PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME MODUL FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X OTOMASI INDUSTRI SMK NEGERI 1 BATAM
NELMA BUSRA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI PADANG Wisuda Periode September 2012
PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME MODUL FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X OTOMASI INDUSTRI SMK NEGERI 1 BATAM
NELMA BUSRA
Artikel ini disusun berdasarkan tesis Nelma Busra untuk persyaratan wisuda periode September 2012 yang telah direviu dan disetujui oleh kedua pembimbing
PENERAPAN PEMBELAJARAN KONSTRUKTIVISME MODUL FISIKA UNTUK MENINGKATKAN KONSEP DIRI DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X OTOMASI INDUSTRI SMK NEGERI 1 BATAM Nelma Busra1, Jalius Jama2, Nurhasan Syah3 Program Studi Pendidikan Teknologi dan Kejuruan FT Universitas Negeri Padang Email:
[email protected] Abstrak Berdasarkan observasi awal di kelas X kelas Otomasi Industri SMKN 1 Batu Aji Batam, konsep diri dan hasil belajar dalam Fisika belum tercapai seperti yang diharapkan. Modul konstruktivisme dianggap dapat memecahkan masalah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkapkan seberapa besar dampak pembelajaran konstruktivisme menggunakan Modul meningkatkan konsep diri dan hasil belajar siswa. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas dengan dua siklus, yang dilakukan pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012 di kelas Xotomasi Industri SMKN 1 Batu Aji Batam. Data tentang konsep diri dikumpulkan melalui pengamatan sementara hasil pembelajaran dikumpulkan dengan menggunakan tes. Berdasarkan analisis data temuan menunjukkan bahwa (1) ada peningkatan yang signifikan dalam konsep diri, dan (2) terjadi peningkatan yang signifikan hasil belajar setelah penerapan pembelajaran Konstruktivisme Modul Fisika. Dapat disimpulkan bahwa Pembelajaran Konstruktivisme Modul Fisika dapat meningkatkan konsep diri dan Hasil Belajar Fisika siswa di kelas X. Temuan menunjukkan bahwa modul Konstruktivisme dapat dikembangkan lebih luas dalam rangka meningkatkan konsep diri siswa serta hasil belajar siswa. Disarankan kepada peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian serupa dalam bentuk variasi lain untuk melihat efek dari Pembelajaran Konstruktivisme Modul terhadap konsep diri dan hasil belajar siswa. Abstract Based on a preliminary observation at Grade X of Automation class of SMKN 1 Batam Batu Aji, the self concept and learning outcomes in Physics has not been accomplished as expected. Constructivism modules were presumed can solve the problems. The purposes of this research were to disclose whether Constructivism Physics modules can better improve the students self concept and learning outcomes. This research was a Two-cycle Classroom Action Research, conducted in even semester of academic year 2011/2012 at Grade X Automation
1
2
class at SMKN 1 Batam Batu Aji. Data on the self-concept were collected through observation while the learning outcomes were collected by using a test. Based on the data analysis the findings showed that (1) there is a significant improvement in self concept, and (2) there was a significant learning outcome after the application of the Constructivism modules in Physic. It can be concluded that Constructivism modules can better improve the self-concept and the students’ achievement in Physics at Grade X Automation class. The findings implied that Constructivism modules can be wider developed in order to improve the students’ selfconcept as well as the students’ learning out comes. It was suggested for further researchers to employ similar research in other setting to determine the effect of Constructivism on the students’ self concept and the learning out come. Kata Kunci: Konsep diri, Pembelajaran konstruktivisme, Hasil belajar
Pendahuluan Fisika sebagai ilmu paling mendasar memiliki peranan yang sangat penting baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Fisika merupakan ilmu dasar atau basic science dari ilmu dan teknologi yang ada. Konsep dan prinsip dalam Fisika banyak digunakan untuk membangun atau membentuk teknologi baru, sehingga pelajaran Fisika di sekolah kejuruan merupakan salah satu mata pelajaran adaptif yang harus dipelajari siswa. Fisika mempelajari fenomena dan gejala alam secara empiris, logis, sistematis dan rasional yang melibatkan proses dan sikap ilmiah. Ketika belajar Fisika, siswa akan dikenalkan tentang produk Fisika berupa materi, konsep, azas, teori, prinsip dan hukum-hukum Fisika. Siswa juga akan diajarkan untuk bereksperimen di dalam laboratorium atau di luar laboratorium sebagai proses ilmiah untuk memahami berbagai pokok bahasan dalam Fisika. Di samping itu juga
3
dikembangkan/diajarkan sikap ilmiah seperti jujur, obyektif, rasional, skeptis, kritis, dan sebagainya. Namun fakta dilapangan masih banyak Sekolah Menengah Kejuruan yang melaksanakan pembelajaran Fisika lebih cenderung berpusat pada guru (teacher centre). Konsep-konsep yang seharusnya ditemukan secara langsung oleh siswa melalui pemberian pengalaman oleh guru, tidak banyak dialami siswa. Sebagian dari mereka akhirnya hanya mendapatkan konsep-konsep Fisika bersifat informasi yang disampaikan guru di kelas sehingga konsep Fisika yang didapat kurang baik. Sebagaimana kita ketahui bahwa pada pembelajaran Konstruktivisme merupakan suatu aliran filsafat yang mempunyai pandangan bahwa pengetahuan yang kita miliki adalah hasil konstruksi atau bentukan kita sendiri. Pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari fikiran guru ke fikiran siswa, artinya bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan
sebagai botol-botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu
pengetahuan sesuai dengan kehendak guru (Amri dan Ahmadi, 2010:148). Dari Survai yang dilakukan penulis pada setiap tahun pelajaran baru pada kelas yang di ajar, kebanyakan siswa beralasan kurang menyenangi pelajaran Fisika karena beranggapan bahwa pelajaran Fisika sulit dan rumit untuk dipelajari, banyak rumus-rumus, sehingga konsep dan prinsip Fisika sulit dipahami dan dicerna. Sulitnya siswa memahami konsep-konsep Fisika tersebut tidak terlepas dari Konsep diri yang sudah tercanang dalam diri mereka. Sebagaimana diketahui bahwa konsep diri merupakan keyakinan, pandangan atau
4
penilaian seseorang terhadap dirinya (Rini, 2002). Konsep diri dapat dianalogikan sebagai suatu sistem operasi yang menjalankan komputer mental, yang mempengaruhi kemampuan berfikir dan mempunyai pengaruh 88% terhadap level kesadaran seseorang (Gunawan, 2005). Konsep diri akan memberikan kerangka acuan yang mempengaruhi manajemen diri terhadap situasi dan terhadap orang lain. Setiap siswa selalu berkeinginan berhasil dalam pendidikannya. Faktor kepribadian seperti self image, kesadaran diri, ideal diri, motivasi, pengendalian dan harga diri memerlukan harmonisasi dalam proses belajar, yang akan mendukung terhadap hasil belajar Wahyuni, dalam Naam Syahputra (2009). Persepsi yang positif terhadap kepribadian akan mempengaruhi konsep diri kearah yang positif, dan mendorong individu untuk meraih prestasi Sahlan, dalam Naam Syahputra (2009). Persepsi positif terhadap kepribadian akan mempengaruhi konsep diri kearah positif, dan mendorong individu untuk meraih prestasi Sahlan, dalam Naam Syahputra, (2009). Anggapan siswa tentang rumitnya Fisika mengakibatkan siswa merasa kesulitan memahami materi yang diberikan guru. Individu yang memiliki konsep diri negatif meyakini dan memandang dirinya lemah, tidak dapat berbuat, tidak kompeten, gagal, tidak menarik, tidak disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Individu akan cenderung bersikap pesimistis terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Sebaliknya individu dengan konsep diri positif akan mampu menghargai dirinya dan melihat hal-hal positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan dan prestasi Wahyuni, dalam Naam Syahputra,
5
(2009). Sehingga dalam kepentingan prestasi, kemajuan dan perkembangan, konsep diri mempunyai peranan yang signifikan. Signifikannya tindakan manusia erat kaitannya bagaimana manusia itu mendefenisikan dirinya. Beberapa ahli jiwa mengatakan “Dari sistem pendidikan yang terbukti berhasil dari seluruh dunia, konsep diri lebih penting dari materi pelajaran” (Ari, dalam Naam Syahputra, 2009). Hal lain yang menjadi penyebab rendahnya nilai siswa adalah kurangnya pemberian soal-soal yang memacu aktivitas otak untuk lebih aktif berfikir, minat dan motivasi siswa yang rendah, rendahnya kreativitas siswa dan metode yang digunakan guru kurang bervariasi dan kurang menarik. Guru perlu memberikan keteladanan, membangun, dan mengembangkan potensi dan kreativitas siswa. Ini sesuai dengan paradigma proses pendidikan yaitu dari paradigma pengajaran ke paradigma pembelajaran. Akan tetapi strategi atau metode dalam proses pembelajaran yang dilaksanakan guru seringkali meminimalkan aktivitas siswa. Jika guru lebih aktif dalam pembelajaran, sehingga siswa cendrung bersifat pasif. Keadaan tersebut membuat siswa merasa bosan dalam pembelajaran sehingga hasil belajarpun menjadi rendah. Kemampuan yang diharapkan dikuasai siswa akan ditentukan oleh kerelavansian penggunaan suatu pendekatan atau metode yang digunakan, karena tidak semua metode cocok untuk setiap pelajaran, sebagaimana dijelaskan oleh Djamarah (1988) mengenal suatu bahan pelajaran sangat penting untuk pemilihan pendekatan, karena bahan pelajaran satu mungkin cocok untuk suatu pendekatan
6
tertentu tetapi untuk pelajaran yang lain lebih pas digunakan pendekatan yang lain. Disamping itu proses pembelajaran klasikal dengan rombongan belajar yang besar, padat dan dengan keterbatasan waktu membuat guru tidak dapat memberikan bantuan individual kepada siswa, bahkan kadang kala tidak mengenal siswa. Wena (2011) mengatakan bahwa dalam pembelajaran klasikal semua siswa dianggap sama dalam segala hal baik kemampuan, gaya belajar, kecepatan pemahaman, motivasi belajar dan sebagainya. Padahal karakteristik siswa sangat berbeda antara satu siswa dengan siswa lainnya sehingga dicarikan metode pembelajaran yang mampu memberikan pembelajaran untuk sejumlah besar siswa dan memberikan kesempatan penerapan pembelajaran individual yang memberi kepercayaan pada kemampuan individu untuk belajar mandiri. Nasution (2010:204) menyatakan bahwa diantara metode pengajaran individual,
pengajaran
modul
termasuk
metode
yang
menggabungkan
keuntungan-keuntungan dari berbagai pengajaran individual lainnya seperti tujuan instruksional khusus, belajar menurut kecepatan masing-masing atau feedback yang banyak. Sedangkan Russel dalam Wena (2011) mengatakan bahwa sistem pembelajaran modul akan menjadikan pembelajaran lebih efisien, efektif dan relevan. Disisi lain Nasution (2010:205) menambahkan bahwa modul adalah suatu unit yang lengkap yang berdiri sendiri dan terdiri atas suatu rangkaian kegiatan belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sejumlah dirumuskan secara khusus dan jelas.
tujuan yang
7
Berdasarkan pendapat Nasution tersebut, maka upaya peningkatan hasil proses belajar mengajar terus dilakukan. Salah satunya dengan penggunaan modul. Dengan adanya modul diharapkan mampu membantu penulis dalam menyelesaikan permasalahan tentang konsep diri dan hasil belajar siswa. Dengan membaca
modul
diharapkan
mampu
membantu
dalam
menyelesaikan
permasalahan guru dalam proses belajar mengajar. Begitu juga dengan siswa, dalam mengatasi masalah yang mereka temukan walaupun mereka memiliki kecepatan yang berbeda-beda, namun mereka bisa berinteraksi dengan modul. Nasution
(2010:206)
menyatakan
bahwa
pengajaran
modul
tidak
menggunakan kurva normal sebagai dasar distribusi angka-angka. Setiap siswa mendapat kesempatan untuk mencapai angka tertinggi dengan menguasai bahan pelajaran secara tuntas. Dengan penguasaan bahwa
sepenuhnya ia memperoleh
dasar yang lebih mantap untuk menghadapi pelajaran baru. Nasution (2008) juga mengatakan bahwa hasil belajar berdasarkan kurva normal yang biasa digunakan pada pembelajaran klasikal sesungguhnya menunjukan suatu kegagalan, karena sebagian besar peserta didik tidak mengetahui apa yang diajarkan. Menggunakan pengajaran modul akan membuka jalan baru kearah prestasi yang lebih tinggi yang
mendorong guru untuk mencari
macam-macam usaha untuk membantu peserta didik secara individual. Berdasarkan permasalahan yang timbul dalam kelas tersebut maka penulis melakukan penelitian tindakan kelas (PTK), penulis merasa bahwa dari kondisi pelaksanaan pembelajaran serta belajar dari pengalaman mengajar maka penulis melaksanakan suatu gagasan perbaikan dalam praktik pembelajaran serta melihat
8
pengaruh nyata dari upaya tersebut. Hopkins dalam Kunandar (2011:43) mengatakan bahwa Penelitian Tindakan adalah kajian sistematik dari upaya perbaikan pelaksanaan praktik pendidikan oleh sekelompok guru dengan melakukan tindakan-tindakan dalam pembelajaran, berdasarkan refleksi mereka mengenai hasil dari tindakan-tindakan tersebut. Berdasarkan uraian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk menentukan seberapa besar penerapan pembelajaran konstruktivisme menggunakan Modul dapat meningkatkan konsep diri siswa kelas X Otomasi Industri SMK N 1 Batam. 2. Untuk
menentukan
seberapa
besar
dampak
penerapan
pembelajaran
konstruktivisme menggunakan Modul Fisika dapat meningkatkan hasil belajar Fisika siswa kelas X Otomasi Industri SMK Negeri 1 Batam.
Metode Sebagaimana diketahui bahwa konsep Penelitian Tindakan Kelas terdiri dari empat tahap yaitu, Perencanaan (Planning), Tindakan (Action), Pengamatan (Observation), dan refleksi (Reflection) (Suharsimi, 2006:16). Tindakan yang diberikan dalam penelitian ini adalah sesuai dengan langkah-langkah (sintaks) model pembelajaran konstruktivisme menggunakan modul. Penelitian tindakan kelas ini dilakukan di kelas X Otomasi Industri SMK N 1 Batam, kecamatan Batu Aji, Kota Batam Provinsi Kepri pada semester genap tahun pelajaran 2011/2012 yang dilakukan pada bulan Maret sampai dengan bulan Juni 2012.
9
Data penelitian diperoleh dari data hasil observasi dan hasil tes siswa setelah melakukan pembelajaran modul sebagai data kuantitatif. Data konsep diri siswa didapatkan dengan mengisi lembar observasi aktivitas siswa. Data Hasil belajar dikumpulkan dengan cara pemberian tes pada akhir siklus 1 dan akhir siklus 2. Data penelitian didapatkan dari data lembar observasi terhadap konsep diri siswa dalam bentuk aktivitas belajar hasil pengamatan observer. Data ini diolah menggunakan statistik deskriptif dan persentase. Untuk melihat persentase tingkat konsep diri siswa digunakan ketentuan: =
100%
Keterangan : P = Angka persentase F = Frekuensi konsep diri siswa N = Jumlah siswa keseluruhan
Riduwan (2005:67)
Selanjutnya untuk melihat peningkatan konsep diri tiap siswa digunakan rumus : =
100%
Dimana : PP = Peningkatan Persentase konsep diri siswa Perhitungan di atas diklarifikasikan dalam kelompok berdasarkan persentase yang diperoleh sebagai interprestasi konsep diri siswa dengan berpedoman kepada Suharsimi (2004:54), seperti pada tabel 1.
10
Tabel 1. Kategori Konsep diri No 1 2 3 4 5
Persentase (%) 81% - 100% 61% - 80% 41% - 60% 21% - 40% 0% - 20%
Kategori Baik Sekali Baik Cukup Kurang Kurang sekali
Berdasarkan tabel 1 di atas, maka ditetapkanlah target yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Target konsep diri yang diharapkan pada penelitian ini adalah pada kategori baik ke atas yaitu persentase 61% keatas karena apabila konsep diri posistif siswa sudah baik, maka pelajaran akan dengan mudah dipahami oleh siswa. Sedangkan Hasil Belajar Siswa diolah dengan menggunakan statistik deskriptif dan rata-rata. Untuk melihat ketuntasan hasil belajar individu dengan KKM ( Kriteria Ketuntasan Minimal) dan ketuntasan secara klasikal 75% dengan menggunakan rumus. =
100%
Keterangan : NI = Ketuntasan belajar Individu T
= Skor yang diperoleh siswa
SM = Skor Maksimum dari tes Sedangkan persentase ketuntasan belajar siswa klasikal dapat dihitung dengan menggunakan rumus.
11
=
100%
Keterangan : NT = Ketuntasan belajar secara klasikal ST = Jumlah siswa tuntas N = Jumlah seluruh siswa
(Depdiknas, 2004)
Selanjutnya untuk mengetahui signifikasi peningkatan dari hasil belajar antara siklus I dan siklus II, maka dilakukan uji beda dua sampel berpasangan yaitu dengan menggunakan uji t paired. Uji beda dua sampel berpasangan atau Uji t-paired digunakan untuk menentukan ada tidaknya perbedaan rata-rata dua sampel bebas. Dua sampel yang dimaksud di sini adalah sampel yang sama namun mengalami proses pengukuran maupun perlakuan yang berbeda. Uji ini dirumuskan sebagai berikut: dimana d = X1 – X2 dengan
̅=∑
/√
Sedangkan standar deviasi dapat dicari dengan persamaan.
=
∑
(∑ )
Keterangan : n
= Jumlah Sampel
Sd = Standar Deviasi X1 = nilai siklus I X2 = nilai siklus II
(Bhuono Agung Nugroho, 2005:29)
12
Pembahasan/ Hasil dan Pembahasan Pada siklus I konsep diri siswa dalam bentuk aktivitas belajar siswa yang diamati belum memuaskan. Keseluruhan kegiatan tersebut belum mencapai 60%. keyakinan akan berhasil dalam tes semuanya mengalami peningkatan. Meningkatnya konsep diri siswa dalam bentuk aktivitas belajar siswa ini disebabkan karena siswa telah berprinsip bahwa tidak ada sesuatu yang sulit apabila
mau
mengkonstruksi
mempelajarinya sendiri
sehingga
kemampuan
mereka
mereka
merasa
harus
mampu
bisa
berhasil
dalam
agar
pembelajaran, sebagaimana dikatakan oleh Daniel Muijs dan David Reynolds (97:2008) bahwa semua pelajar benar-benar mengkonstruksikan pengetahuan untuk dirinya sendiri, dan bukan pengetahuan yang datang dari guru “diserap” oleh guru. Peningkatan hasil belajar siswa dapat dilihat dengan melihat perbandingan hasil belajar pada pasca siklus I dan siklus II. Perbandingan hasil analisis kedua siklus dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2. Perbandingan hasil Siklus I dan Siklus II
Persentase Jumlah Siswa yang belum mencapai nilai ≥ 65 Persentase Jumlah Siswa yang sudah mencapai nilai ≥ 65 Nilai Rata-rata
Siklus I
Siklus II
Peningkatan
Ketuntasan belajar secara Klasikal (%)
15 (41,67)
21 (58,33)
16,66
58,33
5 (13,89)
31 (86,11)
72,22
86,11
64,58
80,28
15,7
13
Berdasarkan data di atas dapat dinyatakan bahwa pada kedua siklus terdapat peningkatan terhadap hasil belajar siswa. Disamping aktivitas siswa yang meningkat, siswa juga telah saling membantu teman-teman mereka yang kesulitan sehingga diantara siswa terlihat sangat akrab dalam pembelajaran. Sehingga pada saat ditanya guru apakah mereka telah siap untuk dilaksanakannya ulangan, maka para siswa menjawab dengan sangat antusias. Hal ini dibuktikan pada saat selesai ulangan, terlihat wajah-wajah puas dari siswa. Hal ini juga didukung dengan hasil belajar yang mereka peroleh, dimana telah 86,11% siswa berhasil dalam pembelajarannya. Sehingga ketuntasan kelas dari siklus I sampai siklus II mengalami peningkatan dan melebihi indikator yang ditetapkan. Perbandingan dari setiap siklus juga dapat dilihat dengan melakukan uji t. Uji t dilakukan untuk mengetahui signifikan atau tidak peningkatan hasil belajar yang dicapai oleh siswa seperti pada tabel 3 berikut: Tabel 3. Paired Samples Statistics
Pair 1
Mean
N
Std. Deviation
Std. Error Mean
Siklus2
80.2778
36
9.70600
1.61767
Siklus1
64.58
36
8.227
1.371
Dari tabel 3 di atas menunjukan bahwa rata-rata hitung pada siklus I adalah 64,58 dan rata-rata hitung siklus II adalah 80,28. Sedangkan standar deviasi 8,227 pada siklus I dan 9,706 pada siklus II. Lebih lanjut dapat dilihat pada tabel 4 berikut ini:
14
Tabel 4. Paired Samples Test Paired Differences 95% Confidence Sig. (2Std.
Std. Error
Interval of the
Deviation
Mean
Difference
Mean
df tailed)
Lower Pair 1
t
Upper
Siklus2 1.56944E1 10.89907
1.81651 12.00673 19.38216
8.640
35
.000
Siklus1
Tabel 4 di atas menjelaskan bahwa nilai thitung sebesar 8,640 dengan tingkat sig.(2-tailed) = 0,000 pada derajat kebebasan (df) 35 dan signifikansi (α = 0,005). Berdasarkan hipotesis yang telah dibuat, maka merujuk kepada tabel uji t maka didapat bahwa nilai thitung = 8,640. Sedangkan ttabel =2,042. Dari hasil uji t tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai thitung > ttabel sehingga dapat disimpulkan bahwa pembelajaran konstruktivisme modul dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Kesimpulan dan Saran Berdasarkan hasil pengamatan dan pengolahan data yang dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Penerapan
pembelajaran
konstruktivisme
menggunakan
modul
dapat
meningkatkan konsep diri dalam bentuk aktivitas belajar siswa. Hasil pengamatan dari 12 kegiatan siswa pada setiap pertemuan baik pada siklus I maupun siklus II, dimana pada setiap siklus dilaksanakan tiga kali pertemuan menunjukan bahwa adanya peningkatan yang terjadi dari siklus I ke siklus II.
15
Rata-rata persentase aktivitas belajar siswa pada siklus I adalah 43,75% dalam kategori cukup dan pada siklus II adalah 79,86% dalam kategori baik, sedangkan rata-rata persentase peningkatan aktivitas belajar siswa adalah 36,11%. 2. Penerapan
pembelajaran
konstruktivisme
menggunakan
modul
dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas X Otomasi Industri SMK Negeri 1 Batam. Hasil belajar pada siklus I dan siklus II mengalami peningkatan baik secara individu maupun secara klasikal. Dimana nilai KKM yang telah ditentukan adalah 65, dan nilai rata-rata yang telah tuntas adalah 86,11%, artinya dari 36 orang siswa yang telah mencapai ketuntasan dalam belajar adalah 31 orang siswa.
Saran Berdasarkan temuan yang diperoleh dalam penelitian ini, maka disarankan kepada: 1. Penerapan Pembelajaran Konstruktivisme Modul dengan memadukan metode pembelajaran merupakan salah satu solusi bagi guru yang mengalami permasalahan dalam pembelajaran, sehingga fungsi guru sebagai fasilitator dapat terlaksana dan tujuan pembelajaranpun dapat tercapai. 2. Guru harus mampu menyajikan materi pelajaran dengan sangat menarik sehingga siswa bisa lebih menyenangi pelajaran yang pada akhirnya dapat memberikan konsep diri positif terhadap diri siswa serta lebih memberdayakan keterampilan siswa dalam mengkontruksi kemampuannya dalam pembelajaran.
16
3. Jangan terlalu berharap hasil belajar siswa meningkat hanya karena modul saja tanpa
adanya
strategi-strategi
pembelajaran.
Guru
harus
mampu
memvariasikan dengan strategi-strategi pembelajaran aktif karena budaya belajar mandiri dikalangan pada umumnya siswa masih rendah. 4. Disarankan pada penelitian selanjutnya dapat melaksanakan penelitian yang sama dengan memperbaiki beberapa kekurangan yang ada dalam penelitian ini, maupun dengan melakukan variasi sehingga timbul suatu keyakinan dalam diri siswa bahwa tidak ada sesuatu yang tidak bisa diselesaikan/ sulit asalkan mereka mau mempelajarinya.
Daftar Rujukan Amri, Sofan & Ahmadi, Iif Khoiru, 2010. Konstruktivisme Pengembangan Pembelajaran. Jakarta: PT. Prestasi Pustakaraya. Arikunto, Suharsimi. 2004. Dasar-dasar Evaluasi. Jakarta: PT Bumi Aksara. Depdiknas, 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005. Tentang Standar Nasional Pendidikan. Djamarah, Syaiful Bahri, Drs, & Aswan Zain, Drs. 1988. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Gunawan. 2005. Konsep Diri Berpengaruh Terhadap Diri. Dapat dibuka pada Situs http:// www.konsepdiri.com/webmaster-Gunawan/html. Kunandar. 2011. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
sebagai
Muijs, Daniel & Reynolds, David. 2008. Effective Teaching Teori dan Aplikasi (terjemahan). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Nasution. 1995. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
17
Nasution. 2008. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. ______. 2010. Berbagai Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. Nugroho, BA. 2005. Strategi Jitu Memilih Metode Statistik Penelitian dengan SPSS. Yogyakarta: Andi Offset. Riduwan. 2005. Dasar-dasar Statistika. Bandung. Alfabeta. Rini, F. 2002. Konsep Diri Terhadap Prestasi dapat dibuka pada situs http://www.e-psikologi/team.com. Syahputra, Naam. 2009. Hubungan Konsep Diri dengan Prestasi Akademik Mahasiswa S1 Keperawatan Semester III Kelas Ekstensi PSIK FK USU Medan. Skripsi Tidak Diterbitkan. Medan Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran USU Medan. Wena, Made. 2011. Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer Suatu Tinjauan Konseptual Operasional. Jakarta: Bumi Aksara.
Persantunan: Artikel ini disusun berdasarkan tesis Nelma Busra dengan judul Penerapan Pembelajaran Konstruktivisme Modul Fisika Untuk Meningkatkan Konsep Diri Dan Hasil Belajar Siswa Kelas X Otomasi Industri SMK Negeri 1 Batam. Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada Pembimbing I Prof. Drs. Jalius Jama M.Pd, Ph.D dan Pembimbing II Dr. Nurhasan Syah, M.Pd yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk membimbing penulis dalam penyelesaian artikel ini.