 0.8216
Sumber: Analisis data primer, 2008 Pada tingkat harga input yang berlaku di daerah penelitian, efisiensi alokatif petani contoh berada pada kisaran 0.4448 hingga 1.0 dengan rata-rata 0.6822. Hal ini berarti, jika rata-rata petani contoh berkeinginan untuk mencapai tingkat efisiensi alokatif tertinggi, maka mereka harus menghemat biaya sebesar 31.78
86
persen. Petani contoh dengan efisiensi alokatif terendah untuk mencapai efisiensi alokatif tertinggi harus menghemat biaya sebesar 55.52 persen. Efisiensi alokatif petani contoh 54 persen berada di bawah 0.7 mengindikasikan bahwa petani belum efisien secara alokatif. Efek gabungan dari efisiensi teknis dan alokatif menunjukkan bahwa efisiensi ekonomi petani contoh berada pada kisaran 0.4210 hingga 0.8216 dengan rata-rata 0.6328. Hal ini berarti, jika rata-rata petani contoh berkeinginan mencapai tingkat efisiensi ekonomis tertinggi maka mereka harus menghemat biaya sebesar 22.98 persen. Petani contoh dengan efisiensi ekonomi terendah untuk mencapai efisiensi ekonomi tertinggi harus menghemat biaya sebesar 48.76 persen. Efisiensi ekonomi petani contoh 61 persen di bawah 0.7 mengindikasikan bahwa petani belum efisien secara ekonomis. Sebaran efisiensi alokatif dan ekonomis berdasarkan status dalam program BPLM, disajikan pada Tabel 22. Berdasarkan status petani contoh dalam program BPLM, diperoleh bahwa nilai rata-rata efisiensi alokatif petani penerima BPLM dan bukan BPLM tidak berbeda nyata. Ini berarti bahwa petani penerima BPLM dan petani bukan penerima BPLM mencapai tingkat efisiensi alokatif yang sama pada masing-masing tingkat penggunaan input, sehingga masih memungkinkan untuk mengurangi biaya melalui realokasi input. Pencapaian efisiensi alokatif yang tinggi pada penelitian ini disebabkan penggunaan input rendah sehingga biaya yang dikeluarkan rendah, namun berdampak pada efisiensi teknis yang dihasilkan.
87
Tabel 22. Sebaran Efisiensi Alokatif dan Ekonomis Petani Contoh Berdasarkan Status Penerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat Menggunakan Fungsi Produksi Stochastic Frontier Selang Efisiensi
(n)
Efisiensi Alokatif BPLM Bukan BPLM RataRata(%) (n) (%) (n) rata rata
0.4-<0.5 0.5-<0.6 0.6-<0.7 0.7-<0.8 0.8-<0.9 0.9-1.0
1 10 4 10 9 1
2.86 0.4448 0 28.57 0.5515 14 11.43 0.6150 15 28.57 0.7576 14 25.71 0.8291 1 2.86 1.0000 1
Total
35 100.00
45
0.00 31.11 33.33 31.11 2.22 2.22 100
Efisiensi Ekonomi BPLM Bukan BPLM RataRata(%) (n) (%) Rata Rata
0.00 1 2.86 0.4210 0 0.5708 12 34.29 0.5195 30 0.6378 2 5.71 0.6144 4 0.7517 17 48.57 0.7581 11 0.8640 3 8.57 0.8096 0 1.0000 0 0.00 0.0000 0 35 100.00
0.00 66.67 8.89 24.44 0.00 0.00
45 100.00
Rata-rata
0.6999
0.6684
Minimum
0.4448
0.5081
0.4210
0.5004
Maksimum
1.0000
1.0000
0.8216
0.7524
t-hitung
1.13
0.6629
0.0000 0.5591 0.6563 0.7292 0.0000 0.0000
0.6094
2.32a
Sumber: Analisis data primer, 2008 Keterangan: a, b, c signifikan pada taraf 0.01, 0.05, dan 0.10 Efisiensi ekonomis yang dicapai oleh petani penerima BPLM berbeda nyata dengan petani bukan penerima BPLM pada taraf 1.3 persen. Pencapaian tingkat efisiensi ekonomis petani penerima BPLM lebih tinggi dibandingkan petani bukan penerima BPLM disebabkan oleh pencapaian efisiensi teknis yang lebih tinggi. Meskipun lebih tinggi, tetapi pencapaian nilai efisiensi ekonomis usahatani petani penerima BPLM belum efisien. Pelaksanaan program BPLM baru mampu mencapai 2 indikator keberhasilan BPLM dalam penguatan modal usahatani, yaitu: tersalurnya dana penguatan modal kepada petani dan terjadinya peningkatan produksi/produktivitas usahatani. Ketidakmampuan petani mencapai efisiensi ekonomis terkait dengan belum terjadinya perubahan manajemen kelompok tani terutama dalam keaktifan menjalin kemitraan usaha untuk penyediaan input dan pemasaran hasil. Berdasarkan hasil IPA, maka faktor pendampingan penyuluh menjadi faktor yang
88
berpengaruh pada tercapainya indikator keberhasilan ini. Adam (1966) menyatakan bahwa pemberian bantuan permodalan bagi usaha produksi kepada petani tanpa menunjukkan penggunaan yang efektif hanya akan menambah hutang dan sebaliknya,bimbingan teknis tanpa tersedianya fasilitas modal juga tidak memberikan usaha yang efektif. Fakta di lapangan, saat penelitian dilaksanakan hanya Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Balai Penyuluhan Pertanian yang berperan dalam pendampingan kepada petani. Tingkat frekuensi penyuluhan rendah dan pertemuan kelompok tani jarang dilakukan sehingga tidak terjadi perubahan manajemen kelompok tani. Petani tetap cenderung melakukan pembelian input secara sendiri-sendiri. Kelompok tani belum terlibat dalam masalah pembelian input dan pemasaran hasil. Hal ini berdampak pada pencapaian efisiensi alokatif yang sama antara petani penerima BPLM dan bukan penerima BPLM. Fakta ini perlu mendapat perhatian, bahwa pendampingan penyuluh untuk meningkatkan peran aktif kelompok tani sangat diperlukan. Aktivitas kelompok tani melakukan kerjasama dengan pihak-pihak tertentu dalam hal pemasaran hasil dan pembelian input secara kolektif diharapkan mampu meningkatkan pencapaian efisiensi alokatif, sehingga efisiensi ekonomis usahatani tercapai.
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pengaruh program BPLM terhadap usahatani padi sawah dan analisis efisiensi produksi usahatani padi sawah di Kabupaten PPU. Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. BPLM berperan sebagai dana tambahan dengan jumlah yang relatif kecil terhadap permodalan usahatani padi sawah di Kabupaten PPU. 2. Faktor-faktor program BPLM yang masih harus diperbaiki tingkat kinerjanya adalah variabel sosialisasi program BPLM, pelatihan dan pendampingan penyuluh, dan tingkat perguliran dana pada kelompok lain. 3. Program BPLM berpengaruh positif dan nyata terhadap peningkatan produksi dan peningkatan pendapatan petani padi sawah di Kabupaten PPU, serta memberikan pengaruh imbas kepada petani bukan penerima BPLM dalam hal penggunaan input riil yang belum optimal. 4. Rata-rata petani padi sawah di daerah penelitian efisien secara teknis, tetapi belum efisien secara alokatif dan ekonomis dengan nilai rata-rata efisiensi yang dicapai secara berturut-turut 0.9318, 0.6822, and 0.6328. Faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pencapaian efisiensi teknis adalah pendapatan total, dependency ratio, dan BPLM. Petani penerima BPLM mencapai tingkat efisiensi usahatani lebih tinggi dibandingkan petani bukan penerima BPLM.
90
8.2. Saran Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini, maka dikemukakan saran-saran dan implikasi kebijakan sebagai berikut: 1. Pemerintah daerah perlu memberdayakan kelompok tani dengan memberi modal untuk melakukan fungsi pembelian gabah anggota kelompok tani, sehingga petani mendapat harga wajar dan dapat dimanfaatkan untuk modal tanam berikutnya. 2. Pemerintah Daerah perlu meningkatkan sosialisasi program BPLM dan pendampingan terhadap petani penerima dengan menambah tenaga penyuluh pertanian dan frekuensi pertemuan agar petani memperoleh informasi mengenai penggunaan input yang optimal. 3. Pemerintah Daerah perlu membina kelompok tani penerima dalam hal penyediaan input secara kolektif dan pemasaran hasil dengan menawarkan jalinan kerjasama dengan pihak-pihak tertentu.
DAFTAR PUSTAKA Adiyoga, W. 1999. Beberapa Alternatif Pendekatan untuk Mengukur Efisiensi atau Inefisiensi dalam Usahatani. Informatika Pertanian, 8(1): 487–497. Adam, D. W. 1966. Policy Issues in Rural Finance and Development. Studies in Rural Finance. Department of Agricultural Economics and Rural Sociology. The Ohio State University, Ohio. Badan Pusat Statistik Kabupaten Penajam Paser Utara. 2006. Kabupaten Penajam Paser Utara dalam Angka Tahun 2005/2006. Badan Pusat Statistik, Kabupaten Penajam Paser Utara, Penajam. Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Timur. 2007. Kalimantan Timur dalam Angka Tahun 2006/2007. Badan Pusat Statistik, Provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Bakhshoodeh, M. and K. J. Thomson. 2001. Input and Output Technical Efficiencies of Wheat Production in Kerman, Iran. Agricultural Economics, 24(1): 307-313. Battese, G. E., T. J. Coelli and D. S. P. Rao. 1998. An Introduction to Efficiency and Productivity Analysis. Kluwer Academic Publishers, London. Bravo-Ureta, B. E. and A. E. Pinheiro. 1993. Efficiency Analysis of Developing Country Agriculture: A Review of the Frontier Function Literature. Journal Agricultural and Resources Economics Review, 22(1): 88-101. _______________________________. 1997. Technical, Economic, and Allocative Efficiency in Peasant Farming: Evidence from the Dominican Republic. The Developing Economies, 35(1): 48–67. Daryanto, H., G. E. Battese and E. M. Fleming. 2001. Technical Efficiencies of Rice Farmers Under Different Irrigation Systems and Cropping Seasons in West Java. Journal of Agricultural and Resource Socio-Economics, 14(3): 59–90. Departemen Pertanian. 2002. Pedoman Umum Pemanfaatan Bantuan Langsung Masyarakat. Departemen Pertanian, Jakarta. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Penajam Paser Utara. 2006. Optimalisasi Program Pembangunan Sektor Pertanian Kabupaten Penajam Paser Utara Melalui Aktualisasi Informasi Sumberdaya Lahan. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Kabupaten Penajam Paser Utara, Penajam.
92
___________________________________________________________. 2007a. Laporan Pelaksanaan Penyaluran Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) untuk Peningkatan Produktivitas Padi. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Kabupaten Penajam Paser Utara, Penajam. ___________________________________________________________. 2007b. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Tanaman Pangan di Kabupaten Penajam Paser Utara. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Kabupaten Penajam Paser Utara, Penajam. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Propinsi Kalimantan Timur. 2006. Laporan Tahunan Dinas Tanaman Pangan Kalimantan Timur. Dinas Pertanian Tanaman Pangan, Propinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Farrel, M. 1957. The Measurement of Productivity Efficiency. Journal of the Royal Statistics Society, 120(3): 253-290. Henderson, J. M. and R. E. Quandt. 1980. Microeconomic Theory: A Mathematical Approach. McGraw-Hill Book Co., Singapore. Herdt, R. W. and A. M. Mandac. 1981. Economic Development and Cultural Change: Modern Technology and Economic Efficiency of Philippine Rice Farmers. Holmes and Meier Publishers, New York. Idiong, I.C. 2007. Estimation of Farm Level Technical Efficiency in Smallscale Swamp Rice Production in Cross River State of Nigeria: A Stochastic Frontier Approach. World Journal of Agricultural Sciences, 3(5): 653 – 658. International Rice Research Institute. 1982. Rice Research Strategies for the Future. International Rice Research Institute, Los Banos. Jondrow, J., C. A. K. Lovells, I. S. Materov and P. Schmidt. 1982. On the Estimation of Technical Inefficiency in the Stochastic Frontier Production Function Model. Journal of Econometrics, 19(2): 233-238. Kebede, T. A. 2001. Farm Household Technical Efficiency: A Stochastic Frontier Analysis. Master Thesis. Department of Economics and Social Sciences. Agricultural University, Norway. Lau, L. J. and P.A. Yotopoulos. 1971. A Test for Relative Efficiency and Application to Indian Agriculture. The American Economic Review, 61(1): 94–109. Leiwakabessy, F. M. dan A. Sutandi. 2004. Pupuk dan Pemupukan. Jurusan Ilmu Tanah, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Martilla, J. dan J. James. 1977. Importance-Performance Analysis. Journal of Marketing, 41(1) : 77-79.
93
Mosher, A.T. 1966. Getting Agriculture Moving: Essentials for Development and Modernization. Frederick A. Praeger Inc., New York. Naimuddin. 2006. Pengaruh Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) dan Faktor Sosial Ekonomi terhadap Pendapatan dan Penerapan Teknologi Sapi Potong di Kabupaten Pasir. Tesis Magister Pertanian. Program Studi Pertanian Tropika Basah, Universitas Mulawarman, Samarinda. Noor, D. 2006. Kebijakan Pemberdayaan Petani Melalui Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat di Kabupaten Pasir. Tesis Magister Pertanian. Program Studi Pertanian Tropika Basah, Universitas Mulawarman, Samarinda. Ogundari, K., and S. O. Ojo. 2006. An Examination of Technical, Economic and Allocative Efficiency of Small Farms: The Case Study of Cassava Farmers in Osun State of Nigeria. Journal of Central European Agriculture, 7(3): 423-432. Pusat Penelitian dan Pengembangan Wilayah Universitas Mulawarman. 2001. Abstraksi Hasil Penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Wilayah Universitas Mulawarman Tahun 2001. Universitas Mulawarman, Samarinda. ____________________________________________________________. 2002. Analisa Pengembangan Usahatani Padi, Holtikultura, dan Palawija di Propinsi Kalimantan Timur. Universitas Mulawarman, Samarinda. Rachman, B., Supriyati dan Supena. 2005. Ekonomi Kelembagaan Sistem Usahatani Padi di Indonesia. Jurnal SOCA, 2(5): 123-128. Rangkuti, F. 2006. Measuring Customer Satisfaction: Teknik Mengukur dan Strategi Meningkatkan Kepuasan Pelanggan plus Analisis Kasus PLN-JP. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Satria, P. U. 2003. Kajian Efisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah pada Petani Peserta Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu (SLPHT) di Sumatera Barat. AGRISEP, 2(1): 58-70. Soekartawi, A. Soeharjo, J. L. Dillon dan J. B. Hardaker. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. UI Press, Jakarta. Sumaryanto, Wahida dan M. Siregar. 2003. Determinan Efisiensi Teknis Usahatani Padi di Lahan Sawah Irigasi. Jurnal Agro Ekonomi, 21(1): 72-96.
94
Syukur, M., Sumaryanto, A. Saptana, R. Numanaf, B. Wiryono, I. S. Anugrah dan Sumedi. 1999. Kajian Skim Kredit Usahatani menunjang Pengembangan IPPadi 300 di Jawa Barat. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Tanjung, I. 2003. Efisiensi Teknis dan Ekonomis Petani Kentang di Kabupaten Solok Propinsi Sumatera Barat: Analisis Stochastic Frontier. Tesis Magister Sains. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Tadesse, B. and S. Krishnamoorthy. 1997. Technical Efficiency in Paddy Farms of Tamil Nadu: An Analysis Based on Farm Size and Ecological Zone Journal Agricultural of Economics, 16 (1) : 185-192. Taylor, T. G., H. E. Drummond and A. T. Gomes. 1986. Agricultural Credit Programs and Production Efficiency: An Analysis of Traditional Farming in Southeastern Minas Gerais, Brazil. Journal of Agricultural Economics, Februari 1986: 110-119. Villano, R. dan E. Fleming. 2004. Analysis of Technical Efficiency in a Rainfed Lowland Rice Environment in Central Luzon Philippines Using a Stochastic Frontier Production Function with a Heteroskedastic Error Structure. Working Paper Series No. 15. Agricultural and Resource Economics, University of New England, Armidale. Xu, X. and S. R. Jeffrey. 1998. Efficiency and Technical Progress in Traditional and Modern Agriculture: Evidence From Rice Production in China. Journal Agricultural of Economics, 18 (1) : 157-165.
LAMPIRAN
96
Lampiran 1. Luas Wilayah, Jumlah Desa dan Jumlah Penduduk Tiap Kecamatan di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2005 Kecamatan
Luas Wilayah
Jumlah Desa
(Ha)
Jumlah Penduduk (Jiwa)
1. Babulu
399.45
10
24 339
2. Waru
553.88
3
13 628
3. Penajam
1 207.37
21
53 679
4. Sepaku
1 172.36
13
32 563
Jumlah
3 333.06
57
124 209
Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten PPU, 2006
97
Lampiran 2. Peta Wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara
Lokasi Penelitian
98
Lampiran 3. Sebaran Jumlah Kelompok Tani Penerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat, Jumlah Kelompok Tani, dan Jumlah Petani di Kabupaten Penajam Paser Utara pada Masing-masing Kecamatan Kecamatan/Desa
Kelompok Tani Kelompok Penerima BPLM Tani 2003 2004 2005 2006
Petani 2006
Kecamatan Babulu 1. Rawa Mulia 2. Gunung Intan 3. Babulu Darat 4. Gunung Makmur 5. Sumber Sari 6. Rintik 7. Labangka 8. Babulu Laut 9. Sri Raharja 10. Sebakung Jaya
6 4 4 5 2 1 0 0 0 0
2 1 3 0 0 0 4 1 1 10
0 0 1 1 2 0 2 1 5 0
15 19 15 10 15 4 16 11 10 16
590 764 1 064 684 944 155 918 1 152 524 548
Kecamatan Waru 1. Sesulu 2. Api-api 3. Waru
3 2 1
0 0 0
0 0 0
10 8 18
724 312 967
Kecamatan Sepaku 1. Suka Raja 2. Bumi Harapan 3. Bukit Raya 4. Wonosari 5. Semoi II 6. Karang Jinawi 7. Tengin Baru
3 1 1 4 1 2 0
0 1 0 0 0 0 1
0 0 0 0 0 0 0
16 10 8 10 10 6 15
1 125 720 371 438 992 386 1 349
Kecamatan Penajam 1. Petung 2. Saloloang 3. Sotek 4. Pejala
5 3 2 0
0 0 0 0
0 0 0 3
16 5 4 3
1 216 287 621 382
Sumber: Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten PPU, Tahun 2006
99
Lampiran 4. Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Penerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat, Bukan Penerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat, dan Gabungan dengan dummy Menggunakan Metode Ordinary Least Squares a. Fungsi Produksi Petani Contoh Penerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: LnY Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
6 28 34
2.49882 0.48765 2.98647
0.41647 0.01742
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.13197 8.32800 1.58465
Variable
DF
Intercept LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 LnX5 LnX6
R-Square Adj R-Sq
Parameter Estimates Parameter Standard Estimate Error
1 1 1 1 1 1 1
8.02580 0.73462 0.15539 0.10130 0.00254 0.00275 -0.18549
1.04165 0.19685 0.12627 0.07874 0.00778 0.00430 0.20150
F Value
Pr > F
23.91
<.0001
0.8367 0.8017
t Value
Pr > |t|
7.70 3.73 1.23 1.29 0.33 0.64 -0.92
<.0001 0.0009 0.2287 0.2088 0.7465 0.5277 0.3651
b. Fungsi Produksi Petani Contoh Bukan Penerima Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: LnY Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
6 38 44
6.19350 1.22408 7.41759
1.03225 0.03221
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.17948 8.35881 2.14718
Variable Intercept LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 LnX5 LnX6
DF 1 1 1 1 1 1 1
R-Square Adj R-Sq
Parameter Estimates Parameter Standard Estimate Error 4.43011 0.36410 0.02946 0.09724 0.00064571 0.00412 0.73872
1.04234 0.17583 0.13023 0.06091 0.00606 0.00359 0.25457
F Value
Pr > F
32.04
<.0001
0.8350 0.8089
t Value
Pr > |t|
4.25 2.07 0.23 1.60 0.11 1.15 2.90
0.0001 0.0452 0.8222 0.1187 0.9157 0.2590 0.0061
100
c. Fungsi Produksi Gabungan dengan Dummy The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: LnY Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
7 72 79
8.48301 1.93974 10.42275
1.21186 0.02694
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.16414 8.34533 1.96681
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
44.98
<.0001
0.8139 0.7958
Parameter Estimates
Variable Intercept LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 LnX5 LnX6 D1
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
1 1 1 1 1 1 1 1
5.94019 0.46669 0.10427 0.09919 0.00285 0.00476 0.32275 0.03102
0.74233 0.12599 0.07988 0.04088 0.00452 0.00253 0.15853 0.04645
8.00 3.70 1.31 2.43 0.63 1.88 2.04 0.67
<.0001 0.0004 0.1959 0.0178 0.5297 0.0638 0.0454 0.5064
d. Fungsi Produksi Gabungan Tanpa Dummy The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: LnY Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
6 73 79
8.47099 1.95176 10.42275
1.41183 0.02674
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.16351 8.34533 1.95933
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
52.81
<.0001
0.8127 0.7973
Parameter Estimates
Variable Intercept LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 LnX5 LnX6
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
1 1 1 1 1 1 1
5.72558 0.43644 0.09704 0.10312 0.00282 0.00478 0.37749
0.66663 0.11712 0.07884 0.04030 0.00450 0.00252 0.13519
8.59 3.73 1.23 2.56 0.63 1.90 2.79
<.0001 0.0004 0.2223 0.0126 0.5329 0.0615 0.0067
101
e. Fungsi Produksi Gabungan Tanpa Dummy Terestriksi The REG Procedure Model: MODEL1 Dependent Variable: LnY NOTE: Restrictions have been applied to parameter estimates.
Analysis of Variance
Source
DF
Sum of Squares
Mean Square
Model Error Corrected Total
5 74 79
8.46943 1.95332 10.42275
1.69389 0.02640
Root MSE Dependent Mean Coeff Var
0.16247 8.34533 1.94682
R-Square Adj R-Sq
F Value
Pr > F
64.17
<.0001
0.8126 0.7999
Parameter Estimates
Variable
DF
Parameter Estimate
Standard Error
t Value
Pr > |t|
Intercept LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 LnX5 LnX6 RESTRICT
1 1 1 1 1 1 1 -1
5.83900 0.43993 0.09793 0.10382 0.00281 0.00492 0.35059 0.07179
0.46963 0.11548 0.07825 0.03993 0.00447 0.00244 0.07597 0.29565
12.43 3.81 1.25 2.60 0.63 2.02 4.61 0.24
<.0001 0.0003 0.2147 0.0113 0.5320 0.0471 <.0001 0.8100*
Probability computed using beta distribution.
102
Lampiran 5. Hasil Analisis per Hektar Pendugaan Fungsi Produksi Gabungan Tanpa dummy dengan Menggunakan Metode Ordinary Least Squares dan Maximum Likelihood Estimation Output from the program FRONTIER (Version 4.1c) instruction file = terminal data file = ha.dta Tech. Eff. Effects Frontier (see B&C 1993) The model is a production function The dependent variable is logged the ols estimates are :
beta 0 beta 1 beta 2 beta 3 beta 4 beta 5 sigma-squared
coefficient
standard-error
0.58371972E+01 0.94936447E-01 0.10358911E+00 0.26528506E-02 0.50754739E-02 0.35394065E+00 0.26363516E-01
0.46654325E+00 0.78145200E-01 0.40009273E-01 0.45650361E-02 0.24622351E-02 0.75428523E-01
log likelihood function =
0.66623960E+01 0.37232446E-01 0.59402713E-01 0.45265375E-02 0.60998571E-02 0.27171667E+00 0.91284955E+00 -0.11272000E-02 -0.33733264E-03 -0.12067395E-01 -0.31013029E-01 0.25397980E-01 -0.16089441E+00 -0.72580501E-01 -0.16706925E+00 0.25570782E-01 0.39352038E+00
log likelihood function =
0.12511588E+02 0.12148724E+01 0.25891276E+01 0.58112368E+00 0.20613279E+01 0.46923979E+01
0.35034349E+02
the final mle estimates are : coefficient beta 0 beta 1 beta 2 beta 3 beta 4 beta 5 delta 0 delta 1 delta 2 delta 3 delta 4 delta 5 delta 6 delta 7 delta 8 sigma-squared gamma
t-ratio
standard-error 0.47932604E+00 0.86789239E-01 0.40513381E-01 0.45733426E-02 0.24489884E-02 0.80590982E-01 0.48015859E+00 0.57004078E-02 0.22049021E-01 0.10992023E-01 0.15751972E-01 0.28780992E-01 0.73798904E-01 0.13706279E+00 0.12078526E+00 0.74268148E-02 0.15401467E+00
t-ratio 0.13899508E+02 0.42899842E+00 0.14662492E+01 0.98976568E+00 0.24907660E+01 0.33715518E+01 0.19011418E+01 -0.19774024E+00 -0.15299212E-01 -0.10978321E+01 -0.19688347E+01 0.88245673E+00 -0.21801735E+01 -0.52954199E+00 -0.13831924E+01 0.34430349E+01 0.25550837E+01
0.45942640E+02
LR test of the one-sided error = 0.21816581E+02 with number of restrictions = * [note that this statistic has a mixed chi-square distribution] number of iterations = 28 (maximum number of iterations set at : 100) number of cross-sections = 80 number of time periods = 1 total number of observations = 80 thus there are: 0 obsns not in the panel technical efficiency estimates : firm year eff.-est. 1 2 3 4 5 6 7 8
1 1 1 1 1 1 1 1
0.98176651E+00 0.94098648E+00 0.79142485E+00 0.93695243E+00 0.88747147E+00 0.95749842E+00 0.94689807E+00 0.97224504E+00
103
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
mean efficiency =
0.95264307E+00 0.98419367E+00 0.97997982E+00 0.97119586E+00 0.98849662E+00 0.98487007E+00 0.98427611E+00 0.98411064E+00 0.98366161E+00 0.97603405E+00 0.89207830E+00 0.99002160E+00 0.85862084E+00 0.97808535E+00 0.94656504E+00 0.91306990E+00 0.95919967E+00 0.88094673E+00 0.92607342E+00 0.93560609E+00 0.98439646E+00 0.92565715E+00 0.89802651E+00 0.97918167E+00 0.97972027E+00 0.96852230E+00 0.95291806E+00 0.97575931E+00 0.95639575E+00 0.98553283E+00 0.94826129E+00 0.96093563E+00 0.97019280E+00 0.97681879E+00 0.97506412E+00 0.98633848E+00 0.98716970E+00 0.95056740E+00 0.97277515E+00 0.94479481E+00 0.89692866E+00 0.98414632E+00 0.97380362E+00 0.94714316E+00 0.98478291E+00 0.86072920E+00 0.94477622E+00 0.89357603E+00 0.69581500E+00 0.93677123E+00 0.95756862E+00 0.92898515E+00 0.94366306E+00 0.96094813E+00 0.79177555E+00 0.73830250E+00 0.87902007E+00 0.65834076E+00 0.98239150E+00 0.91748150E+00 0.70154522E+00 0.85250086E+00 0.97045598E+00 0.97085330E+00 0.97542760E+00 0.96535518E+00 0.91471397E+00 0.90233662E+00 0.85359334E+00 0.90306641E+00 0.93940709E+00 0.95043710E+00 0.93175803E+00
104
Lampiran 6. Sebaran Efisiensi Teknis, Efisiensi Ekonomi, dan Efisiensi Alokatif Petani Contoh Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007 No.Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 Rata-rata BPLM 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46
Efisiensi Ekonomis 0.6099 0.7350 0.8216 0.8066 0.7871 0.7905 0.7472 0.7914 0.5201 0.7353 0.7355 0.7284 0.7908 0.8005 0.7377 0.7433 0.7307 0.7357 0.5035 0.5251 0.5160 0.6189 0.4210 0.5091 0.5801 0.5074 0.5102 0.5108 0.5237 0.7745 0.5121 0.7957 0.7961 0.7330 0.5163 0.6629 0.4736 0.5037 0.5289 0.4747 0.4812 0.4970 0.5683 0.5704 0.4071 0.6577 0.4021
Efisiensi Teknis 0.9818 0.9410 0.7914 0.9368 0.8875 0.9575 0.9469 0.9722 0.9527 0.9842 0.9800 0.9712 0.9885 0.9849 0.9843 0.9841 0.9837 0.9760 0.8921 0.9900 0.8587 0.9781 0.9466 0.9131 0.9592 0.8810 0.9261 0.9356 0.9844 0.9257 0.8980 0.9792 0.9797 0.9685 0.9529 0.9478 0.9727 0.9537 0.9840 0.9486 0.9578 0.9672 0.9746 0.9727 0.9812 0.9825 0.9383
Efisiensi Alokatif 0.6212 0.7811 1.0382 0.8610 0.8869 0.8256 0.7891 0.8140 0.5460 0.7471 0.7505 0.7500 0.8000 0.8128 0.7495 0.7553 0.7428 0.7538 0.5644 0.5304 0.6010 0.6328 0.4448 0.5576 0.6048 0.5759 0.5509 0.5459 0.5320 0.8367 0.5703 0.8126 0.8126 0.7569 0.5418 0.6999 0.4869 0.5282 0.5375 0.5004 0.5024 0.5138 0.5831 0.5864 0.4149 0.6694 0.4285
105
No.Responden 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 Rata-rata Bukan BPLM
Efisiensi Ekonomis 0.4892 0.4516 0.6329 0.6384 0.6684 0.6476 0.6033 0.6428 0.4203 0.4228 0.4633 0.4539 0.4560 0.4160 0.3747 0.4561 0.3892 0.4036 0.3504 0.4522 0.3296 0.3848 0.5082 0.3707 0.4627 0.4413 0.4211 0.3667 0.4437 0.3993 0.5338 0.3707 0.3345 0.3737
Efisiensi Teknis 0.9639 0.9345 0.8432 0.9805 0.9695 0.9331 0.9788 0.8230 0.9330 0.8819 0.6792 0.9058 0.9342 0.9128 0.9178 0.9388 0.7631 0.6778 0.8513 0.5976 0.9759 0.9032 0.6788 0.8280 0.9532 0.9624 0.9715 0.9465 0.8882 0.8809 0.8241 0.8660 0.9177 0.9337
Efisiensi Alokatif 0.5076 0.4833 0.7505 0.6512 0.6894 0.6940 0.6164 0.7810 0.4505 0.4794 0.6821 0.5011 0.4881 0.4557 0.4083 0.4858 0.5101 0.5954 0.4117 0.7567 0.3378 0.4260 0.7486 0.4477 0.4854 0.4586 0.4335 0.3875 0.4996 0.4532 0.6478 0.4281 0.3645 0.4003
0.4697
0.9018
0.5260
106
Lampiran 7. Data Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007 No. Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Y 7 000 4 000 6 000 7 000 3 000 5 500 7 000 6 500 4 000 4 000 4 000 4 000 5 000 4 500 4 000 4 500 3 500 4 000 3 000 8 000 3 000 4 000 3 000 3 000 4 000 3 000 3 000 3 000 3 000 4 000 3 000 5 000 5 000 4 000 3 000 3 000 4 000 8 000 4 000 4 000 4 000 9 000 9 000 6 000 5 000 4 000 7 000
X1 2.00 1.00 2.00 2.00 1.00 1.50 2.00 1.75 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 2.00 1.00 1.00 1.00 3.00 3.00 2.00 1.75 1.00 2.00
X2 60.0 30.0 90.0 50.0 50.0 75.0 60.0 60.0 25.0 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 50.0 40.0 50.0 25.0 50.0 25.0 50.0 25.0 25.0 40.0 25.0 25.0 25.0 25.0 50.0 25.0 45..0 45.0 30.0 25.0 35.0 40..0 60.0 40.0 35.0 40.0 180.0 180.0 90.0 87.5 50.0 90.0
X3 300 100 400 500 150 200 200 300 50 100 100 100 300 200 100 100 100 100 50 100 50 125 50 50 100 50 50 50 50 100 50 150 150 100 50 50 100 100 100 100 100 300 300 150 150 50 150
X4 75 50 100 100 100 100 80 100 50 50 80 100 100 50 75 50 75 75 50 100 50 25 0 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 50 80 80 75 75 100 100 100 50 0 100
X5 0 50 100 100 100 100 100 100 0 100 80 100 200 100 75 50 50 75 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 50 0 50 50 50 0 0 50 70 100 80 75 100 100 0 0 80 0
X6 127.75 87.25 133.25 117.00 81.25 109.13 131.50 134.00 72.00 95.50 95.50 97.50 89.50 85.00 93.50 94.50 93.63 90.25 97.50 120.00 78.50 68.63 88.75 89.00 89.50 91.63 87.38 86.50 65.88 59.00 84.50 75.75 74.00 85.00 78.13 89.13 86.88 110.63 87.25 95.38 83.38 130.00 136.50 98.63 98.88 70.50 88.63
X7 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
107
No. Responden 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
Y 4 000 4 000 10 000 8 000 7 000 9 000 4 500 4 000 3 000 4 000 3 000 3 000 3 000 3 000 3 000 3 000 2 000 3 000 2 000 4 000 4 000 6 000 3 000 3 000 6 000 8 000 4 000 3 000 3 000 5 000 3 000 4 000 4 000
X1 1.00 1.75 3.00 2.00 2.00 4.00 2.00 1.00 1.00 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 3.00 1.00 1.00 2.00 2.00 1.00 1.00 1.00 2.00 1.00 1.00 1.00
X2 50.0 87.5 90.0 100.0 75.0 240.0 75.0 50.0 40.0 50.0 30.0 30.0 30.0 30.0 35.0 30.0 40.0 30.0 30.0 30.0 50.0 120.0 25.0 30.0 50.0 50.0 50.0 25.0 30.0 60.0 25.0 30.0 30.0
X3 50 70 400 100 200 400 200 100 50 100 50 50 200 200 100 100 50 150 100 100 100 50 50 100 200 250 50 100 100 100 50 100 50
X4 0 0 100 75 100 0 100 100 100 100 50 50 100 150 50 100 50 50 50 50 50 50 50 50 300 100 100 50 100 50 50 50 50
X5 30 60 0 75 100 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 50 0 0 50 0 0 0 0 100 50 0 0 0 50 50
X6 71.50 88.25 115.50 126.50 113.88 147.88 81.00 73.88 81.63 109.38 80.38 64.00 74.50 72.13 64.25 67.25 58.38 68.38 61.63 73.25 83.50 111.25 67.25 63.50 86.38 102.50 83.50 72.50 59.75 82.75 63.50 79.00 71.00
X7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
108
Lampiran 8. Data Pendugaan Efek Inefisiensi Teknis Usahatani Padi Sawah di Kabupaten Penajam Paser Utara Tahun 2007 No. Responden 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47
Z1
Z2
Z3
Z4
Z5
Z6
Z7
Z8
45 40 38 42 40 35 43 41 39 45 54 27 39 50 42 60 46 30 53 49 52 45 60 55 37 51 46 40 55 25 51 50 50 40 41 36 30 40 30 55 32 53 39 40 45 30 40
6 6 6 6 9 6 6 9 9 9 6 9 9 6 0 6 6 6 6 0 0 9 0 6 0 0 0 9 0 9 0 6 6 6 0 6 6 6 6 6 6 9 14 0 0 6 6
17 8 8 27 8 7 8 9 10 20 20 15 15 20 20 15 15 20 30 20 25 15 40 20 10 30 15 20 30 7 20 25 10 20 23 10 10 15 15 15 15 20 20 8 10 10 7
7.21 8.38 4.51 7.13 1.50 4.98 6.95 11.73 4.41 23.30 20.87 20.71 34.59 22.10 20.98 22.04 26.18 21.18 1.39 24.16 2.15 7.93 1.82 5.33 7.36 1.62 7.79 1.83 18.65 4.67 4.91 14.37 14.99 15.67 5.91 31.62 21.45 33.79 21.25 23.41 23.88 33.53 28.60 18.50 22.67 10.29 13.70
2.50 1.00 2.25 2.25 1.50 2.00 2.50 2.75 1.00 2.00 2.00 2.00 4.00 2.00 2.00 2.00 4.00 2.00 2.00 2.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 1.00 2.00 1.00 1.00 1.00 2.00 2.00 2.00 1.00 3.00 4.00 3.00 7.75 1.00 2.00
4.00 2.00 1.00 0.67 3.00 4.00 3.00 3.00 2.00 1.50 1.00 0.50 1.00 1.50 2.00 1.50 2.00 0.50 1.00 3.00 1.00 3.00 1.00 1.00 2.00 1.00 2.00 3.00 2.00 2.00 1.00 1.00 2.00 1.00 2.00 1.00 1.00 1.00 0.50 0.50 1.00 0.00 1.00 6.00 6.00 2.00 3.00
1 0 1 1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
109
No. Responden 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
Z1
Z2
Z3
Z4
Z5
Z6
Z7
Z8
22 60 40 35 40 35 42 31 47 30 42 40 55 54 47 68 32 70 29 52 37 47 39 59 46 69 73 45 55 70 42 50 40
9 0 6 6 9 9 6 9 6 9 9 6 0 6 6 0 9 0 9 6 9 6 9 0 6 0 0 9 6 6 9 6 6
9 16 7 8 8 9 7 6 27 10 4 10 35 20 20 27 10 27 4 27 3 30 19 27 30 27 27 30 34 27 25 20 20
10.39 9.14 21.24 15.28 12.92 14.29 16.19 11.25 10.49 8.41 10.45 11.64 11.90 12.37 9.63 5.00 5.23 12.34 5.42 7.88 9.75 5.48 7.40 8.70 12.86 16.29 3.46 11.96 10.33 9.23 5.54 7.16 7.80
2.00 2.00 4.50 2.50 2.50 4.25 3.00 1.50 1.50 1.50 2.00 2.25 2.50 2.50 2.50 2.00 1.00 2.50 2.00 1.25 2.25 4.50 2.25 1.00 3.00 3.25 1.00 3.25 2.00 2.50 11.00 1.00 1.00
2.00 2.00 4.00 3.00 2.00 6.00 1.00 2.00 0.33 0.50 3.00 3.00 0.50 2.00 3.00 0.00 2.00 0.00 2.00 4.00 2.00 0.00 1.00 3.00 2.00 1.00 3.00 1.00 0.00 0.00 3.00 2.00 2.00
1 1 0 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0