Prima: Jurnal Program Studi Pendidikan dan Penelitian Matematika Vol. 6, No. 1, Januari 2017, hal. 21-32 P-ISSN: 2301-9891
PENGARUH ADVERSITY QUOTIENT TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIS MAHASISWA PENDIDIKAN MATEMATIKA PADA MATA KULIAH TEORI BILANGAN Ratu Sarah Fauziah Iskandar Pendidikan Matematika, FKIP, Universitas Muhammadiyah Tangerang E-mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini mengkaji hubungan antara pengaruh adversity quotient terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa pendidikan matematika pada mata kuliah teori bilangan. penelitian ini didasari oleh sebagian besar mahasiswa program studi pendidikan matematika yang mengambil mata kuliah teori bilangan belum mempunyai kemampuan bertahan untuk menyelesaikan soal sulit. kemudian didasarkan pada pentingnya kemampuan adversity quotient dan berpikir kritis matematis dimiliki oleh mahasiswa pendidikan matematika. metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif korelasional. populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa program studi pendidikan matematika tahun akademik 2014/2015, sampel penelitian diambil dengan purposive sampling sebanyak 94 mahasiswa yang mengontrak mata kuliah teori bilangan. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemammenunjukkan bahwa kemampuan berpikir kritis matematis dan angket adversity quotient. Hasil penelitian AQ mempunyai pengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis matematis pada mata kuliah teori bilangan. Hal ini berarti bahwa tinggi rendahnya AQ mempengaruhi kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa walaupun kontribusinya tidak terlalu besar. Kata kunci: Adversity quotient, berpikir kritis matematis
Pendahuluan Perkembangan dunia teknologi dan pendidikan sangat pesat. Hal ini pun harus didukung oleh perkembangan kapasitas dan berbagai jenis kemampuan bagi sumber daya manusianya. Kampus salah satu tempat untuk mendidik dan menghasilkan sumber daya manusia itu. Tidak hanya kemampuan secara kognitif namun kemampuan aspek afektif pun sangat penting. Matematika sebagai salah satu ilmu pengetahuan yang dipelajari di kampus dan sangat berpengaruh pada perkembangan teknologi dan pendidikan pun turut menjadi perhatian. Salah satu kemampuan yang penting dalam matematika adalah kemampuan berpikir kritis. Kemampuan ini dapat dilihat dengan seberapa bisa seseorang menguji, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek dari situasi masalah. Menurut Zubaidah (dalam Hadi, 2007) berpikir kritis adalah suatu kemampuan yang dimiliki individu untuk melihat dan memecahkan masalah yang dtandai dengan sifat-sifat dan bakat kritis yaitu mempunyai rasa ingin tahu yang tinggi, imajinatif dan selalu tertantang oleh kemajemukan, berani mengambil resiko, dan mempunyai sifat yang tak kalah adalah selalu
22
P-ISSN: 2301-9891
menghargai hak-hak orang lai, arahan bahkan bimbingan dari oranglain. Salah satu kemampuan yang diduga dapat mempengaruhi kemampuan berpikir kritis matematis adalah Adversity Quotient (AQ). AQ adalah kemampuan seseorang untuk bertahan dalam situasi yang sulit. Bila dikontekskan dengan matematika, AQ adalah kemampuan seseorang untuk bertahan dan berusaha mencari solusi dalam menghadapi suatu masalah. Menurut Stoltz (Sudarman, 2012) AQ adalah kecerdasan mengatasi kesulitan. Kecerdasan ini dibutuhkan dalam pembelajaran matematika. Salah satu mata kuliah wajib yang diampu oleh mahasiswa pendidikan matematika adalah Teori Bilangan. Mata kuliah ini menekankan kemampuan berpikir kritis matematis agar dapat menyelesaikan permasalahan yang ada di dalam mata kuliah tersebut. Selain itu, karena kemampuan berpikir kritis matematis sangat penting dan sebagai bahan kajian lebih lanjut, maka penting untuk melihat bagaimana kemampuan berpikir kritis matematis pada mahasiswa pendidikan matematika. Melihat pentingnya dua kemampuan di atas, maka peneliti ingin melihat bagaimana pengaruh Adversity Quotient teerhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa pendidikan matematika pada mata kuliah teori bilangan. Selain itu penelitian ini akan melihat bagaimana kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa pendidikan matematika pada mata kuliah teori bilangan. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah sebagia berikut: 1.
Apakah terdapat pengaruh Adversity Quotient terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa pendidikan matematika pada mata kuliah teori bilangan?
2.
Bagaimana kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa pendidikan matematika pada mata kuliah teori bilangan?
Berdasarkan rumusan di atas maka tujuan dalam penelitian ini adalah: 1.
Mengkaji Adversity Quotient pada pembelajaran matematika.
2.
Mengkaji pengaruh Adversity Quotient terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa pendidikan matematika pada mata kuliah teori bilangan.
3.
Melihat bagaimana kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa pendidikan matematika pada mata kuliah teori bilangan. Tinjauan Teoritis
1.
Adversity Quotient Menurut bahasa, kata adversity berasal dari bahasa Inggris yang berarti kegagalan atau kemalangan. Adversity sendiri bila diartikan dalam bahasa Indonesia bermakna kesulitan
Prima, Vol. 6, No. 1, Januari 2017, 21-32.
Prima
ISSN: 2301-9891
23
atau kemalangan, dan dapat diartikan sebagai suatu kondisi ketidakbahagiaan, kesulitan, atau ketidakberuntungan. Adversity Quotient (AQ) berarti bisa juga disebut dengan ketahanan atau daya tahan seseorang ketika menghadapi masalah. Ketahanan adalah kemampuan untuk menghadapi peristiwa yang tidak menyenangkan dan situasi yang penuh tekanan tanpa menjadi berantakan, dengan secara aktif dan pasif mengatasi kesulitan. Ketahanan ini berkaitan dengan kemampuan untuk tetap tenang dan sabar, serta kemampuan menghadapi kesulitan dengan kepala dingin, tanpa terbawa emosi. Orang yang tahan menghadapi kesulitan akan menghadapi, bukan menghindari, tidak menyerah pada rasa tidak berdaya atau putus asa. Selain IQ (intelligence quotient) dan EQ (emotional quotient), ada unsur lain yang yang memiliki pengaruh besar dalam keberhasilan hidup atau karir seseorang yaitu AQ. AQ yang dimaksudkan di sini adalah ketangguhan, ketenangan dalam menghadapi berbagai masalah dan dapat mencari alternatif solusi masalah. Penelitian yang saat ini berkembang dengan adanya fakta lain yakni semakin tinggi karir individu, maka semakin banyak masalah yang dihadapi, dan hal inilah yang mendorong para HRD (Human Resource Development) Supervisor mencari pegawai dengan nilai plus AQ artinya orang yang tangguh, tenang menghadapi
berbagai masalah dan dapat mencari alternatif solusi
masalah tersebut. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa AQ adalah kemampuan seseorang dalam menghadapi berbagai kesulitan di berbagai aspek kehidupannya.Melalui AQ dapat diketahui seberapa jauh individu tersebut mampu bertahan dalam menghadapi kesulitan yang dialami, sekaligus kemampuannya untuk mengatasi kesulitan tersebut. AQ juga dapat meramalkan siapa yang akan tampil sebagai pemenang dan siapa yang akan putus asa dalam ketidakberdayaan sebagai pecundang. Selain itu, AQ dapat pula meramalkan siapa yang akan menyerah dan siapa yang aan bertahan saat menghadapi suatu kesulitan. Dalamkonsep AQ, hidup diumpamakan sebagai suatu pendakian.Kesuksesan adalah sejauh mana individu terus maju dan menanjak, terus berkembang sepanjang hidupnya meskkipun berbagai kesulitan dan hambatan menjadi penghalang (Stoltz, 1997). Peran AQ sangat penting dalam mencapai tujuan hidup atau mempertahankan visi seseorang, AQ digunakan untuk membantu individu memperkuat kemampuan dan ketekunannya dalam menghadapi tantangan hidup sehari-hari, sambil berpegang pada prinsip dan impian yang mejadi tujuan Pengaruh adversity quotient terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa pendidikan matematika pada mata kuliah teori bilangan Iskandar
24
P-ISSN: 2301-9891
Agar dapat bersaing dengan orang-orang, kita harus memiliki sebuah keterampilan lain yang membuat kita berbeda dari orang lain dan mungkin hal ini juga yang dapat menjadi ciri khas dari diri kita. Kemahiran kita dalam kesiapan menghadapi tantangan atau AQ adalah salah satu hal yang mendukung kita menjadi sukses. AQ berakar pada bagaimana kita merasakan dan menghubungkan suatu hal dengan tantangannya. Jika seseorang yang memiliki AQ lebih tinggi maka dia cenderung tidak akan menyalahkan orang lain karena dia merasa bahwa kegagalan yang dia lakukan adalah bagian dari kesuksesan yang tertunda dan dia juga merasa bahwa dia siap untuk menghadapi tantangan yang akan ditemukan serta siap untuk menyelesaikan masalah yang akan dia hadapi. Faktor-faktor pembentuk adversity quotient menurut Stoltz (1997) adalah sebagai berikut: a.
2.
Daya saing Seligman (dalam Stoltz, 1997) berpendapat bahwa AQ yang rendah dikarenakan tidak adanya daya saing ketika menghadapi kesulitan, sehingga kehilangan kemampuan untuk menciptakan peluang dalam kesulitan yang dihadapi. b. Produktivitas Penelitian yang dilakukan di sejumlah perusahaan menunjukkan bahwa terdapat korelasi positif antara kinerja karyawan dengan respon yang diberikan terhadap kesulitan. Artinya respon konstruktif yang diberikan seseorang terhadap kesulitan akan membantu meningkatkan kinerja lebih baik, dan sebaliknya respon yang destruktif mempunyai kinerja yang rendah. c. Motivasi Penelitian yang dilakukan oleh Stoltz (1997) menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai motivasi yang kuat mampu menciptakan peluang dalam kesulitan, artinya seseorang dengan motivasi yang kuat akan berupaya menyelesaikan kesulitan dengan menggunakan segenap kemampuan. d. Mengambil resiko Penelitian yang dilakukan oleh Satterfield dan Seligman (dalam Stoltz, 1997) menunjukkan bahwa seseorang yang mempunyai AQ tinggi lebih berani mengambil resiko dari tindakan yang dilakukan. Hal itu dikarenakan seseorang dengan AQ tinggi merespon kesulitan secara lebih konstruktif. e. Perbaikan Seseorang dengan AQ yang tinggi senantiasa berupaya mengatasi kesulitan dengan langkah konkrit, yaitu dengan melakukan perbaikan dalam berbagai aspek agar kesulitan tersebut tidak menjangkau bidang-bidang yang lain. f. Ketekunan Seligman menemukan bahwa seseorang yang merespon kesulitan dengan baik akan senantiasa bertahan. g. Belajar Menurut Carol Dweck (dalam Stoltz, 1997) membuktikan bahwa anak-anak yang merespon secara optimis akan banyak belajar dan lebih berprestasi dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki pola pesimistis. Berpikir Kritis Matematis Kemampuan awal matematika merupakan kemampuan yang dapat menjadi dasar untuk menerima pengetahuan baru. Kemampuan awal matematika merupakan fondasi dan dasar pijakan untuk pembentukan konsep baru dalam pembelajaran. Suatu proses
Prima, Vol. 6, No. 1, Januari 2017, 21-32.
Prima
ISSN: 2301-9891
25
pembelajaran dapat dikatakan bermakna jika peserta didik telah dapat mengaitkan konsep-konsep yang ada dalam benaknya dengan baik. Dari proses pertalian itu, ditemukanlah suatu pengetahuan baru yang dapat digunakan dalam kehidupannya. Ausubel (dalam Depdiknas: 2003) menyatakan bahwa pengetahuan yang sudah dimiliki peserta didik akan sangat menentukan bermakna tidaknya suatu proses pembelajaran. Itulah sebabnya para pengajar harus mengecek, memperbaiki dan menyempurnakan pengetahuan peserta didik sebelum membahas materi baru. Dalam proses pembelajaran matematika, berpikir kritis merupakan bagian yang sangat penting. Berpikir kritis mempunyai makna yaitu kekuatan berpikir yang harus dibangun pada mahasiswa sehingga menjadi suatu watak atau kepribadian dalam kehidupan mahasiswa untuk memecahkan segala persoalan hidupnya. Keterampilan berpikir kritis sangat penting bagi mahasiswa karena dengan keterampilan ini mahasiswa dapat bersikap rasional dan memilih alternatif pilihan yang terbaik bagi dirinya. Para ahli dan pemikir pendidikan matematika menegaskan bahwa pemahaman matematika yang utuh tidak hanya sekedar mencakup pengetahuan, konsep-konsep, prinsip-prinsip, dan struktur matematika‟ (Kitcher, 1984; Schoenfeld, 1992; Stein, Grover, & Henningsen, 1996 dalam (Herman, 2006:2)). Pemahaman yang utuh menurut mereka meliputi penggunaan kapasitas dalam proses berpikir matematis. Berpikir matematis yang dimaksud di sini adalah seperti mencari dan menemukan pola untuk memahami struktur dan hubungan matematik; menggunakan sumber dan alat secara efektif dalam merumuskan dan menyelesaikan masalah; memahami ide matematika; berpikir dan bernalar matematika seperti, menggeneralisasi, menggunakan aturan inferensi, membuat konjektur, memberi alasan, mengkomunikasikan ide matematik, dan menetapkan atau memeriksa apakah hasil atau jawaban matematika yang diperoleh masuk akal. Mahasiswa jangan lagi memandang matematika sebagai ilmu yang disusun secara terstruktur mencakup unsur-unsur yang tidak didefinisikan, unsur-unsur yang didefinisikan, postulat, dan teorema atau dalil. Tetapi matematika harus dipandang sebagai suatu proses yang aktif dan generatif seperti yang dikerjakan oleh pelaku dan pengguna matematika. Proses matematika yang aktif tersebut memuat penggunaan alat matematika secara sistematik untuk menemukan pola, kerangka masalah, dan menetapkan proses penalaran (Henningsen & Stein 1997; Stein, Grover, & Henningsen, 1996 (dalam Herman, 2006:2) ).
Pengaruh adversity quotient terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa pendidikan matematika pada mata kuliah teori bilangan Iskandar
26
P-ISSN: 2301-9891
Vincent Ruggiero mengartikan bahwa “berpikir kritis sebagai segala aktivitas mental yang membantu merumuskan atau memecahkan masalah, membuat keputusan, atau memenuhi keinginan untuk memahami” (Johnson, 2007:187 dalam Faturohman: 2012). Menurut Ennis dalam Hassoubah (Mulyana, 2008), “berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan reflektif dengan menekankan pada pembuatan keputusan tentang apa yang harus dipercayai atau dilakukan‟. Watson dan Glaser (1980) menyatakan bahwa berpikir kritis adalah: (1) sikap penyelidikan yang melibatkan kemampuan untuk mengenali keberadaan dan penerimaan kebutuhan umum untuk bukti dalam apa yang ditegaskan untuk menjadi kenyataan, (2) pengetahuan tentang alam dari kesimpulan yang valid, abstraksi dan generalisasi di mana bobot akurasi berbagai jenis bukti ditentukan secara logis, dan (3) keterampilan dalam menggunakan dan menerapkan di atas sikap dan pengetahuan. Berpikir kritis juga dikonseptualisasikan sebagai berorientasi pada hasil, rasional, logis, dan reflektif berpikir evaluatif, dalam hal apa untuk menerima (atau menolak) dan apa yang harus percaya, diikuti oleh keputusan apa yang harus dilakukan (atau tidak melakukan), kemudian bertindak dengan sesuai sikap yang diambil dan bertanggung jawab baik keputusan yang dibuat dan konsekuensinya (Zoller, 1999 dalam Miri, David & Uri: 2007). Secara umum berpikir kritis adalah penentuan secara hati-hati dan sengaja apakah menerima, menolak atau menunda keputusan tentang suatu klaim/pernyataan (Moore dan Parker,1988:4 dalam Haryani: 2011). Kemampuan berpikir kritis sangat penting, karena dalam kehidupan sehari-hari cara seseorang mengarahkan hidupnya bergantung pada pernyataan yang dipercayainya, pernyataan yang diterimanya. Selanjutnya secara lebih berhati-hati mengevaluasi suatu pernyataan, kemudian membagi isu-isu yang ada apakah relevan
atau
tidak
dengan
pernyataan
yang
dievaluasi.
Ketika
seseorang
mempertimbangkan suatu pernyataan dia telah mempunyai sejumlah informasi tertentu yang relevan dengan pernyataan tersebut dan secara umum dapat menggambarkan di mana mendapatkan informasi yang lebih banyak jika diperlukan. Keinginan dan kemampuan untuk memperoleh informasi yang menghasilkan suatu keputusan adalah bagian dari proses berpikir kritis. Berpikir kritis membutuhkan banyak keterampilan, termasuk keterampilan mendengar dan membaca dengan hati-hati, mencari dan mendapatkan asumsi-asumsi yang tersembunyi, dan menjajaki konsekuensi dari suatu pernyataan (Moore dan Parker. 1986: 5 dalam Haryani: 2011).
Prima, Vol. 6, No. 1, Januari 2017, 21-32.
Prima
ISSN: 2301-9891
27
Metode Penelitian 1.
Desain Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif korelasional jenis hubungan yaitu mencari pengaruh antara Adversity Quotient terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa. Penelitian dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Tangerang. Berikut merupakan desain penelitian yang akan dilakukan: X Y X = Variabel Adversity Qoutient Y = Berpikir kritis matematis. Berdasarkan desain penelitian di atas, peneliti ingin melihat pengaruh X terhadap Y yaitu Adversity Quotient terdapat kemampuan berpikir kritis matematis.
2.
Subyek Penelitian Populasi penelitian ini adalah seluruh mahasiswa aktif pendidikan matematika Universitas Muhammadiyah Tangerang sebanyak 4 angkatan. Adapun sampel pada penelitian ini 29 orang mahasiswa pendidikan matematika yang mengambil mata kuliah teori bilangan. Pengambilan sampel menggunakan teknik simple random sampling.
3.
Instrumen Penelitian Instrument yang akan digunakan untuk mengukur variabel-variabel dalam penelitian ini adalah: a.
Tes Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis mahasiswa. Tes yang digunakan berupa tes kemampuan berpikir kritis matematis, tes ini dibuat dalam bentuk uraian. Tes hasil belajar ini sudah divalidasi oleh ahli dalam hal ini divalidasi oleh dosen teori bilangan, evaluasi proses dan hasil pembelajaran matematika, sehingga tes ini sudah layak digunakan untuk mengukur hasil belajar.
b.
Skala Adversity Quotient Skala ini digunakan untuk mengukur skala Adversity Quotient (AQ) mahasiswa. Skala AQ matematis ini memuat pernyataan-pernyataan menyangkut keyakinan terhadap kemampuan diri dan kecerdasan dalam menghadapi kesulitan. Penyusunan skala AQ menggunakan skala Likert, yaitu berupa daftar yang berisikan pernyataan-pernyataan yang harus dipilih mahasiswa berdasarkan keadaan diri yang sebenarnya. Skala yang dibuat adalah skala tertutup yakni menyediakan jawaban Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS) dan Sangat Tidak Setuju (STS).
Pengaruh adversity quotient terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa pendidikan matematika pada mata kuliah teori bilangan Iskandar
28
P-ISSN: 2301-9891
Setiap pernyataan, subyek akan diberikan nilai sesuai dengan penilaian sebagai berikut. Tabel 1. Skoring Skala Adversity Qoutient Favourable 4 3 2 1
Keterangan Sangat Setuju Setuju Tidak Setuju Sangat Tidak Setuju
Unfavourable 1 2 3 4
Skala AQ matematis diadaptasi dari skala AQ matematis yang telah dikembangkan sebelumnya. Adapun akan dilihat dari hasil skala AQ apakah terdapat pengaruh terhadap berpikir kritis matematis mahasiswa. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pengaruh Adversity Quotient terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa pendidikan matematika pada mata kuliah teori bilangan. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan pengolahan data menggunakan bantuan program SPSS 21 for Windows. Hasil dan Pembahasan Data hasil tes kemampuan AQ dan kemampuan berpikir kritis matematis di analisis menggunakan bantuan software SPSS 21. Berikut ini gambaran hasil kemampuan berpikir kritis matematis dan AQ. Tabel 2. Deskripsi Hasil Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dan Adversity Quotient Descriptive Statistics N Statistic Adversity_Quotient Berpikir_Kritis Valid N (listwise)
Minimum Statistic 29 29 29
Maximum Statistic 46 54
Mean Statistic 88 90
68,59 69,45
Std. Error 1,726 1,772
Std. Deviation Statistic 9,295 9,542
Berdasarkan Tabel 2 hasil pengukuran kemampuan berpikir kritis matematis terhadap 29 orang mahasiswa yang dijadikan sampel penelitian, diperoleh data skor maksimum 90 dan skor minimum 54, sehingga diperoleh rentang (jangkauan) data sebesar 36. Berdasarkan analisis data diperoleh mean 69,45 dan simpangan baku 9.542. Sedangkan pada AQ, data awalnya merupakan data ordinal kemudian dikonversi menjadi data interval. Transformasi data dilakukan dengan menggunakan Metode Succesive Interval (MSI). Perhitungan tersebut menggunakan bantuan software STAT 21 dengan software utama Microsoft Office Excel. Hasil pengukuran adversity quotient terhadap 29 orang mahasiswa pada mata kuliah teori bilangan diperoleh skor maksimum 88 dan skor minimum 46 sehingga diperoleh rentang Prima, Vol. 6, No. 1, Januari 2017, 21-32.
Prima
29
ISSN: 2301-9891
(jangkauan) data sebesar 42. Berdasarkan analisis data diperoleh mean 68.59 dan simpangan baku 92.95. Sebelum melakukan uji hipotesis, terdapat beberapa uji prasyarat yang harus dilakukan. Uji yang pertama yaitu uji normalitas, dihitung dengan uji Shapiro-wilkpada taraf signifikansi 𝛼 = 0,05. Hasil uji normalitas AQ dan kemampuan berpikir matematis dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3. Hasil Uji Normalitas
Berpikir Kritis Adversity Quotient
Statistic 0.957 0.934
Shapiro-wilk Df Sig. 29 0.272 29 0.070
Nilai sig. kemampuan berpikir kritis matematis yaitu 0.272, karena sig > 0,05 maka H0 diterima. Ini berarti sebaran data kemampuan berpikir kritis matematis berdistribusi normal. Data hasil uji normalitas pada AQ diperoleh nilai sig. = 0.070, karena sig. > 0,05 maka H0 diterima. Ini berarti sebaran data AQ berdistribusi normal. Selanjutnya adalah uji linieritas antara kemampuan berpikir kritis matematis dengan AQ . Adapun hasil uji linearitas AQ dan kemampuan berpikir kritis matematis dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4. Uji Linearitas
Berpikir_Kritis * Adversity_Quoti ent
Between Groups
Within Groups Total
(Combined) Linearity Deviation from Linearity
Sum of Squares 411,784 2,555 409,228
2137,389 2549,172
df 10 1 9
18 28
Mean Square 41,178 2,555 45,470
F ,347 ,022 ,383
Sig. ,955 ,885 ,928
118,744
Berdasarkan Tabel 4 diperoleh nilai Fhitung sebesar 0.383 dan Ftabel dengan dk = (9,18) = 4.80, sehingga Fhitung < Ftabel atau 4,511 < 4.80 selain itu nilai sig. = 0.928 karena sig. > 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi yang terbentuk antara kedua variabel adalah linier, sehingga dapat dilanjutkan menggunakan statistik parametrik, dengan korelasi dan regresi linier sederhana. Untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan antara variabel AQ dan variabel kemampuan berpikir kritis matematis dalam penelitian ini digunakan rumus korelasi Pearson Product Moment. Adapun hasil perhitungan untuk mengetahui tingkat keeratan hubungan tersebut adalah sebagai berikut. Pengaruh adversity quotient terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa pendidikan matematika pada mata kuliah teori bilangan Iskandar
30
P-ISSN: 2301-9891 Tabel 5. Hasil Korelasi AQ dan Kemampuan Berpikir Kritis Model
R
R Square
,032a
1
Adjusted R Square ,036
,001
Std. Error of the Estimate 9,712
Berdasarkan perhitungan didapat nilai rxy = 0,032. Artinya, terdapat hubungan antara AQ dengan kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa. Untuk mengetahui sejauh mana pengaruh AQ terhadap kemampuan berpikir kritis matematis setelah diketahui ada hubungan antar variabel tersebut maka digunakan regresi. Adapun hasil perhitungan untuk regresi adalah sebagai berikut. Tabel 6. Hasil Persamaan Uji Regresi Model
Unstandardized Coefficients B
(Constant) 1 Adversity_Quotient
71,677 ,033
Std. Error 13,663 ,197
Standardized Coefficients Beta
t
Sig.
5,246 -,165
-,032
,000 ,870
Berdasarkan Tabel 4.5. maka persamaan regresi yang terbentuk adalah Y = 71.677 + 0,033X, yang dapat diartikan jika AQ diabaikan maka kemampuan berpikir kritis mahasiswa sebesar 71.677; dan setiap penambahan 1 point pada AQ, akan menambah kemampuan berpikir kritismatematis sebesar 0,033 point dengan asumsi variabel lain dianggap konstan (nilainya tetap nol atau sama dengan 0). Untuk pengujian keberartian regresi dilihat dari nilai signifikansinya, adapun nilai signifikan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 7. Hasil Uji Regresi Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 2,555 2546,617 2549,172
df 1 27 28
Mean Square 2,555 94,319
F
Sig. ,027
,000b
Berdasarkan Tabel 7 nilai signifikansi regresi yaitu nilai Fhitung = 0.027 dan sig. = 0,000. Karena nilai sig. < 0,005, maka H0 ditolak dan H1 diterima, yang berarti koefisien regresi yang terbentuk dari AQ terhadap kemampuan berpikir kritis matematis adalah signifikan. Hasil Penelitian terhadap mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Tangerang diperoleh bahwa AQ mempunyai pengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis matematis . Hal ini berarti bahwa tinggi rendahnyaAQmempengaruhi kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa walaupun kontribusinya tidak terlalu besar. Prima, Vol. 6, No. 1, Januari 2017, 21-32.
Prima
ISSN: 2301-9891
31
Hubungan antara AQ dengan kemampuan berpikir kritis matematis dapat digambarkan melalui perbandingan dua orang mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki AQ tinggi akan lebih mampu mengendalikan diri, mengidentifikasi penyebab kesulitan, menilai kesalahan yang dilakukan, memperbaiki kesalahan yang dilakukan, membatasi kesulitan yang dihadapi, tahan dalam menghadapi kesulitan sehingga akan mempengaruhi inisiasi dan ketahanan diri dalam melaksanakan tugas. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa AQ menunjuang kemampuan pemecahan masalah matematis. Hal ini sesuai pendapat Stoltz (2000) yang menyatakan bahwa individu dengan AQ yang baik ketika mengalami kesulitan cenderung merasakan bertanggung jawab (ownership) atas masalah yang dihadapinya, mampu mengontrol masalah dan cermat dalam mencari pemecahan masalah dari masalah yang dihadapinya tersebut serta fokus terhadap solusi. Simpulan dan Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terhadap mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika Universitas Muhammadiyah Tangerang diperoleh bahwa AQ mempunyai pengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis matematis pada mata kuliah teori bilangan. Hal ini berarti bahwa tinggi rendahnyaAQmempengaruhi kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa walaupun kontribusinya tidak terlalu besar. Adapun saran yang dapat disampaikan, berdasarkan hasil analisis tersebut adalah: 1.
Bagi mahasiswa, disarankan untuk meningkatkan AQ yang dimiliki agar mampu serta meningkatkan kemampuan berpikir matematisnya.
2.
Bagi dosen, disarankan untuk ikut membantu meningkatkan AQ mahasiswanya dan juga memotivasi mahasiswanya.
Bagi peneliti lain yang melakukan penelitian serupa di masa yang akan datang, diharapkan lebih memperluas tinjauan teoritis yang belum terdapat dalam penelitian ini, dan dan semoga penelitian ini bermanfaat bagi seluruh elemen masyarakat yang menggunakan penelitian ini. Daftar Pustaka Depdiknas. 2003. Pedoman Khusus Pengembangan Sistem Penilaian Berbasis Kompetensi SMP. Jakarta: Depdiknas. Juandi, D. 2006. Meningkatkan Daya Matematik Mahasiswa Calon Guru Matematika Melalui Pembelajaran Berbasis masalah. Disertasi Pascasarjana UPI Bandung: tidak diterbitkan. Pengaruh adversity quotient terhadap kemampuan berpikir kritis matematis mahasiswa pendidikan matematika pada mata kuliah teori bilangan Iskandar
32
P-ISSN: 2301-9891
National Council of Teachers of Mathematics. 2000. Principles and Standars for School Mathematics. Reston, VA: NCTM. Schoenfeld, A.H. 1992. Learning to Think Mathematically: Problem Solving, Metacognition and Sense of Mathematics., Dalam Handbook of Reasearch on Mathematics Teaching and Learning (pp. 334- 370). D. A. Grouws (Ed). New York: Macmillan. Stoltz, Paul Gordon. 1997.Adversity Quotient: Turning Obstacles Into Opportunities. Canada : Simultaneously. Sudarman. 2012. Adversity Quotient: Kajian Kemungkinan Pengintegrasiannya dalam Pembelajaran Matematika. AKSIOMA. Vol 01. Pp 55-62.
Prima, Vol. 6, No. 1, Januari 2017, 21-32.