Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014
Penerapan Penilaian Autentik Sebagai Upaya Memotivasi Belajar Peserta Didik Neneng Kusmijati SMP Negeri 2 Purwokerto Jl. Gereja No.20 Purwokerto Email:
[email protected] ABSTRAK Upaya mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas diantaranya dapat dinilai dari hasil belajar peserta didik.Salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhihasil belajar peserta didik adalah motivasi belajar.Adanya motivasi belajar yang kuat membuat peserta didik belajar dengan tekun dan pada akhirnya terwujud dalam hasil belajar.Berbagai upaya dilakukan oleh guru dalam upaya memotivasi belajar peserta didik, salah satu diantaranya adalah dengan melakukan penilaian hasil belajar.Akan tetapi pengertian dan cara mengukur hasil belajar yang valid dan reliabel, masih menjadi bahan perbincangan yang belum berkesudahan. Oleh karena itu berbagai teknik dan bentuk penilaian dibuat untuk memperolehhasil belajar peserta didik yang dapat dipertanggungjawabkan serta benar-benar dapatmenggambarkan kemampuan peserta didik secara utuh.Makalah ini membahas tentang pengertiandan teknik mengukur mutu pembelajaran.Makalah ini merupakan penelitian kepustakaan, dan sifat penelitiannya adalah deskriptif-analisis.Adapun pendekatan yang digunakan adalah pendekatan filosofis dan pedagogis.Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder, sedangkan pengumpulan datanya menggunakan metode dokumentasi.Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis).Hasil analisis didapatkan simpulan bahwa penilaian autentik dapat dipakai oleh guru dalam memotivasi belajar peserta didik.Hasil penilaian autentik akan menstimulasi tindakan siswa. Dengan merencanakan secara sistematik sejak pretes sampai ke postes, guru dapat membangkitkan motivasipeserta didik untuk tekun belajar secara kontinu. Kata-kata kunci: penilaian autentik, motivasi belajar.
PENDAHULUAN Salah satu tugas guru selain menyusun program pembelajaran dan meng-implementasikannya di dalam kelasadalah melakukan penilaian.Penilaian sebagai proses pengumpulan informasi tentang peserta didik tidak dapat dipisahkan keberadaannya dengan pembelajaran. Perubahan elemen standar isi pada Kurikulum 2013 membuat guru yang selama ini menggunakan penilaian tradisional harus mengubah penilaiannya yaitu menjadi penilaian autentik berdasarkan tuntutan kurikulum. Penilaian autentik pada kurikulum 2013 yaitu seperti yang dinyatakan Mulyasa (2013: 66) dari yang berfokus pada pengetahuan melalui penilaian output menjadi berbasis kemampuan melalui penilaian proses, portofolio dan penilaian output secara utuh dan menyeluruh. Penilaian autentik meskipun sesuai untuk menilai kemampuan peserta didik terutama pada aspek keterampilanya, tetapi belum semua guru paham tentang carapelaksanaan penilaian autentik, sehingga menyebabkan peserta didik kurang termotivasi untuk belajar.Kesulitan yang paling banyak dikeluhkan oleh para guru adalah mengenai pemahaman tentang Kompetensi Inti (KI) dan Kompetensi Dasar (KD). Guru kesulitan bagaimana cara mengajarnya dan melakukan penilaian. Pengertian penilaian autentik guru hanya sekedar mengerti, tetapi untuk menerapkannya dan menyesuaikan dengan tuntutan kurikulum 2013 masih terdapat kerancuan.Selain itu, buku yang tersedia belum cukup memadai untuk memahamkan guru tentang penerapan penilaian autentik. Selain guru berperan dalam penilaian ternyata penilaian memiliki manfaat pula untuk guru.Hal ini sesuai dengan pernyataan Havnes (2008: 11) yaitu ketika guru menilai pekerjaan serta kemajuan siswa, guru juga dapat melihat seberapa sukses dalam mengajar.Penilaian dalam pembelajaran tidak selalu menggunakan penilaian bentuk tes untuk mengukur ketercapaian siswa.Phopam (2008: 6) mengumpulkan informasi tentang siswa dapat dilakukan dengan penilaian formal dan penilaian informal untuk memberikan informasi lebih akurat tentang keterampilan serta sikap siswa. Guru juga harus dapat menetapkan apa yang dapat diperoleh atau dicapai dari proses pembelajaran yang telah diselenggarakan. Selanjutnya guru harus dapat menetapkan apakah program yang direncanakan dapat terlaksana sesuai harapan, dalam arti bahwa kompetensi yang dikembangkan pada diri peserta didik sesuai dengan harapan.Semua ini dapat diketahui dan terjawab, jika guru melakukan asesmen dan evaluasi dengan baik.
55
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014 Johnson (2002) berpendapat bahwa asesmen dapat dilakukan tanpa evaluasi, tetapi evaluasi tidak dapat dilakukan tanpa asesmen.Asesmen sangat berperan dalam menentukan arah pembelajaran dan kualitas pendidikan. Menurut Atkin, Black, & Coffey (2001) bahwa ada beberapa prioritas dalam pembaharuan pendidikan, seperti:(1) inkuiri saintifik dalam isi dan pendekatan pembelajaran, (2) asesmen untuk memperbaiki proses pembelajaran, (3) peran teknologi dalam kurikulum, (4) pemilihan dan identifikasi materi pembelajaran yang efektif sesuai dengan standar yang ditetapkan, dan (5) mengembangkan program pendidikan yang koheren untuk semua jenjang pendidikan. Pendapat tersebut menunjukkan bahwa untuk saat ini dibutuhkan asesmen yang dapat memperbaiki proses pembelajaran.
TUJUAN Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut di atas, maka makalah ini disusun untuk mengetahui bagaimana penerapan penilaian autentik dalam upaya memotivasi belajar peserta didik.
METODE A. Jenis dan Sifat Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library research). Sukmadinata (2009: 52), menjelaskan penelitian kepustakaan adalah serangkaian penelitian yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka atau penelitian yang dilakukan di perpustakaan yang objek penelitiannya digali melalui beragam informasi kepustakaan (buku, ensiklopedi, jurnal ilmiah, koran, majalah, dan dokumen). Adapun sifat penelitian ini adalah deskriptif-analisis yaitu penguraian secara teratur seluruh konsep, kemudian pemberian pemahaman dan penjelasan secukupnya atas hasil deskripsinya. B. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan filosofis dan pedagogis.Katsoff (2003:4), menjelaskan pendekatan filosofis adalah merupakan suatu analisis secara hati-hati mengenai penalaran-penalaran suatu masalah dan penyusunan secara sengaja dan sistematis atas suatu sudut pandang yang menjadi dasar suatu tindakan. Sedangkan yang dimaksud dengan pendekatan pedagogis yaitu mencoba menjelaskan lebih rinci konsep yang ada dengan menggunakan teori pendidikan yakni menganalisis lebih dalam penerapan penilaian autentik dalam upaya memotivasi belajar peserta didik. C. Sumber Data Dalam penelitian ini menggunakan sumber data sekunder, yaitu semua hal yang berkaitan dengan penelitian ini baik berupa buku, artikel di surat kabar, majalah, website dan blog di internet yang berupa jurnal. D. Metode Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data, penelitian ini menggunakan metode dokumentasi.Metode dokumentasi menurut Arikunto (1988:236), merupakan metode untuk memperoleh data-data yang dibutuhkan, yaitu berupa sumber data dari beberapa literatur yang erat kaitannya dengan tema yang dibahas. E. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi (content analysis). Menurut Suryabrata (1983: 94), analisis isi adalah suatu teknik untuk menarik kesimpulan melalui usaha menemukan karakteristik pesan dan dilakukan secara objektif dan sistematis. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penilaian Autentik (Authentic Assesment) Salah satu elemen perubahan yang ada pada kurikulum 2013 adalah penilaian autentik (authentic).Penilaian autentik digunakan pada pembelajaran dengan pendekatan saintifik (scientific) memiliki karakteristik sebagai berikut: 1. Penilaian berbasis kompetensi. 2. Pergeseran dari penilaian melalui tes (mengukur kompetensi pengetahuan berdasarkan hasil saja), menuju penilaian autentik (mengukur kompetensi sikap, keterampilan, dan pengetahuan berdasarkan proses dan hasil). 3. Memperkuat PAP (Penilaian Acuan Patokan) yaitu pencapaian hasil belajar didasarkan pada posisi skor yang diperolehnya terhadap skor maksimal. 4. Penilaian tidak hanya pada level Kompetensi Dasar, tetapi juga Kompetensi Inti dan Standar Kompetensi Lulusan. 5. Mendorong pemanfaatan portofolio yang dibuat siswa sebagai instrumen utama penilaian. 56
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014 Penilaian autentik adalah pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan.Istilah penilaian merupakan sinonim dari penilaian, pengukuran, pengujian, atau evaluasi.Istilah autentik merupakan sinonim dari asli, nyata, valid, atau reliabel.Penilaian autentik terdiri dari berbagai teknik penilaian.Pertama, pengukuran langsung keterampilan peserta didik yang berhubungan dengan hasil jangka panjang pendidikan seperti kesuksesan di tempat kerja.Kedua, penilaian atas tugas-tugas yang memerlukan keterlibatan yang luas dan kinerja yang kompleks. Ketiga, analisis proses yang digunakan untuk menghasilkan respon peserta didik atas perolehan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang ada. Ada beragam alat penilaian autentik yang ditujukan untuk meningkatkan dan membuat belajar menjadi lebih relevan yaitu: (1) bermain peran dan drama; (2) peta konsep; (3) portofolio; (4) jurnal refeksi; (5) memanfaatkan sumber informasi; (6) kerja kelompok yang setiap anggotanya menberikan kontribusi desain dan membangun model (Aitken dan Pungur, 1996). Penilaian autentik menyediakan pengukuran untuk pertumbuhan akademik siswa sepanjang waktu dan dapat menangkap kedalaman dan pemahaman belajar siswa yang sebenarnya.Penilaian autentik tidak lagi menggunakan alat-alat dan tugas-tugas tradisional, tetapi memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengekspresikan kemampuan dan pencapaiannya. Untuk bisa melaksanakan penilaian autentik, guru harus memenuhi kriteria tertentu seperti disajikan berikut ini: 1. Mengetahui cara menilai kekuatan dan kelemahan peserta didik serta desain pembelajaran. 2. Mengetahui cara membimbing peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan mereka sebelumnya dengan cara mengajukan pertanyaan dan menyediakan sumberdaya memadai bagi peserta didik untuk melakukan akuisisi pengetahuan. 3. Menjadi pengasuh proses pembelajaran, melihat informasi baru, dan mengasimilasikan pemahaman peserta didik. 4. Menjadi kreatif untuk mengembangkan proses belajar peserta didik dengan mencari pengetahuan dari luar sekolah. Penilaian autentik mengajarkan kepada siswa tentang pembelajaran yang bermakna.Menurut Gulikers (2006: 6) penilaian autentik merangsang siswa untuk mengembangkan keterampilan dan kompetensi yang relevan untuk dunia kerja.Penilaian autentik dapat juga digunakan untuk mengasah keterampilan siswa.Hal ini sesuai yang dituliskan oleh Mueller (2012), bahwa penilaian autentik merupakan suatu bentuk penilaian dimana siswa diminta untuk melakukan tugas-tugas dunia nyata yang menunjukkan aplikasi bermakna dari pengetahuan dan keterampilan.Pernyataan tersebut juga didukung oleh Wiggins (1990), bahwa pada penilaian autentik menerapkan pembelajaran berbasis masalah dengan mengajukan pertanyaan bermakna dengan dunia nyata dapat merangsang siswa untuk menerapkan pengetahuan serta keterampilannya.Sejalan pula dengan pernyataan Burton (2011: 21) penilaian autentik adalah sekumpulan penilaian yang menghubungkan pengetahuan dengan praktik langsung.Pada penilaian autentik terdapat beberapa teknik penilaian yang dapat dilakukan di antaranya, penilaian keterampilan, penilaian produk, penilaian proyek, penilaian portofolio, penilaian diri, penilaian teman sejawat, ujian tertulis, dan observasi. Pada pelaksanaan kurikulum 2013 selain penilaian domaian kognitif (Dyers) dan penilian keterampilan (Bloom dan Anderson), juga dilakukan penilaian afektif (Krathwohl), gabungan dari ketiga penilian ini pada kurikulum 2013 dikenal dengan istilah “Penilaian Autentik” (Authentic Assessment). Pada penilaian autentik, penilaian dilakukan berdasarkan proses dan bukan berorientasi pada hasil semata. Penilaian autentik juga harus dilakukan berkesinambungan dan menggunakan instrument dan rubrik yang jelas, sehingga hasil yang didapatkan benar-benar objektif.Penilaian sikap merupakan analisis kualitatif sehingga nilainya tidak dituliskan dalam bentuk angka tetapi dalam bentu huruf (angka yang sudah dikonversi ke huruf). Pada kurikulu 2013 kita mengenal sikap spiritual dan sikap sosial yang ditandai dengan kompetensi inti KI-1 dan KI-2, selain KI dijumpai juga Kompetensi Dasar (KD). Sikap merupakan pembelajaran tidak langsung (indirect learning), melaikan dicontoh tauladankan oleh guru dan akan diikuti siswa didalam proses pembelajaran. Pada ranah sikap spiritual penilaian sikap dapat dilakukan dengan observasi dan jurnal, sedangkan pada ranah sikap sosial dapat dilakukan dengan bentuk observasi, penilaian diri dan penilaian sesama teman. 1. Observasi Observasi atau pengamatan banyak digunakan untuk mengukur tingkah laku individu ataupun proses terjadinya suatu kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi buatan maupuan situasi yang sebenarnya. Dengan kata lain, observasi dapat menilai hasil dan proses belajar misalnya tingkah laku siswa sewaktu mengikuti pembelajaran. 2. Jurnal 57
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014 Jurnal merupakan catatan pendidik di dalam dan di luar kelas yang berisi informasi hasil pengamatan tentang kekuatan dan kelemahan peserta didik yang berkaitan dengan sikap dan perilaku.Penilaian jurnal sangat jarang dilakukan oleh guru dan biasanya hanya dilakukan musiman atau insidentil, sebagai contoh adalah buku kegiatan ibadah siswa selama ramadhan.Sebaiknya jurnal ini tidak dilakukan musiman saja tetapi dapat dimodifikasi dalam periode-periode tertentu.Selain buku kegiatan tersebut, jurnal dapat juga dilakukan oleh guru dalam bentuk catatan-catatan kecil dibuku harian. 3. Penilaian diri Penilaian diri (self-assessment) adalah penilaian kepada siswa untuk menguji kekuatan dan kelemahan mereka dan untuk menyepakati tujuan belajar mereka. Ketika siswa memilih tujuan belajar, maka pencapaian bisa meningkat; jika tidak dilakukan pemilihan, maka pencapaian tujuan akan menurun. “We must constantly remind ourselves that the ultimate purpose of evaluation is to have students become self-evaluating” (Costa dan Kallick, 1992).Penilaian diri merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan dirinya dalam konteks pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian diri. 4. Peniliana sesama teman Penilaian antar peserta didik merupakan teknik penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi. Instrumen yang digunakan berupa lembar penilaian antar peserta didik. Zamroni (2004) mengemukakan bahwa evaluasi akan merupakan kebijakan yang dapat meningkatkan kualitas pendidikan, apabila: (1) memberikan umpan balik yang efektif kepada siswa, (2) mendorong aktifitas siswa dalam proses pembelajaran mereka sendiri, (3) umpan balik bagi guru untuk melakukan penyesuaian dalam melaksanakan pembelajaran, (4) memahami pengaruh evaluasi terhadap motivasi siswa dan kepercayaan diri mereka, dan (5) alat bagi siswa untuk melakukan monitoring dan koreksi diri mereka sendiri. Dengan demikian apabila siswa dapat mengetahui kemajuan dan perkembangan dirinya, siswa dapat mengatur belajarnya dengan menentukan langkah-langkah kegiatan belajar berikutnya sehingga kondisi ini memungkinkan siswa untuk belajar secara terus menerus dan mendorong terlaksananya life long learning.Terlaksananya life long learning tentunya tidak terlepas dari peran guru dalam pembelajaran karena perilaku guru dalam mengajar dapat mempengaruhi perilaku siswa dalam belajar. Sedang perilaku guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar dipengaruhi oleh sistem dan teknik evaluasi, sebagaimana slogan “Bagaimana evaluasi dilakukan begitulah guru mengajar”. Selanjutnya menurut Zamroni (2004) perilaku guru dan siswa dalam proses belajar mengajar harus berubah, perubahan ini akan menjadi kenyataan apabila sistem evaluasi sekolah juga berubah. Tanpa perubahan dalam evaluasi tidak akan ada perubahan dalam proses belajar mengajar. Namun merubah perilaku gurupun tidak mudah, mengingat merubah paradigma seseorang bukan sesuatu yang mudah dilakukan. Perbandingan antara penilaian tradisional dan penilaian autentik secara rinci perbedaannya disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Perbandingan Penilaian Autentik dan Penilaian Tradisional Penilain Tradisional Periode waktu tertentu
Penilaian Autentik Waktu ditentukan oleh guru dan siswa Mengukur kecakapan tingkat tinggi Menerapkan strategi-strategi kritis dan kreatif Memiliki perspektif menyeluruh Mengungkap konsep Menggunakan standar individu Bertumpu pada internalisasi Solusi yang benar banyak Mengungkap proses Mengajar demi kebutuhan
Mengukur kecakapan tingkat rendah Menerapkan drill dan latihan
Memiliki perspektif sempit Mengungkapkan fakta Menggunakan standar kelompok Bertumpu pada ingatan(memorisasi) Hanya satu solusi yang benar Mengungkap kecakapan Mengajar untuk ujian Sumber: Fraze dan Rudnitski, 1995 dalam Corebima, 2004:9
Akuntabilitas merupakan salah satu prinsip pelaksanaan penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan, baik dari segi teknik, prosedur, maupun hasilnya.Oleh karena itu, penilaian dilakukan dengan mengikuti prinsipprinsip keilmuan dalam penilaian sehingga keputusan yang diambil memiliki dasar yang objektif.Penilaian secara autentik dalam pembelajaran dilakukan sebagai upaya untuk mendapatkan dan memutuskan hasil belajar secara akurat.Hart (1994) menyatakan penilaian autentik merupakan suatu penilaian yang dilakukan melalui penyajian atau penampilan oleh siswa dalam bentuk pengerjaan tugas-tugas atau berbagai aktifitas tertentu yang 58
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014 langsung mempunyai makna pendidikan.Menurut Corebima (2004) berbicara tentang penilaian autentik, sebenarnya juga berbicara tentang asesmen non-autentik; karena “lawan” dari asesmen autentik adalah asesmen non-autentik, karena sudut pandangnya memang demikian.Oleh karena itu tidak tepat membayangkan lawan dari asesmen autentik adalah asesmen yang menggunakan alat paper and pencil test; tidak semua paper and pencil secara otomatis bersifat non-autentik.Demikian juga dengan traditional test tidak serta merta menjadi alat ukur pada asesmen non-autentik, sehingga traditional assessment tidak sekaligus tergolong asesmen nonautentik.
Uraian ini memberikan pemahaman bahwa penilaian autentik harus melibatkan siswa di dalam tugastugas autentik yang bermanfaat, penting, dan bermakna.Selain itu penilaian autentik merupakan bagian tidak terpisahkan dari pembelajaran di dalam kelas, terintegrasi dalam setiap jenis pembelajaran yang digunakan guru. Fungsi dari penilaian menurut Nana Sudjana, (1995: 4)adalah sebagai berikut : a. Alat untuk mengetahui tercapai tidaknya tujuan intruksional. Dengan demikian penilaian harus mengacu pada rumusan-rumusan tujuan intruksional. b. Umpan balik bagi perbaikan proses belajar mengajar. Perbaikan mungkin dilakukan dalam hal tujuan intruksional, kegiatan belajar siswa, strategi mengajar guru dan lain-lain. c. Dasar dalam menyusun laporan kemajuan belajar siswa kepada para orang tua. Dalam laporan tersebut dikemukakan kemampuan dan kecakapan belajar siswa dalam berbagai bidang studi dalam bentuk nilainilai prestasi yang dicapainya Penilaian disini berfungsi sebagai alat untuk mengetahui seberapa berhasilkah proses belajar mengajar yang terjadi. Selain itu juga sebagai perbaikan dalam melakukan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru dan siswa. Dan juga sebagai laporan kemajuan belajar siswa yang diberikan kepada orang tua, agar orang tuanya mengetahui hasil belajar anaknya dalam bentuk raport yang biasanya diberikan pada akhir semester. Fungsi penilaian yang lainnya bukan hanya untuk menentukan kemajuan belajar siswa, tetapi sangat luas, yaitu: a. Penilaian membantu siswa merealisasikan dirinya untuk mengubah atau mengembangkan perilakunya. b. Penilaian membantu siswa mendapat kepuasan atas apa yang telah dikerjakannya. c. Penilaian membantu guru untuk menetapkan apakah metode mengajar yang digunakannya telah memadai. d. Penilaian membantu guru membuat pertimbangan administrasi. (Cronbach, 1954 dalam Hamalik, 2002: 204). Fungsi penilaian sebagai alat untuk membantu siswa dalam mewujudkan dan mengubah perilakunya sesuai dengan tata tertib yang ada. Di sini juga siswa mendapat kepuasan atas apa yang dikerjakannya yang berupa nilai. Apabila mereka sungguh-sungguh dalam mengerjakan sesuatu maka hasil yang didapatkan akan bagus sehingga mereka akan puas dengan hasil yang didapatkannya. Penilaian juga membantu guru dalam menetapkan ketepatan metode yang digunakan dalam pembelajaran. Sedangkan tujuan dari penilaian menurut Nana Sudjana (1995: 4) adalah sebagai berikut : a. Mendeskripsikan kecakapan belajar siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya. b. Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa ke arah tujuan pendidikan yang diharapkan. c. Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaanya. d. Memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pihak yang dimaksud meliputi pemerintah, masyarakat, dan para orang tua siswa. Dari pendapat di atas, penilaian mempunyai tujuan mendeskripsikan hasil belajar siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangan siswa dalam proses pembelajaran tersebut. Selain itu juga dapat mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, di sini dapat terlihat berhasil tidaknya guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar. Apabila hasilnya kurang baik maka dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan proses pendidikan sehingga dapat memberikan pertanggungjawaban terhadap pihak sekolah. B. Motivasi Belajar Motivasi adalah suatu kekuatan (power) atau tenaga (forces) atau daya (energy), atau dapat juga dikatakan sebagai suatu keadaan yang kompleks (a complex state) dan kesiapsediaan (preparatory set) dalam diri individu (organisme) untuk bergerak (to move, motion, motive) ke arah tujuan tertentu, baik disadari 59
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014 ataupun tidak disadari.Motivasi ini muncul dan tumbuh berkembang dalam diri seseorang dengan jalan datang dari dalam diri individu itu sendiri (intrinsic) dan datang dari lingkungan (ekstrinsic). Faktor lingkungan yang memadai mendukung pencapaian dan perwujudan motivasi sehingga dapat berlangsung tanpa banyak kesulitan. Namun faktor lingkungan yang kurang memadai dapat mengharnbat pencapaian motivasi tersebut (Makmun, 2001: 37). Purwanto (1999: 72) mengartikan motivasi sebagai suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu. Motivasi adalah syarat mutlak untuk belajar (Purwanto, 1999: 72).Hal ini sesuai dengan pendapat Sriyono (1992: 26) yang mengatakan bahwa motivasi merupakan persyaratan penting dalam belajar. Tanpa motivasi hasil betajar siswa tidak akan optimal dan stimulus belajar yang diberikan tidak akan berarti. Dalam hal ini, nilai yang buruk pada suatu mata pelajaran tertentu belum tentu berarti bahwa anak bodoh terhadap mata pelajaran itu. Seringkali terjadi seorang anak malas terhadap suatu pelajaran tertentu namun giat dalam mata pelajaran yang lain. Motivasi dikatakan sebagai suatu faktor yang penting dalam proses belajar karena: a. Motivasi memberi semangat terhadap seseorang dalam kegiatan-kegiatan belajar. b. Motivasi-motivasi perbuatan merupakan pemilih dari tipe kegiatan-kegiatan dimana seseorang berkeinginan untuk melakukannya. c. Motivasi memberi petunjuk pada tingkah laku (Rusyan, dkk, 1992: 96-97). Belajar sendiri merupakan perilaku yang sangat penting dalam hidup manusia, terutama dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Proses belajar tersebut dapat terjadi bila seseorang berinteraksi langsung dengan obyek atau hanya dengan menggunakan alat inderanya. Belajar merupakan suatu aktivitas psikis yang berlangsung dalam interaksi dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan, pengetahuan, pemahaman, ketrampilan, nilai, dan sikap, dimana perubahan yang ada berlangsung relatif konstan dan berbekas. Proses perubahan dari belum mampu ke arah sudah mampu yang terjadi selama jangka waktu tertentu inilah yang menandakan terjadinya belajar. Perubahan akibat belajar itu akan bertahan lama bahkan sampai taraf tertentu tidak menghilang lagi. Kemampuan yang telah diperoleh, menjadi milik pribadi yang tidak akan hapus begitu saja. Belajar terjadi dalam interaksi dengan lingkungan, bergaul dengan orang, memegang benda dan menghadapi peristiwa. Namun, tidak sembarang berada di tengah-tengah lingkungan menjamin adanya proses belajar. Orangnya harus aktif sendiri, melibatkan diri dengan segala pemikiran, kemauan dan perasaannya.Dari uraian tersebut disimpulkan bahwa "belajar" adalah suatu aktivitas mental atau psikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap.Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas (Winkel, 1996: 34-36). Hudojo (1985:97) menyatakan bahwa motivasi belajar merupakan usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan belajar yang dipengaruhi oleh berbagai macam kondisi baik di dalam diri individu yang dikenal sebagai motivasi intrinsik maupun kondisi dari luar diri individu yang dikenal sebagai motivasi ekstrinsik.Menurut Winkel (1996: 150) motivasi belajar ialah keseluruhan daya penggerak psikis didalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi belajar adalah keseluruhan daya penggerak psikis di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, menjamin kelangsungan kegiatan belajar dan memberikan arah pada kegiatan belajar itu demi mencapai suatu tujuan. Purwanto (1999: 72) mengatakan bahwa ada tiga aspek yang terdapat dalam motivasi belajar, yaitu : a. Menggerakkan Menggerakkan disini berarti motivasi dapat menimbulkan kekuatan belajar pada individu dan memimpin seseorang untuk bertindak dengan cara tertentu dalam kegiatan belajar. b. Mengarahkan atau menyalurkan tingkah laku Aspek ini menunjukkan bahwa motivasi menyediakan suatu orientasi tujuan dalam belajar, sehingga tingkah laku individupun diarahkan terhadap sesuatu. c. Menjaga atau menopang tingkah laku Aspek ini digunakan untuk menjaga tingkah laku dalam belajar.Lingkungan sekitar harus menguatkan (reinforce) intensitas dan arah dorongan-dorongan serta kekuatan-kekuatan individu. Menurut Siagian (1995: 138), aspek-aspek dari motivasi belajar adalah sebagai berikut: a. Kebutuhan Kebutuhan timbul dalam diri seseorang apabila ia merasa ada kekurangan dalam dirinya. b. Dorongan
60
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014 Usaha untuk mengatasi ketidakseimbangan biasanya menimbulkan dorongan.Dorongan merupakan usaha pemenuhan kekurangan secara terarah.Dorongan berorientasi pada tindakan tertentu yang secara sadardilakukan oleh seseorang. c. Tujuan Tujuan adalah segala sesuatu yang menghilangkan kebutuhan dan mengurangi dorongan.Dengan kata lain mencapai tujuan berarti mengembalikan keseimbangan dalam diri seseorang. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek motivasi belajar adalah menggerakkan mengarahkan dan menopang tingkah laku yang semuanya didasari oleh adanya kebutuhan, dorongan dan tujuan tertentu. KESIMPULAN Karena penilaian autentik menyentuh beberapa aspek non kognitif maka penilaian tersebut dapat membangkitkan sikap-sikap dan mengaktifkan motif-motif tertentu yang bersifat fundamental dalam memperbaiki prestasi belajar peserta didik.Dengan motivasi belajar yang tinggi peserta didik akanterbuka terhadap masukan dari teman-teman dan gurunya, mudah menerimakoreksi, jujur, teliti, dan tidak berprasangka buruk. Dengan motivasi belajar yang tinggi seorang peserta didik akan melakukan sesuatu dengansebaikbaiknya, menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan usaha danketerampilan, berusaha menjadi terpandang, mengerjakan sesuatu yangpenting, berusaha melakukan sesuatu yang sukar dengan baik dan berusahamelakukan segalanya lebih baik daripada orang lain. Motivasi belajaryang dari penilaian autentik jika ditangani secara sungguh-sungguh diharapkan dapatmemberikan kontribusi yang maksimum terhadap kelancaran pembelajaran danpeningkatan prestasi belajar peserta didik. Untuk meningkatkan motivasi belajar, maka dalam proses pembelajaran perlu dilakukan penilaian autentik karena penilaian autentik mengikuti prinsip-prinsip: (1)bagian tak terpisahkan dari pembelajaran, (2) mencerminkan masalah dunianyata, (3) menggunakan berbagai ukuran, metode dan kriteria yang sesuaidengan karakteristik dan esensi pengalaman belajar, dan (4) meliputisemua aspek dari tujuan pembelajaran, baik kognitif, afektif maupun sensorimotorik. Hasil-hasil proses pembelajaran dalam ranah keterampilan, perubahantingkah laku dalam perkembangan sosial individu khususnya, sangat sesuaiapabila diterapkan penilaian autentik. Hal ini menjadi salah satu alasanmengapa penilaian autentik menjadi penting dan harus diterapkan dalampembelajaran. Sebagai pendidik perlumempertimbangkan motivasi belajar peserta didik dalam upayamengoptimalkan proses pembelajaran salah satunya dengan penerapan penilaian autentik dalam pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA Aitken, Nola and Pungur, Lydia. 1996. Authentic Assessment.diunduh dari www.ntu.edu.vn, Oktober 2013. Arikunto, Suharsimi. 1988. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Burton, Kelley. 2011. A Framework for Determining The Authenticity of Assessment Tasks: Applied to an Example In Law .Journal of Learning Design. 4 (2): 1-9. Costa, A. L., & Kallick, B. 1992.Reassessing assessment. In A. L. Costa, J. A. Bellanca, & R. Fogarty, (Eds.), If minds matter: A forward to the future, Volume II (pp. 275-280). Palatine, IL: IRI/Skylight Publishing. Gulikers. 2006. Authentic Assessment, Student and Teacher Perceptions: The Practical Value of The FiveDimensional Framework. Journal of Vocational Education and Training. 58: 337-357. Havnes, A and McDowell, L. 2008.Balancing Dilemmas in Assessment and Learning in Contemporary Education. New York: Master e Book. Hart, Diane. 1994. Authentic Assessment A handbook for Educators. California, New York: Addison Wesley Publishing Company Hudojo, H. 1986. Mengajar Belajar Matematika. Jakarta: Rineka Cipta. Johnson, D.W & Johnson, R.T. 2002.Meaningful Assessment. Arlington Street Boston: Ally & Dacon A Pearson Education Company Mueler John. 2003.What is Authentic Assessment,http://jonathan.mueller.faculty.noctrl.edu/toolbox/whatisit.htm . Diakses: 24 September 2005. 61
Prosiding Seminar Nasional Hasil - Hasil Penelitian dan Pengabdian LPPM UMP 2014 ISBN 978-602-14930-3-8 Purwokerto, 20 Desember2014 Mulyasa. 2013. Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Rosda. Makmun, Abin s. 2001. Psikologi Kependidikan :Perangkat System Pengajaran Modul. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Nana Sudjana. 1995. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 66 Tahun 2013 tentang Standar Penilaian Pendidikan. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Phopan, W.J. 2008.Transformative Assessment. USA: ASCD. Purwanto, M. Ngalim. 1999. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Rusyan, Tabrani dan Atang Kusdinar dan Zainal Arifin. 1992. Pendekatan Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Siagian, S.P. 1995. Teori Motivasi dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar Dalam CBSA. Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Sukmadinata, dan Nana Saodih. 2009. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Suryabrata, Sumardi. 1983. Metodologi Penelitian. Jakarta: Rajawali Press. Winkel, W. S. 1996. Psikologi Pengajaran .Edisi yang disempurnakan.Cetakan ke 4.Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Zamroni.2004. Pengembangan Sistem Penilaian Pendidikan Menengah yang Menerapkan KBK dalam Kerangka Otonomi Daerah.Makalah disajikan pada Seminar Nasional Rekayasa Sistem Penilaian dalam Rangka Meningkatkan Kualitas Pendidikan.Himpunan Evaluasi Pendidikan Indonesia (HEPI) tanggal 26 dan 27 Maret 2004 di Yogyakarta.
62