Iskandar Agung, Penerapan Sistem Neuro Associative Conditioning (NAC) pada Guru sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan
PENERAPAN SISTEM NEURO ASSOCIATIVE CONDITIONING (NAC) PADA GURU SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN APPLICATION OF NEURO ASSOCIATIVE CONDITIONING SYSTEM (NAC) FOR TEACHER AS EFFORTS TO IMPROVE QUALITY OF EDUCATION Iskandar Agung Pusat Penelitian Kebijakan, Balitbang Kemdikbud Jln. Jenderal Sudirman, Gedung E lantai 19, Senayan-Jakarta email:
[email protected] Diterima tanggal: 17/04/2013; Dikembalikan untuk revisi tanggal: 22/04/2013; Disetujui tanggal: 31/05/2013 Abstrak: Kajian ini bertujuan untuk membahas keberlangsungan perubahan dalam diri guru, terutama terkait dengan cara berpikir sejalan dengan tuntutan profesionalisme kerja. Hasil kajian menunjukkan bahwa secara eksplisit, bahwa upaya peningkatan mutu pendidikan tergantung dari sikap dan perilaku profesionalisme kerja guru. Berbagai perlakuan untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru mengajar melalui penilaian portofolio dan pendidikan pelatihan profesionalisme guru (PLPG) melalui Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) mengindikasikan masih banyak guru yang telah memperoleh sertifikat pendidik, namun pencapaian mutu pendidikan cenderung masih belum memuaskan. Guru masih terjebak, bertahan, dan berpedoman pada nilai-nilai lama yang cenderung pasif, sekedar menjalankan tugas, pembelajaran searah, membosankan, kurang kreatif, ketergantungan, dan lain sebagainya. Sebaliknya, guru belum mampu mengubah diri sesuai tuntutan kompetensi dan profesionalisme kerja, sikap dan perilaku pembelajaran aktif, berorientasi pada prestasi, interaktif, kreatif, dan melakukan pengembangan diri. Hal ini sulit terwujud apabila tidak disertai dengan perubahan cara berpikir (mind set) diri guru. Pengadopsian konsepsi sistem Neuro Associative Conditioning (NAC) sebagai upaya perubahan cara berpikir, kiranya patut diperhatikan dan diterapkan terhadap guru. Kata kunci: sistem neuro associative conditioning (NAC), guru, cara berpikir, perubahan, dan profesionalisme kerja. Abstract: A variety of educational and training programs for teachers have long been implemented by the government, but it has not given a significant effect in improving the quality of national education, especially in elementary and secondary education. In fact, even today there are many teachers who have obtained the certificate of an educator, the achievement of quality education tend has not been satisfied. That is because the awarding of educator certification not accompanied by any change in the teacher in carrying out his/her main task. In carrying their tasks, teachers are still stuck, survive, and guided by the old values that tended to be passive. They are just running errands, in one direction teaching, boring, poor creativity, dependence, and others a like. Instead, teachers have not been able to transform themselves in accordance with the demands of competence and work professionalism, which is marked by attitudes and behavior of active learning, achievement-oriented, creative, doing self-development constantly, and so forth. Explicitly, that the effort to improve the quality of education will be difficult to achieve if it is not accompanied by a change in mind set or way of thinking within teacher. Adoption of NAC conception system as a way to change mind set or way of thinking seems noteworthy and need to be applied to teachers. Through that changes, it is expected to be the driving energy for teachers in carrying their task/ job competently and professionally. Keywords: Neuro Associative Conditioning (NAC) system, teachers, mind set, changes, and performance professionality.
297
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013
Pendahuluan
profesional, yang ditandai dengan pemberian
Sistem Neuro Associative Conditioning (NAC) yang
sertifikat pendidik, segenap hal itu belum mampu
dicetuskan oleh Robbins (1994) merupakan
menjadi pintu masuk peningkatan kualitas hasil
pendekatan yang mengubah cara berpikir atau
pendidikan nasional. Disinyalir, bahwa kekurang-
mind set agar seseorang atau kelompok orang
berhasilan ini disebabkan oleh belum adanya
dapat mentransformasikan pola dan tujuan hidup
perubahan cara berpikir guru, yang lebih lanjut
sesuai harapan. Melalui sistem NAC merupakan
mampu mengubah perilaku pembelajaran dari pola
energi penggerak perubahan untuk mengubah
lama ke pola baru yang lebih sesuai dengan
sesuatu ke arah dan tujuan yang lebih baik.
kompetensi dan profesionalisme kerja yang
Sistem NAC dipercaya dapat memberikan
disyaratkan, serta senantiasa aktif melakukan
kesadaran terhadap seorang atau sekelompok
pengembangan diri secara berkelanjutan.
orang akan kemampuannya untuk melakukan
Permasalahan yang dihadapi dari unsur guru
tindakan di luar kebiasaan, atau ke luar dari
adalah kecenderungan guru mempertahankan
lingkungan yang didukung selama ini untuk
pola pembelajaran lama yang kurang sesuai
menuju pada pencapaian prestasi yang terbaik.
dengan tuntutan profesionalisme. Akibatnya,
Sistem NAC ini dapat diterapkan pada siapa,
meski guru telah memperoleh pengakuan pro-
bidang, dan situasi apa pun. Sistem NAC
fesional, belum memperlihatkan dampak positif
memberikan motivasi, keyakinan, dan rasa
terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik.
percaya diri untuk memulai sesuatu yang sulit atau
Yang terakhir ini amat membutuhkan perubahan
keinginan untuk meraih suatu prestasi dan
cara berpikir guru dari yang diterapkan selama ini
sesuatu yang lebih baik, apapun sasaran yang
ke arah cara berpikir yang selaras dengan jiwa
ditujukan, baik untuk pribadi, sekelompok orang,
dan semangat guru yang kompeten dan profe-
maupun organisasi.
sional. Tanpa adanya perubahan itu, bukan hanya
Dalam konteks penyelenggaraan pendidikan
pembelajaran yang kurang memperlihatkan
nasional, penerapan Sistem NAC kiranya layak
perubahan berarti, tetapi juga membawa
dipertimbangkan, terutama ditujukan terhadap
penyelenggaraan pendidikan yang mengarah
guru. Terlebih lagi peran guru teramat strategis
pada pencapaian mutu hasil belajar peserta didik
dalam pembelajaran, di mana keberhasilan
yang cenderung stagnan, kurang memuaskan,
pembelajaran acapkali ditentukan oleh per-
dan bahkan memperihatinkan.
wujudan peran guru tersebut. Perubahan jelas
Tulisan ini bertujuan membahas arah peru-
dibutuhkan terhadap cara berpikir guru, khusus-
bahan cara berpikir yang perlu diwujudkan oleh
nya jika dikaitkan dengan pencapaian hasil belajar
guru. Dalam tulisan ini berusaha untuk melakukan
peserta didik/siswa yang dianggap kurang
pendekatan dan analisisnya dari sudut budaya
memuaskan selama ini.
(culture), yakni pentingnya melakukan perubahan
Pada prinsipnya, upaya merubah dan
orientasi nilai budaya lama yang membentuk cara
meningkatkan kemampuan dan keterampilan guru
berpikir guru selama ini, ke arah orientasi nilai
untuk mendongkrak kualitas hasil pendidikan,
budaya yang membentuk cara berpikir baru.
telah dilakukan sejak lama oleh Pemerintah. Akhir-
Asumsi yang menyertai tulisan ini, peningkatan
akhir ini salah satu cara yang dilaksanakan adalah
mutu pendidikan baru akan terwujud apabila
melalui penetapan standar kompetensi yang
diimbangi dengan perubahan cara berpikir dalam
harus dimiliki oleh guru, sebagaimana tertuang
diri guru. Tulisan mengadopsi dan mengadaptasi
dalam Permendiknas Nomor 16 Tahun 2009
konsepsi yang terkandung dalam sistem Neuro
tentang Standar Minimal Akademis dan Kom-
Associative Conditioning (NAC).
petensi Pendidik. Peraturan mensyaratkan seorang pendidik harus memenuhi standar
Kajian Literatur
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan
Sistem NAC: Cara Berpikir
profesional, yang terintegrasi ke dalam kinerja
Seperti yang dikemukakan oleh Robbins (1994),
pendidik. Namun indikasi yang ada, meski telah
Sistem Neuro Associative Conditioning (NAC)
banyak guru yang dinyatakan kompeten dan
mengacu pada sistem saraf otak sebagai cara
298
Iskandar Agung, Penerapan Sistem Neuro Associative Conditioning (NAC) pada Guru sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan
berpikir seseorang atau sekelompok orang. Sistem
cara berpikir sekaligus bermakna sebagai
NAC merupakan seperangkat sistem nilai yang
perubahan budaya. Perubahan merupakan upaya
terdapat dalam saraf otak manusia yang saling
peralihan atau transisi dari satu kondisi cara
berhubungan satu sama lain, menjadikan cara
berpikir tertentu ke arah kondisi cara berpikir
berpikir, orientasi nilai, dan energi pendorong dan
lainnya yang dianggap lebih baik. Sebagai contoh,
pemacu hasrat. Dengan pemilikan sistem nilai nilai
upaya perubahan nilai dari budaya tradisional ke
tertentu
atau
budaya modern merupakan tindakan yang
sekelompok orang untuk mewujudkan sikap dan
bertujuan mengubah cara berpikir yang semula
perilaku kerja. Sejalan dengan ini, Ayan (2003)
berorientasi pada masa lalu, kurang melakukan
pernah mengemukakan pentingnya dukungan
perencanaan hidup, bersikap pasrah dan kurang
nilai dalam diri seseorang atau sekelompok orang
mempercayai kemampuan ilmu pengetahuan dan
sebagai energi pendorong. Dukungan terhadap
teknologi dalam memecahkan permasalahan,
suatu nilai tertentu dapat mengarah pada
kurang berdisiplin dan bekerja keras, lebih
lemahnya energi pendorong dalam diri seseorang,
mewujudkan hubungan sosial paternalistik, ke
proses kerja hanya akan dirasakan sebagai suatu
arah cara berpikir yang berorientasi ke masa kini
beban berat, kurang memiliki kepedulian terhadap
dan masa depan, yang menghargai perencanaan
hasil, serta menurunkan daya kreativitas.
hidup, menaruh kepercayaan terhadap kemajuan
Sebaliknya, dukungan terhadap nilai lainnya dapat
dan kemampuan ilmu dan tekonogi dalam
mengarah pada kuatnya energi pendorong dalam
memecahkan permasalahan hidup manusia,
diri seseorang, proses kerja yang dirasakan
disiplin dan kerja keras, mendukung kesetaraan
sebagai sesuatu yang menyenangkan, bergairah,
(equality) dalam berhubungan satu sama lain, dan
kreatif, dan dengan kepedulian tinggi terhadap
sebagainya.
menjadi
energi
seseorang
pencapaiannya hasilnya. Cara berpikir tergantung dari orientasi nilai yang didukung dalam diri
Perubahan Cara Berpikir Guru
seseorang atau sekelompok orang, dan men-
Konsepsi di atas diharapkan dapat menjelaskan
jadikannya penggerak tindakan. Dengan kata lain,
pemikiran perlunya melakukan perubahan cara
seseorang atau sekelompok orang mendukung
berpikir guru ke arah yang lebih sesuai dengan
seperangkat nilai tertentu sebagai sistem makna
visi-misi yang didukung dalam penyelenggaraan
dan menjadi energi pendorong yang mengarahkan
sistem pendidikan nasional. Tidak terdapatnya
dan mengendalikan sikap dan perwujudan tingkah
perubahan berarti dalam kualitas hasil pendidikan,
laku.
meski telah banyak guru yang telah memperoleh
Cara berpikir dalam syaraf otak terkait dengan
sertifikat pendidik dan tunjangan pendapatan
orientasi nilai tertentu yang kerapkali disebut
tertentu, merupakan indikasi perlunya dilakukan
dengan budaya (culture). Budaya mendesain cara
perubahan terhadap guru ini. Perubahan kian
berpikir yang diterima secara terbuka oleh
mendesak untuk dilakukan, terutama jika dikaitkan
seseorang dan kolektiva untuk jangka waktu
dengan upaya meningkatkan kualitas sumber-
tertentu. Nilai budaya diartikan sebagai keyakinan
daya manusia Indonesia dalam menghadapi
bersama yang memberikan makna bagi anggota
tuntutan perkembangan lingkungan strategis
sebuah institusi dan/atau kolektiva sosial dan
lokal, nasional, regional, dan global.
menjadikan keyakinan tersebut sebagai aturan/
Sejak lama guru terjebak ke dalam perilaku
pedoman berperilaku (Davis, 1981). Dengan kata
pembelajaran yang berpusat pada diri guru
lain,
dikatakan bahwa budaya merupakan tata
(teacher centre), yakni guru sebagai sumber ilmu
nilai, norma, keyakinan, aturan, dan lain seje-
yang menceramahi atau menerangkan materi
nisnya yang menjadi acuan oleh anggota
kepada peserta didik. Pola pembelajaran seperti
pendukungnya dalam mewujudkan perilaku.
itu hanya akan memunculkan sikap pasif guru
Eksplisit, perubahan cara berpikir seseorang
dalam mencari pengayaan bahan/materi ajar,
atau sekelompok orang amat bergantung dengan
kecenderungan sekedar menjalankan tugas,
perubahan orientasi nilai budaya yang didukung
pembelajaran yang searah, feodalistik, dan lain
oleh orang atau sekelompok orang. Perubahan
sejenisnya. Dari sisi lain, peserta didik pun
299
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013
cenderung pasif, hanya mendengarkan saja
Peran Sekolah
materi yang diberikan oleh guru. Cara seperti itu
Berbagai upaya perlu dilakukan oleh pihak yang
sudah tidak relevan lagi, dan perlu diubah ke arah
terkait guna mengubah cara berpikir guru untuk
peserta didik menjadi pusat perhatian (student
mendukung nilai-nilai baru yang lebih sesuai
centre). Pembelajaran oleh guru perlu memadukan
dengan tuntutan dan perkembangan jaman. Nilai-
pendekatan makna mengajar yang bersumber
nilai baru itu perlu disebarluaskan dan ditanamkan
pada guru dan makna belajar yang bersumber pada
ke dalam diri guru, membentuk cara berpikir baru
peserta didik (Agung, 2011). Artinya, seorang guru
serta energi penggerak pelaksanaan tugas yang
perlu melibatkan perhatiannya terhadap hal-hal
lebih berorientasi pada prestasi, dinamis, dan
yang terkait dengan diri siswa, antara lain:
kreatif.
1) memberikan perhatian dan memotivasi siswa;
Persoalannya, perubahan cara berpikir
2) memunculkan keaktifan belajar siswa; 3) me-
seseorang atau sekelompok orang bukan
libatkan siswa dalam proses pembelajaran; 4) me-
merupakan hal yang sederhana dan mudah
laksanakan pengulangan materi/bahan ajar;
dilakukan. Hal itu karena terkait langsung dengan
5) memberikan tantangan pada siswa; 6) mem-
upaya perubahan orientasi nilai lama ke orientasi
berikan balikan dan penguatan; dan 7) mem-
nilai baru yang sama sekali berbeda. Kesulitan
perhatikan perbedaan karakteristik individu siswa.
yang sering ditemui adalah bagaimana mengubah
Perubahan diharapkan dapat mengganti cara
orientasi nilai yang sejak lama didukung, diyakini
berpikir lama ke cara berpikir baru sesuai dengan
kebenarannya, dan menjadi pedoman perwujudan
kebutuhan dan tuntutan perkembangan ling-
tingkah laku seseorang atau sekelompok orang.
kungan. Seperti telah dikatakan di atas, meski
Nilai lama telah menjadi bagian dalam diri,
telah banyak guru yang dinyatakan lulus uji
membentuk sikap mental tertentu, memberikan
kompeten dan memperoleh sertifikat pendidik,
kenyamanan, dan menjadi acuan tingkah laku dan
nyatanya belum memiliki dampak signifikan
perbuatan. Dengan sendirinya, perubahan cara
terhadap hasil belajar siswa. Hal itu karena tidak
berpikir akan dianggap membawa ketidak-
disertai dengan terjadinya perubahan cara berpikir
nyamanan, kesulitan diri, dan bahkan ditolak.
pada diri guru, sebaliknya masih terjebak dengan
Mengingat kesulitan yang dihadapi dalam
cara berpikir lama yang cenderung pasif, monoton,
upaya mengubah cara berpikir seorang atau
sekedar menjalankan tugas, pembelajaran
sekelompok orang, maka diperlukan adanya
searah, kaku, statis, miskin kreatif, dan seba-
strategi yang tepat dan efektif guna melakukan
gainya. Selayaknya diperlukan perubahan ke arah
perubahan tersebut. Perubahan
kondisi yang lebih mendukung nilai pembelajaran
adanya terobosan kreatif, agar nilai-nilai baru
aktif, berorientasi prestasi, pembelajaran 2 (dua)
dapat diterima dan diadopsi oleh guru, dan
arah, dan lain-lainnya (lihat Bagan di bawah).
menjadikannya pedoman bagi mewujudkan
menuntut
Segenap perubahan cara berpikir guru bukan
perilaku pembelajarannya. Tentu saja segenap
hanya akan mengarahkan terjadinya perubahan
upaya ini perlu dikembangkan oleh berbagai pihak
terhadap dukungan nilai dan perilaku pem-
yang terkait dalam penyebaran nilai baru yang
belajaran yang lebih antisipatif, responsif, dinamis,
mampu menggantikan dan diadopsi oleh guru
dan adaptif, tetapi juga secara langsung akan
dalam mewujudkan perilaku pembelajarannya.
berdampak terhadap upaya pengembangan diri
Menurut hemat penulis, salah satu unsur potensial
guru dalam membentuk kemampuan dan pro-
menyebarkan dan merubah cara berpikir guru
fesionalisme kerja. Orientasi nilai aktif akan erat
adalah melalui pengembangan sistem lingkungan
dengan perwujudan perilaku pembelajaran yang
sekolah yang kondusif dan searah dengan
menekankan pada prestasi atau hasil yang lebih
penerapan sistem NAC di atas.
baik, interaksi 2 (dua) arah antara guru-siswa, demokratis,
mencari
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 51 (1)
pengayaan bahan/materi ajar, yang akhirnya akan
disebutkan, “Pengelolaan satuan pendidikan anak
bermuara pada peningkatan mutu hasil pendidikan
usia dini, pendidikan dasar, dan pendidikan
peserta didik.
Menengah dilaksanakan berdasarkan standar
300
keterbukaan,
upaya
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
Iskandar Agung, Penerapan Sistem Neuro Associative Conditioning (NAC) pada Guru sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan
Perubahan Budaya
Perubahan Cara Berpikir (Mind Set)
Perubahan orientasi nilai Budaya Kerja
Pasif
Aktif
Orientasi tugas
Prestasi
Searah
Interaktif
Kaku
Luwes
Statis
Dinamis
Membosankan
Menyenangkan
Elitis
Populis
Arogan
Humanis
Otoriter
Demokratis
Teacher center
Student center
Tertutup
Transparan
Akuntabilitas
Akuntabilitas
Monologis
Dialogis
Ketergantungan
Mandiri
Peningkatan
Pengembangan
Miskin kreatif
Kaya
Miskin pemanfaatan
Pemanfaatan variasi metode
Materi terbatas
Pengayaan
Monoton
Menarik
Pencapaian
Pemahaman materi Fasilitator
Instruktur Penjelasan Orientasi kelompok siswa
Belajar Perbedaan individual siswa
Bagan 1. Penerapan Sistem NAC Terkait Perubahan Cara Berpikir dan Budaya Kerja Guru*) *) Diolah dari berbagai sumber.
pelayanan minimal dengan prinsip manajemen
pendidikan. Desentralisasi pendidikan melalui
berbasis sekolah/madrasah.” Dalam penjelas-
penerapan Manajemen Berbasis Sekolah ini
annya dinyatakan, yang dimaksud dengan
menjadi penting dalam upaya penyebaran sistem
manajemen berbasis sekolah/madrasah adalah
NAC dan perubahan cara berpikir guru, terutama
bentuk otonomi manajemen pendidikan pada
menciptakan dan mengembangkan lingkungan
satuan pendidikan yang dalam hal ini kepala
sekolah yang kondusif.
sekolah/madrasah dan guru dibantu oleh komite
Di bawah ini dikemukakan sejumlah hal yang
sekolah/madrasah dalam mengelola kegiatan
perlu dijalankan guna menciptakan kondusivitas
301
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013
lingkungan sekolah untuk penyebaran dan
permasalahan konflik internal dan eksternal
penanaman nilai baru, serta perubahan cara
organisasi; 9) memiliki self-awareness (kesadaran
berpikir guru dalam menjalankan tugas pem-
diri) dan mampu mengendalikan emosi diri; 10)
belajarannya, mencakup: 1) kepemimpinan; 2)
memiliki kemampuan mengelola emosi atau
iklim organisasi; dan 3) sarana-prasarana
perasaan, seperti melepaskan kecemasan,
pembelajaran.
kemurungan, ketersinggungan, tahan uji, sabar, dan sebagainya;11) memiliki kemampuan self-
Kepemimpinan
motivation, baik bagi diri sendiri dan orang lain;
Pakar manajemen dan organisasi umumnya
12) Memiliki impulse control (mampu mengen-
sepakat, bahwa perilaku pekerja/karyawan suatu
dalikan naluri/insting atau ledakan-ledakan emosi
organisasi tidak semata dipengaruhi oleh budaya
diri); dan 13) memiliki people skill, berupa
kerja, tetapi juga oleh berbagai faktor pengaruh.
kemampuan empathi dan membina hubungan
Salah satu faktor yang juga sering disoroti adalah
yang baik dan harmonis dengan orang lain.
gaya dan perilaku kepemimpinan dari para pemimpin organisasi yang bersangkutan. Thoha
Iklim Organisasi
(2008) mengemukakan, kepemimpinan adalah
Pengembangan iklim organisasi juga merupakan
kemampuan yang ada dalam diri seorang
salah
pemimpin dalam mempengaruhi orang lain untuk
perubahan cara berpikir guru. Penyebaran dan
bekerja sama secara sadar dalam hubungan
penanaman nilai yang terkandung dalam sistem
tugas yang diinginkan. Kepemimpinan adalah
NAC tidak/kurang dapat berkembang baik apabila
proses menggerakkan seseorang atau seke-
tidak didukung oleh iklim organisasi yang sesuai
lompok orang kepada tujuan-tujuan yang
dengan tuntutan yang ada, terutama dalam
umumnya ditempuh dengan cara-cara yang tidak
menciptakan pembiasaan diri dalam lingkungan
memaksa. Atas dasar itu, kepemimpinan sekolah
internal
menjadi hal penting dalam mendukung dan
organisasi memperlihatkan, bahwa iklim orga-
mempercepat penyebaran dan penanaman nilai
nisasi memiliki arti yang cukup siginifikan dalam
yang terkandung dalam sistem NAC untuk
mendukung pencapaian tujuan organisasi.
mengubah cara berpikir dan budaya kerja guru.
satu
unsur
pendukung
sekolah. Berbagai
percepatan
studi
tentang
Studi yang dilakukan oleh Gelerman (1959),
Pertanyaannya, kepemimpinan apa yang
Pritchard & Karasick (1973), dan Steer (1980),
sesuai dengan sekolah agar mampu memacu
sampai pada kesimpulan pentingnya iklim
terjadinya perubahan cara berpikir guru? Dengan
organisasi dalam mempengaruhi tingkah laku
mengadaptasi pendapat Davis (1981), Anderson
anggota organisasi. Iklim organisasi merupakan
(1998), Luthans (1995), Goleman (2003), di
kepribadian organisasi yang dicerminkan oleh
bawah ini dikemukakan sifat kepemimpinan yang
anggota-anggotanya melalui perwujudan tingkah
perlu dimiliki oleh seorang pemimpin sekolah,
laku sehari-hari. Atas dasar itu, iklim organisasi
yakni: 1) memiliki visi ke depan; 2) mampu
sekolah haruslah diupayakan selaras dan
memerankan diri sebagai agen perubahan/
mendukung pencerminan nilai-nilai dalam sistem
pembaharuan (agent of change); 3) menjunjung
NAC dan menjadikan sebagai kepribadian atau
tinggi nilai, sikap, dan perilaku demokratis,
karakteristik guru.
transparan, dan kesetaraan (equality); 4) berani mengambil
untuk
perubahan
Di bawah ini dikemukakan sejumlah hal yang
dan
perlu diperhatikan dalam mengembangkan iklim
kemajuan; 5) mempercayai orang lain dalam
organisasi sekolah yang selaras dengan nilai-nilai
melaksanakan tugas dan tanggung jawab
dalam sistem NAC, antara lain: 1) pekerjaan yang
pekerjaannya sebagai suatu tim kerja; 6)
bertumpu pada prinsip demokratis, transparan,
bertindak atas dasar sistem nilai bersama, dan
dan kesetaraan; 2) penciptaan kondisi dan situasi
bukan atas dasar kepentingan individu; 7)
lingkungan kerja yang rapih dan nyaman,
meningkatkan pengetahuan dan kemampuan
bersahabat, menyenangkan, dan membangkitkan
secara terus-menerus sepanjang hayat; 8)
gairah kerja; 3) penerapan aturan dan peraturan
memiliki kemampuan untuk menyelesaikan
yang jelas dan konsisten;penerapan peng-
302
resiko
Iskandar Agung, Penerapan Sistem Neuro Associative Conditioning (NAC) pada Guru sebagai Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan
hargaan terhadap prestasi kerja (individu dan
Atas dasar itu, penerapan sistem NAC dalam
kelompok); 4) perwujudan sikap dan perilaku
upaya mengubah cara berpikir guru pun tidak
karyawan/pegawai (termasuk guru) yang baik,
terlepas dari kebutuhan akan sarana-prasarana
akrab, saling menghormat dan menghargai,
pendukungnya. Tuntutan mewujudkan sikap dan
toleran, dan harmonis;kepuasan terhadap kondisi
perilaku aktif, kreatif yang senantiasa mengem-
dan situasi di lingkungan kerja; 5) persepsi dan
bangkan kemampuan profesional kerja, sedikit
prioritas untuk meningkatkan efektivitas hasil
banyak amat dipengaruhi oleh ketersediaan
dalam mencapai visi bersama yang ditetapkan dan
sarana-prasarana pendukung pembelajaran di
disepakati bersama; 6) peningkatan kemampuan
sekolah. Sebaliknya, ketersediaan sarana-
karyawan/pegawai
dan
prasarana tidak akan berfungsi optimal apabila
menyebar-luaskan informasi dan sumber data
untuk
mengakses
tidak didukung oleh cara berpikir guru yang sesuai
penting; 7) pengembangan jaringan kerja dan
dalam pemanfaatannya.
komunikasi di dalam maupun di luar organisasi yang baik dan terarah; 8) pelibatan komponen
Simpulan dan Saran
masyarakat dalam mendukung pelaksanaan tugas
Simpulan
yang dibutuhkan;penghargaan terhadap aspirasi,
Meski telah banyak guru yang telah memperoleh
refleksi, dan konseptual yang muncul dari
sertifikat pendidik, nyatanya belum memiliki
komponen masyarakat; peningkatan pelayanan
pengaruh signifikan terhadap peningkatan
prima di dalam dan di luar organisasi; 9)
pendidikan nasional pada jenjang pendidikan
pemeliharaan dan peningkatan hasil/output
dasar dan menengah. Dugaan yang muncul,
pendidikan; dan 10) sikap antisipatif dan responsif
penerimaan sertifikat pendidik tidak diimbangi
terhadap perubahan dan perbaikan.
dengan terjadinya perubahan cara berpikir pada
Sarana-Prasarana Pembelajaran
mutu
diri guru yang sejalan dengan kebutuhan dan tuntutan profesionalisme. Guru cenderung
Pakar pendidikan cenderung menyatakan, bahwa
mendukung, mempertahankan, dan bertumpu
investasi modal fisik memiliki pengaruh signifikan
pada cara berpikir lama yang lebih terkesan pasif,
terhadap produktivitas. Namun Schults (1963),
sekedar menjalankan tugas, pembelajaran
Harbinson & Myers (1964), dan Vaizey (1987)
searah, membosankan, miskin kreatif, dan lain
menyatakan pula, bahwa ketersediaan investasi
sejenisnya. Sebaliknya, guru enggan melakukan
modal fisik baru berfungsi optimal apabila disertai
perubahan
dengan pemanfaatannya. Bukan jumlah investasi
profesionalisme yang harus aktif dalam men-
fisik yang merupakan kunci dari keberhasilan
jalankan tugas pembelajaran, berorientasi
produktivitas,
penggunaannya.
prestasi, mandiri, kreatif, melakukan pengem-
Kecepatan kemajuan dan hasil produktivitas
bangan diri secara berkelanjutan, dan lain
ditentukan oleh gagasan dan keterampilan dalam
sejenisnya.
melainkan
yang
sesuai
dengan
tuntutan
pemanfaatan investasi fisik tersebut. Pentingnya investasi fisik terhadap pro-
Saran
duktivitas, teramat relevan jika dikaitkan dengan
Eksplisit diperlukan adanya perubahan cara
penyelenggaraan pendidikan. Investasi fisik yang
berpikir sesuai dengan konsepsi sistem NAC, yakni
dimanifestasikan melalui ketersediaan dan
perubahan orientasi nilai yang terkandung dalam
pemanfaatan sarana-prasarana pendidikan,
syaraf otak, menjadikan sebagai cara berpikir dan
dapat merupakan salah satu faktor kunci yang
energi pendorong perwujudan sikap dan perilaku
menentukan hasil pendidikan. Sulit dibantah,
kerja. Meski demikian, sistem NAC yang dike-
bagaimana mungkin proses belajar di sekolah
mukakan masih memerlukan penjabaran lebih
akan berlangsung lancar dan baik, apabila tidak
lanjut terhadap makna yang terkandung di
didukung oleh ketersediaan dan pemanfaatan
dalamnya, agar dapat disebarkan dan ditanamkan
sarana-prasarana pendukung belajar yang
meluas kepada guru. Penyebaran dan penanaman
memadai.
nilai-nilai baru dalam sistem NAC, dan sebaliknya meninggalkan nilai-nilai lama, perlu dilakukan
303
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 19, Nomor 2, Juni 2013
untuk memunculkan kesadaran, pemahaman, dan
bangkan lingkungan sekolah yang mampu
perubahan sikap dan pola perilaku guru yang
mendukung pencerminan nilai-nilai tersebut, baik
sesuai
perkembangan
dari segi kepemimpinan, penciptaan iklim sekolah
lingkungan sekitar. Penyebaran dan penanaman
yang kondusif, sampai dengan pemenuhan
nilai sistem NAC itu perlu diupayakan oleh berbagai
sarana-prasarana
pihak yang terkait, terutama dengan mengem-
butuhkan.
dengan
tuntutan
pembelajaran
yang
di-
Pustaka Acuan Agung, I. 2011. Kreativitas Pembelajaran Guru, Jakarta: Penerbit Zikrul Hakim Bestari. Anderson, T. D. 1998. Transforming Leadership, New York Washington D.C: St. Lucie Press. Ayan, J. E. 2003. Bengkel Kreativitas, Bandung: Mizab Pustaka. Davis, K. 1981. Human Behavior at Work Organization Behavior, New York: McGraw Hill Book Co. Gelerman, S. 1959. The Company Personality, Management Review. Goleman, D. 2003. Emotional Intelligence, Jakarta: Gramedia. Harbison, F. H, Myers, C. A. 1964. Economics Aspects of Higher Education, OECD. Luthans, F. 1995. Organizational Behavior, New York: McGraw-Hill, Inc. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 16 Tahun 2009 tentang Standar Minimal Akademis dan Kompetensi Pendidik. Pritchard, R.D., B.W. Karasick. 1973. The Effect of Organizational Climate on Managerial Job Performance and Job Behavior, Homewood: The Dorsey Press & Richard D. Irwin Inc. Robbins, A. 1994. Unlimited Power, New York: Mc. Graw-hill. Schultz, T.W. 1963. The Economic Value of Education, Columbia University. Steers, R. M. 1980. Problems in Measurement of Organizational Effectiveness, in Adminstrative Sceince Quartely, December. Thoha, M. 2008. Perilaku Organisasi: Konsep Dasar dan Aplikasinya, Jakarta, Raja Grafindo Persada. Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Vaizey, J. 1987. Pendidikan di Dunia Modern, Jakarta: PT. Gunung Agung.
304