1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Angka kejadian kelainan tulang rahang cukup tinggi di negara
berkembang. Selama kurun waktu tahun 2001–2007 terdapat 952 pasien patah tulang rahang (maxillofacial fractures) di Rumah Sakit Pendidikan Ayub Pakistan (Abbas, 2009). Faktor penyebabnya adalah kecelakaan lalu lintas, jatuh, kelainan olah raga, perkelahian, kecelakaan kerja, serangan binatang, dan lain-lain dengan distribusi laki-laki 68% dan perempuan 32% (Abbas, 2009). Menurut Erol dkk. (2004) variasi kelainan patah tulang rahang adalah: rahang bawah (mandibular) 60%, rahang atas (maxilla) 9%, tulang pipi 19% dan kombinasi ketiganya adalah 12%. Distribusi patah tulang rahang bawah terbanyak pada body 36%, sendi 18%, sudut 31%, dagu 8%, ramus 6%, dan coronoid 1% (Dingman dan Natvig, 1964).
Gambar 1.1 Distribusi kelainan tulang rahang (Erol dkk., 2004)
2
Sementara itu, dari Yogyakarta dilaporkan terdapat 61 kasus kelainan tulang rahang yang terdistribusi: kelainan pada dagu 5%, sendi 11%, dento alveolar (tempat gigi tertanam) 34% dan lain-lain (ramus, coronoid, sudut dan body) 50% (laporan data pasien di Poli Bedah Mulut RS. Sardjito Yogyakarta, 2011). Beberapa kelainan tulang rahang tersebut disebabkan oleh infeksi, trauma dan tumor (Junior dkk., 2005). Tumor yang menyerang tulang rahang biasanya adalah tumor Ameloblastoma (Kahairi dkk, 2008). Ameloblastoma merupakan suatu tumor epitelial odontogenik yang berasal dari jaringan pembentuk gigi, bersifat jinak, tumbuh lambat, penyebarannya lokal invasif dan destruktif serta mengadakan proliferasi kedalam stroma jaringan ikat. Sebagian besar peneliti menganggap bahwa asal muasal ameloblastoma dari sisa sel organ enamel, organ enamel yang sedang berkembang atau epitel heterotropik dari bagian tubuh dan sel basal dari permukaan epitel yang membentuk rahang (Kahairi dkk, 2008). Ameloblastoma biasanya tumbuh ke segala arah, menyerang jaringan lunak dan menghancurkan tulang baik dengan tekanan langsung maupun memicu resorpsi tulang (Kahairi dkk, 2008). Ameloblastoma berkembang secara perlahan dan beberapa kasus ditemukan 95% keluhan utama, yaitu berupa abses pipi, gingival dan palatum durum, sedangkan pada ameloblastoma maksilaris belum sering ditemukan (Horisson dan Leider, 1999). Ameloblastoma sering timbul pada daerah gigi yang tidak erupsi. Gejalanya diawali dengan rasa sakit, disusul dengan deformitas wajah. Rasa sakit terkadang menyebar sampai ke struktur lain disertai dengan terdapatnya
ulkus
dan
pelebaran
jaringan
periodontal
(gum
disease).
3
Ameloblastoma lebih sering terjadi pada mandibula daripada di maksilla, baik laki-laki maupun perempuan memiliki kecenderungan sama. Beberapa literatur mengatakan bahwa kasus ini pernah terjadi pada usia sekitar 21 tahun. Pada mandibula sering terjadi di daerah ramus, yaitu pada regio molar kedua dan ketiga. Jenis tumor ini jarang sekali terjadi pada regio anterior (Horisson dan Leider, 1999). Lokasi ameloblastoma merupakan faktor utama dalam menentukan diagnosa. Serangkaian pemeriksaan radiografi dibutuhkan, mulai dari Panoramik, Computed Tomografi (CT) dan Magnetics Resonance Imaging (MRI), sangat membantu dalam mendiagnosa awal. Hal ini dapat membantu menemukan ekspansi tulang cortikal dengan scalloped margins, multi lokasi atau “Soap Bubble” dan resorbsi akar. CT’s biasanya digunakan untuk mengetahui keterlibatan jaringan lunak, kerusakan tulang kortikal dan ekspansi tumor pada struktur sekitarnya. Sedangkan MRI‟s digunakan untuk mengetahui usia dan konsistensi tumor (Robinson, 1987). Gambaran ameloblastoma, dengan variasi bentuk, dapat terlihat sebagai berikut: terdapat rongga seperti kista, radiolusen difuse bulat dengan batas jelas dan tegas, menyerupai busa atau sarang lebah, mempunyai rongga monolokuler atau multilokuler yang dilapisi epithelial, kadang-kadang tampak berdampingan, dapat menyebabkan resorpsi eksternal gigi-gigi yang berdekatan, dapat menghancurkan kortex, menyerang jaringan lunak, dan meluas kesekitarnya, dapat menyerupai kista dentigerus/sisa kista yang dilapisi epithelial, dapat terjadi di gigi molar rahang bawah, pada ruangan yang tidak bergigi. Ameloblastoma
4
dapat menggeser gigi lebih jauh, dan sering mendorong gigi yang terlibat ke daerah
apikal,
serta
dapat
menyentuh
palatum.
Ameloblastoma
dapat
menyebabkan resorpsi akar yang luas, dan terlihat bentuk tidak teratur (Stafne, 2003).
Gambar 1.2 (a) Gambaran multilokular radiolusen, di posterior mandibula, tampak ekspansi meluas ke ramus, dan molar kedua mengalami disposisi, masuk jauh kearah mandibula. (b) Ameloblastoma yang menyerupai kista dentigerus (Bueno dkk, 2007)
Terdapat tiga tipe ameloblastoma yakni: tipe solid atau multikistik, tipe unikistik dan tipe peripheral. Karena sifat yang mudah kambuh dan penyebarannya yang ekspansif maka pengangkatan total masa tumor dengan mengikutsertakan jaringan tulang yang sehat akan memberikan hasil yang optimal (Suharjo dkk., 2011). Di Poli Bedah Mulut RS. Dr. Sardjito Yogyakata, sejak bulan Mei 2011 hingga bulan Oktober 2011 terdapat 8 kasus pasien ameloblastoma, 6 pasien di antaranya harus dilakukan operasi pengambilan tulang rahang hingga sendi tulang rahang (Goretti, 2011). Setelah dilakukan operasi, semua pasien diberi bridging plate untuk menggantikan tulang rahang yang diambil. Suharjo dkk. (2011) dan Guarda dkk. (2007) mengatakan bahwa penatalaksanaan yang benar bagi pasien
5
setelah dilakukan operasi pengambilan tumor adalah dilakukan pemasangan bridging plate dan sendi tulang rahang tiruan. Pemasangan kedua material implan titanium ini diharapkan tidak akan mengurangi fungsi sendi tulang rahang untuk membuka dan menutup rahang, mengunyah dan berbicara (Jandri dan Kaelani, 2011). Material titanium biasanya digunakan sebagai material implan untuk kasus patah tulang rahang untuk terjadinya osseosintesis, namun terdapat beberapa kelemahan bahan ini. Bahan ini mempunyai beberapa kekurangan seperti adanya penyebaran ion-ion logam yang berakumulasi pada beberapa organ seperti kelenjar lymphe (lymph nodes regional) dan terjadinya reaksi alergi (Jorgenson dkk.., 1997; Schliephake dkk..,1993; Rosenberg 1993). Stimulus mekanis yang berkelanjutan dapat menyebabkan atropi tulang di bawah implan sehingga mengganggu pertumbuhan tulang pada anak-anak. Kekurangan lain bahan logam ini adalah bahwa bahan dapat terlihat atau teraba (visibility or palpability), bahan (screw) mudah longgar (loosening) dan sensitif terhadap dingin (cold hypersensitivity), menghasilkan artefak pada Computed Tomography Scan (CTScan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) serta mengganggu terapi radiasi (Dhol dkk., 2008). Selain beberapa kelemahan sebagai material implan, harga material titanium sangat mahal. Menurut The Biomet Microfixation TMJ (2011), salah satu pabrikan pembuat sendi tulang rahang tiruan (temporo mandibular joint = TMJ), harga material TMJ tiruan yang dibuat dari bahan paduan cobalt chromium dan dilapisi titanium bervariasi dari 200 USD hingga 1.000 USD/unit tergantung
6
ukuran (45 mm, 50 mm, 55 mm) dan tipe (Standard, Offset, and Narrow), padahal hampir sebagian besar pasien dengan keluhan sendi tulang rahang berasal dari keluarga miskin dan mengandalkan jaminan kesehatan Pemerintah melalui fasilitas Jaminan Kesehatan Masyarakat (Goretti, 2011). Sendi tulang rahang adalah sendi yang menghubungkan antara condyle mandibula dengan fossa gleinodalis (tulang temporal) dari tengkorak. Sendi ini bertanggung jawab terhadap pergerakan membuka dan menutup rahang, mengunyah dan berbicara yang letaknya di depan bawah telinga (Jandri dan Kaelani, 2011). Gambar 1.3 menunjukkan posisi sendi tulang rahang (a) dan bahan implan sendi tulang rahang tiruan (b).
a)
b)
Gambar 1.3 Posisi sendi tulang rahang dan bahan implan (tmjconcepts, 1999)
Sendi tulang rahang tiruan yang terbuat dari bahan titanium mempunyai beberapa kelemahan. Adanya beberapa kelemahan dari material implan titanium mendorong dilakukan penelitian untuk mendapatkan material dari bahan non logam, salah satunya dari bahan polimer. Bahan-bahan polimer terbukti telah berhasil disintesis untuk dijadikan bahan biomedik, seperti Ohgaki dan Yamashita (2003) telah melakukan penelitian tentang komposit Functionally Graded
7
Hydroxyapatite (HA) yang diperkuat Poly(methyl methacrylate) (PMMA). Morejon dkk. (2004) telah melakukan sintesis dan karakterisasi Poly (MMA – Styrene) untuk perekat tulang (bone cements). Nath dan Basu (2007) telah mengembangkan material baru HA dari komposit HA, alumina dan matrik highdensity polyethylene (HDPE). Roeder (2008) telah melakukan sintesis terhadap beberapa komposit polimer sebagai material pengganti tulang. Polimer yang digunakan adalah Poly(methyl methacrylate) (PMMA), Tri[ethylene glycol] dimethacrilate (TEGDMA), Ultra High Molecular Weight Polyethylene (UHMWPE), High Density Polyethylene (HDPE), Poly-L-Lactide Acid (PLLA) dan Poly(lactic-co-Glycolic Acid (PLGA). Sementara itu dari sisi teknologi proses fabrikasi material, pembuatan beberapa material implan dari logam atau keramik, dilakukan dengan proses sintering, yakni dipanaskan dalam suhu tinggi di dalam furnace hingga temperatur di bawah temperatur leleh material. Kelebihan proses ini adalah kontrol suhu mudah, diperoleh sifat mekanik bagus, namun kelemahannya adalah proses lama, konsumsi energi tinggi, dan terjadi perubahan sifat pada material (Evis dkk, 2009). Oleh karena itu untuk mengatasi kelemahan pada proses sintering, proses fabrikasi pada penelitian ini menggunakan proses polimerisasi dengan menggunakan aktivasi cahaya sinar tampak biru (blue light curing). Kelebihan proses ini adalah proses polimerisasi yang cepat dan tidak memerlukan suhu operasi yang tinggi (Mills,1999). Material yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari Hidroksiapatit (HA) dari serbuk tulang sapi lokal, Tryethylene glycol
8
dimethacrylate (TEGDMA) (Aldrich)), Photoinitiator camphorquinone (Aldrich), shellac dan serat gelas. Material ini selanjutnya disebut dengan material biofotokomposit. Material HA dari serbuk tulang sapi dipilih sebagai bahan pengisi (filler). Material HA telah terbukti mempunyai sifat biokompatibilitas yang baik terhadap tubuh manusia (Herliansyah dkk., 2009). Adanya bahan pengisi pada resin komposit membuat matriks resin menjadi lebih sedikit sehingga mengurangi penyusutan saat polimerisasi, mengurangi ekspansi termal dan kontraksi, meningkatkan viskositas dan menguatkan matriks resin (Mills dkk., 1999). TEGDMA sebagai matriks resin berfungsi untuk membentuk hubungan polimer cross-linked yang kuat pada bahan komposit dan mengontrol konsistensi dari pasta komposit (Mills,1999). Coupling agent shellac digunakan untuk memberikan ikatan antara partikel pengisi dengan matriks TEGDMA. Molekul shellac memiliki grup reaktif pada kedua ujungnya. Salah satu ujungnya adalah grup hidroksil yang berikatan dengan grup hidroksil pada material pengisi (HA), dan pada ujung yang lain terdapat grup metakrilat yang akan berikatan dengan ikatan rangkap karbon pada matriks resin TEGDMA (Mills dkk.,1999). Photoinitiator camphorquinone berfungsi untuk menyerap radiasi sinar biru. Selanjutnya camphorquinone akan menarik molekul hidrogen yang terdapat pada ikatan rangkap karbon amina organik. Amina organik yang telah kehilangan molekulnya menjadi radikal bebas yang mengaktifkan polimerisasi (Mills dkk.,1999).
Sedangkan
serat
gelas
meningkatkan sifat mekanik material.
digunakan
sebagai
penguat
untuk
9
Proses polimerisasi material biokomposit dilakukan dengan aktivasi cahaya dengan panjang gelombang sinar 410–500 nm dan intensitas sinar minimum 300 mw/cm2 (Mills dkk., 1999). Ketebalan material diperoleh dengan membuat material secara lapis demi lapis. Ketebalan bahan komposit yang baik maksimal 2 mm agar sinar dapat menembus lapisan paling bawah. Ujung alat sinar diletakkan sedekat mungkin tanpa menyentuh material komposit. Penyinaran optimal adalah 20–60 detik (Mills dkk., 1999). Sebagai material biofotokomposit pengganti sendi tulang rahang tiruan, pengujian material yang dilakukan adalah pengujian karakterisasi material (dengan pengamatan SEM, XRD, FT-IR) pengujian mekanik (kekuatan tarik, ketangguhan retak dan ketahanan aus), pengujian biokompatibilitas (pengujian biodegradasi dan pengujian sitotoksisitas) dan pengujian pelepasan monomer. Secara umum tujuan pengujian karakterisasi material adalah untuk mengetahui karakteristik material biofotokomposit yang dibuat yakni pola difraksi material, gugus fungsional material dan struktur mikro (Morejon dkk., 2004). Tujuan pengujian kekuatan tarik adalah untuk mengukur kemampuan bahan terhadap beban statis secara lambat (ASTM D638) sedangkan tujuan pengujian ketangguhan retak adalah untuk mengetahui kemampuan bahan dalam menyerap energi sebelum patah (ASTM D5045). Tujuan dari uji biokompatibilitas adalah untuk mengetahui seberapa besar material mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana material berada dalam jaringan tubuh (Lisawati, 2008). Tujuan uji pelepasan monomer adalah untuk mengetahui seberapa besar efek dari
10
konsentrasi monomer sisa yang terlepas terhadap pertumbuhan sel (Altintas dan Usumez, 2012). Penelitian
ini
menjadi
relevan
untuk
menjawab
permasalahan
pengembangan material baru untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan material logam yang sudah ada. Selain itu dengan digunakannya HA dari serbuk tulang sapi yang merupakan bahan alami lokal akan lebih memudahkan dari segi fabrikasi sehingga biaya material implan juga akan semakin terjangkau.
1.2
Perumusan Masalah
Dari latar belakang dirumuskan masalah sebagai berikut: a.
Bagaimana cara melakukan sintesis material biofotokomposit sebagai material substitusi sendi tulang rahang?
b.
Bagaimana hasil pengujian karakterisasi material (XRD, SEM, FT-IR), pengujian mekanik (kekuatan tarik, ketangguhan retak, ketahanan aus), pengujian biokompatibilitas (pengujian biodegradasi dan pengujian sitotoksisitas)
dan
pengujian
pelepasan
monomer
dari
material
biofotokomposit? c.
Berapa
rasio
terbaik
dari
bahan-bahan
biofotokomposit
untuk
mendapatkan sifat-sifat terbaik berdasarkan hasil pengujian mekanik, pengujian biokompatibilitas dan pengujian pelepasan monomer?
11
1.3
Batasan Masalah
Penelitian dibatasi pada permasalahan sebagai berikut: a.
Penelitian ini merupakan pengembangan material baru, pengujian yang dilakukan hanya pengujian karakterisasi material, mekanik, biologi (biokompatibilitas) dan kimia.
b.
Pembahasan tentang analisis struktur dan analisis biomekanik dengan Metode Elemen Hingga tidak dilakukan.
1.4
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah: a.
Menemukan prosedur untuk melakukan sintesis material biofotokomposit sebagai substitusi sendi tulang rahang.
b.
Mendapatkan hasil pengujian karakterisasi material (XRD, SEM, FT-IR), pengujian mekanik (kekuatan tarik, ketangguhan retak, ketahanan aus), pengujian biokompatibilitas (pengujian biodegradasi dan pengujian sitotoksisitas) dan pengujian pelepasan monomer dari berbagai variasi konsentrasi bahan-bahan biofotokomposit.
c.
Mendapatkan rasio terbaik dari bahan-bahan biofotokomposit berdasarkan hasil pengujian mekanik, pengujian biokompatibilitas dan pengujian pelepasan monomer.
12
1.5
Manfaat Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
manfaat
terhadap
pengembangan material biofotokomposit sebagai substitusi sendi tulang rahang. Proses polimerisasi material dilakukan dengan aktivasi sinar tampak biru dengan panjang gelombang 400–500 nm. Pengembangan selanjutnya yang lebih mendalam dari penelitian ini diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap material impor sendi tulang rahang tiruan dari bahan titanium.
1.6
Keaslian Beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini, khususnya tentang
komposit antara HA dengan bahan polimer untuk aplikasi medis disajikan pada Tabel 1.1.
13
Tabel 1.1 Penelitian terdahulu tentang HA + polimer untuk aplikasi medis.
Material Komposit 1 HA + PMMA Serat Karbon/PEEK High density alumina, metal bioglass coating Bioglass-metal fiber composites; Polysulfonecarbon fiber composites HA + PMMA + Styrene
Pengarang
Tahun
Sumber
2 Ohgaki dan Yamashita Schambron, dkk. Thamaraiselvi dan Rajeswari
3 2003
Thamaraiselvi dan Rajeswari
2004
4 Preparation of PMMA –Reinforced FGM HA Composites Characterization and Ageing of Braided Fiber/PEEK Bone Plate Biomedical Application of Materials : Artificial total hip, knee, shoulder, elbow, wrist. Biomedical Application of Materials : Repair fractures of bone plates, screws, wires.
Morejon dkk.
2005
Alumina + UHMWPE; Stainless Steel 316 L + UHMWPE HAp + PLLA
Goutam dan Ritwik
2006
Wen You Zhou
2008
HA + (PMMA, TEG-DMA, PAEK, PLLA, UHMWPE, HDPE, PLLA 1 HDPE + BCP
Roeder
2008
Min-Ho Yon
2008
HA + alumina + HDPE HA + PLGA + β + TCP
Nath dkk.
2009
Maria E Coimbra dkk.
2009
CobaltChromium-
TMJ Concept
2009
2003 2004
Synthesis and Characterization of PMMA –Styrene Copolymer Bead for Bone Cement Hip Ball Joint
Selective Laser Sintering of Porous Tissue Engineering Scaffold Hydroxyapatyte-Reinforced Polymer Biocomposites for Synthetic Bone Substitutes
Fabrication of HDPE – BCP Hybrid Bone Plate Development of Biocomposites for Orthopaedic Applications Physico/Chemical Characterization, in vitro and in vivo Evaluation of HA + PLGA + β - TCP Particulate Grafting Materials www.tmjconcept.com
14
Tabel 1.1 Penelitian terdahulu tentang HA + polimer untuk aplikasi medis Molybdenum (lanjutan) Alloy 1 2 3 4 Bisphenyl-
Peterson
2011
Bisphenyl-Polymer/Carbon- Fiber-
Polymer/Carbon-
Reinforced Composite Compared
Fiber-Reinforced
to Titanium Alloy Bone Implant
Composite PMMA + PVA +
Viet Van Thai,
HA
dkk.
2011
Fabrication of Hybrid Composites of PMMA and PVA and HA
Pada Tabel 1.2 disajikan hasil penelitian tentang material sendi tulang rahang tiruan Tabel 1.2 Material Sendi Tulang Rahang Tiruan (Van Loon dkk., 1995; Quinn 1999)
Bahan Vitallium with acrylic head
Pengarang Christensen
Cr-Co + Proplast
Kent, dkk.
Vitallium mesh with Morgan acrylic head
Tahun 1965
1972 - 1983
1973
Desain
15
Tabel 1.1 Penelitian terdahulu tentang HA1976 + polimer untuk aplikasi medis Titanium Spiessl, dilanjutkan > oleh Lindqvist, 1984 - 1990 (lanjutan) dkk.
PMMA Kiehn, dkk.
1974
Cobalt-Chrome
Momma
1977
Titanium
Raveh, dkk.
1982
Akrilik, PMMA
Sonnenburg Fethke
PE, PMMA
Sonnenburg generasi ke-2
1983
Titanium, PE
Techmedica
1984
PE, PMMA
Falkenstrom
1993
dan
1983
16 Tabel 1.2 Material Sendi Tulang Rahang Tiruan (lanjutan)
Titanium
TMJ Concepts
1999
Sedangkan Tabel 1.3 adalah pabrikan pembuat sendi tulang rahang tiruan.
Tabel 1.3 Pabrikan pembuat Material Sendi Tulang Rahang Tiruan (Guarda dkk., 2007) Pabrikan 1. TMJ Implant
Fossa
Condyle
Ramus
Type of joint
Co-Cr-Mo
Co-Cr-Mo
Co-Cr-Mo
Stock prosthesis (3
Alloy
Alloy
Alloy
fossa; 3 condyleramus)
2. TMJ Concepts
3. Biomet/Lorenz
Ti (UHMWPE Co-Cr-Mo
Titanium
Custom CAD/CAM
surface)
Alloy
Alloy
prosthesis
UHMWPE
Co-Cr-Mo
Co-Cr-Mo
Stock prosthesis (3
Alloy
Alloy
fossa; 3 condyleramus)
Co: cobalt; Cr: chromium; Mo: molybdenum; UHMWPE: Ultra High Molecular Weight Polyethylene