TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN 2338-6673 E ISSN 2442-8280 Volume 3 Nomor 1 Februari 2015 Halaman 88-96 http://journal.iaingorontalo.ac.id/index.php/tjmpi
PENERAPAN TEKNIK MENULIS CEPAT (SPEEDWRITING) DALAM PEMBELAJARAN MENULIS DESKRIPTIF Nur Aina Ahmad IAIN Sultan Amai Gorontalo
[email protected] Abstrak Kemampuan menulis dalam bahasa Indonesia merupakan salah satu kemampuan vital yang harus dikuasai oleh siswa dan mahasiwa. Sebab, dalam beberapa pembelajaran yang diikutinya, selalu ditekankan agar dalam menulis karangan yang sifatnya resmi dapat menggunakan bahasa Indonesia secara baik dan benar. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia, khususnya pembelajaran menulis di sekolah, hal yang menjadi pusat perhatian guru, antara lain, menentukan metode pembelajaran secara tepat. Hal ini akan berpengaruh pembelajaran dan terhadap aktivitas dan motivasi siswa saat kegiatan berlangsung. Masalah kemampuan menulis merupakan aspek yang cukup rumit karena kemampuan ini mencakup yang aspek lebih khusus, antara lain menyangkut pemakaian ejaan, struktur kalimat, kosakata, serta penyususnan paragraf. Ada intervensi guru menyangkut kriteria-kriteria yang harus dipenuhi, misalnya: penentuan topik, penentuan tema, jumlah halaman laporan dan lain-lain. Kemungkinan cara semacam ini yang membuat siswa tidak berminat dalam kegiatan dalam menulis sebab tidak adanya otonomi siswa untuk mengungkapkan gagasan yang dimiliki. Kalau belajar bahasa asing, tidak hanya harus belajar kaidah-kaidah bahasa itu, tetapi harus mencari kesempatan untuk menggunakan itu dalam tuturan. Kalau ingin mempunyai kemampuan menulis karangan harus ada usaha pembiasan karena bahasa hanya dapat dikuasai secara aktif bila membiasakan diri menggunakannya. Kata kunci: Teknik menulis cepat, pembelajaran menulis deskriptif
Pendahuluan Seiring perkembangan dalam dunia pendidikan yang semakin meningkat, kebutuhan akan pembelajaran yang baik dan bermutu semakin mendesak. Pembelajaran yang baik dan bermutu dapat diwujudkan, antara lain, dengan menggunakan metode dan media pembelajaran yang tepat. Pembelajaran bahasa berfungsi meningkatkan keterampilan berbahasa, meningkatkan kemampuan berpikir dan bernalar, serta meningkatkan daya intelektual. Pembelajaran bahasa Indonesia bertujuan meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan baik secara lisan
88
maupun tertulis. Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi dalam bahasa Indonesia dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia (BSNP, 2006). Komunikasi lisan mencakup keterampilan menyimak dan berbicara, sedangkan berkomunikasi tertulis mencakup keterampilan membaca dan menulis. Kurikulum 2013 menguraikan tujuan pembelajaran yang sejalan dengan tujuan pembelajaran bahasa Indonesia, yakni agar siswa terampil berbahasa. Keterampilan berbahasa dibedakan dari empat macam,
yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Keempat keterampilan berbahasa tersebut berkaitan antara satu dan yang lain. Masing-masing keterampilan berbahasa saling berhubungan dan membangun satu kemahiran berbahasa yang memungkinkan seseorang dapat berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Berbagai metode pembelajaran telah diterapkan dan diujicobakan kepada siswa. Hasilnya bervariasi, bergantung pada cara guru menggunakan metode tersebut dengan dukungan media dan sumber pembelajaran yang tersedia. Metode pembelajaran masih sering diterapkan dalam bentuk pemberian informasi (metode ceramah) dan kurang didukung oleh penggunaan media dan sumber belajar. Padahal, pembelajaran, objek tertentu, peristiwa-peristiwa, situasi, kondisi, dan kehidupan masyarakat sekolah merupakan sumber-sumber belajar yang dapat dimanfaatkan oleh pengajar pada pembelajaran. Oleh karena itu, baik guru maupun pihak sekolah perlu memikirkan dan mempertimbangkan berbagai metode pembelajaran yang menyenangkan siswa (PAKEM) sehingga hasil pembelajaran tersebut membuat siswa-siswa meningkat kualitasnya. Salah satu metode pembelajaran yang terbukti efektif dalam meningkatkan hasil pembelajaran siswa secara umum adalah metode quantum learning. Metode quantum learning dapat memberikan kiat-kiat, petunjuk, strategi dan seluruh proses yang dapat menghemat waktu, mempertajam pemahaman dan daya ingat, dan membuat belajar sebagai pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan serta bermanfaat. Di dalam pembelajaran, kedua karakteristik quantum learning yaitu penciptaan lingkungan yang menyenangkan serta penerapan sugesti dan accelerated learning diperlukan untuk memotivasi siswa agar cepat mampu belajar dengan seoptimal mungkin. Khususnya dalam proses pembelajaran menulis, quantum learning menyarankan dua cara untuk mempercepat kemampuan siswa dalam pemunculan gagasan pada saat menulis, yaitu clustering (penge1ompokan dan speed wrtiting (menulis cepat). Menulis menurut Weiss, (dalam Salam, 2009:1) adalah kegiatan menurunkan
atau melukiskan lambing-lambang grafik suatu bahasa yang dipahami seseorang, sehingga orang lain dapat membaca dan memahami makna yang dilansung dalam grafik tersebut. Kemampuan menulis siswa khususnya kemampuan menulis karangan deskriptif adalah semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu objek sedemikian rupa sehingga objek itu seolaholah berada di depan pembaca, seakan-akan para pembaca melihat sendiri objek itu. Deskripsi (pemerian) dapat pula berarti wacana yang melukiskan sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga pembaca dapat mencintai (melihat, mendengar, merasakan, dan mencoba). Teknik menulis cepat digunakan sebagai teknik pembelajaran menulis dengan penentuan waktu agar mampu meningkatkan motivasi siswa dalam pembelajaran. Dengan melihat kenyataan bahwa pembelajaran Bahasa Indonesia secara umum dan pembelajaran menulis secara khusus kurang diminati oleh siswa. Hal ini mungkin salah satu peneyebabanya adalah karena kurangnya inovasi guru dalam menerapkan metode atau strategi pembelajaran serta tidak adanya otonomi yang diberikan siswa untuk mengungkapakan gagasan- gagasannya. Dalam situasi seperti ini, siswa merasakan adanya intervensi dari guru. Pembelajaran Menulis Menulis merupakan keterampilan mekanis yang dapat dipahami dan dipelajari. Menulis termasuk kegiatan produktif yang dilakukan secara kontinu dan berulang-ulang (rekursif). Oleh karena itu, pembelajaran menulis adalah proses kegiatan tulis-menulis yang bertujuan agar para siswa pada sekolah, dasar mampu menerapkan pengetahuan berbahasa sesuai dengan fungsi bahasa sebagai alat berkomunikasi tulis. 1. Hakikat Menulis Menulis adalah rangkaian proses berpikir. Proses berpikir berkaitan erat dengan kegiatan penalaran. Penalaran yang baik dapat menghasilkan tulisan yang baik pula, bahkan tanpa penalaran tidak akan ada pengetahuan yang benar. Syafi’ie (1988:182) mengemukakan bahwa salah satu substansi retorika menulis adalah penalaran yang baik. Dalam hal ini, berarti untuk menghasilkan kesimpulan yang benar harus dilakukan
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
89
penalaran secara cermat dengan berdasarkan pikiran yang logis. Penalaran yang salah akan menuntun kepada simpulan yang salah. 2. Menulis Sebagai Suatu Proses Pembelajaran menulis sebagai suatu proses di sekolah dasar mensyaratkan kepada guru untuk memberikan bimbingan nyata dan terarah yang dapat meningkatkan kemampuan menulis siswa. Hal ini dilakukan guru melalui tahap-tahap proses menulis, yaitu tahap perencanaan, tahap pelaksanaan (pramenulis, menulis, pascamenulis), dan evaluasi. Kegiatan menulis merupakan keterampilan mekanis yang dapat dipahami dan dipelajari. Menulis sebagai suatu proses terdiri atas beberapa tahapan. Tompkins dan Hoskisson (1994:7) menguraikan lima tahapan menulis, yaitu pramenulis, pengedrafan, perbaikan, penyuntingan, dan publikasi. Pada pramenulis, siswa diberi kesempatan menentukan apa yang akan ditulis, tujuan menulis, dan kerangka tulisan. Setelah siswa menentukan apa yang akan ditulis dan sistematika tulisan, Siswa mengumpulkan bahan tulisan dengan menggunakan buku-buku dan sumber lainnya untuk memudahkan dalam penulisan. Pada pengedrafan, siswa dibimbing menuangkan gagasan, pikiran, dan perasaannya dalam bentuk draf kasar. Pada tahap perbaikan, siswa merevisi drafan yang telah disusun. Siswa dapat meminta bantuan guru maupun teman sekelas untuk membantu dan mempertimbangkan gagasan yang dikemukakan. Pada tahap penyuntingan, siswa dilatih untuk memperbaiki aspek mekanik (ejaan, tanda baca, pilihan kata, dan struktur kalimat) yang tidak sesuai dengan kaidah penulisan. Hal ini dilakukan guna memperbaiki karangan sendiri maupun teman sekelas. Pada tahap publikasi, siswa menyampaikan tulisan kepada teman sekelas untuk meminta masukan dan guru dan teman sekelas agar mereka dapat berbagi informasi sehingga tulisan menjadi sempurna. Siswa menjadi partisipan aktif dalam seluruh tahapan menulis proses: pramenulis, pengedrafan,, perbaikan, dan penyuntingan, sehingga siswa memahami betul apa yang
90
ditulisnya. Ketika menentukan topik yang akan ditulis, di benak siswa tergambar sejumlah informasi yang akan ditulis. Informasi yang tersimpan di benak siswa dituangkan dalam sebuah tulisan dengan bantuan guru dan teman sekelas. Ketika menulis, siswa bebas mengungkapkan gagasan dengan cara menghubungkan kalimat secara utuh dan padu membentuk sebuah paragraf serta menuangkannya pada tulisan. Siswa menggunakan bahan-bahan pustaka untuk mendukung tulisannya dan berdiskusi dengan guru dan teman sekelas apabila ada bahan tulisan yang kurang.
3. Menulis adalah Proses Kreatif Pada dasarnya, menulis merupakan proses kreatif. Proses itu mulai munculnya ide dalam benak penulis, menangkap dan merenungkan ide tersebut, mematangkan ide tersebut dan menatanya, dan diakhiri dengan menuliskan ide tersebut dalam bentuk tulisan. Cepat lambatnya proses kreatif berlangsung sangat bergantung pada tingkat keterampilan seorang penulis. Semakin rendah tingkat keterampilan penulis, semakin lama proses tersebut berlangsung. Sebaliknya, semakin tinggi tingkat keterampilan seorang penulis semakin cepat proses tersebut berlangsung. a. Kreativitas 1. Kreativitas dapat diartikan sebagai perilaku yang berbeda dari periklanan umum. Misalnya, Chairil Anwar yang menetapkan puisi-puisi ekspresif dan dengan aturan link dan bait longgar. 2. Kreativitas merupakan kecenderungan jiwa (seseorang) untuk menciptakan sesuatu yang baru/lain dan umum. Kecenderungan ini memacu tumbuhnya ide-ide baru. Misalnya, Putu Wijaya menceritakan Resi Bisma secara lain, Riantiarno mengangkat cerita Malin Kundang yang lain, menyimpang dari versi cerita yang berkembang selama ini. Akan tetapi, ternyata para kritikus sastra menganggap itu sebagai sesuatu yang kreatif dan bermakna;
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
3. Kreativitas merupakan bentuk berpikir yang cenderung menentang arus. Orang yang kreatif menyukai hal-hal yang rumit dan selalu berusaha menemukan sesuatu yang belum pernah ditemukan orang lain. Misalnya, pemerintah Indonesia yang terus berusaha meningkatkan pemanfaatan air sungai untuk berbagai keperluan; 4. Kreativitas bisa mengacu pada pengertian hasil yang baru, berbeda dengan yang pernah ada. Misalnya, puisi Sutarji didominasi oleh permainan bunyi yang banyak dikritisi oleh penyair saat itu. Akan tetapi, pada akhirnya karya Sutarji diakui sebagai karya yang membawa perubahan di Indonesia. b. Unsur penting dalam kreativitas Banyak orang yang mengira bahwa kreativitas itu ditentukan oleh bakat dan kemampuan bawaan. Hal ini tidak sepenuhnya benar, karena daya kreatifitas ditentukan oleh perpaduan unsur-unsur berikut: 1. Kemampuan berpikir kritis. Kreativitas sangat ditentukan oleh kemampuan berpikir kritis. Seseorang yang berpikir kritis tidak merasa puas dengan apa yang ada. Ia ingin mencari sesuatu yang lain daripada yang telah ada. Dengan berpikir kritis, jiwa akan hidup karena terdorong terus untuk mencari dan mencari yang lain. Dengan berpikir kritis bertujuan untuk mencari kemungkinan-kemungkinan lain, hubungan-hubungan baru, dan caracara baru, dengan berpikir dinamis jiwa menjadi dinamis. 2. Kepekaan emosi. Selain kemampuan berpikir kritis, kreativitas juga sangat diperlukan agar seseorang dapat menangkap dan merasakan sesuatu yang sama dan apa yang ada di sekitarnya. Dengan kepekaan emosinya penulis dapat merasakan rintihan batin seorang bocah pengemis yang duduk termenung di tepi jalan raya. 3. Bakat. Bakat dapat memperkuat daya kreativitas seseorang, tetapi bukan satu-satunya unsur yang menentukan. Dengan demikian, orang yang
berbakat menulis akan lebih berhasil dalam menulis dibanding dengan orang yang kurang atau tidak berbakat. Namun, seorang yang kreatif tidak hanya mengandalkan bakatnya saja sebab bakat ibarat bara api. Apabila tidak dikipasi akan member panas yang luar biasa. Jadi, bakat harus dilatih dan diasah. 4. Daya imajinasi. Kreativitas menuntut daya imajinasi yang tinggi. Dengan daya imajinasinya orang dapat menciptakan sebuah gambaran utuh dan lengkap dalam fantasinya. Tahap Kegiatan Menulis Kegiatan menulis yang dilakukan sesungguhnya merupakan suatu kegiatan tunggal jika yang ditulis hanyalah tulisan sederhana, pendek, dan bahannya sudah dikuasai. Akan tetapi, sebenarnya jika diamati secara cermat kegiatan menulis ialah suatu proses. Artinya, kegiatan itu melalui tiga tahap yaitu tahap prapenulisan, tahap penulisan, dan tahap revisi. 1. Tahap Prapenulisan Tahap prapenulisan merupakan tahap persiapan menulis. Yang pertama dilakukan adalah menentukan topik tulisan. Kemudian, membatasi topik itu jika masih luas. Dengan membatasi topik sebenarnya menentukan tujuan. Selanjutnya, bahan penulisan dan sumbernya. Hal yang tidak boleh dilupakan adalah menyusun kerangka tulisan. Penyusunan kerangka tulisan merupakan kegiatan terakhir pada tahap prapenulisan sebelum penulis masuk ke tahapan menulis yang sebenarnya, untuk itu, perlu untuk menilai kembali persiapan yang sudah dibuat dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai penulisan tujuan, kelengkapan kerangka, kelogisan kerangka dan sebagainya. 2. Tahap Penulisan Pada tahap ini penulis membahas setiap butir topik yang ada dalam kerangka tulisan yang disusun. Hal ini berarti bahwa hendaknya menggunakan bahan-bahan yang sudah diklasifikasi Kadang-kadang pada saat ini disadari bahwa masih diperlukan bahan lain. Dalam mengembangkan gagasan
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
91
menjadi suatu tulisan yang utuh diperlukan bahasa. Itulah sebabnya, seorang penulis harus mampu memilih kata dan istilah yang tepat sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Kata-kata itu harus dirangkaikan menjadi kalimat-kalimat yang efektif. Selanjutnya, kalimat-kalimat harus disusun menjadi paragraf yang memenuhi persyaratan. 3. Tahap Revisi Jika sudah selesai, tulisan yang dibuat dibaca kembali. Mungkin tulisan tersebut perlu direvisi (diperbaiki, dikurangi, atau diperluas). Sebenarnya revisi sudah dilakukan pada tahap penulisan berlangsung. Revisi yang dilakukan pada tahap ini adalah revisi secara menyeluruh sebelum naskah itu diketik. Pada tahap ini biasanya penulis meneliti secara menyeluruh mengenai, sistematika penulisan, ejaan, tanda baca, pilihan kata, hubungan antar kalimat paragraf, dan hubungan antar paragraf dalam karangan, jika tidak ada lagi yang kurang memenuhi persyaratan, maka selesailah tulisan tersebut. Dalam menulis, tidak perlu ada keraguan pada diri. Harus memulai dengan optimis, tanpa harus takut berbuat kesalahan. Kesalahan dalam karya tulis tidak perlu dirisaukan, sebab kesalahan itu adalah cambuk menuju ke arah keberhasilan. Pernyataan seperti ini sering dikemukakan oleh para pakar Anakes (Analisis Kesalahan Berbahasa) dalam menyikapi setiap kesalahan berbahasa (menulis) yang ditemukan. Menulis Deskripsi
c. Bentuk komunikasi yang berbeda dengan bercakap-cakap, dalam menulis tidak terdapat, intonasi ekspresi wajah, gerakan fisik, serta situasi yang menyertai percakapan. d. Suatu ragam komunikasi yang perlu dilengkapi dengan alat-alat penjelas serta aturan ejaan dan tanda baca. e. Bentuk komunikasi untuk mengungkapkan gagasan penulis kepada khalayak pembaca yang dibatasi oleh jarak tempat dan waktu. Tarigan mengemukakan bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-1ambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang grafik tersebut. Ambo Enre (1994:2) mengatakan bahwa “Menulis adalah merupakan kemampuan menggunakan pikiran dan juga perasaan dalam tulisan yang efektif”. Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa menulis adalah menyajikan masalah gagasan, pendapat, perasaan atau sikap ke dalam bentuk tulisan untuk disampaikan kepada khalayak tertentu. Sedangkan pengertian deskriptif berasal dan bahasa latin, decribere yang berarti menulis tentang, atau membeberkan sesuatu hal. Di samping itu, “Deskripsi dapat pula diterjemahkan menjadi pemerian yang berarti adalah melukiskan sesuatu” (Akhadiah, 1997:48). Ahli lain berpendapat tentang karangan deskriptif adalah semacam bentuk wacana yang berusaha menyajikan suatu objek sedemikian rupa sehingga objek itu seolah-olah berada di depan pembaca. Seakan-akan para pembaca melihat sendiri objek itu. Adapun menurut Suparno dan Yunus (2002:61), karangan deskriptif mempunyai ciri-ciri antara lain:
1. Pengertian Menulis Deskriptif Sebelum dijelaskan pengertian menulis deskriptif, terlebih dahulu dijelaskan pengertian menulis oleh berbagai pakar. Menurut Akhaidah (1997:8), pengertian menulis adalah: a. Merupakan suatu bentuk komunikasi. b. Mengumpulkan suatu proses pemikiran yang dimulai tentang gagasan yang akan disampaikan.
92
a. Memberikan atau melukiskan suatu hal b. Memperluas pandangan atau pengetahuan melalui kesan c. Menyodorkan gambaran melalui katakata Seakan-akan melihat sendiri objeknya d. Menimbulkan daya khayal e. Penulis memindahkan daya kesannya kepada pembaca f. Tidak terikat pada waktu (statis) Jenis karangan deskriptif berdasarkan objek yang ditulis ada dua macam, yaitu
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
deskripsi tempat dan deskripsi Orang. Deskripsi tempat melukiskan keadaan latar tempat; sedangkan deskripsi orang melukiskan keadaan orang baik secara fisik maupun mental (Akhadiah, 1997:30). Dari berbagai pendapat tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa karangan deskriptif adalah karangan yang melukiskan sesuatu sesuai dengan objeknya agar pembaca seakan-akan melihat, merasakan, dan mendengar apa yang telah dilukiskan oleh penulis. Teknik Menulis Deskriptif Untuk mencapai tujuan sebuah deskripsi, segala daya dan upaya dapat digunakan dengan semaksimal mungkin, misalnya dengan penyusunan detail-detail dan objek, cara penulis melihat persoalan yang telah digarapnya, sikap penulis terhadap pembaca, dan cara mengolah fakta atau dengan kata lain cara pendekatan. Pendekatan dalam karangan deskriptif menurut Akhadiah (1997:48) antara lain: a. Pendekatan yang Realistis Penulis berusaha agar deskripsi yang dibuatnya sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, jadi dilukiskan seobjektif mungkin. Perincian-perincian, perbandingan antara satu bagian dengan bagian yang dilukiskan sedemikian rupa, sehingga tampak seperti dipotret. Walaupun demikian, tidak ada sebuah deskripsi pun yang persis sama dengan keadaan yang sebenarnya, atau yang dilihat dengan mata. Bahkan deskripsi fiktif dapat juga menggunakan pendekatan realistis, walaupun yang dikisahkan bukanlah suatu yang faktual, namun pendekatan yang digunakan adalah realistis. b. Pendekatan yang Impressionistis Penulis berusaha menggambarkan sesuatu secara subjektif. Penulis menonjolkan pilihannya dan interpretasinya. Dalam memilih bagian objeknya ini untuk disoroti. Penulis harus menyeleksi secara cermat atas bagian-bagian yang sangat diperlukan untuk tulisan, kemudian baru berusaha menginterpretasikannya. Faktafakta yang dipilih oleh penulis harus dihubungkan dengan efek yang ingin ditampakkan. Fakta ini dijalin dan diikat
dengan pandangan-pandangan yang subjektif dan pengarang. c. Pendekatan menurut Sikap Penulis. Pendekatan yang menggunakan bagaimana sikap penulis terhadap objek yang ingin dideskripsikan, sangat bergantung pada tujuan yang ingin dicapai, sifat objek, serta pembaca deskripsinya. Dalam menguraikan sebuah persoalan, penulis mungkin mengharapkan agar pembaca tidak puas terhadap suatu tindakan atau keadaan, atau penulis menginginkan agar pembaca juga harus merasakan bahwa persoalan yang dihadapi adalah masalah gawat. Penulis juga dapat membayangkan bahwa akan terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, sehingga pembaca dan mulai sudah disiapkan dengan sebuah perasaan yang kurang enak, seram, takut dan sebagainya. Pembelajaran Quantum 1. Quantum learning De Porter dan Mike Hernacki (2002:15) mengemukakan beberapa teknik yang dipergunakan untuk memberikan sugesti positif yaitu mendukung siswa secara nyaman, memasang musik sebagai latar di dalam kelas, meningkatkan partisipasi individu, menggunakan poster-poster untuk memberi kesan besar sambil menonjolkan informasi dan menyediakan guru-guru yang terlatih baik dalam jenis pembelajaran sugesti. Quantum learning merupakan metode dan falsafah belajar untuk semua umur yang mencakup aspek-aspek penting dalam program Neurolinguistik, yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi. Program ini meneliti hubungan antara bahasa dan perilaku dan dapat digunakan untuk menciptakan jalinan pengertian antara siswa dan guru (Republika, Online). Selanjutnya, dikemukakan bahwa quantum learning merupakan metode pembelajaran maupun pelatihan yang baru menggunakan metodologi berdasarkan teoriteori pendidikan seperti accelerated learning, multiple intelegences, neuro linguistik programming atau NLP, menjadi sebuah paket multi sensori, multi kecerdasan dan
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
93
kompatibel dengan cara bekerja otak yang mampu meningkatkan kemampuan dan kecepatan belajar. Keefektifan quantum learning Penerapan metode belajar dalam quantum learning mampu memberikan rangsangan kepada siswa dalam penerimaan pelajaran, sehingga dalam pembelajaran dalam kelas tidak lagi terkesan membosankan, menjenuhkan, dan menyebalkan. Hal ini disebabkan oleh penerapan quantum learning yang tidak hanya sekedar memicu para pelajar untuk memahami materi pelajaran yang memberikan kesan yang lain, yakni bagaimana pembelajaran itu dapat menyenangkan, memberikan rangsangan psikologi, sugestiologi dan melibatkan unsurunsur lain yang semula dianggap tabu di dalam pembelajaran di kelas yaitu, penggunaan musik serta tantangan fisik. Quantum learning dengan beberapa metodologinya mampu menerapkan motivasi, keterampilan belajar efektif.
sikap
positif,
De Porter dan Mike Hernacki (2002:48) mengemukakan prinsip quantum learning yang disebut delapan kunci keunggulan. Delapan kunci keunggulan tèrsebut adalah: a. Integritas, yaitu bersikap jujur, tulus, menyeluruh, dan menyelaraskan nilainilai dengan perilaku; b. Kegagalan awal kesuksesan, yaitu pahamilah bahwa kegagalan hanyalah memberikan informasi yang dibutuhkan untuk sukses; c. Bicaralah dengan fiat yang baik, yaitu berbicara dengan pengertian positif, dan bertanggung jawablah untuk komunikasi yang jujur dan lurus; d. Hidup disaat ini, yaitu pusatkan perhatian pada saat sekarang, dan manfaatkan waktu sebaik-baiknya. Kerjakan tugas sebaik mungkin; e. Komitmen, yaitu penuhi janji dan kewajiban; laksanakan visi, lakukan apa yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan; f. Tanggung jawab, yaitu bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan.
94
g. Sikap luwes atau fleksibel, yaitu bersikaplah terbuka terhadap perubahan atau pendekatan baru yang dapat membantu memperoleh hasil yang diinginkan; h. Keseimbangan, yaitu menjaga keselarasan pikiran, tubuh, dan jiwa. Sisihkan waktu untuk membangun dan memelihara pikiran, tubuh, dan jiwa; Menulis Cepat (Speed Writing) 1. Hakikat Menulis Cepat (Speed Writing) Masalah yang ditemukan dalam menulis adalah kadang-kadang harus menulis, sebelum menemukan apa sebenarnya yang ingin ditulis. Harus melompati “editor” otak kiri yang ingin mengevaluasi segalanya sebelum tertuang di atas kertas dan membiarkan otak kanan yang kreatif memegang kendali untuk sementara waktu. Untuk menulis cepat, gunakan pengatur waktu (timer) misalnya lima menit selanjutnya mulailah menulis tentang suatu topik hingga waktu habis. Hal ini berarti selama lima menit menulis secepat mungkin tak pernah berhenti untuk mengumpulkan gagasan, membentuk kalimat, memeriksa tata bahasa, mengulangi, atau mencoret sesuatu. Karena cara penulisan ini, tulisan mungkin akan tampak berantakan dan mengandung kesalahan ejaan, pemikiran yang tidak sempurna, dan kalimat-kalimat yang serampangan (De Porter dan Mike Hernacki, 2002:50). Apabila tidak dapat berpikir tentang hal lain yang harus ditulis, atau ingin beralih ke topik lain. Jika hal itu terjadi, maka tulislah kata-kata apa saja yang muncul dan pikiran, sampai topik kembali lagi. Hasil dan menulis cepat sebagian besar di antaranya seperti sampah, sedangkan sebagian yang lain mempunyai sentuhan kebenaran dan kejelasan dengan mengeluarkan gagasangagasan yang berguna dan menyusunnya. Hal yang penting dalam metode ini adalah tulisan tidak langsung sempurna diawali dengan draf yang tidak sempurna. Dengan menulis cepat akan terbebas dan beban untuk mulai menyusun pikiran dan ideide yang akhirnya akan menjadi kalimat dan paragraf surat atau laporan yang sempurna.
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015
Untuk membiasakan diri dengan proses ini, lakukanlah menulis cepat untuk meningkatkan periode waktu. Mulailah dengan waktu lima menit, selanjutnya tujuh menit, kemudian sepuluh, dua belas, lima belas, dan kemudian dua puluh menit. Untuk subjek yang sangat kompleks, akan membutuhkan waktu untuk menulis cepat selama empat puluh lima menit. Menulis cepat menjernihkan pikiran serta memusatkan gagasan-gagasan sehingga siswa lebih mudah menungkan tulisannya. H. Langkah-langkah dalam Menulis Cepat (Speed Writing) De Porter dan Mike Hernacki (2002:58), mengemukakan langkah-langkah dalam menulis cepat (speed writing) sebagai berikut. 1. Pemilihan topik. 2. Menggunakan timer dalam jangka waktu tertentu. 3. Mulailah menulis secara kontinu walaupun apa yang ditulis adalah “aku tak tahu apa yang harus kutulis!” 4. Saat timer berjalan, hindari: a. Pengumpulan gagasan b. Pengaturan kalimat c. Pemeriksaan tata bahasa d. Pengulangan kembali e. Mencoret atau menghapus sesuatu. 5. Teruskan hingga waktu habis dan itulah saatnya berhenti. I. Simpulan Kurikulum 2013 diharapkan dalam pelaksanaannya dapat memberikan nuansa pembelajaran yang berbeda, begitupun pembelajaran bahasa Indonesia. Dalam pembelajaran di kelas, seringkali guru menerapkan berbagai pendekatan atau metode untuk menciptakan situasi pembelajaran yang menyenangkan. Salah satu di antaranya adalah metode quantum learning. Untuk mempercepat pengungkapan gagasan terhadap peristiwa yang dialami, pendekatan quantum learning dapat dimanfaatkan sebagai upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis karangan deskriptif melalui teknik menulis cepat (speed writing).
energi potensi siswa dalam belajar agar menjadi khususnya dalam menulis karangan deskriptif. Khususnya dalam pembelajaran menulis, quantum learning menyarankan cara teknik menulis cepat (speed writing) untuk mempercepat pemunculan dan penyusunan gagasan dan penyusunan gagasan yang dituangkan siswa pada karangan deskriptif. Pengembangan teknik menulis cepat (speed writing) dalam proses menulis karangan deskriptif dengan membiasakan diri menulis cepat dalam meningkatkan periode waktu. Menulis dengan waktu lima menit, lalu tujuh menit, kemudian sepuluh menit. Menulis cepat menjernihkan pikiran, memusatkan gagasan, dan membuat yang tidak tampak menjadi tampak pada seorang penulis. Pendekatan quantum learning dengan teknik menulis cepat (speed writing) dapat dimanfaatkan sebagai upaya meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis karangan deskriptif melalui tahap perencanaan pembelajaran menulis, pelaksanaan pembelajaran menulis dan evaluasi. Daftar Pustaka Akhadiah, Sabarti. 1997. Menulis. Jakarta: Karunia Universitas Terbuka. Ambo Enre, Fachruddin. 1994. Dasar-dasar Keterampilan Menulis. Ujung Pandang: IKIP Ujung Pandang. Anita,. W., dkk., 2007. Strategi Pembelajaran. Jakarta: Universitas Terbuka. Depdikbud, 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi III. Jakarta: Balai Pustaka. Deporte, Bobby dan Hernacki Mike. 2002. Quantum Learning:Membiasakan Belajar Nyaman dan Menyenangkan. Terjemahan Alwiyah Abdul Rahman, Bandung:KIFA. Dimyati. Mudjino. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Hamalik, Oemar. 1991. Strategi Mengajar Bedasarkan Bandung: Sinar Baru.
Belajar CBSA.
Hamalik, O. 2003. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
Quantum learning dapat dipahami sebagai interaksi yang dapat menggerakkan
TADBIR Jurnal Manajemen Pendidikan Islam ISSN
2338-6673 E ISSN 2442-8280
95
Nurgiyantoro, Burhan. 2001. Penilaian dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Yogyakarta: BPFE. Nurhadi. 2002. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning (CTL). Malang: Universitas Negeri Malang. Salam. 2009. Pendidikan Penulisan Kreatif. Makassar: Badan Penerbit UNM. Syai’e, Iman. 1988. Retorika dalam Menulis. Jakarta: Depdikbud. Syamsuddin. 2006. Metode Penddikan Bahasa. Rosdakarya.
Penelitian Bandung:
Tarigan, Henry Guntur. 1993. Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.
96
Volume 3 Nomor 1 Februari 2015