PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PENETAPAN KADAR SENYAWA FENOLIK TOTAL DALAM ASAP CAIR (LIQUID SMOKE) DIHITUNG SEBAGAI FENOL DENGAN METODE BROMATOMETRI
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Hartono NIM : 038114054
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Dipersembahkan kepada : Orang tuaku The Song Khiang dan Tjan Sioe Moei Adikku Lusiani Almamaterku
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Penetapan Kadar Senyawa Fenolik Total dalam Asap Cair (Liquid Smoke) Dihitung Sebagai Fenol dengan Metode Bromatometri”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Selama penyusunan skripsi ini, penulis mengalami berbagai kesulitan, yang dikarenakan oleh keterbatasan penulis. Namun sebagian besar kesulitan tersebut dapat diatasi berkat bantuan banyak pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. 2. Dra. M.M. Yetty Tjandrawati, M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi, bimbingan, dan diskusi. 3. Dr. Sabikis, Apt. selaku dosen penguji yang banyak memberikan masukanmasukan bagi penulis. 4. Prof. Dr. Sudibyo Martono, M.S., Apt. selaku dosen penguji yang banyak memberikan masukan-masukan bagi penulis. 5. Yunita Linawati, S.Si., Apt., yang selalu memberikan pencerahan, motivasi dan dukungan di saat penulis menghadapi keputusasaan.
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6. Segenap staf pengajar, staf tata usaha, para laboran Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, yang telah membantu dan memberikan fasilitas selama penulis menempuh studi. 7. William Salim atas diskusi mekanisme reaksi dan dukungan motivasinya. 8. Winarto, Widyono, dan Lusiani yang selalu mengingatkanku untuk menyelesaikan skripsi tepat waktu dan atas persahabatannya selama ini. 9. Erika Dwijayanti Buntoro atas semangat, doa, dukungan, dan diskusinya. 10. Teman-teman kelas B angkatan 2003 serta teman-teman Tasura 52 yang selalu bersamaku sejak awal kuliah. 11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak membantu penulis. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan skripsi ini, penulis memohon kritik dan saran yang sifatnya membangun. Penulis memiliki harapan yang sangat besar, semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 6 Juni 2007
Penulis
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 6 Juni 2007 Penulis
Hartono
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………………
i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ……………………………..
ii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………..
iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ……………………………………………...
iv
KATA PENGANTAR ………………………………………………………..
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ……………………………………...
vii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………
viii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………
xi
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………
xiii
INTISARI …………………………………………………………………….
xiv
ABSTRACT …………………………………………………………………...
xv
BAB I PENGANTAR ..……………………………….…………………......
1
A. Latar Belakang Masalah…...……………………………………………...
1
B. Perumusan Masalah ………………………………………………………
4
C. Keaslian Penelitian ……………………………………………………….
5
D. Manfaat Penelitian ………………………………………………………..
5
1. Manfaat teoritis ………………………………………………………
5
2. Manfaat praktis ………………………………………………………
5
3. Manfaat metodologis …………………………………………………
5
E. Tujuan Penelitian …………………………………………………………
6
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA …………………..…………………..
7
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
A. Asap Cair (Liquid Smoke)………………………………………………...
7
B. Fenol..................…………………………………………………………..
10
C. Farmakokinetika Fenol ...............................................................................
13
D. Bahan Tambahan Makanan ........................................................................
14
E. Titrasi Redoks....………………………………………………………….
16
F. Hipotesis ………………………………………………………………….
19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………….…………………...…
20
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ………………………………………….
20
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ……………………………
20
C. Bahan Penelitian ………………………………………………………….
21
D. Alat Penelitian ……………………………………………………………
22
E. Jalannya Penelitian …………..…………………………………………...
22
1. Pembuatan Laruta Standar Kalium Bromat .......................…………..
22
2. Pembuatan dan Pembakuan Larutan Standar Natrium Tiosulfat .....…
22
3. Pembuatan Larutan Pereaksi .....................................................……...
23
4. Uji Validasi Metode Penetapan Kadar Senyawa Fenolik Total ...........
23
5. Pengambilan dan Penyiapan Sampel ....................................................
26
6. Uji Kualitatif Senyawa Fenolik Sampel ...............................................
26
7. Penetapan Blanko .................................................................................
26
8. Penetapan Kadar Senyawa Fenolik Total dalam Asap Cair ......……...
27
F. Analisis Data …………………………………………………………….
27
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ………………….
29
A. Pembuatan dan Standarisasi Larutan Baku ……....………………………
29
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
B. Uji Validasi Metode dan Percobaan Pendahuluan …..…………………...
32
C. Penetapan Kadar Senyawa Fenolik dalam Sampel .……………………...
36
1. Penyiapan Sampel Asap Cair ...............................................................
36
2. Uji Kualitatif Senyawa Fenolik Sampel ..............................................
37
3. Penetapan Kadar Senyawa Fenolik Total Sampel Dihitung Sebagai Fenol .....................................................................................................
38
D. Hasil Penetapan Kadar Senyawa Fenolik dalam Sampel ......…………….
40
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………...…..
45
A. Kesimpulan ……………………………………………………………….
45
B. Saran ……………………………………………………………………...
45
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………..
46
LAMPIRAN ………………………………………………………………….
49
BIOGRAFI PENULIS ………………………………………………………..
55
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL Tabel I.
Sifat Fisika Kimia Fenol ……………………………………..
Tabel II.
Koefisien Fenol Beberapa Fenol Tersubstitusi dan Senyawa
11
Fenolik yang Memiliki Daya Bakterisid ..................................
12
Tabel III. Syarat Penggunaan Pipet ..........................................................
19
Tabel IV. Syarat Penggunaan Buret .........................................................
19
Tabel V.
Hasil Standarisasi Larutan Na2S2O3 .........................................
31
Tabel VI. Data perhitungan recovery dan kesalahan sistematik ..............
34
Tabel VII. Data perhitungan kesalahan acak .............................................
35
Tabel VIII. Kadar Senyawa Fenolik Total dihitung sebagai fenol dalam asap cair A tanpa penambahan fenol ........................................
41
Tabel IX. Kadar Senyawa Fenolik Total dihitung sebagai fenol dalam asap cair B tanpa penambahan fenol ........................................ Tabel X.
41
Kadar Senyawa Fenolik Total dihitung sebagai fenol dalam asap cair A dengan penambahan fenol .....................................
42
Tabel XI. Kadar Senyawa Fenolik Total dihitung sebagai fenol dalam asap cair B dengan penambahan fenol .....................................
42
Tabel XII. Hasil analisis Paired Samples T-test untuk asap cair A dengan B tanpa adisi fenol .......................................................
43
Tabel XIII. Hasil analisis Paired Samples T-test untuk asap cair Adengan B dengan penambahan fenol ....................................................
43
Tabel XIV. Hasil analisis Paired Samples T-test untuk asap cair B tanpa penambahan fenol dan penambahan fenol ...............................
xi
43
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XV. Hasil analisis Paired Samples T-test untuk asap cair A tanpa penambahan fenol dan penambahan fenol ...............................
43
Tabel XVI. Data Penimbangan kalium bromat ...........................................
49
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1.
Perhitungan Normalitas Larutan Kalium Bromat 0,1 N ...........
48
Lampiran 2.
Standarisasi Larutan Standar Natrium Tiosulfat .......................
49
Lampiran 3.
Perhitungan Recovery dan Kesalahan Sistematik .....................
50
Lampiran 4.
Perhitungan Kesalahan Acak ....................................................
52
Lampiran 5.
Hasil Penetapan Kadar Senyawa Fenolik dalam Sampel Asap Cair (Liquid Smoke) ..................................................................
xiii
53
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Salah satu pengawet makanan yang diusulkan sebagai pengganti formalin dan boraks adalah asap cair, yang merupakan hasil pirolisis lignin dan selulosa. Di dalam asap cair diduga ada kandungan senyawa fenolik sehingga dapat digunakan untuk mengawetkan makanan. Padahal senyawa fenolik sangat toksik, bahkan dapat menimbulkan kematian. Penelitian ini bertujuan untuk menetapkan kadar senyawa fenolik pada kedua jenis asap cair yang mengalami cara pengolahan yang berbeda. Penelitian ini termasuk penelitian non-eksperimental analitik dengan rancangan penelitian acak lengkap pola satu arah. Pada penelitian ini, kadar senyawa fenolik total dalam asap cair ditetapkan dengan metode bromatometri. Data yang diperoleh dianalisis dengan Paired Samples T-test dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan rata-rata kadar senyawa fenolik dalam asap cair dua kali distilasi disertai penyaringan (1,71 ± 0,04) % b/b dan asap cair satu kali destilasi (2,20 ± 0,04) % b/b. Dari analisis T-test didapatkan nilai signifikansi 0,00 < 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kadar senyawa fenolik total dalam asap cair dua kali distilasi disertai penyaringan dengan asap cair satu kali distilasi. Dalam hal ini, kadar senyawa fenolik total dalam asap cair dua kali distilasi disertai penyaringan lebih sedikit daripada asap cair satu kali distilasi.
Kata kunci : Senyawa Fenolik, Bromatometri, asap cair
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
Liquid smoke is one of preservatives that is claimed to substitute formalin and borax. It is gained throughout the busting of lignin and cellulose in plant. Therefore, it may contains phenol substances. In the other hand, phenol is very toxic as it can causes sudden death on human. This research is aimed to determine the phenol substances level in two different kinds of liquid smoke. This research is one direction completed random analitic nonexperimental design. In this research, phenol substances in liquid smoke is detemined throughout bromatometric method. The data then analyzed with Paired Samples T-test in confidence level 95%. The result shows that average level of phenol substance in twice distilled and refined liquid smoke is (1.71 ± 0.04) % w/w while (2.20 ± 0.04) % w/w in once distilled liquid smoke. Based on the Paired T-test result, there is a significant difference of phenolic substances cointained in both liquid smoke. In this case, the level of phenolic substances in twice distilled and refined liquid smoke is smaller than in once distilled liquid smoke.
Keywords : Phenol substances, Bromatometric method, liquid smoke
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya bahan makanan memerlukan pengawet untuk mencegah kerusakan bahan makanan tersebut selama proses distribusi sampai ke tangan konsumen. Bahan makanan yang diberi pengawet makanan adalah bahan makanan dalam kemasan yang memiliki kadaluarsa maupun bahan makanan segar. Bahan pengawet makanan ditambahkan ke dalam makanan untuk mempertahankan kesegaran makanan yang diawetkan. Bahan makanan segar yang banyak diawetkan antara lain adalah daging, sayur-sayuran, ikan, tahu dan mie basah. Pengawet yang sering digunakan untuk mengawetkan bahan makanan segar adalah formalin dan boraks. Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM-RI) pada tanggal 9 Januari 2006 melaporkan bahwa 77,78 persen sampel tahu di Jakarta mengandung formalin. Di Yogyakarta, sebanyak 64 persen sampel produk mie basah mengandung formalin. Ini berarti bahwa Yogyakarta merupakan daerah yang cukup rawan dan potensial dari peredaran mie yang mengandung formalin. Formalin merupakan salah satu dari lima puluh empat bahan berbahaya yang tercantum dalam lampiran 1 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor:
472/Men.Kes/Per/V/1996
tentang
Pengamanan
Bahan
Berbahaya bagi Kesehatan. Formalin adalah larutan 37% gas formaldehida dalam
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 2
air yang merupakan salah satu dari zat yang dilarang oleh pemerintah untuk digunakan dalam makanan. Boraks (Na2B4O7.10H2O), bentuk garam dari asam B
borat seharusnya digunakan sebagai antiseptik untuk pemakaian luar badan. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
1168/Men.Kes/Per/X/1999, dicantumkan bahwa formalin (formaldehida) dan boraks termasuk salah satu dari 10 bahan pengawet yang dilarang penggunaannya dalam makanan (Anonim, 1999 b). Keracunan formalin dapat terjadi akibat dari konsumsi formalin dengan kadar tinggi yang digunakan sebagai pengawet dalam makanan, contohnya mie basah. Jenis makanan ini merupakan makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat. Ketidaktahuan masyarakat akan kemungkinan adanya formalin dalam makanan dapat menjadi sebab terjadinya keracunan formalin. Kalau terpapar formaldehida dalam jumlah banyak, misalnya terminum, bisa menyebabkan kematian. Dalam tubuh manusia, formaldehida dikonversi menjadi asam format yang meningkatkan keasaman darah, tarikan nafas menjadi pendek dan sering, hipotermia, juga koma, atau sampai kepada kematian (Anonim, 2006). Keracunan boraks dapat terjadi jika boraks dengan kadar tinggi masuk ke dalam tubuh. Boraks mempunyai efek merugikan pada testis dan hypotalamic pituitary. Pada manusia dan hewan percobaan, zat kimia tersebut dapat mempengaruhi fungsi reproduksi. Boraks mampu menekan produksi hormon testosteron dan sperma. Boraks juga mengganggu mekanisme balik sistem hormon pada daerah hypotalamic pituitary. Ketika diberikan pada binatang yang dalam masa kehamilan, boraks dapat mengakibatkan gangguan perkembangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 3
janin. Selain itu, penelitian pada sejumlah pekerja yang terpapar boraks, menunjukkan bahwa zat kimia tersebut terbukti dapat mengakibatkan eksema dan iritasi pada saluran pernapasan. Bahan pengawet alternatif yang diduga cukup aman untuk digunakan adalah bahan pengawet makanan alami, misalnya asap cair (liquid smoke). Untuk pengawetan bahan makanan, asap cair tidak sedahsyat formalin atau boraks. Jika formalin bisa membuat makanan bertahan sangat lama dengan kondisi terlihat segar serta tidak berpengaruh pada cita rasa, asap cair tetap memiliki rasa dan bau seperti asap walau dari segi kesehatan lebih baik dibandingkan bahan kimia. Menurut penemu asap cair, Dr. A. H. Bambang Setiaji, M.Sc. dalam Setiaji (2000), pembuatan asap cair (liquid smoke) sangat sederhana. Tempurung kelapa dipanaskan dalam tungku pirolisis berdiameter 1,5 m. Tungku bagian atas ditutup dan diberi pipa saluran untuk mengumpulkan asap ke dalam drum besar yang dilengkapi dengan alat pendingin dan kumparan yang menghasilkan embun. Dari kondensasi tersebut terbentuklah cairan asap cair (liquid smoke). Agar cairan tidak terlalu hitam, perlu didistilasi agar lebih jernih. Asap cair dapat digunakan sebagai bahan pengawet karena kemungkinan mengandung senyawa fenolik dan aldehida yang dapat membunuh bakteri pembusuk. Asap cair yang dijual di pasaran ada dua macam, yaitu asap cair dengan satu kali distilasi dan asap cair dengan dua kali distilasi disertai penyaringan. Dengan adanya perbedaan jumlah distilasi terhadap asap cair, maka diduga terdapat perbedaan kadar senyawa fenolik total dalam kedua macam asap cair tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 4
Senyawa fenolik termasuk fenol, merupakan substansi yang sangat berbahaya bagi kesehatan dan tidak termasuk dalam bahan tambahan makanan (additive) pada Codex Alimentarius, maupun yang dikeluarkan oleh Depkes berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 722/MenKes/Per/IX/88. Apalagi, dengan paparan oral fenol sebesar 1 gram pada manusia dapat menimbulkan kematian. Dengan demikian, asap cair tidak cukup aman untuk digunakan sebagai bahan pengawet alternatif. Metode-metode yang dapat digunakan untuk menetapkan kadar senyawa fenolik adalah bromatometri, Gas Chromatography (Tesatovai dan Pacaikovai, 1983), HPLC (Tesatovai dan Pacaikovai, 1983), dan spektrofotometri visibel menggunakan pereaksi 4-amino-phenazon (Lacoste, Venable, dan Stone, 1959). Metode yang digunakan untuk menetapkan kadar senyawa fenolik dalam penelitian ini adalah bromatometri.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut muncul permasalahan sebagai berikut: a. Apakah ada kandungan senyawa fenolik dalam asap cair? b. Berapakah kadar senyawa fenolik total di dalam asap cair? c. Apakah terdapat perbedaan kadar senyawa fenolik total antara dua macam asap cair yang telah mengalami pengolahan yang berbeda?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 5
C. Keaslian Penelitian Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan, penelitian tentang penetapan kadar senyawa fenolik total dalam asap cair dengan metode bromatometri belum pernah dilakukan.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat teoritis a. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi tentang adanya kandungan senyawa fenolik dalam asap cair. b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi tentang besarnya kadar senyawa fenolik total dalam asap cair. c. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi tentang ada tidaknya perbedaan kadar senyawa fenolik total dalam dua macam asap cair yang berbeda pengolahannya.
2. Manfaat praktis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan bahwa perbedaan cara pengolahan asap cair akan mengakibatkan perbedaan kadar senyawa fenolik total dalam asap cair (liquid smoke).
3. Manfaat metodologis Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai acuan penetapan kadar senyawa fenolik total dalam pengawet makanan alami lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 6
E. Tujuan Penelitian 1. Untuk menetapkan kadar senyawa fenolik total di dalam asap cair (liquid smoke) 2. Untuk membandingkan kadar senyawa fenolik total antara dua macam asap cair (liquid smoke) yang diolah dengan cara berbeda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Asap Cair (Liquid Smoke) Asap diartikan sebagai suatu suspensi partikel-partikel padat dan cair dalam medium gas (Buell dan Girard, 1992). Asap cair (liquid smoke) merupakan larutan dari dispersi asap kayu dalam air yang dibuat dengan mengkondensasikan asap hasil pirolisis kayu. Cara yang umum digunakan untuk menghasilkan asap pada pengasapan makanan adalah dengan membakar serbuk gergaji kayu keras dalam suatu tempat yang disebut alat pembangkit asap, kemudian asap tersebut dialirkan ke rumah asap dalam kondisi sirkulasi udara dan temperatur yang terkontrol (Setiaji, 2000). Asap cair yang diperoleh dari hasil pembakaran batok kelapa berupa cairan berwarna coklat keruh, sehingga asap cair tersebut didistilasi terlebih dahulu untuk mengurangi kandungan benzo[a]pyrene dalam asap cair. Namun, asap cair yang telah didistilasi masih keruh sehingga distilat yang diperoleh kemudian didistilasi kembali kemudian disaring sehingga didapatkan asap cair yang lebih jernih dan berwarna coklat sangat muda (Setiaji, 2000). Produksi asap cair merupakan hasil pembakaran tidak sempurna yang melibatkan reaksi dekomposisi karena pengaruh panas, polimerisasi, dan kondensasi. Penggunaan berbagai jenis kayu sebagai bahan bakar pengasapan telah banyak dilaporkan. Pembuatan bandeng asap di daerah Sidoarjo, menggunakan berbagai jenis kayu sebagai bahan bakar seperti kayu bakau, serbuk
7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 8
gergaji kayu jati, ampas tebu, dan kayu bekas kotak kemasan. Asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu keras akan berbeda komposisinya dengan asap yang dihasilkan dari pembakaran kayu lunak. Pada umumnya kayu keras akan menghasilkan aroma yang lebih unggul, lebih kaya kandungan aromatik dan lebih banyak mengandung senyawa asam dibandingkan kayu lunak (Buell dan Girard, 1992). Asap cair memiliki kemampuan untuk mengawetkan bahan makanan karena adanya senyawa asam, fenolik, dan karbonil. Pirolisis tempurung kelapa menghasilkan asap cair dengan kandungan senyawa-senyawa sebagai berikut : asam asetat, asam formiat, maltol, metil siklopentenolon, etil siklopentenolon, dimetilsiklopentenolon, furfural, dan 5-hidroksimetilfurfural (dari hasil pirolisis selulosa), fenol, orto-, meta- dan para-kresol, guaiakol, 4-metilguaiakol, 4etilguaiakol, 4-propilguaiakol, pirokatekol, trimetilfenol, vanilin, 4-(2-propio)vanilon,
4-(1-propio)-vanilon,
asetovanilon,
2,4,5-trimetilbenzaldehida,
4-
hidroksiasetofenon, eugenol, cis- dan trans-isoeugenol, 2,6-dimetoksifenol (Syringol), 4-methylsyringol, 4-ethylsyringol, 4-propylsyringol, 4-acetosyringol, 4-(2-propio)-syringol, 4-(1-propio)-syringol, cis- dan trans-4-(1-propenyl)syringol, 4-(2-propenyl)-syringol, dan syringaldehyde (dari hasil pirolisis lignin) (Anonim, 2001). Di Amerika Serikat, pengolah daging menggunakan asap cair yang telah mengalami pengendapan dan penyaringan untuk memisahkan senyawa tar. Pasar internasional untuk produk asap cair ini meliputi Amerika, Eropa, Afrika, Australia, dan Amerika Selatan. Asap cair ini telah diaplikasikan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 9
pengawetan daging, termasuk daging unggas, kudapan daging, ikan salmon dan kudapan lainnya. Asap cair juga digunakan untuk menambah citarasa pada saus, sup, sayuran dalam kaleng, bumbu, dan rempah-rempah (Setiaji, 2000). Asap cair sudah umum digunakan untuk menggantikan pengasapan tradisional dan sudah diproduksi secara komersial. Komponen asap terutama berfungsi untuk memberi cita rasa dan warna yang diinginkan pada produk asapan, dan berperan dalam pengawetan dengan bertindak sebagai antibakteri dan antioksidan. Asap telah diketahui memiliki sifat antioksidan dan antimikroba disamping sifat-sifat lain misalnya merubah tekstur pada produk olahan (daging, ikan) dan merubah kualitas nutrisi pada produk olahan (Setiaji, 2000). Aplikasi baru asap cair adalah untuk menambah cita rasa pada makanan rendah lemak. Pada aplikasi tersebut perlu diperhatikan warna produk yang dihasilkan, karena ada beberapa produk yang menghendaki warna coklat, sementara beberapa produk lainnya tidak menghendaki terbentuknya warna coklat. Selain memiliki segi-segi keuntungan, proses pengasapan dapat menyebabkan bahan pangan mengandung benzo[a]piren yang bersifat karsinogen yang tidak dikehendaki, dan telah banyak dilakukan usaha untuk mengeliminasi kandungan senyawa tersebut dalam produk pengasapan (Setiaji, 2000). Asap cair memiliki banyak manfaat dan telah digunakan pada berbagai industri, antara lain : 1. Industri pangan Asap cair ini mempunyai kegunaan yang sangat besar sebagai pemberi rasa dan aroma yang spesifik juga sebagai pengawet karena sifat antimikroba dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 10
antioksidannya. Dengan tersedianya asap cair maka proses pengasapan tradisional dengan menggunakan asap secara langsung yang mengandung banyak kelemahan seperti pencemaran lingkungan, proses tidak dapat dikendalikan, kualitas yang tidak konsisten serta timbulnya bahaya kebakaran dapat dihindari. Juga digunakan untuk food processing seperti tahu, mie basah, dan bakso. 2. Industri perkebunan Asap cair dapat digunakan sebagai koagulan lateks dengan sifat fungsional asap cair seperti antijamur, antibakteri dan antioksidan tersebut dapat memperbaiki kualitas produk karet yang dihasilkan. 3. Industri kayu Kayu yang diolesi dengan asap cair mempunyai ketahanan terhadap serangan rayap daripada kayu yang tanpa diolesi asap cair (Setiaji, 2000).
B. Fenol Fenol merupakan senyawa hidrokarbon aromatik monosubstitusi. Fenol murni berupa padatan kristalin yang berwarna putih, bahkan hampir tidak berwarna. Fenol akan terasa manis, berbau seperti bau asam bila terlarut dengan konsentrasi sekitar 40 ppb dalam udara dan 1-8 ppm dalam air. Fenol sangat mudah menguap/volatil, dan sangat larut dalam air. Fenol termasuk dalam senyawa yang mudah terbakar (ATSDR, 1988). Sifat fisika kimia fenol yang lainnya dapat dilihat pada tabel I.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 11
Tabel I. Sifat Fisika Kimia Fenol
Benzenol, hydroxybenzene, monophenol, Sinonim
oxybenzene, phenyl alcohol, phenyl hydrate, phenyl hydroxide
Nama dagang
Carbolic acid, phenic acid, phenic alcohol
Titik lebur (°C)
43
Titik didih (°C)
181,8
Tekanan uap (pada 25 °C)
0,3513
Kerapatan
1,0576
Flashpoint
85 °C
Kelarutan (g/L pada 25 °C)
87
Log Kow
1,46
Berat molekul
94,12
Rumus empiris
C6H6O
Rumus struktur
OH
(Lide, 1993) Fenol secara alami terdapat dalam feses hewan maupun manusia, sebagai hasil penguraian asam amino aromatik dalam sistem metabolisme tubuh manusia. Semua tumbuhan yang mengandung lignin dan selulosa juga bertindak sebagai sumber alami fenol di alam, sehingga fenol dalam skala besar biasanya didapatkan dengan mengisolasi kandungan fenol dalam batu bara (ATSDR, 1988). Fenol banyak digunakan sebagai senyawa intermediate dalam sintesis senyawa resin fenolik, yang banyak digunakan dalam pembuatan plywood, senyawa adhesive, konstruksi bangunan, perakitan mobil, dan mesin-mesin industri. Fenol juga digunakan untuk membuat fiber sintetis misalnya nilon dan prekursor resin epoksi misalnya bis-fenol (ATSDR, 1988).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 12
Fenol bersifat toksik pada bakteri dan jamur, sehingga banyak digunakan sebagai disinfektan. Karena sifat anastetiknya, fenol pernah digunakan sebagai obat anti-infeksi. Aktivitas bakterisid senyawa fenolik dibandingkan dengan fenol USP, dinyatakan sebagai koefisien fenol, yang menunjukkan perbandingan pengenceran desinfektan terhadap pengenceran fenol yang diperlukan untuk membunuh galur mikroorganisme tertentu (Wilson dan Gisvold, 1982). Tabel II memberikan koefisien fenol beberapa fenol tersubstitusi dan senyawa fenolik yang memiliki daya bakterisid (Auterhoff, 1978). Tabel II. Koefisien fenol beberapa fenol tersubstitusi dan senyawa fenolik yang memiliki daya bakterisid. Senyawa fenolik
Koefisien fenol
Fenol m-Kresol Timol Xylenol Klor-timol
1 2,5 30 70 75
Akan tetapi, sekarang fenol tidak lagi digunakan dalam pengobatan karena paparan akut oleh fenol per inhalasi maupun kontak dermal dapat menyebabkan iritasi kulit, selaput membran, dan luka bakar. Paparan akut per oral sangat beracun, paparan sebanyak satu gram dapat bersifat letal bagi manusia. Dalam jumlah yang lebih rendah dapat menyebabkan kerusakan hepar dan ginjal, kerusakan sistem kardiovaskuler mencakup turunnya heart rate, depresi otot jantung dan penurunan tekanan darah. Paparan kronis fenol dapat menyebabkan nekrosis organ (Anonim, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 13
C. Farmakokinetika Fenol Hasil penelitian pada tikus maupun sukarelawan menunjukkan bahwa fenol sangat mudah memapari manusia melalui berbagai jalur absorbsi. Ditemukannya lebih dari 90% fenol dari dosis yang diberikan pada urin menunjukkan bahwa fenol dapat diabsorbsi sempurna oleh tubuh (Hughes dan Hall, 1995; Kenyon et al., 1995). Jumlah fenol yang dapat diabsorbsi tubuh akan dipengaruhi oleh jalur pemaparan fenol. Pemaparan melalui kulit memungkinkan fenol yang terabsorbsi menjadi lebih sedikit dibanding pemaparan jalur per oral dan per inhalasi (Tanaka et al., 1998). Akan tetapi, kecepatan absorbsi fenol melalui pemaparan jalur manapun adalah sama, yang ditunjukkan dengan waktu onset penampakan gejala keracunan fenol adalah 4,5 jam setelah pemaparan (Hotchkiss et al., 1992; Hughes dan Hall, 1995). Fenol akan segera terdistribusi dengan cepat di dalam tubuh melalui jalur pemaparan manapun. Penelitian pada tikus menunjukkan bahwa organ-organ yang memiliki kemampuan perfusi tinggi, seperti hepar, ginjal, dan paru mengandung fenol dalam kadar yang lebih tinggi dibanding di dalam darah (Hughes dan Hall, 1995). Di dalam tubuh, fenol akan mengalami biotransformasi umumnya pada fase dua dengan berlangsungnya konjugasi sulfat dan glukuronat. Namun fenol yang tidak terkonjugasi akan menjadi substrat untuk oksidasi enzim sitokrom P450 2E1, menghasilkan senyawa hidrokuinon, bifenol dan katekol (Barron, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 14
Hasil penelitian Capel et al. (1972) dengan memberikan senyawa fenol secara per oral dengan dosis 0,01 mg/kgBB pada tiga orang dewasa sehat, menunjukkan bahwa 85-95% dari dosis fenol yang diberikan akan diekskresikan keluar dari tubuh setelah 24 jam dengan 69-90% dieksresikan sebagai fenil sulfat, 4-23% dieksresikan sebagai fenil glukuronida, sementara sisanya dieksresikan sebagai hidrokuinon. Namun pada pemberian dengan dosis lebih tinggi, jalur sulfasi dan glukuronidasi menjadi jenuh, sehingga fenol tidak dapat termetabolisme. Hal ini akan mengakibatkan naiknya kadar fenol secara mendadak di dalam darah yang berkorelasi dengan semakin meningkatnya toksisitas akut fenol (Sawahata dan Neal, 1983; Gilmour et al., 1986; Chapman et al., 1994; Kenyon et al., 1998). Fenol dalam jumlah kecil akan sangat mudah diekskresikan dari tubuh tanpa mengalami akumulasi, dengan jalur utama ekskresi adalah melalui urin, dan sedikit sekali yang dikeluarkan melalui hepar (Ohtsuji dan Ikeda, 1972). Fenol juga memiliki klirens dalam darah yang sangat cepat karena waktu paruh fenol dalam darah diperkirakan hanya 13,86 jam (Bentur et al., 1998).
D. Bahan Tambahan Makanan 1. Pengertian bahan tambahan makanan Bahan tambahan makanan dalam pengertian luas adalah setiap bahan yang ditambahkan pada makanan. Istilah ini menunjukkan bahwa bahan tambahan makanan yang digunakan bertujuan untuk memberikan karakteristik makanan tertentu. Definisi ini termasuk beberapa bahan yang digunakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 15
dalam produksi, pengolahan, pengemasan, pengangkutan, atau penyimpanan makanan (Anonim, 1999 a). Bahan tambahan makanan dalam pengertian khusus adalah senyawa kimia yang sengaja dimasukkan ke dalam makanan untuk membantu proses pembuatan, bertindak sebagai pengganti atau memperbaiki kualitas makanan yang bertujuan untuk mengawetkan makanan atau untuk membuatnya lebih menarik (deMan, 1989). Penggunaan bahan tambahan dalam makanan mempunyai fungsi yang
beragam.
Bahan
tambahan
dapat
membantu
kestabilan
pada
penyimpanan makanan seperti membuat awet, sehat, dan menarik dari tempat awal produksi sampai tempat pemasaran. Bahan pangan membutuhkan bahan tambahan karena bahan pangan dapat rusak akibat pengaruh faktor lingkungan, misalnya perubahan temperatur, oksidasi, dan pencemaran mikroorganisme (Buckle et al., 1987). Bahan tambahan mempunyai lima kegunaan, yaitu sebagai bahan yang ditambahkan untuk memelihara konsistensi produk (sebagai emulgator, stabilisator, pengembang, anti kempal), membuat makanan tetap dalam tekstur yang baik, meningkatkan atau menjaga nilai gizi (vitamin dan mineral), mempertahankan makanan tetap sehat (contohnya pengawet dan antioksidan), mengontrol keasaman atau kebasaan (contohnya ragi dan bahan-bahan untuk memodifikasi keasaman atau kebasaan makanan), mempertinggi aroma, dan memperkuat warna yang dikehendaki dengan bumbu-bumbu dan aroma alami (Lu, 1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 16
2. Bahan pengawet kimia Bahan pengawet menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 722/Men.Kes/PER/X/1988 adalah bahan tambahan yang dapat mencegah atau menghambat fermentasi, pengasaman atau peruraian lain terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme (Anonim, 1990). Bahan-bahan pengawet kimia adalah salah satu kelompok dari sejumlah besar bahan-bahan kimia yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan pangan atau ada di dalam bahan pangan sebagai akibat dari perlakuan pra-pengolahan atau penyimpanan. Untuk penyesuaian dengan penggunaannya dalam pengolahan secara baik, penggunaan bahan-bahan pengawet ini seharusnya tidak menimbulkan penipuan, menurunkan nilai gizi bahan pangan, dan tidak memungkinkan pertumbuhan organisme-organisme yang menimbulkan keracunan bahan pangan (Buckle et al., 1987). National Health and Medical Research Council menyebutkan bahwa bahan-bahan pengawet kimia yang digunakan dalam makanan antara lain: asam benzoat, sulfit, metabisulfit, nisin, asam askorbat dan propionat atau garam-garamnya dan senyawa peroksida (Buckle et al., 1987).
E. Titrasi Redoks Analisis secara titrimetri berdasarkan reaksi kimia seperti : aA + tT →
hasil
(1)
Dengan keterangan : a molekul analit A bereaksi dengan t molekul pereaksi T. Pereaksi T disebut titran, biasanya dalam sebuah buret, dalam bentuk larutan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 17
dengan konsentrasi yang diketahui. Titran merupakan larutan standar dan konsentrasinya ditetapkan oleh suatu proses standarisasi. Penambahan titran dilakukan hingga sejumlah titran yang secara kimia setara dengan analit yang telah ditambahkan maka dapat dikatakan bahwa titik ekivalen telah tercapai. Untuk mengetahui apakah penambahan titran sudah harus dihentikan, dapat digunakan suatu senyawa kimia yang disebut indikator, yang mempunyai tanggapan terhadap adanya titran berlebih yang biasanya ditunjukkan dengan perubahan warna (Underwood dan Ray, 1999). Titik ekivalen tercapai bila grek analit tepat sama banyaknya dengan grek zat standar. Dalam titrimetri, titik ekivalen tersebut ditetapkan dengan memakai suatu indikator, yaitu zat yang akan mengalami perubahan saat titik ekivalen tercapai. Wujud perubahan indikator itu mungkin suatu perubahan warna atau pembentukan suatu presipitan. Pada umumnya perubahan indikator tersebut tidak terjadi tepat pada titik ekivalen tetapi beberapa saat setelah titik ekivalen itu tercapai. Saat suatu indikator mengalami perubahan disebut sebagai titik akhir titrasi. Pemilihan indikator harus setepat-tepatnya agar selisih antara titik ekivalen dan titik akhir titrasi menjadi sekecil-kecilnya sehingga mampu menekan resiko terjadinya kesalahan titrasi (Skoog dan West, 1994). Titrasi redoks adalah titrasi yang meliputi hampir semua reaksi oksidasireduksi. Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia pada saat suatu senyawa mengalami kenaikan bilangan oksidasi sedangkan reduksi digunakan untuk setiap penurunan bilangan oksidasi. Artinya, proses oksidasi disertai dengan hilangnya elektron, sedangkan reduksi memperoleh elektron. Oksidator adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 18
senyawa yang mengandung salah satu atom yang mengalami penurunan bilangan oksidasi. Sebaliknya pada reduktor atom yang terkandung mengalami kenaikan bilangan oksidasi. Oksidasi atau reduksi harus selalu berlangsung bersama dan saling mengkompensasi satu sama lain. Istilah oksidator reduktor mengacu kepada suatu senyawa tidak pada atomnya saja. Jika suatu zat berperan baik sebagai oksidator atau reduktor maka zat tersebut dikatakan mengalami auto oksidasi atau disproporsionasi (Khopkar, 1990). Berbeda dengan reaksi netralisasi, pada reaksi redoks terjadi transfer elektron dari pasangan reduktor ke pasangan pengoksidasi. Kedua reaksi paro dari suatu reaksi reduksi-oksidasi umumnya ditulis sebagai berikut : red
oks
+
ne
(2)
Red menunjukkan bentuk tereduksi dan oks menunjukkan bentuk teroksidasi, n adalah jumlah elektron yang ditransfer dan e adalah elektron. Tidak mungkin ada suatu reaksi paro redoks (reduksi-oksidasi), untuk itu diperlukan 2 reaksi paro, satu memberikan elektron dan yang lainnya mempergunakannya. Pada persamaan (2) terlihat bahwa oksidasi adalah proses hilangnya elektron pada suatu senyawa dan reduksi adalah proses suatu senyawa memperoleh elektron (Connors, 1982). Hal lain yang harus diperhatikan pada analisis secara titrimetri adalah peneraan alat yang akan digunakan. Peneraan atau kalibrasi alat sangat penting untuk mengurangi kesalahan sistematik akibat pemilihan dan penggunaan alat yang digunakan dalam analisis. Pemilihan pipet dan buret dapat dilihat pada tabel III dan tabel IV.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 19
Tabel III. Syarat penggunaan pipet
Volume (ml) 1 2 3 10 25 50 100 Batas kesalahan (ml) 0,006 0,006 0,01 0,02 0,03 0,05 0,08 Batas kesalahan (%) 0,6 0,3 0,2 0,2 0,12 0,1 0,08
Tabel IV. Syarat penggunaan buret
Volume (ml) 10 25 50 Pembagian skala (ml) 0,02 0,1 0,1 Batas kesalahan (ml) 0,02 0,03 0,05 Tabel III dan IV dapat membantu penentuan pilihan terhadap penggunaan alat pipet maupun buret (Anonim, 1995).
F. Hipotesis Cara pengolahan asap cair yang berbeda menyebabkan perbedaan kadar senyawa fenolik total.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian ini tergolong dalam penelitian non-eksperimental analitik dengan rancangan penelitian murni sederhana dengan analisis statistik menggunakan uji T (Turkey).
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian a. Variabel bebas. Variabel bebas yaitu variabel yang direncanakan untuk diberi pengaruhnya terhadap variabel tergantung. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perlakuan pengolahan untuk mendapatkan asap cair yaitu distilasi dua kali disertai penyaringan dan distilasi satu kali. b. Variabel tergantung. Variabel tergantung yaitu titik pusat permasalahan yang merupakan kriteria penelitian ini. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah kadar senyawa fenolik total dalam asap cair. c. Variabel pengacau terkendali Variabel pengacau terkendali yaitu variabel yang diketahui atau secara teoritis mempuyai pengaruh terhadap variabel tergantung, tetapi dapat dikendalikan. Variabel pengacau terkendali dalam penelitian ini adalah :
20
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 21
1) Jenis asap cair. Asap cair yang digunakan adalah asap cair yang diambil dari satu toko. 2) Alat yang digunakan yaitu buret dan pipet dikendalikan dengan cara mengukur validitas metode yang digunakan [persen perolehan kembali (recovery), kesalahan sistematik, dan kesalahan acak]. 2. Definisi Operasional a. Liquid smoke adalah asap yang diperoleh dari hasil pirolisis tempurung kelapa yang kemudian dikondensasi untuk selanjutnya digunakan sebagai bahan pengawet makanan. b. Bromatometri adalah titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi tidak langsung antara analit dengan brom bebas yang diperoleh dari reduksi bromat. c. Pengolahan asap cair yaitu distilasi satu kali dan distilasi dua kali disertai penyaringan. d. Kadar senyawa fenolik total dihitung sebagai fenol dalam asap cair dalam satuan % b/b.
C. Bahan Penelitian Kalium bromat, natrium tiosulfat pentahidrat, amilum soluble, fenol, dan natrium hidroksida (p.a. E. Merck); Kalium bromida, kalium iodida (Sigma Chem. Co.); Asam klorida pekat (Brataco Chemica); Aquadest (Fakultas Farmasi USD Yogyakarta); Asap cair (liquid smoke) yang didistilasi satu kali (Asap cair A) dan asap cair yang didistilasi dua kali disertai penyaringan (Asap cair B).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 22
D. Alat Penelitian Alat-alat gelas yang lazim digunakan dalam laboratorium analisis, timbangan analitik dengan sensitivitas 100,0 mg (Shimadzu, type LM20), buret dengan skala terkecil 0,05 ml.
E. Jalannya Penelitian 1. Pembuatan larutan Kalium bromat 0,1 N Larutan kalium bromat 0,1 N dibuat dengan melarutkan 0,2784 g kalium bromat P (KBrO3) dalam aquadest hingga 100,0 ml (Anonim, 1995).
2. Pembuatan dan pembakuan larutan standar Natrium tiosulfat 0,1 N Pembuatan. Lebih kurang 6,5 g natrium tiosulfat pentahidrat P dan 50 mg natrium karbonat P dilarutkan dalam air bebas CO2 yang sebelumnya telah dididihkan 5 menit dan didinginkan, hingga 250,0 ml (Anonim, 1995). Pembakuan. Lebih kurang 40,0 ml larutan kalium bromat dipindahkan secara seksama ke dalam labu Erlenmeyer bersumbat kaca, kemudian ditambahkan 3 g kalium iodida P dan 3 ml asam klorida P. Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan natrium tiosulfat, dan 3 ml indikator kanji LP ditambahkan mendekati titik akhir, titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang (Anonim, 1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 23
Standarisasi larutan natrium tiosulfat dilakukan sebelum penetapan kadar sampel dengan tiga kali replikasi. Setelah diketahui normalitas rata-ratanya, dihitung standar error untuk setiap kali standarisasi.
3. Pembuatan larutan pereaksi a. Larutan Brom 0,1 N Tiap 1000 ml larutan mengandung 7990 g Br (Anonim, 1995). Satu koma lima (1,5) g kalium bromat P dan 7,5 g kalium bromida P dilarutkan dalam aquadest hingga 500,0 ml (Anonim, 1995). b. Larutan Kalium iodida LP Enam belas koma lima (16,5) g kalium iodida P dilarutkan dalam aquadest hingga 100 ml (Anonim, 1995). c. Larutan Kanji LP Lima ratus (500) mg kanji P digerus dengan 5 ml aquadest, lalu ditambahkan ke dalam aquadest hingga 100 ml sambil diaduk, didihkan hingga seluruh kanji larut, kemudian disaring (Anonim, 1995).
4. Uji validasi metode penetapan kadar senyawa fenolik total a. Pembuatan larutan stock fenol 1,00% b/v Satu (1) gram fenol baku ditimbang seksama, kemudian dilarutkan dalam aquadest hingga 100,0 ml.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 24
b. Penetapan blanko Sepuluh mililiter (10,0 ml) aquadest dipipet ke dalam labu Erlenmeyer bersumbat kaca, lalu ditambahkan 20,0 ml brom 0,1 N LV, kemudian ditambahkan 5 ml asam klorida P, dan segera ditutup. Labu dikocok berulang-ulang selama 30 menit, didiamkan selama 15 menit, dan 5 ml larutan kalium iodida LP ditambahkan dengan cepat, kemudian ditutup. Labu dikocok kuat-kuat, sumbat dibuka untuk dibilas dengan sedikit aquadest ke dalam labu. Iodium bebas dititrasi dengan natrium tiosulfat 0,1 N LV, menggunakan indikator 3 ml kanji LP yang ditambahkan sebelum titik akhir, titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang. c. Penentuan perolehan kembali (recovery) Dari larutan stock fenol dibuat tiga peringkat larutan fenol dengan kadar 0,10, 0,20, dan 0,30% b/v dengan lima kali replikasi menggunakan pelarut aquadest hingga volume 100,0 ml. Larutan fenol tersebut dipipet 10,0 ml ke dalam labu Erlenmeyer bersumbat kaca, ditambah 20,0 ml brom 0,1 N LV, kemudian ditambah 5 ml asam klorida P, segera tutup. Labu dikocok berulang-ulang selama 30 menit, kemudian didiamkan selama 15 menit, ditambah 5 ml larutan kalium iodida LP. Labu dikocok kuat-kuat, dibuka sumbatnya, sumbat dan leher labu dibilas dengan sedikit aquadest ke dalam labu. Iodium bebas yang dihasilkan dititrasi dengan natrium tiosulfat, dengan indikator dalam kanji LP yang ditambahkan menjelang titik akhir titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang (Anonim, 1995).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 25
Data yang diperoleh dihitung untuk mendapatkan kadar fenol dalam larutan. Penemuan kembali diperoleh dengan mencari rasio antara kadar terukur dengan kadar sebenarnya dikalikan 100%. Rumus penentuan perolehan kembali, recovery (P): P=
Kadar terukur x 100% Kadar sebenarnya
Syarat metode analisis yang valid yaitu jika metode tersebut memberikan nilai perolehan kembali (recovery) yang tinggi (97 – 103% untuk kadar analit pada matriks sampel antara 1-10%) (Harmita, 2004). d. Kesalahan sistematik Kesalahan sistematik = 100% - P Keterangan : P adalah perolehan kembali, recovery (%) Kesalahan sistematik yang baik yaitu kurang dari 3% untuk kadar analit pada matriks sampel antara 1-10% (Harmita, 2004). e. Kesalahan acak Kesalahan acak dicerminkan oleh CV (coefficient of variation) Kesalahan acak (CV) =
SD x 100% X n
Keterangan : simpangan baku (SD) =
∑ (x − x) i =1
n −1
2
,
X adalah nilai rata-rata
Nilai kesalahan acak yang baik yaitu kurang dari 2,5% untuk kadar analit antara 1-10% (Harmita, 2004).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 26
5. Pengambilan dan Penyiapan Sampel Asap cair yang digunakan adalah asap cair yang diambil dari satu toko. Asap cair ditimbang seksama 2 g, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur volume 100 ml, dilarutkan dengan 4 ml NaOH 10% b/v hingga pH = 10, kemudian ditambah dengan aquadest hingga batas tanda (Helrich, 1990).
6. Uji Kualitatif Senyawa Fenolik Sampel Sampel asap cair diuji kandungan senyawa fenoliknya dengan pereaksi FeCl3, kemudian diamati warna yang terbentuk. Hasilnya kemudian ditambah etanol untuk diamati perubahan intensitas warnanya.
7. Penetapan Blanko Sepuluh mililiter (10,0 ml) aquadest dipipet ke dalam labu Erlenmeyer bersumbat kaca, lalu ditambahkan 20,0 ml brom 0,1 N LV, kemudian ditambahkan 5 ml asam klorida P, dan segera ditutup. Labu dikocok berulangulang selama 30 menit, didiamkan selama 15 menit, dan 5 ml larutan kalium iodida LP ditambahkan dengan cepat, kemudian ditutup. Labu dikocok kuatkuat, sumbat dibuka untuk dibilas dengan sedikit aquadest ke dalam labu. Iodium bebas dititrasi dengan natrium tiosulfat, menggunakan indikator 3 ml kanji LP yang ditambahkan sebelum titik akhir, titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 27
8. Penetapan kadar senyawa fenolik total dalam asap cair Sepuluh (10,0) ml larutan sampel dipindahkan ke dalam labu Erlenmeyer bersumbat kaca, lalu ditambahkan 20,0 ml brom 0,1 N LV, 5 ml asam klorida P, dan segera ditutup. Labu dikocok berulang-ulang selama 30 menit, dan didiamkan selama 15 menit, lalu ditambahkan dengan cepat 5 ml larutan kalium iodida LP, dan segera ditutup. Setelah itu, labu dikocok kuat-kuat, sumbatnya dibuka, dibilas dengan sedikit air ke dalam labu. Iodium bebas yang dihasilkan dititrasi dengan natrium tiosulfat, dengan indikator kanji LP yang ditambahkan sebelum titik akhir, titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang (Anonim, 1995).
F. Analisis Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini berupa volume titran (Natrium tiosulfat) yang dibutuhkan untuk meniter iodium bebas yang dilepaskan oleh tiaptiap sampel. Dari data tersebut kemudian dihitung kadar senyawa fenolik total dalam sampel dan dinyatakan dengan satuan persen berat (% b/b). Data penetapan kadar senyawa fenolik total dalam sampel yang diperoleh dari uji kuantitatif untuk masing-masing jenis sampel asap cair dianalisis dengan uji Turkey untuk melihat perbedaan masing-masing perlakuan pengolahan terhadap kadar senyawa fenolik total yang terkandung di dalamnya. •
Rumus perhitungan dengan uji T. T hitung =
(X 1 − X 2 ) n 1 .SD 12 + n 2 .SD 22
n 1 .n 2 (n 1 + n 2 − 2) (n 1 + n 2 )
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 28
Daerah krisis tahap nyata α = 0,05 secara dua arah dengan n1 dan n2 adalah t > t(0.025; Σ n-2) dan t < -t(0.025; Σ n-2)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Pembuatan dan Standarisasi Larutan Standar
Pada penelitian ini, metode yang digunakan untuk menetapkan kadar senyawa fenolik total dalam liquid smoke adalah bromatometri. Untuk menetapkan kadar senyawa fenolik total dalam sampel pada metode ini, diperlukan larutan standar yang sudah diketahui normalitasnya. Dengan mengetahui normalitas larutan standar, maka kadar senyawa fenolik total dalam sampel dapat diketahui. Larutan standar yang digunakan dalam penelitian ini yaitu natrium tiosulfat. Larutan natrium tiosulfat merupakan larutan standar sekunder. Hal ini disebabkan karena natrium tiosulfat merupakan larutan yang tidak stabil dalam penyimpanan karena akan terdekomposisi menjadi natrium hidrogen sulfit dan endapan belerang menurut reaksi : S2O32- (aq) + H+ → HSO3- (aq) + S (s) Dekomposisi tersebut dapat dipengaruhi oleh pH larutan, adanya mikroorganisme, konsentrasi larutan, keberadaan ion Cu2+, dan pengaruh cahaya. Dengan adanya dekomposisi natrium tiosulfat tersebut, maka normalitas larutan natrium tiosulfat tidak dapat diketahui dengan pasti, sehingga perlu distandarisasi dengan suatu larutan standar primer. Larutan natrium tiosulfat distandarisasi dengan larutan kalium bromat yang telah diketahui normalitasnya. Karena normalitas larutan kalium bromat
29
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 30
telah diketahui, maka normalitas larutan natrium tiosulfat dapat ditentukan. Dalam penelitian ini, normalitas larutan kalium bromat yang digunakan dapat dilihat pada lampiran 1. Menurut Skoog et al. (1994), larutan standar primer yang terbaik untuk menstandarisasi larutan natrium tiosulfat adalah larutan kalium iodat dan larutan kalium iodida dalam suasana asam, yang akan menghasilkan I2 bebas untuk mengoksidasi ion tiosulfat menjadi ion tetrationat. Namun dalam Farmakope Indonesia edisi IV, larutan standar primer yang digunakan untuk menstandarisasi larutan natrium tiosulfat adalah larutan kalium bromat dan larutan kalium bromida (air brom) dalam suasana asam. Bila kalium bromat dan kalium bromida dicampurkan dalam aquadest kemudian diasamkan, maka akan segera terjadi reaksi : BrO3- + 5Br- + 6H+ → 3Br2↑ + 3H2O Brom yang dibebaskan kemudian direaksikan dengan kalium iodida yang berlangsung secara stoikiometri menurut reaksi : Br2 + 2I- → 2Br- + I2 Iodin (I2) yang dibebaskan ini sangat larut dalam air (1,33x10-3 M pada suhu 20 ºC), namun kelarutannya akan bertambah bila iodin bebas tersebut membentuk kompleks dengan iodida membentuk triiodida/iodin terlarut. Reaksi : I2 + I- → I3Iodin terlarut yang dihasilkan ini yang akan mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat menurut reaksi : I3- + 2S2O32- → 3I- + S4O62-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 31
Baik brom maupun iodin terlarut dapat sama-sama bertindak sebagai oksidator untuk mengoksidasi tiosulfat menjadi tetrationat. Akan tetapi karena daya oksidasi brom lebih kuat daripada iodin, maka tiosulfat yang sudah teroksidasi oleh brom membentuk tetrationat akan teroksidasi lebih lanjut lagi membentuk peroksidisulfat. Reaksinya adalah sebagai berikut : Br2 + 2S2O32- → 2Br- + S4O62S4O62- + 9Br2 + 10H2O → 18HBr + 2S2O82- + 2H+ Rentang buret yang digunakan berkisar 20-80% dari volume buret tersebut. Hal ini untuk menjaga agar persentase kesalahan penggunaan buret tidak semakin besar sehingga kesalahan sistematik yang mungkin terjadi juga dapat dihindari. Data hasil standarisasi larutan standar Na2S2O3 dapat dilihat di tabel V dan contoh perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 2. Tabel V. Hasil Standarisasi Larutan standar Na2S2O3 Percobaan ke-
1 2 3 4
Normalitas Na2S2O3
0,1037 0,1037 0,1046 0,1002 0,0992 0,0982 0,1075 0,1060 0,1050 0,1325 0,1342 0,1361
Purata (N)
SE
0,1040 0,0003 0,0992 0,0006 0,1062 0,0007 0,1343 0,0010
Dari tabel V di atas ditunjukkan bahwa nilai standar error yang terjadi sangat kecil. Hal ini mengindikasikan bahwa data hasil standarisasi diasumsikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 32
tidak mengalami penyimpangan yang berarti pada setiap replikasi dalam satu kali standarisasi. Selanjutnya data ini digunakan untuk menganalisis penetapan kadar senyawa fenolik dalam sampel.
B.
Uji Validasi Metode dan Percobaan Pendahuluan
Uji validasi metode dilakukan dengan maksud untuk mengetahui apakah metode penetapan kadar secara bromatometri untuk sampel yang telah dirancang memenuhi kriteria penetapan kadar secara umum atau tidak. Sebelum dilakukan uji validasi metode, juga dilakukan percobaan pendahuluan untuk mencari batasan optimal untuk tiap-tiap langkah kerja dalam penetapan kadar senyawa fenolik. Beberapa parameter yang dioptimasi antara lain jumlah penambahan larutan brom, lamanya waktu penggojogan labu, dan lamanya waktu pendiaman labu setelah digojog. Berdasarkan hasil beberapa kali percobaan pendahuluan, didapatkan bahwa jumlah penambahan larutan brom berbanding lurus dengan jumlah titran Na2S2O3 yang dibutuhkan. Maka diputuskan untuk menambahkan larutan brom sebanyak 20,0 ml dengan pertimbangan bahwa kadar senyawa fenolik total di dalam sampel cukup kecil, sehingga penambahan dalam jumlah besar tidak efisien. Hal ini disebabkan jumlah brom yang bereaksi dengan sampel sangat sedikit sehingga akan tersisa brom dalam jumlah banyak, yang mengakibatkan banyaknya jumlah titran yang dibutuhkan untuk menitrasi I2 yang dibebaskan dari sisa brom. Lama penggojogan labu ternyata tidak mempengaruhi hasil penetapan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 33
kadar senyawa fenolik dengan metode bromatometri, asalkan labu digojog sampai homogen. Waktu penggojogan labu yang dipakai selama penelitian adalah 30 menit karena cairan di dalam labu baru mulai terdispersi homogen setelah digojog hampir 30 menit. Berdasarkan hasil percobaan pendahuluan, bila labu didiamkan kurang dari 15 menit, maka brom yang terbentuk belum bereaksi seluruhnya dengan senyawa fenolik dalam sampel, yang ditunjukkan dengan timbulnya kembali warna ungu setelah titik akhir titrasi tercapai dan analit dibiarkan selama lebih dari 10 menit. Namun, setelah didiamkan lebih dari 10 menit, jumlah titran yang dibutuhkan semakin lama semakin sedikit. Hal ini dimungkinkan karena brom bebas yang terbentuk menguap, karena senyawa halogen termasuk senyawa yang mudah menguap. Dengan demikian, didapatkan waktu pendiaman labu yang optimal adalah 15 menit. Prinsip dari metode bromatometri adalah reaksi substitusi nukleofilik pada posisi orto dan para pada gugus –OH fenolik terhadap senyawa-senyawa fenol oleh brom berlebih yang dihasilkan dari reaksi oksidasi reduksi antara kalium bromat dengan kalium bromida dalam suasana asam. Brom sisa yang tidak mensubstitusi senyawa fenol akan bereaksi dengan kalium iodida membentuk iodin, yang akan dicari jumlahnya dengan menitrasi iodin yang dibebaskan tersebut dengan natrium tiosulfat. Jumlah iodin yang didapatkan menunjukkan jumlah brom sisa yang tidak bereaksi dengan senyawa fenol. Tahapan reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : BrO3- + 5Br- + 6H+ → 3Br2↑ + 3H2O
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 34
OH OH Br
Br
+
3Br2 +
3HBr
Br
Br2 sisa + 2I- → 2Br- + I2 I2 + I- → I3I3- + 2S2O32- → 3I- + S4O62Metode bromatometri ini merupakan metode titrasi tidak langsung karena fenol tidak langsung bereaksi dengan larutan kalium bromat, melainkan bereaksi dengan brom berlebih yang didapat dari reaksi oksidasi reduksi antara kalium bromat dengan kalium bromida dalam suasana asam. Range recovery yang digunakan dalam penelitian ini adalah 97-103%, batas kesalahan sistematik adalah kurang dari 3%, dan batas kesalahan acak adalah kurang dari 2%. Tabel VI. Data perhitungan recovery dan kesalahan sistematik Kadar Sebenarnya (%)
0,1172
0,2343
0,3515
Replikasi
Kadar Terukur (%)
1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
0,1142 0,1150 0,1150 0,1150 0,1174 0,2299 0,2259 0,2299 0,2307 0,2299 0,3529 0,3545 0,3545 0,3553 0,3521
Recovery (%)
Purata Recovery (%)
97,4288 98,1149 98,1149 98,3893 98,1149 100,1733 98,1149 96,3996 98,1149 97,8405 98,4580 98,1149 100,4020 100,8594 100,8594 100,6764 101,0881 100,1733
Kesalahan Sistematik (%)
Standar Error
1,6107
0,0005
2,1595
0,0009
0,6764
0,0006
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 35
Dari tabel VI, data recovery yang diperoleh dari masing-masing variasi konsentrasi sampel masuk dalam range recovery yang telah ditentukan sedangkan data persentase kesalahan sistematik yang terjadi dalam penelitian ini juga cukup kecil, yaitu kurang dari 10%. Hal ini membuktikan bahwa metode penetapan kadar yang digunakan memiliki keakuratan yang tinggi. Contoh perhitungan recovery dan kesalahan sistematik dapat dilihat pada lampiran 3. Tabel VII. Data perhitungan kesalahan acak Simpangan baku (SD)
Nilai purata ( X )
Kesalahan acak (%) (CV)
0,0012 0,0019 0,0013
0,1153 0,2293 0,3539
1,0408 0,8286 0,3673
Dari tabel VII, besarnya kesalahan acak yang terjadi pada masing-masing variasi konsentrasi untuk uji validasi metode cukup kecil yaitu di bawah 2%. Hal ini berarti bahwa metode bromatometri yang akan digunakan untuk menetapkan kadar sampel selanjutnya juga dianggap cukup teliti. Contoh perhitungan kesalahan acak dapat dilihat pada lampiran 4. Untuk uji sensitivitas, metode ini mampu mendeteksi fenol pada konsentrasi 0,3515%, 0,2343% hingga konsentrasi 0,1172% dari sampel yang ditetapkan. Hal ini ditunjukkan oleh data persentase kadar yang diperoleh dari masing-masing variasi konsentrasi sampel yang sesuai dengan syarat range recovery yang telah ditetapkan, yaitu 97 sampai 103%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 36
C.
Penetapan Kadar Senyawa Fenolik Total dalam Sampel
1. Penyiapan sampel asap cair Asap cair (liquid smoke) yang digunakan sebagai sampel berasal dari satu toko, dan sebelum dianalisis harus dihomogenkan terlebih dahulu agar setiap bagian asap cair mempunyai kesempatan untuk terambil sebagai sampel karena syarat pengambilan sampel harus representatif, jika pengambilan sampel salah (walaupun metode analisisnya tepat dan teliti) maka hasilnya akan keliru. Asap cair setiap perlakuan disiapkan sebanyak lima jerigen dan masing-masing jerigen berisi lima liter. Kelima jerigen tersebut dicampur menjadi satu dalam satu wadah dan kemudian diambil sebagian untuk kemudian ditimbang sebanyak tiap-tiap 5 gram untuk dianalisis. Sampel yang sudah ditimbang kemudian ditambah NaOH. Dengan demikian, senyawa fenolik dalam sampel yang bersifat asam lemah akan berikatan dengan NaOH membentuk ion fenolat, menurut reaksi : O
OH
Na
NaOH
H2 O
Penambahan NaOH berguna untuk menciptakan suasana basa, karena medium titrasi berupa medium basa. pH medium yang dibutuhkan adalah ± 10, tidak terlalu basa. Apabila medium titrasi terlalu basa, maka brom bebas yang dihasilkan dapat mengalami reaksi autoredoks membentuk bromida dan hipobromida menurut reaksi : Br2 + 2OH- → Br- + BrO- + H2O Sebaliknya, bila medium titrasi berupa medium asam, maka dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 37
menguraikan indikator amilum menjadi sakarida yang lebih sederhana daripada amilum. Selain itu dapat meningkatkan kekuatan beberapa reduktor, padahal sampel juga mengandung senyawa yang bersifat reduktor. Ion iodida (I-) yang terbentuk dari reaksi antara tiosulfat dan iodin juga akan teroksidasi kembali membentuk iodin apabila medium titras berupa medium basa. Dengan demikian, ekivalensi iodine dari titrasi menjadi tidak setara dengan ekivalensi senyawa fenolik dalam sampel yang akan ditetapkan kadarnya. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut : 4I- + O2 + 4H+ → 2I2 + 2H2O
2. Uji Kualitatif Senyawa Fenolik Sampel Untuk memastikan apakah sampel asap cair mengandung senyawa fenolik, maka dilakukan uji kualitatif kandungan senyawa fenolik dalam asap cair. Uji kualitatif senyawa fenolik dilakukan dengan menambahkan ferri-klorida (FeCl3) ke dalam sampel, yang akan memberikan warna ungu apabila sampel mengandung senyawa fenolik. Hasil uji kualitatif menunjukkan bahwa sampel asap cair mengandung senyawa fenolik karena memberikan warna ungu ketika ditambahkan larutan FeCl3. Reaksi antara senyawa fenolik dengan ion Fe3+ akan menghasilkan senyawa kompleks yang berwarna ungu. Selanjutnya untuk mengetahui apakah senyawa fenolik dalam asap cair merupakan derivat senyawa salisilat atau bukan, maka ke dalam hasil reaksi antara senyawa fenolik dengan FeCl3 ditambahkan sejumlah etanol. Senyawa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 38
fenolik derivat salisilat mampu membentuk kompleks dengan Fe3+ dengan kuat sehingga dengan penambahan etanol, warna ungu yang terbentuk tidak akan memudar. Dari hasil penelitian, ternyata penambahan sejumlah etanol menurunkan intensitas warna ungu yang terbentuk. Hasil ini menunjukkan senyawa fenolik dalam asap cair bukan merupakan derivat salisilat.
3. Penetapan kadar senyawa fenolik total sampel dihitung sebagai fenol Bromatometri merupakan metode titrasi tidak langsung sehingga melibatkan titrasi blanko. Pada titrasi blanko, akan diperoleh data jumlah brom total yang dihasilkan. Dengan mengurangkan jumlah brom sisa yang tidak bereaksi dengan senyawa fenolik dari jumlah brom total, maka akan diketahui jumlah brom yang bereaksi dengan senyawa fenolik, sehingga jumlah dan kadar senyawa fenolik total dalam sampel yang dihitung sebagai fenol dapat diketahui. Pada titrasi blanko, semua brom yang dihasilkan dari reaksi oksidasi reduksi antara kalium bromat dengan kalium bromida dalam suasana asam akan langsung bereaksi dengan kalium iodida yang ditambahkan. Dengan demikian, jumlah iodin yang dihasilkan juga akan lebih banyak dibanding pada titrasi sampel. Akhirnya, jumlah natrium tiosulfat yang dibutuhkan untuk meniter iodin juga akan lebih banyak. Tahapan reaksi pada titrasi blanko adalah sebagai berikut : BrO3- + 5Br- + 6H+ → 3Br2 + 3H2O Br2 + 2I- → 2Br- + I2 I2 + I- → I3-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 39
I3- + 2S2O32- → 3I- + S4O62Seperti pada saat pembakuan, untuk mendeteksi titik akhir titrasi ditambahkan indikator kanji LP (larutan amilum) ke dalam larutan analit menjelang titik akhir titrasi. Titik akhir titrasi terjadi bila warna biru yang terbentuk dari kompleks iodin-amilum menjadi bening karena terurainya kompleks iodin-amilum tersebut. Amilum merupakan indikator pilihan utama dalam titrasi yang melibatkan iodin karena amilum sangat spesifik dan sensitif terhadap keberadaan iodin . Amilum hanya dapat membentuk senyawa kompleks berwarna biru tua dengan keberadaan iodin, meskipun dalam konsentrasi yang sangat kecil, yaitu pada konsentrasi 10-5 M. Tanpa indikator amilum, iodin hanya akan tampak memberikan warna kuning semburat pada larutan iodin pada konsentrasi 10-2 M. Indikator larutan amilum ditambahkan menjelang titik akhir titrasi karena amilum merupakan senyawa yang sangat mudah terdegradasi. Salah satu produk degradasinya, yaitu glukosa merupakan senyawa reduktor yang dapat mereduksi iodin. Dengan demikian, jumlah iodin yang dapat dititrasi oleh natrium tiosulfat berkurang, dan menyebabkan kesalahan titrasi. Pengambilan sampel dilakukan dari hanya satu toko untuk mengurangi kesalahan dalam penelitian yang diakibatkan oleh variabel pengacau tak terkendali. Dengan mengambil sampel hanya dari satu toko, maka diharapkan terdapat keseragaman dalam proses pembuatan, pengolahan, penyimpanan maupun manajemen distribusi sampel asap cair tersebut. Akan tetapi metode ini memiliki kelemahan yang salah satunya adalah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 40
tidak selektif. Brom yang dihasilkan dari reaksi oksidasi reduksi antara kalium bromat dengan kalium bromida dalam suasana asam tidak hanya mensubstitusi senyawa fenolik saja, melainkan juga dapat mengadisi senyawa-senyawa tidak jenuh serta mengoksidasi senyawa-senyawa lainnya yang bersifat reduktor. Senyawa-senyawa tidak jenuh yang terkadung dalam asap cair yang dapat mengganggu penetapan kadar senyawa fenolik total dalam penelitian ini antara lain eugenol. Sedangkan senyawa reduktor yang dapat bereaksi dengan brom adalah formaldehide.
D.
Hasil Penetapan Kadar Senyawa fenolik total dalam Sampel
Pada penelitian ini, kadar senyawa fenolik total dalam sampel ditetapkan dengan dua perlakuan, di mana ke dalam sampel yang satu tanpa diberi tambahan fenol, sedangkan sampel yang lainnya diberi tambahan fenol. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa metode titrasi lebih efektif bila digunakan untuk analit yang memiliki kadar besar. Hasil percobaan awal/orientasi menunjukkan kadar senyawa fenolik total dalam asap cair cukup kecil, yaitu hanya berkisar antara 1,00-2,00 %. Meskipun hasil uji validasi metode menunjukkan bahwa metode ini mampu menetapkan kadar fenol dengan akurasi dan presisi tinggi bahkan pada konsentrasi sekecil 0,1172%, namun dikhawatirkan senyawa fenolik tidak tertetapkan karena kadarnya yang cukup kecil dalam sampel. Data yang diperoleh dari titrasi ini adalah volume titran natrium tiosulfat 0,1 N. Dari data tersebut, dapat dihitung grek iodin, di mana 1 grek iodin setara dengan 1 grek natrium tiosulfat. Setelah diketahui grek iodin, dicari grek brom
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 41
yang bereaksi dengan kalium iodida, di mana 1 grek brom setara dengan 1 grek iodin. Akhirnya kadar senyawa fenolik total dalam sampel dapat dicari di mana 1 grek fenol ekivalen dengan 1 grek brom. Data hasil titrasi dan penetapan kadar senyawa fenolik total dalam sampel dapat dilihat pada tabel VIII hingga tabel XI berikut ini, sedangkan contoh perhitungannya dapat dilihat pada lampiran 5. Tabel VIII. Kadar senyawa fenolik total dihitung sebagai fenol dalam asap cair A tanpa penambahan fenol
Replikasi sampel
1 2 3 4 5 6 7
Vol. titran untuk blanko (ml) Replikasi Purata blanko
19,450 19,550 19,500
Vol. titran untuk sampel (ml)
16,200 16,050 16,200 16,000 16,150 16,050 16,000
19,500
Purata ± Standar error
Kadar fenolik total sampel (% b/b)
2,06 2,25 2,13 2,29 2,08 2,25 2,33 2,20 ± 0,04
Tabel IX. Kadar senyawa fenolik total dihitung sebagai fenol dalam asap cair B tanpa penambahan fenol
Replikasi sampel
1 2 3 4 5 6 7
Vol. titran untuk blanko (ml) Replikasi Purata blanko
20,400 20,400 20,700
Vol. titran untuk sampel (ml)
20,500
Purata ± Standar error
18,450 18,450 18,400 18,550 18,600 18,300 18,300
Kadar fenolik total sampel (% b/b)
1,65 1,69 1,78 1,65 1,58 1,82 1,83 1,71 ± 0,04
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 42
Tabel X. Kadar senyawa fenolik total dihitung sebagai fenol dalam asap cair A dengan penambahan fenol
Replikasi sampel
1 2 3 4 5 6 7
Vol. titran untuk blanko (ml) Replikasi Purata blanko
Vol. titran untuk sampel(ml)
8,900 8,850 8,850 15,450 15,350 15,400 8,900 15,200 8,800 8,800 8,750 Purata ± Standar error
Jumlah fenol yang ditambahkan (mg)
93,1
Kadar fenolik total sampel + fenol (% b/b)
Kadar fenolik total sampel (% b/b)
6,75 6,83 6,83 6,85 6,69 6,86 6,98 6,83 ± 0,03
2,12 2,18 2,19 2,16 2,17 2,23 2,30 2,19 ± 0,02
Tabel XI. Kadar senyawa fenolik total dihitung sebagai fenol dalam asap cair B dengan penambahan fenol
Replikasi sampel
1 2 3 4 5 6 7
Vol. titran untuk blanko (ml) Replikasi Purata blanko
Vol. titran untuk sampel(ml)
12,750 12,600 12,750 19,500 19,550 19,500 12,700 19,650 12,750 12,600 12,650 Purata ± Standar error
Jumlah fenol yang ditambahkan (mg)
80,0
Kadar fenolik total sampel + fenol (% b/b)
Kadar fenolik total sampel (% b/b)
5,33 5,78 5,69 5,72 5,67 5,81 5,81 5,69 ± 0,06
1,57 1,79 1,68 1,71 1,67 1,80 1,77 1,71 ± 0,03
Data yang diperoleh ini selanjutnya diolah secara statistik menggunakan analisis Paired Sample T-test dengan taraf kepercayaan 95% tetapi, data sebelumnya dianalisis dengan uji kesamaan variansi untuk menentukan rumus statistik uji T yang sesuai. Dari uji kesamaan variansi diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan variansi antara kedua macam sampel asap cair. Selanjutnya untuk melihat apakah ada perbedaan bermakna antara purata kadar senyawa fenolik total dari kedua macam sampel tersebut dapat ditentukan berdasarkan nilai signifikansi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 43
Apabila nilai signifikansi adalah kurang dari 0,05, maka menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara purata kadar senyawa fenolik dalam asap cair. Tabel XI. Hasil analisis Paired Sample T-test untuk asap cair A dengan B tanpa penambahan fenol Paired Samples Test Paired Differences
Pair 1
Data1 - Data2
Mean -.4866143
Std. Deviation .0981531
Std. Error Mean .0370984
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -.5773907 -.3958378
t -13.117
df 6
Sig. (2-tailed) .000
Tabel XII. Hasil analisis Paired Sample T-test untuk asap cair A dengan B dengan penambahan fenol Paired Samples Test Paired Differences
Pair 1
Data3 - Data4
Mean -.4822857
Std. Deviation .0590607
Std. Error Mean .0223229
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -.5369078 -.4276636
t -21.605
df 6
Sig. (2-tailed) .000
Tabel XIII. Hasil analisis Paired Sample T-test untuk asap cair B tanpa penambahan fenol dan penambahan fenol Paired Samples Test Paired Differences
Pair 1
Data1 - Data3
Mean .0007286
Std. Deviation .0854154
Std. Error Mean .0322840
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -.0782675 .0797246
t
df .023
6
Sig. (2-tailed) .983
Tabel XIV. Hasil analisis Paired Sample T-test untuk asap cair A tanpa penambahan fenol dan penambahan fenol Paired Samples Test Paired Differences
Pair 1
Data2 - Data4
Mean .0050571
Std. Deviation .0813049
Std. Error Mean .0307304
95% Confidence Interval of the Difference Lower Upper -.0701374 .0802517
t
df .165
6
Sig. (2-tailed) .875
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 44
Dari hasil analisis dengan Paired Sample T-test untuk asap cair B dengan asap cair A baik tanpa penambahan fenol maupun dengan penambahan fenol seperti yang tertera pada tabel XI dan tabel XII, diperoleh nilai signifikansi 0,000 < 0,05 sehingga dapat dikatakan bahwa terdapat perbedaan yang bermakna antara purata kadar senyawa fenolik total dalam kedua jenis asap cair tersebut. Sementara hasil analisis dengan Paired Sample T-test untuk jenis asap cair yang sama namun yang satu tanpa penambahan senyawa fenol sementara yang lainnya ditambah fenol, seperti yang tertera pada tabel XIII dan tabel XIV, diperoleh nilai signifikansi yang lebih besar dari 0,5 yaitu 0,983 untuk asap cair B, dan 0,875 untuk asap cair A. Maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara purata kadar senyawa fenolik total dalam asap cair sejenis yang dibandingkan. Hasil ini menunjukkan bahwa dengan bromatometri hanya dapat menetapkan kadar senyawa fenolik total dalam asap cair, dan tidak dapat digunakan hanya untuk menetapkan kadar fenol saja. Sesuai dengan permasalahan penelitian, maka penelitian ini telah membuktikan bahwa kadar senyawa fenolik total dalam asap cair B yang didistilasi dua kali disertai penyaringan lebih sedikit daripada asap cair A yang didistilasi satu kali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kadar senyawa fenolik total dalam asap cair B adalah 1,71 ± 0,04 % b/b sedangkan asap cair A mengandung senyawa fenolik total sebanyak 2,20 ± 0,04 % b/b.
B. Saran 1. Perlu dilakukan uji toksisitas terhadap penggunaan asap cair untuk mengawetkan makanan. 2. Perlu dilakukan penelitian untuk menetapkan kadar senyawa fenolik total dalam asap cair dengan metode lainnya, salah satunya dengan metode spektrofotometri visibel menggunakan pereaksi 4-amino-phenazon.
45
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1990, Permenkes Republik Indonesia No : 722/Menkes/PER/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, 663,1133, 1166, 1167, 1215, 1217, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1999 a, Bahan Tambahan Makanan, Buletin Dirjen POM, vol. 21, Nomor 3, 18-23, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 1999 b, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1168/MenKes/Per/X/1999 Tentang Bahan Tambahan Makanan, 118, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta. Anonim, 2001, Smoke Flavors, http://www.leffingwell.com/smoke.htm, diakses tanggal 7 Januari 2007. Anonim, 2006, Phenol, http://www.lakes-environmental.com/toxic/phenol.html, diakses tanggal 3 Agustus 2006. ATSDR, 1988, Toxicological Profile for Phenol, 2-3, Atlanta, USA. Auterhoff, H., 1978, Lehrbuch der Pharmazeutischen Wissenschaftliche Verlagsgesellschaft MBH, Stuttgart.
Chemie,
286,
Barron, M.A., 2002, Toxicological Review of Phenol, 12-13, U.S. Evironmental Protection Agent, Washington D.C. Bentur, Y., Shoshani, O., Tabak, A., Bin-Nun, A., Ramon, Y., Ulman, Y., Berger, Y., Nachlieli, T., Peled Y.J., 1998, Prolonged Elimination Half-Life of Phenol after Dermal Exposure, Journal Toxicology Clinical Toxicology, 36, 7, 707-711. Buckle, K. A., Edwards, R. A., Fleet, G. H., Wotton, M., 1987, Ilmu Pangan, 167177, diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta. Buell, P. and Girard, J., 1992, Chemistry : an Environmental Perspective, 269, 408-410, Prentice-Hall, Inc., New Jersey, United States of America.
46
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 47
Capel, I.D., French, M.R., Millburn, P., 1972, Fate of C-14-phenol in Various Species, Xenobiotica, 2, 25-34. Chapman, D.E., Namkung, M.J., Juchau, M.R., 1994, Benzene and Benzene Metabolites as Embryotoxic Agents: Effects on Cultured Rat Embryos, Toxicology Application and Pharmacology, 128, 1, 129-137. Connors, K.A., 1982, A Textbook of Pharmaceutical Analysis, 3rd edition, New York. deMan, M. John, 1989, Kimia Makanan, edisi II, 262-265, 520-530, Penerbit Institut Teknologi Bandung, Bandung. Gilmour, S.K., Kalf, G.F., Snyder, R., 1986, Comparison of The Metabolism of Benzene and Its Metabolite Phenol in Rat Liver Microsomes, Adv Exp Med Biol, 197, 35, 223-235. Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan, Validasi Metode, dan Cara Perhitungannya, 5-25, Departemen Farmasi Fakultas MIPA UI, Depok. Helrich, K., 1990, Official Methods of Analysis of The Association of Official Analytical Chemist, 15th edition, chapter 8, p. 6, Association of Official Analytical Chemist Inc., USA. Hotchkiss, S.A.M., Hewitt, P., Caldwell, J., 1992, Percutaneous Absorption of Nicotinic Acid, Phenol, Benzoic Acid and Triclopyr Butoxyethyl Ester Through Rat and Human Skin In Vitro: Further Validation of an In-Vitro Data, Food Chemicals Toxicology, 30, 891-899. Hughes, M.F. and Hall, L.L., 1995, Disposition of Phenol in Rat After Oral, Dermal, Intravenous, and Intratracheal Administration, Xenobiotica, 25, 8, 873-883. Kenyon, E.M., Seeley, M.E., Janszen, D. and Medinsky, M.A., 1995, Dose-, Route-, and Sex-Dependent Urinary Excretion of Phenol Metabolites in B6C3F1 Mice, Journal Toxicology Environmental Health, 44, 2, 219-233. Kenyon, E.M., Seaton, M.J., Himmelstein, M.W., Asgharian, B. and Medinsky, M.A., 1998, Influence of Gender and Acetone Pretreatment on Benzene Metabolism in Mice Exposed by Nose-Only Inhalation, Journal Toxicology Environmental Health, 55, 6, 421-443. Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, diterjemahkan oleh A. Saptorahardjo, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 48
Lacoste, R.J., Venables, S.H., Stone, J.C., 1959, Modified 4-Aminoantipyrine Colorimetric Method for Phenols, 1246, Rohm and Haas Co., Philadelphia. Lide, D.R., 1993, CRC Handbook of Chemistry and Physics, 73rd edition, CRC Press, London. Lu, C. F., 1995, Toksikologi Dasar, edisi II, diterjemahkan oleh Edi Nugroho, Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta. Ohtsuji, H. and Ikeda,M., 1972, Quantitative Relation Between Atmospheric Phenol Vapor and Vapor in The Urine of Workers in Bakelite Factories, Japan Industrial Medication, 29, 70-73. Roth, J. H. and Gotfriend, B., 1998, Analisis Farmasi, diterjemahkan oleh Sarjono Kisman dan Slamet Ibrahim, UGM Press, Yogyakarta. Sawahata, T. and Neal, R.A., 1983, Biotransformation of Phenol to Hydroquinone and Catechol by Rat Liver Microsomes, Molecular Pharmacology, 23, 2, 453-460. Setiaji,
B., 2000, Asap Cair (Liquid Smoke), http://www.asapcair.com/arsip/asapcair-dekopin.pdf, diakses tanggal 7 Januari 2007.
Skoog, D.A. and West, D.M., 1994, Fundamental of Analytical Chemistry, 3rd edition, 351-353, Standford University, USA. Tanaka, T., Kasai, K., Kita,T. and Tanaka, N., 1998, Distribution of Phenol in a Fatal Poisoning Case Determined by Gas Chromatography/Mass Spectrometry, Journal Forensic Science, 43, 5, 1086-1088. Tesatovai, E. and Pacaikovai, C., 1983, Gas and High-Performance Liquid Chromatography of Phenols, Chromatographia, 17, 5, 269-284. Underwood, A.L. dan Ray, R.A., 1999, Analisis Kimia Kuantitatif, edisi V, Erlangga, Jakarta. Wilson, Gisvold, 1982, Buku Teks Kimia Farmasi dan Medisinal Organik, diterjemahkan oleh Achmad Mustofa Fatah, IKIP Semarang Press, Semarang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Lampiran 1. Perhitungan Normalitas Larutan Kalium Bromat 0,1 N A. Data Penimbangan Kalium Bromat Tabel XV. Data penimbangan kalium bromat Perc. 1 Perc. 2
Perc. 3
Perc. 4
Bobot wadah 14,80 25,90 14,76 14,74 Bobot wadah + KBrO3 15,10 26,20 15,08 15,04 Bobot wadah + KBrO3 15,1406 26,1946 15,0862 15,0510 Bobot wadah sisa 14,7957 25,9171 14,7686 14,7707 Bobot KBrO3 0,3449 0,2775 0,3176 0,2803
B. Rumus Normalitas Tiap 1000 ml larutan KBrO3 0,1 N mengandung 2,784 g kalium bromat P (Anonim, 1995). Pada percobaan, larutan Kalium Bromat yang dibuat untuk tiap-tiap percobaan adalah sebanyak 100 ml N KBrO3 =
x x 0,1 N 0,2784
Keterangan : x = jumlah (g) kalium bromat pada tiap percobaan
C. Contoh Perhitungan Normalitas N KBrO3 =
0,3449 x 0,1 N 0,2784
= 0,1239 N
49
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 50
Lampiran 2. Standarisasi Larutan Standar Natrium tiosulfat A. Rumus Normalitas N Na2S2O3 =
(V .N ) KBrO3 V Na 2 S 2 O3
B. Contoh Perhitungan Normalitas N Na2S2O3 =
(10 ml )(0,1239 N ) 11,950 ml
= 0,1037 N
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 51
Lampiran 3. Perhitungan Recovery dan kesalahan sistematik A. Rumus Perhitungan Recovery P=
Kadar terukur x 100% Kadar sebenarnya
B. Contoh Perhitungan Recovery P=
0,1153 x 100% 0,1172
= 98,3893 %
C. Rumus Perhitungan Standar Error (SE) n
SE =
SD n
∑ (x − x) , di mana (SD) =
2
i =1
n −1
D. Contoh Perhitungan Standar Error SD =
(98,9687 − 98,3893) 2 + (98,9687 − 97,8405) 2 + (98,9687 − 100,6764) 2 3
= 1,5041
SE =
1,5041 3
= 0,8684
E. Rumus Perhitungan Kesalahan Sistematik Kesalahan sistematik = 100% - P
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 52
F. Contoh Perhitungan Kesalahan Sistematik Kesalahan sistematik = 100% - 98,3893% = 1,6107%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 53
Lampiran 4. Perhitungan Kesalahan Acak A. Rumus Perhitungan Kesalahan Acak Kesalahan acak (CV) =
SD x 100% X
B. Contoh Perhitungan Kesalahan Acak Kesalahan acak (CV) =
0,0012 x 100% 0,1153
= 1,0408 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 54
Lampiran 5. Hasil Penetapan Kadar Senyawa Fenolik dalam Sampel Asap Cair (Liquid Smoke)
A. Rumus Perhitungan Kadar Senyawa Fenolik Kadar fenol = (Vtio untuk bl \ nko − Vtio untuk titran ) x N titran x BE fenol mg sampel
x faktor pengenceran x 100%
B. Contoh Perhitungan Kadar Senyawa Fenolik Total Dihitung sebagai Fenol Penimbangan sampel : Bobot wadah
: 11,17
g
Bobot wadah + sampel
: 13,16
g
Bobot wadah + sampel
: 13,1678 g
Bobot wadah sisa
: 11,1406 g
Bobot sampel
: 2,0272 g
Kadar fenol =
(20,500 − 18,450) x 0,1040 x 15,685 100 x x 100% 2027,2 10
= 1,65%
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI 55
BIOGRAFI PENULIS
Penulis skripsi dengan judul “Penetapan Kadar Senyawa Fenolik Total dalam Asap Cair (Liquid Smoke) Dihitung sebagai Fenol dengan Metode Bromatometri”, bernama Hartono. Lahir di Pontianak, Kalimantan Barat tanggal 19 Mei 1985, merupakan putra dari pasangan The Song Khiang dan Tjan Sioe Moei. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis adalah: SD Gembala Baik 1 Pontianak (1991-1997), melanjutkan ke SLTP Gembala Baik Pontianak dan lulus tahun 2000. Penulis melanjutkan ke jenjang selanjutnya di SMU Santu Petrus Pontianak hingga lulus pada tahun 2003. Penulis kemudian melanjutkan studi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun 2003. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif mengikuti berbagai bidang kegiatan kemahasiswaan diantaranya menjadi koordinator seksi perlengkapan panitia Pengobatan Gratis Fakultas Farmasi USD tahun 2005, anggota panitia pengangkatan sumpah dan janji apoteker angkatan IX dan XI, anggota panitia dalam acara kunjungan industri Farmasi USD 2006 serta menjabat ketua PKM penelitian tahun 2005. Selama menjadi mahasiswa, penulis juga aktif menjadi asisten praktikum, diantaranya asisten praktikum kimia dasar, kimia analisis, kimia organik, biokimia, dan bioanalisis.