PERANAN GURU DALAM MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN Oleh, St. Marwiyah*
Abstrak : Guru semakna dengan teacher dalam bahasa inggris dan ustadz, mu’allim, murabbiy, mursyid, mudarris, serta muaddib dalam bahasa arab. Guru harus memiliki syarat-syarat dan kompetensikompetensi keguruan profesional dalam; mengajar, mendidik, membimbing, melaksanakan tugas-tugas administrasi, memberi keteladanan kepada siswanya. Jika guru melaksanakan sikap profesionalismenya seperti itu, maka mereka dapat meningkatkan mutu pendidikan, baik dalam arti proses maupun dalam arti hasil. Kata Kunci : Guru, mutu pendidikan A. Pendahuluan Pendidikan adalah investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Oleh sebab itu, hampir semua Negara menempatkan variabel pendidikan sebagai sesuatu yang penting dan utama dalam konteks pembangunan bangsa dan negara. Guru dalam konteks pendidikan mempunyai peranan yang besar dan strategis. Hal ini disebabkan gurulah yang berada pada barisan terdepan dalam pelaksanaan pendidikan. Gurulah yang langsung berhadapan dengan peserta didik untuk mentransfer ilmu pengetahuan dan teknologi sekaligus mendidik dengan nilai-nilai positif melalui bimbingan dan ketauladanan. Kapan guru itu lahir ? Kapan guru itu ada ? Pertanyaan mendasar yang membutuhkan jawaban mendasar pula. Guru lahir dan ada semenjak manusia itu ada di muka bumi. Karena begitu manusia itu ada dalam khidupan, sesungguhnya proses pendidikan itu terjadi. *
St. Marwiyah, Dosen Tetap STAIN Palopo
49
50
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
Proses pendidikan dalam arti proses internalisasi dan sosialisasi suatu nilai dari orang dewasa kepada orang yang dianggap perlu menerima suatu nilai (Kunandar, 2010 : 31). Menjadi guru, merupakan pilihan yang sangat diminati dewasa ini. Apalagi dengan munculnya kebijakan pemerintah untuk memberikan tunjangan profesi bagi guru yang telah bersertifikasi profesional, sangat menarik minat para calon guru untuk menekuni profesi guru. Sertifikasi guru adalah proses pemberian sertifikat pendidik untuk guru yang telah memenuhui standar kompetensi guru. Sertifikasi guru bertujuan untuk; (1) menentukan kelayakan guru dalam melaksanakan tugas sebagai agen pembelajaran dan mewujudkan tujuan nasional pendidikan; (2) meningkatkan proses dan mutu hasil pendidikan; (3) meningkatkan martabat guru; (4) meningkatkan profesionalisme guru; dan (5) meningkatkan kesejahteraan guru (Rusman, 2009:515). Dengan semakin diperhatikan kesejahteraan guru melalui pemberian sertifikasi, maka guru harus mampu mengubah paradigma berpikir dan bertindak dalam menjalankan tugas sebagai pengajar dan pendidik. Kini, guru tidak boleh terjebak pada rutinitas belaka, tetapi secara terus menerus harus mampu meningkatkan kualitas mengajar dan mendidiknya sehingga upaya peningkatan mutu pendidikan dapat tercapai. Tugas dan peran guru dari hari ke hari semakin berat,seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai komponen utama dalam dunia pendidikan dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan melampaui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat. Melalui sentuhan guru di sekolah diharapkan mampu menghasilkan peserta didik yang memiliki kompetensi tinggi dan siap menghadapi tantangan hidup dengan penuh keyakinan dan percaya diri yang tinggi. Sekarang dan ke depan, sekolah (pendidikan) harus mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, baik secara keilmuan maupun sikap mental. Guru adalah salah satu faktor yang menentukan mutu pendidikan. Gurulah yang berada di garda terdepan dalam menciptakan kualitas sumber daya manusia. Guru berhadapan langsung dengan peserta didik di kelas melalui proses belajar mengajar. Di tangan gurulah akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill (keahlian), kematangan emosional, moral dan spiritual. Dengan demikian, akan dihasilkan generasi masa depan yang siap hidup dengan tantangan
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
51
zamannya. Oleh karena itu, diperlukan sosok yang memiliki syarat-syarat, kompetensi dan dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesinya. B. Pengertian Guru Siapa guru itu ? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi kedua 1991, guru diartikan sebagai orang yang mata pencahariannnya lewat mengajar (W.J.S.Poerwadarminta, dkk, 1989:288). Sementara dalam bahasa Inggris guru disebut teacher yakni A person whose occupation is teaching others, yang artinya seseorang yang pekerjaannya mengajar orang lain (Muhibbinsyah, 2009:220). Adapun dalam literatur kependidikan Islam, seorang guru biasa disebut sebagai ustadz, mu’allim, murabbiy, mursyid,mudarris, dan muaddib (Abd.Al-Fatah Jalal, 1977:15). Kata “ustadz”, biasa digunakan untuk memanggil seorang profesor. Ini mengandung makna bahwa seseorang guru dituntut untuk komitmen terhadap profesionalisme dalam mengemban tugasnya. Seseorang dikatakan profesional, bilamana pada dirinya melekat sikap dedikatif yang tinggi terhadap tugasnya, sikap komitmen terhadap mutu proses dan hasil kerja, serta sikap continous improvement, yakni selalu berusaha memperbaiki dan memperbaharui model-model atau cara kerjanya sesuai dengan tuntutan zamannya yang dilandasi oleh kesadaran yang tinggi bahwa tugas mendidik adalah tugas menyiapkan generasi penerus yang akan pada zamannya di masa depan. Kata “muallim” berasal dari kata ‘ilm yang berarti menangkap hakekat sesuatu (Al-Raghib al-Asfahani, t.t:17). Dalam setiap ‘ilm terkandung dimensi teoretis dan amaliah (Al-Raghib al-Asfahani, t.t: 18). Ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk mampu menjelaskan hakikat ilmu pengetahuan yang diajarkannya, serta menjelaskan dimensi teoretis dan praktisnya, dan berusaha membangkitkan peserta didik untuk mengamalkannya. Allah mengutus rasul-Nya antara lain agar beliau mengajarkan kandungan al-kitab dan al-hikmat,yakni kebijakan dan kemahiran melaksanakan hal yang mengandung mamfaat dan menampik mudharat (M.Quraish Shihab, 2000:13). Ini mengandung makna bahwa seorang guru dituntut untuk mampu mengajarkan kandungan ilmu pengetahuan itu dalam kehidupannya yang bisa mendatangkan mamfaat dan berusaha semaksimal mungkin untuk menjauhui madharat. Kata “murabbiy” berasal dari kata dasar “Rabb”. Tuhan adalah sebagai Rabb al-‘alamin dan Rabb al-nas, yakni yang menciptakan,
52
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
mengatur, memelihara alam seisinya termasuk manusia (Muhaimin, 2004:210). Manusia sebagai khalifah-Nya diberi tugas untuk menumbuhkembangkan kreativitasnya agar mampu mengkreasi, mengatur dan memelihara alam seisinya. Dilihat dari pengertian ini, maka tugas guru adalah mendidik dan menyiapkan peserta didik agar mampu berkreasi, sekaligus mengatur dan memelihara hasil kreasinya untuk tidak menimbulkan malapetaka bagi dirinya, masyarakat dan alam sekitarnya. Kata “mursyid” biasa digunakan untuk guru dalam Thariqah (Tasawuf). Imam Syafi’i pernah meminta nasehat kepada gurunya (Imam Waki’) sebagai berikut : “syakautu ila Waki’in su’a hifzi, waarsyadaniy ila tarki al-ma’ashi, fa akhbarani bianna al-‘ilma nurun, wa nurullahi la yubda li al-‘ashi”. Ada dua hal yang perlu digarisbawahi dari nasehat Imam Waki’ tersebut, yaitu pertama, untuk memperkuat ingatan diperlukan upaya meninggalkan perbuatan-perbuatan maksiyat.Apa hubungan antara ingatan dengan maksiyat ? Dalam konsep psikologi, seorang dikatakan sehat mentalnya bilamana terwujud keserasian antara fungsi-fungsi jiwa atau tidak ada konflik antara satu fungsi jiwa dengan lainnya (Zakiah Daradjat, 1988:19). Fungsi jiwa antara lain berupa dorongan, perasaan, ingatan, pikiran. Jika salah satu fungsinya terganggu, maka akan berpengaruh terhadap lainnya. Orang yang berbuat maksiyat akan terganggu perasaannya, ia akan memiliki perasaan bersalah dan berdosa, yang pada gilirannya akan mengganggu kekuatan ingatan dan juga pikirannya. Kedua, ilmu adalah cahaya ilahi yang mana tidak akan tampak dan terlahirkan dari orang yang suka berbuat maksiyat. Dari penelitian Baharuddin (Desertasi, 2001) diperoleh temuan bahwa manusia itu terdiri atas tiga aspek utama, yaitu ; (1) aspek jismiyah, yakni keseluruhan organ fisik – biologis, sistem kelenjar, dan sistem syaraf; (2) aspek nafsiyah, yakni keseluruhan kualitas insani yang khas milik manusia, yang mengandung dimensi al-nafs, al-‘aql dan al-qalb, dan (3) aspek ruhaniyah, yakni keseluruhan potensi luhur psikis manusia yang memancar dari dimensi al-ruh dan al-fithrah. Secara proporsional, maka nafsiyah menempati posisi antara jismiyah dan ruhaniyah (Baharuddin, 2001:21). Karena jismiyah berasal dari benda (materi), maka ia cendrung mengarahkan nafsiyah manusia untuk menikmati kenikmatan yang bersifat material, sedangkan ruhaniyah berasal dari Tuhan, sehingga ia selalu mengajak nafsiyah manusia untuk menuju Tuhan. Orang yang suka berbuat maksiyat berarti nafsiyahnya
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
53
diarahkan oleh jismiyah atau atau kenikmatan material yang bersifat sementara. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibawa dan dikembangkan oleh orang semacam ini akan berbahaya, baik bagi kelangsungan hidup manusia, masyarakat maupun alam sekitarnya. Sedangkan orang yang berusaha meninggalkan maksiyat, berarti nafsiyahnya diarahkan oleh ruhaniyah yang selalu menuju Tuhannya. Ilmu pengetahuan dan teknologi yang dibawa dan dikembangkan oleh orang semacam ini akan selalu dinafasi dan dijiwai oleh nur ilahi, yang melekat pada dirinya sikap amanah dan tanggung jawab, baik tanggung jawab individu maupun sosial, dan mampu mempertanggungjawabkan segala amal perbuatannya dihadapan Tuhannya, serta sikap solidaritas terhadap sesama dan solidaritas terhadap makhluk lainnya, termasuk di dalamnya solidaritas terhadap alam sekitar. Adapun kata mudarris berasal dari akar kata “darasa-yadrusudarsan wadurusun wa dirasatan”, yang berarti; terhapus, hilang bekasnya, menghapus, menjadikan using, melatih, mempelajari (Mahmud Yunus, 2010:128). Dilihat dari pengertian ini, maka tugas guru adalah berusaha mencerdaskan peserta didiknya, menghilangkan ketidaktahuan atau memberantas kebodohan mereka, serta melatih keterampilan mereka sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya. Pengetahuan dan keterampilan seseorang akan cepat usang selaras dengan percepatan kemajuan iptek dan perkembangan zaman, sehingga guru dituntut untuk memiliki kepekaan intelektual dan informasi, serta memperbaharui pengetahuan dan keahliannya secara berkelanjutan, agar tetap up to date dan tidak cepat hilang. Sedangkan kata mu’addib berasal dari kata adab yang berarti moral, etika, dan adab atau kemajuan (kecerdasan,kebudayaan) lahir dan batin (Mahmud Yunus, 2010:39). Kata peradaban (Indonesia) juga berasal dari kata dasar adab, sehingga guru adalah orang yang beradab sekaligus memiliki peran dan fungsi untuk membangun peradaban (pendidikan) yang berkualitas di masa depan. C. Syarat-Syarat, dan Kompetensi Guru 1. Syarat-Syarat Menjadi Guru Agar guru dapat melaksanakan peranannya dengan baik, maka mereka` harus memiliki beberapa pensyaratan yang meliputi:
54
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
a. Pensyaratan Administratif Pensyaratan ini meliputi ; soal kewarganegaraan (Warga Negara Indonesia), umur sekurang-kurangnya 21 tahun, berkelakuan baik, mengajukan permohonan, serta syarat-syarat lainnya sesuai dengan kebijakan yang ada. b. Pensyaratan Teknis Dalam pensyaratan teknis ini yang bersifat formal, yakni mereka harus memiliki ijazah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai berikut : (1) Pendidik pada pendidikan anak usia dini memiliki; (a) kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1), (b) latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan anak usia dini, kependidikan lain, atau psikologi, dan (c) sertifikasi profesi guru untuk PAUD. (2) Pendidik pada SD/MI, atau bentuk lain yang sederajat memiliki ; (a) kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1), (b) latar belakang pendidikan tinggi di bidang pendidikan SD/MI, kependidikan lain, atau psikologi; dan (c) sertifikasi profesi guru untuk SD/MI. (3) Pendidik pada SMP/MTS atau lain yang sederajat memiliki ; (a) kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-IV) atau sarjana (S1), (b) latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang ajar , dan (c) sertifikasi profesi guru untuk SMP/MTS. (4) Pendidik pada SMA/MA, atau bentuk lain yang sederajat memiliki; (a) kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-1V) atau sarjana (S1), (b) latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dan (c) sertifikasi profesi guru untuk SMA/MA. (5) Pendidik pada SDLB/SMPLB/SMALB, atau bentuk lain yang sederajat memiliki; (a) kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-1V) atau sarjana (S1) latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan khusus atau sarjana yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dan (b) sertifikasi profesi guru untuk SDLB/SMPLB/SMALB.
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
55
(6) Pendidik pada SMK/MAK, atau bentuk lain yang sederajat memiliki ; (a) kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D-1V) atau sarjana (S1), (b) latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai dengan mata pelajaran yang diajarkan, dan (c) sertifikasi profesi guru untuk SMK/MAK (UUD & Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, 2006:169-170). 3.
Pensyaratan Psikis Yang berkaitan dengan kelompok persyaratan psikis antara lain; sehat rohani, dewasa dalam berpikir dan bertindak, mampu mengendalikan emosi, sabar, ramah sopan, memiliki jiwa kepemimpinan, konsekuen dan berani bertanggungjawab, berani berkorban dan memiliki jiwa pengabdian. Di samping itu guru juga dituntut untuk berpikir pragmatis dan realistis, tetapi juga memiliki pandangan yang mendasar filosofis, juga mematuhui norma-norma yang berlaku serta memiliki semangat membangun. 4. Pensyaratan Fisik Persyaratan fisik ini antara lain meliputi ; berbadan sehat, tidak memiliki cacat tubuh yang mungkin mengganggu pikirannya, tidak memiliki gejala-gejala penyakit menular. Dalam persyaratan fisik ini juga menyangkut kerapian dan kebersihan, termasuk cara berpakaian. Sebab bagaimanapun juga guru akan selalu dilihat dan diamati bahkan dinilai oleh siswa sebagai anak didiknya. Dari berbagai persyaratan yang telah dikemukakan di atas, menunjukkan bahwa guru menempati bagian tersendiri dengan berbagai ciri khasnya, apalagi bila dikaitkan dengan dengan tugas keprofesiannya sebagai guru. 2. Syarat-syarat Kompetensi-Kompetensi Yang Harus Dimiliki Guru Dendasurono Prawiroatmodjo, mengklasifikasikan kompetensi guru pada tiga bidang; pertama, kompetensi personal yang merupakan komponen dan cirri-ciri yang dimiliki guru guna membangitkan semangat atau minat siswa untuk belajar; kedua, kompetensi sosial yaitu kemampuan guru yang realisasinya memberi mamfaat bagi pemenuhan yang diperlukan masyarakat, dan ketiga, kompetensi profesional adalah kemampuan yang dimiliki guru sebagai pengajar yang baik, mencakup
56
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
kemampuan dasar tentang disiplin ilmu yang dipelajari atau yang menjadi bidang spesialisasinya (Dendasurono Prawiroatmodjo, 1987:8). Dengan pemikiran tersebut, maka kajian tentang kompetensi guru realisasinya memberi mamfaat bagi pemenuhan yang diperlukan oleh masyarakat, dan kompetensi profesional adalah kemampuan yang dimiliki guru sebagai pengajar yang baik, mencakup kemampuan dasar disiplin ilmu yang dipelajari atau yang menjadi bidang spesialisasinya. Dengan kata lain kemampuan guna menguasai ilmu, baik secara teoretis maupun praktis serta kemampuan untuk mentrasformasikan ilmu tersebu. Berdasarkan analisis teori tersebut, maka kompetensi guru dalam tulisan ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu ; kompetensi personal merupakan kemampuan membangkitkan semangat siswa untuk belajar, kompetensi sosial yang merupakan kemampuan untuk memberikan mamfaat kepada orang lain, dan kompetensi profesional adalah kemampuan menguasai teori ilmu pengetahuan terutama bidang keahliannya serta mereka mentransformasikannya kepada orang lain. Adapun Sukmadinata merinci kompetensi personal menjadi tiga komponen yaitu; (a) penampilan sikap positif terhadap keseluruhan tugasnya sebagai guru terhadap keseluruhan situasi pendidikan, (b) pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogyanya dimiliki guru, (c) penampilan untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan bagi siswanya (Sukmadinata, 2000:25). Dari defenisi tersebut dapat dipahami, bahwa kompetensi individual seorang guru adalah sikap pribadi yang mantap dan positif yang patuh diteladani oleh peserta didiknya maupun masyarakat sekitarnya. Masih menurut Sukmadinata, bahwa kompetensi sosial adalah kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar (Sukmadinata, 2000:26). Dari defenisi ini dapat dipahami, bahwa kompetensi sosial guru adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan sesama guru, pegawa tata usaha, siswa-siswa, dan masyarakat di lingkungan tempat tinggalnya. Sementara kompetensi profesional guru adalah kemampuan dalam penguasaan akademik yang diajarkan sekaligus kemampuan mengajarnya (A. Piet Suhertian, 1990:7). Dari pengetian ini dapat dipahami, seorang dikatakan profesional apabila mereka menguasai bidang keilmuannya dan mampu mentransformasikan secara sempurna kepada orang lain. Dalam artian orang mudah memahaminya.
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
57
Adapun menurut Parrin, bahwa kemampuan profesional meliputi kemampuan; (a) instruksional, (b) manajemen kelas, (c) mengevaluasi, dan (d) penguasaan bahan ajar (Parrin, 1995:27). Sementara menurut Kementerian Pendidikan, bahwa seorang guru dikatakan profesional apabila mereka memiliki kemampuan; (a) penguasaan bahan ajar, (b) pengelolaan program belajar mengajar, (c) pengelolaan kelas yang kondsusif untuk belajar siswa, (d) penggunaan media dan sumber pengajaran, (e) penguasaan landasan-landasan pendidikan, (f) pengelolaan interaksi belajar mengajar, (g) pengelolaan penilaian hasil belajar siswa demi kepentingan pembelajaran siswa, (h) pelayanan bimbingan konseling, (i) menyelenggarakan administrasi sekolah, (j) memahami prinsip-prinsip penelitian pendidikan serta mampu melaksanakan hasilhasilnya untuk kepentingan pengajaran (Purnomo, 2007:35). Jika syarat-syarat dan kompetensi-kompetensi tersebut sudah melekat pada diri setiap guru, maka hampir dipastikan guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dalam proses belajar mengajar. D. Peranan Guru Adapun peranan guru dalam kaitannya dengan peningkatan mutu pendidikan adalah sebagai berikut : 1. Mengajar Mengajar adalah kegiatan yang dilakukan guru dalam memberikan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya kepada peserta didik sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan. Agar guru dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dalam mengajar, maka mereka dituntut dalam hal ; (a) kemampuan merumuskan tujuan pembelajaran, (b) penguasaan prinsip belajar mengajar, (c) penguasaan sumber belajar, (d) penguasaan pendekatan, metode dan teknik belajar mengajar, (e) kemampuan menggunakan sarana belajar dengan baik, (f) kemampuan mendorong siswa untuk belajar secara aktif, (g) kemampuan penguasaan bahan ajar, (h) kemampuan mengelola kelas, (i) mengelola program belajar mengajar, dan (j) kemampuan menggunakan media (Sardiman AM, 2004:163). 2. Mendidik Mendidik adalah kegiatan guru dalam memberi tuntunan, petunjuk dan keteladanan yang dapat ditiru oleh
contoh, peserta
58
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
didik dalam kehidupan sehari-hari. Agar peranan mendidik ini dapat berjalan dengan baik, maka seorang guru dituntut untuk; (a) mampu merumuskan tujuan yang ingin dicapai, (b) memahami dan menghayati tugas profesi sebagai guru, (c) mampu menjadi teladan yang baik, (d) mampu menjadi orang tua di sekolah, dan (e) memiliki sifat terpuji dan menjauhui sifat tercela (W.Gulo, 2004:13). 3. Pembimbing Sebagai pembimbing, guru memiliki peranan dalam memberikan bimbingan kepada peserta didik yang mengalami masalah-masalah terutama yang sifatnya non akademis, karena itu guru harus menjadi model, sebab tidak mungkin guru dapat menjalankan peranannya sebagai pembimbing apabila mereka tidak memiliki kepribadian yang baik. Misalnya guru sulit merubah prilaku siswa yang tidak disiplin, apabila mereka tidak memberi contoh disiplin terlebih dahulu. 4. Administrator Tugas guru sebagai administrator, adalah menyangkut peranan guru dalam kaitannya tugas-tugas administrasi sekolah dalam arti luas, selain tugas pokok mendesain rencana pembelajaran dan mengajar itu sendiri. Selanjutnya mengenai peranan guru menurut; Pray Kats, Havirghurst, dan James W.Brown sebagai dikutif Sardiman AM sebagai berikut: 1) Pray Kats, peranan guru sebagai komunikator, sahabat yang dapat memberikan nasehat, motivator sebagai pemberi inspirasi dan dorongan, pembimbing dalam mengembangkan sikap dan tingkah laku serta nilai-nilai, serta agar peserta didik menguasai bahan yang diajarkan. 2) Havirghurst, peranan guru di sekolah sebagai pegawai dalam hubungan kedinasan sebagai bawahan dan atasan, dan sebagai kolega dalam hubungannya dengan teman sejawat, sebagai mediator dalam hubungannya dengan anak didik dan pengganti orang tua. 3) James W Brown, tugas dan peranan guru antara lain menguasai dan mengembangkan materi pelajaran, merencanakan dan mempersiapkan pelajaran sehari-hari, mengontrol dan mengevaluasi kegiatan siswa. 4) Federasi dan organisasi profesional guru sedunia mengungkapkan bahwa peranan guru di sekolah tidak hanya sebagai transmiter dari ide-ide tetapi juga berperan sebagai transfomer dan katalisator dari nilai sikap (Sardiman AM, 1996:142).
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
59
Dari beberapa pendapat di atas maka secara rinci peranan guru dalam kegiatan belajar mengajar adalah sebagai ; (1) motivator, yakni memberikan dorongan dan anjuran kepada siswa agar secara aktif dan kreatif serta positif berinteraksi dengan lingkungan atau pengalaman baru berupa pelajaran yang ditawarkan kepadanya. Untuk itu guru dengan seni dan ilmu yang dimilikinya dapat merangsang minat dan perhatian siswanya untuk menerima pengalaman baru, (2) fasilitator, yakni upaya guru dalam menciptakan suasana dan penyediaan fasilitas yang memungkinkan dapat berinteraksi secara positif, aktif dan kreatif dalam proses belajar mengajar. Keterlibatan siswa dalam proses belajar mengajar hendaknya dilakukakan secara sukerela, penuh minat dan perhatian, (3) organisasi, yakni upaya guru dalam mengajar, merencanakan, memprogramkan dan mengorganisasikan seluruh kegiatan proses belajar mengajar, di sini guru juga harus bertindak sebagai leader dan manager yang memungkinkan tugas-tugasnya terlaksana sebagaimana mestinya. Sebagai manager, guru saling merencanakan dan juga melaksanakan dan mengendalikan seluruh kegiatan proses belajar mengajar dan diakhiri dengan diakhiri dengan tindakan pengukuran dan penilaian hasil belajar siswa, (4) informator, yakni upaya guru dalam memberikan informasi oleh siswa, baik untuk kepentingan dan kelancaran kegiatan proses belajar mengajar maupun untuk kepentingan masa depan siswa, terutama informasi tentang kelanjutan dan keberlangsungan belajar atau pendidikan siswa, lapangan dan kesempatan kerja yang mungkin dimasuki siswa setelah menyelesaikan studinya dan informasi tentang kehidupan keluarga, masyarakat dan negara, (5) inisiator, yakni sebagai pencetus ide-ide dalam proses belajar mengajar sudah tentu ide itu merupakan ide-ide yang kreatif dapat dicontoh oleh anak didiknya, (6) transmiter, yakni dalam kegiatan belajar mengajar guru juga akan bertindak selaku penyebab kebijaksanaan pendidikan dan pengetahuan, (7) mediator, yakni dapat menjadi penengah dalam kegiatan belajar siswa, misalnya menengah atau menengah jalan keluar kemacetan dalam kegiatan diskusi siswa, (8) evaluator, yakni yakni seorang guru dapat menilai prestasi anak didik dalam bidang akademis maupun tingkah laku sosialnya.Dalam memberikan penilaian terhadap siswa, guru tidak boleh hanya melihat dari kemampuan siswa dalam mengerjakan mata pelajaran yang diujikan, tetapi perlu mempertimbangkan hal-hal yang unik dan kompleks,terutama yang menyangkut perilaku dan values yang ada pada masing-masing mata pelajaran, dan (9) konselor, yakni memberikan bimbingan dan konseling kepada siswa yang mempunyai permasalahan
60
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
baik yang bersifat edukational dan instruksional emosional dan sosial maupun yang bersifat spiritual (H.Abdurrahman, 1993:144). Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat dipahami bahwa tugas guru adalah sesuatu yang luas dan mulia, karena itu guru harus selalu menampakkan keteladanannya sebagai orang yang bertanggung jawab dalam meningkatkan mutu pendidikan, baik ketika mereka berada di sekolah maupun ketika mereka berada di masyarakat. Keteladanan yang diberikan oleh para guru akan membawa` dampak positif bagi peserta didik,sebagaimana dikatakan oleh Al-Ghazali bahwa,tugas dan tanggung jawab guru menduduki posisi terhormat dan mulia. Dengan kehormatan dan kemuliaan yang disandangnya itulah dapat membawa konsekuensi logis bahwa, guru bukan hanya sekedar petugas gajian, tetapi dia sebagai figur yang dapat ditiru dan diharapkan dapat memperlakukan anak didiknya sebagai yang berakal atau sebagai manusia yang memiliki naluri dan perasaan atau seperti ternak yang perlu digembala (Zainuddin dkk, 1991:51). Berdasarkan pendapat Al-Ghazali tersebut dapat dipahami, bahwa pada hakekatnya seorang guru bukan hanya sekedar ilmuan dan pengajar semata,tetapi panutan yang bertanggung jawab terhadap ilmu yang dimiliki di sekolah, maupun kepada masyarakat di mana mereka berada. E. Mutu Pendidikan Jika setiap guru melaksanakan perannya dengan baik dan diiringi dengan sifat-sifat keteladanan yang mulia di sekolah maupun di masyarakat, maka hampir dipastikan guru seperti itu dapat meningkatkan mutu pendidikan. Ada banyak pendapat mengenai kriteria mutu pendidikan,misalnya ; Engkoswara (1986) melihat mutu pendidikan/keberhasilan pendidikan itu dari tiga sisi yaitu; prestasi, suasana, dan ekonomi. Sallis (1995) mengemukakan bahwa ada dua standar utama untuk mengukur mutu pendidikan yaitu; (1) standar hasil dan pelayanan, dan standar customer (Sudarwan Danim, 2003:19). Indikator yang termasuk dalam standar hasil dan pelayanan adalah mencakup spesifikasi pengetahuan, ketetampilan, sikap yang diperoleh anak didik, dan hasil pendidikan itu dapat dimamfaatkan di masyarakat atau di dunia kerja, tingkat kesalahan sangat kecil, bekerja benar dari awal, dan benar untuk pekerjaan berikutnya. Sementara indikator yang termasuk dalam standar kustomer adalah
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
61
mencakup terpenuhuinya kepuasan, harapan, dan pencerahan hidup bagi kustomer itu sendiri. Dalam konsep yang lebih luas, mutu pendidikan mempunyai makna sebagai suatu kadar proses dan hasil pendidikan secara keseluruhan yang ditetapkan sesuai dengan pendekatan dan kriteria tertentu (Mohammad Surya, 2003:25). Mutu pendidikan dari aspek proses adalah suatu keseluruhan aktivitas pelaksanaan pendidikan dalam berbagai dimensi,baik internal maupun eksternal, baik kebijakan maupun operasional, baik edukatif maupun manejerial, baik pada tingkat nasional, institusional, maupun instruksional dan individual, baik pendidikan jalur sekolah maupun pendidikan luar sekolah. Mutu pendidikan dari aspek hasil adalah dapat dilihat dari kualitas yang terjadi dalam diri keseluruhan peserta didik. Salah satu indikatornya adalah kualitas proses belajar mengajar yang berlangsung melalui interaksi antara guru dengan peserta didik khususnya di ruang kelas atau di tempat lainnya. Indikator hasil pendidikan saat ini adalah berupa hasil evaluasi belajar peserta didik yang dinyatakan dalam bentuk “nilai” dalam simbolsimbol kuantitatif maupun kualitatif. Hasil belajar tahap akhir dari suatu program pendidikan tertentu yang dilakukan melalui UAS (Ujian Akhir Sekolah) di tingkat institusional dan UANAS (Ujian Akhir Nasional) di tingkat makro. Hasil UANAS yang harus mencapai sekurang-kurangnya .....dijadikan sebagai indikator mutu pendidikan. Hal ini mengandung makna bahwa derajat tinggi rendahnya nilai UANAS yang dicapai mulai`dari tingkat individual, institusional sampai ke tingkat regional dapat diasumsikan sebagai indikator mutu pendidikan. Dalam konteks yang lain, mutu pendidikan dapat dilihat dari tiga aspek yaitu ; produk, efek, dan dampak. Mutu pendidikan dilihat dari segi “produk” adalah wujud hasil yang dicapai pada akhir satu proses pendidikan, misalnya akhir satu proses instruksional, akhir semester, akhir tahun, dan akhir jenjang pendidikan yang wujudnya dinyatakan dalam suatu ukuran tertentu seperti ; angka, peringkat, atau nilai ujian murni. Mutu pendidikan dilihat dari segi “efek” adalah perubahan yang terjadi pada diri peserta`didik sebagai akibat perolehan produk dari proses pendidikan dari satu periode tertentu, misalnya prestasi dalam bentuk angka adalah relevan dengan pemahamannya, cara berpikirnya, sikapnya, nilainya, maupun kualitas kepribadian lainnya. Sementara mutu pendidikan dilihat dari segi aspek “dampak” adalah perubahan terjadi dalam keseluruhan diri peserta didik sebagai akibat dari pengaruh efek dan
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
62
produk terhadap kondisi lingkungannya baik di dalam keluarga maupun terhadap masyarakat secara keseluruhan,misalnya matematika yang tinggi adalah relevan dengan kejujurannya dalam kehidupan sehari-hari. F. P e n u t u p
1.
2.
3.
4.
Dari uraian di atas, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : Kata “guru” dalam bahasa inggris disebut “teacher” sementara dalam literatur bahasa arab biasa disebut “ustadz”, “mu’allim”,murabbiy, “mursyid”, “mudarris”, dan “muaddib”. Kata-kata tersebut memiliki pengertian berbeda-beda, namun kalau dianalisa secara mendalam, maka ditemukan makna yang sama yaitu seorang yang memiliki profesional dalam suatu bidang keilmuan yang mampu mereka transper kepada peserta didik. Guru mempunyai peranan yang besar dan srategis dalam meningkatkan mutu pendidikan, maka idealnya setiap guru memiliki syarat-syarat dan kompetensi yang memadai menurut teori-teori keguruan. Pekerjaan guru adalah sesuatu yang sangat mulia, karena itu dalam melaksanakan perannya harus selalu menampakan sikap profesi dan kompetensinya, serta keteladanannya di mana pun mereka berada. Mutu pendidikan adalah ketercapaian prestasi memuaskan bagi peserta didik dalam aspek pengetahuan, keterampilan, dan kualitas kepribadian setelah mereka mengikuti proses belajar di sekolah.
Daftar Rujukan Abdurrahman H. 1999. Pengelolaan Pengajaran. Cet.IV, Ujung Pandang: Bintang Selatan. Al-Asfahami, Al-Raghib. T.th. Mu’jam Mufradat Alfadz Al-Qur’an, Dar al-Kutub al-Arabi. Baharuddin. 2001. Membangun Paradigma Psikologi Islami (Studi Tentang Elemen Psikologi dari Al-Qur’an), Disertasi. Yogyakarta : IAIN Sunan Kalijaga. Danim, Sudarwan. 2003. Agenda Pembaharuan Sistem Pendidikan. Cet.I, Yogyakarta : Pustaka. Daradjat, Zakiah. 1988. Islam dan Kesehatan Mental. Jakarta : CV.Mas Agung.
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012
63
Jalal, Abdul Al-Fatah. 1977. Min al-Ushul al-Tarbiyah Fil al-Islam. Dar al-Kutub. Gulo, W. 2004. Strategi Belajar Mengajar. Cet.II, Jakarta: PT.Gramedia Widiasarana. Kunandar. 2007. Guru Profesional Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru. Cet.VI, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. Muhibbinsyah, 2010. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Cet.XIV, Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Muhaimin. 2000. Pengembangan Pendidikan Islam, Menggagas Format Pendidikan Islam Masa Depan. Cet. II, Yogyakarta : Pusat Studi Agama, Politik dan Masyarakat. Prawiroatmodjo, P Denda Surono. 1087. Pembinaan Kompetensi Mengajar. Jakarta: IKIP Jakarta. Purnomo, 2007. Kompetensi Guru, http://www.sabda org/Pepak/Promo, 11 Desember. Parrin. Student Teaching Final Education Report Cooperating Teacher. http://www.member tripot com. Rusman. 2008. Manajemen Kurikulum. Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada.. Shihab, M.Quraisy. 2000. Tafsir Al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’a., Jilid I, Jakarta: Lentera Hati. Sukmadinata. 2000. Kompetensi Dasar Mengajar Guru, Jakarta: Rineka Cipta. Suhertian, A.Piet. 1990. Supervisi Pendidikan dalam Rangka Program Inservice Education, Jakarta: Rineka Cipta. Sardiman, AM. 2004. Interaksi dan Motivasi Mengajar. Cet.XIV, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada. -------. 1996. Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar. Cet.VI, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada. Surya, Mohammad. 2003. Percikan Perjuangan Guru. Cet.I, Semarang: CV.Aneka Ilmu. UUD dan Peraturan Pemerintah RI, Tentang Pendidikan, Jakarta: Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Depag, 2006. Yunus, Mahmud, 2010. Kamus Arab – Indonesia,.Jakarta: PT.Mahmud Yunus Wadzurriyah. Zainuddin dkk. 1991. Seluk Beluk Pendidikan Menurut Al-Ghazali. Cet.I, Jakarta : Bumi Aksara.
64
Volume 14, Nomor 1, Januari 2012