14
At-Ta’lim, Vol. 11, No. 1, Januari 2012
PENERAPAN PEMBELAJARAN METODE KASUS BERBASIS HASIL DI PERGURUAN TINGGI
Nadrah Abtract: Constructive Thinking in connecting theory and practice is one of goals in learning case method which can improve learning quality. Learning quality of case method based outcome can be seen when learning process can be done wisely in overcoming the problems. Its implementation can be done based on: (1 )the role of lecturers, students, and institution; (2) learning stages and their implementation; (3) and evaluatiuon. It can make learning situation effectively. Kata Kunci : Pembelajaran, Metode Kasus. A. PENDAHULUAN Perubahan yang terjadi di perguruan tinggi atas beberapa aspek, yang di antaranya adalah menurunnya dana masyarakat yang dialokasikan untuk pendidikan. Hal ini berkenaan dengan asumsi bahwa pendidikan merupakan kepentingan pribadi sehingga merupakan suatu komoditas yang harus dibayar oleh individu. Sementara itu, secara proporsional mahasiswa lebih banyak masuk ke universitas dibandingkan sebelumnya yang mengejar profesional dan kejuruan. Dengan demikian, ruang kelas menjadi penuh mahasiswa dengan kemampuan yang beragam, yang semuanya menuntut kualitas pengajaran. Mereka percaya bahwa mereka telah membayar mahal sehingga mereka harus menerima pembelajaran yang berkualitas. Untuk itu, universitas saat ini dituntut untuk dapat menanggapi permintaan tersebut dengan memberikan pengajaran yang lebih baik, Peningkatan kualitas pembelajaran diantara dapat dilakukan dengan apa yang disebut dengan pendidikan berbasis hasil (outcomes basic education). OBE memiliki tiga versi (Biggs and Catherine, 2007), yaitu : 1) OBE
yang
dikemukakan oleh Spady yaitu pembelajaran yang memberikan target kepada masing-masing mahasiswa untuk dapat mencapainya sehingga semua mahasiswa bisa mencapai keberhasilan, 2) OBE versi Miller dan Ewell yang menguraiakan bahwa hasil (penilaian) berada pada tingkat institusi dengan 4 dimensi, yaitu pengetahuan, keterampilan, sikap/nilai, dan hubungan masyarakat/konstituen
14
Nadrah, Penerapan Pembelajaran Metode Kasus Berbasis Hasil
15
tertentu, dan 3) OBE yang menjelaskan bahwa hasil didefinisikan secara khusus untuk meningkatkan pengajaran dan penilaian. Ketiga versi tersebut yang kemudian dikenal sebagai mengajar dan belajar berbasis hasil (OBTL= OutcomeBased Teaching and Learning), yang semata-mata berkaitan dengan meningkatkan pengajaran dan pembelajaran. OBTL idealnya diimplementasikan menggunakan apa yang disebut konstruktif keselarasan. Pengajaran yang baik adalah pengajaran yang mendukung kegiatankegiatan yang mengarah pada pencapaian hasil pembelajaran yang dimaksudkan, Hal tersebut sebagaimana yang terdapat dalam keselarasan konstruktif. Namun, terdapat banyak dalam apa yang dilakukan atau dikatakan dosen yang tidak tepat terhadap pendekatan permukaan untuk belajar. Ini tentu saja akan membuat mereka berkecil hati. Untuk dapat melakukannya adalah dengan mengatur panggung untuk kegiatan mengajar yang efektif. Oleh karena itu, dalam makalah ini membahas masalah metode kasus berbasis hasil dalam pembelajaran di perguruan tinggi dengan tidak mengabaikan peran dosen, mahasiswa, dan isntitusi, serta tahapan dan evaluasi dalam implementasi pembelajaran bahasa. B. PEMBAHASAN Pendidikan berbasis hasil adalah sebuah model reformasi pendidikan. Ini adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa/mahasiswa filosofi yang berfokus pada mengukur kinerja siswa secara empiris, yang disebut hasil. OBE kontras dengan pendidikan tradisional, yang terutama berfokus pada sumber daya yang tersedia untuk siswa, yang disebut masukan (Butler, 2011). Sementara OBE implementasi sering memasukkan sejumlah banyak model pedagogis dan ide-ide progresif, seperti matematika reformasi, blok penjadwalan , pembelajaran berbasis proyek dan seluruh bahasa membaca, OBE di sendiri tidak menentukan atau memerlukan gaya tertentu atau belajar mengajar. Sebaliknya, hal itu mewajibkan siswa menunjukkan bahwa mereka telah belajar keterampilan yang diperlukan dan konten. Namun, dalam praktik, OBE umumnya mempromosikan kurikulum dan penilaian berdasarkan metode konstruktivis dan menghambat pendekatan pendidikan tradisional berdasarkan instruksi langsung dari fakta-fakta dan metode
16
At-Ta’lim, Vol. 11, No. 1, Januari 2012
standar. Meskipun diklaim, fokus tidak pada "input", OBE umumnya digunakan untuk membenarkan kebutuhan dana meningkat, peningkatan kelulusan dan persyaratan pengujian, dan persiapan tambahan, dan melanjutkan pendidikan waktu yang dihabiskan oleh siswa, orang tua dan dosen dalam mendukung pembelajaran. Killen (2000) mendefinisikan dua jenis dasar hasil. Yang pertama meliputi indikator-indikator kinerja sering diukur dalam hal hasil tes, tingkat penyelesaian, dan sebagainya. Hal ini juga menekankan penguasaan pelajar dari subyek tradisional terkait hasil akademik / konten dan beberapa hasil disiplin silang (seperti pemecahan masalah atau bekerja sama). Yang kedua adalah kurang nyata dan biasanya dinyatakan dalam hal apa para peserta didik tahu, mampu melakukan atau seperti sebagai hasil dari pendidikan mereka. Ini menekankan jangka panjang, lintas-kurikuler hasil yang berhubungan dengan peran kehidupan masa depan peserta didik (seperti menjadi pekerja produktif, warga negara yang bertanggung jawab atau orang tua). Kedua, sistem pembelajaran pendekatan tradisional / transaksional (berbasis konten) dan transformasional (berbasis hasil) (Spady, 1994). Kata kunci yang dapat digunakan untuk menilai apakah sistem telah menerapkan sistem berbasis hasil pendidikan: (1) Penciptaan kerangka kurikulum yang menjelaskan spesifik, hasil yang terukur. Standar termasuk dalam kerangka biasanya dipilih melalui proses politik yang normal di daerah itu. (2) Komitmen tidak hanya untuk memberikan kesempatan pendidikan, tetapi untuk meminta hasil pembelajaran untuk kemajuan. Promosi ke kelas berikutnya, ijazah, atau hadiah lainnya diberikan atas prestasi standar, sementara kelas tambahan, mengulang tahun, atau konsekuensi lainnya memerlukan pada mereka yang tidak memenuhi standar. (3) Berbasis standar penilaian yang menentukan apakah siswa telah mencapai standar yang dinyatakan. Penilaian dapat mengambil bentuk apapun, asalkan penilaian benar-benar mengukur apakah siswa mengetahui informasi yang diperlukan atau dapat melakukan tugas yang diperlukan. (4) Sebuah komitmen bahwa semua siswa dari semua kelompok akhirnya akan mencapai standar
Nadrah, Penerapan Pembelajaran Metode Kasus Berbasis Hasil
17
minimum yang sama. Sekolah mungkin tidak "menyerah" pada siswa yang gagal (Butler, 2011). C. Peran Dosen, Mahasiswa, dan Institusi Pembelajaran Studi Kasus Berbasis Hasil
dalam
Pendidikan berbasis hasil (OBE) adalah proses yang melibatkan restrukturisasi praktik kurikulum, penilaian dan pelaporan di bidang pendidikan untuk mencerminkan pencapaian belajar urutan tinggi dan penguasaan akumulasi kredit (Tucker, 2004). Jadi, tujuan utama adalah untuk memfasilitasi OBE perubahan yang diinginkan dalam pembelajar, dengan menambah pengetahuan, mengembangkan keterampilan dan / atau mempengaruhi sikap positif, nilai dan penilaian. OBE mewujudkan gagasan bahwa cara terbaik untuk belajar adalah menentukan apa yang perlu dicapai. Setelah tujuan akhir (produk atau hasil) telah menetapkan strategi, proses, teknik, dan cara lain dan sarana dapat dimasukkan ke dalam tempat untuk mencapai tujuan. Suatu kasus adalah suatu catatan dari suatu situasi yang telah dihadapi secara nyata bersama-sama dengan fakta sekelilingnya, opini, dan kecurigaankecurigaan yang keputusan-keputusan ekskutif harus disarankan (Gragg, 1940:1). Hal tersebut dipertegas oleh Christensen dan Hansen (1987) bahwa suatu kasus adalah studi parsial, historis, klinikal dari suatu situasi yang sudah mengonfrontasi suatu kelompok. Kedua hal tersebut mengimplikasikan bahwa suatu kasus adalah studi dalam bentuk narasi, menggambarkan suatu situasi nyata, dilengkapi datasubstansi dan proses penting dalam bentuk fakta disekelilingnya, opini-opini, dan kecurigaan-kecurigaan, keputusan ekskutif didasarkan pada data tersebut. Dengan demikian, suatu kasus yang ideal harus mencerminkan situasi dunia praktik nyata yang benar-benar dialami. Kasus yang ideal mensyaratkan menggambarkan dunia nyata supaya mahasiswa tertarik dan dapat membayangkan apa yang sesungguhnya terjadi pada peristiwa di dalam kasus. Kasus yang ideal juga mensyaratkan keterlibatan nyata karena yang akan dipelajari oleh mahasiswa tidak hanya isi dari kasusnya, tetapi adalah proses dari pengambilan keputusan yang diambil oleh seorang mahasiswa.
18
At-Ta’lim, Vol. 11, No. 1, Januari 2012
Sebagai pengajar kasus yang baik, dosen harus memahami perannya di dalam diskusi kasus. Dengan memahami perannya, dosen akan dapat mengarahkan diskusi kasus dengan benar, mengawasinya, mendorong munculnya ide-ide, merespon pertanyaan-pertanyaan dengan semestinya dan dapat menjadi pendengar yang baik. Adapun peran dosen dalam pembelajaran metode kasus, yaitu peran pengarah, peran pengawas, peran pialang ide, peran perespon, dan peran pendengar (Jogiyanto, 2009:111-121). Peran dosen sebagai pengarah, yaitu mengizinkan partisipan untuk mengeksplorasi ide-ide mereka tanpa dosen harus memaksakan kehendaknya. Peran sebagai pengawas, yaitu dosen mengawasi jalannya diskusi tanpa turut campur proses diskusi. Peran sebagai pialang ide, yaitu dosen mengintegrasikan, membentuk, dan menantang ide-ide berbeda. Peran sebagai perespon, yaitu dosen menjawab dan melempar pertanyaan-pertanyaan dari mahasiswa. Peran pendengar, yaitu dosen berperan sebagai pendengar aktif, mendengarkan isi dari apa yang dikatakan dan arti dari komentar-komentar mahasiswa sebelum meresponnya kembali. Mahasiswa memegang peran yang penting dalam diskusi kasus di kelas. Mahasiswa adalah aktor utamanya. Supaya mahasiswa berhasil dalam perannya, dua hal harus dilakukan oleh masing-masing mahasiswa, yaitu mempersiapkan kasus dengan baik sebelum masuk ke ruang diskusi dan melakukan diskusi dengan memberikan kontribusi optimal. Adapun peran mahasiswa secara garis besar dibagi ke dalam dua hal, yaitu peran mempersiapkan kasus dan peran diskusi di kelas. Peran mempersiapkan kasus, yaitu membaca dan memahami isi kasus dengan efisien dan efektif, serta menganalisis kasusnya (Jogiyanto, 2009:123138). Beberapa strategi perlu diterapkan supaya dapat membaca dan memahami dengan efisien dan efektif, yaitu strategi waktu dan strategi prosedur. Strategi waktu, yaitu mahasiswa mempunyai jadwal membaca secara kasus yang jelas dalam beberapa jam yang dibutuhkan untuk tiap kasus dan kapan harus membacanya. Stategi prosedur, yaitu memahami kontek situasional dari kasus, kenali seluruh isi kasus dengan cepat, pelajari lampiran-lampiran dengan cepat, baca kembali kasus dari awal dan buat catatan penting di pinggir marjin kertas dan kalau perlu garis bawahi atau tandai dengan warna yang mencolok bagian yang
Nadrah, Penerapan Pembelajaran Metode Kasus Berbasis Hasil
19
penting (misalnya fakta yang tersedia, isu-isu yang terjadi, informasi tambahan, teori, cara pemecahan masalah), setelah selesai membaca semua teks kasus, memeriksa lampiran-lampiran sekali lagi, baca sekali lagi kasusnya sesaat sebelum masuk kelas, serta baca ulang kembali seleuruh isi kasus. Menganalisis kasus. Menganalisis kasus bertujuan mempersiapkan dukungan terhadap posisi atau opini atau rekomendasi yang akan didiskusikan di kelas. Langkah-langkahnya, yaitu menentukan isu-isu dan posisi dari kasus, tentukan kalau ada pertanyaan yang tidak ditugaskan yang berhubungan dengan isu-isu kunci tersebut, tentukan pendekatan analitikal umum yang akan digunakan untuk menganalisis kasus ini, tentukan bagaimana memfokuskan analisisnya, serta tentukan tingkat sfesifik atau tipe análisis yang akan dilakukan. Ada tiga pendekatan umum untuk menganalisis kasus, yaitu pendekatan sistem, keperilakuan, dan pendekatan keputusan (Ronstadt, 1992). Pemilihan kedalaman dari análisis dipengaruhi oleh ketersediaan waktu mahasiswa. Mahasiswa yang mempunyai waktu yang cukup banyak seharusnya memilih análisis terintegrasi atau análisis kasus atau análisis komprehensif dengan hasil análisis yang lebih baik. Mahasiswa yang kurang mempunyai banyak waktu akan memilih análisis awal dan mahasiswa yang benar-benar sangat tidak punya waktu mungkin akan menyelamatkan diri dengan memilih análisis tabrak dan lari, tetapi didapatkan hasil análisis yang kurang baik (Jogiyanto, 2009:135). Peran diskusi di kelas. Ada delapan peran mahasiswa dalam diskusi di kelas, yaitu peran saksi ahli (menganalisis kasus dengan mendalam dan mendetail), peran keluar dari kesulitan (dosen menjawab ketika mahasiswa tidak bisa lagi menjawabnya), peran asumi suatu personaliti (mahasiswa memposisikan diri), peran keluar dari fakta (melemparkan pertanyaan kepada teman yang lain), peran ahli industri (memfokuskan pada kasus tren tertentu), peran saya mempunyai pengalaman (menjawab pertanyaan sesuai dengan pengalaman masa lalu), peran menanyakan (menanyakan kepada mahasiswa lainnya), dan peran membungkus (menghubungkan dengan isu utama tertentu).
20
At-Ta’lim, Vol. 11, No. 1, Januari 2012
Selain peran dosen dan peran mahasiswa merupakan hal yang penting di dalam keberhasilan penerapan pembelajaran dengan metode kasus, peran institusi juga merupakan peran yang tidak kalah pentingnya. Sudah banyak contoh institusi yang tidak berhasil menerapkan pembelajaran dengan metode kasus ini karena kurang jelasnya peran dari institusi. Peran dari institusi dapat berupa peran dalam penyediaan fasilitas fisik dan fasilitas nonfisik. Fasilitas fisik merupakan fasilitias yang penting untuk menyelenggarakan pembelajaran dengan metode kasus. Beberapa fasilitas fisik yang eprlu disediakan, seperti ruang kelas diskusi yang representatif, fasilitas basis data dan jurnal elektronik, dan fasilitas internet yang memadai. Beberapa fasilitas nonfisik yang perlu disediakan oleh institusi adalah visi organisasi yang jelas dan yang disebarkan, menerapkan tujuan-tujuan pembelajaran, menerapkan dengan jelas dan eksplisit strategi pembelajaran yang akan digunakan, mengembangkan kasus-kasus baru yang kontekstual, membuat lokakarya kurikulum berbasis pembelajaran kasus, membuat aturan tata tertib yang jelas, meminta dosen untuk memberi penjelasan kasus di silabusnya, memberi bobot nilai yang signifikan pada diskusi kasus, membuat aturan pembelajaran metode kasus yang jelas baik bagi dosen maupun mahasiswa, melatih dosen dengan pembelajaran metode kasus, memberi penjelasan awal di muka kepada mahasiswa tentang pembelajaran metode kasus yang akan diterapkan, dukungan penuh dari pengelola dan semua dosen, serta membuat evaluasi kinerja dosen dari hasil diskusi kasus di kelas. Sebagai OBE membutuhkan pendidik lebih fokus pada mencapai hasil luas dibandingkan hanya menyediakan layanan. Hal itu sangat berbeda dari bentuk pendidikan tradisional, terutama di dalamnya: Pendekatan keseluruhan (kerangka kerja); persepsi tentang waktu ; apa dan bagaimana standar dinilai; bagaimana kinerja ditentukan. Kunci pendekatan ini adalah hasil pembelajaran yang jelas dari semua sistem komponen dapat difokuskan. Yang penting adalah membangun kondisi kebutuhan serta kesempatan yang memungkinkan dan mendorong semua siswa untuk mencapai hasil yang baik (Spady, 1994).
Nadrah, Penerapan Pembelajaran Metode Kasus Berbasis Hasil
21
D. Tahapan Pembelajaran Studi Kasus Berbasis Hasil dan Implementasinya dalam Pembelajaran Bahasa Untuk menjadi pengajar kasus yang baik, dosen selain harus memahami perannya di kelas, juga harus memahami tahapan pembelajaran dengan metode ini. Dengan memahami tahapan pembelajaran metode kasus ini, dosen dapat mempersiapkan dan merencanakan pembelajarannya lebih dahulu dengan tertata dan mengena. Tahapan pembelajaran dengan metode kasus dapat dibagi menjadi tiga bagian proses, yaitu (1) proses di luar kelas sebelum diskusi, (2) proses diskusi di kelas, dan (3) proses di luar kelas setelah diskusi (Jogiyanto, 2009:159-182). Proses di luar kelas sebelum diskusi, yaitu pemahaman dosen terhadap kasus yang dipilih dan silabusnya (Pemahaman silabus perlu karena isu dari kasuskasus yang akan didiskusikan harus sesuai dengan silabus matakuliah yang akan diajarkan di kelas (Shapiro, 1986 dan Gentiles, 1990), nama dan latar belakang mahasiswa (Memahami figure mahasiswa diperlukan untuk menentukan cara berdiskusi di kelas.), aspek teknis dari ruang kelas (meyakinkan ruang dan peralatannya untuk mendukung diskusi kasus begitu juga dengan mahasiswanya), isi dari kasus (memahami kasus dapat dilakukan dengan membaca kasusnya terebih dahulu sebelum mendiskusikannya di kelas), file arsip kasus digunakan untuk umpan balik perbaikan, dan perencanaan diskusi yang akan dilaksanakan. Proses diskusi di dalam kelas. Pengajar harus menjelaskan terlebih dahulu kepada mahasiswa tentang metode kasus ini dan bagaimana peran dosen dan mahasiswa masing-masing. Mahasiswa harus paham apa yang diharapkan dari mereka untuk belajar, bagaimana kasus dapat membantu, dan bagaimana peran mereka. Dosen juga menjelaskan kepada mahasiswa apa
yang sudah
direncanakannya. Dosen meminta seorang mahasiswa untuk memulai membuka diskusi kasus selama beberapa menit. Setelah itu, dosen dapat melemparkan pertanyaan-pertanyaan kepada mahasiswa tentang substansi dari presentasi awal tersebut, meminta mereka untuk mengomentari dan mendiskusikannya. Saat diskusi berjalan, dosen dapat mendorong mahasiswa untuk mengklarifikasi, menganalisis lebih lanjut dan mensubstansikan ide-ide yang mereka ekspresikan.
22
At-Ta’lim, Vol. 11, No. 1, Januari 2012
Pada akhir diskusi, dosen memberikan ringkasan dari hasil diskusi untuk mengingatkan, mengintegrasikan, dan membuat simpulan. Proses di luar kelas setelah diskusi, yaitu dosen mengevaluasi hasil dari proses diskusi di kelas. Selain itu, dosen mencatat partisipasi kelas, mengkaji diskusi kasus, memberikan umpan balik kepada mahasiswa untuk pertemuan berikutnya, dan mempertimbangkan usulan-usulan untuk perbaikan diskusi berikutnya. Dosen juga mengkaji kemajuan dari masing-masing mahasiswa dan kemajuan kelas secara keseluruhan. Catatan yang dilakukan setelah kelas selesai ini kemudian perlu diarsipkan ke file kasus yang sudah dibuat. Beikut ini implikasi metode kasus yang berbasis hasil dalam pembelajaran bahasa yang disebut dengan LCaS (Language Case Study) di kelas dengan dua belas tahapan (Fischer, 2008:29-31): (1). Menyajikan LCaS kepada peserta didik: a.Menjabarkan masalah; b.Mengalokasikan peran; c.Memeriksa pemahaman. (2) Membagi peserta didik dalam kelompok kecil: a. Membaca LcaS; b. Memahami skenario. (3) Membahas masalah dengan pembelajar: a. Memahami masalah; b. Menyelesaikan kesulitan. (4) Penelitian: a. Memahami navigasi LcaS; b. Dipandu penelitian; c. Dosen memfasilitasi. (5) Mengevaluasi temuan: a. Klarifikasi informasi; b. Beratnya/ketepatan argumen. (6) Bersiap untuk menyajikan solusi: a. Penyusunan poin utama; b. Memeriksa waktunya; c. Memeriksa makna dan ejaan; d. Menyediakan solusi. (7) Presentasi kelompok: bekerja dari catatan: a. Kelompok ini terlibat dengan para penonton; b. Membuat poin-poin kunci; c. Improvisasi; d. Mempertahankan kontak mata; e. Melewati ke pembicara berikutnya. (8) Presentasi kelompok: menggunakan alat bantu visual: a. Menggunakan OHP; b. Kekuatan MS PowerPoint; c. Menjawab pertanyaan. (9) Pleno: kelompok mencari solusi untuk LcaS: a. Bergantian; b. Mengembangkan toleransi; c. Bertukar ide; d. Menjelajahi kompromi. (10) Memberikan dan menerima umpan balik: a. Mendengarkan orang lain; b. Penilaian diri; c. Menjadi positif. (11) Diri dan penilaian sejawat: menonton rekaman:a. Menemukan daerah untuk perbaikan; b. Melihat bahasa tubuh secara rinci. (12) Refleksi LCaS kerja: a. Apa yang berjalan dengan baik; b. Apa yang disajikan kesulitan; c. Gagasan untuk masa depan; d. Apa yang telah dipelajari
Nadrah, Penerapan Pembelajaran Metode Kasus Berbasis Hasil
23
Tahap ini dalam penerapanny tergantung pada tujuan pembelajaran dan tingkat kompetensi - baik linguistik dan metalinguistik – aspek tertentu dapat memerlukan perhatian lebih dari orang lain dalam setiap kelompok individu. Bila menggunakan studi kasus di kelas dosen harus memberikan perhatian khusus untuk: manajemen waktu; pelajaran perencanaan; menjelaskan tugas kepada mahasiswa; pengorganisasian kerja berpasangan; mengorganisir kelompok; mahasiswa mempersiapkan diri untuk hadir; perencanaan dan film presentasi; pengorganisasian kelas menulis. Karakteristik pembelejaran dengan metode kasus, yaitu menekankan pada analisis situasional, pentingnya menghubungkan antara analisis dan tindakan, perlunya keterlibatan mahasiswa, peran pengajar yang tidak tradisional, dan suatu keseimbangan antara sasaran-sasaran substansi dan proses pembelajaran (Jugiyanto, 2007:36-39). Lebih lanjut
Corey (dalam Jugiyanto, 2007:39-41)
menjelaskan bahwa pembelajaran metode kasus dapat menyediakan elemenelemen dari pembelajaran yang efektif, yaitu pembelajaran dengan penemuan, pembelajaran melalui investigasi, pembelajaran lewat latihan berkelajutan, pembelajaran dengan perbedaan dan pembandingan, pembelajaran lewat keterlibatan, dan pembelajaran lewat motivasi. Adapun tujuan yang dapat dicapai dari pembelajaran dengan menggunakan metode kasus adalah memungkinkan menggabungkan teori dan praktik dalam proses pembelajaran, memungkinkan mahasiswa belajar pengalaman dari tangan pertama dari pelaku kasusnya, memungkinkan mentransfer managerial wisdow ke dalam ruang kelas, memungkinkan mahasiswa mengembangkan sense of judgement mereka, memahami praktik pembelajaran sesungguhnya dengan cara yang efisien, meningkatkan komunikasi mahasiswa, melatih mahasiswa berpikir secara konstruktif, dan mendorong mahasiswa mempunyai kemampuan sintesa dan evaluasi.
24
At-Ta’lim, Vol. 11, No. 1, Januari 2012
E. Evaluasi Pembelajaran Studi Kasus Berbasis Hasil Untuk meningkatkan
motivasi
mahasiswa di
kelas supaya mau
berpartisipasi, partisipasi dan kontribusi mahasiswa di kelas harus dinilai. Cara melakukan evaluasi diskusi mahasiswa dapat dilakukan dengan beberapa metode. Evaluasi ini dapat dilakukan lewat partisipasi di diskusi kelas, lewat ujian, atau lewat evaluasi dari temannya. Mengevaluasi mahasiswa di dalam diskusi kasus tidak didasarkan pada jawabannya yang benar atau salah, tetapi lebih didasarkan pada kualitas isi jawabannya yang mencerminkan kesiapan mahasiswa dan kemampuan analisisnya. Selain itu, penilaian juga didasarkan pada cara menyampaikannya
untuk
menunjukkan
kemampuan
mahasiswa
berpikir
konstruktif dan kemampuan komunikasinya. Ada beberapa metode untuk menilai mahasiswa studi kasus, yaitu mengevaluasi diskusi kelas, meminta hasil analisis tertulis, ujian kasus, dan evaluasi peer (Herreid, 2003). Mengevaluasi diskusi di kelas dilakukan untuk menilai kontribusi mahasiswa di dalam melakukan diskusi kasus di kelas. Kontribusi dari mahasiswa di diskusi kasus dapat dikelompokkan ke dalam dua dimensi,
yaitu
apa
yang
dilakukan
oleh
mahasiswa
dan
bagaimana
mempresentasikannya (Hertenstein, 1991). Isi dari apa yang dikatakan oleh mahasiswa mencerminkan pengetahuan dari substansi materi. Perhatian oleh dosen terhadap isi diskusi yang disampaikan mahasiswa bermanfaat untuk meyakinkan bahwa diskusi telah benar-benar difokuskan pada isu-isu kunci yang pokok dan penting dan telah dianalisis dengan baik. Di dalam mengevaluasi isi dari apa yang disampaikan oleh mahasiswa, dosen dapat menilai ketepatan pendekatan yang dipilih oleh mahasiswa untuk memecahkan masalah dan kualitas dari analisis untuk mendukung solusi. Menilai isi dari diskusi tidak mudah dilakukan. Corey (1980) mengusulkan evaluasi didasarkan pada kemampuan mahasiswa menjawab pertanyaan, seperti Seberapa baik dan bergunanya mahasiswa mendefinisikan permasalahan? Seberapa banyak yang harus diobservasi telah benar-benar telah dilihat oleh mahsiswa? Apakah mahasiswa menggunakan observasi-observasi tersebut untuk menarik simpulan-simpulan yang relevan? Apakah ada analisis kuantitatif yang
Nadrah, Penerapan Pembelajaran Metode Kasus Berbasis Hasil
25
dibangun dan dihitung? Apakah itu digunakan untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan
yang bermanfaat?
Apakah
rekomendasi
mengikuti
simpulan? Apakah rekomendasi telah dikonstruksi dengan baik menggunakan data pendukung dan alur pemikiran? Apakah mahasiswa benar-benar menyatakan rekomendasinya secara jelas dan kemudian melanjutkannya untuk merancang suatu rencana tindakan? Penilaiannya dapat dilakukan dengan memberikan tanda atau angka untuk setiap pertanyaan yang dapat dijawab oleh mahasiswa, misalnya angka 4 untuk jawaban yang sangat baik, angka 3 untuk jawaban yang baik, angka 2 untuk jawaban yang cukup baik, angka 1 untuk jawaban yang biasa-biasa saja, dan angka -1 untuk jawaban yang tidak siap. Menilai proses diskusi. Proses dari diskusi menunjukkan kualitas dari presentasi mahasiswa. Penilaian ini ditujukan untuk menilai kemampuan mahasiswa untuk berpikir konstruktif (organisasi dari presentasi dan sistematika dari presentasi) dan kemampuan komunikasinya (cara presentasi, irama, dan interaksi dengan mahasiswa). Selain itu, penilaian kasus dapat diberikan oleh temannya sendiri. Asumsi yang mendasarinya adalah teman dalam grup lebih mengetahui proses persiapan dari kasus dan banyak orang memberikan nilai akan lebih objektif dibandingkan dengan seroang saja, yaitu dosennya. Ada banyak kesempatan untuk mengevaluasi kinerja siswa ketika mereka menggunakan pembelajaran berbasis kasus. Berikut adalah beberapa kegiatan yang dapat dinilai dalam kegiatan siswa, yaitu berartisipasi dan kontribusi mereka untuk bekerja dalam kelompok; jenis isu yang mereka mengidentifikasi; pertanyaan-pertanyaan mereka mengembangkan; penyelidikan mereka mengusulkan; di mana dan bagaimana mereka menemukan sumber daya; bagaimana mereka melakukan investigasi; presentasi yang mereka buat. Killen (2000) mengatakan untuk menjadi berguna dalam sistem OBE, kriteria penilaian harus sesuai dengan prinsip-prinsip berikut: (1) Prosedur penilaian seharusnya masih berlaku - mereka harus menilai apa yang mereka dimaksudkan untuk menilai. (2) Prosedur penilaian harus dapat diandalkan mereka harus memberikan hasil yang konsisten. (3) Prosedur penilaian harus adil mereka tidak boleh dipengaruhi oleh faktor-faktor relevan seperti latar belakang
26
At-Ta’lim, Vol. 11, No. 1, Januari 2012
budaya pembelajar. (4) Penilaian harus mencerminkan pengetahuan dan keterampilan yang paling penting bagi peserta didik untuk belajar. (5) Penilaian harus memberitahu pendidik dan peserta didik individu sesuatu yang tidak mereka sudah tahu, peregangan peserta didik untuk batas-batas pemahaman dan kemampuan untuk menerapkan pengetahuan mereka. (6) Penilaian harus bersifat komprehensif dan eksplisit. (7) enilaian harus mendukung setiap kesempatan peserta didik untuk belajar hal-hal yang penting. (8) Karena peserta didik adalah individu, penilaian harus memungkinkan individualitas ini harus dibuktikan. Ada aspek positif untuk OBE, terutama dari sudut pandang transformasional. Ini mendukung pendekatan rasional untuk pendidikan sebagai alat dan bukan tujuan itu sendiri dan dukungan pembelajaran kooperatif dibandingkan kompetitif. Ini menuntut bahwa mereka yang merencanakan, mengelola dan mempertanggungjawabkan apa yang terjadi untuk memfokuskan upaya mereka ke pencapaian belajar dan hasil yang diinginkan sebagai lawan isi kurikulum dan pencapaian nilai. Belajar adalah tidak bergantung pada waktu dan guru lagi. Peserta didik, pendidik dan lain-lain yang mendukung pembelajaran telah menjadi lebih membiasakan untuk menciptakan kondisi yang mendukung pembelajaran dan pencapaian hasil yang diinginkan. Seperti dicatat oleh Spady (1994), OBE menuntut "... komitmen untuk pertumbuhan yang berkelanjutan dan perbaikan sangat penting bagi keberhasilan". F. KESIMPULAN Belajar di perguruan tinggi merupakan suatu pilihan yang strategik dalam mencapai tujuan individual seseorang. Semangat, cara belajar, dan sikap mahasiswa maupun dosen terhadap belajar sangat ditentukan oleh kesadaran akan adanya tujuan individual dan lembaga pendidikan yang jelas. Keselarasan tujuan pembelajaran akan menjadikan belajar-mengajar menjadi berkualitas. Berpikir konstrukrtif dalam menghubungkan teori dan praktik merupakan salah satu tujuan pembelajaran metode kasus yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran. Kualitas pembelajaran berbasis hasil terlihat ketika pembelajaran yang dilaukan secara arif dalam menyikapi setiap permasalahan yang ada. Implementasi
Nadrah, Penerapan Pembelajaran Metode Kasus Berbasis Hasil
27
pembelajaran metode kasus berbasis hasil di perguruan tinggi dapat dilakukan berdasarkan: (1) peran dosen (peran pengarah, peran pengawas, peran pialang ide, peran perespon, dan peran pendengar), mahasiswa (peran mempersiapkan kasus dan peran diskusi di kelas), dan institusi (Peran dari institusi dapat berupa peran dalam penyediaan fasilitas fisik dan fasilitas nonfisik); (2) tahapan pembelajaran (proses di luar kelas sebelum diskusi; proses diskusi di kelas; proses di luar kelas setelah diskusi); (3) evaluasi yang dilakukan (mengevaluasi diskusi kelas, meminta hasil analisis tertulis, ujian kasus, dan evaluasi peer). Pembelajaran studi kasus berbasis hasil ini akan menjadikan suasana belajar yang efektif dalam merancang pembelajaranan yang diharapkan. Penulis :
Nadrah, M.Pd adalah Dosen Tetap pada Jurusan Tarbiyah STAIN Bengkulu DAFTAR PUSTAKA
Biggs, John and Catherine Tang. (2007). Teaching for Quality Learning at University. New York, USA: Open University Press. Butler, Mollier. (2011). “Outcomes Based/ Putcomes Focused Education”. http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&tl=id&u=http%3A%2F %2Fwww.kfshrc.edu.sa%2Fsaudization%2Ffiles%2FOutcomes%2520Bas ed%2520Education.doc&anno=2. Bandung, 20 Oktober 2011. Christensen, C.R. and Hansen, A.J. (1987). Teaching and the Case Method: Text, Cases, and Reading. Boston: Harvard Bussiness School Publishing. Corey, E.R. (1980). Case Method Teaching. Boston: Harvard Bussiness School Publishing. Fischer, Johann. et.al. (2008). LCaS: Language Case Studies Teacher Training Modules on the Use of Case Studies in Language Teaching at Secondary and University Level. Austria: Council of Europe Publishing. Gentile, M.C. (1990). Twenty Five Questions to Ask as You Begin to Develop a New Case Study. Boston: Harvard Bussiness School Publishing. Gragg, C.I. (1940). Because Wisdom Can’t be Told. Boston: Harvard Bussiness School Publishing.
28
At-Ta’lim, Vol. 11, No. 1, Januari 2012
Hertenstein, J.H. (1991). Pattern of Participation, Education for Judgment: The Artistry of Discussion Leadhership. Boston: Harvard Bussiness School Publishing. Jogiyanto. (2009). Filosofi, Pendekatan, dan Penerapan Pembelajaran Metode Kasus untuk Dosen dan Mahasiswa. Yogyakarta: Andi Offset. Killen, R. (2000). “Outcomes-Based Education: Principles and Possibilities. Unpublished manuscript. University of Newcastle, Australia: Faculty of Education”. Retrieved September 11, 2004 from http://www.schools.nt.edu.au/curricbr/cf/outcomefocus/Killen_paper.pdf Ronstadt, R. (1992). The Art of Case Analysis: A Guide to the Diagnosis of Business Situation. Dover: Lord Publshing Inc. Shapiro, B.P. (1986). Hints for Casewriting. Boston: Harvard Bussiness School Publishing. Spady, W. (1994). Outcomes Based Education: Critical Issues and Answers. American Association of School Administration: Arlington, Virginia. Spady, W. (1996). “Why Business Can't Afford the Trashing of OBE. Northern Territory Department of Education”. Retrieved 31 October 2002, from www.schools.nt.edu.au/curricbr/cf/outcomefocus/ OBE_and_business.pdf . Tucker, B. (2004). “Literature Review: Outcomes-focused Education in Universities. Learning Support Network”, Curtin University of Technology. Retrieved October 19, 2004, from http://lsn.curtin.edu.au/outcomes/docs/ LitReview.pdf.