Pengaruh Bad Postural Habit Terhadap Kelainan Sendi Rahang Rasmi Rikmasari*, Muhammad Zaal Haq**, Erna Kurnikasari* *Bagian Prostodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran **Mahasiswa Program Profesi Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran
ABSTRAK Sekarang ini kelainan sendi temporomandibula menjadi penyakit umum di masyarakat. Kelainan sendi temporomandibula merupakan suatu masalah yang terjadi pada rahang dan rasa nyerinya dapat meluas hingga kepala dan leher. Sekitar 80-90% kelainan pada sendi rahang berhubungan dengan otot-otot tubuh, khususnya otot di daerah kepala, leher dan pundak.
Kondisi
ini
disebut
si ndroma
nyeri
miofasial.
Etiologi
kelainan
sendi
temporomandibula diantaranya adalah stres, trauma, kebiasaan oral yang buruk, dan postur tubuh yang tidak baik. Kebiasaan sikap tubuh yang salah (Bad postural habit) yang dapat mempengaruhi sendi rahang dan dapat menyebabkan sindroma miofascial adalah sikap berdiri, duduk, mengangkat beban, berjalan, bekerja dalam posisi tetap, dan posisi tidur.
Kata Kunci: Sikap tubuh yang salah, kelainan sendi rahang, sindroma nyeri miofasial
ABSTRACT Nowdays, temporomandibular joint disorder has become a common disease in society. Temporomandibular joint disorder is a problem in the jaw and surrounding areas of the head and neck. Estimated 80% to 90% of all temporomandibular joint disorder are related to the muscles of body, especially the head, neck and shoulder area. This condition is called myofascial pain syndrome. Etiology of temporomandibular joint disorder e.g. stress, trauma, bad oral habits, and bad body posture. Bad postural habit that could influences of temporomandibular joint disorder and myofascial pain syndrome are standing position, sitting position, walking position, static work position, and sleep position.
Keywords: Temporomandibular joint disorder, myofascial pain syndrome, physical exercise.
PENDAHULUAN Sendi temporomandibula tidak luput dari kelainan seperti yang terjadi pada sendi sinovial lain.1 The National Institute of Dental Research mengklasifikasikan kelainan sendi temporomandibula dalam 3 kategori, yaitu kelainan otot pengunyahan, kelainan pada kompleks kondilus-diskus, dan penyakit degeneratif sendi.2 Kelainan sendi temporomandibula yang paling sering terjadi adalah disebabkan oleh kelainan otot, yang disebut sebagai nyeri miofasial, dan disfungsi sendi temporomandibula.1 Schwartz merupakan orang pertama yang menemukan bahwa terdapat sejumlah pasien yang mempunyai masalah dengan sendi temporomandibula ternyata juga menunjukkan gejala spasme dari otot-otot pengunyahan. Spasme otot ini menyebabkan rasa sakit dan keterbatasan dalam pergerakan mandibula. Schwartz (I960)3 menyebutnya dengan sindroma disfungsi nyeri sendi temporomandibula (temporomandibular joint pain-dysfunction syndrome} atau yang lazim disebut dengan istilah sindroma disfungsi nyeri miofasial (myofascial paindysfunction syndromel MPD).4 Disfungsi sendi temporomandibular disebabkan oleh banyak faktor, antara lain disebabkan oleh beban pengunyahan pada gigi yang terlalu besar, pengecilan otot rahang, dan ketegangan dari otot-otot pendukung sendi temporomandibula. Juga disebabkan oleh, sikap tubuh yang salah, kebiasaan oral yang buruk, kerusakan fascia yang disebabkan oleh trauma atau penyakit.5 Fascia adalah jaringan fibrosa yang membentuk pembungkus otot dan berbagai organ tubuh.6 Akibat yang ditimbulkan dapat berupa rasa sakit, bunyi kliking saat membuka mulut, dan kesulitan saat akan membuka mulut dengan lebar.4 Smith1 dalam The Atlas of Temporomandibular Orthopedics menge-mukakan bahwa terdapat hubungan antara kelainan sendi rahang dengan sikap tubuh yang salah, yang dapat mengakibatkan kelainan fungsi pada fascia otot. Karena seluruh fascia di dalam tubuh saling memiliki keterkaitan hubungan, maka dengan adanya kelainan pada salah satu organ tubuh akan mengakibatkan kelainan pada organ yang lainnya.1 Sekitar 80-90% kelainan pada sendi rahang berhubungan dengan otot-otot tubuh, khususnya otot di daerah kepala, leher dan pundak. Hiperaktifitas otot dapat mengakibatkan kelainan sendi rahang yang menyebabkan rasa sakit di sekitar daerah rahang.2
Pengertian Nyeri Definisi nyeri yang diusulkan oleh the Subcommitte on Taxonomy of the International Association for the Study of Pain menyatakan bahwa nyeri merupakan sensasi dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang diikuti gangguan atau kerusakan
jaringan.8 Secara fisiologis nyeri adalah suatu mekanisme protektif tubuh yang timbul bila suatu jaringan sedang dirusak, sehingga individu yang bersangkutan berusaha menghindar, melarikan diri dan atau melawan.9 Meskipun nyeri pada mulanya merupakan proses fisiologis, namun pada akhirnya akan bersifat patologis, apabila tubuh tidak mampu mengatasi atau melawan rangsang yang merugikan tersebut, sehingga mempengaruhi fisik dan mental individu yang bersangkutan.10 Terdapat 2 komponen nyeri, yaitu persepsi nyeri dan reaksi nyeri. Persepsi nyeri adalah pengenalan pusat nyeri di otak terhadap rangsangan nyeri. Biasanya digambarkan oleh pasien sebagai nyeri tajam, linu atau rasa tidak nyaman. Reaksi nyeri adalah proses individu bereaksi terhadap proses persepsi nyeri yang telah mendahuluinya. Reaksi nyeri bervariasi pada tiap individu.9
Etiologi Sindroma Nyeri Miofasial Travell dan Simons13 telah menjelaskan beberapa faktor etiologi yang tampaknya berhubungan dengan rasa sakit miofasial: 1) Rasa sakit otot lokal. Otot yang mengalami rasa sakit yang berkepanjangan memungkinkan untuk menghasilkan titik pemicu dan kemudian menghasilkan tanda-tanda klinis pada nyeri miofasial. 2) Rasa sakit yang dalam dan konstan. Sakit yang dalam dan konstan dapat menyebabkan efek eksitator (perangsangan) sentral pada area yang jauh. Iika efek eksitator sentral melibatkan sebuah neuron eferen (motorik), dua tipe efek otot dapat ditemukan, ko-kontraksi protektif atau pengembangan titik pemicu. Ketika sebuah titik pemicu berkembang, ia menjadi sebuah sumber dari rasa sakit yang dalam dan dapat menghasilkan efek eksitator sentral tambahan. Titik pemicu sekunder ini disebut titik pemicu satelit. Perluasan ini pada kondisi nyeri miofasial mengkomplikasi diagnosa dan penanganannya. 3) Stres emosional yang meningkat. Stres emosional yang meningkat dapat secara hebat menimbulkan nyeri miofasial. Ini dapat timbul karena aktivitas yang meningkat dari neuron eferen gamma pada spindel otot atau oleh peningkatan yang tergeneralisir pada aktivitas sistem nervus simpatis. 4) Kelainan tidur. Penelitian-penelitian menyebutkan bahwa kelainan dari siklus tidur yang normal dapat menyebabkan simtom musculoskeletal. 5) Faktor-faktor lokal. Beberapa kondisi lokal yang mempengaruhi aktivitas otot seperti kebiasaan, sikap badan yang salah, keseleo, dan aktivitas otot yang berlebihan dapat menghasilkan nyeri miofasial. 6) Faktor-faktor sistemik. Beberapa faktor sistemik dapat mempengaruhi atau bahkan menghasilkan nyeri miofasial. Faktor-faktor sistemik seperti hipovitaminosis, kondisi fisik yang rendah, lelah, dan infeksi virus. 7) Mekanisme titik pemicu idiopatik. Penyebab pasti dari titik pemicu belum ditentukan.
Kesalahan Sikap Tubuh yang Berhubungan dengan Sindroma Nyeri Miofasial. Smith7 dalam The Atlas of Temporo-mandibular Orthopedics mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara kelainan sendi rahang dengan sikap tubuh yang salah. Sikap tubuh yang salah dapat mengakibatkan kelainan fungsi fascia otot. Karena seluruh fascia di dalam tubuh sating memiliki keterkaitan, maka adanya kelainan pada salah satu organ tubuh, mengakibatkan kelainan pada organ yang lainnya.2 Postur tubuh yang salah memberikan dampak trauma pada sistem muskuloskeletal, khususnya pada daerah ruas tulang belakang. Trauma pada tulang belakang servikal akibat postur tubuh yang salah paling sering menimbulkan rasa sakit dan keterbatasan fungsi.14 Karakteristik dari postur tubuh yang normal antara lain:14 1) Tidak memerlukan adanya aktifitas otot yang menahan beban kepala. 2) Diskus intervetebral berada pada posisi yang tepat, tidak terlalu ke depan maupun ke belakang. 3) Tulang maleus tetap berada pada pusat sumbu tubuh. 4) Sendi Zygapophyseal berada pada posisi yang tepat dan tidak menahan beban tubuh yang terlalu berat ketika berdiri tegak. 5) Foramen intervertebral terbuka secara sempurna sehingga saraf dapat melewatinya.
Sikap Berdiri Ada perbedaan antara postur tubuh pada gambar la dengan gambar Ib. Gambar la memperlihatkan postur tubuh yang ideal saat berdiri, dimana ruas tulang belakang membentuk lengkung yang kecil sehingga mengikuti bentuk dasar dari ruas tulang belakang. Lengkung seperti ini disebut dengan lumbar lordosis (lengkung lumbar). Sedangkan Gambar Ib memperlihatkan postur tubuh yang salah saat berdiri, dimana badan terlihat membungkuk dengan lengkung ruas tulang belakang yang terlalu besar.2
Gambar 1. Gambaran postur tubuh saat berdiri. 2 A. Postur berdiri yang benar, B. Postur berdiri yang salah
Pada gambar 1b terlihat posisi kepala yang terlalu kedepan atau yang biasa disebut dengan istilah forward head posture (FHP). Posisi berdiri yang seperti ini apabila dilakukan dalam jangka waktu yang cukup lama akan menimbulkan rasa sakit.2
Sikap Berjalan Gambar 2 memperlihatkan postur tubuh yang salah saat berjalan dengan posisi kepala yang terlalu protrusif dan pundak yang terlalu menurun. Posisi kepala yang terlalu kedepan disebabkan karena bentuk ruas tulang belakang yang mengalami lengkung kyphosis. Berat kepala orang dewasa berkisar antara 8-12 pon. Jika berat kepala dianggap 10 pon dan posisi kepala terletak terlalu kedepan sekitar 3 inchi dari pusat grafitasi, maka berat kepala akan menjadi 30 pon. Pada kondisi seperti ini berat badan menjad; t/dak se/mbang karena harus menahan beban kepala yang terlalu berat.14 Gambar 2. Gambaran Postur Tubuh yang Salah Saat Berjalan.1
Sikap Mengangkat Beban Gambar 3 memperlihatkan postur tubuh yang salah ketika mengangkat beban dengan kondisi pinggang yang menekuk. Kebiasaan ini akan menimbulkan penekanan yang banyak kepada cakram tulang rawan diantara dua ruasnya (lumbar disc). Tulang punggung lumbar bagian bawah (lumbar vertebrae) akan bergerak lebih dekat ke permukaan lumbar vertebrae di bawahnya. Akibatnya bahan yang berupa agar-agar dalam tulang rawan di antara ke dua tulang belakang lumbar tersebut akan terdorong ke belakang. Jika ini sering terjadi, tulang rawan et rsebut akan menonjol ke belakang. Bila penonjolan ini menekan suatu urat saraf, timbul perasaan nyeri yang hebat.15
Sikap Duduk Postur tubuh saat duduk juga menjadi faktor yang sangat berpengaruh terhadap terjadinya kelainan sendi rahang.
Posisi
kepala
yang
terlalu
ke
depan
yang
disebabkan oleh karena pundak yang terlalu membungkuk dapat menimbulkan kelainan pada daerah kranioservikal dan sendi temporomandibular.16 Pada gambar 4a memperlihatkan postur tubuh yang ideal saat duduk di kursi, sedangkan Gambar 4b memperlihatkan postur tubuh yang salah saat duduk. Pada gambar 4b terlihat posisi kepala yang terlalu ke depan sehingga berat tubuh menjadi tidak seimbang.2 Cara menanggulanginya dapat dimulai dengan memberikan instruksi kepada pasien untuk duduk dengan posisi yang santai. Tulang punggung harus disandarkan pada kursi sehingga kepala dan leher berada pada posisi yang seimbang. Posisi kepala yang terlalu ke depan dalam waktu 15 menit dapat menimbulkan rasa sakit pada daerah spina thoracalis. Tekanan yang terlalu besar di daerah suboccipital dapat menyebabkan pusing, mual, dan kelainan
pendengaran.
Sakit
ke pala
ini
dapat
juga
mengenai aerah d
sendi
temporomandibular, retroorbital, dan area frontalis, apabila melalui saraf trigeminoservikal. Akibat yang ditimbulkan dari kondisi ini adalah kelemahan otot dan kelainan elastisitas otot mastikasi.16 Kebiasaan
menggenggam
telepon
dengan
menggunakan leher dan pundak seperti yang diperlihatkan pada
gambar
5
juga
perlu
dihin dari.
Pada
saat
menggenggam telepon dengan menggunakan leher dan pundak, terjadi kontraksi pada otot trapesius dan levator skapula.
Kebiasaan
seperti
ini dapat
menyebabkan
terjadinya keseleo pada otot dan ligament di sekitar leher dan dapat menyebabkan rasa sakit yang tidak nyaman.2 Kebiasaan tidur di kursi seperti yang diperlihatkan pada gambar 6 dan kebiasaan membaca diatas tempat tidur. gambar 6 juga dapat menjadi salah satu faktor penyebab kelainan sendi rahang.2 Begitu pula dengan posisi duduk saat mengendarai kendaraan (gambar 8). Duduk yang terlalu jauh dari kemudi menyebabkan harus merentangkan kaki untuk menginjak pedal gas,
atau merentangkan tangan ke kemudi. Akibat yang ditimbulkan adalah rasa sakit di sekitar punggung, leher dan berpengaruh juga terhadap sendi rahang.2 Cara untuk menghindarinya: majukari tempat duduk ke depan hingga lutut dapat dilipatkan dan terletak lebih tinggi dari pinggul bila tidak menggunakan pedal. Posisi duduk dengan kursi yang tidak memiliki penyangga untuk punggung seperti pada gambar 8 juga menjadi faktor predisposisi kelainan sendi rahang.
Sikap Bekerja dalam Posisi Tetap Beberapa aktivitas yang sering dilakukan sehari-hari seperti, membersihkan debu karpet, menyapu lantai dan memotong rumput: menuntut tubuh berdiam diri pada satu posisi tertentu. Kondisi
seperti
pada
gambar
9 mi
akan
membebani ruas tulang belakang.2 Untuk mengurangi beban yang diterima oleh ruas tulang belakang, hendaknya tiap beberapa menit sekali dianjurkan untuk melakukan stretch gambar II.2
seperti
back
yang diperlihatkan pada
Sikap Tidur Posisi tidur yang tepat sangat penting untuk mengistirahatkan otot-otot tubuh. Seorang yang
mempunyai
pasien
kebiasaan iduc t dalam posisi
tengkurap dengan leher yang menikung 90° ke salah satu sisi memberikan dampak orang
yang
sama
seperti
yang membengkokkan kepalanya sepanjang
hari. Begitu pula
dengan
orang
yang
memiliki
kebiasaan tidur dengan menyelipkan tangannya di bawah bantal sehingga posisi kepala menjadi lebih tinggi. Dengan demikian posisi pleksus brakhialis berada di atas kostaklavikular. Posisi seperti ini sangat buruk bagi otot-otot di daerah leher
dan
dapat
menyebabkan torticollis
(kontraksi otot leher) akut pada otot sternokleidomastoid.16 Posisi tidur tengkurap seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2 perlu dihindari. Posisi tidur seperti ini sering menyebabkan sakit di sekitar leher dan sakit kepala ketika bangun. Posisi tidur yang baik adalah dengan menggunakan punggung belakang.2
KESIMPULAN Kelainan sendi temporomandibular yang paling sering terjadi adalah disebabkan oleh kelainan otot, yang disebut sebagai nyeri miofasial. Terdapat hubungan antara kelainan sendi rahang dengan sikap tubuh yang salah, yang dapat mengakibatkan kelainan fungsi pada fascia otot, khususnya otot di daerah kepala, leher dan bahu.
DAFTAR PUSTAKA 1. Peterson U. Oral and Maxillofacial Surgery. 3rd ed. St Louis: Mosby-Year Book, Inc. 2003. 2. Uppgaard RO. Taking Control of TMJ. Oakland: New Harbinger Publications Inc. 1999. 3. Schwa rtz L Disorders of Temporomandibular. Philadelphia and London: W.B. Saunders Co. 1960. 4. Bell WE. Temporomandibular Disorders, Classification, Diagnosis, Management 3rd ed. Chicago-London-Boca Raton-Littleton, Mass: Year Book Medical Publisher, Inc. 1990:18-75, 138-139, 232-252.
5. Ofceson JP. Management of Temporomandibular Disorders and Occlusion. 4th ed. St Louis: Mosby-Year book, Inc. 1998. 6. Dorland. Kamus Kedokteran. Jakarta; EGC. 1996. 7. Smith S. Atlas of Temporomandibular Orthopedics. Philadelphia: Philadelphia College of Osteopathic Medicine Press. 1981. 8. Bell WE. Orofacial Pain Classification, Diagnosis, Management. 4th ed. Chicago: Year Book Medical Publisher, Inc. 1985. 9. Bond MR. Pain Ifs Nature, Analysis and Treatment. 2nd Ed. Edinburhg-LondonMelbourne-New York: Churchill Livingstone. 1984. 10. Guyton AC. Fisiologi Kedokteran II. Edisi kelima. (Terjemahan Adji Dharma dan P. Lukmanto). Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran. 1983. 11. Pertes
RA,
Gross
SG.
Clinical Management
of
Temporomandibular
Disorders and Orofacial Pain. Illinois: Quintessence Publishing Co, Inc. 1995. 12. Shankland W. TMJ & facial pain centre. 2005. Available at http://www. drshankland. com (diakses 10 oktober 2006). 13. Travel JG, Simon DG. Myofascial Pain and Dysfunction, The Trigger Point Manual, Vol 1, The Upper Extremities. Baltimore: Williams & Wilkins 1983. 14. Carlsson
GE.
Management
of Temporomandibular
Disorders
in
the
General Dental Practice. Chicago-Berlin-London: Quintessence Publishing Co, Inc. 1999. 15. Kuntaraf J. Olah Raga Sumber Kesehatan. Bandung: Percetakan Advent. 1992.] 16. Kaplan AS, Assael LA. Temporomandibular Disorders, Diagnosis and Treatment New York: W. B. Saunders Co. 1991.