Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST)2014 Yogyakarta, 15 November 2014
ISSN: 1979-911X
PENGAMBILAN LIPID DARI MIKROALGABASAH DENGAN CARA EKSTRAKSI DALAM AUTOKLAF Ani Purwanti1 urusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, IST AKPRIND Yogyakarta e-mail:
[email protected]
1
ABSTRACT Today, the existence ofpetroleumas a fuel sourcehas beenreduced. To overcome this problem, it is necessary to find alternative energy encourages substitution fossil fuels. Recently, the third generation of microalgae oil as an alternative fuels is developed. From microalgae, lipidwas extracted and then it was used as raw material forbiodiesel production. The developmentprocesstoobtainthe maximumamount oflipid is the main issues. This researchwasconductedusingautoclave in highpressure as an alternative process to maximize the yield of lipid from wet microalgaeNannochloropsis sp.. Extraction of 42.6 gram of microalgae (water content 79.57% dry based) using 100 mL of a 1:1 (v/v), 1:2 (v/v), and2:1 (v/v) chloroform and methanol mixture. Extraction was carried outin an autoclaveat various of pressure (20 psi, 40psi, and60psi) with theprocessing timevariedfrom30minutesup to2hourswith a30minutetime interval. Lipid was separated from the mixture by filtration and distillation, then sampel was weighted to determine the yield of lipid. In this study, the yield of lipid was used to define the optimum conditions of lipid extraction. The amountof lipid that was produced from42.6grams ofwetmicroalgaeNannochloropsissp. at theextraction pressure of20psi-60psi was ranged between0.659 – 4.021grams. A high lipid extraction yield (46.19% of the dry weight) was obtained under the following extraction conditions: 100 mL of a 2:1 chloroform and methanol (v/v) mixture, 60 psi of process pressure, and 120 minutes of extraction time. Keywords: microalgae,extraction, autoclave PENDAHULUAN Bahan bakar dari sumber fosil merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui sehingga bahan bakunya semakin lama semakin menipis.Saat ini biodiesel merupakan salah satu sumber energi alternatif pengganti bahan bakar mesin diesel.Bahan bakar ini bersifat biodegradabledan lebih bersifat ramah lingkungan apabila dibandingkan dengan minyak diesel dari petroleum (Christie,2009). Biodiesel dapat diolah dari minyak nabati yang dapat diambil dari tanaman dan juga dari mikroalga sebagai sumber energi alternatif generasi ketiga (Wiyarno, 2009). Sebagai sumber bahan bakar, mikroalga mempunyai kelebihan yaitu dapat diperbarui serta tidak mengganggu sektor pertanian dan pangan serta pengambilan minyaknya tanpa perlu penggilingan.Salah satu jenis mikroalga yang dapat menghasilkan minyak adalah Nannochloropsis sp.,yang merupakan mikroalga kosmopolit yang hidup di lingkungan akuatik baik perairan tawar, laut maupun payau.Nannochloropsis sp.mempunyai kandungan lipid yang berkisar antara 31-68% dari berat keringnya (Wijanarko, 2012). Lipid merupakan senyawa dasar pembentuk bahan bakar. Asam lemak maupun minyak alga memiliki berbagai aplikasi yang potensial. Minyak alga memiliki karakterstik yang mirip dengan ikan dan minyak nabati, dengan demikian dapat dianggap sebagai pengganti potensial untuk produk minyak fosil. Minyak alga bisa langsung diekstrak dengan bantuan media pelarut, enzim, pemerasan, ekstraksi ultrasonik,dan ekstraksi menggunakan CO2. Dewasa ini telah dikembangkan teknik baru untuk ekstraksi padat-cair suatu produk yaitu dengan menggunakan ekstraksi dengan pelarut ganda dan juga metode ekstraksi hidrotermal dengan menggunakan suhu dan tekanan tinggi yang mendekati kondisi kritis campuran, hal ini dapat meningkatkan hasil minyak yang diperoleh sampai sekitar 5765% berat(Ross, et al., 2010). Ekstraksi dengan menggunakan proses ini dapat meningkatkan kualitas biooil yang dihasilkan walaupun kondisi proses yang relatif sulit dicapai dan biaya proses yang tinggi. Pada penelitian ini akan dilakukan alternatif pengambilan minyak dari mikroalga jenis Nannochloropsis sp. basahmenggunakan suhu dan tekanan tinggi, tetapi masih jauh dari kondisi kritis campuran dalam autoklaf yang beroperasi pada suhu dan tekanan tinggi, sebagai upaya meningkatkan rendemen dan kuantitas minyak nabati yang dihasilkan. C-231
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST)2014 Yogyakarta, 15 November 2014
ISSN: 1979-911X
Pengambilan lipid dari mikroalga merupakan langkah yang menentukan dalam upaya peningkatan hasil minyak nabati yang dapat diperoleh dari mikroalga, sehingga perlu suatu upaya untuk memaksimalkan lipid yang dapat terambil dalam suatu proses ekstraksi. Oleh karena itu, penelitian ini sangat penting untuk dilakukan sehingga pengambilan lemak mikroalga dapat maksimal. Alga didefinisikan sebagai sekelompok tumbuhan berklorofil yang terdiri dari satu atau banyak sel, hidup berkoloni dan bereproduksi secara non seksual. Mikroalga termasuk golongan alga yang berukuran renik. Pada umumnya mikroalga bersel satu atau berbentuk benang, sebagai tumbuhandikenal sebagai fitoplankton. Fitoplankton memiliki zat hijau daun (klorofil) yang berperan dalam fotosintesis seperti tumbuhan tingkat tinggi lainnya(Wiyarno, 2009). Kandungan lemak (lipid) dan asam lemak (fatty acids) yang ada di dalam mikroalga merupakan sumber energi. Kandungan ini dihasilkan dari proses fotosintesis yang merupakan hidrokarbon dan diduga dapat menghasilkan energi yang belum digali dan dimanfaatkan sepenuhnya (Kawaroe, dkk., 2010). Lipid yang terkandung dalam mikroalga dapat dikonversi menjadi bahan bakar diesel melalui proses esterifikasi dan transesterifikasi. Total kandungan minyak dan lemak dari mikroalga berkisar antara 1% sampai 70% dari berat kering. Kandungan lipid dalam mikroalga biasanya dalam bentuk gliserol dan asam lemak dengan panjang rantai C14 sampai C22 (Kawaroe, dkk., 2010). Selain itu, mikroalga memiliki bagian biochemical yang penting yaitu karbohidrat yang dapat diubah menjadi ethanol melalui prosesfermentasi. Akumulasi lemak dalam mikroalga mempunyai kecenderungan untuk meningkat jika organisme tersebut mengalami tekanan. Selain itu, kandungan lemak yang terdapat di dalamnya sangat bervariasi tergantung dari kondisi lingkungan tempat tumbuhnya mikroalga tersebut (Kawaroe, dkk., 2010). Kandungan lipid yang tinggi dan kecepatan bertumbuhkembang menjadi faktor yang perlu diperhatikan dalam menentukan jenis mikroalga yang potensial menjadi bahan bakar biodiesel. Habitat mikroalga di lingkungan perairan merupakan faktor yang efektif bagi mikroalga untuk mendapatkan air, CO2, dan nutrisi untuk fotosintesis. Keadaan ini yang membuat mikroalga dapat menghasilkan minyak 30 kali lebih banyak daripada biofuel yang berasal dari tumbuhan lain dalam satu satuan luas lahan yang sama (Kawaroe, dkk., 2010). Sudah ada beberapa jenis mikroalga yang dipelajari untuk mencari kecocokan jenis yang bisa menghasilkan minyak yang nantinya dapat diolah menjadi biodiesel, diantaranya adalah Neochloris oleoabundans, Scenedesmus dimorphus, Euglena glacilis, Phaeodactylum tricornutum, Pleurochrysis carterae, Prymnesium parvum, Tetraselmis chuii, Nannochloropsis selina, Isochrysis galbana (Kawaroe, dkk., 2010). Dari sumber yang lain disebutkan bahwa dari beberapa jenis mikroalga yang telah diteliti, ditemukan 4 spesies teridentifikasi yang memiliki kandungan lipid tinggi, 3 spesies mengandung hidrokarbontinggi, dan 3 spesies mengandung protein yang tinggi, serta 1 spesies penghasil gliseroltinggi. Nannochloropsismerupakan salah satu mikroalga yang berpotensi untuk dijadikan bahan bakar alternatif.Nannochloropsis memiliki sel warna kehijauan, sel berbentuk bola dan pada kondisi budidaya di air laut dengan kandungan nitrogen yang minim memberikan kandungan lipid yang tinggi yaitu sampai dengan 54% (Cooney et al., 2009).Mikroalga Nannochloropsis sp. memiliki sel berwarna kehijauan, tidak berflagel, selnya berbentuk bola dengan diameter sel 4 – 6 μm. Asam lemak yang terkandung dalam Nannochloropsis sp. diantaranya adalah asam kapriat (0,3%), asam laurat (0,99%), asam myristat (7,06%), asam palmitat (23,07%), asam oleat (12,25%), asam palmitoleat (42,32%), dan asam linoleat (2,47%) (Kawaroe, dkk., 2010). Komponen mikroalga terdiri dari tiga bagian utama yaitu lipid, protein, dan karbohidrat. Dalam proses pembuatan biodiesel dari mikroalga, komponen yang dimanfaatkan adalah lipid. Lipid yang terekstrak masih berupa minyak mentah sehingga perlu diproses lebih lanjut untuk memperoleh bahan baku yang siap dijadikan biodiesel mikroalga (Wiyarno, 2009). Beberapa proses yang mempengaruhi produksi biodiesel dari mikroalga adalah penanaman mikroalga, pemanenan, ekstraksi lemak (perusakan sel mikroalga), dan transesterifikasi lemak. Walaupun semua langkah proses tersebut penting, tetapi proses perusakan sel menjadi hal yang terpenting. Lemak hasil ekstraksi sangat ditentukan oleh metode perusakan dan juga alat yang digunakan. Proses dengan menggunakan metode dan alat yang tepat dapat meningkatkan efisiensi ekstraksi (Lee et al., 2010). Paul dan Wise (1971) menyebutkan bahwa ada tiga metode yang digunakan untuk ekstraksi minyak dari alga, yaitu (1) metode press, (2) ekstraksi menggunakan solven heksana, (3) ekstraksi C-232
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST)2014 Yogyakarta, 15 November 2014
ISSN: 1979-911X
fluida superkritis.Proses yang sederhana adalah menggunakan tekanan/ press untuk mengekstrak minyak dari alga dengan hasil sekitar 70 – 75%.Minyak alga juga dapat diekstraksi menggunakan bahan kimia.Bahan kimia yang banyak digunakan untuk ekstraksi solven adalah heksana.Bahan ini dipilih karena relatif murah (Demirbaş, 2009). Secara umum, ada beberapa pelarut dapat digunakan untuk mengambil lipid mikroalga, diantaranya adalah pelarut mandiridan pelarut campuran.Pelarut mandiri merupakan pelarut yang digunakan untuk mengambil minyak alga secara sendirian.Biasanya digunakan pelarut dengan tingkat kepolaran yang tinggi seperti n-heksana, kloroform, maupun pelarut dengan tingkat kepolaran yang tinggi dari golongan organik yaitu methanol, ethanol, buthanol.Sedangkan pelarut campuran merupakan kombinasi pelarut yang dicampur, baik campuran antara dua jenis pelarut atau lebih.Beberapa kombinasi pelarut diantaranya adalah campuran n-heksana dan ethanol, n-heksana dan isopropanol, maupun campuran kloroform-methanol-air (Wiyarno, 2009). Teknik ekstraksi secara konvensional melibatkan proses penghilangan air sebelum proses ekstraksi. Selain itu alga dengan kandungan air sebesar 78,4% dapat secara langsung diubah menjadi minyak bakar dengan thermochemical liquefaction dari 300 – 3600C dan 10 MPa. Minyak yang dihasilkan pada proses tersebut yang lebih rendah (25 – 44,8%) dibandingkan dengan proses penghilangan kandungan air bahan sebelum proses ekstraksi (Suali and Sarbatly, 2012). Metode ekstraksi lain yang lebih efisien daripada metode pemisahan menggunakan solven secara tradisional adalah ekstraksi fluida superkritis (Wiyarno, 2009). Fluida superkritis memberikan kemurnian hasil dan konsentrasi yang tinggi.Metode ini dapat mengekstrak hampir 100% dari minyak yang ada. Pada proses ekstraksi dengan fluida superkritis karbondioksida (CO2), CO2 dicairkan di bawah tekanan dan dipanaskan sampai kondisi yang mempunyai sifat antara gas dan cairan. Fluida yang dicairkan ini kemudian berfungsi sebagai solven dalam mengekstraksi minyak (Demirbaş, 2009). Tetapi metode ini relatif mahal dibandingkan dengan proses ekstraksi tradisional. Beberapa metode ekstraksi yang lain adalah menggunakan gelombang mikro dan sonikasi (Virot et al., 2008). Menurut Cravotto et al. (2008) gelombang mikro yang memecah sel mikroalga menggunakan getaran gelombang dengan frekuensi tinggi efektif untuk ekstraksi minyak sayuran.Sedangkan metode sonikasi memecah dinding sel dan membran mikroalga karena efek kavitasi banyak digunakan untuk mengganggu sel mikroalga (Lee et al., 1998).Akan tetapi metode yang cocok untuk ektraksi mikroalga belum diketahui dengan tepat. Lee et al. (2010) mempelajari metodelebih lanjut darigangguan sel, termasukpenggunaan autoklafpada suhutinggidan tekanandan penggunaanlarutanNaCl10% untuk memecahdindingsel dengantekanan osmotik, dibandingkandengan microwave maupun sonikasiuntuk menentukanmetode yang paling efisien. Untuk mikroalga jenis C. vulgaris proses dengan gelombang mikro dan autoklaf menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi dari metode yang lain. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mencari proses yang optimal dalam pengambilan lipid dari mikroalga dengan menggunakan autoklaf pada tekanan tinggi sebagai upaya meningkatkan rendemen lipid yang dihasilkan. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bidang keilmuan yang mempelajari minyak dari mikroalga pada khususnya dan ilmu pengetahuan pada umumnya sehingga dapat memberikan alternatif proses untuk mendapatkan minyak nabati. METODE PENELITIAN Penelitian ini tentang pengambilan lipid dengan autoklaf dari mikroalga basah yang dilaksanakan di laboratorium di Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta.Peubah yang diteliti adalah variasi tekanan, perbandingan volume pelarut, dan waktu ekstraksi. Sedangkan hasil yang dievaluasi berupa jumlah lipid yang dihasilkan. Alat yang digunakan untuk melakukan proses pengambilan lipid adalah autoklaf yang beroperasi pada tekanan tinggi dan rangkaian alat distilasi. Bahan baku yang digunakan adalah mikroalga basah jenis Nannochloropsis sp., methanol, kloroform. Proses pengambilan lipid mikroalga dilakukan dengan variasi tekanan ekstraksi yaitu 20 psi, 40 psi, dan 60 psi, variasi perbandingan volume pelarut (methanol : kloroform)yaitu 1:1 (v/v), 2:1 (v/v), dan 1:2 (v/v), dan variasi waktu ekstraksi yaitu 30 menit, 60 menit, 90 menit, dan 120 menit. Adapun tahapan-tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini meliputi, tahap pertama persiapan bahan baku. Bahan baku mikroalga basah jenis Nannochloropsis sp. sebelum diekstraksi dianalisis terlebih dahulu untuk mengetahui kandungan airnya. Mikroalga basah yang masih tercampur C-233
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST)2014 Yogyakarta, 15 November 2014
ISSN: 1979-911X
dengan media air laut disaring menggunakan kain saring, kemudian ditunggu sampai tidak ada air yang menetes lagi. Dari hasil analisis bahan baku mikroalga basah diperoleh kadar air pada mikroalga basah yaitu sebesar 79,57%. Tahap selanjutnya adalah proses ekstraksi lipid. Sebanyak 42,6 gram sampel mikroalga basah jenis Nannochloropsis sp. diproses dengan menambahkan pelarut yang merupakan campuran yang terdiri dari kloroform sebanyak x mL dan y mL methanol untuk membuat suspensi. Pada saat ekstraksi, perbandingan volume pelarut yang digunakan (jumlah volume kloroform (x) dibandingkan dengan jumlah volume methanol (y)) yaitu 1:1, 2:1 dan 1:2 dengan volume total pelarut untuk setiap proses sebanyak 100 mL. Campuran minyak dan pelarut tersebut dimasukkan kedalam autoklaf dan diproses dengan lama 30 menit, 60 menit, 90 menit, dan 120 menit, dengan tekanan proses yang divariasikan dari 20 psi sampai dengan 60 psi. Setelah proses ekstraksi selesai, kemudian dilanjutkan dengan proses yang bertujuan untuk memurnikan lipid dari campuran padatan, yaitu proses penyaringan. Proses ini menghasilkan larutan lipid yang masih tercampur dengan pelarut. Hasil proses kemudian dilakukan pemurnianlipid menggunakan proses destilasi. Proses berikutnya adalah pemurnian lipid dari mikroalga. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan pelarut yang tercampur dengan lipid hasil dengan menggukanan proses destilasi. Campuran bahan yang akan dimurnikan dimasukkan kedalam erlenmeyer pada rangkaian alat distilasi kemudian dilakukan pemanasan pada suhu 700C sampai seluruh pelarut (methanol dan kloroform) menguap. Proses distilasi ini dilakukan selama waktu tertentu (sampai tidak ada pelarut yang menetes), sehingga diperoleh hasil lipid mikroalga yang tertinggal di erlenmeyer. Lipid yang dihasilkan dilakukan penimbangan untuk menentukan yield lipid (%), yaitu banyaknya lipid yang dapat diperoleh dari mikroalga tiap satu satuan berat mikroalga kering. x 100% …… (1) Yield lipid
Dari hasil penelitian, dengan variasi tekanan ekstraksi, perbandingan volume pelarut dan waktu ekstraksi kemudian dapat ditentukan kondisi operasi proses yang optimum yaitu proses dengan hasil lipid mikroalga yang optimum. PEMBAHASAN Dari penelitian yang telah dilakukan dengan perbandingan pelarut antara kloroform dan methanol 1:1, yaitu dengan volume masing-masing adalah 50 mL dan 50mL diperoleh data-data seperti tercantum dalam Tabel 1 dan dapat digambarkan dalam grafik seperti pada Gambar 1. Tabel 1. Data hasil penelitian pengambilan lipid mikroalga (Jumlah mikroalga basah 42,6 gram; volume kloroform dan methanol 100mL; perbandingan volume kloroform dan methanol 1:1) Tekanan Ekstraksi (psi)
20
40
60
Waktu Ekstraksi (menit)
Berat Lipid terambil (gram)
Yield Lipid (%)
30 60 90 120 30 60 90 120 30 60 90 120
0,894 0,989 1,685 2,031 1,581 2,054 2,465 2,446 2,194 2,299 2,813 2,899
10,28 11,37 19,37 23,34 18,17 23,61 28,33 28,11 25,22 26,43 32,33 33,32
C-234
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST)2014 Yogyakarta, 15 November 2014
ISSN: 1979-911X
Gambar 1. Grafik hubungan antara waktu ekstraksi dengan yield lipid pada berbagai tekanan proses ekstraksi menggunakan perbandingan volume kloroform dan methanol 1:1. Dari data yang tercantum dalam Tabel 1 terlihat bahwa pada proses pengambilan lipid mikroalga dengan perbandingan volume kloroform dan methanol yang digunakan adalah 1:1, semakin lama waktu ekstraksi maka lipid yang terekstrak semakin banyak. Begitu juga dengan peningkatan tekanan proses yang digunakan dapat meningkatkan jumlah lipid yang terekstrak. Yield lipid yang diperoleh pada proses yang dilaksanakan selama 30 menit sampai dengan 120 menit bervariasi dari 10,28% - 33,32%. Pada tekanan ekstraksi 20 psi, kenaikan waktu ekstraksi dari 30 menit menjadi 120 menit menghasilkan kenaikan yield ekstraksi sebesar 13,06%, sedangkan pada tekanan 40 psi terdapat kenaikan 9,94% dan pada tekanan 60 psi terdapat kenaikan 8,1%. Sedangkan untuk penelitian yang telah dilakukan dengan perbandingan pelarut antara kloroform dan methanol 1:2, yaitu dengan volume masing-masing adalah 33mL dan 67mL diperoleh data-data seperti tercantum dalam Tabel dan Gambar sebagai berikut: Tabel 2. Data hasil penelitian pengambilan lipid mikroalga (Jumlah mikroalga basah 42,6 gram; volume kloroform dan methanol 100mL; perbandingan volume kloroform dan methanol 1:2) Tekanan Ekstraksi (psi)
20
40
60
Waktu Ekstraksi (menit)
Berat Lipid terambil (gram)
Yield Lipid (%)
30 60 90 120 30 60 90 120 30 60 90 120
0,720 0,759 0,787 1,021 0,844 1,345 1,930 2,596 2,056 2,269 2,359 2,975
8,28 8,72 9,05 11,74 9,7 15,46 22,18 29,84 23,63 26,08 27,11 34,19
Pada ekstraksi dengan menggunakan 100 mL campuran kloroform dan methanol 1:2, terlihat bahwa semakin tinggi tekanan yang digunakan semakin banyak hasil lipid yang diperoleh. Peningkatan tekanan proses yang digunakan dari 20 psi menjadi 40 psi dengan waktu proses selama C-235
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST)2014 Yogyakarta, 15 November 2014
ISSN: 1979-911X
30 menit sampai dengan 120 menit memberikan peningkatan yield lipid sebesar 4,77% - 12,24%. Secara umum, proses dengan menggunakan perbandingan volume kloroform dan methanol 1:2 memberikan hasil lipid terekstraksi yang lebih sedikit dibandingkan dengan lipid yang dapat terambil pada proses dengan menggunakan perbandingan volume kloroform dan methanol 1:1. Hal ini dimungkinkan karena adanya komposisi pelarut yang digunakan maka kepolaran pelarut dan kemampuan pelarut untuk memecah dinding sel mikroalga berbeda, pada penggunaan kloroform yang lebih banyak mampu memecah dinding sel lebih baik.
Gambar 2. Grafik hubungan antara waktu ekstraksi dengan yield lipid pada berbagai tekanan proses ekstraksi menggunakan perbandingan volume kloroform dan methanol 1:2. Sedangkan untuk penelitian yang telah dilakukan dengan perbandingan pelarut antara kloroform dan methanol 2:1, yaitu dengan volume masing-masing adalah 67mL dan 33 mL dan diperoleh data-data sebagai berikut: Tabel 3. Data hasil penelitian pengambilan lipid mikroalga (Jumlah mikroalga basah 42,6 gram; volume kloroform dan methanol 100mL; perbandingan volume kloroform dan methanol 2:1) Tekanan Ekstraksi (psi)
20
40
60
Waktu Ekstraksi (menit)
Berat Lipid terambil (gram)
Yield Lipid (%)
30
0,659
7,57
60
0,743
8,54
90
0,958
11,01
120
1,239
14,24
30
1,714
19,7
60
1,870
21,49
90
2,151
24,72
120
2,174
24,99
30
2,269
26,08
60
2,726
31,33
90
3,229
37,11
120
4,021
46,19
Dari data yang tercantum dalam Tabel 3 maupun Gambar 3 terlihat bahwa pada proses pengambilan lipid mikroalga dengan perbandingan volume kloroform dan methanol yang digunakan adalah 2:1, semakin lama waktu ekstraksi maka lipid yang terekstrak semakin banyak. Pada tekanan C-236
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST)2014 Yogyakarta, 15 November 2014
ISSN: 1979-911X
ekstraksi 20 psi, kenaikan waktu ekstraksi dari 30 menit menjadi 120 menit menghasilkan kenaikan yield ekstraksi sebesar 6,67%, sedangkan pada tekanan 40 psi terdapat kenaikan 5,29% dan pada tekanan 60 psi terdapat kenaikan 20,11%. Apabila dibandingkan dengan proses yang menggunakan pelarut dengan perbandingan volume kloroform dan methanol 1:1 dan 1:2 terlihat bahwa pada proses dengan perbandingan volume kloroform dan methanol 1:1 memberikan hasil lipid yang paling banyak.
Gambar 3. Grafik hubungan antara waktu ekstraksi dengan yield lipid pada berbagai tekanan proses ekstraksi menggunakan perbandingan volume kloroform dan methanol 2:1. KESIMPULAN Dari data penelitian yang sudah diperoleh dari penelitian pengambilan lipid dari mikroalga jenis Nannochloropsis sp. ,dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Proses ekstraksi menggunakan autoklaf memungkinkan untuk proses pengambilan lipid mikroalga. 2. Jumlah lipid yang dihasilkan dari mikroalga basah jenis Nannochloropsis sp. seberat 42,6 gram dengan proses pada tekanan 20 psi – 60 psi adalah berkisar antara 0,659 – 4,021 gram. 3. Kondisi proses dengan hasil yang optimal dengan yield sebesar 46,19% (berat lipid/berat mikroalga kering) diperoleh pada proses menggunakan campuran pelarut kloroform dan methanol dengan perbandingan 2:1, tekanan proses 60 psi, dan waktu proses selama 120 menit. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada DIKTI atas bantuan danauntuk penelitian ini yang diperoleh melaluiprogram Penelitian Dosen Pemula tahun 2014 dan juga kepada pihak-pihak yang telah membantu terlaksananya penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA Christie, W.W., 2009, Extraction of Lipids from Samples, Scotland , Oily Press. Cooney, M., Young, G., and Nagle, N., 2009, Extraction of Bio-oils from Microalgae, Separation & Purification Reviews, 38: 4, 291 – 325 Cravotto, G., Boffa, L., Mantegna, S., Perego, P., Avogadro, M., Cintas, P., 2008, Improved extraction of vegetable oils under high-intensity ultrasound and/or microwaves, Ultrason, Sonochem, 15, 898–902. Demirbaş, A., 2009, Production of Biodiesel from Algae Oils, Energy Sources, Part A: Recovery, Utilization, and Environmental Effects, 31: 2, 163 —168 Kawaroe, M., Prartono, T., Sunuddin, A., Sari, S.W., Augustine, D., 2010, Mikroalga: Potensi dan Pemanfaatannya untuk Produksi Bio Bahan Bakar, PT. Penerbit IPB Press, Bogor. Lee, S.J., Yoon, B.D., Oh, H.M., 1998, Rapid Method for the Determination of Lipid from the Green Alga Botryococcus braunii, Biotechnol. Tech., 12, 553–556. Lee, L.Y., Yoo, C., Jun, S.Y., Ahn, C.Y., Oh, H.M., 2010, Comparison of Several Methods for Effective Lipid Extraction from Microalgae, Bioresource Technology 101, S75–S77. C-237
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains & Teknologi (SNAST)2014 Yogyakarta, 15 November 2014
ISSN: 1979-911X
Wiyarno, B. 2009, Biodiesel Microalgae, IndoAlgaeTech. Consultant, Yogyakarta. Wijanarko, B. dan Putri L.D., 2012, Ekstraksi Lipid dari Mikroalga(Nanochloropsis sp.) dengan Solvent Methanol dan Chloroform, Jurnal Teknologi Kimia dan Industri, Vol. 1, No. 1, Hal. 130 – 138. Ross, A.B., Biller, P., Kubacki, M.L., Li, H., Lea-Langton, A., Jones, J.M., 2010, Hydrothermal Processing of Microalgae using Alkali and Organic Acids, Fuel 89, 2234-2243. Suali, M. and Sarbatly, R., 2012, Conversion of Microalgae to Biofuel, Renewable and Sustainable Energy Reviews, 16, 4316– 4342. Virot, M., Tomao, V., Ginies, C., Visinoni, F., and Chemat, F., 2008, Microwave-integrated Extraction of Total Fats and Oils, J. Chromatogr, A 1196–1197, 57–64.
C-238