PENETAPAN HAKIM DALAM PENGANGKATAN ANAK BAGI YANG BERAGAMA ISLAM (Studi Putusan di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga)
SKRIPSI Disusun Guna Memenuhi Syarat Tugas Akhir Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Islam (S.H.I) Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) SALATIGA
Oleh : Eti Fatmawati 21107019
JURUSAN SYARIAH PROGRAM STUDI AHWAH AL SYAKHSHIYYAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2012
i
ii
iii
iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto Hidup yang tak menghasilkan apa-apa berarti hidup tiada guna.
Persembahan 1. Untuk Alm Bapakku yang selalu mendo’akanku. Terima kasih Pak atas jasa-jasanya selama ini hingga aku bisa menyelesaikan pendidikan sampai saat ini. 2. Untuk ibukku tercinta paling aku sayang yang selalu mencurahkan do’anya. Yang selalu mendukungku. Senantiasa mendampingiku apapun suasananya. Terimakasih buk karena do’a restu buklah aku bisa sampai saat ini. 3. Untuk bapakku sekarang, Pak Sugiyanto selaku pelatihku. Terima kasih Pak, karena Pae telah ikhlas mengasuhku, untuk menjadikan atlet. 4. Untuk sahabatku ( Rika dan Feby ) yang telah memberi keceriaan padaku. 5. Untuk teman-teman seperjuangan Ahs. 07. Semangat . . . !!! Semoga kita semua diberi keberhailan. Amin . . . . 6. Untuk ibu Luffiana Zahriani MH, selaku pembimbing skripsiku. 7. Untuk ibu Evi Ariyani MH yang telah memberi masukanmasukan skripsiku dan sering ngajak pulang bareng. 8. Untuk segenap pihak yang telah membantuk skripsiku.
Terima kasih untuk semuanya . . . . !!!!
v
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang diberikan kepada kita semua sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam skripsi ini Penulis menyadari terselesaikannya skripsi ini juga berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga Dr. Imam Sutomo, M.Ag. 2. Ketua Jurusan Syari’ah Drs. Mubasirun, M.Ag 3. Ketua Jurusan Program Studi Ahwal Al Syakhshiyyah Ilyya Muhsin, SHI. M.Si 4. Ketua Pengadilan Negeri Salatiga Sigit Sutriono, SH, M.HUM 5. Ketua Pengadilan Agama Salatiga Drs. Umar Muchlis 6. Ibu Lutfiana Zahriani M.H selaku dosen pembimbing 7. Segenap dosen jurusan syariah 8. Ibu yang ada di rumah 9. Bapak Sugiyoto selaku pelatih lari 10. Teman-teman Ahs. 07 11. Semua pihak yang telah rela membantuku demi terselesaikannya skripsi yang tidak bisa kami sebutkan satu persatu.
Salatiga, 10 September 2012 Penulis
vi
Abstrak Fatmawati, Eti. 2012. Penetapan Hakim Dalam Pengangkatan Anak Bagi Yang Beragama Islam ( Studi Kasus di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga ). Skripsi jurusan Syariah program study Ahwal Al Syakhsiyah. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga. Pembimbing : Lutfiana Zahriani MH. Kata kunci : Pengangkatan anak bagi yang beragama Islam. Pengangkatan anak merupakan upaya yang dilakukan manusia untuk mendapatkan anak, bagi yang belum memiliki keturunan upaya yang dilakukan untuk mengangkat anak harus melalui lembaga pengadilan. Tetapi dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 perubahan atas undang-undang Nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan agama, bahwa pengadilan agama diberi kewenangan untuk memeriksa dan mengadili permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam. tetapi dalam SEMA No 6 Tahun 1983 tentang penyempurnaan SEMA No 2 Tahun 1979 tentang pengangkatan anak mengatur prosedur hukum mengajukan permohonan pengesahan dan /atau permohonan pengangkatan anak antara WNI – WNI, WNI – WNA, memeriksa dan mengadilinya oleh Pengadilan yaitu tetap dalam pilihan hukum Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama. Maka dari itu pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah 1. Bagaimana prosedur pengangkatan anak pada Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak yang beragama Islam? 2. Apa dasar hukum hakim Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak yang beragama Islam ? 3. Apakah pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak bagi yang beragama Islam ? 4. Bagaimana ketentuan Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak bagi yang beragama Islam ? Untuk menjawab pertanyaan tersebut menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yaitu dengan mengacu pada bahan pustaka dan data yang nyata yang menggambarkan situasi dan kejadian tentang pengangkatan anak. dengan sifat penelitian deskriptif analitis yang menggambarkan tentang manusia dan gejala lainnya, melakui pendekatan kualitatif serta melakukan penelitian dengan terjun langsung dilapangan yakni di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga. KemudiaN dilengkapi dengan data-data yang menunjang terselesaikannya skripsi ini. Hasil dari temuan penelitian tentang prosedur penetapan dan proses pengajuan pengangkatan anak memiliki kesamaan sedangkan kaitannya dengan dasar hukum pengangkatan anak yang digunakan dipengadilan Negeri Salatiga mencantumkan SEMA dan keputusan Gubernur Jawa Tengah selain dari dasar hukum lain. Dasar hukum pengangkatan anak di pengadilan Agama Salatiga tidak mencantumkan SEMA dan keputusan Gubernur Jawa Tengah tetapi mengambil dari Al Qur’an Al Ahzab ayat 4 dan KHI. Petimbangan hakim Pengadilan Negeri
vii
Salatiga dan hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak bagi yang beragama Islam yaitu : Pemohon belum dikaruniai anak, ekonomi pemohon mencukupi, niatan pemohon ingin mengangkat anak sangat kuat, para pemohon sudah mengasuh sementara anak tersebut, anak berkembang dengan baik, pemohon sayang dan perhatian terhadap anak tersebut. Ketentuan penetapan pengangkatan anak bagi yang beragama Islam di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga diantaranya : mengenai kedudukan anak angkat, hak kewarisan dan motivasi pengangkatan anak.
viii
DAFTAR ISI
Cover Skripsi ..............................................................................................
i
Persetujuan Pembimbing ............................................................................
ii
Pengesahan Keaslian ..................................................................................
iii
Lembar Pengesahan ...................................................................................
iv
Motto dan Persembahan .............................................................................
v
Kata Pengantar ...........................................................................................
vi
Abstrak .......................................................................................................
vii
Daftar Isi .....................................................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN ..........................................................................
1
A. Latar Belakang ...............................................................................
1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................
6
C. Tujuan Penelitian ...........................................................................
6
D. Manfaat Penelitian .........................................................................
7
E. Metodologi Penelititan ...................................................................
8
F. Sistematika Penulisan ....................................................................
16
BAB II KONSEP TENTANG PENGANGKATAN ANAK DAN PROSEDUR PENGANGKATAN
ANAK
MENURUT
PERATURAN
PERUNDANG-
UNDANGAN..............................................................................................
19
A. Pengertian Dan Tinjauan Umum Mengenai Beberapa Istilah Anak Angkat .............................................................................................
19
B. Dasar Hukum Pengangkatan Anak ................................................
23
C. Prosedur dan Acara Pemeriksaan Permohonan Pengangkatan anak dalam SEMA No 6 Tahun 1983 yang secara teknis ada penyempurnaan SEMA No 2 Tahun 1979 ....................
25
D. Motivasi Pengangkatan Anak ........................................................
36
E. Hak-Hak dan Kewajiban Anak Angkat ..........................................
38
F. Perwalian Anak Angkat .................................................................
42
ix
G. Pengasuhan dan Pengangkatan Anak .............................................
44
H. Penyelenggaraan Perlindukungan terhadap anak angkat ...............
47
I. Penatatan Anak Angkat dalam Catatan Sipil .................................
56
J. Penentuan Nasab terhadap Anak Angkat .......................................
59
BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN NEGERI SALATIGA DAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA DALAM PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN
NEGERI
SALATIGA
DAN
PENGADILAN
AGAMA
SALATIGA ................................................................................................
64
A. Gambaran Umum Tentang Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga.............................................................
64
B. Prosedur Beracara di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam perkara permohon ......................................
81
C. Penetapan Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga bagi yang beragama Islam ................................................................................................
86
D. Penetapan Prosedur Pengangkatan Anak Di Pengadilan Negeri Salatiga Dengan Pengadilan Agama Salatiga Bagi Yang Beragama Islam ................................................................................................
92
E. Penetapan Permohonan Pengangkatan Anak Di Pengadilan Negeri Salatiga Dengan Pengadilan Agama Salatiga Bagi Yang Beragama Islam ................................................................................................
BAB IV
101
PROSEDUR PENGANGKATAN ANAK, DASAR HUKUM,
PERTIMBANGAN PENGADILAN
HAKIM
NEGERI
DAN
SALATIGA
PERBEDAAN DAN
KETENTUAN
PENGADILAN
AGAMA
SALATIGA DALAM PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK BAGI YANG BERAGAMA ISLAM ...............................................................................
146
A. Prosedur Penetapan Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga bagi yang beragama Islam ...............................................................................................
x
146
B. Dasar Hukum Hakim Pengadilan Negeri Maupun Pengadilan Agama Dalam Pengangkatan Anak bagi yang beragama Islam ....
149
C. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Salatiga dan Hakim Pengadilan Agama Salatiga Dalam Penetapan Pengangkatan Anak Bagi Yang Beragama Islam ...................................................
151
D. Ketentuan Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam Penetapan pengangkatan anak bagi yang beragama Islam ...............................................................................
155
BAB V PENUTUP .....................................................................................
160
A. Kesimpulan ....................................................................................
160
B. Saran ...............................................................................................
162
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Keinginan untuk mempunyai anak adalah naluri manusiawi dan alamiah. Akan tetapi kadang-kadang naluri ini terbentur pada takdir Ilahi, dimana kehendak mempunyai anak tidak tercapai. Artinya tidak semua manusia yang ingin memiliki anak dapat tercapai keinginannya tersebut, karena Tuhan berkehendak lain. Hak asasi manusia merupakan bagian yang termuat Undang-Undang Dasar 1945 dan Konvensi Perserkatan BangsaBangsa tentang hak-hak anak. Dilihat dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara anak adalah pewaris dan sekaligus potret masa depan bangsa di masa datang, generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan. Pada umumnya manusia tidak puas dengan apa yang dialaminya, sehingga berbagai usaha dilakukan untuk memenuhi kepuasan atau kebutuhan tersebut. Dalam hal ini salah satu upaya yang dilakukan banyak orang untuk mendapatkan anak, salah satunya dengan cara mengangkat anak. Indonesia merupakan negara dengan penduduk mayoritas beragama Islam. Akan tetapi sebagai negara hukum, Indonesia tidak lantas memberlakukan hukum Islam sebagai satu-satunya hukum positif mengingat masih ada agama lain yang berkembang selain Islam. Berkaitan dengan
1
2
kedudukan anak angkat, Islam dan Undang-Undang memiliki aturan yang berbeda sehingga hak anak angkat dalam pandangan Islam dan UndangUndang berbeda. Secara historis, pengangkatan anak (adopsi) sudah dikenal dan berkembang sebelum kerasulan Nabi Muhammad SAW. Istilah pengangkatan anak dikenal dengan At-Tabanni dan sudah ditradisikan secara turun-temurun. Secara faktual diakui bahwa pengangkatan anak telah menjadi adat kebiasaan masyarakat muslim di Indonesia dan telah merambah dalam praktik melalui lembaga peradilan agama, maka sebelum terbentuknya Undang-Undang yang mengatur secara khusus, Presiden Republik Indonesia telah mengeluarkan keputusan nomor 36 Tahun 1990 Convention on the Rights of the Child (Konvensi tentang Hak-hak Anak) serta pengesahan kesejahteraan
anak dari hal pemeliharaan untuk hidupnya sehari-hari, biaya pendidikan dan sebagainya beralih tanggungjawabnya dari orang tua asal kepada orang tua angkatnya berdasar putusan pengadilan. Masih berkaitan dengan persoalan pengangkatan anak bahwa definisi anak angkat dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, “Anak merupakan amanah sekaligus karunia Tuhan Yang Maha Esa, bahkan anak dianggap sebagai harta kekayaan yang paling berharga dibandingkan kekayaan harta benda lainnya. Karena dalam diri anak melekat harkat, martabat dan hak-hak sebagai manusia yang harus dilindungi dan dijunjung tinggi“. Perlu digaris bawahi bahwa pengangkatan anak harus dilakukan dengan proses hukum dengan produk penetapan pengadilan, sekaligus praktik
3
pengangkatan anak yang dilakukan melalui pengadilan tersebut telah berkembang baik dilingkungan Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama. Untuk
mewujudkan
tercapainya
peradilan
yang
mewujudkan
tercapainya keadilan, maka masing-masing badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung mempunyai kewenangan mengadili perkara guna menegakkan hukum dan keadilan sebagai berikut. Peradilan umum berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana dan perdata sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Peradilan Agama berwenang memeriksa, mengadili, memutus dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peradilan militer berwenang memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana militer sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Peradilan tata usaha Negara berwenang memeriksa, mengadili memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengadilan negeri sebagai salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada dalam lingkup badan peradilan umum mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara pidana dan perdata ditingkat pertama. Kewenangan pengadilan negeri dalam perkara pidana
4
mencakup segala bentuk tindak pidana, kecuali tindak pidana militer yang merupakan kewenangan peradilan militer. Sedangkan dalam perkara perdata, pengadilan negeri berwenang mengadili perkara perdata secara umum, kecuali perkara perdata tertentu yang merupakan kewenangan pengadilan agama. Kewenangan pengadilan negeri mengadili perkara perdata mencakup perkara perdata dalan bentuk gugatan dan perkara permohonan. Perkara perdata gugatan adalah perkara yang mengandung sengketa antara dua pihak atau lebih yang disebut Penggugat dan tergugat. Sedangkan perkara permohonan adalah perkara yang tidak mengandung sengketa dan hanya ada satu pihak, yang disebut pemohon. Perkara yang tidak mengandung sengketa disebut juga dengan perkara volunter, sedangkan perkara yang mengandung sengketa disebut perkara contensius. Pengangkatan anak terbagi dalam dua pengertian, yaitu: pertama, pengangkatan anak dalam arti luas. Ini menimbulkan hubungan nasab sehingga ada hak dan kewajiban selayaknya antara anak sendiri terhadap orang tua sendiri. kedua, ialah pengangkatan anak dalam arti terbatas. yakni pengangkatan anak orang lain ke dalam keluarga sendiri dan hubungan antara anak yang diangkat dan orang tua yang mengangkat hanya terbatas pada hubungan sosial saja. (Soeroso R, 2001 : 176) Perkara permohonan banyak macamnya tergantung dari apa yang dimohonkan oleh pemohon sesuai dengan kewenangan pengadilan dan permohonan tersebut harus ada urgensi dan dasar hukumnya. Salah satu
5
permohonan yang sering diajukan ke pengadilan adalah permohonan pengesahan pengangkatan anak. Pada awalnya, lembaga peradilan yang berwenang memeriksa permohonan pengangkatan anak adalah pengadilan negeri. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 2006 perubahan Atas Undang-Undang Nomor. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, pengadilan agama diberi kewenangan untuk memeriksa dan mengadili permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam. Dengan adanya Undang-Undang tersebut, kewenangan mengadili permohonan pengangkatan anak bagi pemohon beragama Islam beralih dari pengadilan negeri ke pengadilan agama, namun pengadilan negeri masih menerima dan mengadili permohonan pengangkatan anak bagi pemohon beragama Islam. Hal ini menimbulkan permasalahan tentang kewenangan pengadilan negeri terhadap permohonan pengangkatan anak yang diajukan oleh pemohon beragama Islam setelah berlakunya Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 2006. Berdasarkan uraian di atas, maka penulis menyusun skripsi dengan judul “Penetapan Hakim Dalam Pengangkatan Anak Bagi Yang Beragama Islam (studi kasus di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga)”.
6
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi pokok permasalahan kajian penulis skripsi adalah sebagai berikut. 1. Bagaimana prosedur penetapan pengangkatan anak Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga bagi yang beragama Islam? 2. Apa dasar hukum hakim Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak bagi yang beragama Islam? 3. Bagaimana
pertimbangan
hakim
Pengadilan
Negeri
Salatiga
dan
Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak bagi yang beragama Islam? 4. Apakah ketentuan Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga Dalam Penetapan Pengangkatan Anak Bagi Yang Beragama Islam?
C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah dikemukan diatas, maka tujuan utama penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui prosedur Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Salatiga dalam pengangkatan anak bagi yang beragama Islam. 2. Untuk mengetahui dasar hukum Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Salatiga dalam mengadili permohonan pengangkatan anak.
7
3. Untuk mengetahui pertimbangan hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak yang diajukan oleh pemohon beragama Islam. 4. Untuk mengetahui Ketentuan Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga Dalam Penetapan Pengangkatan Anak Bagi Yang Beragama Islam.
D. Manfaat Penelitian Setiap penelitian mempunyai manfaat karena menghasilkan informasi yang aktual dan akurat sehingga dapat digunakan untuk menjawab dan memecahkan permasalahan dalam penelitian baik secara teoritis maupun praktis. Manfaat teoritis yaitu sebagai langkah pengembangan ilmu lebih lanjut dan manfaat berwujud kegiatan yang nyata yang dapat diaplikasikan oleh pihak-pihak yang terkait. Dilihat dari dua sudut pandang di atas, manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya masukan bagi teori hukum syariah terutama dalam memutuskan perkara pengangkatan anak pada Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama Salatiga. b. Diharapkan hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi penelitian yang akan dilakukan di masa mendatang sebagai langkah pengembangan ilmu.
8
2. Manfaat Praktis a. Bagi Peneliti Diharapkan dengan peneltian ini dapat meningkatkan wawasan serta pengetahuan khususnya putusan perkara pengangkatan anak pada Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama Salatiga. b. Bagi Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama Salatiga diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam menyusun berbagai kebijakan yang berkaitan dengan kompensasi, kesempatan pengembangan karir, komunikasi dan partisipasi pekerja di waktu mendatang dalam hubunganya dengan perwujudan
perkara
pengangkatan
anak
dalam
memperlancar
pencapaian tujuan Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama Salatiga.
E. Metodologi Penelitian Dalam suatu penelitian diperlukan suatu data yang dapat menunjang penyelesaian penelitian itu sendiri, sehingga dapat memperoleh hasil penelitian yang dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan, oleh karena itu diperlukan suatu metode tertentu. Metode adalah suatu sarana pokok pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh karena suatu penelitian bertujuan untuk mengungkap kebenaran secara sistematis, metodologis, konsisten dengan mengadakan analisa dan konstruksi. (Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, : 1990).
9
Maka metode penelitian adalah cara yang teratur dan berpikir secara runtut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk menemukan, mengembangkan dan guna menguji kebenaran maupun ketidakbenaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa. Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian yuridis normatif adalah pendekatan yang terkait dengan masalah secara sistematik dan akurat mengenai bahan pustaka atau data yang nyata, serta data yang menggambarkan situasi atau kejadian tentang pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian yang penulis disusun adalah termasuk penelitian yang bersifat deskriptif analistis. Penelitian deskriptif analistis menurut Soerjono Soekanto adalah suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama mempertegas hipotesahipotesa, agar dapat membantu memperkuat teori-teori lama, atau di dalam kerangka penyusunan kerangka baru. (Soejono Soekanto, 2001 : 10). Dalam pelaksanaan penelitian deskriptif ini tidak terbatas hanya sampai pengumpulan dan penyusunan data saja, tetapi juga meliputi
10
analisa dan interpretasi data yang pada akhirnya dapat diambil kesimpulan-kesimpulan yang dapat didasarkan penelitian data itu. 3. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif, yaitu pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan mendasarkan pada datadata yang dinyatakan informan secara lisan atau tulisan, dan juga perilaku yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh. (Soejono Soekanto, 2001 : 250). 4. Lokasi Penelitian Untuk memperoleh data-data yang diperlukan, maka penulis melakukan penelitian dengan mengambil lokasi pengadilan agama dan pengadilan negeri salatiga dengan pertimbangan bahwa di Pengadian Negeri dan Pengadilan Agama Salatiga tersedia data yang berkaitan dengan tema penelitian. 5. Jenis dan Sumber Data Secara umum, maka di dalam penelitian biasanya dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari bahan-bahan pustaka. Yang diperoleh dari masyarakat dinamakan data primer, sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya dinamakan data sekunder. (Soejono Soekanto, 2001 : 51). Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
11
a. Data Primer Adalah sejumlah keterangan atau fakta yang diperoleh secara langsung dengan melakukan wawancara pada Hakim Pengadilan Negeri Salatiga dan Hakim Pengadilan Agama Salatiga, dan penetapan hakim tentang pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga bagi yang beragama Islam. b. Data Sekunder Adalah sejumlah keterangan atau fakta yang diperoleh secara tidak langsung, tetapi melalui penelitian kepustakaan. 1) Bahan Hukum Primer Yaitu norma atau kaidah dasar, peraturan perundangundangan. Dalam hal ini yang menjadi bahan hukum primer adalah lain : a) Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 2006 b) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 c) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 d) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 e) Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 2 Tahun 1979 tertanggal 7 April 1979. f)
Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 6 Tahun 1983.
g) Staatsblad 1917 Nomor 129, Pasal 5 sampai dengan Pasal 15. h) Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 41/HUK/KEP/VII/1984.
12
i)
Beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung dan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. (Soimin, 2004 : 28)
2) Bahan Hukum Sekunder Yaitu hasil karya dari kalangan hukum, hasil-hasil penelitian, artikel koran dan internet serta bahan lain yang berkaitan dengan pokok bahasan. 3) Bahan Hukum Tersier atau Penunjang Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya bahan dari media internet, kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif dan sebagainya. (Soerjono Soekanto, 2001 : 52). 6. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal yang sangat
penting
dalam
penulisan.
Dalam
penelitian
ini
penulis
dilakukan
dengan
menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut : a) Data Primer Untuk
mendapatkan
data
primer
wawancara kepada Hakim Pengadilan Negeri maupun Hakim Pengadilan Agama Salatiga. Wawancara yang dilakukan secara terpimpin, terarah, dan mendalam sesuai dengan hal-hal tersebut terkait dengan hukum pemutusan perkara penetapan pengangkatan anak di
13
Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga bagi yang beragama Islam. b) Data Sekunder Untuk memperoleh data sekunder adalah dengan penelitian atau kepustakaan atau library research guna memperoleh bahan-bahan hukum. c) Observasi Tahap observasi yang terfokus, yaitu mulai menyempitkan data atau informasi yang diperlukan sehingga peneliti dapat menemukan pola-pola perilaku dan hubungan yang terus menerus terjadi. Salah satu peranan pokok dalam melakukan observasi ialah untuk menemukan interaksi yang kompleks dengan latar belakang sosial yang alami. Tujuan observasi adalah mendeskripsikan aktivitasaktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat dalam aktivitas. Untuk memperoleh data observasi maka penulis melakukan pengamatan secara langsung disertai pencatatan pada bagian-bagian yang ada pada pengangkatan anak melalui Pengadilan Negeri dan Pengedilan Agama Salatiga. d) Dokumentasi Merupakan cara pengumpulan data dengan melihat dokumen yang terkait untuk mendapatkan data sekunder/pelengkap yaitu dengan memperhatikan catatan-catatan, laporan serta dokumen resmi yang terkait dengan topik yang diteliti ini diperlukan untuk memperoleh data
14
atau informasi maka penulis mencari sumber-sumber referensi buku, serta media internet yang lebih lengkap dalam rangka mendeskripsikan data dan informasi sehingga akan memudahkan dalam proses analisis. 7. Teknik Analisis Data Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga akan ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan oleh data. (Lexy J Maleong, 2002: 103). Penulis menggunakan model analisis interaktif (interaktif model of analysis), yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisa melalui 3 tahap, yaitu mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Dalam model ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap, sehingga data yang terkumpul akan berhubungan dengan satu sama lain dan benar-benar data yang mendukung penyusunan laporan penelitian. (HB. Sutopo, 2002 : 35). Tiga tahap tersebut adalah : a) Reduksi Data Kegiatan
ini
merupakan
proses
pemilihan,
pemusatan
perhatian yang bertujuan untuk mempertegas, memperpendek, membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting yang muncul dari catatan dan pengumpulan data. Proses ini berlangsung terusmenerus sampai laporan akhir penelitian selesai. (HB. Sutopo, 2002 : 35).
15
b) Pengumpulan Data Penelitian data yang dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dalam rangka mencapai tujuan penelitian yang umum di gunakan dalam suatu penelitian adalah : observasi, wawancara dan kuisioner. (Usman dan Setiady Akbar : 2000:20) c) Penyajian Data Sekumpulan informasi yang memungkinkan kesimpulan riset dapat dilaksanakan (HB. Sutopo, 2002 : 36). d) Menarik Kesimpulan Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-pencacatan peraturan,
pernyataan-pernyataan,
konfigurasi-konfigurasi
yang
mungkin, alur sebab-akibat, akhirnya peneliti menarik kesimpulan. (HB. Sutopo, 2002 : 37). Adapun skema analisis interaktif dapat digambarkan sebagai berikut :
16
F. Sistematika Penulisan Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika penulisan skripsi yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum. Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 5 (lima) bab yang saling berkaitan dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan hukum ini adalah sebagai berikut : BAB I
:
PENDAHULUAN Bab ini akan diuraikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan metode penelitian.
BAB II
:
KONSEP TENTANG PENGANGKATAN ANAK DAN PROSEDUR PENGANGKATAN ANAK MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Bab ini akan diuraikan mengenai pengertian dan tinjauan umum mengenai beberapa istilah anak angkat, Dasar hukum pengangkatan anak, Prosedur dan acara pemeriksaan permohonan dalam pengangkatan anak dalam SEMA No 6 Tahun 1983 yang secara teknis ada penyempurnaan SEMA No. 2 Tahun 1979, Motivasi Pengangkatan anak, Hak-hak dan kewajiban anak angkat, Perwalihan anak angkat, Pengasuhan dan pengangkatan anak, Penyelenggaraan dan Perlindungan terhadap anak angkat, Pengangkatan anak dalam catatan sipil, Penentuan Nasab terhadap anak angkat.
17
BAB III
:
GAMBARAN UMUM, PROSEDUR BERACARA DAN PROSEDUR PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SALATIGA DAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA BAGI YANG BERAGAMA ISLAM Bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga, prosedur beracara di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga, prosedur penetapan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga bagi yang beragama Islam, Penetapan Permohonan Penetapan anak Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga bagi yang beragama Islam, analisis penetapan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga. Prosedur dasar dari Pengangkatan Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga.
BAB IV
:
PROSEDUR PENGANGKATAN ANAK, DASAR HUKUM, PERTIMBANGAN HAKIM DAN PERBEDAAN KETENTUAN PENGADILAN NEGERI SALATIGA DAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA DALAM PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK BAGI YANG BERAGAMA ISLAM Bab ini akan diuraikan Prosedur pengangkatan anak Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Salatiga, Dasar hukum hakim Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama
18
Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak bagi yang beragama Islam, Pertimbangan Hakim pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak bagi yang beragama Islam, Perbedaan ketentuan Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak bagi yang beragama Islam. BAB V
:
KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini berisi kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
BAB II KONSEP TENTANG PENGANGKATAN ANAK DAN PROSEDUR PENGANGKATAN ANAK MENURUT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
A. Pengertian Dan Tinjauan Umum Mengenai Beberapa Istilah Anak Angkat. Sebuah kajian akademik dan kajian yuridis pertama-tama harus menemukan konsep definitif dalam kaitannya tentang anak angkat dan pengangkatan anak, berikutnya asas dan tujuan pengangkatan anak, apa saja hak-hak dan kewajiban anak yang harus mendapat perhatian orang tua, kewajiban dan tanggung jawab terhadap masa depan anak, kedudukan, perwalian terhadap anak angkat, penyelenggaraan perlindungan terhadap anak angkat, dan ketentuan pidana kejahatan terhadap anak angkat. Hal ini dapat kita petik beberapa ketentuan di dalam, Hukum pengangkatan anak yang didalamnya melindungi kehidupan anak. Perlindungan terhadap anak angkat akan memiliki payung hukum yang utuh untuk menjamin masa depan anak angkat agar lebih baik. Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002, adalah Undang-Undang tentang Perlindungan Anak di Indonesia yang diundangkan tanggal 22 Oktober 2002. Memberikan istilah pengertian tentang anak, (Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk yang masih dalam kandungan) dari masing-masing istilah tersebut dapat memberikan gambaran serta konsepsi yang berbeda-beda. Konsepsi yang berbeda-beda didalam
19
20
pengangkatan anak di atur dalam Pasal 1 yang dapat ditemukannya beberapa istilah dimaksud, anak itu dapat dikategorikan sebagai anak yang berstatus terlantar, anak yang menyandang cacat, anak yang memiliki keunggulan, anak angkat anak asuh. Masing-masing istilah tersebut telah diberikan pengertiannya secara definitif. Sedangkan anak angkat diberikan definisi sebagai berikut, anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggungjawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan Republik Indonesia, (Kamil, 2008:100). Fuad Muhammad Fachruddin memberikan definisi anak angkat yang berbeda dengan definisi tersebut, yaitu anak angkat dalam konteksi adopsi adalah seorang anak dari seorang ibu dan bapak yang diambil oleh manusia lain untuk dijadikan sebagai anak sendiri. Anak angkat tersebut mengambil nama orang tua angkatnya yang baru dan terputuslah hubungan nasab dengan orang tua. (Fachruddin, 1991: 41). Sampai saat ini belum ada Undang-Undang yang secara khusus mengatur tentang pengangkatan anak, namun praktik kenyataannya yang diperoleh dari salah satu kasus tersebut adalah meliputi pengangkatan anak di tengah-tengah kehidupan sosial masyarakat telah melembaga dan menjadi bagian dari budaya yang hidup di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Sejak
21
zaman dahulu dari keinginan masyarakat Indonesia yang belum dikarunia anak telah melakukan pengangkatan anak dengan cara dan motivasi yang berbeda-beda, sesuai dengan sistem hukum adat dan perasaan hukum yang hidup serta berkembang di daerah yang bersangkutan. Pemerintah melalui Menteri Sosial menyatakan bahwa, dalam ini kenyataan kehidupan sosial tidak semua orang tua mempunyai kesanggupan dan kemampuan penuh untuk memenuhi kebutuhan pokok anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak. Kenyataan yang demikian mengakibatkan anak menjadi terlantar baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Di samping itu, meskipun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pengangkatan anak belum mencukupi, telah ada garis asas hukum bahwa "Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya bahkan Pasal 22AB (Algemene Bepalingen van wetgeving vor Indonesia) secara tegas menentukan bahwa hakim yang menolak untuk menyelesaikan suatu perkara dengan alas an bahwa peraturan perundang-undangan yang bersangkutan tidak menyebutkan, tidak jelas atau tidak lengkap, maka ia dapat dituntut untuk dihukum karena menolak mengadili. (Kamil, 2005 : 9). Asas hukum tersebut menunjukkan bahwa sistem hukum di Indonesia juga menjunjung tinggi sistem hukum dalam common law yang menghargai hakim sebagai makhluk mulia dan memiliki hati nurani serta
22
kemampuan untuk menangkap sinyal nilai-nilai hukum dan keadilan yang hidup dalam masyarakat sebagai hukum rill yang oleh hakim dapat digali sebagai bahan ramuan untuk menciptakan hukum yurisprudensi dalam menangani kasus yang hukum tertulisnya belum mencukupi seperti hukum pengangkatan anak di Indonesia. Temuan hukum oleh hakim (yurisprudensi) tersebut, ke depannya akan menjadi sumber hukum dalam praktik peradilan. Hukum pengangkatan Pengangkatan dalam hukum adat juga menjelaskan beberapa aspek hukum seperti hukum Islam serta memiliki segi persamaan dengan hukum adopsi yang dikenal dalam hukum barat yaitu masuknya anak dalam keluarga orang tua yang mengangkatnya dan terputusnya hubungan keluarga dengan keluarga atau orang tua kandung anak angkat. Perbedaan dalam hukum adat disyaratkannya suatu imbalan sebagai pengganti kepada orang tua kandung anak angkat biasanya berupa bendabenda yang dikeramatkan atau dipandang memiliki kekuatan magic. Sudut hukum Islam mengenai pengangkatan anak, pengangkatan anak dalam Islam sangat dianjurkan asalkan tidak memutus hubungan darah antara anak yang diangkat dengan ibu kandungnya, tidak menimbulkan hubungan nasab dan waris dengan orang tua angkatnya. Namun diberikan wasiat wajibah maksimal
⁄
dari harta warisan orang tua angkatnya,
sebagaimana ketentuan pasal 209 KHI. (Suparno Usman, Fikih Mawaris : 1997), hlm. 163
23
B. Dasar Hukum Pengangkatan Anak Pengamatan Mahkamah Agung menghasilkan kesimpulan bahwa permohonan pengesahan dan/atau pengangkatan anak yang telah diajukan ke Pengadilan Negeri tampak kian bertambah, baik yang merupakan permohonan khusus pengesahan/pengangkatan anak yang menunjukkan adanya perubahan, pergeseran, dan variasi-variasi pada motivasinya. Keadaan tersebut merupakan gambaran bahwa kebutuhan masyarakat tentang pengangkatan anak di tengah-tengah masyarakat makin bertambah dan dirasakan bahwa untuk memperoleh jaminan kepastian hukum hanya didapat setelah memperoleh putusan pengadilan. Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama dalam menjalankan tugas pokok kekuasaan kehakiman, menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara yang diajukan kepadanya, antara lain permohonan pengesahan atau pengangkatan anak, harus mengacu kepada hukum terapannya. Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa Mahkamah Agung sendiri sebagai penanggung jawab atas pembinaan teknis peradilan mengakui bahwa peraturan perundang-undangan dalam bidang pengangkatan anak Warga Negara Indonesia, terutama pengangkatan anak Warga Negara Indonesia oleh Warga Negara Asing ternyata tidak mencukupi, namun ada beberapa peraturan hukum yang dapat dijadikan rujukan bagi hakim dalam menjalankan tugas pokok kekuasaan kehakiman tentang pengangkatan anak, misalnya: (Soimin, 2004 : 28).
24
1. Undang-Undang Nomor. 3 Tahun 2006 yang berlaku mulai tanggal 21 Maret 2006, Pengadilan Agama memiliki kewenangan absolut untuk menerima, memeriksa, dan mengadili perkara permohonan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam. 2. Undang-Undang nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, bahwa anak adalah tunas potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peras stategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. 3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang konvensi ILO nomor 182, bahwa pelarangan dan tindakan segera penghapusan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk untuk anak dan undang-undang. 4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak Keputusan Presiden RI tentang Anak 5. Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 2 Tahun 1979 tertanggal 7 April 1979, tentang Pengangkatan Anak yang mengatur prosedur
hukum
mengajukan
permohonan
pengesahan
dan/atau
permohonan pengangkatan anak, memeriksa dan mengadilinya oleh pengadilan. 6. Surat Edaran Mahkamah Agung RI (SEMA) Nomor 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 1979, yang mulai berlaku sejak tanggal 30 September 1983.
25
7. Staatsblad 1917 Nomor 129, Pasal 5 sampai dengan Pasal 15 mengatur masalah adopsi yang merupakan kelengkapan dari KUHPerdata/BW yang ada, dan khusus berlaku bagi golongan masyarakat keturunan Tionghoa. 8. Keputusan Menteri Sosial RI Nomor 41/HUK/KEP/VII/1984 tentang Petunjuk Pelaksanaan Perizinan Pengangkatan Anak, yang mulai berlaku sejak tanggal 14 Juni 1984. 9. Beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung dan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, yang dalam praktik peradilan telah diikuti oleh hakim-hakim berikutnya dalam memutuskan atau menetapkan perkara yang sama, secara berulang-ulang, dalam waktu yang lama sampai sekarang.
C. Prosedur dan Acara Pemeriksaan Permohonan Pengangkatan Anak Dalam SEMA No. 6 Tahun 1983 yang secara teknis ada penyempurnaan SEMA No. 2 Tahun 1979. Berdasarkan hasil pengamatan Mahkamah Agung RI menemukan fakta bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang prosedur, tata cara menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan permohonan pengangkatan anak dipandang belum mencukupi, maka Mahkamah Agung sebagai lembaga tertinggi yang bertanggung jawab atas pelaksanaan
kekuasaan
kehakiman
di
Indonesia,
memandang
perlu
mengeluarkan surat edaran yang menyempurnakan surat edaran sebelumnya
26
yang
mengatur
prosedur
dan
syarat-syarat
pengajuan
permohonan
pengangkatan anak. Di samping Hukum Acara Perdata yang berlaku, prosedur dan syaratsyarat pengangkatan anak secara teknis telah diatur dalam SEMA No. 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan SEMA No. 2 Tahun 1979 tentang Pengangkatan Anak. Prosedur pengangkatan anak baik antar-WNI, ataupun antar-WNI dan WNA akan diuraikan dalam pembaha.san selanjutnya. (Kamil, 2008 : 58). 1. Prosedur Permohonan dan Persyaratan Pengangkatan Anak Antar-Warga Negara
Indonesia
(WNI)
keputusan
Menteri
Sosial
RI
No
41/HUK/KEP/VII/1984 mengatur tentang syarat-syarat calon orang tua angkat bagi pengangkatan anak warga negara Indonesia (WNI). Yang berada dalam organisasi sosial yaitu : a. Berstatus kawin dengan berumur 25 tahun maksimal 45 tahun b. Selisih umur calon antara calon orang tua angkat dengan anak angkat minimal 20 tahun. c. Pada saat mengajukan permohonan sekurang-kurangnya sudah kawin 5 tahun, dengan mengutamakan keadaan: 1) tidak mungkin mempunyai anak (surat keterangan dokter kebidanan, dokter ahli) 2) belum mempunyai anak 3) mempunyai anak kandung seorang
27
4) mempunyai anak angkat seorang dan tidak mempunyai anak kandung d. Dalam keadaan mampu ekonomi berdasarkan surat keterangan pejabat yang berwenang serendah-rendahnya lurah atau kepala desa setempat e. Berkelakuan baik berdasarkan keterangan polisi Republik Indonesia f. Dalam keadaan sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dokter pemerintah g. Mengajukan pernyataan bahwa pengangkatan anak semata-mata untuk kepentingan kesejahteraan anak. 2. Syarat-Syarat Pengangkatan Anak Warga Negara Indonesia Kepada Warga Negara Asing dalam Surat Edaran Mahkahmah Agung No 6 Tahun 1983. a. Pengangkatan anak Warga Negara Asing harus dilakukan melalui suatu yayasan sosial yang memiliki izin dari departemen sosial bahwa yayasan
tersebut
telah
diizinkan
bergerak
dibidang
kegiatan
pengangkatan anak, sehingga pengangkatan anak Warga Negara Asing yang lagsung dilakukan antara orangtua kandung anak Warga Negara Asing dengan calon orang tua angkat Warga Negara Indonesia (private adoption) tidak diperbolehkan. b. Pengangkatan anak Warga Negara Asing oleh seorang Warga Negara Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan sah/belum menikah (single parent adoption) tidak diperbolehkan.
28
Surat Edaran Mahkamah Agung No 6 tahun 1983 mengatur syarat calon orang tua angkat bagi anak antar negara: a. Berstatus kawin dan berumur minimal 25 tahun atau maksimal 45 tahun b. Pada saat mengajukan permohonan sekurang-kurangnya sudah kawin 5 tahun, dengan mengutamakan keadaan: 1) Tidak mungkin mempunyai anak (surat keterangan dokter kebidanan, dokter ahli) 2) Belum mempunyai anak 3) Mempunyai anak kandung seorang 4) Mempunyai anak angkat seorang dan tidak mempunyai anak kandung 5) Dalam keadaan mampu ekonomi berdasarkan surat keterangan pejabat yang berwenang serendah-rendahnya lurah atau kepala desa setempat. 6) Berkelakuan
baik
berdasarkan
keterangan
Polisi
Republik
Indonesia. 7) Dalam keadaan sehat jasmani dan rohani berdasarkan surat keterangan dokter pemerintah 8) Mengajukan pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak sematamata untuk kepentingan kesejahteraan anak
29
Prosedur menerima, memeriksa dan mengadili perkara permohonan pengangkatan anak antar-WNI harus diperhatikan tahapan-tahapan dan persyaratan sebagai berikut: a. Syarat dan Bentuk Surat Permohonan 1) Sifat surat permohonan bersifat voluntair. 2) Permohonan pengangkatan anak hanya dapat diterima apabila ternyata telah ada urgensi yang memadai, misalnya ada ketentuan undang-undangnya. 3) Permohonan pengangkatan anak dapat dilakukan secara lisan atau tertulis berdasarkan ketentuan hukum acara yang berlaku. 4) Surat permohonan pengangkatan anak dapat ditanda tangani oleh pemohon sendiri, atau oleh kuasa hukumnya. 5) Surat permohonan pengangkatan anak ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri atau Ketua Pengadilan Agama. Pemohon yang beragama
Islam
pengangkatan permohonannya
yang
anak
bermaksud berdasarkan
diajukan
kepada
mengajukan Hukum Pengadilan
permohonan
Islam,
maka
Agama
yang
mewilayahi tempat tinggal pemohon. b. Isi Surat Permohonan Pengangkatan Anak 1) Bagian dasar hukum permohonan pengangkatan anak, harus secara jelas diuraikan motivasi yang mendorong untuk mengajukan permohonan pengangkatan anak.
30
2) Harus diuraikan secara jelas bahwa permohonan pengangkatan anak, terutama didorong oleh motivasi untuk kebaikan dan/atau kepentingan calon anak angkat, didukung dengan uraian yang memberikan kesan bahwa. Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia calon orang tua angkat benar-benar memiliki kemampuan dari berbagai aspek bagi masa depan anak angkat menjadi lebih baik. 3) Isi petitum permohonan pengangkatan anak bersifat tunggal, yaitu hanya memohon "agar anak bernama A dketapkan sebagai anak angkat dari B." Tanpa ditambahkan permintaan lain, seperti: "agar anak bernama A dketapkan sebagai ahli waris dari si B." c. Syarat-syarat Permohonan Pengangkatan Anak Antar-WNI 1) Syarat bagi calon orang tua angkat/pemohon, berlaku ketentuan sebagai berikut: a) Pengangkatan anak yang langsung dilakukan antara orang tua kandung
dengan
orang
tua
angkat
(private
adoption)
diperbolehkan. b) Pengangkatan anak yang dilakukan oleh orang yang tidak terikat dalam perkawinan sah/belum menikah (single parent adoption) diperbolehkan. c) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat.
31
2) Syarat bagi calon anak angkat a) Dalam hal calon anak angkat berada dalam asuhan suatu yayasan sosial harus dilampirkan surat izin tertulis Menteri Sosial bahwa yayasan yang bersangkutan telah diizinkan bergerak di bidang kegiatan anak. b) Calon anak angkat yang berada dalam asuhan yayasan sosial, maka harus mempunyai izin tertulis dari Menteri Sosial atau pejabat yang ditunjuk bahwa anak tersebut diizinkan untuk diserahkan sebagai anak angkat. (Undang-undang Republik Indonesia, Nomor. 23 Tahun 2002, Pasal 39 Ayat (3). "SEMA Nomor. 6 Tahun 1983. Jakarta : Kencana). 3. Prosedur Permohonan dan Persyaratan Pengangkatan Anak WNA oleh Orang Tua Angkat WNI (Intercountry Adoption) a. Syarat dan Bentuk Surat Permohonan Pengangkatan Anak WNA 1) Surat permohonan bersifat voluntair. 2) Permohonan pengangkatan anak hanya dapat diterima apabila ternyata telah ada urgensi yang memadai, misalnya ada ketentuan undang-undangnya. 3) Permohonan pengangkatan anak dapat dilakukan secara lisan atau tertulis berdasarkan ketentuan hukum acara yang berlaku. 4) Surat permohonan pengangkatan anak dapat ditandatangani oleh pemohon sendiri atau oleh kuasa hukumnya.
32
5) Surat permohonan pengangkatan anak ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri atau Ketua Pengadilan Agama yang mewilayahi domisili anak WNA yang akan diangkat. Pemohon yang beragama Islam yang bermaksud mengajukan permohonan pengangkatan anak berdasarkan Hukum Islam, maka permohonannya diajukan kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat tinggal anak WNA yang akan diangkat. b. Isi Surat Permohonan Pengangkatan Anak WNA 1) Bagian dasar hukum permohonan pengangkatan anak, harus secara jelas diuraikan motivasi yang mendorong niat untuk mengajukan permohonan pengangkatan anak. 2) Harus diuraikan secara jelas bahwa permohonan pengangkatan anak, terutama didorong oleh motivasi untuk kebaikan dan/atau kepentingan calon anak angkat WNA Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia yang bersangkutan, didukung dengan uraian yang memberikan kesan bahwa calon orang tua angkat benar-benar memiliki kemampuan dari berbagai aspek bagi masa depan anak angkat menjadi lebih baik. 3) Isi petitum permohonan pengangkatan anak bersifat tunggal, yaitu hanya memohon "agar anak bernama A ditetapkan sebagai anak angkat dari B." Tanpa ditambahkan permintaan lain, seperti: "agar anak bernama A ditetapkan sebagai ahli waris dari si B."
33
c. Syarat-syarat Permohonan Pengangkatan Anak WNA 1) Syarat bagi calon orang tua angkat WNI/pemohon, berlaku ketentuan sebagai berikut: a) Pengangkatan anak WNA harus dilakukan melalui suatu yayasan sosial yang memiliki izin dari Departemen Sosial bahwa yayasan tersebut
telah
diizinkan
bergerak
di
bidang
kegiatan
pengangkatan anak, sehingga pengangkatan anak WNA yang berlangsung dilakukan antara orang tua angkat WNI dengan orang
tua
kandungnya
WNA
(private
adoption)
tidak
diperbolehkan. b) Pengangkatan anak WNA oleh seorang WNI yang tidak terikat dalam perkawinan sah/belum menikah (single parent adoption) tidak diperbolehkan. c) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat. 2) Syarat bagi Colon Anak Angkat WNA a) Usia anak angkat harus mencapai 5 tahun. b) Disertai penjelasan tertulis dari Menteri Sosial atau Pejabat yang ditunjuk bahwa calon anak angkat WNA yang bersangkutan diizinkan untuk diangkat sebagai anak angkat oleh calon orang tua WNI yang bersangkutan. 4. Prosedur Permohonan dan Persyaratan Pengangkatan Anak WNI oleh Orang Tua Angkat WNA (Intercountry Adoption)
34
a. Syarat dan Bentuk Surat Permohonan Pengangkatan Anak WNI 1) Surat permohonan bersifat voluntair. 2) Permohonan seperti ini dapat dilakukan secara lisan sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Pengadilan Negeri/ Pengadilan Agama. Permohonan juga dapat diajukan secara tertulis. 3) Permohonan pengangkatan anak hanya dapat diterima apabila ternyata telah ada urgensi yang memadai, misalnya ada ketentuan undang-undangnya. 4) Surat permohonan pengangkatan anak dapat ditanda- tangani oleh pemohon sendiri atau oleh kuasa hukumnya. Dalam hal didampingi/dibantu kuasanya, calon orang tua angkat tetap harus hadir dalam pemeriksaan di persidangan. 5) Surat permohonan pengangkatan anak ditujukan kepada Ketua Pengadilan Negeri atau Ketua Pengadilan Agama yang mewilayahi domisili anak WNI yang akan diangkat. Pemohon yang beragama Islam yang bermaksud mengajukan permohonan pengangkatan anak berdasarkan Hukum islam maka permohonannya diajukan kepada pengadilan agama yang mewilayahi tempat tinggal anak WNI yang akan diangkat b. Isi Surat Permohonan Pengangkatan Anak WNI 1) Bagian dasar hukum permohonan pengangkatan anak, harus secara jelas diuraikan motivasi yang mendorong niat untuk mengajukan permohonan pengangkatan anak.
35
2) Harus diuraikan secara jelas bahwa permohonan pengangkatan anak, terutama didorong oleh motivasi untuk kebaikan dan/atau kepentingan calon anak angkat WNI yang bersangkutan, didukung dengan uraian yang memberikan kesan bahwa calon orang tua angkat benar-benar memiliki kemampuan dari berbagai aspek bagi masa depan anak angkat menjadi lebih baik. 3) Isi petitum permohonan pengangkatan anak bersifat tunggal, yaitu hanya memohon "agar anak bernama A ditetapkan sebagai anak angkat dari B." Tanpa ditambahkan permintaan lain, seperti: "agar anak bernama A ditetapkan sebagai ahli waris dari si B." c. Syarat-syarat Permohonan Pengangkatan Anak WNI oleh Orang Tua Angkat WNA 1) Syarat bagi calon orang tua angkat WNA/pemohon, berlaku ketentuan sebagai berikut: a) Harus telah berdomisili dan bekerja tetap di Indonesia sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun. b) Harus disertai izin tertulis Menteri Sosial atau Pejabat yang ditunjuk bahwa calon orang tua angkat WNA memperoleh izin untuk mengajukan permohonan pengangkatan anak seorang Warga Negara Indonesia. c) Pengangkatan anak WNI harus dilakukan melalui suatu yayasan sosial yang memiliki izin dari Departemen Sosial bahwa yayasan tersebut telah diizinkan bergerak di bidang
36
kegiatan pengangkatan anak, sehingga pengangkatan anak WNI yang langsung dilakukan antara orang tua kandung WNI dan calon orang tua angkat WNA (private adoption) tidak diperbolehkan. d) Pengangkatan anak WNI oleh seorang WNA yang tidak terikat dalam perkawinan sah/belum menikah (single parent adoption) tidak diperbolehkan. e) Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat. 2) Syarat bagi calon anak angkat WNA yang diangkat a) Usia calon anak angkat harus belum mencapai umur 5 tahun. b) Disertai penjelasan tertulis dari Menteri Sosial atau Pejabat yang
ditunjuk
bahwa
calon
anak
angkat
WNI
yang
bersangkutan diizinkan untuk diangkat sebagai anak angkat oleh calon orang tua angkat WNA yang bersangkutan. (Kamil, 2008 : 59-65)
D. Motivasi Pengangkatan Anak Dalam praktiknya, pengangkatan anak di kalangan masyarakat Indonesia mempunyai beberapa tujuan dan/atau motivasinya. Tujuannya antara lain adalah untuk meneruskan keturunan, apabila dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan. Motivasi ini sangat kuat terhadap pasangan suami istri yang telah divonis tidak mungkin melahirkan anak
37
padahal mereka sangat mendambakan kehadiran anak dalam pelukannya di tengah-tengah keluarganya. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, secara tegas menyatakan bahwa tujuan pengangkatan anak, motivasi pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ketentuan ini sangat memberikan jaminan perlindungan bagi anak yang sifatnya memang sangat tergantung dari orang tuanya. Praktik pengangkatan anak dengan motivasi komersial, perdagangan, sekadar untuk pancingan dan setelah memperoleh anak, kemudian anak angkat disia-siakan atau diterlantarkan, sangat bertentangan dengan hak-hak yang melekat pada anak. Oleh karena itu, pengangkatan anak harus dilandasi oleh semangat kuat untuk memberikan pertolongan dan perlindungan sehingga masa depan anak angkat akan lebih baik dan lebih maslahat. Harus disadari bahwa pengangkatan anak yang sesuai dengan budaya dan akidah masyarakat Indonesia tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya. Hal sensitif yang juga harus disadari oleh calon orang tua angkat dan orang tua kandung adalah bahwa calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat, hal ini penting diperhatikan oleh karena pengaruh agama orang tua angkat terhadap Anak angkat hanya memiliki satu arus arah dari orang tua angkat terhadap anak angkatnya, jika hal ini terjadi maka akan sangat melukai hati dan nurani serta akidah orang tua kandung anak angkat itu.
38
Pengangkatan anak juga mungkin terjadi dilakukan oleh warga Negara Asing terhadap anak-anak Indonesia, hal ini memerlukan adanya ketentuan hukum yang jelas terhadap pengangkatan anak antarwarga negara. Pasal 39 angka 4 UU No. 23/2002 menyatakan bahwa pengangkatan anak oleh Warga Negara Asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir. Dalam hal asal-usul anak yang akan diangkat tersebut tidak diketahui, misalnya anak itu dibuang oleh ibunya di tempat pembuangan sampah atau di pinggir jalan lalu ditemukan oleh seseorang, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat, yaitu agama penduduk di sekitar tempat pembuangan bayi tersebut. Kaitannya dengan bimbingan dan pengawasan terhadap anak angkat, Pasal 41 UU No. 23/2002 menegaskan bahwa pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak, yang detailnya akan diatur dengan peraturan pemerintah. (Kamil, 2008 : 68).
E. Hak-hak dan Kewajiban Anak Angkat Perlindungan terhadap anak di Indonesia termasuk anak angkat bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan sejahtera. Anak angkat dan anak-anak lain pada umumnya adalah
39
amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat hakhak sebagai anak dan harkat serta martabat sebagai manusia seutuhnya, melekat hak-hak yang perlu dihormati dan dijunjung tinggi oleh orang tua angkatnya dan masyarakat pada umumnya, hak-hak anak angkat dimaksud antara lain. 1. berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi; 2. berhak atas suatu nama sebagai identitas diri dan status kewarganegaraan; 3. berhak untuk beribadah menurut agamanya, berpikir, dan berekspresi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya, dalam bimbingan orang tua; 4. berhak untuk mengetahui orang tuanya, dibesarkan, dan diasuh oleh orang tuanya sendiri; 5. dalam hal karena sesuatu sebab orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anak, atau anak dalam keadaan terlantar, maka anak tersebut berhak diasuh atau diangkat sebagai anak asuh atau anak angkat oleh orang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 6. berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jaminan sosial sesuai dengan kebutuhan fisik, mental, spiritual, dan sosial; 7. berhak
memperoleh
pendidikan
dan
pengajaran
dalam
rangka
pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat dan bakatnya;
40
8. khusus bagi anak yang menyandang cacat juga berhak memperoleh pendidikan luar biasa, sedangkan bagi anak yang memiliki keunggulan juga berhak mendapatkan pendidikan khusus; 9. setiap anak berhak menyatakan dan didengar pendapatnya, menerima, mencari, dan memberikan informasi sesuai dengan tingkat kecerdasan dan usianya demi pengembangan dirinya sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan; 10. setiap anak berhak untuk beristirahat dan memanfaatkan waktu luang, bergaul dengan anak yang sebaya, bermain, dan berkreasi sesuai dengan minat, bakat, dan tingkat kecerdasannya demi perkembangan diri; 11. setiap anak yang menyandang cacat berhak memperoleh rehabilitasi, bantuan sosial, dan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial; 12. setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dan perlakuan: a. diskriminasi; b. eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual; c. penelantaran; d. kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan; e. ketidakadilan, dan f. perlakuan salah lainnya. Dalam hal orang tua, wali atau pengasuh anak melakukan segala bentuk perlakuan tersebut, maka pelaku dikenakan pemberatan hukuman.
41
13. setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri, kecuali ada alasan dan/atau aturan hukum yang sah menunjukkan bahwa pemisahan itu adalah demi kepentingan terbaik bagi anak dan merupakan pertimbangan terakhir; 14. setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari: a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik; b. pelibatan dalam sengketa bersenjata; c. pelibatan dalam kerusuhan sosial; d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsure kekerasan; dan e. pelibatan dalam peperangan. 15. setiap anak berhak memperoleh perlindungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi. Setiap anak berhak untuk memperoleh kebebasan sesuai dengan hukum. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir; 16. setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk: a. mendapatkan
perlakuan
secara
manusiawi
dan
penempatannya
dipisahkan dari orang dewasa; b. memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku; dan c. membela diri dan memperoleh keadilan di depan pengadilan anak yang objektifdan tidak memihak dalam sidang tertutup untuk umum.
42
17. setiap anak yang menjadi korban atau pelaku kekerasan seksual atau yang berhadapan dengan hukum berhak dirahasiakan. 18. setiap anak yang menjadi korban atau pelaku tindak pidana berhak mendapatkan bantuan hukum dan bantuan lainnya. Di samping hak-hak yang dijamin oleh undang-undang tersebut, anakanak dan/atau termasuk anak angkat memiliki kewajiban-kewajiban sebagai kewajiban asasi yang juga harus dilaksanakan oleh seorang anak, yaitu bahwa setiap anak berkewajiban untuk: a. menghormati orang tua, wali, dan guru; b. mencintai keluarga, masyarakat, dan menyayangi teman; c. mencintai tanah air, bangsa, dan Negara d. menunaikan ibadah sesuai dengan ajaran agamanya; dan e. melaksanakan etika dan akhlak yang mulia. (Kamil, 2008 : 68-71)
F. Perwalian Anak Angkat Secara umum masalah perwalian anak pada umumnyadiatur pada Bab VII Undang-Undang Perlindungan Anak. Pasal 33 memberikan ketentuan rincian kondisi anak dan perwaliannya pada saat itu. Perwalian terhadap anak angkat, dapat dikaji dari aspek defmisi anak angkat sebagaimana diatur Pasal 1 angka 9 UU No. 23/2002 yang menyatakan bahwa "Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan,
43
pendidikan, dan membesarkan anak tersebut ke dalam lingkungan orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan. Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia Bertitik tolak dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa perwalian terhadap anak angkat telah beralih dari orang tua kandungnya kepada orang tua angkatnya. Jadi orang tua angkat memiliki hak dan bertanggung jawab perwalian terhadap anak angkatnya, termasuk perwalian terhadap harta kekayaan. Oleh karena itu, apabila anak angkat telah dewasa, maka orang tua angkat wajib memberikan pertanggungjawaban atas pengelolaan harta kekayaan anak angkatnya tersebut. Pasal 33 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak menyatakan bahwa: 1. Dalam hal orang tua anak tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau tidak diketahui tempat tinggal atau keberadaannya, maka seseorang atau badan hukum yang memenuhi persyaratan dapat ditunjuk sebagai wali dari anak yang bersangkutan. 2. Untuk menjadi wali anak yang berada di bawah perwalian- nya, dilakukan melalui penetapan pengadilan. 3. Wali yang ditunjuk sebagai wali seseorang anak, agamanya harus sama dengan agama yang dianut anak. 4. Untuk kepentingan anak, wali tersebut, wajib mengelola harta milik anak yang bersangkutan. 5. Ketentuan mengenai syarat dan tata cara penunjukan wali, diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Wali yang ditunjuk berdasarkan
44
penetapan pengadilan tersebut, dapat mewakili anak untuk melakukan perbuatan hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak. Dalam hal anak belum mendapat penetapan pengadilan mengenai wali, maka harta kekayaan anak tersebut dapat diurus oleh balai harta peninggalan atau lembaga lain yang mempunyai kewenangan untuk itu. Balai harta peninggalan atau lembaga lain yang mempunyai kewenangan, bertindak sebagai wali pengawas untuk mewakili kepentingan anak. Pengurus harta anak tersebut harus mendapat penetapan pengadilan. Dalam hal wali yang ditunjuk ternyata di kemudian hari tidak cakap melakukan perbuatan hukum atau menyalahgunakan kekuasaannya sebagai wali, maka status perwaliannya dicabut dan ditunjuk orang lain sebagai wali melalui penetapan pengadilan. Dalam hal wali meninggal dunia, ditunjuk orang lain sebagai wali melalui penetapan pengadilan. (Kamil, 2008 : 73-75).
G. Pengasuhan dan Pengangkatan Anak Pengasuhan atau mengasuh adalah "menjaga dan memelihara anak kecil, membimbing agar bisa mandiri, sedangkan pengangkatan anak berarti suatu upaya penyatuan seseorang anak yang diketahuinya bahwa ia sebagai anak orang lain ke dalam keluarganya. Ia diperlakukan sebagai anak dari segi kecintaan, pemberian nafkah, pendidikan dan pelayanan dalam segala kebutuhannya, bukan diperlakukan sebagai anak nasab-nya. Sendiri.
45
(Kamus besar bahasa Indonesia, 1997 : 43). Dalam undang-undang perlindungan anak tepatnya pada Pasal 37 sampai dengan Pasal 41 telah diatur beberapa ketentuan tentang pengasuhan dan pengangkatan anak. Pengasuhan anak ditujukan kepada anak yang orang tuanya tidak dapat menjamin tumbuh kembang anaknya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual, maupun sosial. Pengasuhan anak tersebut, dilakukan oleh lembaga yang mempunyai kewenangan untuk Hukum Perlindungon dan Pengangkatan Anak di Indonesia itu. Dalam hal lembaga berdasarkan agama, maka anak yang diasuh harus yang seagama dengan agama yang menjadi landasan lembaga yang bersangkutan. Dalam hal pengasuhan anak dilakukan oleh lembaga yang tidak berlandaskan agama, maka pelaksanaan pengasuhan anak harus memperhatikan agama yang dianut anak yang bersangkutan. Pengasuhan anak oleh lembaga dapat dilakukan di dalam atau di luar Panti Sosial. Perseorangan yang ingin berpartisipasi dapat melalui lembaga-lembaga tersebut di atas. Pengasuhan anak tersebut, dilaksanakan tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental. Pengasuhan anak tersebut, diselenggarakan melalui kegiatan bimbingan, pemeliharaan, perawatan
dan
pendidikan
secara
berkesinambungan,
serta
dengan
memberikan bantuan biaya dan/atau fasilitas lain, untuk menjamin tumbuh kembang anak secara optimal, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial, tanpa memengaruhi agama yang dianut anak. Pengasuhan anak merupakan
46
cikal bakal dari lahirnya lembaga pengangkatan anak yang memiliki sifat yang lebih substantif dan luas bagi masa depan anak. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang Perlindungan Anak secara khusus mengatur ketentuanketentuan khusus bagi anak angkat guna menghindari penyalahgunaan dan penyelewengan terhadap "Prosedur tentang permohonan pengasuhan dan/atau pengangkatan anak akan diuraikan di bawah. "Lembaga atau perorangan yang melakukan kegiatan pengasuhan tersebut, disebut orang tua asuh. Di Indonesia telah dibentuk apa yang disebut Gerakan Orang Tua Asuh (GNOTA) yang bertujuan untuk membantu anak-anak yang kurang mampu dalam biaya pendidikan anak yang diangkatnya. Ketentuan-ketentuan ini diatur pada pasal 39 sampai dengan Pasal 41, bahwa: 1. pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku; 2. pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya; 3. calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat; 4. pengangkatan anak oleh Warga Negara Asing hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir; 5. dalam hal asal usul anak tidak diketahui, maka agama anak disesuaikan dengan agama mayoritas penduduk setempat;
47
6. orang tua angkat wajib memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usulnya dan orang tua kandungnya; 7. pemberitahuan asal usul dan orang tua kandungnya, dilakukan dengan memerhatikan kesiapan anak yang bersangkutan; 8. pemerintah dan masyarakat melakukan bimbingan dan pengawasan terhadap pelaksanaan pengangkatan anak; (Kamil, 2008 : 75-77).
H. Penyelenggaraan Perlindungan terhadap Anak Angkat Penyelenggaraan perlindungan terhadap anak angkat meliputi berbagai aspek kehidupan dengan mengacu kepada hak-hak asasi anak yang melekat padanya sejak anak itu dilahirkan, meliputi: 1. perlindungan terhadap agama; 2. perlindungan terhadap kesehatan; 3. perlindungan terhadap pendidikan; 4. perlindungan terhadap hak sosial; 5. perlindungan yang sifatnya khusus/eksepsional; Setiap anak mendapat perlindungan untuk beribadah menurut agamanya. Sebelum anak dapat menentukan pilihannya, agama yang dipeluk anak tersebut mengikuti agama orang tuanya. Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, orang tua, wali, dan lembaga sosial menjamin perlindungan anak dalam memeluk agamanya, meliputi pembinaan, pembimbingan, dan pengamalan ajaran agama bagi anak.
48
Pemerintah wajib menyediakan fasilitas dan menyelenggarakan upaya kesehatan yang komprehensif bagi anak, agar setiap anak memperoleh derajat kesehatan yang optimal sejak dalam kandungan. Penyediaan fasilitas dan penyelenggaraan upaya kesehatan secara komprehensif tersebut harus didukung oleh peran serta masyarakat. Upaya kesehatan yang komprehensif tersebut, meliputi upaya promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif, baik untuk pelayanan kesehatan dasar maupun rujukan. Upaya kesehatan yang komprehensif tersebut, diselenggarakan secara cuma-cuma bagi keluarga yang tidak mampu. Pelaksanaan
ketentuan-ketentuan
tersebut,
disesuaikan
dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Orang tua dan keluarga bertanggung jawab menjaga kesehatan anak dan merawat anak sejak dalam kandungan. Dalam hal orang tua dan keluarga yang tidak mampu melaksanakan tanggung jawab menjaga kesehatan dan merawat anak sejak dalam kandungan, maka pemerintah wajib memenuhinya. Kewajiban pemerintah tersebut, pelaksanaannya dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib mengusahakan agar anak yang lahir terhindar dari penyakit yang mengancam kelangsungan hidup dan/atau menimbulkan kecacatan. Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak dari upaya transplantasi organ tubuhnya untuk pihak lain. Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib melindungi anak dari perbuatan:
49
1. pengambilan organ tubuh anak dan/atau jaringan tubuh anak tanpa memerhatikan kesehatan anak; 2. jual beli organ dan/atau jaringan tubuh anak; dan 3. penelitian kesehatan yang menggunakan anak sebagai objek penelitian tanpa seizin orang tua dan tidak mengutamakan kepentingan yang terbaik bagi anak. (kamil : 2008 : 79). Pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak. Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada anak untuk memperoleh pendidikan. Pendidikan anak diarahkan kepada: 1. pengembangan
sikap
dan
kemampuan
kepribadian
anak,
bakat,
kemampuan mental dan fisik sampai mencapai potensi mereka yang optimal; 2. pengembangan penghormatan atas hak asasi manusia dan kebebasan asasi; 3. pengembangan rasa hormat terhadap orang tua, identitas budaya, bahasa dan nilai-nilainya sendiri, nilai-nilai nasional di mana anak bertempat tinggal, dari mana anak berasal, dan peradaban-peradaban yang berbedabeda dari peradaban sendiri; 4. persiapan anak untuk kehidupan yang bertanggungjawab; dan 5. pengembangan rasa hormat dan cinta terhadap lingkungan hidup. (kamil : 2008 : 79).
50
Anak yang menyandang cacat fisik dan/atau mental diberikan kesempatan yang sama dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa. Anak yang memiliki keunggulan diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh pendidikan khusus. Pemerintah bertanggungjawab untuk memberikan biaya pendidikan dan/atau bantuan cuma-cuma atau pelayanan khusus bagi anak dari keluarga tidak mampu, anak terlantar, dan anak yang bertempat tinggal di daerah terpencil.
Pertanggungjawaban
pemerintah
tersebut,
termasuk
pula
mendorong masyarakat untuk berperan aktif. (kamil : 2008 : 80). Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah atau temantemannya di dalam sekolah yang bersangkutan, atau lembaga pendidikan lainnya.
Dalam
aspek
sosial,
pemerintah
wajib
menyelenggarakan
pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga. Penyelenggaraan pemeliharaan dapat dilakukan oleh lembaga masyarakat. Untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan anak terlantar, lembaga pemerintah dan lembaga masyarakat dapat mengadakan kerja sama dengan berbagai pihak yang terkait. Dalam hal penyelenggaraan pemeliharaan dan perawatan anak tersebut, pengawasannya dilakukan oleh Menteri Sosial. (kamil : 2008 : 80). Pemerintah dalam menyelenggarakan pemeliharaan dan perawatan wajib mengupayakan dan membantu agar anak dapat:
51
1. berpartisipasi; 2. bebas menyatakan pendapat dan berpikir sesuai dengan hati nurani dan agamanya; 3. bebas menerima informasi lisan atau tertulis sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan anak; 4. bebas berserikat dan berkumpul; 5. bebas beristirahat, bermain, berekreasi, berkreasi, dan berkarya seni budaya; dan 6. memperoleh sarana bermain yang memenuhi syarat kesehatan dan keselamatan. (kamil : 2008 : 80-81). Upaya-upaya tersebut, dikembangkan dan disesuaikan dengan usia, tingkat kemampuan anak, dan lingkungannya agar tidak menghambat dan mengganggu perkembangan anak. Dalam hal anak terlantar karena suatu sebab orang tuanya melalaikan kewajibannya, maka lembaga-lembaga tersebut di atas, keluarga, atau pejabat yang berwenang dapat mengajukan permohonan ke pengadilan untuk menetapkan anak sebagai anak terlantar. Penetapan pengadilan sekaligus menetapkan tempat penampungan, pemeliharaan, dan perawatan anak terlantar yang bersangkutan, dan pemerintah atau lembaga yang diberi wewenang wajib menyediakan tempatnya. Di samping perlindungan yang bersifat umum, bagi anak dalam situasi dan kondisi darurat wajib memperoleh perlindungan khusus. Undang-Undang Perlindungan Anak telah memberikan ukuran bagi anak-anak yang perlu
52
rtiendapat perlindungan khusus. Dalam hal ini pemerintah dan lembaga negara lainnya berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak yang
tereksploitasi
secara
ekonomi
dan/atau
seksual,
anak
yang
diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. Anak dalam situasi darurat terdiri atas: 1. anak yang menjadi pengungsi; 2. anak korban kerusuhan; 3. anak korban bencana alam; dan 4. anak dalam situasi konflik bersenjata. (kamil : 2008 : 82). Perlindungan
khusus
bagi
anak
yang
menjadi
pengungsi
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan hukum humaniter. Sedangkan perlindungan khusus bagi anak korban kerusuhan, korban bencana, dan anak dalam situasi konflik bersenjata dilaksanakan melalui: 1. pemenuhan kebutuhan dasar yang terdiri atas pangan, sandang, pemukiman, pendidikan, kesehatan, belajar dan berkreasi, jaminan keamanan, dan persamaan perlakuan; dan
53
2. pemenuhan kebutuhan khusus bagi anak yang menyandang cacat dan anak yang mengalami gangguan psikososial. (kamil : 2008 : 82) Setiap orang dilarang merekrut atau memperalat anak untuk kepentingan militer dan/atau lainnya dan membiarkan anak tanpa perlindungan jiwa. Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum meliputi anak yang berkonflik dengan hukum dan anak korban tindak pidana merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum meliputi: 1. perlakuan atas anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hakhak anak; 2. penyediaan petugas pendamping khusus anak sejak dini; 3. penyediaan sarana dan prasarana khusus; 4. penjatuhan sanksi yang tepat untuk kepentingan yang terbaik bagi anak; 5. pemantauan dan pencatatan terus-menerus terhadap perkembangan anak yang berhadapan dengan hukum; 6. pemberian jaminan untuk mempertahankan hubungan dengan orang tua atau keluarga; dan perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi. Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban tindak pidana, dilaksanakan melalui: a. upaya rehabilitasi, baik dalam lembaga maupun di luar lembaga; b. upaya perlindungan dari pemberitaan identitas melalui media massa dan untuk menghindari labelisasi;
54
c. pemberian jaminan keselamatan bagi saksi korban dan saksi ahli, baik fisik, mental, maupun sosial; dan d. pemberian aksesibilitas untuk mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara. (kamil : 2008 : 83) Perlindungan khusus bagi anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, dilakukan melalui penyediaan prasarana dan sarana untuk dapat menikmati budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya, dan menggunakan bahasanya. Setiap orang dilarang menghalang-halangi anak dari kelompok minoritas dan terisolasi untuk menikmati budayanya sendiri, mengakui dan melaksanakan ajaran agamanya, serta menggunakan bahasanya sendiri tanpa mengabaikan akses pembangunan masyarakat dan budaya. (kamil : 2008 : 83). Perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual merupakan kewajiban dan tanggung jawab pemerintah dan masyarakat, dan perlindungan khusus bagi anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual tersebut dilakukan melalui: 1. penyebarluasan dan/atau sosialisasi ketentuan peraturan perundangundangan yang berkaitan dengan perlindungan anak yang dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual; 2. pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi; dan 3. pelibatan berbagai instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat dalam penghapusan eksploitasi terhadap anak secara ekonomi dan/atau seksual.
55
(kamil : 2008 : 84). Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan eksploitasi terhadap anak tersebut. Perlindungan khusus bagi anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), dan terlibat dalam produksi dan distribusinya, dilakukan melalui upaya pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat. Setiap orang dilarang dengan sengaja menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam penyalahgunaan, produksi dan distribusi napza. Perlindungan khusus bagi anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan anak, dilakukan melalui upaya pengawasan, perlindungan pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat. Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan penculikan, penjualan, atau perdagangan. Perlindungan khusus bagi anak korban kekerasan tersebut di atas meliputi kekerasan fisik, psikis, dan seksual dilakukan melalui upaya: 1. penyebarluasan dan sosialisasi ketentuan peraturan perundang-undangan yang melindungi anak korban tindak kekerasan; dan 2. pemantauan, pelaporan, dan pemberian sanksi. (kamil : 2008 : 84). Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan-kekerasan di atas.
56
Perlindungan khusus bagi anak yang menyandang cacat, dilakukan melalui upaya: 1. perlakuan anak secara manusiawi sesuai dengan martabat dan hak anak; 2. pemenuhan kebutuhan-kebutuhan khusus; 3. memperoleh perlakuan yang sama dengan anak lainnya untuk mencapai integrasi sosial sepenuh mungkin dan pengembangan individu. (kamil : 2008 : 85). Setiap orang dilarang memperlakukan anak dengan mengabaikan pandangan mereka secara diskriminatif, termasuk labelisasi dan penyetaraan dalam pendidikan bagi anak-anak yang menyandang cacat. Perlindungan khusus bagi anak korban perlakuan salah dan penelantaran, dilakukan melalui pengawasan, pencegahan, perawatan, dan rehabilitasi oleh pemerintah dan masyarakat. Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan salah, dan penelantaran. (Kamil, 2008 : 85).
I. Pencatatan Anak Angkat dalam Catatan Sipil Pengangkatan anak yang kelahirannya normal dari perkawinan sah dan asal usulnya jelas, maka pencatatannya di kantor catatan sipil akan menjadi mudah dan tidak mengalami kendala, karena pelaksanaan pencatatannya oleh kantor catatan sipil cukup mencatat pengangkatan anak tersebut di pinggir akta kelahiran si anak angkat. Persoalannya menjadi agak
57
rumit, apabila anak yang diangkat tidak mempunyai asal usul orang tuanya yang jelas. Misalnya anak yang diangkat mulanya dalam keadaan mengenaskan ditemukan di tempat pembuangan sarnpah, atau di pinggir jalan, atau di samping rumah yang sengaja dibuang atau ditaruh oleh orang tua kandungnya yang tidak bertanggung jawab dengan harapan dapat dipungut dan diasuh oleh orang lain, sebagaimana sering terjadi di kota-kota besar sebagai akibat pergaulan bebas dan hubungan seks di luar nikah; atau diambil dari panti asuhan yang asal usul orang tua kandungnya tidak diketahui atau dirahasiakan. Kalau anak yang akan diangkat diambil dari yayasan, maka seharusnya yayasan sudah terlebih dahulu mencatatkan kelahiran anak dimaksud, dengan demikian si anak telah memiliki kutipan akta lahir. (kamil : 2008 : 86) Apabila anak yang dimohonkan sebagai anak angkat itu tidak jelas asal usulnya, karena dahulu diambil dalam keadaan mengenaskan, atau karena dibuang oleh orang tua kandungnya di tempat pembuangan sampah/di pinggir jalan, atau di samping rumah yang sengaja dibuang atau ditaruh oleh orang tua kandungnya yang tidak bertanggung jawab dengan harapan dapat dipungut dan diasuh oleh orang lain, sebagaimana sering terjadi di kota-kota besar sebagai akibat pergaulan bebas dan hubungan seks di luar nikah tersebut. Persoalan yang ada banyak seorang bayi dibawa pulang oleh orang yang menemukan, untuk kemudian diasuh dan dirawat seperti anak kandungnya sendiri, maka seharusnya orang yang menemukan bayi tersebut melaporkan kasus penemuan bayi itu ke pihak kepolisian. Kepolisian akan
58
membuatkan surat keterangan penemuan bayi dan memprosesnya sesuai dengan hukum yang berlaku. Dengan surat keterangan dari pihak kepolisian, maka orang yang menemukan bayi itu dapat mengajukan permohonan pencatatan ke kantor catatan sipil untuk dikeluarkan akta kelahirannya. Setelah diperoleh kutipan akta kelahiran, maka langkah selanjutnya yang akan ditempuh dari calon orang tua angkat adalah mengajukan permohonan pengangkatan anak ke pengadilan di wilayah hukum pengadilan yang mewilayahi domisili pemohon. (Kamil, 2008 : 85-87). Setelah ada penetapan pengadilan, maka orang tua angkat dengan membawa salinan penetapan pengadilan dimaksud mengajukan permohonan catatan pinggir tentang pengangkatan anak pada akta kelahiran anak angkat yang bersangkutan. Ketentuan tersebut mengacu pada Keputusan Menteri dalam Negeri nomor 54 Tahun 1999 tentang pedoman penyelenggaraan Pendaftaran penduduk. Pada bagian ke 6 (ke enam) Surat Mendagri tersebut, ada dua pasal yang mengatur tentang pengangkatan anak, yaitu pasal 23 dan pasal 24. Pasal 23 1. Setiap pengangkatan anak yang telah mendapatkan penetapan instansi berwenang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, wajib dilaporkan oleh orang tuanya atau kuasanya kepada kepala daerah setempat dengan melampirkan data penetapan pengadilan negeri (atau
59
pengadilan agama bagi yang beragama Islam) tentang pengangkatan anak; akta kelahiran dari anak yang bersangkutan; dokumen imigrasi bagi WNA. 2. Pelaporan pengangkatan anak sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dicatat dengan memberikan catatan pinggir pada akta kelahiran anak yang bersangkutan. Pasal 24 Pelaporan pengangkatan anak oleh WNI yang dilaksanakan di luar negeri, wajib dilaporkan kepada kepala daerah setempat setelah kembali ke Indonesia." Kalimat " Kepala Daerah setempat ..." dalam konteks pelaporan pencatatan pengangkatan anak, telah menimbulkan banyak penafsiran. Siapa yang dimaksud dengan Kepala Daerah tersebut, apakah Kantor Dinas Kependudukan, atau Kantor Catalan Sipil. Tetapi kaitannya dengan pencatatan terhadap anak angkat yang sudah mempunyai penetapan pengadilan, maka salah satu tafsirnya adalah dilaporkan ke Kantor Catatan Sipil untuk diberikan catatan pinggir pada pinggir kutipan akta kelahiran anak angkat tersebut. (Kamil, 2008 : 88).
J. Penentuan Nasab Terhadap Anak Angkat. 1. Pengertian Nasab Penentuan nasab merupakan salah satu hak seorang anak yang terpenting dan merupakan sesuatu yang banyak memberikan dampak terhadap kepribadian dan masa depan anak.
60
Seorang anak harus mengetahui tentang keturunannya, sebab asal usul yang menyangkut keturunannya sangat penting untuk menempuh kehidupannya dalam masyarakat. Secara etimologis istilah nasab berasal dari bahasa Arab "an-nasab" yang berarti ”keturunan, kerabat,” memberikan cirri dan menyebutkan keturunannya. Nasab juga dipahami sebagai pertalian kekeluargaan berdasarkan hubungan darah sebagai Penentuan nasab salah satu hak seorang anak yang terpenting dan merupakan suatu yang banyak memberikan dampak terhadap pribadi dan masa depan anak. (al-Mainawi kautsar, 1414 Huquq al-Thifl fi al-Islam, (Riyadh: Ammar Press : 49). Dalam perspektif Hukum Islam nasab anak terhadap ayah bisa terjadi karena 3 hal : a. Melalui perkawinan yang sah b. Melalui perkawinan yang fasid, dan c. Melalui hubungan senggama karena adanya syubhah an-nikah (nikah syubhat). Nasab merupakan nikmat yang paling besar yang diturunkan Allah SWT, Kepada hamba-Nya sesuai dengan Firman-Nya.
61
54. Dan dia (pula) yang menciptakan manusia dari air lalu dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah [1070] dan adalah Tuhanmu Maha Kuasa. [1070] Mushaharah artinya hubungan kekeluargaan yang berasal dari perkawinan, seperti menantu, ipar, mertua dan sebagainya. 2. Cara Menetapkan Nasab Ulama fikih sepakat bahwa nasab seorang anak dapat ditetapkan melalui tiga cara, yaitu sebagai berikut: a. Melalui nikah sahih atau fasid. Ulama fikih sepakat bahwa nikah yang sah dan fasid merupakan salah satu cara dalam menetapkan nasab seorang anak kepada ayahnya, sekalipun pernikahan dan kelahiran anak tidak didaftarkan secara resmi pada instansi terkait. b. Melalui pengakuan atau gugatan terhadap anak. Ulama fikih membedakan antara pengakuan terhadap anak dan pengakuan terhadap selain anak, seperti saudara, paman, atau kakek. Jika seorang lelaki mengakui bahwa seorang anak kecil adalah anaknya, atau sebaliknya seorang anak kecil yang telah baligh (menurut jumhur ulama) atau mumayiz (menurut ulama Mazhab Hanafi) mengakui seorang lelaki adalah ayahnya, maka pengakuan itu dapat dibenarkan dan anak dinasab-kan kepada lelaki tersebut, apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.
62
1) Anak tidak jelas nasab-nya, tidak diketahui ayahnya. Apabila ayahnya diketahui, maka pengakuan ini batal, karena Rasulullah Saw. mencela seseorang yang mengakui dan menjadikan anak orang lain sebagai nasab-nya. (HR Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Ahmad bin Hanbal, dan Ibnu Majah dari Sa'd bin Abi Waqqas). Ulama fikih sepakat bahwa apabila anak itu adalah anak yang dinafikan ayahnya melalui li'an, maka tidak dibolehkan seseorang mengakui nasab-nya., selain suami yang melahirkan ibunya. 2) Pengakuan tersebut rasional. Maksudnya, seseorang yang mengakui sebagai ayah dari anak tersebut usianya berbeda jauh dari anak yang diakui sebagai nasab-nya. Demikian pula halnya, apabila seseorang mengakui nasab seorang anak tetapi kemudian datang lelaki lain yang mengakui nasab anak tersebut. Dalam kasus seperti ini terdapat dua pengakuan, sehingga hakim perlu meneliti lebih jauh tentang siapa yang berhak terhadap anak tersebut. 3) Apabila anak tersebut telah baligh dan berakal (menurut jumhur ulama) atau telah mumayiz (menurut Ulama Mazhab Hanafi), dan membenarkan pengakuan laki-laki tersebut. Akan tetapi, syarat ini tidak diterima Ulama Mazhab Maliki, karena menurut mereka, nasab merupakan hak dari anak, bukan ayah.
63
4) Lelaki yang mengakui nasab anak tersebut menyangkal bahwa anak tersebut adalah anaknya dari hasil hubungan perzinaan, karena perzinaan tidak bisa menjadi dasar penetapan nasab anak. (Kamil, 2008 : 165-166).
BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN NEGERI SALATIGA DAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA DALAM PENGANGKATAN ANAK DI PENGADILAN NEGERI SALATIGA DAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA
A. Gambaran Umum Tentang Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga 1. Gambaran Umum Tentang Pengadilan Negeri Salatiga a. Sejarah Pengadilan Negeri Salatiga Pengadilan Negeri Salatiga dibentuk pada abad ke-19 yaitu pada tahun 1896 berupa Landraad untuk keperluan Warga Negara Asing dan Belanda. Pemerintah Daerah pada masa itu berupa Kabupaten Semarang dan Kawedanan Salatiga yang berpusat di Salatiga berbentuk Gamanto yang pada perubahannya setelah kemerdekaan menjadi Kota Praja dan kini berbentuk Kotamadya. Pada waktu berbentuk Landraad, hakim-hakim di Salatiga terdiri atas tokoh Ahli Hukum padajaman itu yaitu : 1) 2) 3) 4) 5) 6)
Mr. Whirmink Mr. Camalis Mr. Peter Mr.TerHaar Mr. Lekkerkarkar Mr. Sebealer
7) Mr. Rykee 8) Mr. Cayauk 9) Mr. Dr. Gondo Koesoemo 10) Mr. Shoot 11) Mr. Wiednar 12) Mr. R. Soeprapto
64
65
Pada waktu pendudukan Jepang (Tihoo-Ho-in): 1) Mr. Lio Oen Hok 2) P. Salamoon Pada zaman renovasi kemerdekaan Ketua Pengadilan Negeri Salatiga adalah : 1) Mr. Trank 2) Mr. Kresno Setelah Indonesia merdeka, yang pemah menjabat Ketua Pengadilan Negeri Salatiga adalah; 1) Mr. Soebiyono
10) Djautan Purba, SH
2) Mr. Woeryanto
11) Agus Air Guliga, SH
3) Soehono Soedjo, SH
12) Sarwono Soekardi, SH
4) Soenarso, SH
13) SabirinJanah, SH
5) Soeharto, SH
14) Suhartatik, SH
6) Acmadi, SH
15) Tewer Nussa Steven, SH
7) Imam Soetikno, SH
16) Winaryo, SH. MH
8) H. Mohammad Hatta, S
17) Erwin Tumpak Pasaribu, SH. MH
9) Soetopo, SH
18) Antonius Widijantono, SH
Dalam perkembangannya, wilayah daerah Pemerintahan mengalami perubahan, demikian juga daerah hukum Pengadilan Negeri Salatiga. Untuk mengatur wilayah Kabupaten Semarang yang begitu luas, pada tahun 1963 Pengadilan Negeri Salatiga terpecah menjadi :
66
a) Pengadilan Negeri Salatiga dengan wilayah hukum Kabupaten Semarang bagian Selatan dan Kotamadya Salatiga. b) Pengadilan Negeri Ambarawa dengan wilayah hukum Kabupaten Semarang bagian Utara. Setelah Pengadilan Negeri Kabupaten Ungaran diresmikan, wilayah Pengadilan Negeri Salatiga yang tadinya meliputi Kabupaten Semarang bagian Selatan, maka wilayah hukum Pengadilan Negeri Salatiga tinggal 1 (satu) Kecamatan terdiri dari 9 (sembilan) Kelurahan. Dalam perkembangannya saat ini, wilayah hukum Pengadilan Negeri Salatiga yang sekarang berkantor di Jl. Veteran No. 4 Salatiga meliputi 4 (empat) Kecamatan yaitu Kecamatan Sidomukti, Kecamatan Tingkir, Kecamatan Argomulyo dan Kecamatan Sidorejo yang semuanya terdiri dari 22 (dua puluh dua) Kelurahan. b. Kewenangan Pengadilan Negeri Salatiga 1) Wewenang Relatif Pengertian kewenangan relatif adalah suatu wewenang untuk mengatur pembagian kekuasaan mengadili antara pengadilan yang sama, dengan kata lain, Pengadilan Negeri yang dimana berwenang untuk mengadili suatu perkara di wilayah hukum pengadilan tersebut. Pengadilan
Negeri
Salatiga
berwenang
menangani
persoalan-persoalan hukum umum yang terjadi di wilayahnya. Wilayah yang menjadi kewenangan Pengadilan Negeri Salatiga
67
meliputi 4 (empat) kecamatan yang terdiri dari 22 (dua puluh dua) kelurahan, yaitu : No
Kelurahan
Kecamatan
1.
Argomulyo
Noborejo Cebongan Randuacir Ledok Tegalrejo Kumpulrejo
2.
Tingkir
Tingkir Tengah Tingkir Lor Kalibening Sidorejo Kidul Kutowinangun Gendongan
3.
Sidomukti
Kecandran Dukuh Mangunsan Kalicacing
4.
Sidorejo
Pulutan Blotongan Sidorejo Lor Salatiga Bugel Kauman Kidul
Tabel 3.1 Wilayah yang menjadi kewenangan Pengadilan Negeri Salatiga 2) Wewenang Mutlak Pengadilan Negeri Salatiga berwenang mutlak menangani perkara perdata dan pidana yang antara lain berupa : a) Gugatan
68
Berkaitan dengan masalah-masalah perka\vinan Non-Islam
Kewarisan Non-Islam
Hibah Non-Islam
Sengketa dalam perjanjian
b) Pemohonan Seperti
contoh
:
perubahan
nama,
tempat
lahir,
pengangkatan anak bagi warga Non-Muslim dan lain-lain. c) Somasi Menerima upaya hukum verset dan PK c. Struktur Organisasi Pengadilan Negeri Salatiga Ketua Wakil Ketua Panitera/ Sekretaris
Kelompok Fungsional 1. Panitera Pengganti 2. Juru Sita
Kepaniteraan Perdata
Wakil Panitera
Kepaniteraan Hukum
Panitera Muda
Panitera Hukum
Wakil Sekretaris
Uruan Kepegawaian
Kepaniteraan Pidana Panitera Muda Gambar 3.1 Struktur Organisasi Pengadilan Negeri Salatiga
Uruan Keuangan
Uruan Umum
69
1. Daftar Hakim Pengadilan Negeri Salatiga Tahun 2012 Tabel 3.2 Daftar Hakim Pengadilan Negeri Salatiga Tahun 2012 No Nama Jabatan 1. Sigit Sutriono, SH, M. Hum Ketua 2 Fx. Hanung Dwi Wibowo, SH, MH Wakil 3. Adhi Satrija Nugroho, SH Hakim 4. Dewi Kumiasari, SH Hakim 5. Wuryanti, SH Hakim 6. R. Roro Andy Nurvita, SH Hakim 7. Novita Aried. R. SH, SP, Not Hakim 2. Pejabat Struktural Pengadilan Negeri Salatiga Tahun 2012 Tabel 3.3 Pejabat Struktural Pengadilan Negeri Salatiga Tahun 2012 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Nama Jabatan Tris Hariyadi, SH Panitera/Sekretaris Abadi, SH Wakil Panitera Susi Handayani, SH Wakil Sekretaris Ahmad Raffik Arief, SH Pan. Mud. Pidana Endang W, SH Pan. Mud. Pidana S. ER. Riyadi, SH Pan. Mud. Perdata Catur P. Kuncoro, SH Ka. Ur. Kepegawaian. Widodo Ka. Ur. Keuangan I. R Alfian Tulandi Ka. Ur. Umum Prosedur Berperkara Perdata di Pengadilan Negeri Salatiga
1)
Surat Gugatan yang masuk ke Panitera diterima Panitera Muda Perdata (Meja I)
2)
Surat Gugatan diperiksa kelengkapannya (subjek-subjek yang berperkara)
3)
Penggugat memperhitungkan perskot/panjar biaya perkara sesuai penetapan Pengadilan Negeri
70
4)
Penggugat membayar biaya melalui Bank BRI
5)
Setelah mendapat kwitansi Bank, dengan ke Pengadilan Negeri lagi untuk menerakan nomor perkara di Meja II
6)
Setelah ditandatangi Panitera Muda Perdata, Pengugat mendapat 1 (satu) kopian berkas
7)
Berkas perkara dimasukkan dalam sebuah map khusus untuk disampaikan kepada Wakil Panitera oleh Panitera Muda Perdata
8)
Wakil
Panitera
selanjutnya
menyampaikan
kepada
Ketua
Pengadilan Negeri melalui Panitera/Sekretaris 9)
Panitera/Sekretaris melakukan register perkara melalui Sub. Kepaniteraan Perdata
10) Panitera/Sekretaris menyerahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri 11) Ketua Pengadilan Negeri mempelajari berkas perkara, kemudian menetapkan Majelis Hakim 12) Berkas dikembalikan ke Panitera/Sekretaris 13) Panitera/Sekretaris memberikan ke Majelis Hakim yang ditunjuk untuk menyidangkan perkara tersebut sekaligus menunjuk Panitera Pengganti 14) Majelis Hakim menentukan hari sidang dan menugaskan Jurusita untuk memanggil para pihak yang berperkara sekurang-kurangnya 3 hari patut/disesuaikan dengan keadaan. 2. Gambaran Umum Tentang Pengadilan Agama Salatiga a. Sejarah Pengadilan Agama Salatiga
71
Pengadilan Agama Salatiga merupakan pengadilan yang ada sejak zaman kolonial Belanda yang dibentuk berdasarkan Staatsblad Tahun 1882 Nomor : 152 dan Staatsblad Tahun 1937 Nomor : 116 dan 610. Pengadilan Agama Salatiga pada tahun 1940 berlokasi di serambi masjid Kauman Salatiga dengan Ketua dan Hakim Anggotanya diambil dari alumnus pondok pesantren. Pada waktu itu hanya terdiri dari 4 (empat) orang pegawai yaitu, K. Salim sebagai Ketua, K. Abdul Mukti sebagai Hakim Anggota, Sidiq sebagai sekretaris dan merangkap sebagai bendahara serta seorang pesuruh. Wilayah Hukum Pengadilan Agama Salatiga pada saat itu meliputi Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang yang terdiri atas 14 (empat belas) Kecamatan. Perkara yang ditangani dan diselesaikan yaitu, perkara waris, perkara gono-gini, gugat nafkah dan cerai gugat. Kemudian pada tahun 1949 Ketua dijabat oleh K. Irsyam dan dibantu oleh 7 (tujuh) pegawai. Kantomya masih berada di serambi masjid Kauman Al Atiq dan beseebelahan dengan Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Salatiga. Karena keadaan kantor yang tidak memungkinkan untuk keadaan kedepan, pegawai Pengadilan Agama Salatiga berusaha untuk mencari kantor sendiri dengan mengajukan permohonan kepada Kodim Salatiga yang pada waktu itu menguasai bangunan-bangunan peninggalan kolonial Belanda untuk dapat menempati salah satu bangunan peninggalan Belanda sebagai
72
kantornya. Atas ijin yang diberikan Kodim, pegawai Pengadilan Agama Salatiga mengurus sertifikat tanah ke Kantor Dirjen Agraria di Jakarta. Tahun 1951 Pengadilan Agama Salatiga dapat menempati sebuah bangunan di Jl. Diponegoro No. 72 Salatiga diatas sebidang tanah seluas 1730 m2 dan luas bangunan gedung 362,60 m2. Dan akhimya pada tahun 1979 tanah Kantor Pengadilan Agama Salatiga memiliki sertifikat dengan status hukum hak pakai dengan sertifikat No. 4485507 tanggal 8 Maret 1979. Setelah secara efektif Undang-undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974 berlaku, Pengadilan Agama Salatiga banyak menerima perkara Cerai Talak, Cerai Gugat dan juga perkara Isbat Nikah (Pengadilan Nikah). Jumlah pegawai dan jumlah perkara yang masuk yang tidak seimbang, Pengadilan Agama Salatiga kewalahan dalam menyelesaikan perkara yang masuk dari wilayah hukum Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang. Maka pada waktu itu melalui SK Menteri Agama Nomor 95 tahun 1982 tanggal 2 Oktober 1982 Jo. KMA Nomor tahun 1983 tanggal 10 November 1983 berdirilah Pengadilan Agama Ambarawa dengan wilayah hukum Kabupaten Semarang bagian utara. Sejak diundangkan Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 posisi Pengadilan Agama Salatiga semakin kuat. Pengadilan Agama berwenang menjalankan keputusannya sendiri tidak perlu lagi melalui Pengadilan Negeri. Selain itu, hukum acara yang berlaku di Pengadilan Agama sama dengan hukum acara yang berlaku di Pengadilan Negeri.
73
Pengadilan Agama Salatiga mendapatkan bimbingan dan pembinaan dari Departemen Agama RI dan secara teknis Yustisial mendapatkan pembinaan dari Mahkamah Agung RI dan Pengadilan Tinggi Agama. Struktur organisasi Pengadilan Agama disesuaikan dengan peradilan umum dan peradilan lainnya sehingga status kedudukannya menjadi sederajat dengan peradilan lain yang ada di Indonesia. Pengadilan Agama Salatiga sampai tahun 2004 hukum memenuhi standar gedung Pengadilan yaitu hanya berupa 'rumah kuno peninggalan zaman Belanda dengan balai sidang dan ruang-ruang yang sangat sempit. Karena hal tersebut maka pada tanggal 1 Mei 2009 Kantor Pengadilan Agama Salatiga berpindah tempat di Jl. Lingkar Selatan, Cebongan, Argomulyo, Salatiga yang memiliki 2 (dua) lantai dengan fasilitas yang cukup memadai. b. Kewenangan Pengadilan Agama Salatiga Kewenangan Pengadilan Agama sebelum berlakunya UU No. 3 Tahun 2006 sebagaimana diatur dalam Pasal 40 UU No. 7 Tahun 1989 yang diperjelas dalam Penjelasan Umum angka 2 alenia ketiga UU No. 7 Tahun : 1989 meliputi bidang perkawinan (cerai dan talak), kewarisan, wasiat, dan hibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam serta waqaf dan shadaqah. Bidang-bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama setelah berlakunya UU No. 3 Tahun 2006 sebagaimana diatur dalam Penjelasan Umum alenia pertama, Pasal 2, Pasal 3A, Pasal 49, Pasal 50,
74
dan Pasal 52 di UU No. 3 Tahun 2006 bidang-bnidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama mengalami perluasan dan penambahan. Perluasan terhadap bidang-bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama terdapat dalam bidang perkawinan dan bidang waris. Dalam bidang perkawinan, Pengadilan Agama berwenang untuk menangani permohonan penetapan pengangkatan anak berdasarkan hukum Islam, sedangkan perubahan dalam bidang waris adalah dengan dihapuskannya hak opsi bagi para pihak yang berperkara, dan juga kewenangan Pengadilan Agama untuk menangani permohonan penetapan ahli waris. Penambahan
terhadap
bidang-bidang
yang
menjadi
kewenangan Pengadilan Agama adalah dengan dimasukkannya bidang zakat, infaq, ekonomi syari'ah sengketa hak milik yang timbul akibat adanya sengketa terhadap bidang yang menjadi kewenangan Pengadilan Agama, Isbat kesaksian rukyat hilal dalam penentuan awal bulan pada tahun Hijriyah, serta pemberian keterangan atau nasehat mengenai perbedaan penentuan arah kiblat dan penentuan waktu sholat sebagai bidang-bidang
yang
menjadi
kewenangan
Pengadilan
Agama.
Kewenangan badan peradailan di Indonesia dibagi menjadi dua yaitu : 1) Kewenangan
absolut
yaitu
kewenangan
badan
peradilan
berdasarkan dengan jenis perkara, dalam hal ini Pengadilan Agama Salatiga memiliki kewenangan untuk mengadili perkara pada tingkat satu, dengan jenis perkara sebagai berikut:
75
a) NTCR (Nikah, Talak, Cerai) yang meliputi 21 jenis b) Waris c) Hibah d) Shadaqah, Zakat, Infaq e) Wasiat f)
Sengketa syariah/ekonomi syariah
g) Pengangkatan anak. 2) Kewenangan relatif yaitu kewenangan badan peradilan berdasarkan wilayah kekuasaan administratifhya, dalam hal ini berdasarkan keputusan Mahkamah Agung Salatiga berwenang mengadili perkara yang berada di daerah-daerah sebagai berikut: a) Kotamadya Salatiga yang terdiri dari empat kecamatan yaitu : Sidorejo
Argomulyo
Tingkir
Sidomukti
b) Kabupaten Semarang yang terdiri dari sembilan kecamatan yaitu : Bringin
Getasan
Bancak
Susukan
Tuntang
Tengaran
Pabelan
Kaliwungu
Suruh
76
c. Struktur Organisasi di Pengadilan Agama Salatiga Ketua Wakil Ketua Panitera/ Sekretaris
Kelompok Fungsional 1. Panitera Pengganti 2. Juru Sita
Kepaniteraan Perdata
Panitera/Sekretaris
Wakil Panitera
Wakil Sekretaris
Kepaniteraan Hukum
Panitera Muda
Panitera Hukum
Uruan Kepegawaian
Uruan Keuangan
Kepaniteraan Pidana Uruan Umum
Panitera Muda
Gambar. 3.2 Struktur Organisasi Pengadilan Agama Salatiga Nama para pejabat dan nama para hakim Pengadilan Agama Salatiga 1. Nama Pejabat Pengadilan Agama Salatiga No
Nama
Jabatan
1
Drs. Umar Muchlis
Ketua
2
HM. Ali Syarifudin
Wakil
3
Drs. H. Jamali
Panitera/sekretaris
77
4
Hj. Robikah Maskimayah, SH
Wakil Panitera
5
H.M Nur Agus Achmadi, SH
Wakil Sekretaris
6
Dra. Widad
Panitera Muda Hukum
7
Mamnukhin, SH
Panitera Muda Gugatan
8
Handayani, SH
Panitera Muda Pemohon
9
Miroatul Hidayah, SH
Kepala Pengurusan Pengawasan
10
Siti Hindunyati
Kepala Urusan Kepegawaian
11
M. Azim Rozi
Kepala Urusan Umum
Gambar 3. 4 Pejabat Pengadilan Agama Salatiga 2.
Nama Para Hakim Pengadilan Salatiga No
Nama
Jabatan
1.
Drs. H. Noer Hadi
Hakim
2.
Drs. Jaenuri
Hakim
3.
Drs. H. Machmudi, SH
Hakim
4.
Dra. Hj. Farida, MH
Hakim
5.
H. Suynto, SH.MH
Hakim
6.
Muhsin, SH
Hakim
7.
Miftah Jauhhara
Panitera Pengganti
8.
H. Fadlan Hasyin, S.Ag
Panitera Pengganti
9.
Imam Yaskur, BA
Panitera Pengganti
10.
Hj. Wasilatun, SH
Panitera Pengganti
11.
Fitri Ambarwati, SH
Panitera Pengganti
Gambar 3. 5 Nama Para Hakim Pengadilan Salatiga 1) administrasi Berperkara di Pengadilan Agama Salatiga
78
Pada unit kerja kepaniteraan terdapat administrasi perkara Pengadilan Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang menurut keputusan Mahkamah Agung RI Nomor KMA/001/SK/1991 tanggal 24 Januari
1991
menetapkan
pola
pembinaan
dan
pengendalian
Administrasi Kepaniteraan Pengadilan. Agama dan Pengadilan Tinggi Agama yang tersusun dalam lima bidang, yaitu: Pola prosedur penyelenggaraan administrasi perkara tingkat pertama, banding, kasasi, dan peninjauan kembali. a) Pola tentang register perkara b) Pola tentang keuangan perkara c) Pola tentang laporan perkara d) Pola tentang kearsipan perkara.
2) Prosedur pelaksanaan administrasi perkara a) Prosedur penerimaan di pengadilan tingkat pertama Penerimaan perkara pada pengadilan tingkat pertama harus melalui beberapa meja yakni meja satu, meja dua dan meja tiga.
Tugas pokok meja satu Menerima surat gugatan, permohonan, perlawanan (verzet), pernyataan banding, kasasi, peninjauan kembali, eksekusi Memberi penjelasan dan penafsiran panjar biaya perkara dan biaya eksekusi yang kemudian dituangkan dalam SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar)
79
Membuat SKUM rangkap tiga dan menyerahkannya kepada calon penggugat/pemohon Menyerahkan kembali surat gugatan/permohonan kepada calon penggugat/pemohon Memberi penjelasan yang dianggap perlu berkenaan dengan perkara yang diajukan.
Tugas pokok kasir/bagian dari meja satu : Menerima
pembayaran
uang
panjar
biaya
perkara
sebagaimana tersebut dalam SKUM Menerima
pembayaran
uang
panjar
biaya
eksekusi,
sebagaimana tersebut dalam SKUM Membukukan uang panjar biaya perkara/eksekusi kedalam buku jurnal masing-masing perkara yang terdiri atas enam macam judul yaitu: 1) KI. PA. I/a : untuk perkara permohonan 2) KI. PA. 1/b : untuk perkara gugatan 3) KI. PA. 2
: untuk perkara banding
4) KI. PA. 3
: untuk perkara kasasi
5) KI. PA. 4
: untuk perkara peninjauan kembali
6) KI. PA.
: untuk permohonan eksekusi
b) Mencatat seluruh kegiatan dalam buku induk keuangan perkara Memberi nomor unit pada SKUM sesuai dengan nomor jumal yang bersangkutan sebagai nomor perkara
80
Menandatangani SKUM memberikan cap dinas dan memberi tanda lunas pada SKUM Menyerahkan asli serta tindasan pertama SKUM kepada calon penggugat/pemohon Mengembalikan surat gugatan atau permohonankepada calon penggugat/pemohon. c) Tugas pokok meja dua Menerima surat gugatan, pennohonan, perlawanan (verzet), pernyataan banding, kasasi, peninjauan kembali serta permohonan eksekusi. Mencatat semua permohonan dalam register masing-masing yang tersedia untuk itu. Memberikan
nomor
register
pada
surat
gugatan
atau
permohonansesuai dengan nomor SKUM yang dibuat oleh kasir serta tanggal resigtemya dan memberi paraf sebagai tanda telah didaftar dalam register yang bersangkutan, yaitu berupa : 1) Register induk gugatan 2) Register perkara pennohonan 3) Register permohonan banding 4) Register permohonan kasasi 5) Register permohonan peninjauan kembali 6) Register surat kuasa khusus 7) Register penyitaan barang tidak bergerak
81
8) Register penyitaan barang bergerak 9) Register eksekusi 10) Register akta cerai 11) Register permohonanpembagian harta peninggalan diluar sengketa 12) Register legalisasi akta keahliwarisan. 13) Mengembalikan satu rangkap salinan surat gugatan atau permohonan yang telah dilegalisir tersebut kepada penggugat atau pemohon. Mengatur berkas peikara dalam map berkas perkara serta melengkapinya dengan instrumen-instrumen yang diperiukan untuk memproses perkara tersebut Menyerahkan berkas perkara tersebut kepada wakil panitera untuk kemudian disampaikan kepada Ketua Pengadilan Agama melalui panitera. B. Prosedur Beracara di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam perkara permohonan 1. Jenis-jenis perkara permohonan di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Salatiga a. Perkara permohonan di Pengadilan Negeri 1) Permohonan pengangkatan anak Harus diperhatikan SEMA No. 6 / 1983 :
Pengangkatan anak Warga Negara Asing harus dilakukan melalui suatu yayasan sosial yang memiliki izin dari
82
departemen sosial bahwa yayasan tersebut telah diizinkan bergerak dibidang kegiatan pengangkatan anak, sehingga pengangkatan anak Warga Negara Asing yang lagsung dilakukan antara orangtua kandung anak Warga Negara Asing dengan calon orang tua angkat Warga Negara Indonesia (private adoption) tidak diperbolehkan.
Pengangkatan anak Warga Negara Asing oleh seorang Warga Negara Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan sah/belum
menikah
(single
parent
adoption)
tidak
diperbolehkan. 2) Permohonan pengangkatan wali
Bagi anak yang belum dewasa adalah 18 tahun (menurut Undang-Undang No 1 tahun 1974 tentang perkawinan Pasal 47, menurut Undang-Undang No. 3 tahun 1997, tentang pengadilan anak pasal 1 menurut Undang-Undang No. 33 Tahun 2002 Pasal 1 Butir ke 1.
3) Permohonan pengangkatan pengampuan
Bagi orang dewasa yang kurang ingatannya atau orang dewasa yang tidak bisa mengurus hartanya lagi, misalnya karena pikun
4) Permohonan Dispensasi Nikah
Bagi pria yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16 tahun (pasal 7 undang-undang No 11 tahun 1974).
83
5) Permohonan ijin Nikah
Bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun (pasal 6 ayat 15) Undang-Undang No. 1 tahun 1974).
6) Permohonan untuk memperbaiki kesalahan dalam akta catatan sipil. Apabila nama anak secara salah disebutkan dalam akta tersebut. 7) Permohonan agar ditetapkan sebagai wakil / kuasa untuk menjual harta warisan 8) Permohonan pembagian harta warisan b. Perkara permohonan di Pengadilan Agama 1) Permohonan pengangkatan anak
Undang-Undang No 3 tahun 2006 : mengenai perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama yang menimbang tentang : Negara Republik Indonesia, sebagai negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, bertujuan
mewujudkan
tata
kehidupan
bangsa
yang
sejahtera, aman, tenteram, dan tertib; bahwa untuk mewujudkan tata kehidupan tersebut dan menjamin persamaan kedudukan warga negara dalam hukum diperlukan upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum yang mampu memberikan pengayoman kepada masyarakat;
84
bahwa salah satu upaya untuk menegakkan keadilan, kebenaran, ketertiban, dan kepastian hukum tersebut adalah melalui Peradilan Agama sebagaimana yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman; 2) Permohonan dispensasi nikah
Bagi pria yang yang belum mencapai umur 19 tahun dan bagi wanita yang belum mencapai umur 16 tahun. (pasal 7 UndangUndang No. 11 tahun 1974)
3) Permohonan izin nikah
Bagi calon mempelai yang belum berumur 21 tahun (pasal 6 ayat (5) Undang-Undang No 1 tahun 1974).
4) Permohonan pembatalan perkawinan
(pasal 25,26 dan 27 Undang-Undang No 1 tahun 1974)
5) Permohonan Isbat Nikah
Penetapan perkawinan dari pengadilan Negeri Agama atas pernikahan yang ditentukan menurut syariat Islam dan tidak dicatat oleh pegawai pencatat nikah yang berwenang
6) Permohonan penetapan pembagian harta warisan 2. Administrasi perkara permohonan penetapan di pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Salatiga a. Administrasi perkara permphonan penetapan di Pengadilan Negeri
85
1) Surat permohonan yang masuk ke panitera diterima panitera muda perdata 2) Surat permohonan diperiksa kelengkapannya (subjek-subjek yang berperkara) 3) Pemohon memperhitungkan perskot/panjar biaya perkara sesuai penetapan Pengadilan Negeri 4) Pemohon membayar biaya melalui Bank BRI 5) Setelah mendapat kwitansi Bank, datang ke Pengadilan Negeri lagi untuk menerangkan nomor perkara di meja 11 6) Setelah ditandatangani oleh panitera muda perdata, pemohon mendapat 1 kopian berkas. 7) Berkas perkara dimasukkan dalam sebuah map khusus untuk disampaikan kepada wakil panitera oleh panitera muda perdata 8) Wakil
panitera
selanjutkan
menyampaikan
kepada
ketua
Pengadilan Negeri melalui panitera/sekretaris 9) Panitera/sekretaris perdata menyerahkan kepada ketua Pengadilan Negeri 10) Ketua Pengadilan Negeri memperlajari berkas perkara kemudian menetapkan majelis hakim. b. Administrasi Perkara Permohonan Penetapan di Pengadilan Agama 1) Surat permohonan yang masuk ke Pengadilan di terima panitera 2) Surat permohonan diperiksa kelengkapannya (subjek-subjek yang berperkara)
86
3) Pemohon memperhitungkan perskot/panjar biaya perkara sesuai penetapan Pengadilan Agama 4) Pemohon membayar biaya melalui Bank BRI 5) Setelah mendapat kwitansi Bank, datang ke Pengadilan Agama lagi untuk menerangkan nomor perkara 6) Setelah ditandatangani oleh panitera muda perdata, pemohon mendapat 1 kopian berkas. 7) Berkas perkara dimasukkan dalam sebuah map khusus untuk disampaikan kepada wakil panitera oleh panitera muda perdata 8) Wakil
panitera
selanjutkan
menyampaikan
kepada
ketua
pengadilan Agama melalui panitera/sekretaris 9) Panitera/sekretaris perdata menyerahkan kepada ketua pengadilan Agama 10) Ketua Pengadilan Agama memperlajari berkas perkara kemudian menetapkan majelis hakim. C. Penetapan Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga 1. Syarat Pengangkatan Anak a. Syarat bagi calon anak angkat pada dasarnya prosedur Permohonan Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga mengenai syarat-syarat, tata cara serta unsureunsurnya tidak ada perbedaan antara keduanya. Hal tersebut dapat diterangkan dibawah ini.
87
1) Belum berusia 18 tahun 2) Merupakan anak terlantar atau ditelantarkan 3) Berada dalam asuhan keluarga atau dalam lembaga pengasuhan anak 4) Memerlukan perlindungan khusus b. Syarat bagi calon Orang Tua Angkat 1) Sehat jasmani dan rohani 2) Berumur paling rendah 30 tahun dan paling tinggi 55 tahun 3) Beragama sama dengan agama calon anak angkat 4) Berkelakuan baik dan tidak pernah dihukum karena melakukan tindak kejahatan berstatus menikah paling singkat 5 tahun 5) Tidak merupakan pasangan sejenis 6) Tidak atau belum mempunyai anak atau hanya memiliki satu orang anak 7) Dalam keadaan mampu ekonomi dan sosial 8) Memperoleh persetujuan anak dan ijin tertulis orang tua atau wali anak 9) Membuat pernyataan tertulis bahwa pengangkatan anak adalah demi kepentingan terbaik anak, kesejahteraan dan perlindungan anak 10) Adanya laporan sosial atau pekerjaan sosial setempat 11) Tidak mengasuh calon anak selama 6 bulan sejak ijin pengasuhan diberikan
88
12) Memperoleh ijin menteri dan / atau kepala instansi sosial 2. Tata Cara Pengangkatan Anak 1) Melengkapi persyaratan-persyaratan pengangkatan anak 2) Mengajukan pengajuan permohonan penetapan pengangkatan anak ke Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama Salatiga 3) Setelah majelis hakim mempelajari berkas tersebut. Majelis akan mengeluarkan penetapan 4) Kemudian Pengadilan akan meneruskan salinan penetapan tersebut kepada instansi terkait seperti Departemen Hukum, dan hak asasi manusia, Departemen Sosial, Departemen Kesehatan dan bagi Pengadilan Negeri di Catat di Catatan Sipil 3. Pengangkatan anak haruslah mengandung unsur-unsur sebagai berikut 1) Merupakan suatu perbuatan hukum 2) Dimana perbuatan tersebut harus mengalihkan seorang anak 3) Mengalihkan anak tersebut dari lingkungan kekuasaan orang tua, wali yang sah atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan pendidikan dan membesarkan anak tersebut 4) Anak tersebut harus tinggal kedalam keluarga orang tua angkat 4. Orang tua angkat memiliki suatu kekuasaan orang tua angkat terhadap anak angkatnya yang meliputi : 1) Kekuasaan untuk merawat anak asuh 2) Kekuasaan untuk membesarkan anak asuh
89
5. Prosedur Acara Pemeriksaan Permohonan Pengangkatan anak dalam SEMA No 6 tahun 1983. a. Surat Edaran Makamah Agung No. 6 tahun 1983 ini mengatur tentang pengangkatan anak antar warga Negara Indonesia (WNI). Isinya selain menetapkan pengangkatan yang langsung dilakukan antara orang tua kandung dan orang tua angkat (private adoption) juga tentang pengangkatan anak yang dapat dilakukan oleh seorang warga Negara Indonesia yang tidak terikat dalam perkawinan yang sah/belum menikah (single parent adoption) 1) Tata cara mengadopsi
Surat Edaran Makamah Agung RI No. 6 /83 yang mengatur tentang cara mengadopsi anak menyatakan bahwa untuk mengadopsi
anak
harus
terlebih
dahulu
mengajukan
permohonan dan pengesahan/pengangkatan kepada Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama.
Bentuk permohonan itu bias secara lisan atau tertulis dan diajukan kepanitera. Permohonan diajukan dan ditandatangani oleh pemohon sendiri atau kuasanya, dengan dibubuhi materai secukupnya dan dialamatkan kepada ketua Pengadilan Negeri atau Pengadilan Agama Salatiga.
2) Isi Permohonan Adapun isi permohonan yang dapat diajukan adalah
90
Motivasi pengangkatan anak, yang semata-mata berkaitan atau demi masa depan anak tersebut
Penggambaran kemungkinan kehidupan anak tersebut dimasa yang akan datang
Setiap pemeriksaan juga harus membawa dua orang saksi yang mengetahui seluk beluk pengangkatan anak tersebut. Dua orang saksi itu harus pula orang yang mengetahui betul tentang kondisi pemohon baik moril maupun materiil dan memastikan bahwa pemohon akan betul-betul memelihara anak tersebut dengan baik Ada beberapa hal yang tidak diperkenankan dicantumkan dalam
permohonan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Salatiga. 1) Hal-hal yang dilarang dalam Permohonan Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri Salatiga.
Menambah
permohonan
lain
selain
pengesahan
atau
pengangkatan anak
Pernyataan bahwa anak tersebut juga akan menjadi ahli waris dari pemohon. Hal itu disebabkan karena putusan yang mintakan kepada Pengadilan Negeri Salatiga bersifat tunggal tidak ada permohonan lain hanya berisi tentang penetapan anak tersebut sebagai anak angkat dari pemohon, atau berisi pengesahan saja.
91
Mengingat
bahwa
Pengadilan
Negeri
Salatiga
mempertimbangkan permohonan pemohon, maka pemohon perlu mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, termasuk pula mempersiapkan bukti-bukti yang berkaitan kemampuan financial atau ekonomi. Bukti-bukti tersebut akan memberikan keyakinan kepada majelis hakim tentang kemampuan pemohon dan kemungkinan masa depan anak tersebut bukti berupa slip gaji, surat kepemilikan rumah, deposito. 6. Pencatatan dikantor Catatan Sipil Setelah permohonan disetujui Pengadilan Negeri Salatiga, pemohon akan menerima salinan keputusan Pengadilan Negeri Salatiga mengenai pengadopsian anak. Salinan yang diperoleh harus dibawa ke kantor Catatan Sipil untuk menambahkan keterangan dalam Akta kelahirannya. Dalam Akta tersebut dinyatakan bahwa anak tersebut telah diadopsi dan didalam tambahan itu disebutkan pula nama pemohon sebagai orang tua angkatnya. Sedangkan dipengadilan Agama Salatiga, tidak semuanya pemohon memperoleh salinan untuk dibawa kekantor Catatan Sipil dalam menambahkan keterangan dalam akta kehadirannya, tetapi hanya terhadap anak yang berlatar belakang yatim piatu / dari Panti Asuhan Saja. 7. Pemeriksaan dipersidangan (Apa yang harus diperiksa) Dalam persidangan perlu dipersiapkan diteliti dan didengar keterangannya antara lain:
92
a. Hal-hal yang harus diperiksa 1) Kebenaran dari motif yang menjadi latar belakang permohonan pemohon 2) Seberapa jauh dan seberapa dalam sesungguhnya, ketulusan, kerelaan dan kesadaran pihak orang tua kandung anak dan pihak calon orang tua angkat akan akibat-akibat dari perbuatan hukum melepas dan mengangkat anak tersebut. 3) Kemampuan ekonomi keadaan rumah tangga dan cara-cara pendidikan yang dianut oleh calon orang tua angkat. b. Hal-Hal yang perlu diteliti 1) Akta kelahiran anak atau calon orang tua angkat 2) Surat keterangan identitas orang tua kandung calon orang tua angkat (KTP, KK, AKTA Nikah serta Akta Pendian dan Rin Operasi Lembaga Anak Asuh). 3) Surat-surat keterangan (SKCK, Ket Kesehatan) 4) Surat-surat baik Surat yang dikeluarkan oleh pejabat Seperti Surat Ijin Pengangkatan anak oleh instansi Sosial 5) Pihak-pihak yang perlu didengar keterangannya (saksi)
D. Penetapan Prosedur Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga bagi yang beragama Islam 1. Prosedur penetapan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Salatiga bagi yang beragama islam
93
a. Prosedur pengajuan permohonan 1) Permohonan
diajukan
dengan
Surat
Pemohonan
yang
ditandatangani oleh pemohon atau kuasa yang sah ditujukan kepada ketua Pengadilan Negeri Salatiga. 2) Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan
permohonannya
secara
lisan
dihadapan
ketua
pengadilan yang akan menyuruh mencatat permohonannya tersebut (pasal 120 HIR, pasal 144 RBG). 3) Permohonan disampaikan kepada ketua pengadilan, kemudian didaftarkan dalam buku regristrasi dan diberi nomor unit setelah pemohon membayar perskot biaya perkara yang besarnya sudah ditentukan oleh pengadilan (pasal 121 HIR, Pasal 145 RBG). 4) Perkara permohonan termasuk dalam pengertian yurisdiksi voluntair dan terhadap perkara permohonan yang diajukan itu, hakim akan memberikan suatu penetapan Pengadilan Negeri Salatiga hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan permohonan apabila hal itu ditentukan oleh peraturan perundangundangan. b. Proses pengajuan permohonan 1) Mengajukan surat permohonan pengangkatan anak kepada ketua Pengadilan Negeri Salatiga, kemudian surat permohonan diberi register oleh panitera, setelah itu ditetapkan hari dan tanggal sidang. Jurusita memanggil pemohon dan pada hari serta tanggal sidang
94
dilaksanakan, setelah pemohon dan saksi hadir sidang dibuka oleh hakim. Kemudian memeriksa segala bukti dan saksi sekiranya pengajuan pemohon beralasan maka hakim akan mengabulkan permohonan pemohon dan sidang ditutup. 2) Syarat-syarat pengajuan a) Pemohon langsung mendaftarkan kepada panitera pengadilan dan membayar biaya perkara b) Menyerahkan fotocopy KTP orang tua kandung dan orang tua angkat c) Foto copy Akta kelahiran anak d) Foto copy Akta nikah orang tua kandung dan orang tua angkat e) Surat keterangan kelakuan baik dari daerah setempat f) Surat pernyataan penyerahan anak c. Untuk
menguatkan
permohonan
tersebut,
pemohon
harus
menyerahkan bukti-bukti surat yang berupa Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk pengasuhan sementara Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk pengangkatan anak. Asli keterangan tentang penghasilan Asli surat keterangan catatan kepolisian Asli surat keterangan dokter Asli surat keterangan kesehatan
95
Asli pemberian Rekomendasi pengangkatan anak lewat Pengadilan Negeri Salatiga Asli riwayat hidup anak balita Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak asuh Foto copy kartu tanda penduduk Foto copy kartu keluarga Foto copy kutipan akta nikah Foto copy kutipan akta kelahiran d. Dasar Hukum Pengangkatan Anak Undang-Undang Nomor 62 1958 tentang kewarganegaraan Indonesia. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang kesejahteraan anak Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 tahun 1988 tentang usaha kesejahteraan anak bagi anak yang mempunyai masalah Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 6 tahun 1983 tentang penyempurnan
SEMA
Nomor
2
tahun
1979
mengenai
pengangkatan anak jo. Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 1989 tentang pengangkatan anak jo SEMA No 3 tahun 2005
96
Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor. 460/2/2010 tentang pemberian izin penyelenggara proses pengangkatan anak antar warga Negara Indonesia. e. Syarat Materiil Permohonan Posita harus menjelaskan motivasi (faktor yang mendorong) diajukannya permohonan penetapan pengesahan pengangkatan anak Bahwa dalam posita harus nampak jelas bahwa pengangkatan anak dilakukan
untuk
kepentingan
calon
anak
angkat
dan
menggambarkan bahwa kehidupan hari depan si anak akan lebih baik setelah pengangkatan Petitum harus bebrsifat tunggal yang hanya meminta agar pengangkatan anak yang dilakukan oleh pemohon terhadap anak A yang bernama B dinyatakan Sah “ tidak boleh ditambah dengan petitum lain. f. Prinsip Pengangkatan Anak Pengangkatan dilakukan atas dasar tolong menolong Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak. Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat dengan orang tua kandungnya.
97
2. Prosedur permohonan penetapan pengangkatan anak di Pengadilan Agama Salatiga a. Prosedur pengajuan permohonan 1) Permohonan
diajukan
dengan
Surat
Pemohonan
yang
ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang sah ditujukan kepada ketua Pengadilan Agama Salatiga. 2) Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan
permohonannya
secara
lisan
dihadapan
ketua
pengadilan yang akan menyuruh mencatat permohonannya tersebut 3) Permohonan disampaikan kepada ketua pengadilan, kemudian didaftarkan dalam buku regristrasi dan diberi nomor unit setelah pemohon membayar perskot biaya perkara yang besarnya sudah ditentukan oleh pengadilan. 4) Pengadilan Salatiga hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan permohonan apabila hal itu ditentukan oleh oleh peraturan perundang-undangan. b. Proses pengajuan permohonan 1) Mengajukan surat permohonan pengangkatan anak kepada ketua Pengadilan Agama Salatiga, kemudian surat permohonan diberi register oleh panitera, setelah itu ditetapkan hari dan tanggal sidang. Jurusita memanggil pemohon dan pada hari serta tanggal sidang dilaksanakan, setelah pemohon dan saksi hadir sidang dibuka oleh hakim. Kemudian memeriksa segala bukti dan saksi sekiranya
98
pengajuan pemohon beralasan maka hakim akan mengabulkan permohonan pemohon dan sidang ditutup. 2) Syarat-syarat pengajuan a) Pemohon langsung mendaftarkan kepada panitera pengadilan dan membayar biaya perkara. b) Menyerahkan fotocopy KTP orang tua kandung dan orang tua angkat c) Foto copy Akta kelahiran anak d) Foto copy Akta nikah orang tua kandung dan orang tua angkat e) Surat keterangan kelakuan baik dari daerah setempat f) Surat pernyataan penyerahan anak c. Untuk
menguatkan
permohonan
tersebut,
pemohon
harus
menyerahkan bukti-bukti surat yang berupa Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk pengasuhan sementara Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk pengangkatan anak. Asli keterangan tentang penghasilan Asli surat keterangan catatan kepolisian Asli surat keterangan dokter Asli surat keterangan kesehatan Asli pemberian Rekomendasi pengangkatan anak lewat Pengadilan Agama Salatiga
99
Asli riwayat hidup anak balita Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak asuh Foto copy kartu tanda penduduk Foto copy kartu keluarga Foto copy kutipan akta nikah Foto copy kutipan akta kelahiran Asli lampiran keterangan mampu secara ekonomi yang dibuat oleh Pemohon I dan Pemohon II Asli surat keterangan mampu secara ekonomi yang dibuat oleh Pemohon I dan Pemohon II d. Dasar Hukum Pengangkatan Anak Pasal 209 dan 171 KHI serta pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2006 tentang Peradilan Agama. Pasal 49 ayat 1 dan penjelasan Undang-Undang No 7 tahun 1989 yang diubah dan ditambah Undang-Undang No 3 tahun 2006 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang No 50 tahun 2009 Pasal 171 huruf h KHI jo Pasal 9 Undang-Undang No 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak Pasal 6 PP Nomor 54 tahun 2007 tentang pelaksanaan UndangUndang Nomor 23/ 2002 Q.S Al-Ahzab ayat 4.
100
4. Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar[1198] itu sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang Sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar). [1198] zhihar ialah perkataan seorang suami kepada istrinya: punggungmu Haram bagiku seperti punggung ibuku atau perkataan lain yang sama maksudnya. adalah menjadi adat kebiasaan bagi orang Arab Jahiliyah bahwa bila dia Berkata demikian kepada Istrinya Maka Istrinya itu haramnya baginya untuk selamalamanya. tetapi setelah Islam datang, Maka yang Haram untuk selama-lamanya itu dihapuskan dan istri-istri itu kembali halal baginya dengan membayar kaffarat (denda).
e. Syarat Materiil Permohonan Posita harus menjelaskan motivasi (faktor yang mendorong) diajukannya permohonan penetapan pengesahan pengangkatan anak. Bahwa dalam posita harus nampak jelas bahwa pengangkatan anak dilakukan
untuk
kepentingan
calon
anak
angkat
dan
menggambarkan bahwa kehidupan hari depan si anak akan lebih baik setelah pengangkatan. Petitum harus bebrsifat tunggal yang hanya meminta agar pengangkatan anak yang dilakukan oleh pemohon terhadap anak A
101
yang bernama B dinyatakan Sah “ tidak boleh ditambah dengan petitum lain. f. Prinsip Pengangkatan Anak Pengangkatan anak bukanlah adopsi (inggris) dan bukan pula tabanni (arab) yang berarti mengangkat anak orang lain untuk dijadikan sebagai anak sendiri dan mempunyai hak yang sama dengan anak sendiri Pengangkatan dilakukan atas dasar tolong menolong Pengangkatan anak bertujuan untuk kepentingan terbaik bagi anak dalam rangka mewujudkan kesejahteraan anak dan perlindungan anak Calon orang tua angkat harus seagama dengan agama yang dianut oleh calon anak angkat Pengangkatan anak tidak boleh memutuskan hubungan darah antara anak yang diangkat dengan orang tua kandungnya Bahwa antara anak angkat dengan orang tua angkat tidak saling mewarisi, mereka hanya mempunyai hubungan keperdataan wasiat wajibah yaitu 1/3 dari warisan orang tua angkatnya Bahwa antara anak angkat dengan orang tua angkatnya tetap ajnabi (asing) dan tetap harus menjaga mahramnya.
E. Penetapan Permohonan Pengangkatan Anak Di Pengadilan Negeri Salatiga Dengan Pengadilan Agama Salatiga Bagi Yang Beragama Islam
102
1. Penetapan permohonan Pengangkatan anak di Pengadilan Negeri a. Penetapan Nomor : 34/Pdt.p/2011/PN.Sal Pengadilan Negeri Salatiga telah menjatuhkan penetapan perkara permohonan kepada : Ali Ikhsan Nawawi tempat tanggal lahir Jepara 16 Juli 1966, umur 45 tahun, agama Islam pekerjaan : wiraswasta, alamat Sekura RT 03/RW 8 Mlenggo Jepara dan Umi Maslikah, tempat tanggal lahir Jepara 2 Pebruari 1971, umur : 40 tahun, Agama : Islam, Pekerjaan: Wiraswasta, Alamat : sekura RT 03 RW 1 Nglonggo Jepara. Disebut sebagai pemohon. Pengadilan Negeri Salatiga telah membaca surat-surat bukti dan telah mendengar keterangan dari pemohon dan saksi-saksi. Bahwa para Pemohon dalam surat permohonaimya tertanggal 19 Oktober 2011 dan terdaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Salatiga tanggal 19 Hal I dari 16 Hal. Pen. No. 34/Pdt.P/2011/PN.Sal Oktober 2011 dengan Nomor: 34/Pdt.P/2011/PN.Sal, para Pemohon mengemukakan hal-hal sebagai berikut; a) Bahwa para Pemohon pada tanggal 29 April 1997 telah menikah di KUA Kecamatan Mionggo, Kabupaten Jepara sebagaimana tersebut dalam kutipan akta Nikah No. 113/113/IV/l 997. b) Bahwa selama menikah, 14 ( empat belas ) tahun para Pemohon belum dikarunai seorang anak. c) Bahwa para pemohon niat untuk mengadopsi anak tersebut tetap timbul dihati para Pemohon. walaupun saudara-saudara kandung
103
para Pemohon tidak memperbolehkan anaknya diadopsi, lalu para Pemohon mendapat informasi dari saudara Pemohon supaya dating langsung ke " BARKSOS ( Balai Rehabilitasi Sosial ) WORO WILOSO " Salatiga d) Bahwa atas informasi tersebut para Pemohon pada bulan Pebruari 2011 datang ke " BARESOS ( Balai Rehabilitasi Sosial ) e) Bahwa kemudian Kepala Balai menjelaskan mengenai persyaratanpersyaratan untuk dapat mengadopsi anak ; f) Bahwa Kepala balai menjelaskan ada seorang ibu tidak dikenal menyerahkan anak bayinya kepada SUREMI, umur 51 tahun. Alamat Turusan, Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo Salatiga, di pasar pagi Salatiga dengan berjanji menyerahkan anak bungsunya. g) Bahwa karena ekonomi keluarga ibu Suremi yang tidak mampu mengrus bayi tersebut, kemudian keluarga ibu Suremi menyerahkan bayi tersebut ke BARESOS (Balai Rehabilitasi Sosial) WORO WILOSO " Salatiga untuk menyerahkan bayi tersebut pada tanggal 28
Januari
2011
dengan
Berita
Acara
Penyerahan
No.
466.3/22/I/WT-l 1; h) Bahwa lalu pada bulan Pebruari 2011 , Pemohon datang ke BARESOS WORO WILOSO Salatiga tersebut dengan menyerahkan persyaratan-persyaratan yang di tentukan. i) Bahwa pada bulan Maret 2011 Kepala Balai bersama Tim kerumah para Pemohon untuk mengecek syarat-syarat.
104
j) Bahwa pada tanggal 4 April 2011 datang lagi ke BARESOS WORO WILOSO Salatiga. Menerima penyerahan anak untuk diasuh sementara. k) Bahwa anak yang akan diserahkan kepada para Pemohon adalah anak dari BARESOS WORO WILOSO Salatiga nama: SYAR1FA INDAH KHAIRANI, lahir di Salatiga tanggal 27 September 2010. l) Bahwa pengangkatan anak tersebut selain untuk kepentingan para Pemohon juga untuk kepentingan anak tersebut sehingga masa depan anak tersebut. m) Bahwa untuk sahnya pengangkatan anak tersebut para Pemohon memerlukan adanya Penetapan Pengadilan Negeri Setempat yang berwenang untuk menjamin kepastian hukum. Berdasarkan uraian tersebut diatas Pemohon mohon kehadapan Bapak Ketua Pengadilan Negeri Salatiga kiranya berkenan memeriksa Permohonan dan memberikan putusan sebagai berikut; 1) Mengabulkan Permohonan para Pemohon. 2) Menyatakan Sah pengangkatan anak oleh para Pemohon 3) Memerintahkan kepada Panitera Pejabat dari pengadilan Negeri Salatiga agar mengirimkan salinan resmi kepada Kantor Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Salatiga agar ditulis sebagai catatan Pinggir dalam regester Akta kelahiran No. 1039/TP/2011 tanggal 31 Maret 2011 nama : SYARIFA INDAH KHAIRANI.
105
4) Membebankan biaya kepada para Pemohon. Menimbang, bahwa untuk menguatkan permohonannya tersebut dipersidangan telah dihadapkan dan didengar keterangan para Pemohon sebagai berikut: Bahwa benar para Pemohon mengajukan permohonan Pengesahan anak tersebut. Bahwa para Pemohon sudah mengasuh anak tersebut sejak bulan April 2011 Bahwa para Pemohon sanggup mengasuh dan mampu membiayai pendidikan anak tersebut layaknya anak kandung sendiri karena para Pemohon mempunyai Penghasilan yang cukup. Menimbang bahwa untuk menguatkan dalil permohonan tersebut. Pemohon telah menyerahkan bukti-bukti surat yang berupa :
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk pengasuhan sementara
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk pengangkatan anak.
Asli keterangan tentang penghasilan
Asli surat keterangan catatan kepolisian
Asli surat keterangan dokter
Asli surat keterangan kesehatan
Asli pemberian Rekomendasi pengangkatan anak lewat Pengadilan Negeri Salatiga
Asli riwayat hidup anak balita
106
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak asuh
Foto copy kartu tanda penduduk
Foto copy kartu keluarga
Foto copy kutipan akta kelahiran Surat-surat bukti diatas telah dibubuhi materi, maka dapat
diterima sebagai alat bukti. Untuk
menguatkan
bukti-bukti
yang
ada,
pemohon
dipersidangan mengajukan 4 orang saksi diantaranya Saksi 1 : BUDI ASTUTI, SH, Saksi 2 : ADI MUHYONO, Saksi 3 : ALI MAHFUDHON, Saksi 4 : UMI MASLIKHAH Mereka di persidangan menerangkan :
Bahwa para pemohon telah menikah selama 14 Tahun belum dikaruniai anak
Bahwa para pemohon datang ke BARESOS, melihat anak yang bernama SYARIFA INDAH KHAIRANI lalu ingin mengangkatnya.
Bahwa para pemohon kemudian mengasuhnya sementara selama 7 bulan ternyata perkembangannya bagus.
Bahwa para pemohon secara ekonomi tergolong mampu
Bahwa para pemohon adalah keluarga yang harmonis
Bahwa saksi melihat para pemohon sayang terhadap anak tersebut
Bahwa para keluarga dan orang tua mendukung para pemohon mengangkat anak tersebut
Bahwa saksi tidak keberatan apabila nantinya menjadi ahli waris.
107
Menyatakan sah pengangkatan anak oleh para pemohon. Memerintahkan kepada panitera Pengadilan Negeri Salatiga atau pejabata yang ditunjuk untuk mengirimkan salinan resmi dari kantor catatan sipil Salatiga agar ditulis sebagai catatan pinggir dalam Akta Kelahiran No. 10.39/TP/ 2011 tanggal 31 Maret 2011. Nama : SYARIFA INDAH KHAIRANI Perempuan lahir di Salatiga 27 September 2010 anak dari seorang perempuan yang tidak diketahui namanya diangkat oleh para pemohon. Demikian ditetapkan hari rabu, tanggal 26 Oktober 2011 oleh SIGIT SUTRIONO, SH, M.HUM. Hakim Pengadilan Negeri Salatiga yang memeriksa perkara ini, penetapan mana diucapkan pada hari itu juga dalam persidangan yang terbuka untuk umum, dibantu oleh S.Er. RIJADI, SH. Panitera pengganti pada Pengadilan Negeri tersebut. Serta dihadiri oleh para pemohon. 1) Bahwa saksi tau pemohon mengangkata anak tersebut untuk kebaikan dan masa depan anak tersebut 2) Bahwa saksi sebagai kakak kandung dari pemohon ALI IKHSAN NAWAWI mendukung pengangkatan anak tersebut. Dan saksi tidak keberatan apabila nantinya menjadi ahli waris 3) Bahwa saksi adalah kakak kandung dari UMI MASLIKHAN 4) Bahwa para pemohon sudah menikah selama 14 tahun sampai saat ini belum dikaruniai anak.
108
5) Bahwa keluarga para pemohon adalah keluarga yang harmonis dan tidak pernah ada masalah 6) Bahwa para pemohon mempunyai penghasilan cukup 7) Bahwa para keluarga dan orang tua mendukung para pemohon mengangkat anak tersebut 8) Bahwa para pemohon sudah mengasuh sementara anak tersebut selama 7 bulan dari bulan April 2010 s/d Oktober 2011 9) Bahwa saksi melihat para pemohon sayang terhadap anak tersebut layaknya anak kandung sendiri 10) Bahwa
saksi
sebagai
kakak
kandung
UMI
MASLIKHAN
mendukung pengangkatan anak tersebut dan saksi tidak keberatan apabila nantinya menjadi ahli waris. Menimbang bahwa selanjutnya terjadi hal-hal seperti selengkapnya tercatat dalam berita acara persidangan yang untuk singkatnya penetapan ini dianggap tercantum dan turut dipertimbangkan. TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan pemohon seperti tersebut diatas. Menimbang, bahwa untuk membuktikan permohonannya, para pemohon telah mengajukan bukti surat bertanda P.1 s/d P.5 serta 4 orang saksi. Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti dan dikuatkan oleh para saksi-saksi yaitu ALI MAHFUDHON 2 MALIHATIN manerangkan masih ada hubungan keluarga dengan para pemohon
109
benar sudah menikah selama 14 Tahun belum dikaruniai anak, dibuatkan oleh saksi BUDI ASTUTI dan saksi ADI MUHYONO menerangkan bahwa para pemohon datang ke BARESOS dengan maksud untuk mengangkata anak dari panti tersebut. Selanjutnya datang ke Dinas Sosial untuk meminta rekomendasi pengangkatan anak yang bernama SYARIFA INDAH KHAIRANI. Menimbang, bahwa dari uraian dan bukti. Pemohon menikah tanggal 29 April 1997 sampai saat ini belum mempunyai anak. Menimbang bahwa para pemohon telah mengasuh anak tersebut Menimbang, bahwa menurut keterangan saksi BUDI ASTUTI, SH, menerangkan bahwa bulan Pebruari 2011 para pemohon datang ke BARESOS WORO WILOSO Salatiga bermaksud untuk mengangkat anak setelah memperhatikan para pemohon berkeinginan untuk mengangkat anak yang bernama SYARIFA INDAH KHAIRANI anak kandung dari seorang perempuan yang tidak dikenal, anak tersebut diserahkan kepada SUREMI dipasar pagi Salatiga, tetapi SUREMI tidak mampu merawat bayi tersebut karena kondisi ekonomi yang tidak mampu. Kemudian SUREMI menyerahkannya ke BARESOS WORO WILOSO. Menimbang bahwa para pemohon berkeinginan mengangkat anak tersebut, sehingga tim BARESOS mengunjungi rumah para pemohon untuk mengetahui apakah para pemohon layak mengadopsi anak tersebut. Menurut pengamatan tim BARESOS keadaan para
110
pemohon layak untuk mengasuh anak tersebut karena mempunyai penghasilan yang cukup. Menimbang, bahwa selama pengasuhan sementara SYARIFA INDAH KHAIRANI diperlakukan layaknya anak kandung sendiri. Menimbang bahwa para pemohon sudah mengasuh SYARIFA INDAH KHAIRANI selama 7 bulan dan sudah dianggap layaknya anak kandung sendiri, karena keadaan ekonomi mampu merawat dan membesarkan serta membiayai pendidikan anak. Serta para pemohon keadaan sehat jasmani dan rohani dan berkelakuan baik sebagaimana bukti P4, P5, P6, P7, dan pengangkatan ini demi kesejahteraan dan masa depan anak maka dengan demikian Pengadilan Negeri Salatiga berkesimpulan bahwa pengangkatan anak oleh para pemohon adalah sah. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas oleh karena itu dapat diterima dan dikabulkan. Menimbang, bahwa biaya perkara dibebankan oleh para pemohon Memperhatikan Sema No. 6 Tahun 1983 jo. SEMA Nomor. 3 Tahun 2005 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak jo. Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2007 serta peraturan lain yang berlaku dan berkaitan erat dengan perkara ini. MENETAPKAN 1) Mengabulkan permohonan para pemohon 2) Mengatakan SAH pengangkatan anak oleh para pemohon
111
3) Memerintahkan kepada kepala Pengadilan Negeri Salatiga atau pejabat yang ditunjuk untuk mengirimkan salinan resmi dari kantor catatan sipil Salatiga agar ditulis akta kelahiran No :1039/TP/2011 nama SYARIFA INDAH KHAIRANI anak dari seorang perempuan yang tidak diketahui namanya yang diangkat oleh para pemohon 4) Menghukum kepada para pemohon untuk membayar biaya permohonan sebesar Rp. 161.000,Demikian ditetapkan pada hari ini rabu tanggal 26 Oktober 2011 oleh SIGIT SUTRIONO, SH. Hakim pengadilan Negeri Salatiga yang memeriksa perkara ini, penetapan mana diucapkan pada hari itu juga dalam persidangan yang terbuka untuk umum, dibantu oleh S.Er. RIJADI, SH. Panitera pengganti pada Pengadilan Negeri tersebut serta dihadiri oleh para pemohon. b. Penetapan Nomor : 28/Pdt.p/2011/PN.Sal Pengadilan Salatiga telah mematuhkan penetapan perkara permohonan kepada WIJANTO tempat tanggal lahir, Boyolali 06 Nopember 1974 Umur 37, Agama Islam, Pekerjaan PNS, Alamat Tuman Kronan RT. 05 RW 14 Cepogo, Boyolali dan ONI SRI WARJINI, tempat tanggal lahir Boyolali 14 Juli 1977, umur 34 Tahun, Agama Islam, pekerjaan PNS, Alamat Tumang Krajan RT 05 RW 14 Cepogo Boyolali disebut sebagai pemohon. Pengadilan Negeri Salatiga telah membaca surat-surat bukti dan telah mendengar keterangan dari pemohon dan saksi-saksi.
112
TENTANG JALANNYA KEJADIAN Menimbang, bahwa para pemohon dalam Surat Permohonannya tertanggal 13 Juli 2011 dan terdaftarkan kepaniteraan Pengadilan Negeri Salatiga tanggal 13 Juli 2011 dengan nomor : 28/Pdt/2011/PN.Sal, para Pemohon mengemukakan hal-hal sebagai berikut : 1) Bahwa pemohon pada tanggal 18 Juni 2001 telah menikah di KUA Sambi, Kabupaten Boyolali dalam kutipan Akta Nikah No. 206/26/VI/2001 2) Bahwa selama menikah 10 Tahun pemohon belum dikaruniai anak 3) Bahwa para pemohon berniat mengadopsi anak dari sauadaranya, tetapi saudara pemohon masih merasa keberatan 4) Bahwa para pemohon masih berniat mengadopsi anak walaupun saudaranya
tidak
membolehkan,
kemudian
para
pemohon
mendapatkan informasi supaya datang ke BARESOS WORO WILOSO Salatiga 5) Bahwa kemudian kepala Balai menjelaskan mengenai persyaratanpersyaratan untuk dapat mengadopsi anak 6) Bahwa Kepala Balai menjelaskan ada seorang ibu melahirkan seorang bayi laki-laki diluar nikah, dengan seorang laki-laki yang tidak mau bertanggung jawab 7) Bahwa karena kondisi ekonomi yang tidak mampu mengasuh bayinya, ibu bayi dan keluarganya datang ke Panti Karya Samekto Karti Pemalang untuk menjadi kelayan (penerima manfaat)
113
8) Bahwa karena Panti Karya Samekto Karti Pemalang tidak diperuntukkan untuk balita, kemudian oleh Pihak Panti tersebut membawa bayi itu ke BARESOS WORO WILOSO Salatiga, pada tanggal 31 Agustus 2010 dengan berita acara penyerahan No. 474.III/136/VIII/WT/10 9) Bahwa pada bulan Oktober 2010 para pemohon datang ke BARESOS WORO WILOSO untuk menyerahkan persyaratan-persyaratan 10) Bahwa 21 Oktober kepala Balai bersama TIM datang kerumah para pemohon untuk mengecek kebenaran dari syarat-syarat tersebut 11) Bahwa pada tanggal 28 Oktober pemohon datang ke BARESOS WORO WILOSO, untuk menerima penyerahan anak untuk diasuh sementara. 12) Bahwa setelah berjalan 9 bulan, Pihak BARESOS datang kerumah pemohon pada tanggal 7 Juli 2011 untuk mengecek perkembangan sang anak 13) Bahwa kemudian dibuatkan “Surat Pernyataan Penyerahan Anak“ pada tanggal 11 Juli 2011 14) Bahwa anak yang akan diserahkan kepada pemohon adalah anak dari BARESOS WORO WILOSO Salatiga, diberi nama : ZAIDAN MUBARAK, laki-laki lahir dipemalang tanggal 12 Agustus 2010 anak dari ibu bernama : SURATI 15) Bahwa pemohon telah merawat seperti anak kandung sendiri
114
16) Bahwa pengangkatan anak selain untuk kepentingan pemohon juga untuk kepentingan sang anak 17) Bahwa pemohon menentukan penetapan Pengadilan Negeri setempat yang berwenang untuk itu Berdasarkan uraian tersebut diatas pemohon, memohon kehadapan bapak ketua Pengadilan Negeri Salatiga kiranya berkenan memeriksa permohonan dan memberikan putusan sebagai berikut : 1) Mengabulkan permohonan para pemohon 2) Menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh pemohon 3) Memerintahkan kepada panitera/pejabat Pengadilan Negeri Salatiga agar mengirimkan salinan resmi penetapan ini yang telah berkekuatan hukum tetap kepada kantor kependudukan dan catatan sipil kota Salatiga dalam register Akta Kelahiran No. 3462/TP/2010 tanggal 29 Oktober 2010, Nama : ZAIDAN MUBARAK, Laki-laki, lahir dipemalang, tanggal 12 Agustus 2010 anak dari seorang ibu bernama SURATI. 4) Membebankan biaya kepada pemohon Menimbang bahwa para pemohon menyatakan tetap pada pendiriannya menimbang bahwa untuk menguatkan permohonannya tersebut
dipersidangan
telah
dihadapkan
dan
didengar
keterangan
permohonan sebagai berikut. 1) Bahwa benar para pemohon mengajukan permohonan pengesahan anak tersebut.
115
2) Bahwa pemohon tahu konsekuensi hukumnya terhadap pengangkatan anak 3) Bahwa pemohon sudah mengasuh anak tersebut sejak 28 Oktober 2010 4) Bahwa para pemohon sanggup merawat anak tersebut karena mempunyai penghasilan yang cukup Menimbang bahwa untuk menguatkan dalil permohonan tersebut pemohon telah menyerahkan bukti-bukti 1) Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk pengangkatan anak untuk pengasuhan Sementara Nomor : 474.11/182/X/WT-10 tanggal 28 Oktober 2010 2) Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk pengangkatan anak Nomor : 474.11/175/VII/WT-11 tanggal 11 Juli 2011 3) Asli perincian daftar gaji 4) Asli surat ketarangan dokter para pemohon 5) Asli pemberian Rekomendasi pengangkatan anak lewat Pengadilan Negeri Salatiga Nomor : 560/455/2011 dari Kantor Dinas Ketenaga Kerjaan dan Transmigrasi Kota Salatiga tanggal 4 Juli 2011 6) Asli riwayat hidup anak balita Nomor : 474.11/176/VII/WT-11 tanggal 12 Juli 2011 7) Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak asuh Nomor : 474.11/136/VII/WT-10 tanggal 31 Agustus 2010 8) Foto Copy Kartu Tanda Penduduk para pemohon 9) Foto Copy Kartu Keluarga
116
10) Foto Copy Kutipan Akta Nikah 11) Foto Copy Akta Kelahiran Sang Anak Untuk menguatkan bukti-bukti ada, para pemohon dipersidangan mengajukan 4 orang saksi. Diantaranya : Saksi 1 BUDI ASTUSI, SH, Saksi 2 : ADI MUHYONO, Saksi 3 : SITI ROKHANIYAH, Saksi 4 : WIWIN SUBEKTI. Mereka dipersidangan menerangkan. 1) Bahwa, para pemohon datang ke BARESOS WORO WILOSO pada bulan Oktober 2010 berniat untuk mengagkat anak 2) Bahwa, para pemohon diperlihatkan bayi laki-laki bernama ZAIDAN MUBARAK 3) Bahwa para pemohon mengasuhnya sementara selama 6 bulan 4) Bahwa para pemohon menikah selama 10 tahun belum dikaruniai anak 5) Para pemohon keluarga yang harmonis 6) Bahwa para pemohon mempunyai penghasilan cukup 7) Bahwa para 8) Bahwa, lalu para tim balai datang kerumah para pemohon untuk melihat apakah para pemohon layak mengangkat anak 9) Bahwa para pemohon layak mengangkat anaknya karena penghasilan cukup 10) Bahwa para keluarga dan orang tua para pemohon mengangkat anak tersebut. 11) Bahwa anak tersebut tumbuh dan baik, para pemohon sayang terhadap anak tersebut.
117
12) Bahwa saksi tidak keberatan apabila nantinya sebagai ahli waris. Menimbang,
bahwa
selanjutnya
kemudian
hal-hal
seperti
selengkapnya tercatat dalam Berita Acara Persidangan yang untuk singkatnya penetapan ini dianggap tercantum dan turut dipertimbnagkan. TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan seperti tersebut diatas. Menimbang yang menjadi alas an pokok para pemohon mengangkat anak karena sudah 10 tahun menikah belum dikaruniai anak. Menimbang, bahwa untuk membuktikan permohonannya para pemohon telah mengajukan bukti Surat dan 4 Saksi. Menimbang, bahwa berdasarkan kartu tanda penduduk, kartu keluarga,
dan
kutipan
akta
nikah
dan
keterangan
saksi
SITI
ROKHANIYAH dan WIWIN SUBEKTI yang masih ada hubungan keluarga serta para pemohon benar telah menikah selama 10 tahun belum dikaruniai anak. Menimbang, bahwa bahwa dari pertimbangan para pemohon benar suami istri menikah pada tanggal 18 Juni 2001 sampai sekarang belum dikaruniai anak. Menimbang, bahwa para pemohon telah mengasuh anak tersebut, Menimbang bahwa menurut saksi BUDI ASTUTI, SH pada bulan Oktober 2010 para pemohon datang, ke BARESOS WORO WILOSO Salatiga bermaksud mengangkat anak, yang bernama ZAIDAN MUBARAK anak
118
dari Surati yang hamil diluar nikah karena keadaan ekonomi yang tidak sanggup mengasuh bayinya maka dibawa ke Panti Karya Samekto Karti Pemalang karena Panti tersebut tidak mengasuh Balita kemudian bayi tersebut ke BARESOS WORO WILOSO Salatiga. Menimbang, bahwa setelah mengetahui riwayat anak tersebut para pemohon tetap berkeinginan mengangkat anak tersebut. Lalu tim BARESOS WORO WILOSO datang kerumah para pemohon mengamati apakah pemohon layak mengangkat anak tersebut karena mempunyai penghasilan yang cukup. Menimbang, karena dipandang layak mengadopsi anak tersebut pada tanggal 28 Oktober 2010 diserahkan kepada para pemohon untuk diasuh sementara selama 9 bulan. Menimbang, bahwa menurut keterangan ADI MUHYONO para pemohon telah meminta rekomendasi dari Dinas Sosial untuk pengangkatan anak lewat Pengadilan Negeri Salatiga. Menimbang, bahwa menurut saksi SITI ROKHANIYAH dan WIWIN SUBEKTI para pemohon telah mengasuh anak tersebut dari tanggal 28 Oktober sampai sekarang. Menimbang, bahwa anak tersebut diasuh layaknya anak kandung sendiri. Menimbang, menurut saksi-saksi para pemohon mengangkat tersebut demi kepentingan sang anak Menimbang, bahwa dari uraian pertimbangan telah terbukti sejak tanggal 28 Oktober 2010 telah mengasuh anak tersebut.
119
Menimbang, bahwa selama pegasuhan anak tersebut diperlakukan layaknya anak kandung sendiri dan selanjutnya pengangkatan anak tersebut dilakukan demi kepentingan sang anak. Maka pengadilan Salatiga berkesimpulan bahwa pengangkatan anak para pemohon adalah sah. Menimbang, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, pengadilan berpendapat permohonan beralasan menurut hukum, maka oleh karena itu dapat diterima dan dikabulkan. Menimbang, bahwa biaya perkara dibebankan oleh para pemohon. Memperhatikan Surat Edaran Makamah Agung Republik Indonesia Nomor : 6 tahun 1983 jo. Sema No 3 tahun 2005 dan Undang-Undang No. 23 tahun 2002, tentang perlindungan anak jo. Peraturan pemerintah No 54 tahun 2007 serta peraturan lain yang berlaku dan berkaitan erat dengan perkara ini. MENETAPKAN 1) Mengabulkan permohonan para pemohon 2) Menyatakan Sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh para pemohon 3) Memerintahkan kepada panitera Pengadilan Negeri Salatiga atau pejabat yang ditunjuk untuk mengirimkan salinan resmi dari Kantor Catatan Sipil Salatiga agar ditulis Akta Kelahiran No. 3462/TP/2010 tanggal 12 Agustus 2010 ZAIDAN MUBARAK anak dari seorang ibu bernama Surati diangkat anak oleh para pemohon. 4) Menghukum kepada para pemohon untuk membayar biaya permohonan ini sebesar Rp. 161.000
120
Demikian ditetapkan pada hari ini, Senin tanggal 18 Juli 2011 Oleh SIGIT SUTRIONO, SH.M.HUM, Hakim pengadilan Salatiga yang memeriksa perkara ini, penetapan mana diucapkan pada hari itu juga dalam persidangan yang terbuka untuk umum dibantu oleh S.Er. RIYADI, SH Panitera pengganti pada pengadilan Negeri tersebut, serta dihadiri oleh para pemohon.
c. Penetapan Nomor : II / Pdt. P / 2011 / PN. Sal Pengadilan Negeri Salatiga telah mematuhkan penetapan perkara permohonan kepada SUGIYANTO, tempat tanggal lahir Salatiga 14 Maret 1971, Umur 4 tahun Agama Islam, pekerjaan Swasta, Alamat Jl. Kyai Jinten No. 44 RT. / Rw. 02 / 03 Kel. Mangunsari, Kec. Sidomukti kota Salatiga dan YULI ERNA ISMAWANTI tempat tanggal lahir Salatiga, 13 Mei 1971, Umur 40 tahun, Agama Islam, Pekerjaan Swasta, Alamat Jl. Kyai Jinten No. 44 RT / RW 02 / 03 Kel. Mangunsari, Kec. Sidomukti Kota Salatiga. Disebut sebagai Pemohon. Pengadilan Negeri Salatiga telah membaca surat-surat bukti dan telah mendengar keterangan dari para pemohon dalam permohonannya tanggal 31 Maret 2011 dan telah terdaftar dikepanitiaan Pengadilan Negeri Salatiga dibawah register Nomor : II / Pdt.P / 2011 / PN. Sdl. Telah mengemukakan hal-hal sebgai berikut :
121
Bahwa para Pemohon pada tanggal 23 Nopember 1998 telah menikah dengan Akta Perkawinan Nomor 237 / 1998 23 Nopember 1998. Bahwa selama menikah 11 tahun belum dikarunia anak Bahwa kemudian Pemohon mendengar tetangga di Bidan Suroto Tegalrejo ada seorang Ibu melahirkan. Bahwa kemudian pada tanggal 21 Maret 2011 bertemu dengan SEPTI ARIYANI di Bidan Suroto berniat akan menyerahkan anak kandungnya tersebut kepada Pemohon. Bahwa kemudian dibuatkan surat penyerahan anak tertanggal 21 Maret 2011. Bahwa Ibu anak tersebut adalah SEPTI ARIYANI tanpa perkawinan yang sah, diberi nama EGHA PUTRA WICAKSANA laki-laki lahir Salatiga tanggal 21 Maret 2011. Bahwa, Pemohon telah mengasuh seperti anaknya sendiri. Bahwa pengangkatan anak tersebut demi kepentingan sang anak. Bahwa untuk sahnya pengangkatan anak pemohon memerlukan adanya Penetapan pengadilan negeri setempat yang berwewenang untuk itu. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas Pemohon kiranya kepada Bapak ketua Pengadilan Negeri Salatiga berkenan memeriksa dan memberikan putusan sebagai berikut : Mengabulkan permohonan Pemohon.
122
Menyatakan agar pengangkatan anak oleh Pemohon dinyatakan SAH. Memerintahkan kepada Panitera / Pejabat Pengadilan Negeri Salatiga agar mengirimkan salinan resmi penetapan ini yang telah berkekuatan hukum tetap kepada kantor kependudukan dan catatan Sipil kota Salatiga dalam regiter akta Nomor : 537/2011 diatas nama : EGHA PUTRA WICAKSANA. Laki laki, lahir Salatiga 21 Maret 2011 anak dari SEPTI ARIYANI diangkat anak oleh Pemohon. Membebankan biaya permohonan kepada para Pemohon tetap pada permohonannya. Menimbang, bahwa untuk menyakinkan Pengadilan, Pemohon menerangkan sebagai berikut : Bahwa Pemohon berkeinginan mengangkat anak tersebut. Bahwa
Pemohon
mengetahui
konsekwensinya
terhadap
pengangkatan anak tersebut. Bahwa Pemohon sudah mengasuh dan sayang terhadap anak tersebut. Bahwa Pemohon sanggup mengasuh dan membiayai seperti anak kandung sendiri karena Pemohon mempunyai penghasilan yang cukup. Menimbang, bahwa untuk menguatkan permohonan tersebut, Pemohon mengajukan bukti-bukti surat berupa : Surat-penyataan penyerahan anak
123
Surat keterangan penghasilan Surat keterngan kesehatan Surat keterangan catatan kepolisian Surat pengantar dari RT / RW Foto copy Kartu Tanda Penduduk Foto copy Kartu Keluarga Foto copy Kutipan Akta Perkawinan Foto copy Kutipan Akta Kelahiran Anak Surat-surat bukti tersebut telah dicocokkabn dengan aslinya dan telah dibubuhi materai maka dapat diterima sebagai alat bukti yang sah. Untuk menguatkan bukti-bukti yang ada, para pemohon dipersidangan mengajukan 3 orang saksi diantaranya sebagai berikut : Saksi 1 : CICILIA KRISTINA, Saksi 2 : SUGIYONO, Saksi 3 : AGUS SAPTO TRIYONO. Mereka dipersidangan menerangkan Bahwa para pemohon menikah selama 11 tahun belum dikaruniai anak Bahwa pemohon berniat mengangkat anak Bahwa anak tersebut diserahkan ibu kandungnya setelah lahir dibidan SUROTO karena malu tidak mempunyai suami Bahwa pekerjaan pemohon sabagai karyawan di Damatex Bahwa para pemohon telah mengasuh anak tersebut sejak lahir Bahwa saksi maupun keluarga setuju para pemohon mengangkat anak tersebut karena perekonomiannya cukup
124
Bahwa saksi maupun keluarga setuju para pemohon mengangkat anak tersebut karena perekonomiannya cukup Bahwa keluarga tidak keberatan apabila nantinya sebagai ahli waris. Menimbang, bahwa dalam persidangan hakim juga meminta keterangan kepada orang tua anak yaitu SEPTI ARIYANI sebagai berikut. Bahwa Ia belum menikah Bahwa Ia adalah Ibu yang melahirkan anak tersebut Bahwa anak tersebut lahir diluar perkawinan yang sah Bahwa tidak keberatan dan ikhlas anaknya diangkat oleh Pemohon Bahwa Ia tidak mempermasahkan apabila nantinya anak tersebut menjadi gagah, pejabat dan bahagia hidupnya Bahwa rela menyerahkan anak tersebut karena malu tidak mempunyai suami dan tidak punya penghasilan tetap Bahwa anak tersebut sejak lahir diasuh oleh Pemohon dengan surat penyerahan anak dan ditanda tangani oleh saksi Menimbang bahwa atas keterangan 3 saksi dan orang tua anak tersebut Pemohon menyatakan kebenarannya dan tidak keberatan Menimbang, bahwa untuk mempersingkat uraian penetapan ini, maka segala sesuatu yang termuat dalam berita acara persidangan dianggap pula telah termuat dalam penetapan ini. TENTANG HUKUMNYA
125
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan permohonan Pemohon seperti tersebut diatas. Menimbang, bahwa alasan pokok Pemohon berkeinginan mengangkat anak karena berjalan 11 tahun Pemohon belum dikaruniai anak. Menimbang,
bahwa
berdasarkan
kartu
penduduk,
kartu
keluarga, kutipan akta perkawinan dan kutipan akta kelahiran dan keterangan. Saksi menerangkan bahwa : Bahwa benar Pemohon telah menikah pada tahun 1998 Bahwa dalam perkawinannya tersebut selama 11 tahun belum dikaruniai anak Maka telah terbukti bahwa Pemohon telah menikah dan sebagai suami istri sejak tanggal 23 Nopember 1998 hingga saat ini 11 tahun belum dikaruniai anak. Menimbang bahwa dari bukti, surat pernyataan penyerahan anak, surat pengantar dari Ketua RT Rw, kutipan Akta Kelahiran anak dihubungkan degan keterangan saksi-saksi. Menerangkan bahwa : bahwa tahu tanggal 21 Maret pemohon telah mengangkat anak bahwa tahu anak tersebut telha diserahkan oleh ibunya setelah lahir bahwa keluarga sangat mendukung keinginan pemohon
126
bahwa saksi melihat, pemohon mengasuh anak tersebut layaknya anak kandung sediri maka telah terbukti bahwa nak tersebut telah diangkat oleh pemohon menjadi anak angkat dengan penyerahan oleh ibunya kepada pemohon sebagai suami istri dibenarkan oleh SEPTI ARIYANI Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti dan dihubungkan keterangan saksi-saksi menerangkan bahwa : bahwa pemohon tergolong mampu untuk membiayai anak tersebut karena mempunyai pekerjaan tetap Bahwa pemohon berkelakuan baik, sehat fisik dan psikis Bahwa pekerjaan pemohon sebagai karyawan swasta di DAMATEX dan mempunyai rumah yang dikontrakkan Bahwa sebagai kakak kandung pemohon I dan kakak kandung pemohon II sangat mendukung langkah para pemohon tersebut. Apabila nantinya sebagai ahli waris saksi tidak keberatan maka telahterbukti bahwa keadaan ekonomi pemohon cukup mampu sehat, berkelakuan baik serta kesediaan pemohon untuk mengasuh anak tersebut dengan rasa tanggung jawab bagi masa depan dan kesejahteraan anak maka orang tua kandungnya tidak keberatan, karena keadaan ekonomi lemah tidak bekerja dan tidak mempunyai suami, dengan tulus ikhlas menyerahkan anaknya kepada pemohon sebagai anak angkat. Menimbang, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, cukup beralasan maka dapat diterima dan dikabulkan.
127
Menimbang, bahwa biaya perkara dibebankan oleh pemohon. Memperhatikan surat edaran mahkamah agung republik indonesia Nomor 6 tahun 1983 Jo. SEMA No.3 tahun 2005 serta peraturan undang-undang No. 23 tahun 2003 tentang perlindungan anak serta peraturan lain yang berlaku dan berkaitan erat dengan perkara ini. MENETAPKAN Mengabulkan permohonan para pemohon Menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh pemohon Memerintahkan kepada panitera / pejabat dari pengadilan negeri salatiga agar mengirimkan salinan resmi penetapan ini yang telah berkekuatan hukum kepada kantor kependudukan dan catatan sipil kota salatiga dalam register akta kelahiran No. 537 / 2011 tanggal 28 Maret 2011 Nama : EGHA PUTRA WICAKSANA. Membebankan biaya perkara kepada pemohon sebesar Rp. 161.000 Demikian ditetapkan pada hari ini Kamis, tanggal 7 April 2011 oleh Sigit Sutrioso, SH, M.Hum. Hakim pengadilan negeri Salatiga yang memeriksa perkara ini, penetapan mana di ucapkan pada hari itu juga dalam persidangan yang terbuka untuk umum, dibantu oleh S.E.r. RIJADI, SH. Panitia pengganti pada pengadilan negeri tersebut serta dihadiri oleh pemohon. 2. Penetapan Permohonan Pengangkatan Anak Di Pengadilan Agama. a. Penetapan Nomor : 0003/Pdt.P/2012/PA.SAL
128
Pengadilan
agama
salatiga
menjatuhkan
penetapan
permohonan pengangkatan anak kepada SHOBIRIN bin MASRUR, umur 49 tahun, agama Islam, pekerjaan guru, bertempat tinggal dijalan Medoho 36 Rt 08 / 08 Kelurahan Kalicari, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang, sebagai PEMOHON I. RUKUN binti KARWAN, umur 45 tahun, agama Islam, Pekerjaan Guru, bertempat tinggal di jalan Medoho 36 Rt 08 / 08 Kelurahan Kalicari, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang, sebagai PEMOHON II. Pengadilan agama telah membaca surat-surat bukti dan telah mendengar keterangan dari pemohon dan saksi-saksi. TENTANG DUDUK PERKARANYA Bahwa
pemohon
I
dan
Pemohon
II
berdasarkan
permohonannya tertanggal 19 Januari 2012 yang didaftarkan di kepaniteraan pengadilan agama salatiga dengan Nomor : 0003 / Pdt.P/2012/PA.SAL telah mengemukakan halnya sebagai berikut : Bahwa pada tanggal 16 September 1999 para pemohon telah melangsungkan pernikahan dalam kutipan akta nikah Nomor : 365 / 28 / IX / 1999. Bahwa para pemohon berkeinginan untuk mengangkat anak yang bernama KHOIROTUNNISA’ MURIDATUNNUHA, umur 1 tahun, agama Islam, jenis kelamin perempuan berasal dari BARESOS WORO-WILOSO Salatiga. Selama ini berada dalam
129
asuhan sementara para pemohon dengan Nomor : 474.11 / 79 / IV / W-T 12 tertanggal 06 Januari 2012. Bahwa riwayat anak tersebut, dilahirkan dari seorang perempuan yang mengalami depresi melahirkan dilokasi wisata Karang Balong Kebumen, yang tidak diketahui asal usulnya, kemudian oleh MUSPIKA dibawa ke RSUD Kebumen. Setelah itu RSUD Kebumen menyerahkannya ke Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Kebumen. Sedangkan ibu bayi pergi begitu saja meninggalkan rumah sakit. Bahwa untuk perawatan, pemerintahan dan perlindungan yang lebih baik oleh Dinas Tenaga kerja Transmigrasi dan Sosial Kebumen bayi tersebut diserahkan ke BARESOS WORO WILOSO Salatiga, dengan berita acara penyerahan dan penerimaan, Nomor : 466.3 / 27 / II / WT – II tertanggal 19 Pebruari 2011. Bahwa pemohon I bekerja sebagai guru dengan gaji Rp. 764.000. Pemohon II bekerja sebagai guru dengan gaji Rp. 930.000 dan dari usaha para pemohon mendapat penghasilan Rp. 3.500.000. sejak menikah pada tahun 1999 pemohon II belum pernah hamil dan saat ini rahim isteri sudah diangkat karena penyakit. Bahwa para pemohon menginginkan pengangkatan anak di lakukan menurut prosedur hukum,
130
Bahwa para pemohon dan anak beragama Islam dan berdomisili di Salatiga maka permohonan pengangkatan anak dilakukan di Pengadilan Agama Salatiga. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, pemohon memohon agar ketua pengadilan agama Salatiga c.q. Majelis Hakim, segera memeriksa,
memutus
dan
mengadili
perkara
ini,
selanjutnya
menjatuhkan penetapan yang berbunyi sebagai berikut : Mengabulkan Permohonan pemohon Menetapkan, menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh para pemohon Menetapkan biaya perkara menurut hukum Apabila majelis hakim berpendapat lain mohon putusan yang seadiladilnya. Bahwa para pemohon telah menyerahkan bukti tertulis, bukti mana bermaterai cukup, dilegalisasi dan dicocokkan dengan aslinya. Fotocopy KTP para pemohon Fotocopy Kutipan Akta Kelahiran sang anak Asli Berita acara penyerahan dan penerimaan anak asuh Asli Berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk pengangkatan anak Asli berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk pengasuhan sementara Fotocopy kutipan Akta Nikah para pemohon
131
Surat perincian gaji para pemohon Surat keterangan dokter para pemohon Fotocopy kartu keluarga Asli Riwayat Hidup anak Balita Nomor : 474.11 / 11 / 1 / WT – 12 Asli surat keterangan mampu para pemohon Untuk menguatkan bukti-bukti yang ada para pemohon persidangan mengajukan 3 orang saksi diantaranya : Saksi 1 : BUDI ASTUTI, Saksi 2 : AHMAD KHAYYUN, Saksi 3 : IRZAM. Mereka dipersidangan menerangkan Bahwa para pemohon sudah menikah selama 11 tahun belum dikaruniai anak Bahwa para pemohon ingin mengangkat anak dari BARESOS WORO WILOSO Salatiga Bahwa petugas Panti WORO WILOSO sudah berkunjung 2 kali kerumah para pemohon dan mengetahui anak tersebut tumbuh dan berkembang Bahwa para pemohon mempunyai penghasilan yang cukup Bahwa para pemohon sudah mengasuh sementara selama 6 bulan sejak Bulan April 2011. Menimbang, bahwa para pemohon mengajukan permohonan pengangkatan anak bernama KHOIRUNNISA MUFIDHATUNNUHA Menimbang bahwa sesuai dengan bukti P1 & P2 dan para pemohon tinggal diwilayah hukum Salatiga dan beragama Islam
132
berdasarkan pasal 49 Undang-undang Nomor 7 tahun 1989 yang di ubah dengan Undang-undang Nomor 50 tahun 2006 dan perubahan kedua dengan kewenangan pengadilan agama Salatiga. Menimbang bahwa para pemohon adalah suami istri dibuktikan dengan Akta Nikah dan menikah pada tahun 1999 telah lebih dari 5 tahun maka syarat orang tua angkat seperti diatur pasal 13 huruf e peraturan pemerintah RI tahun 2007 telah terpenuhi. Menimbang, bahwa PP nomor 54 tahun 2007 mengatur anak angkat belum berumur 18 tahun merupakan anak terlantar, berada dalam lembaga pengasuhan telah menguatkan permohonan para pemohon. Menimbang, bahwa bukti tentang penyerahan anak asuh ke BARESOS WORO WILOSO dan pelayanan Sosial Dinas Tenaga Kerja Transmigrasi dan Sosial Kebumen dan penyerahan dan penerimaan anak untuk di asuh sementara. Ternyata ada kejelasan tentang asal usul, kemana diserahkan dan keberadaan anak. Menimbang, bahwa saksi BUDI ASTUTI dan MARDIKIN telah melakukan kunjungan sebanyak 2 kali. Menimbang, bahwa saksi bernama AKHMAD KHAYYUN bin KARWAN dan IRZAM bin ROMLI telah menyampaikan kesaksian di persidangan. Menimbang, bahwa ketiga saksi tersebut menyampaikan bahwa anak bernama KHOIRUNNISA’ MUFIDATUNNUHA tumbuh dengan baik.
133
Menimbang, bahwa dalam pasal 39 undang-undang nomor 23 tahun 2002 dan pasal 2 peraturan pemerintah nomor 54 tahun 2007 dalam mewujudkan kesejahteraan dan perlindungan anak. Menimbang, bahwa dalam pasal I ayat (9) Undang-undang nomor 23 tahun 2002 dan pasal I ayat (1) dan (2) peraturan pemerintah nomor 54 tahun 2007 dan pasal (7) huruf h KHI, maka harus dipertimbangkan hal-hal sebagai berikut : Menimbang, bahwa dengan bukti penghasilan dari para Pemohon dan surat keterangan mampu secara ekonomi hakim berpandapat para Pemohon dapat membiayai dan membimbing serta melindungi anak angkatnya. Menimbang bahwa sekaj bulan April 2011 anak diangkat bernama KHOIRUNNISA’ MUFIDHATUNNUHA telah berada dalam pengasuhan para Pemohon. Menurut saksi-saksi sejak para Pemohon mengasuhnya ana tersebut dalam keadaan sehat, kerasan dan tumbuh berkembang dengan baik. Demikian pula keadaan para Pemohon sebagai orang tua angkat tetap harmonis. Menimbang, bahwa dalam pasal 39 ayat (2) UU No. 23 tahun 2002 dan pasal 4 PP No 54 tahun 2007 ternyata para Pemohon dalam persidagan tetap menyampaikan ingin mengangkat anak tersebut dan kelak akan memberitahukan tentang nasab dan asol dan asal usulnya seperti diatur dalam pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) PP No 54 tahun 2007
134
Menimbang, bahwa berdasarkan bukti-bukti Panti Asuhan Woro Wiloso Salatiga bernaung dibawah dinas Sosial Jawa Tengah. Menimbang, bahwa masa tenggang pengasuhan selama 6 bulan berdasarkan bukti, maka telah memenuhi persyaratan untuk memenuhi persyaratan untuk melakukan pengangkatan anak. Menimbang, bahwa pengajuan permohonan pengangkatan anak para Pemohon memberikan rekomendasi dengan tenggang waktu paling lama 30 hari, telah dipatuhi oleh Pemohon. Penyerahan tanggal 6 Januari 2012 ternyata pengajuan permohonan kepengadilan pada tanggal 19 Januari 2012. Menimbang bahwa atas pertimbangan-pertimbangan diatas maka permohonan Pemohon dapat dikabulkan. Menimbang bahwa hakim perlu mengetengahkan surat Al Ahzab ayat 4. Menimbang bahwa biaya perkara dibebankan oleh para Pemohon. Menimbang bahwa berdasarkan pasal 20 ayat (2) PP No54 tahun 2007, Panitera Pengadilan Agama Salatiga mengirimkan salinan penetapan ke Instansi terkait yang terperinci dalam penjelasan Pasal tersebut. Mengingat bahwa semua peraturan perundang-undangan dan dalil Syar’I yang berkaitan dengan perkara ini. MENETAPKAN
135
Mengabulkan permohonan Pemohon
Menetapkan
anak
MUFIDHATUNNUHA
bernama sebagai
anak
KHOIRUNNISA’ angkat
Pemohon
I
(SHOBIRIN bin MASRUR) dan Pemohon II (RUKINI binti KARWAN)
Membebankan biaya perkara kepada para Pemohon sebesar Rp. 281.000 Demikian penetapan ini dijatuhkan dalam permusyawaratan
tanggal Majelis hakim Pengadilan Agama Salatiga pada hari senin tanggal 27 Februari 2012 M. bertepatan dengan tanggal 5 Robiul Tsani 1433 H. oleh kami Drs. H NOERHADI, MH sebagai hakim ketua Majelis, Drs. MACHMUD, SH dan H. SUYANTO, SH.MH. Masingmasing sebagai hakim anggota yang diucapkan pada hari itu juga dalam sidang terbuka untuk umum dengan dibantu oleh MIFTAH JAUHARA SH sebagai Panitera pengganti dengan dihadiri Pemohon I dan Pemohon II. b. Penetapan Nomor : 0006 / Pdt.P / 2012 / PA.SAL. Pengadilan
Agama
Salatiga
menjatuhkan
penetapan
permohonan pagangkatan anak kepada SULYANI bin SUGIYANTO, umur 38 tahun, Agama Islam, pekerjaan swasta, bertempat tinggal di dusun Jambu, RT. 32 RW. 07, Jambu, Kecamatan Mlonggo kabupaten Jepara, sebagai Pemohon I Dewi ARIYANI binti SUKARDI, umur 37 tahun, Agama Islam, pekerjaan tidak bekerja, bertempat tinggal di
136
dusun Jambu RT. 32 RW. 07, Desa Jambu, kecamatan Mlonggo, kabupaten Jepara. Sebagai Pemohon II. Pengadilan Agama Salatiga telah membaca surat-surat bukti dan telah mendengar saksi-saksi. TENTANG DUDUK PERKARANYA Bahwa
Pemohon
I
dan
Pemohon
II
berdasarkan
permohonannya tertanggal 08 Februari 2012 yang didaftarkan dikepanitiaan Pengadilan Agama Salatiga dengan Nomor : 0006/Pdt.P / 2012/PA.SAL. telah mengemukakan hal-hal sebagai berikut :
Bahwa para Pemohon pada tanggal 24 Maret 2006 telah melangsungkan pernikahan dalam kutipan Akta Nikah Nomor : 200/61/III/2006.
Bahwa para Pemohon berkeinginan mengangkat anak, bernama RAIHAN LUFIANSYAH, umur 10 bulan, Agama Islam, Jenis Kelamin laki-laki. Anak tersebut berada di BARESOS WORO WILOSO Salatiga, berdasarkan berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk asuhan sementara Nomor : 474.III / 26 / II / WT – 12 tanggal 8 Februari 2012.
Bahwa riwayat anak tersebut dilahirkan dari seorang Ibu yang tidak dikenal mengalami depresi melahirkan di rumah salah satu warga Purwosari Semarang. Kepada Lurah setempat dibawanya ke dinas Sosial Pemuda dan Olahraga Semarang kemudian dirujuk ke BARESOS Margo Widodo Semarang, lalu bayi tersebut diserahkan ke BARESOS WORO WILOSO Salatiga. Dengan Berita Acara
137
penyerahan dan Penerimaan anak asuh Balita Nomor : 460 / 164 tanggal 09 Mei 2011.
Bahwa para Pemohon I bekerja sebagai buruh dengan penghasilan Rp. 2.500.000 .
Bahwa para Pemohon menginginkan pengangkatan anak menurut prosedur hukum .
Bahwa karena para Pemohon beragama
Islam dan sang anak
berdomisili : di Salatiga. Maka mengajukan Permohonan ke Pengadilan agama Salatiga berdasarkan hal-hal tersebut diatas, Pemohon mohon agar ketua Pengadilan Agama Salatiga c.q Majelis Hakim. Segera memeriksa dan mengadili perkara ini. Selanjutnya menjatuhkan penetapan yang berbunyi sebagai berikut:
Mengabulkan permohonan Pemohon
Menetapkan, menyatakan sah pengangkatan anal oleh para Pemohon
Apabila Majelis hakim berpendapat lain mohon yang seadil-adilnya Hingga pada hari sidang para Pemohon sudah bulat
mengangkat anak bahwa, kemudian dibacakan surat permohonannya tanggal 8 Februari 2012 tersebut, yang isinya tetap dipertahankan. Bahwa untuk menguatkan permohonannya, para Pemohon mengajukan bukti sebagai berkut. I bukti surat
Foto copy Kartu Tanda Penduduk
Foto kutipan Akta Nikah
138
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan. (Baresos Mardo Widodo)
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan asuh sementara
Foto copy Akta Kelahiran Anak
Foto Copy Kartu Keluarga
Surat Keterangan Gaji
Surat Keterangan Dokter
Asli Riwayat Hidup anak Balita
Asli berita acara penyerahan dan penerimaan pengangkatan anak BUKTI SAKSI Untuk menguatkan bukti-bukti yang ada para pemohon di
persidangan mengajukan 2 saksi diantaranya sebagai berikut : Saksi 1 FACHRUDIN, Saksi 2 : BUDI ASTUTI Mereka dipersidangan menerangkan :
Bahwa para pemohon sudah lama menikah belum dikaruniai anak
Bahwa para pemohon telah mengangkat anak dari BARESOS WORO WILOSO Salatiga sejak Bulan Mei 2012.
Bahwa dalam asuhan sementara selama 6 Bulan anak tersebut berkembang dengan baik, pemohon juga sayang terhadap anak tersebut.
Bahwa tanggal 8 Februari 2012 Pihak Balai Menyerahkan anak tersebut secara resmi untuk dijadikan anak angkat
Bahwa para pemohon secara ekonomi mampu
139
MENETAPKAN
Mengabulkan permohonan para pemohon
Menyatakan sah pengangkatan anak yang dilakukan oleh para pemohon
Membebankan para pemohon untuk membayar biaya perkara sebanyak Rp. 281.000 Demikian penetapan ini dijatuhkan oleh majelis hakim
Pengadilan Agama Salatiga pada hari selasa tanggal 20 Maret 2012, M. bertepatan dengan tanggal 26 Jumadil Awal 1433 H. Oleh Dra. Hj. FARIDA, MH sebagai hakim ketua majelis. H. SUYANTO, SH, MH dan MUHSIN, SH, masing-masing sebagai hakim anggota yang di ucapkan pada hari itu juga dengan dibantu oleh Hj. WASILATUN , SH sebagai panitera pengganti dengan dihadiri pemohon I dan Pemohon II c. Penetapan Nomor : 0054/Pdt.P/2011/PA.Sal Pengadilan
Agama
Salatiga
mematuhkan
penetapan
permohonan anak kepada MULYADI AJI SHOLEH umur 38 tahun, agama Islam, pekerjaan wiraswasta bertempat tinggal di Dusun Jambu RT 34 / RW 07, Desa Jambu Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara sebagai PEMOHON I. SUCI INDAWATI, umur 31 tahun, agama Islam pekerjaan tidak bekerja, bertempat tinggal didusun jambu, RT 34 / RW 07 Desa Jambu Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara sebagai PEMOHON II
140
Pengadilan Agama Salatiga telah membaca surat-surat bukti dan telah mendengar saksi- saksi. TENTANG DUDUK PERKARANYA Menimbang bahwa Pemohon I dan Pemohon II berdasarkan permohonanya tertanggal 13 September 2011 yang terdaftar di Kepaniteraan
Pengadilan
Salatiga
dengan
Nomor
:
0054/Pdt.p/2011/PA.Sal mengajukan hal-hal sebagai berikut :
Bahwa pada tanggal 25 Maret 1999 para pemohon melngsungkan pernikahan di KUA kec. Mlonggo dalam Akta nikah Nomor : 1220/64/III/1999.
Bahwa para Pemohon berkeinginan mengangkat anak bernama BAYU PUTRA FAKHRIY MALIKUL ROZAQ, umur 1 tahun, agama Islam jenis kelamin laki-laki. Anak tersebut berada di BARESOS WORO WILOSO Salatiga, dengan berita acara pengasuhan sementara nomor : 474.11/219/VI/WT-II tanggal 23 Juni 2011.
Bahwa riwayat anak tersebut dilahirkan dari seorang perempuan berstatus janda dan hamil diluar nikah karena bapak biologis bayi tidak mau bertanggung jawab.
Bahwa karena kondisi ekonomi itu tidak mampu mengasuh bayinya kemudian membawanya ke BARESOS WORO WILOSO Salatiga dengan berita acara penyerahan dan penerimaan anak asuh Nomor : 474.11/138/IX/WT-10 tanggal 07 September 2010.
141
Bahwa Pemohon I bekerja sebagai wiraswasta dengan penghasilan Rp. 4.000.000 dan bersedia mengasuh anak tersebut sampai dewasa, sejak menikah tahun 1999 pemohon II pernah hamil tetapi negalami keguguran oleh dokter kandungannya ada infeksi sampai sat ini belum dikaruniai anak.
Bahwa para pemohon menginginkan pengangkatan anak dilakukan menurut prosedur hukum.
Bahwa karena para pemohon dan anak tersebut beragama Islam serta anak tersebut berdomisili di Salatiga maka Permohonan diajukan ke Pengadilan Salatiga. Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, pemohon memohon agar
ketua Pengadilan Agama Salatiga c.q Majelis Hakim segera memeriksa dan mengadili perkara ini, selanjutnya menjatuhkan penetapan sebagai berikut:
Mengabulkan permohonan pemohon
Menetapkan menyatakan sah pengangkatan anak oleh para pemohon
Menetapkan biaya perkara menurut hukum
Apabila Majelis Hakim berpendapat lain mohon yang seadiladilnya Bahwa pada persidangan para pemohon menyatakan tekadnya
hendak mengangkat anak.
142
Bahwa hakim ketua surat permohonan tertanggal 3 September 2011 tersebut yang isinya tetap dipertahankan para pemohon. Bahwa
untuk
menguatkan
permohonannya,
pemohon
mengajukan bukti sebagai berikut :
Foto Copy Kartu Tanda Penduduk
Foto Copy Kartu Keluarga
Asli Surat Keterangan Dokter
Asli Surat Keterangan Penghasilan
Foto Copy Kutipan Akta Kelahiran
Asli Berita Acara Penyerahan dan Penerimaan Anak Asuh
Asli Berita Acara Penyerahan dan Penerimaan Pengangkatan anak
Asli Riwayat hidup anak Untuk menguatkan bukti-bukti yang ada para pemohon
dipersidangan mengajukan 2 orang saksi diantaranya : Saksi 1 : BUDI ASTUTIK, Saksi 2 : SUKAHAR. Mereka dipersidangan menerangkan
Bahwa pada bulan Nopember 2010 para pemohon datang ke BARESOS WORO WILOSO Salatiga hendak mengangkat anak
Bahwa para pemohon telah lama menikah belum dikaruniai anak
Bahwa anak tersebut sudah diasuh oleh para pemohon sejak 1 tahun lalu
Bahwa para pemohon perhatian dan bertanggung jawab terhadap anak tersebut
Bahwa secara ekonomi para pemohon mampu
143
Bahwa para pemohon taat beribadah Bahwa atas pertanyaan hakim ketua, Pemohon membenarkan
keterangan para saksi diatas Bahwa pemohon tidak mengajukan apupun dan tetap sebagai orang tua angkat Bahwa untuk menyingkat uraian penetapan ditunjukkan hal awal yang tercantum dalam berita acara persidangan yang menjadi satu kesatuan dengan penetapan perkara ini. TENTANG HUKUMNYA Menimbang, bahwa berdasarkan para pemohon mengangkat anak adalah seperti diuraikan diatas. Menimbang, bahwa berdasarkan bukti surat dihubungkan dengan keterangan saksi balita berdomisili di Salatiga maka pengadilan Salatiga berwenang memeriksa perkara ini. Menimbang berdasarkan bukti surat para pemohon beragama Islam. Ibu balita juga seorang muslimah maka yang menjadi wewenang pengadilan Agama. Sebagaimana ketentuan pasal 49 ayat 1 penjelasan Undang-Undang No 7 tahun 1989 diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No 3 tahun 2006 dan perubahan kedua dengan UU No. 50 tahun 2009. Menimbang, berdasarkan bukti surat kutipan akta nikah tersebut sebagai pasangan suami istri secara bersama-sama dapat bertindak sebagai orang tau angkat sekaligus wali dari anak tersebut.
144
Menimbang, bahwa pemohon bekerja mempunyai penghasilan cukup sehingga layak menjadi orang tua angkat. Menimbang, bahwa riwayat balita tersebut, anak kandung dari SRI MARYATUN dari Dusun Krajan RT 09 / RW 03, lemah Ireng, Kecamatan Bawen. Menimbang, bahwa berdasarkan KHI Pasal 171 jo Pasal 9 Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Menimbang, bahwa diantara kewajiban orang tua angkat adalah untuk mengasuh, mendidik, mengajarkan agama demi masa depan anak. Menimbang bahwa kewajiban lainnya orang tua angkat adalah untuk memberitahu kepada anak angkatnya mengenai asal usul orang tua kandungnya. Setelah anak berumur ± 18 tahun (pasal 6 peraturan Pemerintah Nomor : 54 tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak). Menimbang, bahwa pemohon lulus uji kelayakan selama 1 tahun. Menimbang,
bahwa
berdasarkan
pertimbangan
diatas
permohonan pemohon patut dikabulkan. Menimbang, bahwa karena permohonan ini diajukan ke Pengadilan Agama berlaku beberapa ketentuan sebagai berikut :
Bahwa pengangkatan anak tersebut tidak menghilangkan nasab
145
Bahwa pengangkatan anak ini tidak bisa menimbulkan warisan dengan orang tua anaknya begitupun sebaliknya
Bahwa dalam hal anak angkat tidak menerima hibah atau wasiat dari orang tua angkatnya. Baginya diberikan wasiat wajibah 1/3 dari harta warisan orang tua angkatnya. Menimbang, bahwa biaya dibebankan oleh pemohon Mengingat, semua peraturan perundang-undangan dalil syar’I
yang berkaitan dengan perkara ini. MENETAPKAN
Mengabulkan permohonan para pemohon
Menyatakan pengangkatan anak yang dilakukan oleh para pemohon
Membebankan para pemohon untuk membayar biaya perkara sebanyak Rp. 471.000 Demikian penetapan ini dijatuhkan oleh majelis hakim
Pengadilan Agama Salatiga pada hari rabu tanggal 4 Desember 2011 m. bertepatan dengan tanggal 18 Muharram 1433 H. Oleh Drs. MACHMUD SH.S.Ag hakim ketua majelis. Dra. Hj. MUHLISOH, MH, masing-masing sebagai hakim anggota yang diucapkan pada hari itu juga dengan dibantu oleh Dra. WIDAD sebagai Panitera pengganti dengan dihadiri para pemohon.
146
146
BAB IV PROSEDUR PENGANGKATAN ANAK, DASAR HUKUM, PERTIMBANGAN HAKIM DAN PERBEDAAN KETENTUAN PENGADILAN NEGERI SALATIGA DAN PENGADILAN AGAMA SALATIGA DALAM PENETAPAN PENGANGKATAN ANAK BAGI YANG BERAGAMA ISLAM
A. Prosedur Penetapan Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga bagi yang beragama Islam. 3. Prosedur penetapan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri Salatiga bagi yang beragama Islam g. Prosedur pengajuan permohonan 5) Permohonan
diajukan
dengan
Surat
Pemohonan
yang
ditandatangani oleh pemohon atau kuasa yang sah ditujukan kepada ketua Pengadilan Negeri Salatiga. 6) Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan
permohonannya
secara
lisan
dihadapan
ketua
pengadilan yang akan menyuruh mencatat permohonannya tersebut 7) Permohonan disampaikan kepada ketua pengadilan, kemudian didaftarkan dalam buku regristrasi dan diberi nomor unit setelah pemohon membayar perskot biaya perkara yang besarnya sudah ditentukan oleh pengadilan 8) Perkara permohonan termasuk dalam pengertian yurisdiksi voluntair dan terhadap perkara permohonan yang diajukan itu, hakim akan memberikan suatu penetapan Pengadilan Negeri
146
147
Salatiga hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan permohonan apabila hal itu ditentukan oleh peraturan perundangundangan. h. Proses pengajuan permohonan Mengajukan surat permohonan pengangkatan anak kepada ketua Pengadilan Negeri Salatiga, kemudian surat permohonan diberi register oleh panitera, setelah itu ditetapkan hari dan tanggal sidang. Jurusita memanggil pemohon dan pada hari serta tanggal sidang dilaksanakan, setelah pemohon dan saksi hadir sidang dibuka oleh hakim. Kemudian memeriksa segala bukti dan saksi sekiranya pengajuan pemohon beralasan maka hakim akan mengabulkan permohonan pemohon dan sidang ditutup. 4. Prosedur permohonan penetapan pengangkatan anak di Pengadilan Agama Salatiga g. Prosedur pengajuan permohonan 5) Permohonan
diajukan
dengan
Surat
Pemohonan
yang
ditandatangani oleh pemohon atau kuasanya yang sah ditujukan kepada ketua Pengadilan Agama Salatiga. 6) Pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan
permohonannya
secara
lisan
dihadapan
ketua
pengadilan yang akan menyuruh mencatat permohonannya tersebut 7) Permohonan disampaikan kepada ketua pengadilan, kemudian didaftarkan dalam buku regristrasi dan diberi nomor unit setelah
148
pemohon membayar perskot biaya perkara yang besarnya sudah ditentukan oleh pengadilan. 8) Pengadilan Salatiga hanya berwenang untuk memeriksa dan mengabulkan permohonan apabila hal itu ditentukan oleh peraturan perundang-undangan. h. Proses pengajuan permohonan Mengajukan surat permohonan pengangkatan anak kepada ketua Pengadilan Agama Salatiga, kemudian surat permohonan diberi register oleh panitera, setelah itu ditetapkan hari dan tanggal sidang. Jurusita memanggil pemohon dan pada hari serta tanggal sidang dilaksanakan, setelah pemohon dan saksi hadir sidang dibuka oleh hakim. Kemudian memeriksa segala bukti dan saksi sekiranya pengajuan pemohon beralasan maka hakim akan mengabulkan permohonan pemohon dan sidang ditutup. Pendapat penulis mengenai Prosedur Penetapan Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga bagi yang beragama Islam memiliki Prosedur Penetapan yang sama dalam hal Prosedur Pengajuan permohonan dan Proses Pengajuan Permohonan, sedangkan dalam SEMA Peraturan Perundang-undangan yang mengatur tentang prosedur tata cara menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan permohonan pengangkatan anak kadang belum mencukupi. Walaupun secara harfiah kata dari Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama pun sudah sangat berbeda namun disini dalam hal pengangkatan anak sebagaian memiliki persamaan
149
yang kaitannya dengan proses dan tata cara yang akan dilakukan bagi mereka yang akan mengangkat anak.
B. Dasar Hukum Hakim Pengadilan Negeri Maupun Pengadilan Agama Dalam Pengangkatan Anak bagi yang beragama Islam. 1. Dasar Hukum Hakim Pengadilan Negeri Dalam Menetapkan Permohonan Dalam Pengangkatan Anak bagi yang beragama Islam -
Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
-
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang kesejahteraan anak (lembaga Negara Republik Indonesia No. 3143).
-
Undang-Undang Nomor 23 Than 2002 tantang perlindungan anak (tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4235).
-
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. (lembaga Negara Repubik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125).
-
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang kesejahteraan sosial (lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 12 dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967).
-
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1988 tentang usaha kesejahteraan anak bagi anak yang mempunyai masalah
-
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak (lembaran Negara Republik
150
Indonesia Tahun 2007 Nomor 23 dan tambahan lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4768). -
Surat Edaran Makamah Agung Nomor 6 Tahun 1983 tentang Penyempurnaan Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 1979 mengenai pengangkatan anak jo Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 1989 tentang pengangkatan anak jo Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 Tahun 2005 tentang pengangkatan anak.
-
Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 460/2/2010 Tentang Pemberian Izin menyelenggarakan proses Pelaksanaan Pengangkatan Ana kantar warga Indonesia.
2. Dasar Hukum Hakim Pengadilan Agama Dalam Menetapkan Permohonan Anak Bagi yang beragama Islam. -
Pasal 49 ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama.
-
Pasal 171 huruf (h) Kompilasi Hukum Islam jo pasal 1 angka 9 Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak.
-
Pasal 6 Penganturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang pelaksanaan pengangkatan anak.
-
Qs. Al Ahzab ayat 4 bahwa dalam Islam tidak di perbolehkan menjadikan anak-anak angkat sebagai anak kandung.
151
4. Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam rongganya; dan dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar[1198] itu sebagai ibumu, dan dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). yang demikian itu hanyalah perkataanmu dimulutmu saja. dan Allah mengatakan yang Sebenarnya dan dia menunjukkan jalan (yang benar). [1198] zhihar ialah perkataan seorang suami kepada istrinya: punggungmu Haram bagiku seperti punggung ibuku atau perkataan lain yang sama maksudnya. adalah menjadi adat kebiasaan bagi orang Arab Jahiliyah bahwa bila dia Berkata demikian kepada Istrinya Maka Istrinya itu haramnya baginya untuk selama-lamanya. tetapi setelah Islam datang, Maka yang Haram untuk selama-lamanya itu dihapuskan dan istri-istri itu kembali halal baginya dengan membayar kaffarat (denda).
Pendapat penulis mengenai dasar hukum hakim Pengadilan Negeri Salatiga dan Hakim Pengadilan Agama Salatiga dalam pengangkatan anak bagi yang beragama Islam, bahwa keduanya memiliki perbedaan yang mencolok di Pengadilan Negeri, dasar hukumnya banyak mencantumkan SEMA dan Keputusan Gubernur Jawa Tengah, tetapi dasar hukum di Pengadilan Agama hanya sedikit dan tidak mencantumkan SEMA dan keputusan Gubernur Jawa Tengah. Namun mencantumkan KHI dan mengambil sumber dari Alqur’an (Qs. Al Ahzab ayat 4). Pada hal dalam SEMA, mengatur pengangkatan anak secara umum dan mendasar. Sedangkan keputusan Gubernur Jawa Tengah merupakan ijin bagi warga Jawa Tengah dan lembaga-lembaga pengadilan diperbolehkannya pengangkatan anak.
C. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Salatiga dan Hakim Pengadilan Agama Salatiga Dalam Penetapan Pengangkatan Anak Bagi Yang Beragama Islam
152
1. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Salatiga Dalam Penetapan Pengangkatan Anak Bagi Yang Beragama Islam a. Penetapan Nomor 34/Pdt.P/2011/PN.Sal b. Penetapan Nomor 28/Pdt.P/2011/PN,Sal c. Penetapan Nomor 11/Pdt.P/2011/PN,Sal Hakim menetapkan bahwa para pemohon berhak dan sah sebagai orang tua angkat dari termohon (anak). Dengan pertimbangan hukumnya : para pemohon adalah susmi istri, telah lama menikah belum dikaruniai anak, keadaan ekonomi para pemohon mencukupi domisili anak di Salatiga, niatan para pemohon ingin mengangkat anak sangat kuat anak tersebut berasal dari Panti Asuhan Woro Wiloso Salatiga dan dari anak seorang perempuan yang melahirkan di bidan Suroto. Riwayat anak yang tidak mempunyai bapak serta ibu yang tidak mampu mengasuhnya, karena ekonomi lemah. Para pemohon sudah mengasuh sementara anak tersebut. Anak berkembang dengan baik, para pemohon saying dan perhatian, para pemohon dan anak merasa senang, para pemohon sudah memperoleh surat berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk pengasuhan sementara serta surat berita acara penyerahan penerimaan pengangkatan anak. Penetapan-Penetapan ini perlu memperhatikan Surat Edaran Makamah Agung Republik Indonesia Nomor 6 tahun 1983 jo, SEMA No 3 tahun 2005 dan Undang-Undang No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan anak jo. Peraturan Pemerintah No. 54 tahun 2007. Kedua orang tua angkat
153
berkewajiban untuk menyayangi, mencintai anak angkat, berkewajiban memelihara mendidik, mengasuh dan memenuhi kehidupan sehari-hari anak tersebut layaknya anak kandung sendiri. Serta tidak keberatan bila menurut hukum nantinya sebagai ahli waris dan mewaris. Panitera Pengadilan Negeri Salatiga mengirimkan salinan resmi penetapan
yang
telah
berkekuatan
hukum
tetap
kepada
kantor
kependudukan dan catatan sipil kota Salatiga agar ditulis sebagai catatatan pinggir dalam akta kelahiran. 2. Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Salatiga Dalam Penetapan Pengangkatan Anak Bagi Yang Beragama Islam a. Penetapan Nomor : 0054/Pdt.P/2011/PA.Sal b. Penetapan Nomor : 0003/Pdt.P/2011/PA.Sal c. Penetapan Nomor : 0006/Pdt.P/2012/PA.Sal Hakim menetapkan bahwa para pemohon berhak dan sah sebagai orang tua angkat dari termohon (anak) dengan pertimbangan hukumnya : para pemohon adalah suami istri, telah lama menikah belum dikaruniai anak, keadaan ekonomi para pemohon mencukupi, domisili anak di Salatiga anak beragama sama dengan pemohon yaitu Islam , niatan para pemohon untuk mengangkat anak sangat kuat anak tersebut berasal dari Panti Asuhan Woro Wiloso Salatiga, riwayat anak yang tidak mampu mengasuhnya karena ekonomi lemah. Para pemohon sudah mengasuh sementara anak tersebut, anak berkembang dengan baik, para pemohon sayang dan perhatian para pemohon maupun anak merasa senang. Para pemohon sudah memperoleh
154
Surat Berita Acara Penyerahan dan penerimaan anak untuk pengasuhan sementara serta Surat Berita Acara Penyerahan Penerimaan Pengangkatan anak. Penetapan-Penetapan terebut sesuai dengan ketentuan Pasal 49 Ayat 1 huruf (a) beserta penjelasan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1989 tentang peradilan Agama. Pasal 171 huruf (h) KHI 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak menjelaskan anak angkat adalah anak yang di dalam pemeliharaan hidupnya sehari-hari biaya pendidikan, kesehatan, dan seterusnya beralih kepada orang tua angkatnya, berdasarkan putusan pengadilan demi kepentingan anak yang terbaik. Diantara kewajiban orang tua angkat adalah untuk memberitahukan kepada anak angkatnya mengenai asal usul dari orang tua kandungnya dengan memperhatikan kesiapan anak tersebut yaitu setelah anak mendekati umur 18 tahun (pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor : 54 tahun 2007 tentang Pelaksana Pengangkatan Anak). Pengangkatan anak dalam Islam sangat diajukan apabila tidak memutus hubungan darah antara anak yang diangkat dengan ibu kandungnya, tidak menimbulkan hubungan nasab dan waris dengan orang tua angkatnya. Namun diberikan wasiat wajibah maksimal ⁄ dari harta warisan orang tua angkatnya. Sebagaimana ketentuan Pasal 209 KHI. Pendapat penulis mengenai Pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam Penetapan Pengangkatan Anak bagi yang beragama Islam, bahwa dalam pertimbangan keduanya
155
terletak pada hak waris, status anak angkat, akta kelahiran dan pekerjaan orang tua angkat di Pengadilan Negeri Salatiga status anak angkat seperti anak kandung sehingga mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya sedangkan di Pengadilan Agama Salatiga status anak angkat tidak boleh menjadi anak kandung sehingga tidak memperoleh warisan dari orang tua tetapi memperoleh
⁄
wasiat wajibah dari harta warisan orang tua
angkatnya. Di Pengadilan Negeri semua anak yang diangkat mendapat akta kelahiran dari kantor catatan sipil sehingga bisa dipakai untuk daftar gaji orang tua angkat bagi yang PNS, sedangkan di Pengadilan Agama tidak semua anak angkat mendapat akta kelahiran dari kantor catatan sipil hanya bagi anak yatim piatu atau dari panti asuhan saja. Dengan demikian alasan dari para calon orang tua angkat yang beragama Islam mengajukan permohonan pengangkatan anak di Pengadilan Negeri. Walaupun pada prinsipnya mempunyai motivasi dan tujuan yang sama, yaitu ingin mempunyai anak walaupun hanya anak angkat dengan mengasuh dan merawat secara tulus ikhlas.
D. Ketentuan Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam Penetapan pengangkatan anak bagi yang beragama Islam 1. Ketentuan Pengadilan Negeri Salatiga dalam Penetapan pengangkatan anak bagi yang beragama Islam.
156
a. Kedudukan anak angkat menjadi anak kandung bahwa anak tersebut sudah disahkan oleh Pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama untuk sebagai anak bagi pemohon, pengangkatan anak tidak memutuskan hubungan hukum atau kekeluargaan dengan orangtua kandungnya. Atau keduanya tidak memutus nasab antara anak angkat dengan orang tua kandungnya, keduanya mempunyai motivasi yang sama. b. Anak angkat mempunyai hak waris sama dengan hak waris anak kandung, dimana anak tersebut memiliki hak, dan terletak pada hak waris, status anak angkat, akta kelahiran dan pekerjaan orang tua angkat di Pengadilan Negeri Salatiga status anak angkat seperti anak kandung sehingga mendapatkan warisan dari orang tua angkatnya sedangkan di Pengadilan Agama Salatiga status anak angkat tidak boleh menjadi anak kandung sehingga tidak memperoleh warisan dari orang tua tetapi memperoleh ⁄ wasiat wajibah dari harta warisan orang tua angkatnya c. Anak angkat tidak memutus hubungan darah dengan orang tua kandungnya. d. Motivasi pengangkatan anak semata-mata untuk kebaikan bersama dan saling tolong menolong. e. Memperoleh salinan resmi untuk dikirim kekantor catatan sipil sebagai catatan pinggir dalam akta kelahiran dimaksud bahwa posisi anak tersebut agar mempunyai hak maupun status dengan adanya penguatan putusan-putusan perceraian dimana perkara perceraian bagi mereka
157
yang beragama Islam menjadi kewenangan Peradilan Agama, sedangkan bagi lainnya menjadi kewenangan Peradilan Umum dikarenakan dalam keadaan perceraain maka si anak tersebut mempunyai hak pengasuhan yang layak 2. Ketentuan Pengadilan Agama Salatiga dalam Penetapan Pengangkatan Anak Bagi Yang Beragama Islam a. Kedudukan anak angkat tidak boleh dijadikan sebagai anak kandung dimana anak tersebut tidak/belum disahkan oleh pengadilan Negeri maupun Pengadilan Agama atau dalam prosedur pengangkatan anak tidak melalui lembaga-lembaga/panti asuhan yang mengadopsi dimana anak tersebut berada. b. Anak angkat tidak memutus nasab dengan orang tua kandungnya c. Anak angkat yang tidak jelas orang tua kandungnya dilakukan seperti saudara sendiri. Dilihat dari segi faktor sosial juga tidak sedikit menimbulkan masalah perpindahan anak dari suatu kelompok keluarga kedalam kelompok keluarga yang lain sering disebabkan oleh alasanalasan emosional. Ditambah pula adanya adopsi ini dilakukan sedemikian rupa, sehinggga anak anagkat yang bersangkutan baik secara lahir maupun batin merupakan anaknya sendiri. d. Anak angkat yang tidak jelas orang tua kandungnya diberlakukan seperti saudara sendiri e. Mengangkat anak merupakan bagian dari tolong menolong dalam hal kebajikan
158
f. Islam sangat menganjurkan untuk memberikan perhatian kepada anakanak terlantar, miskin dan yatim. Didalam ajaran Islam, anak-anak terlantar, miskin dan yatim mereka semua mendapat perhatian khusus melebihi anak-anak yang wajar yang masih memiliki kedua orang tua. Islam memerintahkan kaum muslimin untuk senantiasa memperhatikan nasib mereka, berbuat baik kepada mereka, mengurus dan mengasuh mereka sampai dewasa. Islam juga memberi nilai yang sangat istimewa bagi orang-orang yang benar-benar menjalankan perintah ini. Secara psykologis, orang dewasa sekalipun apabila ditinggal ayah atau ibu kandungnya pastilah merasa tergoncang jiwanya, dia akan sedih karena kehilangan salah se-orang yang sangat dekat dalam hidupnya. g. Anak angkat tidak memperoleh warisan dari orang tua angkatnya, tetapi memperoleh wasiat wajibah sebanyak ⁄ bagian dari harta warisan orang tua angkat. Dikarenakan kedudukan anak angkat tidak boleh sebagai anak kandung, anak angkat yang tidak jelas orang tuanya dianggap seperti saudara sendiri, h. Memperoleh salinan resmi untuk dikirim kekantor catatan sipil sebagai catatan pinggir dalam akta kelahiran tetapi hanya anak yatim piatu/dari panti asuhan saja yang memperolehnya. Pendapat penulis sesuai dengan uraikan diatas bahwa pengangkatan anak di Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak bagi yang beragama Islam diantaranya : tidak memutus
159
hubungan nasab dengan orang tua kandung, motivasi pengangkatan anak, memperoleh akta kelahiran tentang kedudukan anak angkat, hak waris anak angkat, status anak dengan orang tua angkatnya.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 1. Prosedur Penetapan Pengangkatan Anak di Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga, keduanya memiliki prosedur penetapan yang sama antara lain : permohonan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri Salatiga atau Pengadilan Agama Salatiga, pemohon yang tidak dapat membaca dan menulis dapat mengajukan permohonannya secara lisan, kemudian permohonan didaftarkan dalam buku register dan diberi unit setelah pemohon membayar perskot, selanjutnya ditetapkan hari dan tanggal sidang dilaksanakan. 2. Dasar Hukum Hakim Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam pengangkatan anak bagi yang beragama Islam mempunyai dasar hukum yang berbeda, dasar hukum di Pengadilan Negeri Salatiga antara lain : Undang-Undang Nomor 62 Tahun 1958, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979, Undang Nomor 23 Tahun 2002, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1988, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2007, SEMA Nomor 6 Tahun 1983, Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 460/2/2010. Sedangkan dasar hukum di Pengadilan Agama Salatiga antara lain : Pasal 49 Ayat 1 huruf (a) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989,
160
161
Pasal 171 huruf (h) KHI Jo Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002, Pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007, Q.S Al Ahzab Ayat 4. 3. Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam pengangkatan anak bagi yang beragama Islam yaitu : pemohon telah lama menikah, permohon belum dikaruniai anak, ekonomi para pemohon mencukupi, niatan pemohon ingin mengangkat anak sangat kuat, pemohon sudah mengasuh anak tersebut, anak berkembang dengan baik, pemohon sayang dan perhatian terhadap anak tersebut, anak merasa senang. Memperoleh surat berita acara penyerahan dan penerimaan anak untuk pengasuhan sementara serta mendapat surat berita acara penyerahan penerimaan pengangkatan anak. 4. Ketentuan Pengadilan Negeri Salatiga dan Pengadilan Agama Salatiga dalam penetapan pengangkatan anak bagi yang beragama Islam. Ketentuan di Pengadilan Negeri Salatiga diantaranya : kedudukan anak angkat menjadi anak kandung, anak angkat mempunyai hak waris sama dengan hak waris anak kandung, anak angkat tidak memutus nasab dengan orang tua kandungnya, motivasi pengangkatan anak semata-mata untuk kebaikan bersama dan saling tolong menolong, memperoleh akta kelahiran. Sedangkan ketentuan Pengadilan Agama Salatiga diantaranya : kedudukan anak angkat tidak boleh dijadikan sebagai anak kandung, anak angkat tidak memutus nasab dengan orang tua kandung, anak angkat tidak jelas orang
tua
kandungnya
diberlakukan
seperti
saudaranya
sendiri,
162
mengangkat anak merupakan bagian dari tolong menolong dalam hal kebajikan, Islam sangat menganjurkan untuk memberikan perhatian kepada anak-anak terlantar, miskin dan yatim, anak anagkat tidak memperoleh warisan dari orang tua angkatnya tetapi memperoleh wasiat wajibah sebanyak
⁄
bagian dari harta warisan orang tua angkat,
memperoleh akta kelahiran bagi anak yatim piatu / dari panti asuhan saja.
B. Saran 1. Jika ingin mengangkat anak maka masyarakat harusnya bisa memilih lembaga mana yang tepat untuk menyelesaikan pengangkatan anak, disesuaikan dengan latar belakangnya, jika orang Islam harusnya memilih lembaga yang menggunakan Hukum Islam dalam menyelesaikan perkara tersebut 2. Bagi Makamah Agung mengkaji tentang peraturan wewenang penetapan pengangkatan anak bagi yang beragama Islam agar tidak terjadi overlapping antara Pengadilan Negeri dan Pengadilan Agama.
163
DAFTAR PUSTAKA Ahmad Kamil, S.H..M.Hum. 2008. Hukum Perlindungan dan Pengangkatan Anak di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada A.Azhar Basyir, Adopsi dan Status Hukumnya, www.google.com, tanggal 8 Desember 2011 Debdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta Balai Pustaka, 1988), hlm 7 H.B Sutopo. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : Sebelas Maret University Press Lexy J. Moloeng. 1991. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya Muhammad Bushar, 1981 (Jakarta : Pradnya Paramita), pokok-pokok hukum adat, hlm. 29 Muhammad Fachruddin Fuad, Masalah Anak dalam Hukum Islam, Jakarta Pedoman ilmu Jaya, 1991. hlm. 41 Mahmd Syaltut, al-Fatawa, 1991 (Kairo : Dar al-syuruq), hlm. 292. Muhamad Ali Al-Says, Tomsir Ayat al-Ahkam, I953 (Mesir: Mathba'ah Ali Shabih, Jilid II), hlm. 263 Soimin Soedaryo, 2004 Himpunan Dasar Hukum Pengangkatan Anak, Jakarta: Sinar Grafika Soejono Soekanto dan Sri Mamudji, 1990, Penelitian Hukum Normatif suatu Tinjauan Singkat, cetakan III, Jakarta, Rajawali Press, hal 1 Soekanto Soejono, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta. Suparno Usman, 1997, Fikih Mawaris Hukum Kewarisan Islam; Jakarta : Gaya Media Pratama, hlm. 163 Sutrisno Hadi. 1993. Metodologi Penelitian Hukum. Surakarta : UNS Press Tim PPH. 2007. Buku Pedoman Penulisan Hukum. Surakarta : FH UNS Usman, Husaini dan Setiady Akbar, R. Purnomo, 2000, Pengantar Statistika, PT. Bumi Aksara, Jakarta.
164
QS Al-Ahzab, HR Bukhari Muslim hadis www.http://wikipediaindonesia.org, diakses 20 November 2011, jam 19.00 www.http//drodoc.com, diakses 20 November 2011, jam 21.00