Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 23 Januari 2016
PENERAPAN PRODUCT SERVICE SYSTEM (PSS) PADA PENGEMBANGAN MODEL BISNIS PRINTER TIGA DIMENSI (3D) Ivan Eliata Kusuma1), Dyah Santhi Dewi2), dan I Ketut Gunarta3) 1) Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Kampus ITS Sukolilo, Surabaya, 60111, Indonesia e-mail:
[email protected] 2) Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember 3) Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
ABSTRAK Printer Tiga Dimensi (3D) merupakan teknologi Additive Manufacturing (AM), yang saat ini banyak digunakan dunia industri untuk pembuatan prototype dan produk jadi dalam jumlah kecil. Dengan berbagai kelebihan yang dimiliki oleh Printer 3D, diprediksi bahwa pasar Printer 3D akan terus meningkat, termasuk di Indonesia (Wohler, 2013). Potensi peningkatan pasar, sedikitnya referensi model bisnis, dan pentingnya konsep PSS dalam pengembangan model bisnis, menjadi motivasi dalam penelitian ini. Product Service System (PSS) merupakan konsep value creation yang memadukan antara produk (Tangible) dan service (Intangible) sehingga mampu memenuhi keinginan dan kebutuhan konsumen. Dengan menerapkan PSS, konsumen dapat memenuhi semua keinginannya lebih banyak, dibandingkan sekedar memanfaatkan produk dengan fungsi tertentu. Selain itu, akan memberikan keuntungan bagi perusahaan, diantaranya mampu mempererat hubungan dengan konsumen dan memicu perusahaan untuk menciptakan value baru dalam sebuah aktifitas bisnis. Dalam penelitian ini dilakukan beberapa tahapan proses antara lain studi literatur, wawancara, survei, penentuan segmen pasar, penyebaran kuesioner untuk menjaring Voice of Customer (VOC), menterjemahkan VOC ke teknikal respon, pembuatan alternatif model bisnis, pemilihan alternatif model bisnis, dan analisa kelayakan bisnis. Penelitian ini menghasilkan model bisnis product oriented untuk segmen pasar pembuat maket. Kata kunci: Product Service System (PSS), Model Bisnis, Printer Tiga Dimensi (3D) PENDAHULUAN Latar Belakang Pertengahan tahun 1980’an Printer 3D mulai dikembangkan, bersamaan dengan berkembangnya teknologi komputer dan sistem kontrol (Hopkins et al., 2006). Saat ini Printer 3D banyak digunakan dalam dunia industri manufaktur untuk pembuatan prorotype, produk jadi dalam jumlah kecil, customized product, produk-produk bernilai tinggi seperti komponen pesawat terbang dan alat-alat yang berkaitan dengan dunia kesehatan (Berman, 2012; Hopkins et al., 2006). Printer 3D memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan teknologi manufaktur terdahulunya, seperti Injection Molding dan Computer Numerical Controler (CNC). Keunggulan yang didapat adalah penghematan biaya produksi, penghematan energi, dan pengurangan emisi gas CO2. Gebler et al., (2014) dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa penggunaan Printer 3D berpotensi untuk penghematan biaya produksi sebanyak US$ 170-593 milyar, penghematan energi sebanyak 2,54-9,30 Exa ISBN : 978-602-70604-3-2 1
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 23 Januari 2016
joul (Ej), dan pengurangan emisi gas CO2 sebanyak 130,5-525,5 Megaton (Mt) terhitung jika ini digunakan sampai tahun 2025. Pasar Printer 3D diprediksi akan bertumbuh dengan cepat, termasuk di Indonesia (Wohlers, 2013). Pertumbuhan pasar Printer 3D di Indonesia ditandai dengan mulai banyaknya distributor dan penyedia jasa pembuatan produk custom serta prototype dengan menggunakan Printer 3D. Kondisi pertumbuhan pasar dan minimnya model bisnis Printer 3D di Indonesia menjadi motivasi dalam penelitian. Justru dengan meningkatnya pasar akan meningkatkan persaingan bisnis, dengan meningkatnya persaingan bisnis dibutuhkan sebuah model bisnis yang mampu berkelanjutan. Untuk itu dibutuhkan sebuah konsep khusus dalam pengembangan model bisnis. Product Service System (PSS) secara umum dikenal sebagai konsep value creation yang memadukan antara produk (Tangible) dan service (Intangible), dimana perpaduan antara produk dan service ini akan didesain sedemikian rupa sehingga mampu memberikan nilai tambah, mampu memenuhi kebutuhan serta keinginan konsumen secara spesifik. Penelitian ini akan berfokus pada penerapan konsep PSS dalam pengembangan model bisnis Printer 3D. Dimana PSS akan menjadi strategi utama dalam proses pengembangan model bisnis, sehingga dapat menciptakan value baru yang kreatif dan inovatif, sehingga model bisnis tersebut dapat berkelanjutan khsusnya dalam aspek finansial. Perumusan Masalah Berdasarkan penjelasan dalam latar belakang masalah di atas, perumusan masalah yang menjadi obyek kajian dalam penelitian ini adalah bagaimana mengembangkan model bisnis berbasis teknologi Printer 3D dengan pendekatan PSS, sehingga model bisnis tersebut dapat berjalan dengan baik, mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen, serta dapat berkelanjutan dalam aspek finansial. Tujuan Penelitian
1. 2.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah: Mengembangkan model bisnis berbasis teknologi Printer 3D dengan konsep PSS. Melakukan analisa kelayakan bisnis terhadap model bisnis.
Printer Tiga Dimensi (3D) Teknologi Printer 3D dalam dunia manufaktur dikenal dengan nama Additive Manufacturing (AM). Dimana dengan teknologi ini dapat dengan mudah menghasilkan model 3 dimensi sesuai dengan keinginan. Disebut dengan istilah Additive Manufacturing karena proses untuk menghasilkan benda 3 dimensi dilakukan dengan cara menambahkan material atau menyatukan material lapis demi lapis sehingga menjadi benda 3 dimensi sesuai dengan data digital yang telah dibuat (Data dari sofware Computer Aided Design) (Gebler et al., 2014). Jenis material yang dapat dipergunakan sebagai bahan untuk menghasilkan benda 3 dimensi meliputi plastik, alumunium, baja, titanium, dan keramik. Beberapa proses yang umum diterapkan dalam teknologi Printer 3D adalah Stereolithography (SLA), Selective Laser Sintering (SLS), Digital Light Processing (DLP), Fused Deposition Modelling (FDM), Selective Laser Melting (SLM), dan Electron Beam Melting (EBM) (Gebler et al., 2014).
ISBN : 978-602-70604-3-2 2
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 23 Januari 2016
Product Service System (PSS) Product Service System (PSS) secara umum dikenal sebagai konsep value creation yang memadukan antara produk (Tangible) dan service (Intangible), dimana perpaduan antara produk dan service ini akan didesain sedemikian rupa sehingga mampu memberikan nilai tambah, mampu memenuhi kebutuhan serta keinginan konsumen secara spesifik. Berikut ini adalah definisi PSS menurut beberapa penilitian yang telah dilakukan oleh beberapa peniliti sebelumnya: A Product Service system (PS system or product service combination) is a marketable set of products and services, jointly capable of fulfilling a client's need (Goedkoop et al, 1999) A system of products, services, supporting networks and infrastructure that is designed to be: competitive, satisfy customer needs and have a lower environmental impact than traditional business models (Mont, 2002) Ide utama PSS adalah bagaimana konsumen tidak dihadapkan secara langsung pada produk-produk, tetapi bagaimana konsumen memperoleh semua kebutuhan dan keinginannya melalui service yang disediakan. Dengan memanfaatkan service, konsumen dapat memenuhi semua keinginannya lebih banyak, dibandingkan hanya sekedar memanfaatkan produkproduk dengan fungsi tertentu. Inilah yang membedakan konsep tradisional dengan PSS. Dimana konsep tradisional hanya berorientasi pada produk dan bagaimana menjual produk tersebut. Kategori Product Service System (PSS) Tukker (2004) dalam penelitiannya membagi PSS ke dalam tiga kategori utama, yaitu: 1. Product oriented: penjualan produk dimana pelanggan akan membeli sebuah produk dan memiliki 100% kepemilikan atas produk yang sudah dibelinya. Sementara perusahaan menawarkan dan mengenakan biaya atas layanan service yang terkait dengan produk tersebut. 2. Use oriented: untuk kategori ini, kepemilikan produk 100% dipegang oleh perusahaan, dimana perusahaan tidak menjual produk secara langsung kepada konsumen tetapi menjual ‘penggunaan produk’ atau ‘fungsi’ produk tersebut melalui sistem leasing, sharing, atau renting. 3. Result oriented: perusahaan menjual ‘hasil’ atau ‘kompetensi’ mereka. Dalam kasus ini, perusahaan menawarkan berbagai macam service dimana ‘hasil’ yang akan diberikan kepada konsumen tersebut dapat diwujudkan melalui bantuan produk-produk yang mereka miliki. Kepemilikan produk 100% dipegang oleh perusahaan penyedia service. Konsumen tidak perlu lagi melakukan leasing, sharing, ataupun renting, tetapi cukup memanfaatkan kompetensi dari perusahaan sehingga kebutuhan dan keinginan konsumen dapat terpenuhi. METODE Ada beberapa tahapan proses yang harus dilakukan dalam penelitian ini. Secara terperinci tahapan proses yang harus dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Survei dan wawancara awal untuk mengetahui kondisi dan model bisnis Printer 3D di Surabaya saat ini. 2. Studi literatur untuk mengetahui gambaran keseluruhan kondisi Industri Kreatif Indonesia. ISBN : 978-602-70604-3-2 3
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 23 Januari 2016
3. Segmentasi pasar. 4. Pengumpulan Voice of Customer (VOC) dengan kuesioner dan menterjemahkan ke terknikal respon. 5. Pembuatan alternatif model bisnis dengan konsep PSS. 6. Pemilihan alternatif model bisnis yang sesuai dengan segmen pasar. 7. Pendefinisian proses bisnis dan komponen biaya untuk setiap model bisnis. 8. Analisa kelayakan bisnis. HASIL DAN PEMBAHASAN Langkah awal dalam pengembangan model bisnis ini adalah dengan melakukan survei dan wawancara untuk mencari informasi tentang kondisi dan model bisnis berbasis Printer 3D yang ada. Survei dan wawancara dilakukan pada lima perusahaan di Surabaya. Selanjutnya adalah dengan melakukan studi literatur untuk mengetahui gambaran keseluruhan mengenai kondisi Industri Kreatif Indonesia. Tujuan studi literatur ini adalah untuk mengetahui peluang pengembangan model bisnis Printer 3D, terutama kondisi pasar yang berpotensi untuk memanfaatkan teknologi Printer 3D. Dalam buku Rencana Pengembangan Ekonomi Kreatif Indonesia 2009-2015, Industri Kreatif Indonesia dibagi kedalam 14 sub-sektor meliputi Periklanan; Arsitektur; Pasar barang seni; Kerajinan; Desain; Fashion; Video, film & fotografi; Permainan interaktif; Musik; Seni pertunjukan; Penerbitan & percetakan; Layanan komputer & piranti lunak; Televisi & radio; Riset & pengembangan. Setelah peluang pengembangan model bisnis didapatkan, langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah dengan melakukan proses segmentasi pasar. Manfaat segmentasi pasar adalah untuk mempertahankan dan meningkatkan tingkat penjualan dan yang lebih penting lagi agar operasi perusahaan dalam jangka panjang dapat berkelanjutan dan kompetitif. Dalam penelitian ini segmen pasar yang dipilih ada segmen pasar pembuat maket (Sub-sektor arsitek). Segmen pasar telah ditentukan, selajutnya adalah pengumpulan VOC dengan kuesioner. Kuesioner ini akan dibagikan pada 30 responden untuk segmen pasar pembuat maket. Tujuan dari pengumpulan VOC adalah supaya dapat mengetahui seluruh kebutuhan dan keinginan konsumen terkait model bisnis Printer 3D. Setelah seluruh VOC didapatkan, langkah yang perlu dilakukan adalah menterjemahkannya kedalam teknikal respon perusahaan. Tujuan proses ini adalah untuk menjawab semua kebutuhan dan keinginan konsumen, sehingga konsumen merasa puas terhadap produk dan service yang diberikan. Pembuatan alternatif model bisnis dengan konsep PSS Sesuai dengan pembagian tipe PSS menurut Tukker, alternatif model bisnis yang dapat dibuat adalah model bisnis yang bersifat product oriented, model bisnis yang bersifat use oriented, dan model bisnis yang bersifat result oriented. Untuk model bisnis yang bersifat product oriented adalah bagaimana sebuah perusahaan dapat menyediakan Printer 3D yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen yang disertai dengan service tambahan yang diberikan kepada konsumen. Dalam hal ini, value yang dapat diberikan kepada konsumen adalah dengan menjadi penyedia (Menjual) Printer 3D. Untuk model bisnis yang bersifat use oriented adalah bagaimana perusahaan dapat memberikan manfaat dan fungsi dari Printer 3D kepada konsumen, tanpa konsumen harus membeli Printer 3D. Dalam hal ini, value yang yang dapat diberikan kepada konsumen adalah dengan layanan persewaan Printer 3D. ISBN : 978-602-70604-3-2 4
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 23 Januari 2016
Sedangkan untuk model bisnis yang bersifat result oriented adalah bagaimana perusahaan dapat memberikan manfaat dan fungsi dari Printer 3D kepada konsumen, tanpa konsumen harus memiliki atau bahkan menggunakan Printer 3D secara langsung. Dalam hal ini, value yang dapat diberikan kepada konsumen adalah jasa pembuatan produk dengan menggunakan Printer 3D. Pemilihan alternatif model bisnis yang sesuai dengan segmen pasar Untuk memilih tiga alternatif model bisnis diatas, digunakan analisa biaya produksi. Analisa biaya produksi ini digunakan untuk mengetahui alternatif model bisnis mana yang memberikan biaya terkecil dari sudut pandang konsumen. Konsumen dalam hal ini adalah para pembuat maket yang membutuhkan manfaat dan fungsi dari Printer 3D. Dalam melakukan analisa biaya produksi ini dibutuhkan informasi mengenai rata-rata jumlah pembuatan maket per bulan untuk para setiap pembuat maket. Informasi ini didapatkan dari kuesioner yang telah dibagikan kepada para pembuat maket, sebanyak 30 responden. Setelah informasi ini didapatkan, langkah selanjutnya adalah mendefinisikan biaya material, biaya listrik, biaya tenaga kerja, biaya investasi untuk pembelian Printer 3D, biaya perawatan, depresiasi alat, biaya sewa, biaya jasa untuk proses printing 3D, dan beberapa komponen biaya lain yang diasumsikan. Contoh perhitungan biaya produksi untuk pembuatan maket dengan menggunakan Printer 3D milik sendiri (Product oriented), dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1. Perhitungan Biaya Produksi untuk Pembuatan Maket dengan Menggunakan Printer 3D Milik Sendiri - Product Oriented (Dalam Rupiah)
Res.
1. 2. 3. 4. 5.
Total Biaya material dan listrik per bulan 600.546,70 400.364,47 3.603.280,2 50.045.558 800.728,93
Biaya investasi per bulan
Total biaya perawatan per bulan
Biaya depresiasi alat
Biaya operator per bulan
1.013.819,71 1.013.819,71 1.013.819,71 1.013.819,71 1.013.819,71
300.000 300.000 300.000 300.000 300.000
416.666,6 416.666,6 416.666,6 416.666,6 416.666,6
2.710.000 2.710.000 2.710.000 2.710.000 2.710.000
Total biaya produksi dengan alat sendiri per bulan 5.041.033,08 4.840.850,85 8.043.766,58 54.486.044,71 5.241.215,31
Contoh perhitungan biaya produksi untuk pembuatan maket dengan menyewa Printer 3D (Use oriented), dapat dilihat pada Tabel 2 berikut ini. Tabel 2. Perhitungan Biaya Produksi untuk Pembuatan Maket dengan Menyewa Printer 3D - Use Oriented (Dalam Rupiah) Res. 1. 2. 3. 4. 5.
Total biaya sewa alat per bulan 2.500.000 2.500.000 2.500.000 2.500.000 2.500.000
Total Biaya material dan listrik per bulan 600.546,70 400.364,47 3.603.280,20 50.045.558,3 800.728,93
ISBN : 978-602-70604-3-2 5
Biaya operator per bulan 2.710.000 2.710.000 2.710.000 2.710.000 2.710.000
Total biaya pembuatan dengan sewa alat per bulan 5.810.546,70 5.610.364,47 8.813.280,20 55.255.558,33 6.010.728,93
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 23 Januari 2016
Contoh perhitungan biaya produksi untuk pembuatan maket dengan menjasakan ke pihak lain (Result oriented), dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Perhitungan Biaya Produksi untuk Pembuatan Maket dengan Menjasakan ke Pihak Lain - Result Oriented (Dalam Rupiah) Res. 1. 2. 3. 4. 5.
Berat material per maket (Gram) 3766,67 1255,56 16950,00 9809,03 627,78
Jumlah pembuatan per bulan 0,25 0,5 0,33 8 2
Biaya jasa per gram 7.500 7.500 7.500 7.500 7.500
Total biaya jasa per bulan
Biaya jasa per maket 28.250.000 9.416.666,67 127.125.000 73.567.708,33 4.708.333,33
7.062.500 4.708.333,33 42.375.000 588.541.666,67 9.416.666,67
Pendefinisian proses bisnis dan komponen biaya untuk setiap model bisnis Setelah model bisnis ditentukan, tahapan selajutnya adalah dengan mendefinisikan proses bisnis dari kedua model bisnis tersebut. Pendefinisian proses bisnis ini dilakukan untuk mengetahui keseluruhan aktivitas yang akan dilakukan dalam sebuah model bisnis. Aktivitas ini meliputi dari penerimaan order hingga penyampaian value kepada konsumen. Value dalam hal ini merupakan gabungan antara produk dan service. Setelah proses bisnis didefinisikan, tahapan selanjutnya adalah dengan mendefinisikan semua komponen dan besarnya biaya terkait dengan model bisnis yang akan dijalankan. Semua komponen dan besarnya tersebut didefinisikan berdasarkan model bisnis yang telah ditentukan, seluruh VOC yang telah diterjemahkan kedalam teknikal respon perusahaan, dan asumsi. Analisa kelayakan bisnis Tahapan terakhir adalah dengan melakukan analisa kelayakan usaha untuk model bisnis yang telah dipilih. Dalam analisa kelayakan bisnis ini, dilakukan perhitungan proyeksi laba rugi, perhitungan proyeksi Free Cash Flow (FCF), perhitungan Internal Rate of Return (IRR), Weighted Average Cost of Capital (WACC), dan Net Present Value (NPV) untuk jangka waktu 10 tahun kedepan. Contoh perhitungan laba rugi untuk model bisnis menjual Printer 3D dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini: Tabel 4. Contoh Perhitungan Laba Rugi Model Bisnis Menjual Printer 3D – Product Oriented 2016 (Rp) Laba usaha 21.883.400 Beban bunga (11.5%) 48.300.000 Laba sebelum pajak -26.416.600 Pajak penghasilan (30%) -7.924.980 Laba bersih perusahaan -18.491.620
ISBN : 978-602-70604-3-2 6
2017 (Rp) 101.263.400 38.640.000 62.623.400 18.787.020 43.836.380
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 23 Januari 2016
Contoh perhitungan Free Cash Flow, nilai IRR, WACC, dan NPV untuk model bisnis menjual Printer 3D dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini: Tabel 5. Contoh Perhitungan Free Cash Flow Model Bisnis Menjual Printer 3D Product Oriented Free cash flow Net profit Depresiasi mobil Depresiasi gedung Bunga*1-pajak Terminal value Initial cost Perubahan modal kerja
IRR WACC NPV
2016 (Rp) -18.491.620 4.000.000 0 33.810.000 0 Total in flow 19.318.380 600.000.000 0 Total out flow 600.000.000 Net cash flow -580.681.620
2017 (Rp) 43.836.380 4.000.000 0 27.048.000 0 74.884.380 0 0 0 74.884.380
43% 10,75% Rp 2.590.501.431
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil pengembangan model bisnis Printer 3D dengan penerapan PSS, dapat diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Dalam penelitian ini telah dikembangkan tiga alternatif model bisnis, antara lain model bisnis penyedia (Menjual) Printer 3D (Product oriented), model bisnis persewaan Printer 3D (Use oriented), dan model bisnis jasa pembuatan produk menggunakan Printer 3D (Result oriented). Dari hasil analisa biaya produksi, model bisnis yang paling sesuai untuk segmen pasar pembuat maket adalah model bisnis penyedia (Menjual) Printer 3D (Product oriented). Karena memiliki biaya terkecil dari sudut pandang konsumen, dalam hal ini adalah para pembuat maket. 2. Berdasarkan indikator finansial yang digunakan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa model bisnis tersebut layak untuk dijalankan dan menguntungkan, serta diharapkan dapat berkelanjutan (Sustainable) secara finansial. Hal ini dapat dilihat dari nilai IRR dan NPV untuk masing-masing model bisnis yang telah dikembangkan. Dimana nilai IRR > WACC dan nilai NPV > 0. Saran Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat diberikan beberapa saran untuk pengembangan penelitian selanjutnya. Berikut ini adalah beberapa saran yang dapat diberikan: 1. Keberlanjutan (Sustainability) mencakup aspek finansial, lingkungan, dan sosial. Dalam penelitian ini, aspek keberlanjutan (Sustainability) yang dijadikan indikator hanya aspek ISBN : 978-602-70604-3-2 7
Prosiding Seminar Nasional Manajemen Teknologi XXIV Program Studi MMT-ITS, Surabaya 23 Januari 2016
finansial saja. Untuk penelitian selanjutnya, alangkah baiknya jika aspek lingkungan juga disertakan sebagai indikator tambahan. Sehingga hasil penerapan PSS dalam pengembangan model bisnis akan lebih maksimal. Dengan demikian model bisnis yang dihasilkan tidak hanya profit oriented, tetapi juga ramah lingkungan. 2. Dalam penelitian ini, segmen pasar yang menjadi target penelitian adalah sub-sektor arsitek (Pembuat maket). Untuk pengembangan penelitian selanjutnya, dapat memanfaatkan sub-sektor industri kreatif yang lain seperti sub-sektor kerajinan, sub-sektor desain, sub-sektor perfilman, dan sub-sektor fashion yang sangat berpotensi untuk memanfaatkan teknologi Printer 3D. DAFTAR PUSTAKA Gebler, M., Anton, J.M., Uiterkamp, S., dan Visser, C. (2014). A global sustainability perspective on 3D printing technologies. Energy Policy, Vol.74, p.158-167. Goedkoop, M et al. (1999). Product Service-Systems, ecological and economic basics. Report for Dutch Ministries of Environment (VROM) and Economic Affairs (EZ). Gunarta, I.K. (2013). Penilaian Usaha, Konsep Dasar dan Implementasi. Jurusan Teknik Industri, 2013. Hopkinson, N., Hague, R.J.M., dan Dickens, P.M. (2006). Rapid Manufacturing. An industrial Revolution for the Digital Age. John Wiley and Sons Ltd., Chischester, West Sussex.UK. Reim, W., Parida, V., dan Ortqvist, D. (2014). Product-Service Systems (PSS) business models and tactics – a systematic literature review. Journal of Cleaner Production, Vol.30, p.1-15. Tischner, U. dan Vezzoli, C. (2009). Product-Service Systems: Tools and Cases, Design for Sustainability (D4S): A Step-By-Step Approach. Tukker, A. (2004). Eight types of product-service system: eight ways to sustainability? experiences from SusProNet. Tukker, A. dan Tischner, U. (2006). New Business for Old Europe, Greenleaf Publishing. United Nations Environment Programme (UNEP). The role of Product Service Systems In a sustainable society. Vezzoli, C., Kohtala, C., Srinivasan, A., Diehl, J.C., Fusakul, S.M., Xin, L., dan Sateesh, D. (2014). Learning Network on Sustainability (LeNS): Product-Service System Design for Sustainability. Wohlers. (2013). Wohlers Report 2013 — Additive Manufacturing and 3D Printing State of Industry Annual Worldwide Progress Report. Wohlers Associates, Fort Collins, CO, USA.
ISBN : 978-602-70604-3-2 8