PENGANTAR ILMU EKONOMI (Drs. Rudy Badrudin, M.Si., Dosen Luar Biasa FISIP UAJY)
1. PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) Produk Domestik suatu wilayah merupakan nilai seluruh produk dan jasa yang diproduksi di wilayah tersebut tanpa memperhatikan apakah faktor produksinya berasal dari wilayah tersebut atau tidak. Pendapatan yang timbul oleh adanya kegiatan produksi tersebut merupakan pendapatan domestik. Sedangkan yang dimaksud dengan wilayah domestik atau region adalah meliputi wilayah yang berada di dalam wilayah geografis region tersebut. Fakta yang terjadi menunjukkan bahwa sebagian faktor produksi dari kegiatan produksi di suatu wilayah berasal dari wilayah lain. Demikian juga sebaliknya, faktor produksi yang dimiliki wilayah tersebut ikut pula dalam proses produksi di wilayah lain. Dengan kata lain, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menunjukkan gambaran “Production Originatea”. Hal ini menyebabkan nilai produksi domestik yang timbul di suatu wilayah tidak sama dengan pendapatan yang diterima penduduk wilayah tersebut. Dengan adanya arus pendapatan (pada umumnya berupa gaji/upah, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan) yang mengalir antarwilayah (termasuk dari/ke luar negeri), maka timbul perbedaan antara Produk Domestik dengan Produk Regional. Produk Regional adalah produk domestik ditambah pendapatan dari luar wilayah dikurangi dengan pendapatan yang dibayarkan ke luar wilayah tersebut. Dengan kata lain, Produk Regional merupakan produk yang ditimbulkan oleh faktor produksi yang dimiliki oleh penduduk wilayah tersebut. A. PENDEKATAN PERHITUNGAN PDRB DI KABUPATEN SLEMAN i) Pendekatan Produksi Adalah PDRB yang disusun melalui pendekatan produksi menjelaskan bagaimana PDRB dihasilkan oleh berbagai sektor ekonomi yang beroperasi di suatu wilayah (region) atau merupakan jumlah nilai produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di dalam suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) atau PDRB demikian itu disebut sebagai PDRB menurut sektor atau biasa disebut pula sebagai PDRB ditinjau dari sisi penyediaan (supply side).
1
ii) Pendekatan Pengeluaran atau Penggunaan atau Belanja Adalah PDRB yang disusun melalui pendekatan pengeluaran yang menjelaskan bagaimana PDRB suatu wilayah (region) digunakan atau dimanfaatkan, baik untuk memenuhi kebutuhan permintaan di dalam wilayah maupun untuk memenuhi kebutuhan di luar wilayah. PDRB demikian itu disebut sebagai PDRB menurut penggunaan (terminologi yang akan digunakan dalam publikasi ini) atau disebut PDRB menurut pengeluaran (Gross Regional Domestic Product by Expenditure), atau biasa juga disebut sebagai PDRB yang ditinjau dari sisi permintaan (demand side). B. ISTILAH-ISTILAH DALAM PDRB i) PDRB atas dasar harga berlaku PDRB atas dasar harga berlaku adalah jumlah nilai produksi atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai sesuai dengan harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan. ii) PDRB atas dasar harga konstan PDRB atas dasar harga konstan adalah jumlah nilai produksi atau pendapatan atau pengeluaran yang dinilai atas dasar harga tetap (harga pada tahun dasar) yang digunakan selama satu tahun. iii) PDRB atas dasar harga pasar Nilai PDRB atas dasar harga pasar dapat diperoleh dengan menjumlahkan nilai tambah bruto yang timbul dari seluruh sektor perekonomian di wilayah itu. Nilai tambah adalah nilai produksi (output) dikurangi dengan biaya antara. Cakupan nilai tambah meliputi komponen-komponen faktor pendapatan (upah/gaji, bunga modal, sewa tanah dan keuntungan), penyusutan, dan pajak tak langsung netto. iv) Produk Domestik Regional Netto (PDRN) atas dasar harga pasar Perbedaan konsep netto di sini dan konsep bruto di atas adalah komponen penyusutan yang terdapat pada konsep bruto. Pada konsep netto, penyusutan tersebut telah dikeluarkan. Jadi PDRB atas dasar harga pasar dikurangi penyusutan akan diperoleh PDRN atas dasar harga pasar. Penyusutan yang dimaksud adalah nilai susut (aus)nya barang-barang modal yang terjadi selama barang modal tersebut ikut proses produksi. Jadi jumlah dari nilai susutnya
2
barang-barang modal dari seluruh sektor ekonomi merupakan nilai penyusutan yang dimaksud di atas. v) PDRN atas dasar biaya faktor Perbedaan antara konsep biaya faktor dan biaya pasar adalah karena adanya pajak tidak langsung yang dipungut pemerintah dan subsidi yang diberikan oleh pemerintah kepada unit-unit produksi. Pajak tidak langsung ini meliputi pajak penjualan, bea ekspor dan impor, cukai dan pajak lainnya, kecuali pajak perseorangan, yang mempunyai dampak menaikkan harga. Sedangkan subsidi dari pemerintah biasanya mengakibatkan penurunan harga. Jadi pajak tidak langsung dan subsidi mempunyai pengaruh terhadap harga barang-barang, hanya yang satu berpengaruh menaikkan dan yang lain menurunkan. jika PDRN atas dasar harga pasar dikurangi dengan pajak tidak langsung netto, maka hasilnya adalah PDRN atas biaya faktor. vi) Pendapatan Regional Produk Domestik Regional Netto atas dasar biaya faktor itu sebenarnya merupakan balas jasa faktor-faktor produksi yang ikut dalam proses produksi di wilayah tersebut. PDRN atas dasar biaya faktor merupakan jumlah dari pendapatan yang berupa upah/gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan yang timbul, atau merupakan pendapatan yang berasal dari wilayah tersebut. Tetapi pendapatan yang dihasilkan tadi, tidak seluruhnya menjadi pendapatan penduduk wilayah itu, sebab ada sebagian pendapatan yang diterima oleh penduduk wilayah lain. Misalnya suatu perusahaan yang beroperasi di suatu wilayah, tetapi pemilik modalnya dari wilayah lain, maka keuntungan perusahaan itu sebagian akan menjadi milik penduduk wilayah lain, yaitu milik orang yang mempunyai modal tadi. Sebaliknya, kalau ada penduduk wilayah tersebut menanam modal di wilayah lain, maka sebagian keuntungan perusahaan akan mengalir ke dalam wilayah tersebut dan menjadi pendapatan dari pemilik modal. Jika Produk Domestik Regional Netto atas dasar biaya faktor dikurangi dengan pendapatan yang mengalir ke luar, maka hasilnya merupakan Produk Domestik Regional Netto, yaitu merupakan pendapatan yang benar-benar diterima (Income Receipt) oleh penduduk yang tinggal di wilayah tersebut. Akan tetapi untuk menghitung income receipt itu masih sangat sulit, dikarenakan sampai
3
saat ini masih sulit mendapatkan jumlah pendapatan yang mengalir ke luar/masuk di suatu wilayah. Maka dari itu, kita masih menganggap bahwa Pendapatan Domestik Regional Netto itu diasumsikan sebagai Pendapatan Regional. Angka Pendapatan Regional dapat dipakai untuk mengukur kenaikan tingkat pendapatan. Penyebab dari kenaikan itu ada dua faktor: a. Kenaikan pendapatan yang betul-betul dapat menaikkan daya beli penduduk atau bisa disebut dengan kenaikan riil. b. Kenaikan yang disebabkan karena adanya inflasi (merosotnya nilai uang). Kenaikan ini tidak menaikkan daya beli penduduk dan kenaikan seperti ini merupakan kenaikan semu. Oleh karena itu, untuk mengetahui pendapatan yang sebenarnya (riil) maka faktor inflasi harus dikeluarkan terlebih dahulu. Pendapatan Regional dengan faktor inflasi merupakan Pendapatan Regional atas dasar harga berlaku, sedang Pendapatan Regional tanpa faktor inflasi merupakan Pendapatan Regional atas dasar harga konstan. vii) Pendapatan per kapita Bila pendapatan regional dibagi dengan jumlah penduduk yang tinggak di wilayah tersebut, maka akan diperoleh pendapatan per kapita, yaitu pendapatan yang diterima oleh tiap penduduk.
C. RINGKASAN AGREGAT PDRB Berdasarkan uraian istilah-istilah tersebut, dapat disimpulkan bahwa: a. PDRB adh pasar (GRDP at market prices) jika dikurangi penyusutan, sama dengan: b. PDRN adh pasar (NRDP at market prices) jika dikurangi pajak tidak langsung netto, sama dengan: c. PDRN adh faktor (NRDP at factor prices), jika ditambah pendapatan netto yang mengalir dari/ke daerah, sama dengan: d. Pendapatan Regional (Regional Income), jika dikurangi pajak pendapatan perusahaan, keuntungan yang tidak dibagikan, iuran kesejahteraan sosial, ditambah transfer yang diterima oleh rumahtangga, bunga netto atas bunga pemerintah, sama dengan:
4
e. Pendapatan
orang-seorang
(Income
per
Capita),
jika
dikurangi
pajak
rumahtangga, transfer yang dibayarkan oleh rumahtangga, sama dengan: f.
Pendapatan yang siap dibelanjakan (Disposable Income).
Dengan susunan tersebut di atas terlihat bahwa pendapatan orang-seorang merupakan pendapatan yang diterima oleh rumah tangga. Ternyata tidak seluruh pendapatan regional diterima oleh rumahtangga. Hal ini disebabkan karena sebagian tidak dibayarkan kepada rumah tangga akan tetapi pajak pendapatan perusahaan diterima oleh pemerintah, keuntungan yang tidak dibagikan ditahan perusahaan-perusahaan, dan dana jaminan sosial yang dibayarkan kepada instansiinstansi yang berwenang. Tetapi sebaliknya, rumahtangga masih menerima tambahan sebagai transfer, baik dari pemerintah maupun perusahaan dan bunga netto atas utang pemerintah. Bila pendapatan orang-seorang ini dikurangi dengan pajak yang langsung dibebankan kepada rumahtangga dan hibah yang diberikan oleh rumahtangga maka hasilnya merupakan pendapatan yang siap dibelanjakan (diposable income). D. PDRB PENDEKATAN PRODUKSI ATAU LAPANGAN USAHA Berikut ini disajikan Tabel 1 dan Tabel 2 tentang PDRB Kabupaten Sleman pendekatan produksi (lapangan usaha) menurut harga berlaku dan harga konstan. Penghitungan PDRB menurut harga berlaku dapat menghasilkan distribusi (share) masing-masing penggunaan atau pengeluaran masing-masing pelaku ekonomi dari waktu ke waktu. Penghitungan PDRB menurut harga konstan dapat menghasilkan laju pertumbuhan masing-masing penggunaan atau pengeluaran pelaku ekonomi dan PDRB dari waktu ke waktu.
5
Tabel 1 PDRB Kabupaten Sleman Pendekatan Produksi (Lapangan Usaha) Harga Berlaku (Rp000.000) dan Distribusi (Persentase) Tahun 1999 dan 2000 Nomor
Lapangan Usaha
1999 Nilai
1
Pertanian
2
Pertambangan dan Penggalian
3
Industri Pengolahan
4
Listrik, Gas, dan Air Bersih
5
2000 %
Nilai
%
599.661
18,89
704.858
19,79
13.301
0,42
14.793
0,42
469.529
14,79
546.511
15,35
24.891
0,78
28.667
0,81
Bangunan
279.037
8,79
328.170
9,22
6
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
621.673
19,58
708.519
19,90
7
Pengangkutan dan Komunikasi
284.986
8,98
307.520
8,64
8
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusuhaan
331.826
10,45
324.290
9,10
9
Jasa-Jasa
550.408
17,32
597.627
16,77
3.175.312
100,00
3.560.985
100,00
PDRB
Sumber: PDRB Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Sleman, Tahun 1996-2001, hal. 26 dan 28. Tabel 2 PDRB Kabupaten Sleman Pendekatan Produksi (Lapangan Usaha) Harga Konstan (Rp000.000) dan Pertumbuhan (Persentase) Tahun 1999 dan 2000, Tahun Dasar 1993 Nomor
Lapangan Usaha
1999 Nilai
1
Pertanian
2
Pertambangan dan Penggalian
3
Industri Pengolahan
4
Listrik, Gas, dan Air Bersih
5
2000 %
Nilai
%
187.815
3,57
205.817
9,58
6.059
3,29
6.337
4,59
223.125
1,22
234.455
5,08
9.902
1,58
10.360
4,62
Bangunan
147.482
2,32
150.620
2,13
6
Perdagangan, Hotel, dan Restoran
255.535
2,06
266.711
4,37
7
Pengangkutan dan Komunikasi
151.753
0,87
156.013
2,81
8
Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusuhaan
175.675
1,37
168.151
-4,28
9
Jasa-Jasa
247.312
2,01
253.308
2,42
1.404.658
1,93
1.451.772
3,35
PDRB
Sumber: PDRB Menurut Lapangan Usaha Kabupaten Sleman, Tahun 1996-2001, hal. 21 dan 27.
E. PDRB PENDEKATAN PENGELUARAN, PENGGUNAAN, ATAU BELANJA Pada pendekatan in akan diuraikan ruang lingkup dan definisi komponen-komponen PDRB menurut pendekatan penggunaan, metode estimasinya baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan 1993, serta sumber datanya. PDRB
6
menurut penggunaan terdiri dari komponen-komponen anatara lain pengeluaran konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta tidak mencari untung (nirlaba), konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok, ekspor dan impor barang dan jasa. i) Konsumsi Rumah Tangga Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup seluruh pengeluaran barang dan jasa dikurangi penjualan netto barang bekas dan sisa yang dilakukan rumah tangga selama setahun. Sumber data utama perkiraan nilai konsumsi rumah tangga, adalah hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Provinsi D.I. Yogyakarta khususnya untuk Kabupaten Sleman, hasil pengolahan Badan Pusat Statistik
untuk besarnya konsumsi. Sedang untuk harga barang setiap jenis
bahan yang dikonsumsi diperoleh dari hasil pengolahan yang dilakukan oleh BPS Kabupaten Sleman. Berdasarkan hasil SUSENAS, diperoleh rata-rata konsumsi per kapita per minggu untuk bahan makanan dan rata-rata nilai konsumsi per kapita per bulan untuk non makanan. Untuk memperoleh nilai konsumsi bahan makanan per bulan dilakukan dengan cara konsumsi per kapita per minggu dikalikan tiga puluh dibagi tujuh.Nilai konsumsi bahan makanan dan bukan bahan makanan setahun diperoleh dengan cara nilai konsumsi per kapita per bulan dikali dua belas dikalikan pula dengan jumlah penduduk pertengahan tahun (hasil proyeksi). Perkiraan nilai konsumsi rumah tangga untuk tahun yang tidak tersedia data SUSENAS dengan menggunakan koefisien elastisitas permintaan terhadap pendapatan (elasticity demand of income) untuk kelompok konsumsi makanan dan untuk kelompok konsumsi non makanan. Untuk kelompok makanan nilai konsumsi atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara mengalikan nilai konsumsi dalam satuan kuantum dengan harga konsumen atau harga eceran. Sedang nilai konsumsi atas dasar harga konstan diperoleh dengan metode revaluasi, artinya konsumsi dalam satuan kuantum dikalikan dengan harga tahun dasar PDRB. Nilai konsumsi rumah tangga untuk bukan makanan atas dasar harga konstan 1996–1998 diperoleh dengan cara deflasi, yaitu membagi konsumsi harga berlaku dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) yang sesuai. Pengeluaran konsumsi rumah tangga ini telah dilengkapi dengan perkiraan besarnya konsumsi makanan/minuman yang dikonsumsi di luar rumah.
7
ii) Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Yang Tidak Mencari Untung (Nirlaba) Lembaga swasta yang tidak mencari untung adalah lembaga swasta yang dalam operasinya tidak bertujuan mencari keuntungan. Lembaga swasta yang tidak mencari untung terdiri dari lembaga/badan swasta yang memberikan pelayanan atas jasa kepada masyarakat seperti: organisasi serikat buruh, persatuan para ahli/persatuan profesi, organisai politik, badan-badan keagamaan, lembaga penelitian, dan organisasi-organisasi kesejahteraan masyarakat yang tujuan dari kegiataan tersebut tidak mencari untung. Perkiraan besarnya nilai konsumsi lembaga swasta yang tidak penghitungan
survei
khusus
lembaga
mencari untung diperoleh dari hasil non
profit
rumah
tangga
yang
dikategorikan sebagai lembaga swasta yang tidak mencari untung seperti kegiatan panti asuhan dan tempat ibadah. Sedangkan untuk kegiatan lainnya seperti dokter praktek, bidan/dukun bayi dan tukang gigi tidak dimasukkan. Berdasarkan hasil penghitungan Nilai Produk Domestik Bruto menurut lapangan usaha, diperoleh perkiraan nilai konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung, baik atas dasar harga yang berlaku maupun atas dasar harga konstan 1993. iii) Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Dan Pertahanan Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran untuk belanja pegawai, penyusutan barang modal dan belanja barang (termasuk belanja perjalanan dinas, pemeliharaan, dan pengeluaran lain yang bersifat rutin) dikurangi penerimaan dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan. Pengeluaran konsumsi pemerintah pusat dan daerah. Data mengenai belanja pegawai, belanja barang dan belanja rutin lainnya serta perkiraan belanja pembangunan pengeluaran
yang
merupakan
Pemerintah
Pusat
belanja dan
rutin
diperoleh
Pemerintah
Daerah.
dari
realisasi
Pengeluaran
Pemerintah Pusat diperoleh dari Kantor Perbendaharaan Negara sedangkan untuk pengeluaran Pemerintah Daerah dalam hal ini Daerah Otonom Propinsi, Kota dan Kabupaten, dan Desa diperoleh dari daftar K. Kalau diteliti dari pengeluaran Pemerintah, terdiri dari dua kelompok, yaitu pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, subsidi dan pengeluaran lainnya. Berdasarkan kelompok pengeluaran rutin yang dihitung sebagai pengeluaran konsumsi Pemerintah adalah belanja pegawai, belanja barang dan pengeluaran
8
rutin laiannya. Sedang yang lainnya tidak dimasukkan karena pengeluaran disini merupakan transfer. Berdasarkan kelompok pengeluaran pembangunan yang tujuan utamanya untuk peningkatan fisik di segala bidang merupakan investasi Pemerintah. Tetapi pembiayaan yang bersifat rutin, seperti pengeluaran untuk riset dan pengeluaran pengembangan ilmu pengetahuan, dimasukkan sebagai konsumsi pemerintah. Pengeluaran disini biasanya disusun menurut tahun kalender, yaitu mulai 1 Januari sampai dengan 31 Desember tahun yang sama. iv) Pembentukan Modal Tetap Bruto Pembentukan modal tetap domestik bruto mencakup pengadaan, pembuatan dan pembelian barang-barang modal baru dari dalam negeri ataupun barang bekas dari luar negeri. Pengertian dalam/luar negeri dalam hal ini termasuk luar wilayah. Barang modal adalah peralatan yang digunakan untuk berproduksi dan biasanya mempunyai umur pemakaian satu tahun atau lebih. Pembentukan modal tetap domestik bruto dapat dibedakan menjadi: a. Pembentukan modal dalam bentuk bangunan/konstruksi b. Pembentukan modal dalam bentuk mesin-mesin dan alat-alat perlengkapan baik yang berasal dari impor maupun produksi dalam negeri. Ditinjau dari sudut pemilikan, pembentukan modal tetap bruto dapat dihitung berdasarkan pengeluaran untuk pembelian barang modal oleh masing-masing lapangan usaha (sektor). Sedangkan kalau ditinjau dari jenis barang modal itu sendiri, maka pembentukan modal dapat dihitung berdasarkan arus barang. Pembentukan modal tetap bruto atas dasar harga yang berlaku, diperoleh dengan cara menghitung nilai barang-barang modal yang masuk ke region dan barang modal yang masuk antar region atau antar pulau, ditambah dengan prosentase tertentu terhadap nilai produksi bruto sektor konstruksi/bangunan. Perkiraan pembentukan modal tetap bruto atas dasar harga konstan tahun 1993, diperoleh dengan cara mendeflasi nilai pembentukan modal tetap bruto (nilai barang impor) atas dasar harga yang berlaku dangan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) barang-barang impor, dan dengan IHPB barangbarang industri untuk barang modal antar pulau.
9
v) Perubahan Stok Perubahan stok pada suatu tahun diperoleh dari seluruh nilai stok pada akhir tahun dikurang dengan seluruh nilai stok pada awal tahun yang bersangkutan (pada awal tahun yang bersangkutan). Dalam menghitung perubahan stok dapat dilakukan dengan dua metode yakni: 1. Metode Langsung Nilai stok diperoleh dari setiap kegiatan dan jenis barang yang dikumpulkan melalui
sensus
dan
survei.
Berdasarkan
laporan
neraca
keuangan
perusahaan dari hasil survei tahunan diperoleh nilai stok pada awal tahun dan akhir tahun, yang kemudian dinilai dengan rata-rata harga pasar pada periode tahun perhitungan tersebut. 2. Metode Tidak Langsung (Metode Arus Barang) Dilaukan dengan cara menghitung stok awal dan stok akhir dari tiap jenis barang. Data seperti ini mungkin tersedia hanya untuk beberapa jenis barang. Oleh karena itu maka komponen perubahan stok diestimasi berdasarkan residual dari PDRB yang dihitung secara sektoral dikurangi dengan komponen-komponen yang sudah dihitung dengan data yang tersedia. Perubahan stok penghitungannya ditaksirkan sebagai residual karena tidak tersedianya data yang diperlukan untuk membuat perkiraan perubahan stok. Dengan demikian stok merupakan sisa, yaitu PDRB dikurangi konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga swasta yang tidak mencari untung, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto dan ekspor netto (ekspor-impor) baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. vi) Ekspor dan Impor Ekspor dan impor meliputi transaksi barang dan jasa antara penduduk suatu region dengan region lain atau dengan luar negeri. Kegiatan ekspor impor dirinci sebagai berikut: a. Ekspor dan impor dengan negara lain b. Ekspor dan impor antar region/propinsi /wilayah kabupaten
Data yang tersedia mengenai ekspor dan impor di tingkat region masih sangat terbatas. Ekspor dan impor ditingkat region ini meliputi: transaksi yang
10
dilakukan
langsung
dengan
luar
negeri
dan
antar
pulau
atau
antar
provinsi/kabupaten. Dari nilai ekspor dan impor luar negeri maupun antar pulau masing-masing tahun diperoleh nilai ekspor dan impor atas dasar harga berlaku. Untuk memperoleh nilai ekspor atas dasar harga konstan 1993 dengan cara: nilai ekspor harga berlaku dideflate dengan indeks harga perdagangan basar umum ekspor tanpa minyak, dan nilai impor dideflate dengan indeks harga perdagangan besar umum kelompok barang-barang impor. Nilai barang yang keluar antar pulau atau antar region atas dasar harga konstan 1993 diperoleh dengan cara mendeflate masing-masing dengan IHPB umum. Data mengenai ekspor dan impor luar negeri diperoleh dari Dinas Perdagangan Kabupaten. Sedang untuk barang yang keluar dan masuk antar daerah/region diperoleh dengan cara menghitung selisih produksi domestik dengan konsumsi domestik. Konsumsi domestik sendiri terdiri dari konsumsi rumah tangga dan konsumsi rumah tangga industri. vii) Contoh Berikut ini disajikan Tabel 3 dan Tabel 3 tentang PDRB Kabupaten Sleman pendekatan pengeluaran (penggunaan) menurut harga berlaku dan harga konstan. Penghitungan PDRB menurut harga berlaku dapat menghasilkan distribusi (share) masing-masing lapangan usaha dari waktu ke waktu. Penghitungan
PDRB
menurut
harga
konstan
dapat
menghasilkan
laju
pertumbuhan masing-masing lapangan usaha dan PDRB dari waktu ke waktu.
11
Tabel 3 PDRB Kabupaten Sleman Pendekatan Pengeluaran Harga Berlaku (Rp000.000) dan Distribusi (Persentase) Tahun 1999 dan 2000 Nomor
Pengeluaran
1999 Nilai
2000 %
Nilai
%
1.854.115
58,39
2.124.566
59,65
17.041
0,54
19.043
0,53
391.538
12,33
411.166
11,54
1.374.510
43,29
1.554.678
43,65
-656.404
-20,67
-841.695
-23,64
1
Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga
2
Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba
3
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
4
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
5
Perubahan Stok + Ekspor Antardaerah
6
Ekspor Antarnegara/luar negeri
257.142
8,10
308.788
8,66
7
Impor Antarnegara/luar negeri
62.630
1,98
15.561
0,43
3.175.312
100,00
3.560.985
100,00
PDRB
Sumber: PDRB Menurut Pendekatan Pengeluaran Kabupaten Sleman, Tahun 1998-2001, hal. 14 dan 16. Tabel 4 PDRB Kabupaten Sleman Pendekatan Pengeluaran Harga Konstan (Rp000.000) dan Pertumbuhan (Persentase) Tahun 1999 dan 2000, Tahun Dasar 1993 Nomor
Pengeluaran
1999 Nilai
1
Pengeluaran Konsumsi Rumahtangga
2
Pengeluaran Konsumsi Lembaga Swasta Nirlaba
3
2000 %
Nilai
%
696.268
4,39
711.342
2,31
8.672
15,53
9.408
8,49
Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
245.349
35,08
249.076
1,52
4
Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto
557.372
2,81
572.611
2,73
5
Perubahan Stok + Ekspor Antardaerah
-155.419
-124,50
-164.284
-5,70
6
Ekspor Antarnegara/luar negeri
75.087
6,20
78.572
4,64
7
Impor Antarnegara/luar negeri
21.671
4,61
4.953
-77,14
1.404.658
1,93
1.451.772
3,35
PDRB
Sumber: PDRB Menurut Pendekatan Pengeluaran Kabupaten Sleman, Tahun 1998-2001, hal. 15. Untuk kolom pertumbuhan (%) merupakan data diolah.
2. CAPITAL OUTPUT RATIO (COR) COR merupakan koefisien modal yang menunjukkan hubungan antara besarnya investasi dengan nilai output. Digunakan oleh Evsey Domar dan Sir Roy F. Harrod dalam menjelaskan teori pertumbuhan (Harrod-Domar). Rumus r = s / k
12
keterangan: r = ∆Y / Y = pertumbuhan ekonomi s = ∆S / ∆Y = MPS = marginal propensity to save k = COR = capital output ratio hubungan yang searah antara MPS dengan pertumbuhan ekonomi dan hubungan yang tidak searah antara COR dengan pertumbuhan ekonomi. A. AVERAGE CAPITAL OUTPUT RATIO (ACOR) 1. Menunjukkan hubungan antara stok modal yang ada dengan aliran output yang dihasilkan. 2. Menunjukkan hubungan antara segala sesuatu yang telah diinvestasikan pada masa lalu dengan keseluruhan pendapatan (hasil). 3. Konsep statis. B. INCREMENTAL CAPITAL OUTPUT RATIO (ICOR) 1. Menunjukkan hubungan antara jumlah kenaikan output (∆Y) yang disebabkan oleh kenaikan tertentu pada stok modal ∆K. 2. Menunjukkan segala sesuatu yang saat ini ditambahkan pada modal atau pendapatan (hasil). 3. Konsep dinamis. C. METODOLOGI PENGHITUNGAN ICOR i) Penghitungan nilai investasi (I) atas dasar harga konstan Nilai investasi atas dasar harga konstan dihitung dengan metode langsung atau metode penyusutan. Metode langsung adalah metode penghitungan nilai investasi yang diperoleh langsung dari publikasi dan laporan instansi atau perusahaan atas dasar harga berlaku. Nilai investasi atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara mendeflasikan nilai investasi atas dasar harga berlaku dengan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB). Metode penyusutan adalah metode penghitungan nilai investasi yang diperoleh dengan menghitung penyusutan barang modal tetap yang terjadi pada tahun tertentu. Nilai penyusutan barang modal tetap diperoleh dari penghitungan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Sleman.
13
2. Penghitungan peningkatan nilai output (∆ ∆Y) Peningkatan nilai output merupakan nilai tambah bruto (NTB). NTB diperoleh dengan cara menghitung selisih NTB atas dasar harga konstan 1993 pada tahun t dengan NTB tahun t-1. 3. Penghitungan ICOR tahun 2000-2002 Koefisien ICOR dihitung dengan cara membagi ∆I dengan ∆Y. 4. Penghitungan nilai per jenis investasi tahun 2004-2009 Nilai per jenis investasi dihitung dengan cara mengalikan ∆Y dengan rerata ICOR. Menurut Lincolin Arsyad (1999), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya nilai ICOR adalah apabila: 1. Ketersediaan sumberdaya alam terbatas dan pertumbuhan penduduk rendah. 2. Inovasi hitech dan sifat teknologi padat modal. 3. Laju investasi tinggi dan komposisi investasi terbesar berupa proyek barang publik. 4. Tingkat efisiensi faktor produksi modal rendah. 5. Kualitas ketrampilan manajerial dan organisasional rendah. 6. Tingginya suku bunga pinjaman dan tingkat upah. 7. Kebijakan ketenagakerjaan pada penyerapan tenaga kerja berupa investasi proyek barang publik. 8. Cepatnya laju kemajuan industrialisasi. 9. Pembangunan prasarana sosial dan ekonomi pada awal pembangunan D. LOCATION QUOTIENT (LQ) Untuk mengetahui potensi sektor, subsektor, dan produk yang terdapat di suatu wilayah digunakan metode pengamatan terhadap nilai location quotient (LQ) sektoral wilayah. Penghitungan nilai LQ menggunakan rumus sebagai berikut:
X LQ =
X
r i
X
r
X
n
n i
Catatan: LQ: nilai location quotient X: variabel yang diamati r: wilayah dengan area lebih sempit
14
i: sektor/subsektor/produk n: wilayah dengan area lebih luas Penghitungan dalam LQ adalah dengan membandingkan kontribusi sektor dan subsektor tertentu terhadap produk domestik regional bruto (PDRB) suatu wilayah (daerah dengan area lebih sempit, misalnya kecamatan) dengan kontribusi sektor dan subsektor yang sama secara keseluruhan terhadap pembentukan PDRB dari wilayah yang lebih luas (daerah dengan area lebih luas, misalnya kabupaten). Apabila nilai LQ lebih besar daripada 1, maka wilayah yang bersangkutan berpotensi untuk mengembangkan sektor, subsektor, atau produk yang diamati. Contoh hasil penghitungan LQ di Kecamatan Minggir Kabupaten Sleman adalah: Tabel 5 Share dan LQ per Sektor dan Subsektor PDRB Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman Tahun 1998-2001 Nomor
Sektor dan Subsektor PDRB
1
PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan
2
PERTAMBANGAN dan PENGGALIAN a. Minyak dan Gas Bumi (Migas) b. Pertambangan Tanpa Migas c. Penggalian
3
INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas b. Industri Tanpa Migas
4
1998 1999 2000 2001 share kec. LQ share kec. LQ share kec. LQ share kec. LQ 28.64% 1.6111 32.32% 1.7113 31.79% 1.6059 32.57% 1.7102 24.74% 1.11% 1.72% 0.04% 1.03%
1.0117 2.0040 0.6049 0.1653 1.8182
28.96% 0.95% 1.58% 0.03% 0.80%
1.0287 1.7467 0.5696 0.1244 1.3119
27.95% 1.47% 1.40% 0.09% 0.88%
1.0158 2.0480 0.5294 0.5283 1.1874
26.83% 2.49% 1.93% 0.05% 1.27%
1.0118 1.9396 0.5432 0.3040 1.2252
0.07% 0.1658 0.00% 0.00% 0.07% 1.0000
0.09% 0.2201 0.00% 0.00% 0.09% 1.0000
0.09% 0.2243 0.00% 0.00% 0.09% 1.0000
0.09% 0.2273 0.00% 0.00% 0.09% 1.0000
34.43% 2.2750 0.00% 34.43% 1.0000
31.36% 2.1207 0.00% 31.36% 1.0000
34.89% 2.2737 0.00% 34.89% 1.0000
35.23% 2.2594 0.00% 35.23% 1.0000
LISTRIK, GAS, dan AIR BERSIH a. Listrik b. Gas c. Air Minum
0.68% 0.7535 0.67% 1.0241 0.00% 0.01% 0.4560
0.73% 0.9364 0.72% 1.0260 0.00% 0.02% 0.4587
0.74% 0.9165 0.72% 1.0238 0.00% 0.02% 0.4732
0.76% 0.9604 0.75% 1.0306 0.00% 0.02% 0.4200
5
BANGUNAN
7.22% 0.7716
6.94% 0.7901
6.73% 0.7306
6.98% 0.7750
6
PERDAGANGAN, HOTEL, dan RESTORAN a. Perdagangan Besar dan Eceran b. Hotel c. Restoran
4.19% 0.2172 2.15% 1.7387 0.00% 2.04% 0.8479
3.92% 0.2001 2.01% 1.7633 0.00% 1.91% 0.8321
3.96% 0.1988 2.04% 1.7164 0.00% 1.91% 0.8469
4.19% 0.2033 2.19% 1.7434 0.00% 2.00% 0.8427
7
PENGANGKUTAN dan KOMUNIKASI a. Pengangkutan 1. Angkutan Rel 2. Angkutan Jalan Raya
5.17% 0.5389 5.13% 1.0492 0.00% 5.13% 1.0678
4.74% 0.5278 4.69% 1.0601 0.00% 4.69% 1.0793
4.64% 0.5368 4.59% 1.0629 0.00% 4.59% 1.0824
4.65% 0.5382 4.60% 1.0707 0.00% 4.60% 1.0896
15
3. Angkutan Laut 4. Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan 5. Angkutan Udara 6. Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi 1. Pos dan Telekomunikasi 2. Jasa Penunjang Komunikasi 8
KEUANGAN, PERSEWAAN, dan JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan Tanpa Bank c. Jasa Penunjang Keuangan d. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan
9
JASA-JASA a. Pemerintahan Umum 1. Administrasi Pemerintahan dan Pertahanan 2. Jasa Pemerintahan Lainnya b. Swasta 1. Sosial Kemasyarakatan 2. Hiburan dan Rekreasi 3. Perorangan dan Rumahtangga PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.04% 0.1526 0.02% 0.0679 0.03% 0.5303
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.04% 0.1377 0.02% 0.0646 0.03% 0.5250
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.04% 0.1320 0.02% 0.0641 0.02% 0.4519
0.00% 0.00% 0.00% 0.00% 0.05% 0.1304 0.02% 0.0611 0.03% 0.4447
13.21% 1.16% 1.18% 0.00% 10.82% 0.06%
1.2352 0.7676 1.0405 1.0517 0.2296
13.73% 2.14% 1.14% 0.00% 10.39% 0.06%
1.3140 1.2177 0.9045 0.9958 0.2170
11.44% 0.53% 1.11% 0.00% 9.75% 0.05%
1.2563 1.3507 0.9491 1.0127 0.2196
10.23% 0.36% 1.45% 0.00% 8.38% 0.05%
1.0955 1.3589 1.1086 0.9922 0.2422
6.39% 2.29% 2.29% 0.00% 4.10% 0.91% 0.00% 3.19%
0.3795 0.5846 0.5846 1.6558 1.7544 1.7038
6.17% 2.34% 2.34% 0.00% 3.83% 0.85% 0.00% 2.97%
0.3557 0.5765 0.5765 1.8150 1.7854 1.9106
5.72% 2.17% 2.17% 0.00% 3.55% 0.80% 0.00% 2.76%
0.3409 0.5893 0.5893 1.7384 1.6583 1.8450
5.29% 2.14% 2.14% 0.00% 3.15% 0.80% 0.00% 2.34%
0.3197 0.6303 0.6303 1.6643 1.7918 1.7041
100.00%
100.00%
100.00%
100.00%
Sumber: BPS Kabupaten Sleman, Produk Domestik Regional Bruto Kecamatan Minggir, 1998-2001. Data diolah. Angka Indeks INDEKS GRAVITY (Pengembangan Propinsi DIY dengan Teori Lokasi Hakekat teori Model Tempat Sentral (MTS) adalah memandang pusat kota sebagai tempat sentral bagi titik pertumbuhan inti di daerahnya dan menentukan tingkat perkembangan ekonomi keseluruhan daerah. Dengan demikian, dalam teori MTS terjadi interdependensi antara pusat-pusat kota dengan daerah-daerah di sekitarnya.
Propinsi DIY dengan 4 kabupaten dan 1 kota mempunyai pusat
pemerintahan di Yogyakarta yang terletak di kota Yogyakarta. Oleh karena itu, apabila pengembangan propinsi DIY didekati dengan menggunakan teori MTS maka akan memandang kota Yogyakarta sebagai pusat kota - titik pertumbuhan inti- dan 4 kabupaten di propinsi DIY sebagai daerah pedesaan. Berdasarkan prinsip aglomerasi ekonomi maka ekonomi kota Yogyakarta menjadi pusat daerahnya sendiri dan pusat kegiatan kota yang lebih kecil kabupaten Bantul, Gunungkidul, Kulon Progo, dan Sleman. Aglomerasi ekonomi yang muncul di propinsi DIY dapat berupa ekonomi skala internal, ekonomi skala eksternal, ekonomi karena letaknya yang berhubungan dengan daerah perkotaan, dan ekonomi karena penghematan biaya pengangkutan. Mengembangkan propinsi DIY dengan menggunakan teori pusat pertumbuhan adalah menekankan pentingnya pusat-pusat wilayah utama -kota Yogyakarta- untuk
16
pertumbuhan dengan maksud agar pertumbuhan tersebut dapat menimbulkan efek pertumbuhan bagi daerah-daerah lainnya -kabupaten Bantul, Gunungkidul, Kulon Progo, dan Sleman. Di samping itu, pendekatan growth poles dapat digunakan untuk mengkaji hubungan timbal balik kota Yogyakarta dengan kabupaten Bantul, Gunungkidul, Kulon Progo, dan Sleman yaitu dengan mengembangkan kota Yogyakarta
melalui
pengembangan
sektor
industri
dengan
tujuan
agar
perkembangan ini menetes ke bawah (trickle-down effect) dan menyebar (spread effect) ke perkembangan 4 kabupaten melalui arus barang hasil industri ke 4 kabupaten, arus bahan mentah untuk industri dan bahan pangan dari 4 kabupaten, arus urbanisasi atau “commuter” ke kota Yogyakarta, dan mungkin juga arus modal dari 4 kabupaten ke kota Yogyakarta. Pengembangan propinsi DIY dengan pendekatan pusat pertumbuhan tepat digunakan untuk mengurangi ketimpangan pertumbuhan antarwilayah
karena
adanya potensi sumberdaya yang tidak merata antarwilayah di propinsi DIY. Untuk dapat tumbuh dengan cepat, propinsi DIY perlu memilih satu atau lebih pusatpusat pertumbuhan wilayah di kota atau kabupaten yang mempunyai potensi paling kuat. Apabila wilayah-wilayah kuat ini telah tumbuh maka akan terjadi perembetan pertumbuhan bagi wilayah-wilayah lemah. Untuk mencari wilayah di propinsi DIY yang berpotensi kuat dalam pertumbuhannya digunakan model gravitasi dan interaksi dalam ruang. Model ini menggunakan dasar hukum Sir Isaac Newton tentang gravitasi yang menyatakan bahwa dua benda akan saling tarik-menarik dengan gaya yang besarnya berbanding lurus dengan perkalian massa kedua benda tersebut dan berbanding terbalik dengan jarak kuadrat antara kedua benda tersebut. Penggunaan model gravitasi dan interaksi dalam ruang dapat diberikan contoh sebagai berikut, misalnya terdapat dua wilayah -wilayah 1 dan 2- yang dipisahan jarak tertentu, maka interaksi dalam ruang dua wilayah tersebut digambarkan dalam bentuk formulasi sebagai berikut (Bintarto dan Surastopo Hadisumarno, 1992, hal. 80): I1,2 = a (P1 P2) / Jb 12 yang menunjukkan bahwa: I1,2 : interaksi dalam ruang antara wilayah 1 dan 2 P1 : jumlah penduduk wilayah 1 P2 : jumlah penduduk wilayah 2 Jb a
1,2
: jarak antara wilayah 1 dan 2
: konstante empirik yang besarnya 1
17
b
: konstante jarak yang besarnya 2
Menurut Suwarjoko Warpani (1994, hal. 114), pengembangan model gravitasi dan interaksi dalam ruang dalam analisis regional adalah: I1,2 = a (w1 P1) (w2 P2) / Jb 12 yang menunjukkan bahwa: I1,2 : interaksi dalam ruang antara wilayah 1 dan 2 w1 : pendapatan per kapita wilayah 1 w2 : pendapatan per kapita wilayah 2 P1 : jumlah penduduk wilayah 1 P2 : jumlah penduduk wilayah 2 Jb
1,2
: jarak antara wilayah 1 dan 2
a
: konstante empirik yang besarnya 1
b
: konstante jarak yang besarnya 2
Nilai I1,2 menunjukkan eratnya hubungan antara wilayah 1 dan 2. Semakin besar nilai I1,2 maka semakin erat hubungannya dan dengan demikian semakin banyak pula perjalanan ekonomi yang terjadi sebagai konsekuensi interaksi kota-desa dalam analisis ekonomi regional. Hasil perhitungan nilai I1,2 menunjukkan bahwa interaksi kota-desa yang paling erat adalah antara kota Yogyakarta dengan kabupaten Sleman dan nilainya makin meningkat dari waktu ke waktu. Dengan demikian, daerah (desa) yang berpotensi kuat untuk dikembangkan adalah kota Yogyakarta sebagai pusat dengan kabupaten Sleman sebagai desa tanpa mengabaikan potensi yang terdapat dalam interaksi kota-desa antara kota Yogyakarta dengan kabupaten Bantul, Gunungkidul, dan Kulon Progo. Perhitungan nilai I1,2 ditunjukkan dalam Tabel 6 berikut ini:
18
Tabel 6 Indeks Gravity dan Interaksi Dalam Ruang Propinsi DIY, Tahun 1991-1996 Yogyakarta Yogyakarta Yogyakarta Yogyakarta Tahun Sleman Bantul Gunungkidul Kulon Progo 1991 1.568,1 932,2 103,8 103,2 1992 2.197,9 1.272,8 123,8 132,1 1993 2.980,7 1.768,2 169,5 166,8 1994 3.980,7 2.372,0 224,2 204,6 1995 3.904,2 3.239,2 301,6 254,5 1996 6.935,3 4.422,6 405,7 316,4 Sumber: Biro Pusat Statistik. Propinsi DIY Dalam Angka Tahun 1997. Data diolah. PENDAHULUAN Pada pendahuluan ini akan dijelaskan tentang Diagram Alir Melingkar Perekonomian (Circular Flow Diagram). Diagram tersebut menjelaskan bahwa antara sektor rumah tangga dan sektor perusahaan dalam melakukan kegiatan perekonomian melalui suatu “tempat” yang disebut pasar. Sektor rumah tangga menawarkan faktor produksi atau input kepada sektor perusahaan melalui pasar input. Hasil menawarkan input kepada sektor perusahaan, sektor rumah tangga memperoleh pendapatan yang berupa uang. Pendapatan bagi sektor rumah tangga akan digunakan untuk membeli output yang dihasilkan oleh sektor perusahaan -disebut dengan pengeluaran konsumsi rumah tangga. Dengan demikian, uang bagi sektor perusahaan digunakan sebagai alat transaksi untuk membeli input dari sektor rumah tangga. Demikian pula, ketika sektor perusahaan menawarkan output yang diproduksi kepada sektor rumah tangga melalui pasar output. Hasil menjual output kepada sektor rumah tangga, sektor perusahaan memperoleh pendapatan berupa uang sebesar pengeluaran konsumsi rumah tangga. Dengan demikian, uang bagi sektor rumah tangga digunakan sebagai alat transaksi untuk membeli output dari sektor perusahaan. Keterangan tersebut dapat dijelaskan secara deskriptif dengan menggunakan Diagram Alir Melingkar Perekonomian pada Gambar 1. Gambar tersebut menjelaskan interaksi antarpelaku ekonomi dengan asumsi bahwa dalam perekonomian tersebut hanya ada dua pelaku ekonomi, yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan (perekonomian dua sektor).
19
Input(Faktor Produksi) Pendapatan Sektor Rumah Tangga
Sektor Perusahaan
Pengeluaran Konsumsi Output (Barang dan Jasa) Gambar 1 Diagram Alir Melingkar Perekonomian Perekonomian Dua Sektor Ketika perekonomian berada dalam tahapan yang primitif, alat pembayaran yang digunakan untuk melakukan transaksi bukan berupa uang seperti yang digunakan sekarang ini. Belum ada alat pembayaran yang digunakan pada perekonomian yang berada dalam tahapan yang primitif karena transaksi dilakukan secara barter, yaitu barang ditukarkan secara langsung dengan barang. Ketidakuntungan cara perdagangan barter adalah antarpelaku ekonomi harus saling mencari untuk saling bertukar produk yang sesuai dengan keinginan masing-masing pelaku ekonomi. Saling mencari antarpelaku ekonomi untuk saling memadukan keinginannya merupakan sesuatu yang amat sangat sulit terutama dalam tahapan perekonomian yang semakin berkembang yang memiliki mobilitas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan media untuk memecahkan masalah tersebut. Media yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut disebut dengan uang, yang berfungsi sebagai alat tukar menukar atau alat yang memperlancar pertukaran (medium of exchange). Dalam hal ini, uang berfungsi untuk memudahkan perdagangan sebagai pemecahan masalah microeconomics . Di samping berfungsi untuk memecahkan masalah ekonomi mikro, uang juga berfungsi untuk memecahkan masalah ekonomi makro. Pertama, uang adalah kekayaan yang menjadi kunci penentu tingkat bunga yang akan berpengaruh terhadap tabungan, investasi, dan siklus bisnis. Apabila jumlah tabungan rendah maka lembaga keuangan mempunyai dana terbatas untuk dipinjamkan kepada investor dan dengan bunga yang relatif tinggi. Tingkat bunga pinjaman yang tinggi akan menurunkan investasi dan akan berakibat kondisi bisnis mengalami penurunan. Kedua, jumlah uang beredar akan krusial
20
mempengaruhi inflasi. Apabila jumlah uang beredar lebih banyak daripada jumlah permintaan uang maka masyarakat akan menjadi konsumtif. Hal ini akan berakibat permintaan produk meningkat dengan penawaran produk yang terbatas sehingga nilai uang akan mengalami penurunan karena kecenderungan harga produk yang semakin mahal (inflasi). Ketiga, karena nilai tukar antarmata uang atau kurs mata uang berbeda maka perdagangan internasional dan pasar modal internasional tergantung juga dengan uang. Perolehan dan penggunaan penghasilan akan mewujudkan suatu arus uang yang disebut sebagai peredaran/sirkulasi uang. Uang akan beredar dan terus berpindah tangan dan akan mengalami pertambahan sesuai dengan perkembangan kegiatan perekonomian. Perkembangan kegiatan perekonomian yang sangat cepat ditimbulkan oleh berkembangnya peradaban manusia. Perkembangan peradaban manusia ini diiringi dengan berkembangnya kebutuhan manusia. Untuk memenuhi kebutuhannya, seseorang hampir tidak mungkin tanpa hasil kerja orang lain. Oleh karena itu, diperlukan pertukaran barang/jasa yang bernilai antara orang yang satu dengan orang yang lain agar masing-masing kebutuhannya dapat dipenuhi. Ditinjau dari perspektif pertukaran, proses perkembangan ekonomi menurut Bruno Hilderbrand terjadi melalui tiga tahap, yaitu perekonomian barter, perekonomian uang, dan perekonomian kredit. Pada tahap perekonomian barter, pertukaran dilakukan antara barang dengan barang. Pada tahap perekonomian uang, pertukaran dilakukan dengan menggunakan instrumen uang. Sedangkan pada tahap perekonomian kredit, pertukaran dilakukan dengan menggunakan alat pembayaran kredit (instrumen kredit), seperti cek, kartu kredit, dan lain-lain.
LEMBAGA KEUANGAN Telah ditunjukkan pada Gambar 1 yang menjelaskan interaksi antarpelaku ekonomi dengan asumsi bahwa dalam perekonomian tersebut hanya ada dua pelaku ekonomi, yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan (perekonomian dua sektor). Perekonomian dua sektor merupakan perekonomian subsisten karena pendapatan yang diperoleh sektor rumah tangga dari menjual faktor produksi yang dimilikinya digunakan seluruhnya untuk pengeluaran konsumsi membeli barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor perusahaan. Dengan demikian, pendapatan sektor rumah tangga sama dengan pengeluaran konsumsi atau Y (pendapatan) sama dengan C (konsumsi).
21
Dalam kehidupan masyarakat yang semakin modern, masyarakat semakin dituntut untuk memperhatikan kebutuhan hidup di masa mendatang mengingat adanya ketidakpastian yang semakin meningkat yang terjadi karena berbagai faktor ekonomi dan nonekonomi. Ketidakpastian di masa mendatang harus diantisipasi dengan tindakan berjaga-jaga pada masa sekarang ini, di antaranya dengan mengalokasikan sebagian pendapatan yang tidak digunakan untuk konsumsi, yaitu untuk tabungan. Dengan memiliki tabungan, ketidakpastian kehidupan masyarakat pada masa mendatang dapat diantisipasi karena masyarakat memiliki sumber pendapatan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, dalam perekonomian dua sektor yang modern, pendapatan yang diperoleh sektor rumah tangga dari menjual faktor produksi yang dimilikinya digunakan sebagian untuk pengeluaran konsumsi membeli barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor perusahaan dan sebagian untuk pengeluaran tabungan. Dengan demikian, pendapatan sektor rumah tangga sama dengan pengeluaran konsumsi ditambah tabungan atau Y (pendapatan) sama dengan C (konsumsi) ditambah S (saving/tabungan). Pengalokasian sebagian pendapatan untuk pengeluaran tabungan dapat dilakukan dengan cara menyimpan uang tunai di rumah atau di lembaga keuangan. Apabila uang tunai disimpan di rumah maka masyarakat akan menanggung ongkos memegang uang tunai atau opportunity cost of holding money. Biaya memegang uang tunai adalah biaya yang harus dibayar masyarakat yang menyimpan uang tunai bukan di lembaga keuangan, misalnya menyimpan uang tunai di rumah. Masyarakat tersebut akan menanggung biaya sebesar bunga yang tidak diperoleh seandainya menyimpan uang tunainya di lembaga keuangan. Semakin besar tingkat bunga yang ditawarkan oleh lembaga keuangan semakin besar pula biaya memegang uang tunai, sehingga akan mengurangi jumlah uang tunai yang disimpan di rumah. Demikian pula sebaliknya. Oleh karena itu, apabila tingkat bunga semakin tinggi masyarakat akan semakin tertarik untuk menyimpan uang tunai di lembaga keuangan daripada di rumah. Dana yang disimpan di lembaga keuangan akan disalurkan kepada pelaku ekonomi -sektor perusahaan- yang membutuhkan dana untuk kegiatan investasi. Untuk itu, sektor perusahaan harus membayar kompensasi dana yang dipinjam dari lembaga keuangan yang disebut dengan bunga pinjaman. Oleh karena itu, apabila bunga pinjaman tinggi kegiatan investasi menurun. Demikian pula sebaliknya. Keterangan tersebut dapat dijelaskan secara deskriptif dengan menggunakan Diagram Alir Melingkar Perekonomian pada Gambar 2. Gambar tersebut menjelaskan
22
interaksi antarpelaku ekonomi dengan asumsi bahwa dalam perekonomian tersebut hanya ada dua pelaku ekonomi, yaitu sektor rumah tangga dan sektor perusahaan (perekonomian dua sektor) ditambah lembaga keuangan sebagai tempat bagi masyarakat untuk menyimpan uang tunai. nput(Faktor Produksi)
Pendapatan
Sektor Rumah Tangga
Sektor Perusahaan
Pengeluaran Konsumsi
Output (Barang dan Jasa)
Tabungan
Lembaga Keuangan
Investasi
Gambar 2 Diagram Alir Melingkar Perekonomian Perekonomian Dua Sektor Ditambah Lembaga Keuangan Berdasarkan penjelasan Gambar 2 tersebut, pengertian lembaga keuangan adalah lembaga yang menghubungkan antarpelaku ekonomi sektor rumah tangga dan perusahaan dalam melakukan interaksi ekonomi. Sektor rumah tangga melakukan hubungan dengan lembaga keuangan karena kebutuhan sektor rumah tangga untuk mengalokasikan sebagian pendapatan untuk ditabung di lembaga keuangan, sedangkan sektor perusahaan melakukan hubungan dengan lembaga keuangan karena sektor perusahaan membutuhkan dana dari lembaga keuangan untuk membiayai kegiatan investasi perusahaan.
23
Fungsi Dan Peranan Lembaga Keuangan Berdasarkan pengertian lembaga keuangan tersebut, berikut ini dijelaskan fungsi lembaga keuangan, yaitu: 1. Melancarkan pertukaran produk (barang dan jasa) dengan menggunakan uang dan instrumen kredit. Fungsi lembaga keuangan sebagai lembaga yang memperlancar pertukaran produk disebut dengan istilah transmission role, yaitu peran lembaga keuangan sebagai lembaga yang mencetak uang dan instrumen kredit sebagai alat pembayaran. Ketika perekonomian berada dalam tahapan yang primitif, alat pembayaran yang digunakan untuk melakukan transaksi bukan berupa uang seperti yang digunakan sekarang ini. Belum ada alat pembayaran yang digunakan pada perekonomian yang berada dalam tahapan yang primitif karena transaksi dilakukan secara barter, yaitu barang
ditukarkan
secara
langsung
dengan
barang.
Ketidakuntungan
cara
perdagangan barter adalah antarpelaku ekonomi harus saling mencari untuk saling bertukar produk yang sesuai dengan keinginan masing-masing pelaku ekonomi. Saling mencari antarpelaku ekonomi untuk saling memadukan keinginannya merupakan sesuatu yang amat sangat sulit terutama dalam tahapan perekonomian yang semakin berkembang yang memiliki mobilitas yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan media untuk memecahkan masalah tersebut. Media yang digunakan untuk memecahkan masalah tersebut disebut dengan uang, yang berfungsi sebagai alat tukar menukar atau alat yang memperlancar pertukaran. Pada tahap perekonomian kredit, pertukaran dilakukan dengan menggunakan alat pembayaran kredit (instrumen kredit), seperti kartu kredit, cek, dan lain-lain. 2. Menghimpun dana dari sektor rumah tangga (masyarakat) dalam bentuk tabungan dan menyalurkan kepada sektor perusahaan dalam bentuk pinjaman, atau dengan kata lain lembaga keuangan menghimpun dari pihak yang kelebihan dana dan menyalurkan kepada pihak yang membutuhkan dana. Fungsi lembaga keuangan sebagai lembaga yang menghimpun dana dari sektor rumah tangga (masyarakat) dalam bentuk tabungan dan menyalurkan kepada sektor perusahaan dalam bentuk pinjaman disebut dengan istilah intermediation role, yaitu peran lembaga keuangan sebagai lembaga perantara antara sektor rumah tangga dan sektor perusahaan.
24
Dalam perekonomian dua sektor yang modern, pendapatan yang diperoleh sektor rumah tangga dari menjual faktor produksi yang dimilikinya (Y) digunakan sebagian untuk pengeluaran konsumsi membeli barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor perusahaan (C) dan sebagian untuk pengeluaran tabungan (S). Dengan demikian, pendapatan sektor rumah tangga sama dengan pengeluaran konsumsi ditambah tabungan
atau
Y
(pendapatan)
sama
dengan
C
(konsumsi)
ditambah
S
(saving/tabungan). Pengalokasian sebagian pendapatan untuk pengeluaran tabungan dapat dilakukan dengan cara menyimpan uang tunai di rumah atau di lembaga keuangan. Dana yang disimpan di lembaga keuangan akan disalurkan kepada pelaku ekonomi -sektor perusahaan- yang membutuhkan dana untuk kegiatan investasi. Oleh karena itu, kegiatan investasi yang dilakukan sektor perusahaan di antaranya dipengaruhi oleh tersedianya dana di lembaga keuangan yang berasal dari tabungan sektor rumah tangga. 3. Memberikan analisis dan informasi ekonomi, yaitu: a. Lembaga keuangan melaksanakan tugas sebagai pihak yang ahli dalam analisis ekonomi dan kredit untuk kepentingan lembaga keuangan dan kepentingan pihak lain (nasabah). b.Lembaga keuangan berkewajiban menyebarkan informasi dan kegiatan yang berguna dan menguntungkan bagi nasabahnya. Analisis dan informasi ekonomi yang diberikan lembaga keuangan sangat berguna bagi lembaga keuangan itu sendiri dan nasabah. Bagi lembaga keuangan, analisis dan informasi ekonomi berguna untuk keselamatan dana yang disalurkan kepada nasabah peminjam sehingga akan mengurangi kemungkinan terjadinya kredit macet. Misalnya dalam memberikan kredit untuk kegiatan investasi, lembaga keuangan akan melakukan analisis dan informasi ekonomi mikro dan makro. Analisis dan informasi ekonomi mikro adalah meneliti kelayakan nasabah dalam memperoleh dana pinjaman sehingga nasabah dapat membayar pinjaman yang diperoleh dari lembaga keuangan (self liquiditing). Analisis dan informasi ekonomi makro adalah melakukan studi perekonomian secara nasional sehingga diperoleh data perekonomian makro yang bermanfaat, misalmya besarnya pendapatan nasional per kapita, tingkat inflasi, kebijakan moneter dan fiskal, kurs nilai tukar, dan sebagainya.
25
Bagi nasabah, analisis dan informasi ekonomi berguna bagi keselamatan dana nasabah penabung yang ditabung di lembaga keuangan. Misalnya lembaga keuangan yang menerbitkan laporan keuangan setiap periode tertentu akan memudahkan nasabah penabung dalam memilih lembaga keuangan yang sehat, yaitu dengan memperhatikan angka-angka (data) yang terdapat pada laporan keuangan tersebut. Hal ini dikenal dengan analisis laporan keuangan dan merupakan salah satu pendekatan yang dilakukan nasabah penabung dalam memilih lembaga keuangan yang sehat (pendekatan kuantitatif). Misalnya dengan memperhatikan angka capital adequacy ratio (CAR) bagi lembaga keuangan bank dan risk based capital (RBC) bagi lembaga keuangan bukan bank -asuransi. Dengan analisis dan informasi ekonomi yang diberikan lembaga keuangan, nasabah penabung akan merasa aman dalam memilih lembaga keuangan tersebut. 4. Memberikan jaminan Lembaga keuangan mampu memberikan jaminan hukum dan moral mengenai keamanan dana masyarakat yang dipercayakan kepada lembaga keuangan tersebut. Jaminan yang diberikan lembaga keuangan kepada nasabah akan mengakibatkan nasabah semakin percaya dengan lembaga keuangan tersebut. Jaminan tersebut berupa jaminan kemampuan lembaga keuangan untuk membayar kepada nasabah penabung yang akan mencairkan dana tabungannya. Penabung tidak mendapatkan kesulitan dalam memperoleh dananya yang disimpan di lembaga keuangan. Demikian juga dengan lembaga keuangan bukan bank -asuransi,
nasabah asuransi tidak
mendapatkan kesulitan dalam memperoleh klaim asuransi. Dalam pemberian jaminan, bank sentral (Bank Indonesia) menjamin tabungan nasabah di lembaga keuangan bank yang menawarkan bunga tabungan lebih rendah daripada bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Beberapa waktu mendatang, tabungan (deposito) nasabah akan dijamin oleh lembaga keuangan -bank- dengan asuransi deposito. 5. Menciptakan dan memberikan likuiditas Lembaga keuangan mampu memberikan keyakinan kepada nasabah bahwa dana yang disimpan akan dikembalikan pada waktu dibutuhkan atau pada waktu jatuh tempo. Seperti yang dijelaskan pada point 4 tentang pemberian jaminan oleh lembaga keuangan -bank- kepada nasabah penabung, bank harus mampu memberikan keyakinan kepada nasabah bahwa bank mampu membayar dana kepada nasabah yang akan mencairkan dananya karena sebenarnya dana tersebut merupakan dana nasabah yang untuk sementara dititipkan di bank. Oleh karena itu, peranan lembaga
26
keuangan dalam menciptakan dan memberikan likuiditas akan ditunjukkan dengan rasio likuiditas yang dimiliki oleh lembaga keuangan.
Peranan lembaga keuangan dalam suatu perekonomian mempunyai peranan yang sangat penting, yaitu: 1. Berkaitan dengan peranan lembaga keuangan dalam mekanisme pembayaran antarpelaku ekonomi sebagai akibat transaksi yang mereka lakukan (transmission role). Misalnya: a. Lembaga keuangan (dalam hal ini bank sentral) mencetak uang rupiah sebagai alat pembayaran yang sah dimaksudkan untuk memudahkan transaksi di antara masyarakat dan dalam perekonomian makro. b. Lembaga keuangan (dalam hal ini bank umum) menerbitkan cek dimaksudkan untuk memudahkan transaksi yang dilakukan nasabahnya. 2. Berkaitan dengan pemberian fasilitas mengenai aliran dana dari pihak yang kelebihan dana ke pihak yang membutuhkan dana (intermediation role). Misalnya: a. Lembaga keuangan dapat sebagai broker, pialang, atau dealer dalam berbagai aktiva yang berperanan untuk meningkatkan efisiensi di antara kedua pihak. b. Lembaga keuangan membantu menyalurkan dana dari sektor rumah tangga dana kepada peminjam yang tak terbatas dan tak dikenal oleh pemilik dana dengan biaya transaksi dan biaya informasi yang relatif lebih rendah dibandingkan apabila peminjam harus mencari dan melakukan transaksi langsung. 3. Berkaitan dengan peranan lembaga keuangan dalam mengurangi kemungkinan risiko yang ditanggung pemilik dana atau penabung. Risiko yang ditanggung pemilik dana atau penabung adalah apabila pemilik dana menyimpan uangnya di rumah maka pemilik dana akan menanggung ongkos memegang uang tunai atau opportunity cost of holding money. Biaya memegang uang tunai adalah biaya yang harus dibayar pemilik dana yang menyimpan uangnya bukan di lembaga keuangan, misalnya menyimpan uang tunai di rumah. Pemilik dana tersebut akan menanggung biaya sebesar bunga yang tidak diperoleh seandainya menyimpan uangnya di lembaga keuangan. Semakin besar tingkat bunga yang ditawarkan oleh lembaga keuangan semakin besar pula biaya memegang uang, sehingga akan mengurangi jumlah uang yang disimpan di rumah. Demikian pula sebaliknya. Dengan demikian, risiko turunnya nilai riil uang akan dikompensasi dengan pemberian bunga tabungan.
27
Apabila pemilik dana sudah menyimpan uangnya di lembaga keuangan, risiko untuk tidak dibayarkan kembali uang simpanan nasabah tersebut akan berkurang dengan strategi lembaga keuangan dalam melakukan diversifikasi penyaluran dana nasabah untuk beberapa alokasi dana, misalnya dipinjamkan kepada perusahaan untuk kegiatan produktif, untuk membeli surat berharga di pasar modal, untuk alokasi di pasar valuta asing, dan alokasi produktif lainnya.
BANK SEBAGAI TEMPAT MENABUNG Bank umum adalah suatu badan usaha yang kegiatan utamanya menerima simpanan dari masyarakat dan atau pihak lainnya kemudian mengalokasikannya kembali untuk memperoleh keuntungan serta menyediakan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran. Berdasarkan pengertian tersebut, bank menjalankan fungsi yang berkaitan dengan pengumpulan dana, pengalokasian dana serta penyediaan jasa-jasa dalam lalu lintas pembayaran. Berikut adalah fungsi-fungsi pokok bank umum: a.
menyediakan mekanisme dan alat pembayaran yang lebih efisien dalam kegiatan ekonomi
b.
menciptakan uang melalui pembayaran kredit dan investasi
c.
menghimpun dana dan menyalurkannya kepada masyarakat
d.
menyediakan jasa-jasa pengelolaan dana dan trust atau wali amanat kepada individu dan perusahaan
e.
menyediakan fasilitas untuk perdagangan internasional
f.
memberikan pelayanan peyimpanan untuk barang-barang berharga
g.
menawarkan jasa-jasa keuangan lain misalnya kartu kredit, cek perjalanan, ATM, transfer dana, dan sebagainya.
Dalam memberikan layanan kepada nasabah, bank bersedia memberi layanan sesuai dengan yang diinginkan oleh nasabah. Nasabah bank terdiri dari berbagai kalangan seperti rumah tangga (individu), perusahaan baik yang berskala besar, menengah atau kecil. Kegiatan layanan bank untuk nasabah berskala besar tentu tidak sama dengan layanan yang diberikan kepada individu. Untuk melayani nasabah yang mempunyai kepentingan yang berbeda tersebut, bank bisa menggunakan wholesale banking (corporate banking), retail banking, atau private banking.
28
Wholesale banking atau corporate banking adalah kegiatan layanan bank kepada nasabah yang berskala besar. Untuk nasabah yang berskala besar (biasanya perusahaanperusahaan besar) biasanya dibedakan dengan layanan kepada individu. Retail banking atau consumer banking adalah kegiatan layanan bank kepada nasabah berskala kecil dan menengah. ATM adalah salah satu contoh layanan bank kepada nasabah berskala kecil dan menengah. Private banking adalah kegiatan layanan bank kepada nasabah yang terkemuka dan orang-orang kaya yang lebih menyukai layanan secara khusus dari bank. Banyak orang-orang yang berduit lebih menyukai layanan khusus yang tidak sama dengan orang-orang lain.
Pengelolaan Bank Umum Bank umum adalah lembaga keuangan yang memberikan layanan jasa-jasa keuangan. Bank
sebagai
financial
intermediary
mempunyai
peran
yang
penting
dalam
perekonomian. Pengelolaan bank membutuhkan adanya keterpaduan antara dua tujuan/kepentingan. Bank sebagai lembaga yang mencari keuntungan, juga harus mempertimbangkan juga masalah keamanan dan likuiditas. Semakin likuid sebuah asset akan
semakin
kecil
yang
bisa
dihasilkan
oleh
asset
tersebut.
Bank
harus
mempertimbangkan trade-off antara likuiditas dan profitabilitasnya. Dalam pengelolaan bank harus dipertimbangkan jangka waktunya karena dalam mengelola bank harus dipertimbangkan tujuan yang akan dicapai baik tujuan jangka pendek maupun tujuan jangka panjang. Dalam jangka pendek bank bertujuan memelihara likuiditasnya, sedangkan tujuan jangka panjangnya adalah mencari keuntungan. Dalam mengelola likuiditas ini bank membedakan antara rekening yang bisa dikendalikan dan rekening yang tidak bisa dikendalikan. Rekening yang tidak bisa dikendalikan oleh bank meliputi simpanan para nasabah serta pinjaman yeng diberikan pada nasabah, cek yang akan diuangkan. Rekening-rekening ini tidak bisa dikendalikan oleh bank kapan akan terjadi penarikan cek oleh nasabah, kapan dan berapa banyak nasabah akan menabung di bank. Rekening yang bisa dikendalikan meliputi sertifikat deposito, dan surat berharga jangka pendek. Bank dapat mengatur kapan sebaiknya membeli surat berharga dan berapa banyak. Pencapaian tujuan bank baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang ditentukan oleh beberapa faktor seperti falsafah yang dianut, biaya minimum, dan faktor lain. Falsafah pengelolaan bank dikenal ada dua macam yaitu pola agresif dan pola konservatif. Pola agresif lebih menekankan pada tujuan pencapaian
29
keuntungan sehingga dalam pola ini lebih disukai adanya resiko. Bank akan selalu mencari alternatif sumber dari luar daripada hanya mengandalkan kemampuan dari dalam. Dalam pola ini profitabilitas mempunyai peranan. Pola konservatif lebih menyukai tidak adanya resiko sehingga likuiditas bank akan selalu terjaga (aman). Dalam pola ini bank lebih menekankan pada penggunaan dana intern daripada mengandalkan pinjaman dari luar. Pola konservatif lebih mengutamakan keamanan daripada profitabilitasnya.
Manajemen Likuiditas Bank Tujuan jangka panjang bank umum adalah mendapatkan keuntungan. Keuntungan bisa diperoleh jika bank dikelola dengan manajemen yang tepat. Secara umum pengelolaan keuangan perusahaan akan menghadapi tiga masalah yang penting yaitu likuiditas, solvabilitas, dan rentabilitas. Untuk menjaga posisi perusahaan agar tetap likuid, perusahaan harus mengelola likuiditasnya dengan cara yang benar. Likuiditas bagi bank merupakan masalah yang sangat penting karena berkaitan dengan kepercayaan masyarakat, nasabah, dan pemerintah. Dalam dunia perbankan sering timbul pertentangan antara kepentingan likuiditas dan profitabilitas. Untuk mempertahankan posisi likuiditas yang tinggi berarti harus menggunakan dana yang seharusnya bisa dipinjamkan untuk memperbesar cadangan primer. Dengan demikian maka kesempatan untuk mendapatkan keuntungan akan berkurang. Pengelolaan likuiditas bisa dilakukan dengan dua pendekatan yaitu assets management dan liability management. Asset
management
(pengelolaan
kekayaan).
Asset
management
adalah
pengelolaan kekayaan yang digunakan untuk alokasi dana/kekayaan untuk berbagai alternatif investasi. Dalam pengelolaan kekayaan ini ada beberapa pendekatan yaitu pool of funds, asset allocation, commercial loan theory, shiftability theory, dan doctrine of anticipated income. 1. The pool of funds Pengelolaan
kekayaan
dengan
pendekatan
pool
of
funds
adalah
dengan
mengumpulkan semua sumber kekayaan menjadi satu dan diperlakukan sebagai sumber dana tunggal tanpa membedakan sumber dananya. Dana yang sudah dikumpulkan menjadi satu akan dialokasikan ke berbagai bentuk kekayaan dengan kriteria tertentu. Bentuk alokasi dana tersebut adalah cadangan primer, cadangan sekunder, pinjaman, kekayaan lain-lain, dan investasi jangka panjang.
30
2. The asset-allocation Pada pendekatan ini semua jenis sumber dana dikumpulkan menjadi satu tetapi masing-masing sumber dana dipertimbangkan sifat-sifatnya, tidak menjadi satu sumber dana tunggal. Alokasi dana ini berkaitan dengan sifat masing-masing sumber dana, untuk sumber dana yang tingkat perputarannya tinggi maka likuiditasnya juga tinggi. Prioritas pertama alokasi dana adalah untuk kekayaan tetap yang digunakan untuk kegiatan operasional seperti gedung, peralatan, dan sebagainya. Kedua, bank sebaiknya memelihara cadangan primernya untuk memenuhi kebutuhan likuiditas. Ketiga, bank sebaiknya mengalokasikan dana untuk cadangan sekunder (surat-surat berharga jangka pendek). Cadangan sekunder ini digunakan untuk memenuhi kebutuhan likuditas apabila terjadi penarikan dana dan permintaan kredit yang tidak diperkirakan sebelumnya. Prioritas keempat adalah kredit (pinjaman). Kredit merupakan sumber pendapatan bank yang utama. Kelima, bank sebaiknya meminimalkan resiko kekayaannya dengan melakukan diversifikasi. Investasi pada saham, obligasi, dan surat berharga jangka panjang sebagai prioritas yang terakhir. 3. Commercial loan theory Penekanan pada pendekatan ini adalah pada pinjaman jangka pendek dan yang bersifat self-liquidating. Seorang pengusaha meminjam dana dari bank untuk menghasilkan barang yang bisa dijual dan dari kelebihan penjualan tersebut pengusaha mampu mengembalikan pinjaman bank. Pendekatan ini tidak banyak dipakai karena perkembangan jaman menuntut bank untuk bisa tetap bertahan. Perkembangan jaman menuntut bank untuk bisa melayani kebutuhan nasabah yang tidak hanya membutuhkan pinjaman jangka pendek tetapi juga pinjaman jangka panjang. Jika bank hanya mau memberi pinjaman jangka pendek maka bank akan kehilangan banyak nasabah yang membutuhkan pinjaman jangka panjang. 4. Shiftability theory Teori ini mempunyai asumsi bahwa likuiditas bank bisa dipelihara jika kekayaan yang dipegang bisa digeser menjadi bentuk kekayaan yang lain. Konsep ini telah menggeser fokus sumber likuiditas dari pinjaman ke surat berharga. Seperti commercial loan theory, analisis ini hanya bisa diterapkan untuk bank secara individual bukan untuk sistem perbankan secara keseluruhan. Jika suatu bank membutuhkan lebih banyak cadangan primer dan bank-bank lain tidak, maka bank tersebut mampu mengubah kekayaannya menjadi bentuk yang lebih likuid tanpa
31
kesulitan. Tetapi jika semua bank menginginkan likuiditas yang tinggi pada waktu yang bersamaan maka akan timbul masalah karena tidak ada yang bersedia membeli surat berharga tersebut. 5. Doctrine of anticipated income The anticipated income theory menyatakan bahwa likuiditas bank dapat direnacanakan jika skedul pembayaran pinjaman didasarkan pada future income para peminjam. Teori ini mengakui bahwa pinjaman tidak selalu self-liquidating. Teori ini mengemukakan fakta bahwa likuiditas bank dipengaruhi oleh batas waktu pinjaman. Kelemahan teori ini adalah adanya ketidakpastian future income dari para peminjamnya. Bank tidak bisa menjamin likuiditasnya apabila angsuran pinjaman ini tidak bisa dibayarkan tepat pada waktunya sehingga kebutuhan likuiditas bank tidak akan terpenuhi.
Liability management (pengelolaan utang). Liability Management adalah suatu proses di mana bank berusaha mengembangkan sumber-sumber dana yang non tradisional melalui pinjaman di pasar uang atau dengan menerbitkan instrumen utang untuk digunakan secara menguntungkan terutama untuk memenuhi permintaan kredit. Empat puluh tahun yang lalu dunia perbankan telah mengalami perkembangan dalam sifat-sifat utang bank. Bank pada umumnya berusaha memenuhi kebutuhan tambahan dana dengan melalui pasar uang. Perkembangan pasar dana dan Euro dollar memudahkan penerapan filosofi manajemen bank ini. Teori ini menegaskan bahwa likuiditas sekarang ini bukanlah masalah yang berat. Dana akan mudah diperoleh dengan cara menaikkan tingkat bunga sertifikat deposito yang ditawarkan. Bank-bank sekarang menyadari bahwa permintaan kredit bisa dipenuhi dengan cara membeli likuiditas di pasar uang. Bank tidak lagi tergantung pada sumber dana tradisional (giro, deposito atau tabungan). Pemenuhan likuditas bisa melalui sumber-sumber non tradisional seperti pinjaman antar bank, penjualan sertifikat deposito, penerbitan surat berharga di pasar uang, euro dollar.
Korespondensi Perbankan Dalam menjalankan usahanya, bank tidak bisa terlepas dari jasa-jasa bank yang lain. Jasa-jasa bank lain tersebut bisa dalam bidang keuangan maupun bidang lain. Hubungan sistem antar bank dimana terdapat suatu pengaturan informasi antar bank disebut
32
dengan correspondent banking. Dengan adanya correspondent banking ini jasa pelayanan bank kepada nasabah bisa ditingkatkan efisiensinya. Dalam perbankan korespondensi dikenal bank koresponden dan bank responden. Bank koresponden adalah bank yang menerima simpanan atau menerima fee sebagai imbalan atas jasa-jasa yang diberikan atau yang akan diberikan kepada suatu bank. Bank koresponden bisa disebut sebagai pihak penjual atau penyedia jasa bagi bank responden. Bank responden adalah bank yang mempunyai rekening atau simpanan pada suatu bank tertentu dan atau membayar suatu jumlah biaya (fee) atas pelayanan yang telah diterima atau yang diperkirakan akan diperoleh. Bank responden disebut juga sebagai pihak pemakai jasa. Dalam kegiatan sehari-hari sering terjadi bank koresponden juga berfungsi sebagai bank responden. Bank koresponden akan menjadi bank responden bagi bank yang lebih besar. Sedangkan bank responden bisa juga sebagai bank koresponden bagi bank yang lebih kecil. Diadakannya perbankan korespondensi mempunyai tujuan yaitu: 1.
memudahkan kliring
2.
memudahkan melakukan pembayaran ke dalam dan ke luar negri
3.
memudahkan melakukan transaksi-transaksi lain Jasa-jasa yang ditawarkan oleh bank koresponden kepada bank responden sangat
beragam, hal itu disebabkan banyaknya kebutuhan bank responden yang sangat bervariasi. Dengan beragamnya jasa yang disediakan oleh bank koresponden maka kedua bank yang akan menjalin kerjasama tersebut harus membicarakan dulu mengenai jenis jasa yang disepakati serta fee yang akan diberikan. Jasa-jasa bank koresponden yang beragam tersebut meliputi: a.
menangani penagihan cek
b.
transfer dana
c.
menawarkan dan membantu keikutsertaan dalam kredit sindikasi
d.
menyediakan likuiditas
e.
jual beli surat-surat berharga untuk dan atas nama bank responden
f.
menyediakan fasilitas penyimpanan sekuritas
g.
menawarkan kredit kepada direksi atau pejabat-pejabat bank responden
h.
ikut serta dalam pemberian kredit jangka panjang yang disalurkan oleh bank responden
i.
membantu bank responden untuk memperbaiki prosedur dan sistem operasionalnya
33
k.
melakukan analisis portfolio untuk bank responden
Berdasarkan jasa-jasa yang disediakan oleh bank koresponden, bank responden mengadakan penilaian mengenai jasa-jasa yang dibutuhkan. Dalam penilaian ini termasuk pula penilaian mengenai kualitas layanan, dan juga harus ada pantauan secara terus menerus dari bank responden terhadap jasa yang diberikan oleh bank koresponden. Apabila menurut penilaian Bank Indonesia (BI), bank melakukan penyimpangan dan melanggar prinsip-prinsip perbankan yang sehat dan tidak mematuhi ketentuanketentuan yang ditetapkan yang diperkirakan akan membahayakan kelanjutan usaha bank maka BI dapat mengambil tindakan: 1. Penghentian sementara pembukaan kantor-kantor bank 2. Penghentian sementara untuk melakukan kegiatan tertentu 3. Penggantian direksi dan dewan pengawas 4. Penambahan modal dan atau pengalihan pemilikan bank 5. Penggabungan atau peleburan usaha bank 6. Penghentian dari kliring 7. Mempertimbangkan pencabutan ijin usaha bank
Berdasarkan segi kepemilikannya bank umum di Indonesia dibedakan menjadi bank umum pemerintah dan bank umum swasta. Bank umum swasta dibedakan menjadi bank swasta nasional dan bank swasta asing. Definisi bank pemerintah, bank swasta nasional, dan bank swasta asing adalah: 1. Bank umum pemerintah adalah bank yang seluruh modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dan pendiriannya di bawah undang-undang tersendiri. Contoh bank pemerintah antara lain adalah Bank BINI, Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, dan Bank Tabungan Negara (BTN). 2. Bank umum swasta nasional adalah bank milik swasta yang didirikan dalam bentuk hukum perseroan terbatas dimana seluruh sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia dan atau badan-badan hukum di Indonesia serta pengelolaannya ditangani oleh warga negara Indonesia. Contoh bank swasta nasional antara lain adalah Bank Central Asia, Bank Niaga, BII, Bank Danamon, dan sebagainya.
34
3. Bank swasta asing adalah bank yang didirikan dalam bentuk cabang bank yang sudah ada di luar negeri atau dalam bentuk campuran antara bank asing dengan bank swasta nasional di Indonesia. Contoh bank swasta antar alain asing adalah Hongkong Bank, Bank of Swiss, dan Bank of America
Bank Perkreditan Rakyat Keberadaan lembaga keuangan bank --Bank Perkreditan Rakyat (BPR) -- tepat sebagai cara alternatif untuk mengurangi adanya dualisme ekonomi keuangan di Indonesia. Dualisme keuangan ditunjukkan dengan adanya lembaga keuangan yang terorganisir dan lembaga keuangan yang tidak terorganisir. Lembaga keuangan yang terorganisir terdiri dari lembaga keuangan bank komersial dan lembaga keuangan bukan bank yang terdapat di pusat-pusat bisnis dan kota-kota besar. Lembaga keuangan yang tidak terorganisir terdiri dari lembaga keuangan yang tidak berbentuk lembaga keuangan formal seperti rentenir atau lintah darat yang keberadaannya sangat merugikan nasabah peminjam (terutama pedagang ekonomi lemah) karena biaya bunga pinjaman yang tinggi tetapi disenangi nasabah peminjam karena prosedur pinjaman yang mudah dan cepat. Lembaga keuangan yang tidak terorganisir inilah yang akan dikurangi keberadaannya, yaitu dengan munculnya lembaga keuangan bank seperti BPR. BPR sebagai lembaga keuangan bank yang bersifat gurem -karena ketersedian modal yang terbatas- usahanya melayani sektor informal di perkotaan. Sesuai dengan keterbatasan modal yang dimiliki dan usaha yang bersifat melayani sektor informal, bentuk BPR merupakan bentuk lembaga keuangan bank yang tepat untuk didirikan di Indonesia karena dapat menjadi lembaga keuangan yang dapat berperan dalam usaha pemerataan kesejahteraan masyarakat golongan ekonomi lemah. Pengertian BPR menurut UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 adalah lembaga keuangan bank yang menerima simpanan hanya dalam bentuk deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu dan menyalurkan dana sebagai usaha BPR. Adanya perkembangan lembaga keuangan BPR pasca UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tersebut dan kondisi lembaga keuangan pada umumnya terutama pada masa dan pasca krisis moneter tahun 1997,
maka pengertian BPR
mengalami perubahan dengan munculnya UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 pasal 1. Dalam UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 pasal 1 disebutkan bahwa BPR adalah lembaga keuangan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu
35
lintas pembayaran Dengan demikian ada dua pengertian BPR, yaitu BPR yang melaksanakan kegiatan usahanya secara konvensional yang tidak diperkenankan melakukan kegiatan berdasarkan Pirnsip Syariah (selanjutnya disebut dan ditulis BPR) dan BPR yang melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah yang tidak diperkenankan melakukan kegiatan secara konvensional (selanjutnya disebut dan ditulis Bank Syariah). Status BPR diberikan kepada Bank Desa, Lumbung Desa, Bank Pasar, Bank Pegawai, Lumbung Pitih Nagari (LPN), Lembaga Perkreditan Desa (LPD), Badan Kredit Desa (BKD), Badan Kredit Kecamatan (BKK), Kredit Usaha Rakyat Kecil (KURK), Lembaga Perkreditan Kecamatan (LPK), Bank Karya Produksi Desa (BKPD) dan/atau lembagalembaga lainnya yang dipersamakan dengan itu dengan memenuhi persyaratan tatacara yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ketentuan tersebut diberlakukan mengingat bahwa lembaga-lembaga tersebut telah tumbuh dan berkembang dari lingkungan masyarakat Indonesia, serta masih diperlukan oleh masyarakat, maka keberadaan lembaga dimaksud diakui. Oleh karena itu, UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 beserta perubahannya yang ditunjukkan dalam UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 memberikan kejelasan status dari lembaga-lembaga dimaksud. Untuk menjamin kesatuan dan keseragaman dalam pembinaan dan pengawasan, maka persyaratan dan tatacara pemberian status lembaga-lembaga dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Dalam melaksanakan usahanya, BPR berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Demokrasi ekonomi adalah sistem ekonomi Indonesia yang dijalankan sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 yang memiliki delapan ciri positif sebagai faktor pendukung dan tiga tiga ciri negatif yang harus dihindari --free fight liberalism, etatisme, dan monopoli. BPR berperan sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat. Dengan menggunakan Diagram Alir Melingkar Perekonomian dapat dijelaskan peranan BPR, yaitu menghimpun dana dari sektor rumah tangga (kelompok masyarakat berpendapatan rendah) dan menyalurkannya kepada sektor perusahaan
(kelompok
pengusaha
ekonomi
lemah).
Munculnya
BPR
tersebut
menunjukkan bahwa selama ini kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan kelompok pengusaha ekonomi lemah belum mampu melakukan akses ke lembaga keuangan yang sudah ada. Oleh karena itu, peranan lembaga keuangan BPR sebagai penghimpun
dan
penyalur
dana
masyarakat
diharapkan
dapat
meningkatkan
36
kesejahteraan masyarakat Indonesia terutama kesejahteraan kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan kelompok pengusaha ekonomi lemah. Peranan BPR sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat dapat mewujudkan tujuan BPR, yaitu sebagai lembaga keuangan penunjang pelaksanaan pembangunan nasional (sebagai salah satu sumberdana pembiayaan pembangunan nasional) dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Sesuai peranan BPR sebagai penghimpun dana dari sektor rumah tangga (kelompok masyarakat berpendapatan rendah) dan penyalur dana kepada sektor perusahaan (kelompok pengusaha ekonomi lemah), maka munculnya BPR mempunyai sasaran yaitu melayani kebutuhan petani, peternak, nelayan, pedagang, pengusaha kecil, pegawai, dan pensiunan karena sasaran ini belum dapat terjangkau oleh bank umum dan untuk lebih mewujudkan pemerataan layanan perbankan, pemerataan kesempatan berusaha, dan pemerataan pendapatan. Kecuali itu, agar layanan saluran dan alokasi dana kelompok masyarakat tersebut tidak dilakukan oleh para pelepas uang (rentenir). Usaha BPR meliputi usaha untuk menghimpun dan menyalurkan dana dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang diperoleh dari spread effect dan pendapatan lain. Adapun usaha-usaha BPR adalah: 1. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa deposito berjangka, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu. 2. Memberikan kredit. 3. Menempatkan dananya dalam bentuk Sertifikat Bank Indonesia (SBI), deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau tabungan pada bank lain. SBI adalah sertifikat yang ditawarkan Bank Indonesia kepada BPR apabila BPR mengalami over likuiditas. Agar peranan BPR sebagai penghimpun dan penyalur dana khususnya untuk kelompok masyarakat berpendapatan rendah dan kelompok pengusaha ekonomi lemah yang belum mampu melakukan akses ke lembaga keuangan yang sudah ada dapat optimal, maka BPR dilarang melakukan kegiatan usaha sebagai berikut: 1. Menerima simpanan berupa giro. 2. Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing. 3. Melakukan usaha perasuransian. 4. Melakukan usaha lain di luar kegiatan usaha sebagaimana yang dimaksud dalam usaha BPR.
37
Dalam
menyalurkan
(mengalokasikan)
dana
dari
kelompok
masyarakat
berpendapatan rendah yang masih mempunyai kelebihan pendapatan kepada kelompok pengusaha ekonomi lemah yang membutuhkan dana tetapi belum mampu melakukan akses ke lembaga keuangan lain, BPR harus memperhatikan beberapa hal berikut ini: 1. Dalam memberikan kredit, BPR wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi utangnya sesuai dengan perjanjian. 2. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada peminjam atau sekelompok peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan-perusahaan dalam kelompok yang sama dengan BPR tersebut. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 30% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia. 3. Dalam memberikan kredit, BPR wajib memenuhi ketentuan Bank Indonesia mengenai batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan, atau hal lain yang serupa, yang dapat dilakukan oleh BPR kepada pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya, serta perusahaan-perusahaan yang didalamnya terdapat kepentingan dari pihak pemegang saham (dan keluarga) yang memiliki 10% atau lebih dari modal disetor, anggota dewan komisaris (dan keluarga), anggota direksi (dan keluarga), pejabat BPR lainnya. Batas maksimum tersebut adalah tidak melebihi 10% dari modal yang sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan Bank Indonesia.
Setiap pihak yang melakukan pendirian BPR wajib terlebih dahulu memperoleh perijinan usaha dari Pimpinan Bank Indonesia. Untuk memperoleh ijin usaha BPR wajib memenuhi
persyaratan
sekurang-kurangnya
tentang
susunan
organisasi
dan
kepengurusan, permodalan, kepemilikan, keahlian di bidang perbankan, dan kelayakan rencana kerja. Dalam memberikan ijin usaha BPR, Bank Indonesia juga wajib memperhatikan tingkat persaingan yang sehat antarBPR, tingkat kejenuhan jumlah BPR dalam suatu wilayah tertentu, dan pemerataan pembangunan ekonomi nasional. Pokokpokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:
38
a. Persyaratan untuk menjadi pengurus bank antara lain menyangkut keahlian di bidang perbankan dan konduite yang baik. b. Larangan adanya hubungan keluarga di antara pengurus bank c. Modal disetor minimum untuk BPR. d. Batas maksimum kepemilikan dan kepengurusan. e. Kelayakan rencana kerja. f. Batas waktu pemberian ijin pendirian bank.
Pembinaan dan pengawasan BPR dilakukan oleh Bank Indonesia. Pembinaan BPR ditunjukkan secara lengkap dalam UU Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, dan Pasal 36 beserta perubahnnya dalam UU Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 Pasal 29, Pasal 31, Pasal 31A, Pasal 33, Pasal 37, Pasal 37A, dan Pasal 37B. Pengawasan BI terhadap BPR meliputi: 1. pemberian bantuan dan pelayanan perbankan kepada lapisan masyarakat yang rendah yang tidak terjangkau bantuan dan pelayanan dari bank umum, yaitu dengan memberikan pinjaman kepada pedagang/pengusaha kecil di desa dan di pasar agar tidak terjerat rentenir dan menghimpun dana dari mayarakat. 2. membantu pemerintah dalam ikut mendidik masyarakat guna memahami pola nasional dengan adanya akselerasi pembangunan. 3. penciptaan pemerataan kesempatan berusaha bagi masyarakat.
Dalam melakukan pengawasan terhadap BPR akan terjadi beberapa kemungkinan berikut ini: 1. Organisasi dan sistem manajemen BPR, termasuk di dalamnya perencanaan yang ditetapkan. 2. BPR kekurangan tenaga terampil dan profesional. 3. BPR mengalami kesulitan likuiditas. 4. BPR belum melaksanakan fungsi BPR sebagaimana mestinya.
MEMILIH BANK YANG SEHAT SEBAGAI TEMPAT MENABUNG Memilih bank yang sehat sebagai tempat menabung sangat penting untuk nasabah penabung karena penabung akan menempatkan uangnya dalam jangka waktu tertentu yang akan dialokasikan oleh bank untuk berbagai bentuk alokasi. Apabila penabung salah memilih bank yang sehat sebagai tempat menabung maka nasabah
39
penabung akan mengalami beberapa kerugian. Dalam memilih bank yang sehat dapat menggunakan dua kriteria, yaitu kriteria subyektif dan kriteria obyektif. Kriteria subyektif adalah kriteria untuk memilih bank yang sehat yang tidak ada indikatornya, misalnya bank yang memiliki gedung megah belum tentu lebih sehat daripada bank yang gedungnya biasa-biasa saja. Kriteria obyektif adalah kriteria untuk memilih bank yang sehat yang ada indikatornya, misalnya menggunakan indikator kesehatan bank. Dewasa ini industri perbankan mengalami perkembangan yang sangat pesat. Banyak bank-bank baru bermunculan yang tentu saja membuat persaingan yang semakin tajam di industri tersebut. Persaingan yang semakin tajam harus diikuti oleh manajemen yang semakin baik untuk bisa bertahan di industri perbankan. Salah satu faktor yang harus diperhatikan oleh bank untuk bisa survive adalah kondisi kesehatan bank. Tingkat kesehatan bank bisa digunakan sebagai salah satu pengambilan kebijaksanaan bank sentral terhadap bank umum. Konsekuensi dari tidak terpenuhinya persyaratan untuk bisa disebut sebagai bank yang sehat tidak hanya menyempitnya keleluasaan yang dimiliki oleh bank. Tingkat kesehatan bank umum bisa dilihat dari dua sisi yaitu kualitatif dan kuantitatif. Dari sisi kualitatif dilihat dari pengelolanya, sejarahnya, pemiliknya. Sisi kuantitatif dapat dilihat dari score-score tertentu seperti rasio likuiditas, solvabilitas, rentabilitas, Capital Adequacy Ratio (CAR), Loan Deposit Ratio (LDR), dan Non Performing Loan (NPL).
1. Rasio likuiditas Rasio ini menunjukkan kemampuan bank dalam mengembalikan (membayar) utang jangka pendek. Aktiva lancar Rasio likuiditas = Utang jangka pendek
Semakin tinggi nilai rasio likuiditas menunjukkan kondisi kesehatan bank yang semakin baik.
2. Rasio solvabilitas Rasio solvabilitas menunjukkan kemampuan bank dalam mengembalikan (membayar) utang jangka panjang
40
Total aktiva Rasio solvabilitas = Total utang jangka panjang
Semakin tinggi nilai rasio solvabilitas maka semakin baik kondisi kesehatan bank.
3. Rasio profitabilitas Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan bank dalam menghasilkan laba. Ada dua pendekatan yang bisa digunakan untuk mengetahui ukuran ini: a. Return On Asset (ROA) ROA mengukur kemampuan bank untuk menghasilkan laba dengan membagi laba sebelum pajak dengan aktiva.
Laba sebelum pajak ROA = Aktiva
b. Return On Equity (ROE) ROE mengukur kemampuan bank untuk menghasilkan laba dengan membandingkan laba sebelum pajak dengan equity
Laba sebelum pajak ROE = Equity 4. Capital Adequacy Ratio (CAR) CAR mengukur kecukupan modal dengan membandingkan capital (modal) dengan asset beresiko Modal CAR = Asset beresiko Semakin tinggi nilai CAR (minimal 8%) maka semakin baik kondisi kesehatan bank.
41
5. Loan to Deposit Ratio (LDR) LDR mengukur kemampuan bank dalam mengelola dana dengan membandingkan besarnya pinjaman yang diberikan oleh bank dengan besarnya simpanan Pinjaman LDR = Simpanan Semakin tinggi nilai LDR (maksimal 100% ) maka semakin baik kondisi kesehatan bank. 6. Non Performing Loan (NPL) NPL mengukur kemampuan bank dalam mengelola kredit yang dialokasikan kepada nasabah peminjam yang dihitung dengan membandingkan besarnya kredit macet yang dipinjamkan oleh bank dengan besarnya kredit keluruhan. Kredit macet LDR = Kredit keluruhan yang dipinjamkan Semakin rendah nilai NPL (maksimal 5%) maka semakin baik kondisi kesehatan bank. SIMPULAN Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka dapat disimpullkan bahwa untuk memilih bank yang sehat sebagai tempat menabung, penabung perlu memperhatikan beberapa hal, yaitu: 1. Perhatikan jenis lembaga keuangan yang akan kita pilih, yaitu lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan bukan bank. 2. Perhatikan jenis lembaga keuangan bank yang akan kita pilih, yaitu lembaga keuangan bank umum pemerintah, swasta, campuran/asing, BPR konvensional, ataukah BPR Syariah. 3. Perhatikan dua kriteria indikator untuk memilih lembaga keuangan bank yang sehat, yaitu kriteria subyektif dan obyektif. 4. Perhatikan ragam produk jasa yang ditawarkan oleh lembaga keuangan bank yang ersangkutan, misalnya kita akan memilih jenis tabungan yang disebut dengan rekening koran (demand deposit), tabungan biasa (saving deposit), ataukah tabungan berjangka (time deposit).
42