PENERAPAN SISTEM PEREKONOMIAN ISLAM (PENDEKATAN NORMATIF) Oleh: Hj. Hamsidar (Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Watampone) Abstract The implementation of Islamic economic sistem is a set of common foundations of economy stipulated in the Quran and alSunnah, built on that foundation according to each environment and time. Al-Quran and Sunnah as a source of Islamic law plays an important role in providing the basics on the economic sistem in Islam. The main principles of Islam presented are in accordance with the intent of human economic sistem according to the economy, the economic characteristics of Islam and freedom of economic use according to Islam. Al-Quran and Sunnah, as norms, also mentioned problems related to the factors of production, working according to Islam, property rights in Islamic view, contract and property utilization. Thus, it can be understood that the Islamic concept of economic activities does not only aim to earthly life alone but is also intended for the afterlife. Kata Kunci: Penerapan Ekonomi Islam, Pendekatan Normatif
I. PENDAHULUAN Sebagai kitab suci terakhir yang ditujukan pada pedoman dan petunjuk bagi umat manusia di seluruh waktu dan tempat. Al-Quran sepatutnya diterjemahkan, ditelaah, diteliti, dikaji, dalam berbagai upaya dikerahkan dari berbagai pihak terutama yang memiliki basis keilmuan, keagamaan yang mumpuni. Islam dikenal kurang lebih 14 abad masih juga belum memperoleh manfaat dari petunjuk yang diberikan secara berlimpah-limpah didalamnya. Para penganut Islam di negeri nusantara ini gagal menangkap pesan-pesan yang amat berharga, mengangkat martabat harkat memakmurkan diri, masyarakat, bangsa, dan negara. Sebagai jaminan hidup yang penuh kenikmatan di akhirat kelak. Demikian pula Nabi Muhammad SAW. diutus sebagai uswatun hasanah begitupula sebagai salah seorang pengusaha 1
(ekonom ideal), sudah umum dikenal bahwa berusaha adalah induk keberuntungan, salah satunya adalah melalui perdagangan akan pertanda baik dan kesejahteraan yang akan menjadi tulang punggung untuk meraih ekonomi yang mapan. Kendatipun dengan tetap mencari penghasilan halal merupakan suatu kewajiban. Al-Quran dengan petunjuknya memberikan motivasi kepada umat manusia dalam surah Al Jumuah ayat 10 berbunyi:
Terjemahnya: “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”1 Disamping kekayaan duniawi ada pahala besar pada hari kebangkitan nanti yang disediakan bagi pengusaha yang jujur dengan tetap memegang aturan-aturan disamping sikap adil dan jujur dalam beraktivitas. Sarana kehidupan yang telah diciptakan Tuhan di bumi untuk memenuhi kebutuhan manusia.2 Jika karena nasib baik seseorang menemukan sarana yang lebih baik dibanding kebutuhannya, seharusnya melihat orang sekelilingnya dari kehidupan tidak layak atau gagal mendapatkannya, maka harus disadari bahwa mereka inilah bagiannya jatuh ketangannya, dalam arti butuh uluran tangan, dengan kata lain itulah salah satu pengentasan kemiskinan bagi orang yang membutuhkan. Maka dari sini penulis menanggapi pendapat Abdul Wahhab Khallaf yang dikutip oleh H. Muhlis 1 Departemen Agama RI. Al Quran dan terjemahnya (Jakarta: Lubuk Agung, 1989), h.933 2 Afzalurrahman, Muhammad sebagai Seorang Pedagang (Cet. IV; Jakarta: Yayasan dan Warna Bhumy, 2000), h. 37
2
dalam buku Ushul Fiqh nya, berkata bahwa nash-nash Tasyrik telah mensyariatkan hukum terhadap berbagai macam Undangundang baik mengenai perdata, pidana, ekonomi, dan Undangundang telah disempurnakan dengan adanya nash-nash yang menetapkan prinsip-prinsip umum dan Qanun-Qanun Tasyrik yang kulli tidak terbatas terhadap suatu cabang Undangundang.3 Dimana menjadi pelita dibawah sinaran nyala api untuk mewujudkan keadilan dan kemaslahatan umat yang pada dasarnya tetap memprioritaskan Maqasid Al Syariah dimana penulis mengutip pendapat Dr. H. Hamka Haq, MA yakni (1) memelihara agama, (2) memelihara jiwa, (3) memelihara akal, (4) memelihara keturunan, dan (5) memelihara harta.4 Syariat menghendaki agar umat manusia dalam hidupnya tidak mengalami penderitaan dan kepunahan akibat ketiadaan harta, olehnya itu maka salah satu tujuan syariat adalah pemeliharaan harta dalam arti mendorong manusia untuk memperolehnya (ekonomi yang mapan) meskipun pada dasarnya syariat menekankan keharusan manusia beribadah kepada Tuhan, tetapi kehidupan dunia diminta pula untuk tidak dilupakan. Sebagaimana disebutkan dalam salah satu ayat Al Quran dalam surah Al Qasas ayat 77:
Terjemahnya: 3
Usman Muhlis. Drs. Kaedah-kaedah Ushuliyah dan Fiqhiyah Pedoman Dasar dalam Istimbath Hukum Islam, Edisi I (Cet.1; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996), h. 103 4 Haq Hamka, DR, Falsafat Ushul Fiqhi. (Makassar: Yayasan Al Ahkam, 2003), h. 68
3
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan duniawi).5 Demikian juga doa yang diajarkan Tuhan dalam Al Quran kepada setiap muslim sebagaimana dihaturkan dalam surah Al Baqarah ayat 201:
Terjemahnya: “Ya Tuhan kami berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka”6 Keharusan memperoleh harta sebagai saran kehidupan adalah terkait dengan kemampuan manusia itu sendiri untuk mengolah dan memanfaatkan sumber daya alam dimana mereka hidup dan berkembang karena itu syariat juga mewajibkan manusia untuk tidak menyalahgunakan, atau menggunakannya secara boros sumber daya alam yang dianugerahkan kepadanya.7 Dari uraian diatas dapat dipahami dan dipetik ungkapan Abdul Wahhab Khallaf dan Hamka Haq tersebut mengisyaratkan bahwa lapangan fiqh lebih luas, termasuk didalamnya masalah-masalah ekonomi sehingga penulis mengutarakan bagaimana penerapan sistem ekonomi Islam serta ciri-ciri perekonomian Islam (pendekatan normatif). II. PEMBAHASAN 5
Departemen Agama RI, op cit. h,623 Ibid. , h. 49 7 Haq Hamka,Dr. op cit, h. 73 6
4
A. Pengertian Perekonomian dalam Islam Berbicara mengenai perekonomian Islam, maka tidak terlepas dari prinsip ekonomi di negara-negara Barat, walaupun sistem yang dipakai untuk mencapai pemuasan hidup agak berbeda. Problema ekonomi menurut pandangan mereka yang menyangkut seluruh masyarakat, walaupun berbeda-beda taraf kemajuannya, semuanya dihadapkan fakta fundamental yang disebabkan oleh kebutuhan-kebutuhan mereka yang melebihi sumber-sumber yang tersedia. Dari fakta inilah timbul problema ekonomi. Adapun pengertian ekonomi menurut bahasa, pengetahuan dan penyelidikan mengenai asas-asas penghasilan (produksi), pembagian (distribusi) dan pemakaian barangbarang serta kekayaan (seperti hal keuangan, perindustrian, perdagangan, dan sebagainya)8. Sedangkan ekonomi menurut Adam Smith ialah, ilmu kekayaan atau ilmu yang khusus mempelajari sarana-sarana kekayaan bangsa dengan memusatkan perhatian secara khusus terhadap sebab-sebab material dari kemakmuran seperti hasil-hasil industri atau pertanian dan seterusnya.9 Selanjutnya dikemukakan pula oleh Marshall, bahwa ekonomi adalah ilmu yang bergandengan dengan mempelajari usaha-usaha individu dalam ikatan pekerjaan kehidupannya sehari-hari dan bahwa ekonomi itu mengenai bagian kehidupan manusia yang berhubungan dengan bagaimana ia memperoleh pendapatan dan bagaimana pula ia mempergunakan pendapatan ini.10 Sedangkan, ekonomi konvensional adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari prilaku manusia sebagai hubungan antara tujuan dan sasaran langka yang memiliki kegunaan-kegunaan alternative.11 Dari definisi-definisi diatas mengisyaratkan bahwa tujuan dari perekonomian adalah merealisir pemuasan sebanyak 8
W. J. S Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Cet. V; Jakarta: Balai Pustaka,1976), h. 267 9 Dr. Ahmad Muhammad Al Assal dan Dr. Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem Ekonomi Islam, Prinsip-Prinsip dan Tujuan-Tujuannya, Terjemah Drs. H. Abu Ahmadi dan Anshari Umar Sitanggal (Surabaya: PT Bina ILmu, 1980), h. 2 10 Ibid., h. 3 11 Fauroni Lukman, Arah dan Strategi Ekonomi Islam (Yogyakarta: Magistra Insania Press, 2006), h.18
5
mungkin akan kebutuhan dengan sumber-sumber yang tersedia disertai usaha sedapat mungkin menumbuhkan sumber tersebut. Dengan demikian maka ilmu ekonomi mempunyai daerah yang positif dan tidak hanya menguraikan gejala-gejala ekonomi. Segi yang dipusatkan perhatian terhadap segi kemanusiaan dan sosial dari gejala ekonomi saja. Disamping uraian tersebut, maka dalam syariat Islam dikatakan bahwa sistem ekonomi Islam yaitu pengetahuan bagaimana agama Islam menghadapi persoalan-persoalan ekonomi.12 Jadi bukanlah ekonomi Islam ini suatu teori atau aliran, tapi ia mempersolkan salah satu dari persoalan-persoalan yang beraneka ragam. Sementara itu cendekiawan Islam mengemukakan defenisi mengenai ekonomi Islam ialah mazhab ekonomi Islam yang menjelma didalamnya bagaimana cara Islam mengatur kehidupan perekonomian dengan apa yang dimiliki dan ditujukan oleh mazhab ini tentang ketelitian cara berfikir yang terdiri dari nilai-nilai moral Islam dan nilai-nilai ilmu ekonomi atau nilai-nilai sejarah yang ada hubungannya dengan masalah siasat perekonomian maupun yang ada hubungannya dengan uraian sejarah masyarakat manusia.13 Pengertian lain dikemukakan bahwa ekonomi Islam itu tidak lain adalah prinsip ekonomi umum juga, dijelaskan bahwa ekonomi Islam merupakan sekumpulan dasar-dasar umum ekonomi yang disimpulkan dari Al-Quran dan As Sunnah, dan merupakan bangunan perekonomian yang kita dirikan diatas landasan dasar-dasar tersebut sesuai dengan tiap lingkungan dan masa.14 Menurut Abdul Mannan yang dikutip oleh Lukman Fauroni bahwa ekonomi Islam merupakan bagian dari ilmu syara’ yaitu ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam mengenai berbagai persoalan ekonomi seperti nilai harta benda, nilai kepemilikan , nilai pembagian kerja, sistem harga, harga yang 12
Tahir Ibrahim, Islam Marx dan Keynes ( Jakarta: Bulan Bintang,1967), h. 61 13 Dr. Ahmad Muhammad Al Assal dan Dr Fathi Ahmad Abdul Karim, op.cit., h. 11 14 Ibid.
6
adil, kekuatan permintaan dan penawaran, konsumsi dan produksi, pertambahan penduduk, pengeluaran dan perpajakan pemerintah, peranan negara, lintas perdagangan, monopoli, pengendalian harga, pendapatan dan pengeluaran rumah tangga dan lain-lain.15 Bertitik tolak dari definisi-definisi tersebut maka prinsip ekonomi Islam adalah sebagai cara-cara penyesuaian atau pemecahan masalah ekonomi yang dapat dicapai oleh para ahli dalam Negara Islam, yang disesuaikan dengan pelaksanaan dari prinsip-prinsip yang lalu, misalnya penjelasan tentang pelarangan riba yang diharamkan dan juga perbuatan-perbuatan yang ada pada sifat riba, batas harta yang cukup dalam hubungannya dengan zakat, praktek perimbangan antara kehendak Negara dan belanjanya, dan bagaimana cara merealisir perimbangan dalam masyarakat. Ciri dari cara pemecahan dan penyesuaian ekonomi Islam adalah berbeda dengan prinsip-prinsip umum yang tercakup dalam ekonomi umum, dimana dapat berubah-ubah sesuai dengan perubahan situasi, tempat, dan waktu. Cara pemecahan dan penyesuaian ini dapat berubah dari satu lingkungan ke lingkungan lainnya menurut situasi tiap lingkungan. Dengan pengertian ekonomi Islam ini penulis dapat membedakan dengan prinsip ekonomi menurut pandangan bangsa-bangsa Barat. Sedangkan dasar umum ekonomi Islam disimpulkan dalam Al-Quran yang disebutkan dalam surah Al Hasyr ayat 7
15
Fauroni Lukman, Loc. cit.
7
Terjemahnya: apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada RasulNya (dari harta benda) yang berasal dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah, untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang Kaya saja di antara kamu. apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya.16 Bahkan Nabi Muhammad SAW menginformasikan bahwa Allah menyukai hamba-hambanya yang berusaha dan membuka suatu usaha dalam sabdanya sebagai berikut yang Artinya “dari Ibnu Umar berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda sesungguhnya Allah menyukai seorang mukmin yang mampu membuat perusahaan (HR Thabrani)17 B. Sejarah Perkembangan Perekonomian Islam Islam mengedepankan kebijakan kepada pemelukpemeluknya dalam semua fase dan legister-legister hidup, baik dalam soal material maupun spiritual. Dalam syariat Islam telah dinyatakan dengan jelas bahwa semua yang terdapat di bumi telah diciptakan oleh Allah SWT untuk kepentingan manusia, selanjutnya manusialah yang mengetahui dan mengambil keuntungan dari ciptaan Tuhan itu dengan menggunakan rasio. Atas dasar prinsip fundamental maka Islam telah menyusun 16
Departemen Agama RI., Al-Quran dan Terjemahnya, op.cit. h. 916 Yanggo Huzaemah Tahido, Fikih Perempuan Kontemporer (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2010), h. 46 17
8
sistem ekonominya dengan membuat suatu perbedaan antar batas minimum yang perlu, dan kemewahan yang dikehendaki. Sebelum sarjana Barat mengemukakan tentang ilmu ekonomi bebasnya, Islam telah mengajarkan prinsip ekonominya yang dijelaskan melalui firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 29 yang artinya “dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu”18 Salah satu bukti bahwa sistem ekonomi Islam telah ada sejak zaman Rasulullah, dapat dikemukakan sebuah kisah, pada suatu hari Nabi Muhammad mempunyai kebutuhan uang yang dapat dipertimbangkan untuk sesuatu hal penting yang bersifat umum, salah seorang dari kawan-kawannya membawa sejumlah tertentu untuk menawarkan sebagai konstribusinya, dan atas desakan nabi, dia menjawab “saya tidak meninggalkan apa-apa dirumah kecuali kecintaan Tuhan dan utusan-Nya”, orang ini telah menerima pujian terhangat dari Nabi. Tetapi pada kesempatan lain, sahabatnya yang lain, yang betul-betul sakit telah memberi tahu dia ketika dia telah datang untuk menjenguknya. Hai utusan Tuhan! “saya seorang yang kaya dan saya ingin mewariskan semua apa yang saya punyai untuk kesejahteraan orang fakir”, Nabi menjawab, “tidak!”, lebih baik meninggalkan kepada keluargamu suatu alat kehidupan yang bebas daripada mereka akan tergantung pada orang-orang lain dan terpaksa meminta-minta”. Meskipun untuk 2/3 dan untuk ½ dari kekayaan-kekayaanmu. Peringatan Nabi adalah, “itu terlalu banyak”. Ketika usul diserahkan untuk memberikan 1/3 dari kekayaan sebagai derma, dia berkata “baik, meskipun 1/3 sangat banyak”19. Bukti lain dikemukakan sebagai berikut, pada suatu hari Nabi telah melihat sahabatnya dengan pakaian yang kuno atas pertanyaannya, dia telah menjawab “Hai utusan Allah, saya tidak miskin sama sekali, hanya saya lebih suka membelanjakan kekayaan saya pada orang miskin daripada saya sendiri”. Nabi
18
Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahnya, op cit, h. 13 Hamidullah Muhammad, Pengantar Studi Islam Alih Bahasa Drs. A. Chatib (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), h. 183 19
9
memperingatkan, “tidak, Tuhan melihat pada hambanya bekasbekas dari anugrah yang dia telah meridhainya”.20 Tidak dapat disangkal lagi bahwa sistem ekonomi Islam telah luas berakar dalam masyarakat jauh sebelum ekonomi Barat mengemukakan prinsip kapitalis dan komunisnya. Demikian dijelaskan bahwa ilmu ekonomi Barat masih berusia muda jika dibanding dengan ekonomi Islam. Hal ini dikemukakan sebagai berikut, ilmu ekonomi di Negara-negara Barat merupakan ilmu yang relatif masih muda timbulnya. Hal ini karena ia baru mulai dipelajari sejak akhir abad ke 18. Sejak saat itu masyarakat Eropa mulai melewati perkembangan yang dalam dari segi-segi sosial, politik dan ekonomi. Dari itu semua merupakan kesan dari masing-masing revolusi Perancis dan revolusi industry.21 Sebenarnya ide-ide ekonomi telah timbul sejak dahulu kala, sejak manusia mulai sadar akan problematika, hanya saja ide ekonomi masih merupakan pendapat-pendapat yang terpisah satu sama lain. Sedikit demi sedikit ide-ide ekonomi itu tunduk kepada ajaran-ajaran agama berdasarkan prinsip ekonomi Islam maka dapat dipahami bahwa ajaran Islam tentang ekonomi dapat dikatakan pula sebagai sebuah sistem ekonomi. Hal ini disebabkan ajaran Islam tentang ekonomi adalah ajaran yang bersifat integral yang tidak terpisahkan baik dengan ajaran Islam secara keseluruhan maupun dengan realitas kehidupan. Selain itu, unsur-unsur yang harus ada dalam sebuah sistem ekonomi telah terpenuhi dalam ajaran Islam. Unsur-unsur yang harus terpenuhi dalam sistem ekonomi Islam itu adalah: 1. Sumber-sumber ekonomi atau faktor produksi yang terdapat dalam perekonomian tersebut, 2. Motivasi dan perilaku pengambil keputusan atau pemaindalam sistem itu 3. Proses pengambilan keputusan, 4. Lembaga-lembaga yang terdapat didalamnya,22
20 21
Ibid., h. 14 Ahmad Muhammad Al Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim. op
cit. h. 56 22
Djazuli dan Janwari Yadi, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002), h. 26
10
Perkembangan sistem ekonomi Islam ini dapat dilihat dalam contoh pelarangan riba dan kewajiban pemungutan zakat yang dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat disamping kepentingan pribadi. C. Ciri-ciri Perekonomian Islam Berbagai permasalahan yang timbul dikawasan dunia ini, masalah pertentangan individu dengan masyarakat (jama’ah) merupakan masalah yang dominan dewasa ini. Dari masalah itu timbul karena beberapa problema sekunder seperti disaksikan sekarang tentang pergolakan pergolakan, baik dibidang hukum maupun dibidang ekonomi yang menyangkun hak-hak jama’ah. Dengan pertentangan ini muncullah dua partai yang bersifat kenegaraan saling merebut pengaruh dibidang poltik dan ekonomi. Slogan slogan yang dipergunakan dalam pertentangan ini sangat menjolok, hingga sukarlah untuk melihat sebagian tujuan yang sebenarnya. Dengan prinsip ekonomi Islam yang berada pada garis penengah membuktikan bahwa tak seorangpun yang dapat berkuasa atas hak pribadinya. Disamping hak individu, di dalamnya terdapat pula hak kemasyarakatan hal itu diuraikan melalui gambaran milik perorangan dalam Islam sebagai berikut, sebagai biasanya Islam memulai pandangannya terhadap sesuatu, dari tujuan masyarakat. Menurut katanya, harta itu seluruhnya milik Allah Ta’ala, dan orang yang mempelajari syariat secara mendalam akan mengetahui bahwa jika sesuatu hak kecuali pada bidang disebut sebagai hak Allah, maka yang dimaksud dengannya ialah hak masyarakat atau hak umum.23 Hal ini ditegaskan pula dalam Alquran Surah Annur ayat 33 yang berbunyi :
23
Ahmad Zaki Yamani. MCJ. LIM, Syariat Islam Yang Abadi Menjawab Tantangan Masa Kini (Bandung: PT Al Ma’arif,1974), h. 39
11
Terjemahnya: dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. dan budak-budak yang kamu miliki yang memginginkan perjanjian, hendaklah kamu buat Perjanjian dengan mereka, jika kamu mengetahui ada kebaikan pada mereka, dan berikanlah kepada mereka sebahagian dari harta Allah yang dikaruniakan-Nya kepadamu. dan janganlah kamu paksa budak-budak wanitamu untuk melakukan pelacuran, sedang mereka sendiri mengingini kesucian, karena kamu hendak mencari Keuntungan duniawi. dan Barangsiapa yang memaksa mereka, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (kepada mereka) sesudah mereka dipaksa itu.24 Oleh sebab itu dapatlah dikemukakan bahwa ekonomi Islam mempunyai ciri ciri khusus yang membedakan dari 24
Departemen Agama. op.cit., h.549
12
ekonomi hasil penemuan manusia, ciri ciri tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Ekonomi Islam merupakan bagian dari sistem Islam yang mencakup : a. Kegiatan ekonomi dalam Islam bersifat pengabdian. b. Kegiatan ekonomi dalam Islam bercita cita luhur. c. Pengawasan atas pelaksanaan kegiatan ekonomi dalam Islam adalah pengamata yang sebenarnya yang emndapat kedudukan utama. 2. Ekonomi Islam melealisir keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat.25 Kalau dibandingkan dengan sistem ekonomi kapitalis yang memandang kepada individu sebagia proses dan tujuan semua yang ada. Oleh sebab itu, ekonomi kapitalisme sangat mementingkan individu dan mendahulukannya dari kepentingan banyak seluruhnya. Karena dalam sistem ekonomi kapitalis tak ada pertentangan antara kepentingan individu dan orang banyak hal seperti ini mengundang munculnya bermacam macam krisis, meratanya pengangguran tidak adanya keseimbangan yang menjolok antara pendapatan dan kekayaan dan muncul bermacam macam monopoli, misalnya saja munculnya fakir miskin karna tidak ada lagi sistem sosial orang banyak. Sedangkan sistem ekonomi sosial mendahulukan kepentingan orang banyak dari kepentingan individu dengan mengorbankan kepentingan individu . Adapun sistem ekonomi Islam tidak merumuskan terlebih dahulu adanya pertentangan adanya pertentangan antara kepentingan individu dan kepentingan orang banyak. Selanjutnya mengorbankan kepentingan individu dalam rangka kepentingan oramg banyak secara terus menerus seperti yang dilakukan ekonomi sosialisme. Jelasnya sistem ekonomi Islam tidak memusatkan kepentingan individu belaka dan tidak pula memusatkan kepada masyarakat saja, tetapi berdiri atas perhatian kepada dua kepentingan bersama sama dan berdaya upaya menyelenggarakan keseimbangan.
25
Ahmad Muhammad Al Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim, op.cit., h.15-25
13
Untuk jelasnya bahwa sistem atau ciri ekonomi Islam dikemukakan sebagai berikut: - Merupakan harmoni antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat. - Menghendakai suatu organisasi dimana hak hak perorangan dan hak hak masyarakat mencapai keseimbangan - Menciptakan sintesa antara dua paham yang sama sekali bertentangan satu sama lainnya, ketinggian dan kemajuan duniawi disatu pihak dan menghalangi timbulnya satu golongan kecil manusia yang amat kaya rasa dan mempunyai hak lebih tinggi yang memegang kekuasaan. - Memadu hal hal yang baik dalam sistem ekonomi kapitalis dengan tidak mengambil yang buruknya. - Memadu hal hal yang baik dalam sistem ekonomi sosial.26 Hal ini didukung oleh sabda Rasulullah SAW dari Anas Bin Malik, yang artinya: “Dari Anas Ibn Malik bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, telah datang seorang laki-laki dari Bani Tamiim kepada Rasulullah, “Hai Rasulullah, sesungguhnya saya punya banyak harta, dan anak-anak yang dimuliakan, lalu menyampaikan kepada saya, bagaimana saya membelanjakan? Dan apa yang harus saya lakukan? Lalu Rasulullah SAW berkata “keluarkan zakat dari hartamu karena sesungguhnya suci lagi mensucikanmu, berikanlah kerabatmu, dan memberi hak pengemis, kuli-kuli, orang miskin. Kemudian laki-laki itu berkata, “hai Rasul Allah saya menguranginya. Bersabda Rasul, “maka berikanlah hak-hak kerabatnya,orang miskin dan orang-orang berjuang di jalan Allah, dan janganlah kamu boros suatu pemborosan, (Hadis riwayat Ahmad Ibn Hambal) 27
26 Endang Saifuddin Anshari, Kuliah Al- Islam (Bandung: Pustaka Salman, 2006), h. 125 27 Al Imam Ahmad Bin Hambal Abi Abdullah Al Syaibani, Musnad (Juz 3, Cet 3;Bairut Lebanon: Tab’ah Jadidah Musahhahah, 1994), h. 596
14
Dan dalam surah Al-Isra ayat 26 disebutkan yang artinya: “Janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros) Dari uraian diatas menjelaskan kepada kita bahwa persoalan-persoalan yang berkenaan dengan masalah ekonomi telah disinyalir dalam Islam. Sehingga bisa disimpulkan bahwa norma-norma Islam tentang ekonomi ini termasuk norma yang sempurna dan lengkap. Oleh karena itu penerapan sistem ekonomi Islam dalam tatanan perekonomian umat kemungkinan besar akan lebih membawa kepada kesejahteraan dan kemaslahatan umat itu sendiri. Penerapan sistem ekonomi Islam itu tidak hanya dilakukan di Negara-negara Islam, bahkan dilakukan pula di Negara-negara yang mayoritas penduduknya nonmuslim karena sistemnya yang dirasakan bermanfaat. D. Pemanfaatan Sumber Perekonomian Islam Untuk Kemaslahatan Umat Tak seorangpun yang menyangkal tentang pentingnya masalah ekonomi. Pertarungan yang terjadi antara blok Barat dan blok Timur disebabkan pengaruh ekonomi. Satu hal yang tak dapat diragukan bahwa ekonomi Islam akan memainkan peranan utama dalam merealisir pertumbuhan ekonomi dalam dunia Islam. Disini ekonomi Islam dapat memainkan peranan yang tak mungkin dimainkan oleh ekonomi hasil penemuan manusia. Dari hasil ekonomi itu dapatlah dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak melalui sistem jaminan sosial. Demikian dikemukakan bahwa tiang ketiga dari tiang-tiang ekonomi Islam ialah prinsip jaminan sosial yang dijamin oleh Islam ketika membekalinya dengan sistem kekayaan dalam masyarakat miskin dengan landasan-landasan tegaknya keadilan.28 Langkah pertama menuju jaminan sosial dalam Islam ini dimulai dari kewajiban bekerja dan melarang pengangguran bahkan dengan melarang meminta-minta, kecuali bagi orang yang lemah dan butuh yang tak ada kesempatan baginya untuk berusaha. 28
Ahmad Muhammad Al Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim, op.cit. h. 108
15
Untuk mewujudkan jaminan sosial ini diterapkan 2 hal yaitu: 1. Jaminan bagi keluarga, dimana orang yang mampu itu berkewajiban memberi nafkah kepada yang lemah dan tidak mampu diantara keluarganya, 2. Menganjurkan bersedekah yang dipandang sebagai hak fakir terhadap harta orang kaya.29 Pentingnya jaminan sosial dan perhatian Islam terhadap masalah ini dapat dibuktikan sebagaimana pengakuan Yahya Bin Said sebagai berikut, “Saya dikirim oleh Umar Bin Abdul Azis buat mengurus zakat di Afrika Utara, maka saya pungutlah zakat itu dan saya cari orang-orang miskin yang akan menerimanya tapi tak seorang miskin pun yang kami jumpai hingga tak adalah yang berhak menerimanya”.30 Kalau zakat merupakan jalan permulaan terwujudnya jaminan sosial, tapi Islam tidak merasa cukup dengan hasil zakat, ia menetapkan dalam harta benda ada hak lain selain zakat. Zakat dapat membersihkan dan mensucikan jiwa dari sifat kikir dan bakhil serta melenyapkan sifat dendam dan iri hati. Manakala masyarakat seluruhnya menjamin dan saling membantu menutupi hajat kaum melarat dan bagi yang sangat membutuhkan, ketika itulah terhapusnya sifat dendam kaum melarat terhadap orang yang kaya. Selain itu zakat dapat memelihara keamanan umum dalam negara. Berhasilnya zakat dalam mengurangi perbedaan kelas dan berhasilnya dalam mewujudkan pendekatan dalam masyarakat, secara otomatis dapat menciptakan cuaca aman dan tenteram meliputi seluruh masyarakat dan mengusir perasaan-perasaan buruk yang merasuki jiwa seperti dendam dan hasad diantara masyarakat. Hasil dari semua ini adalah tersebarnya keamanan dikalangan umat manusia serta berkurangnya krimunalitas dibidang harta. Demikian pula masalah wakaf, harta rampasan perang, sumbangan wajib, hibah, dan wasiat dan usaha-usaha lain yang tidak bertentangan dengan nilai-nilai Islam, kesemuanya adalah untuk kemaslahatan umat manusia yang
29 Ahmad Zaki Yamani. MCJ. LIM, Syariat Islam Yang Abadi Menjawab Tantangan Masa Kini, op.cit. h. 69 30 Ibid., h. 70
16
menjelma dalam bentuk jaminan sosial. Adapun sebab untuk mendapat jaminan sosial ialah: 1. Cacat jasmani yang menimpa seorang sehingga menghalanginya dari bekerja. Seperti sakit, lumpuh dan usia lanjut, 2. Rintangan mata pencaharian yang menimpa buruh disebabkan terhentinya pekerjaan-pekerjaan pelabuhan dan menyebabkan pengangguran mereka, baik sebagian atau keseluruhan, 3. Rintangan keluarga, yakni ketika beban seseorang bertambah disebabkan menyusutnya pendapatan dan bertambah besarnya keluarga.31 Oleh sebab itu segala sumber-sumber perekonomian dapat dimanfaatkan untuk kepentingan orang banyak. Adapun mengenai pungutan wajib sewaktu-waktu diperlukan perintah untuk kepentingan umum. Misalnya, jika Baitul Mal kebetulan kosong karena keperluan angkatan bersenjata meningkat yang meminta biaya untuk memenuhi kebutuhan mereka, maka pihak pemerintah dapat mengadakan pungutan wajib (pajak) terhadap orang kaya, sekedar untuk mengisi kekosongan Baitul Mal. Maka dengan jaminan sosial dapatlah terlaksana seluruh kepentingan umum. 3.
PENUTUP Kesimpulan 1. Ekonomi Islam adalah merupakan sekumpulan dasardasar umum ekonomi yang diatur dari Al-Quran dan As Sunnah dan merupakan bangunan perekonomian yang didirikan diatas norma-norma yang sesuai dengan tiap lingkungan dan masa. 2. Ciri-ciri perekonomian Islam adalah: a. Ekonomi Islam merupakan bagian dari sistem Islam yang meliputi: 1) Kegiatan ekonomi dalam Islam bersifat pengabdian 2) Kegiatan ekonomi dalam Islam bercita-cita luhur 3) Pengawasan dan pelaksanaan ekonomi dalam Islam mendapat kedudukan utama 31
Ibid., h. 71
17
b.
Penerapan sistem ekonomi Islam merealisir keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat untuk mewujudkan kesejahteraan sosial secara adil dan merata. DAFTAR PUSTAKA
Afzalurrahman. Muhammad sebagai Seorang Pedagang. Cet. 4; Jakarta: Yayasan dan Warna Bhumy. 2000 Ahmad Zaki Yamani. MCJ. LIM. Syariat Islam yang Abadi Menjawab Tantangan Masa Kini. Bandung: PT Al Ma’arif. 1974 Al Imam Ahmad Bin Hambal Abi Abdullah Al Syaibani. Musnad. Juz 3. Cet 3; Bairut Lebanon: Tab’ah Jadidah Musahhahah. 1994 Departemen agama RI. Al Quran dan Terjemahnya. Jakarta: Lubuk Agung. 1989 Djazuli dan Janwari Yadi. Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2002 Dr. Ahmad Muhammad Al Assal dan Dr. Fathi Ahmad Abdul Karim. Sistem Ekonomi Islam, Prinsip-Prinsip dan Tujuan-Tujuannya, Terjemah Drs. H. Abu Ahmadi dan Anshari Umar Sitanggal. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1980 Endang Saifuddin Anshari. Kuliah Al- Islam. Bandung: Pustaka Salman. 2006 Fauroni Lukman. Arah dan Strategi Ekonomi Islam Yogyakarta: Magistra Insania Press. 2006 Hamidullah Muhammad. Pengantar Studi Islam Alih Bahasa Drs. A. Chatib. Jakarta: Bulan Bintang. 1974
18
Haq Hamka, DR. Falsafat Ushul Fiqhi. Makassar: Yayasan Al Ahkam. 2003 Tahir Ibrahim. Islam Marx dan Keynes. Jakarta: Bulan Bintang. 1967 Usman Muhlis. Drs. Kaedah-kaedah Ushuliyah dan fiqhiyah pedoman dasar dalam istimbath hukum Islam. Ed I, Cet.1; Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 1996 W. J. S Poerwadarminta. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cet. V; Jakarta: Balai Pustaka. 1976 Yanggo Huzaemah Tahido. Fikih Perempuan Kontemporer. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2010
19