PENGARUH ALFA-TOKOFEROL TERHADAP EKSPRESI PROTEIN KINASE C PADA LIGAMEN SPIRALE KOKLEA TIKUS DIABETES THE INFLUENCE OF ALPHA-TOCOPHEROL ON THE EXPRESSION OF PROTEIN KINASE C IN THE COCHLEAR SPIRAL LIGAMENT ON DIABETIC RATS
Oraetlabora Immanuel Palandeng,1 Suryani As’ad,2 Karel Pandelaki,3 Ilhamjaya Patellongi4 1
Bagian THT-KL, Fakultas Kedokteran, Universitas Sam Ratulangi, Manado. 2 Bagian Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar. 3 Bagian Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Sam Ratulangi, Manado. 4 Bagian Fisiologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Hasanuddin, Makassar
Alamat Korespondensi : Oraetlabora I Palandeng Bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado 95115 HP: 0811434436 Email:
[email protected]
Abstrak Gangguan pendengaran merupakan salah satu bentuk komplikasi pada penderita diabetes melitus, dan sampai saat ini belum tersedia pengobatan yang khusus ditujukan untuk mengatasi gangguan pendengaran tersebut. Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh α-tokoferol terhadap perobahan ekspresi protein kinase C (PKC) pada ligamen spirale koklea tikus diabetes. Diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat dalam membangun konsep pencegahan / pengobatan gangguan pendengaran pada penderita DM. Dilakukan penelitian eksperimental dengan rancangan randomized post test only control group design, dengan menggunakan 25 ekor tikus Rattus norvegicus strain wistar sebagai hewan coba, yang dibagi menjadi 5 kelompok; 1 kelompok kontrol sehat, satu kelompok kontrol diabetes (di induksi dengan STZ), dan 3 kelompok perlakuan (diabetes + αtokoferol) dengan dosis α-tokoferol 100, 200 dan 300 mg per kgBB/hari, selama 4 minggu. Hasil analisa statistik, berat badan sampel berdisbusi normal (uji Kolmogorov-Smirnov p = 0,855), antar kelompok mempunyai variansi yang homogen (Levene’s test p = 0,258), tidak terdapat perbedaan bermakna antar kelompok (Oneway Anova p = 0,230). Hasil pengukuran imunohistokimia ekspresi PKC, dengan analisis perbandingan ganda (Tukey HSD) didapatkan perbedaan bermakna (p = 0,000) antar semua kelompok sampel, kecuali antar kelompok P2 (dosis α-tokoferol 200 mg) dan P3 (dosis α-tokoferol 300 mg) didapatkan hasil p = 0,328 (p > 0,05). Disimpulkan bahwa α-tokoferol dapat menurunkan ekspresi PKC sel fibroblas pada ligamen spirale koklea tikus diabetes, semakin tinggi dosis semakin menurun ekspresinya, dengan dosis maksimal 300mg/kgBB/hari. Diharapkan untuk dilakukan penelitian lanjut untuk menguji peran α-tokoferol terhadap pencegahan/pengobatan gangguan pendengaran pada penderita diabetes melitus dan untuk menentukan dosis yang tepat bagi manusia. Kata kunci : α-tokoferol, protein kinase C, gangguan pendengaran.
Abstract Hearing impairment is one of the complication in patients with diabetes mellitus, and so far have not provided specific treatments aimed to overcome this hearing loss. The purepose of this study was to examine the effect of α-tocopherol to chenge the expression of protein kinase C (PKC) to cochlea spirale ligaments on diabetic rats. The result on this study is expected to be useful in establishing concept of prevention / treatment of hearing impairment in patients with diabetes mellitus. Experimental studies with randomized post test only control group design, using 25 rats rattus norvegicus strain wistar as experimental animals, which were divided into 5 groups a control group of healthy, one control group of diabetes (induced by STZ) and 3 treatment group (diabetes + αtocopherol) with doses of α-tocopherol 100, 200 and 300 mg/kg bw/day for 4 weeks. The results of statistical analysis, the sample weight normal distribution (Kolmogorov-Smirnov test p = 0,855), between groups that have homogeneous variance (Levene's test p = 0.258), there were no significant differences between groups (Oneway Anova p = 0,230). The results of measurements of immunohistochemical expression of PKC, with multiple comparison analysis (Tukey HSD) found significant differences (p = 0.000) between all groups of sample, except between groups P2 (α-tocopherol 200 mg) and P3 (α-tocopherol 300 mg) a result of p = 0,328 (p > 0,05). It was concluded that α-tocopherol can reduce the expression of PKC on fibroblast cells in the cochlear spirale ligament on diabetic rats, the higher dose decreased expression, with a maximum dose of 300 mg / kg body weight/day. Expected to do further research to examine the role of α-tocopherol on the prevention / treatment of hearing loss in patients with diabetes mellitus and to determine the appropriate dose for humans. Keywords : α-tocopherol, protein kinase C, hearing impairment.
PENDAHULUAN Diabetes melitus (DM) adalah penyakit metabolik, umumnya herediter akibat kurangnya insulin secara absolut (DM tipe 1) atau relatif (DM tipe 2) dengan gangguan primer pada metabolisme lemak dan protein, yang secara klinis ditandai hiperglikemia dan glukosuria (Pandelaki, 2000; ADA, 2011). Di Indonesia, jumlah penyandang DM semakin tahun semakin menunjukkan peningkatan yang sangat tinggi. Pada tahun 2000, jumlah penyandang DM di Indonesia sebanyak 8,4 juta jiwa dan diperkirakan akan mencapai angka 12,4 juta jiwa pada tahun 2025. Hal tersebut mengakibatkan Indonesia berada di peringkat kelima jumlah penyandang DM di dunia setelah India, Cina, USA dan Pakistan (Kusumadewi, 2009; Tandra, 2007). Berbagai penelitian telah membuktikan bahwa pendengaran menurun merupakan salah satu bentuk komplikasi kronik pada penderita DM yang masih merupakan masalah karena angka kejadiannya yang cukup tinggi dan sampai saat ini belum tersedia pengobatan yang efektif untuk memperbaiki gangguan pendengaran. Bahkan fakta di klinik membuktikan kurangnya penelitian – penelitian yang khusus ditujukan untuk mencegah atau memperbaiki gangguan pendengaran. Beberapa dekade terakhir ini, pemberian α-tokoferol pada penderita DM telah mulai diteliti. Koya et al (1998) pada penelitiannya dengan pemberian α-tokoferol dalam biakan sel vaskuler dapat menurunkan produksi diacylglycerol (DAG). Disimpulkan bahwa pemberian α-tokoferol dapat mencegah aktivasi protein kinase C (PKC) melalui penurunan kadar DAG dengan cara mengaktifkan enzim DAG kinase yang akan memetabolisme DAG menjadi asam sosfatidik. Seperti diketahui, peran PKC terhadap terjadinya komplikasi mikroangiopati berawal dari keadaan hiperglikemia pada penderita DM akan meningkatkan sintesis DAG. Peningkatan kadar DAG ini akan menyebabkan peningkatan aktifitas PKC. Selanjutnya, aktivasi PKC menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler, ekspresi molekul adhesi seperti VCAM dan ICAM, Na+/H+ antiport dan pH intrasel, proliferasi sel, sintesis kolagen membrana basalis, sintesis fibronektin, prostanoid – prostanoid vasokonstriktor, hormon – hormon vasoaktif, AGEs (Advanced Glycosylated End products), endotelin-I, serta hambatan terhadap ekspresi gen (King & Brownlee, 1996; Koya et al, 1998; Pandelaki, 2000; Schalkwijk, 2005). Penelitian ini ditujukan untuk menguji pengaruh α-tokoferol terhadap perubahan ekspresi PKC sel fibroblas ligamen spirale koklea pada kondisi diabetes (hiperglikemia). Informasi temuan pada penelitian ini akan menjadi kajian ilmiah, yang diharapkan menjadi
dasar dalam membangun konsep pencegahan / pengobatan gangguan pendengaran pada penderita DM. BAHAN DAN METODE Jenis dan Rancangan Penelitian Jenis penelitian ini adalah eksperimental laboratories in vivo, dengan rancangan randomized post test only control group design; untuk mengetahui pengaruh pemberian α-tokoferol pada unit eksperimen dengan pengukuran variabel hanya dilakukan pada akhir perlakuan.. Rancangan penelitian memiliki kriteria sebagai berikut : 1) pengambilan sampel dilakukan secara acak, 2) ada pengulangan, 3) ada kontrol pembanding. Tempat dan Waktu Penelitian Pengadaan hewan coba, pemeliharaan, seleksi sampel, pemeriksaan kadar gula darah, pembuatan model tikus diabetes, pemberian perlakuan, pemeriksaan histopatologi, pemeriksaan Elisa, serta pemeriksaan Imunohistokimia dilakukan di Laboratorium Biomolekuler dan Laboratorium Biokimia Universitas Brawijaya Malang. Pemotongan / pembuatan slide dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Universitas Airlangga Surabaya. Penelitian dilakukan selama 10 bulan (Juni 2011 – April 2012), meliputi persiapan bahan dan alat, perlakuan, pemeriksaan, analisa data dan penyusunan laporan. Sampel Sampel penelitian dipilih tikus karena mempunyai kemiripan struktur labirin (telinga dalam) dengan manusia, dan menggunakan tikus strain populasi yang sama, homogen dalam jenis kelamin dan umur. Besar sampel ditentukan berdasarkan jumlah ulangan yang dianggap telah cukup baik (Hanafiah, 2005), dengan rumus sebagai berikut : (k – 1) (r – 1) ≥ 15 Keterangan : k = jumlah kelompok subyek penelitian (k = 5) r = jumlah pengulangan Perhitungan : (5 – 1) (r – 1) ≥ 15 r≥4 Apabila ditetapkan ulangan tiap kelompok 5 kali, maka besar sampel adalah 5 X 5 = 25 Teknik Pengambilan Sampel Sebelum digunakan sebagai sebagai subyek penelitian, pada hewan coba dilakukan evaluasi klinis dan dikondisikan dalam lingkungan yang sesuai (selama 14 x 24 jam) untuk meyakinkan bahwa hewan tersebut tidak berpenyakit atau tidak berpotensi menularkan penyakit. Sebelum mendapatkan perlakukan penelitian, dilakukan seleksi sampel dengan kriteria Inklusi : hewan coba berusia 2 bulan, kelamin jantan dan berat badan 125 – 175 gram.
Kriteria Ekslusi : hewan coba dinyatakan oleh dokter hewan konsultan terbukti berpenyakit baik oleh penyakit menular atau tidak menular atau cedera fisik atau berpotensi menularkan penyakit dalam kurun waktu evaluasi klinis di dalam kondisi lingkungan yang sesuai (selama 14x24 jam), hewan coba terdeteksi memiliki kelainan bawaan yang dinyatakan oleh dokter hewan konsultan, hewan coba berperilaku agesif, dalam pengamatan sering menyerang anggota kelompok lain. Setelah didapatkan sampel melalui seleksi dengan kriteria inklusi dan ekslusi di atas, dilakukan pembagian kelompok sampel secara alokasi random sehingga setiap anggota sampel mempunyai kesempatan yang sama untuk menempati kelompoknya. Dalam proses pelaksanaan penelitian, diberlakukan kriteria drop out (putus uji) apabila : 1) Kadar gula darah < 300 mg/dl setelah induksi streptozotocin (STZ) selama 5 hari berturut – turut,
2) subyek penelitian mengalami sakit atau kematian sehingga tidak bisa
memenuhi prosedur penelitian. Variabel Penelitian Variabel bebas; pada suatu penelitian eksperimental, variabel bebas adalah perlakuan, Pada penelitian ini variabel bebas adalah α-tokoferol 100mg/kgBB/hari, 200mg kgBB/hari dan 300mg kgBB/hari dengan waktu pemberian 4 minggu. Variabel tergantung; pada penelitian eksperimen variabel tergantung merupakan respon obyek penelitian terhadap perlakukan yang diberikan. Pada penelitian ini variabel tergantung adalah hasil pemeriksaan histopatologi ligamen spirale koklea. Variabel antara; pada penelitian eksperimental adalah respon obyek penelitian terhadap perlakuan, yang berlaku sebagai penghubung antara variabel bebas dengan variabel tergantung. Variabel antara pada penelitian ini adalah ekspresi PKC. Variabel kendali; merupakan variabel yang dikendalikan oleh peneliti agar subyek penelitian dalam keadaan homogen. Pengendalian dilakukan dengan memberlakukan syarat sampel yang digunakan pada penelitian ini. Variabel kendali pada penelitian ini adalah tikus putih (rattus norvegicus strain wistar), jenis kelamin jantan, berat badan tikus, kandang tikus, makanan tikus, kadar gula darah (GD) sebelum perlakuan, diagnosis diabetes, cara pemeliharaan tikus, cara pemberian dan dosis α-tokoferol, serta prosedur penelitian. Prosedur Perlakuan pada Hewan Coba Sebanyak 25 ekor tikus yang memenuhi kriteria penelitian dibagi secara random menjadi 5 kelompok, sebagai berikut : 1) kelompok kontrol sehat (K0), 2) kelompok kontrol DM tanpa perlakuan (K1), 3) kelompok DM + α-tokoferol 100 mg/kgBB/hari (P1), 4)
kelompok DM + α-tokoferol 200 mg/kgBB/hari (P2), 5) kelompok DM + α-tokoferol 300 mg/kgBB/hari (P3). Kemudian dilakukan pemeriksaan kadar gula darah awal dengan menggunakan glukometer. Kelompok K1, P1, P2, dan P3 disuntik dengan Streptozotocin (STZ) 30mg/kgBB/hari secara intraperitoneal. Pada kelompok K0 (kelompok kontrol normal) tidak diinduksi STZ, hanya disuntikan larutan buffer sitrat saja secara intraperitoneal. Induksi dilakukan selama 5 hari berturut-turut, kemudian dilakukan pemeriksaan gula darah. Setelah diperoleh kondisi diabetes (kadar gula darah > 300 mg) dipertahankan / diisolasi selama 2 minggu, kemudian pada kelompok P1, P2, P3 diberi perlakuan
masing- masing diberi
α-tokoferol 100mg/kgBB/hari, 200mg/kgBB/hari dan 300mg/kgBB/hari selama 4 minggu. Pemberian α-tokoferol dilakukan dengan cara ad libitum personde. Pada akhir perlakuan tikus akan dimatikan dengan inhalasi eter, dilakukan nekropsi jaringan tulang temporal kepala tikus, kemudian koklea dipisahkan / diambil dari tulang temporal dan direndam dalam larutan buffer formalin, kemudian dilakukan pemeriksaan histopatologi dan immunohistokimia. HASIL PENELITIAN Uji Homogenitas Berat Badan Sampel Data berat badan sampel (tabel 1) menunjukkan berat badan awal semua kelompok sampel berdistribusi normal (uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan p = 0,855), dan antar kelompok memiliki variansi yang homogen; Levene’s test p = 0,258. Untuk mengetahui perbedaan berat badan antar kelompok digunakan analisis variansi satu arah (Oneway Anova) didapatkan nilai F = 1,536 dan p = 0,230 (p > 0,05). Berdasarkan uji distribusi berat badan awal penelitian diperoleh hasil bahwa perbedaan berat badan awal antar kelompok tidak memperlihatkan perbedaan yang bermakna (p > 0,05), sehingga kelompok sampel ini mempunyai sebaran yang homogen. Hasil Induksi STZ Untuk mengetahui pengaruh pemberian STZ terhadap terjadinya Hiperglikemia, dibandingkan kadar gula sebelum dan sesudah pemberian STZ (tabel 2). Terdapat perbedaan yang bermakna (p < 0,05) pada kelompok sebelum dan sesudah induksi STZ. Tabel di atas menunjukkan pengaruh STZ terhadap terjadinya diabetes (GD > 300 mg/dl). Hasil Pengukuran PKC dengan metode Immunohistokimia Gambaran ekspresi PKC sel-sel fibroblas ligamen spirale yang didapatkan dengan metode imunohistokimia pada masing – masing kelompok perlakuan tampak pada gambar 2. Perbandingan ekspresi PKC masing – masing kelompok dapat dilihat pada tabel 3. Data
pengukuran ekspresi PKC ligamen spirale berdistriusi normal (Uji Kolmogorov didapatkan P = 0,452), dan antar kelompok memiliki variansi yang homogen (Levene’s test p = 0,354). Untuk mengetahui perbedaan ekspresi PKC antar kelompok digunakan analisis variansi satu arah (Oneway Anova) didapatkan nilai F = 550,194 dan p = 0.000 (p < 0.05). Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat perbedaan ekspresi PKC minimal antar sepasang kelompok. Untuk mengetahui pasangan kelompok yang berbeda dilakukan analisis perbandingan ganda (multiple comparison) dengan Tukey HSD. Terdapat perbedaan bermakna p = 0,000 (p < 0,05) antara kelompok kontrol K0 (tikus sehat) dengan kelompok kontrol K1 (Tikus diabetes tanpa perlakuan). Demikian pula antara kelompok kontrol K1 dengan kelompok perlakuan P1 (tikus diabetes + α-tokoferol 100mg), P2 (tikus diabetes + α-tokoferol 200mg), P3 (tikus diabetes + α-tokoferol 300mg). Peningkatan ekspresi sangat nyata terlihat pada kelompok K1 dibanding kelompok K0. Penurunan ekspresi terlihat pada kelompok perlakuan (P1, P2, P3) dibanding kelompok K1, dimana terlihat semakin menurun dengan bertambahnya dosis perlakuan, namun terlihat tidak ada perbedaan bermakna antara kelompok P2 dan P3 dimana didapatkan P = 0,328 (p > 0,05). PEMBAHASAN Penelitian ini dilaksanakan untuk menguji pengaruh α-tokoferol terhadap perubahan molekuler ligamen spirale koklea pada kondisi DM (hiperglikemia). Informasi temuan pada penelitian ini akan menjadi kajian ilmiah untuk melengkapi penelitian – penelitian sebelumnya, dan menjelaskan mekanisme peran α-tokoferol ditingkat molekuler ligamen spirale pada penderita DM. Seperti diketahui berbagai penelitian telah membuktikan bahwa gangguan pendengaran merupakan salah satu bentuk komplikasi kronik pada penderita DM yang masih merupakan masalah karena angka kejadiannya cukup tinggi dan sampai saat ini belum tersedia pengobatan yang efektif untuk memperbaiki gangguan pendengaran. Bahkan fakta di klinik membuktikan kurangnya penelitian – penelitian yang khusus ditujukan untuk mencegah atau memperbaiki gangguan pendengaran. Diharapkan dari hasil penelitian ini akan memberikan pemahaman baru yang dapat menjadi dasar untuk membangun konsep dalam mencegah / memperbaiki gangguan pendengaran pada penderita DM. Jenis penelitian adalah eksperimental laboratories in vivo. Penelitian ini menggunakan rancangan randomized post test only control group design. Dipilih jenis ini karena baik sampel maupun perlakun lebih terkendali, terukur dan pengaruh perlakuan dapat lebih dipercaya. Prosedur perlakuan serta pemeriksaan akhir yang berkibat fatal, menjadikan
penelitian ini hanya mungkin dilakukan pada hewan coba. Tikus digunakan sebagai hewan coba, hal ini dilakukan oleh karena struktur koklea tikus homolog dengan manusia, dan hewan ini sudah banyak dipakai sebagai model untuk penelitian – penelitian DM (Dhein et al, 2003; Akbarzadeh et al, 2007; Arora et al, 2009). Selain itu, jika dibanding dengan kera atau kelinci, tikus lebih banyak dipilih (Sitompul, 2004). Persiapan hewan coba tujuan utamanya adalah untuk mendapatkan sampel yang homogen. Tikus Putih (Rattus norvegicus strain wistar) yang memenuhi kriteria penelitian dikelompokan secara random menjadi 5 kelompok : kontrol sehat, kontrol sakit (diabetes) dan 3 kelompok perlakuan. Data analisis berat badan awal sampel (table 1) berdistribusi normal berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov didapatkan p = 0,855 (p > 0,05) dan antar kelompok mempunyai variansi homogen yang didapatkan dari Levene’s test p = 0,258 (p > 0,05; tidak terdapat perbedaan yang bermakna). Alfa-tokoferol di samping efeknya sebagai antioksidan, α-tokoferol terbukti dapat menurunkan aktivitas isozim PKC-α pada berbagai sel (Boscoboinik et al, 1991; Egger et al, 2003; Ricciarelli et al, 1998; Tasinato et al, 1995). Kemampuan α-tokoferol dalam menurunkan aktivitas PKC pada sel endotel aorta manusia dapat menerangkan efek pemberian α-tokoferol dalam mencegah disfungsi endotel karena oxidized LDL. Pengaruhnya terhadapa penurunan laju proliferasi terhadap sel otot polos vaskuler dapat dipakai untuk menurunkan kejadian penyakit atherosklerrosis dan hipertensi (Boscoboinik et al, 1991; Clement et al, 1997; Tasinato et al, 1995). Mekanisme α-tokoferol dalam mempengaruhi aktivitas isozim PKC-α terjadi secara tidak langsung, yakni dengan menghambat ekspresi diasilgliserol (DAG) yang ada di permukaan membran atau mengaktifkan enzim protein fosfatase PP2A (Egger et al, 2003; Hansra et al, 1996; Ricciarelli et al, 1998; Tasinato et al, 1995). DAG bersama-sama dengan ion kalsium berfungsi dalam mengaktifkan enzim cPKC di permukaan sel, sehingga penurunan ekspresi DAG menyebabkan penurunan aktivitas PKC. Kemungkinan lain dari menurunnya aktivitas PKC akibat paparan α-tokoferol adalah terjadinya peningkatan aktivitas enzim PP2A, dan selanjutnya enzim yang aktif ini menyebabkan defosforilasi isozim PKC-α (Martin et al, 1998; Nishizuka, 2003; Ricciarelli et al, 1998; Tasinato et al, 1995). Pada penelitian ini terbukti bahwa aktivitas PKC menurun setelah pemberian terapi α-tokoferol. Melalui pemulasan imunohistokimia dapat dibuktikan penurunan aktivitas isozim PKC sebanding dengan dosis yang diberikan, yakni semakin tinggi dosis, ternyata semakin rendah aktivitasnya (tabel 3). Analisis statistik menunjukkan perbedaan bermakna antara kelompok K1 (kontrol DM tanpa terapi α-tokoferol) dengan kelompok P1 (DM terapi vitamin
E 100 mg), demikian juga dengan kelompok P2 (DM terapi α-tokoferol 200 mg). Perbedaan bermakna juga terlihat antara ekspresi PKC kelompok kontrol sehat dengan kelompok terapi vitamin E 300 mg; menunjukkan bahwa hasil terapi tidak dapat menurunkan aktivitas PKC ke nilai normal. Hal ini mendukung teori yang disampaikan King and Banskota (1994) bahwa sekali PKC dan DAG mengalami perubahan, regulasi glukosa darah tidak dapat segera memulihkan semua manifestasi biokimiawi yang telah terjadi. Sedangkan antara kelompok P2 dengan kelompok P3 (DM terapi α-tokoferol 300 mg) juga terjadi penurunan ekpresi PKC namun dari analisis statistik menyatakan tidak terdapat perbedaan bermakna. Hal ini dapat menggambarkan suatu kemungkinan dosis yang dapat memberikan efek optimal untuk menurunkan aktivitas PKC pada tikus diabetes adalah berkisar antara 200 – 300 mg. Pemberian α-tokoferol yang menyebabkan penurunan ekpresi PKC sel fibroblas ligamen spirale koklea tikus diabetes pada penelitian ini, memang belum dapat menyimpulkan bahwa α-tokoferol dapat mencegah atau mengobati gangguan pendengaran pada penderita diabetes, namun sudah mengindikasikan suatu kondisi yang lebih baik dibanding tidak diberi α-tokoferol. KESIMPULAN DAN SARAN Alfa-tokoferol dapat menurunkan ekspresi PKC sel fibroblas pada ligamen spirale koklea tikus diabetes, semakin tinggi dosis semakin menurun ekspresinya, dengan dosis maksimal 300mg/kgBB/hari. Diharapkan dilakukan penelitian lanjutan yang ditujukan untuk menguji peran α-tokoferol terhadap pencegahan, perbaikan dan pengobatan gangguan pendengaran pada penderita DM, dan untuk menentukan dosis yang tepat bagi manusia. DAFTAR PUSTAKA ADA (American Diabetes Association). (2011). Standard of medical care in diabetes – 2011. In: Diabetes care, 34(1): 511-561. Akbarzadeh A., Norouzian D., Mehrabi M.R., Jamshidi Sh., Farhangi A., Verdi A.A. and Mofidian S.M.A. (2007). Induction of Diabetes by Streptozotocin in Rats. Indian Journal of Clinical Biochemistry, 22(2): 60-64. Arora S., Ojha S.K. and Vohora D. (2009). Characterisation of Streptozotocin Induced Diabetes Mellitus in Swiss Albino Mice. Global Journal of Pharmacology, 3(2) : 81-84. Boscoboinik D., Szewczyk A., Hensey C. and Azzi A. (1991). Inhibition of cell proliferation by alpha-tocopherol. Role of protein kinase C. J. Biol. Chem, 266: 6188-6194. Clement S., Tasinato A., Boscoboinik D. and Azzi A. (1997). The effect of alpha-tocopherol on the synthesis, phosphorylation and activity of protein kinase C in smooth muscle cells after phorbol 12-myristate 13-acetate down-regulation. Eur J Biochem, 246: 745-749.
Dhein S., Kabat A., Olbrich A., Rosen P., Schroder P. and Mohr F-W. (2003). Effect of chronic treatment with vitamin E on endothelial dysfunction in a type-1 in vivo diabetes mellitus model and in vitro. J Pharmacology and Experimental Therapeutics Fast Forwar, 305: 144-122. Egger T., Schuligoi R., Wintersperger A., Amann R., Malle E. and Sattler W. (2003). Vitamin E (α-tocopherol) attenuates cyclo-oxygenase 2 transcription and synthesis in immortalized murine BV-2 microglia. Biochem J, 370: 459-467. Hanafiah K.A. (2005). Rancangan percobaan : teori dan aplikasi, Edisi 3. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 9-24. Hansra G., Bornancin F., Whelan R., Hemmings B.A., and Parker P.J. (1996). 12-OTetradecanoylphorbol-13-acetate-induced Dephosphorylation of Protein Kinase Cα Correlates with the Presence of a Membrane-associated Protein Phosphatase 2A Heterotrimer. J Biol Chem, 271: 32785-32788. King G.L. and Banskota N.K. (1994). Mechanisms of diabetic microvascular complications. In: Joslin's Diabetes Mellitus (Kahn CR, Weir GC, eds), 13th ed. Philadelphia:Lea & Febiger, 631-47. King G.L. and Brownlee M. (1996). The cellular and molecular mechanisms of diabetic complications. Endocrinol metab clin North Am ; 25(2): 255-270. Koya D., Haneda M., Kikkawa R. and King G.L. (1998). D-alpha-tocopherol treatment prevents glomerular dysfunctions in diabetic rats through inhibition of protein kinase C-diacylglycerol pathway. Biofactors, 7: 69-76. Kusumadewi S. (2009). Aplikasi informatika medis untuk penatalaksanaan diabetes melitus secara terpadu. Dalam: Kumpulan makalah seminar nasional aplikasi teknologi informasi, Yogyakarta, 22-27. Martin N.F., Boullier A., Fruchart J.C. and Duriez P. (1998). Alpha-tocopherol but not betatocopherol inhibits thrombin-induced PKC activation and endothelin secretion in endothelial cells. J Cardiovasc Risk, 5(5-6): 339-345. Nishizuka Y. (2003). Protein Kinase C Isotypes and Their Specific Functions. Discovery and Prospect of Protein Kinase C Research: Epilogue. J. Biochem, 133: 155-158. Pandelaki K. (2000). Peran insulin terhadap kejadian dini retinopati diabetik pada diabetes mellitus tidak tergantung insulin (Disertasi). Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya. Ricciarelli R., Tasinato A., Clement S., Ozer N.K., Boscoboinik D. and Azzi A. (1998). αTocopherol specifically inactivates cellular protein kinase C α by changing its phosphorilation state. Biochem J, 334: 243-249. Sitompul B. (2004). Pengaruh pemberian vitamin E terhadap fungsi endotel aorta tikus diabetes (Disertasi). Program studi ilmu kedokteran, Universitas Indonesia. Schalkwijk C.G. and Stehouwer C.D.A. (2005). Vascular complications in diabetes mellitus: the role of endothelial dysfunction. Clinical Science, 109 : 143-159 Tandra H. (2007). Mengenal Diabetes. Dalam: Panduan lengkap mengenal dan mengatasi diabetes dengan cepat dan mudah. Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 1-30. Tasinato A., Boscoboinik D., Bartoli G.M., Maroni P. and Azzi A. (1995). d-α-Tocopherol inhibition of vascular smooth muscle cell proliferation occurs at physiological concentration, correlates with protein kinase C inhibition, and is independent of its antioxidant properties. Proc. Nas. Acad. Sci, USA, 92: 12190-12194.
LAMPIRAN Tabel 1 Data berat badan awal semua kelompok sampel Kelompok
Mean
SD
Min
Maks
K0 / kontrol normal
151,6
10,7
138
163
K1 / kontrol STZ
156,2
18,2
126
172
P1 / STZ + Vit E 100 mg
147,6
8,9
138
158
P2 / STZ + Vit E 200 mg
146,4
5,9
137
151
P3 / STZ + Vit E 300 mg
138,8
10,9
126
150
Oneway Anova
F= 1,536 p= 0,230
Tabel 2 Rerata dan simpang baku kadar GD sebelum dan sesudah induksi STZ. Mean Anova Saat Pemeriksaan SD Min Maks (mg/dl) Sebelum STZ 90,55 9,80 77 103 F = 3,574 Sesudah STZ 328,60 14,87 306 352 P = 0,000
Tabel 3 Kelompok
Perbandingan ekspresi PKC mean
SD
Min
Maks
2,54
0,42
2,13
3,04
K1 / kontrol STZ
15,78
0,28
15,15
16,64
P1 / STZ + Vit E 100 mg
10,88
0,49
10,51
11,21
P2 / STZ + Vit E 200 mg
6,95
0,56
6,37
7,66
P3 / STZ + Vit E 300 mg
6,35
0,63
5,67
7,14
K0 / kontrol normal
Oneway Anova
F=632.319 p= 0,000
20 15 10 5 0 Sehat
DM
Vit E 100 Vit E 200 Vit E 300
Gambar 1: Grafik rerata ekspresi PKC pada semua kelompok sampel
A
B
C
D
Gambar 2 : Ekspresi PKC pada sel fibroblas ligamen spirale. Metode Imunohistokimia, pembesaran 400X.
Keterangan gambar 2 : A. Kelompok kontrol tikus DM B. Kelompok tikus DM Vit E 100 mg C. Kelompok tikus DM terapi Vit E 200 mg D. Kelompok tikus DM terapi Vit E 300 mg Gambar diatas terlihat ekspresi PKC yang ditandai warna coklat pada inti sel, dengan jumlah sel dan densitas kecoklatan yang tinggi pada kelompok kontrol, semakin berkurang dengan meningkatnya dosis perlakuan. Pengukuran ekspresi PKC dikonversikan secara kuantitatif menggunakan program Carl Zeis axiovision rel 4.8.1, dimana diperoleh hasil persentasi area sel – sel fibroblas yang terekspresi.