PENERAPAN PEMBELAJARAN INKUIRI UNTUK MENUMBUHKAN KEMAMPUAN BERPIKIR KREATIF MATEMATIKA SISWA KELAS X SMK NEGERI 1 BONTANG
Sugeng Suprayogi, Ipung Yuwono, dan Makbul Muksar Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Malang, Dosen Pascasarjana Universitas Negeri Malang E-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
ABSTRAK: Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan langkah-langkah pembelajaran inkuiri yang dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif matematika siswa kelas X SMK Negeri 1 Bontang, materi sistem pertidaksamaan linier dua variabel dan penerapannya pada masalah program linier. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Langkah-langkah pembelajaran inkuiri yang dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif matematika, yaitu: (1) orientasi, (2) menyajikan masalah, (3) mengumpulkan informasi dan membuat dugaan penyelesaian, (4) menguji dugaan penyelesaian dan membuat kesimpulan sementara, (5) mengkomunikasikan hasil, dan (6) refleksi dan kesimpulan. Peneliti lain yang berminat mengadakan penelitian serupa, dapat mengembangkan pembelajaran inkuiri pada materi yang lain, dan sebaiknya mempertimbangkan penilaian terhadap sikap kreatif siswa. Kata Kunci: pembelajaran inkuiri, menumbuhkan, berpikir kreatif matematika
Belajar matematika memerlukan kesiapan intelektual memadai, aktivitas mental yang tinggi dan kemampuan kognitif yang kompleks, meliputi kemampuan berpikir kreatif dalam menyelesaikan masalah. Namun umumnya kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa proses pembelajaran matematika cenderung prosedural dan berorientasi pada hasil belajar secara kognitif, kurang memperhatikan kemampuan berpikir kreatif siswa baik dalam proses konstruksi pengetahuan maupun memecahkan suatu masalah, sebagaimana yang terjadi SMK Negeri 1 Bontang. Pembelajaran matematika di SMK Negeri 1 Bontang berpusat pada guru, terjadi kecenderungan siswa meniru atau menghafal cara/rumus yang diberikan, yang berakibat belum tumbuhnya kemampuan berpikir kreatif siswa
sebagaimana yang diharapkan. Indikasi belum tumbuhnya kemampuan berpikir kreatif tersebut antara lain: (1) siswa kurang aktif dalam mengajukan pertanyaan atau ide/gagasan, (2) siswa ragu-ragu bahkan tidak berani menjawab pertanyaan guru dengan ide/gagasannya sendiri, (3) siswa tidak berani menyelesaikan soal dengan caranya sendiri dengan alasan takut salah, terdapat kecenderungan bahwa cara berpikir siswa meniru cara-cara yang diberikan guru atau buku, dan (4) siswa peran siswa dalam mengerjakan soal masih kurang, hanya beberapa siswa pandai yang berinisiatif menyelesaikan di papan tulis. Sementara itu, berdasarkan pengalaman penulis sebagai guru di SMK Negeri 1 Bontang, beberapa contoh yang menggambarkan rendahnya kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan
328
329, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
masalah matematika, antara lain: (1) pada saat siswa diberikan soal “Buatlah pertidaksamaan linier dua variabel yang salah satu anggota penyelesaiannya adalah (-2, -3)!” Sebagian kecil siswa dapat menuliskan jawaban dengan benar. Namun siswa tersebut ragu-ragu, apakah jawaban yang mereka tulis benar, sebab jawaban siswa berbeda satu sama lain, sehingga siswa kurang yakin, (2) pada saat siswa diberikan soal “Susunlah sistem pertidaksamaan linier dua variabel yang daerah penyelesaiannya berbentuk segitiga!” Siswa terlihat bingung, siswa beranggapan sistem pertidaksamaan linier hanya dapat disusun jika grafik daerah himpunan penyelesaiannya telah diketahui. Memperhatikan permasalahan di atas, dipandang perlu menerapkan strategi pembelajaran yang membuat siswa termotivasi untuk berpikir kreatif dalam pembelajaran. Munandar (2009); Ruseffendi (dalam Hidayat, 2001:2) berpendapat, tumbuhnya kemampuan berpikir kreatif berhubungan dengan cara mengajar guru. Kemampuan berpikir kreatif akan tumbuh jika siswa belajar atas prakarsanya sendiri, guru memberi kepercayaan kepada siswa untuk berpikir dan berani mengemukakan gagasan, memberikan stimulus, penghargaan, menyajikan materi ajar melalui berbagai cara/media, melatih siswa melakukan eksplorasi, inkuiri, penemuan, pemecahan masalah, dan brain stroming. Dari pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kreatif dapat ditumbuhkembangkan melalui penerapan pembelajaran yang melatih siswa menggali ide-ide dan mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri, baik secara individu maupun kelompok. Pembelajaran tersebut bernuansa eksplorasi, inkuiri, penemuan, atau pemecahan masalah. Salah satu pembelajaran yang memiliki karakter
menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif adalah pembelajaran inkuiri. Goos, Stillman, & Vale (2007) berpendapat, pembelajaran inkuiri pada matematika menghasilkan pemahaman lebih dalam dan fleksibel. Berbagai penelitian baru berbasis konstruktivis menganjurkan pembelajaran matematika melalui inkuiri dan meminta guru melibatkan siswa untuk berpikir kreatif, bernalar, dan memecahkan masalah. Sedangkan menurut pendapat Silver (1997), pembelajaran matematika berorientasi inkuiri yang kaya aktivitas pemecahan masalah dapat digunakan guru untuk menumbuhkan berpikir kreatif siswa Siegrist (2009) menyampaikan beberapa karakteristik pembelajaran inkuiri dalam matematika, antara lain: (1) siswa membangun pemahaman matematika melalui dialog, (2) siswa bekerja sama dalam kelompok untuk memecahkan masalah matematika, (3) adanya koreksi dari siswa, bahwa siswa melakukan pemeriksaan terhadap hasil jawaban mereka sendiri untuk mengetahui adanya kesalahan, (4) keberanian mengambil resiko, kritikan dianggap sebagai salah satu cara untuk mendapatkan ide, (5) siswa mempertimbangkan, mengusulkan, dan membangun alternatif cara/pendekatan untuk memecahkan masalah, (6) siswa menyelidiki prosedur penyelidikan, bahwa ketika siswa berpikir tentang apa yang mereka lakukan selama proses pemecahan masalah, maka mereka secara tidak langsung belajar bagaimana menyelidiki prosedur penyelidikan, dan (7) guru memfasilitasi siswa mempelajari matematika seperti layaknya ahli matematika. Berdasarkan pendapat tersebut, karakteristik pembelajaran inkuiri yang dikembangkan dalam penelitian ini meliputi partisipasi, kerjasama, penyelidikan, dan pemberian bimbingan guru (scaffolding). Partisipasi merupakan peran
Suprayogi, Penerapan Pembelajaran Inkuiri ,330
serta siswa bertanya dan menjawab pertanyaan yang berhubungan dengan materi atau masalah yang dipertanyakan dan menyelesaikan tugas di kelas. Kerjasama merupakan peran serta siswa bekerja secara kelompok, berdiskusi dan bertukar pikiran/ide/gagasan. Penyelidikan merupakan peran serta siswa dalam menemukan konsep dan memecahkan suatu masalah melalui aktivitas pengumpulan informasi dan pengajuan dugaan, menguji/menganalisis dugaan dan membuat kesimpulan. Pemberian bimbingan guru (scaffolding), yaitu pemberian bantuan seperlunya pada tahap awal pembelajaran, kemudian secara perlahan menguranginya untuk memberi siswa kesempatan mengerjakan sendiri tugasnya. Bimbingan yang diberikan bisa berupa penjelasan masalah, pemberian motivasi, pemberian pertanyaan-pertanyaan yang mengarahkan pada penyelesaian masalah. Goos (2004) mengajukan asumsi dan menggambarkan kegiatan guru dan siswa dalam pembelajaran inkuiri, yaitu: (1) Cara berpikir matematik adalah sebuah tindakan dari membuat perasaan dan berbagai proses dari mengkhususkan, menggeneralisir, memperkirakan, dan meyakinkan, (2) Proses inkuiri matematika didukung dengan kebiasaan dari pemikiran individu dan pemantauan diri, (3) Cara berpikir matematis berkembang melalui dorongan guru tentang proses inkuiri, (4) Cara berpikir matematik dapat dibangkitkan dan diuji melalui partisipasi siswa sebaya dengan status yang sama, (5) Hubungan pengetahuan formal dan umum dapat membantu siswa untuk mengadopsi konvensi komunikasi matematika. Sedangkan tahapan pembelajaran inkuiri matematika menurut Menezes, Canavarro, & Oliveira (2012), sebagai berikut: (1) penyajian tugas, pembelajaran diawali dengan pemberian tugas yang menantang siswa untuk menyelesaikannya,
(2) mendukung siswa bekerja mandiri dalam menyelesaikan tugasnya, guru meminta siswa untuk memberikan pembenaran (alasan) dan menyarankan cara-cara pemecahan yang berbeda, (3) merancang diskusi, guru mendorong pengajuan pertanyaan untuk klarifikasi ide, menjembatani diskusi dan perbandingan ide-ide, (4) sistematisasi pembelajaran, guru meminta siswa untuk mengidentifikasi konsep matematika berdasarkan masalah yang diberikan, memperjelas definisi dengan mengeksplorasi representasi, mengidentifikasi prosedur matematika yang digunakan dan menerapkannya. Berdasar pada Goos (2004); Menezes, Canavarro, & Oliveira (2012), langkah pembelajaran inkuiri dalam penelitian ini adalah: (1) orientasi, (2) menyajikan masalah, (3) mengumpulkan informasi dan menyusun dugaan penyelesaian, (4) menguji dugaan dan membuat kesimpulan sementara, (5) mengkomunikasikan hasil, dan (6) refleksi dan kesimpulan. Berpikir kreatif dalam matematika mengacu pada pengertian berpikir kreatif secara umum. Menurut Mc Gregor (2007), berpikir kreatif matematika merupakan proses berpikir yang mengarahkan pada pemerolehan wawasan, pendekatan, perspektif, atau cara baru dalam memahami sesuatu. Pehkonen, 1999: Krutetskii, 1976; Haylock, 1997; Silver, 1997 (dalam, 2006) berpendapat, berpikir kreatif matematika merupakan kombinasi berpikir logis dan divergen yang memperhatikan aspek fleksibilitas, kefasihan, dan kebaruan. Sedangkan Grieshober (dalam Mahmudi, 2010), berpikir kreatif sebagai proses konstruksi ide menekankan pada aspek kelancaran (fluency), keluwesan (flexibility), kebaruan (originality), dan keterincian. Dalam penelitian ini, kemampuan berpikir kreatif didasarkan pada tiga aspek, yaitu kelancaran (fluency), fleksibel
331, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
(flexibility), dan orisinil (originality). Kelancaran (fluency) adalah kemampuan menemukan jawaban masalah dengan mudah, benar dan menghasilkan jawaban beragam. Fleksibel (fleksibility) adalah kemampuan menerapkan cara-cara yang berbeda dan benar dalam memperoleh jawaban. Sedangkan orisinil (originality) adalah kemampuan menemukan jawaban berbeda yang tidak biasa dilakukan oleh siswa pada tingkat pengetahuannya. Untuk mengukur berpikir kreatif dalam matematika, Mann (2005) menetapkan beberapa kriteria, antara lain: (1) kemampuan untuk merumuskan hipotesis mengenai hubungan sebab akibat dalam situasi matematis, (2) kemampuan untuk menentukan pola, (3) kemampuan memecahkan masalah matematika, (4) kemampuan mempertimbangkan dan mengevaluasi ide-ide matematika yang tidak biasa, untuk memikirkan kemungkinan akibat, dan (5) kemampuan merasakan apa yang hilang dari suatu siuasi matematika yang diberikan dan mengajukan suatu pertanyaan. METODE Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Jenis penelitian yang digunakan adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) mengacu pada model Kemmis & McTaggart (Arikunto, Suhardjono, & Supardi; 2010), berupa siklus yang terdiri dari empat tahap, yaitu: (1) perencanaan (plan), (2) pelaksanaan (action), (3) pengamatan (observation), dan (4) refleksi (reflection). Adapun subyek penelitian adalah siswa kelas X kompetensi keahlian Analisis Kimia SMK Negeri 1 Bontang semester II tahun pelajaran 2012/2013, terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 15 siswa perempuan. Data yang diperoleh dalam penelitian meliputi: (1) deskripsi dan skor hasil
pengamatan tindakan guru dan respon siswa dalam pembelajaran, (2) hasil penyelesaian LKS kelompok, (3) hasil tes berpikir kreatif, dan (4) deskripsi hasil wawancara. Pengamatan aktivitas pembelajaran dilakukan untuk mendeskripsikan tindakan guru dan respon siswa selama proses pembelajaran. Pada setiap pertemuan, LKS kelompok dikumpulkan dan dilakukan penilaian. Tes berpikir kreatif dilakukan pada setiap akhir siklus, berbentuk uraian. Sedangkan wawancara dilakukan tehadap tiga subyek penelitian (terdiri dari satu siswa berkemampuan tinggi, sedang, dan rendah), bertujuan mengetahui tanggapan siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran dan menelusuri kemampuan berpikir kreatif subyek penelitian dalam menyelesaikan masalah yang disajikan. Tindakan dikatakan berhasil jika memenuhi kriteria sebagai berikut: (1) hasil pengamatan tindakan guru dan respon siswa selama pembelajaran minimal mencapai kategori baik, (2) hasil penyelesaian LKS kelompok, minimal 80% kelompok mencapai kategori cukup kreatif atau lebih, (3) hasil tes secara klasikal minimal 80% siswa mencapai kategori cukup kreatif. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini terlaksana dalam dua siklus. Setiap siklus berlangsung dalam empat kali pertemuan (tiga pertemuan pembelajaran dan satu pertemuan tes). Setiap siklus meliputi empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Hasil penelitian pada siklus I menunjukkan bahwa persentase rata-rata hasil pengamatan tindakan guru dan respon siswa mencapai 87,7% berada pada kategori baik. Berdasarkan hasil analisis penyelesaian LKS kelompok, diketahui seluruh kelompok (8 kelompok) mencapai
Suprayogi, Penerapan Pembelajaran Inkuiri ,332
kategori kreatif, memenuhi kriteria yang ditetapkan, yaitu minimal 80% kelompok mencapai kategori cukup kreatif atau lebih. Berdasarkan hasil analisis tes akhir (berpikir kreatif), diketahui sebanyak 6 siswa dari 32 siswa atau 18,8% dari keseluruhan siswa mencapai kategori kreatif, 19 siswa atau 59,3% dari keseluruhan siswa mencapai kategori cukup kreatif, 7 siswa atau 21,9 % dari keseluruhan siswa mencapai kategori kurang kreatif. Dengan demikian sebanyak 25 siswa dari 32 siswa atau 78,2% dari keseluruhan siswa mencapai kategori minimal cukup kreatif atau lebih, pencapaian tersebut belum memenuhi kriteria yang ditetapkan, yaitu minimal 80% dari keseluruhan siswa mencapai kategori cukup kreatif atau lebih. Berdasarkan hasil wawancara pada siklus I, diperoleh informasi bahwa siswa memberikan respon positif terhadap pembelajaran, senang terlibat dalam kegiatan penyelidikan, bekerjasama dan berdiskusi kelompok. Subyek wawancara menyampaikan kesulitan yang dialami dalam pembelajaran dan memberikan koreksi positif terhadap tindakan guru, diantaranya siswa merasa waktu yang didisediakan terasa singkat sehingga presentasi terkesan buru-buru, siswa malu bertanya kepada guru, dan siswa mengalami kesulitan disebabkan guru tidak memberitahu contoh cara penyelesaiannya. Berdasarkan hasil refleksi siklus I, diketahui hasil tes berpikir kreatif belum memenuhi kriteria keberhasilan yang ditetapkan. Dengan demikian disimpulkan bahwa tindakan dilanjutkan ke siklus II. Hasil penelitian pada siklus II menunjukkan bahwa persentase rata-rata hasil pengamatan tindakan guru dan respon siswa mencapai 95,6% berada pada kategori sangat baik, memenuhi kriteria yang ditetapkan yaitu minimal mencapai kategori baik. Hasil analisis penyelesaian
LKS kelompok, diketahui seluruh kelompok (8 kelompok) mencapai kategori kreatif, memenuhi kriteria yang ditetapkan, yaitu minimal 80% kelompok mencapai kategori cukup kreatif atau lebih. Dari hasil analisis tes akhir (tes kemampuan berpikir kreatif) pada, diketahui sebanyak 2 siswa dari 32 siswa atau 6,2% dari keseluruhan siswa mencapai kategori sangat kreatif, 17 siswa atau 53,1% dari keseluruhan siswa mencapai kategori kreatif, 10 siswa atau 12,5 % dari keseluruhan siswa mencapai kategori cukup kreatif, dan 3 siswa atau 9,4% dari keseluruhan siswa mencapai kategori kurang kreatif. Dengan demikian sebanyak 29 siswa dari 32 siswa atau 90,6% dari keseluruhan siswa telah mencapai kategori minimal cukup kreatif atau lebih. Hasil tersebut memenuhi kriteria yang ditetapkan, yaitu minimal 80% dari keseluruhan siswa mencapai kategori cukup kreatif atau lebih. Berdasarkan hasil wawancara, diperoleh informasi bahwa pembelajaran inkuiri membantu siswa mempelajari materi sistem pertidaksamaan linier dua variabel dan penerapannya pada masalah program linier dan tertarik untuk mengikuti pembelajaran serupa pada materi matematika yang lain. Ketiga aspek berpikir kreatif (kelancaran, fleksibel, dan orisinil) telah tampak dari jawaban siswa. Aspek kelancaran ditunjukkan dengan mampu menentukan nilai optimum masalah program linier dengan langkahlangkah yang tepat dan benar. Aspek feksibel ditunjukkan dari kemampuan siswa menuliskan cara-cara yang berbeda dalam menyusun model matematika. Aspek orisinil ditunjukkan kemampuan siswa menuliskan cara yang berbeda dari siswa lainnya, sebagai comtoh adalah siswa menggunakan pendekatan grafik untuk menentukan kemungkinan sepatu
333, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
model A dan model B yang terjual dengan keuntungan Rp400.000,00. Berdasarkan hasil penelitian di atas, langkah-langkah pembelajaran inkuiri yang dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif siswa kelas X program studi Analisis Kimia di SMK Negeri 1 Bontang pada materi sistem pertidaksamaan linier dua variabel dan penerapannya pada masalah program linier adalah sebagai berikut. a. Tahap Awal Orientasi, guru membangkitkan semangat dan partisipasi siswa untuk siap mengikuti pembelajaran dengan mengingatkan pengetahuan prasyarat di awal pembelajaran melalui pertanyaan yang menarik dan menantang tentang persamaan linier dua variabel, sistem pertidaksamaan, daerah penyelesaian, model matematika (fungsi kendala dan fungsi obyektif), seperti: “Sebutkan contoh permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang merupakan penerapan dari pertidaksamaan atau sistem pertidaksamaan linier!” Guru memberi kesempatan siswa menyebutkan/membuat contoh baru yang berbeda. b. Tahap Inti (1) menyajikan masalah, guru melatih siswa berpikir divergen melalui LKS yang berisi masalah terbuka tentang himpunan penyelesaian pertidaksamaan linier dua variabel, sistem pertidaksamaan linier dua variabel, menyusun model matematika, menentukan nilai optimum masalah program linier untuk dipecahkan siswa. (2) mengumpulkan informasi dan menyusun dugaan penyelesaian, siswa dilatih belajar secara mandiri dengan mengerjakan LKS yang didiskusikan bersama kelompoknya. Meminta siswa menuliskan semua ide atau gagasan dalam menyelesaikan masalah tentang sistem pertidaksamaan linier dan
penerapannya pada masalah program linier. Guru memberikan bimbingan yang mengarahkan siswa menemukan penyelesaian masalah yang disajikan, berupa petunjuk secara verbal, seperti: “Baca kembali soal tersebut dengan cermat!”, “Coba perhatikan kembali daerah penyelesaian soal tersebut!”. Berupa pertanyaan, seperti: “Tunjukkan garis yang membatasi daerah penyelesaian!”, “Berapa banyak daerah pada gambar tersebut yang dapat dipilih sebagai daerah penyelesaian?”, atau berupa anjuran menyelesaikan masalah secara bertahap, seperti: “Coba gambarkan dulu daerah penyelesaian dari pertidakx 3 y 9 , setelah itu samaan gambarkan daerah penyelesaian dari 2 x 2 dan y 0 , menurutmu adakah irisan dari ketiga daerah penyelesaian tersebut? Jika ada, tunjukkan dan tandailah daerah irisan tersebut!” dalam proses penyelesaian masalah, guru memberi kesempatan siswa untuk mencari informasi yang mendukung penyelesaian dari buku siswa dan buku sumber lainnya yang relevan. (3) menguji dugaan dan menyusun kesimpulan sementara, meminta siswa mendiskusikan ide atau gagasan penyelesaian yang diperoleh masingmasing siswa dalam menyelesaikan masalah yang disajikan bersama kelompoknya dan menentukan beberapa alternatif penyelesaiannya. Meminta siswa menuliskan penyelesaian masalah yang telah disepakati oleh anggota kelompok dan menyiapkannya untuk kegiatan presentasi. (4) mengkomunikasikan hasil, beberapa kelompok diminta mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya dan
Suprayogi, Penerapan Pembelajaran Inkuiri ,334
meminta kelompok lainnya memberikan tanggapan, koreksi, dan alternatif cara pemecahan masalah. Guru memberikan penguatan jawaban benar dan mengarahkan siswa mengetahui letak kesalahannya, juga memberikan apresiasi/penghargaan verbal berupa pujian atau tepukan tangan kepada siswa atau kelompok yang berani menyampaikan ide atau gagasannya. c. Tahap Akhir Refleksi dan kesimpulan, guru meminta siswa melakukan pengecekkan kembali (me-review) langkah penyelesaian yang telah diperoleh sebagaimana hasil diskusi kelas (presentasi) dan membuat kesimpulan hasil belajar. PENUTUP Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian, penerapan pembelajaran inkuiri yang dapat menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif matematika, dengan langkah-langkah: (1) orientasi, membangkitkan semangat dan partisipasi siswa untuk siap mengikuti pembelajaran dengan mengingatkan pengetahuan prasyarat di awal pembelajaran melalui pertanyaan yang menarik dan menantang, (2) menyajikan masalah,
melatih siswa berpikir divergen melalui pemberian LKS yang memuat masalah terbuka, dan siswa memahami dan mencermati masalah, (3) mengumpulkan informasi dan membuat dugaan penyelesaian, melatih siswa belajar secara mandiri dengan mengerjakan LKS yang didiskusikan bersama kelompoknya, (4) menguji dugaan penyelesaian dan membuat kesimpulan sementara, meminta siswa mendiskusikan ide atau gagasan penyelesaian yang diperoleh masingmasing anggota kelompok, membahas beberapa alternatif penyelesaian, (5) mengkomunikasikan hasil, beberapa kelompok mempresentasikan jawaban, meminta kelompok lainnya memberikan tanggapan, koreksi, atau alternatif pemecahan masalah, (6) refleksi dan kesimpulan, melakukan pengecekkan kembali langkahlangkah penyelesaian dan membuat kesimpulan hasil belajar. Bagi peneliti lain yang berminat mengadakan penelitian serupa, dapat mengembangkan pembelajaran inkuiri pada materi yang lain, dan untuk mendukung hasil tumbuhnya kemampuan berpikir kreatif siswa, sebaiknya dilakukan penilaian terhadap sikap kreatif siswa.
DAFTAR RUJUKAN Arikunto & Jabar. 2010. Evaluasi Program Pendidikan, Pedoman Teoretis Praktis Bagi Mahasiswa dan Praktisi Pendidkan, Edisi Kedua. Jakarta: PT Bumi Aksara. Goos, M. 2004. Learning Mathematics in a Classroom Community of Inquiry. Jurnal for research in Mathematics Education 2004 Vol 35, No. 4, 258291. Goos, Stillman, & Vale. 2007. Teaching Secondary School Mathematics,
Research and Practice for the 21st century. Australia: Allen & Unwin. Hidayat, Rachmat. 2001. Proses Pendidikan Matematika Ekonomi yang Ideal Ditinjau dari Pandang Kurikulum. Fokus, Jurnal Akuntansi dan Manajemen Sekolah Tinggi ilmu Ekonomi Bandung, Volume 2 No. 3, Februari 2001. Mahmudi, Ali. 2010. Pengaruh Strategi MHM Berbasis Masalah terhadap Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Persepsi terhadap
335, KNPM V, Himpunan Matematika Indonesia, Juni 2013
Kreativitas. Jurnal Cakrawala Pendidikan. Yogyakarta: UNY. Mann, E. L. (2005). Mathematical Creativity and School Mathematics: Indicators of Mathematical Creativity in Middle School Students. Disertasi University of Connectitut. [online] tersedia di: http://www.gifted.uconn.edu/siegle/ Dissertations/Eric%20Mann.pdf (diakses 12 Desember 2012). Mc Gregor. 2007. Developing Thinking Developing Learning. Poland: Open University Press. Menezes, Canavarro, & Oliveira. 2012. Teacher Practice in Inquiry-Based Mathematics Classroom. Hellenic Mathematical Society, International Journal for Mathematics in Education. Volume 4. 2012. Munandar, Utami. 2009. Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Siegrist, R. 2009. Characteristics of a High School Classroom Community of Mathematical Inquiry. Analitic Teaching and Philosophical Praxis, Vol. 29 No. 1. [on line] tersedia di www.viterbo.edu/uploadedFiles/aca demics/letters/philosophy/atp/siegris t.pdf (diakses 27 September 2012). Silver, E. A. 1997. Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem Solving and Problem Posing. (on line). (http://www.fzkarlsruhe.de/fiz/publication/zdm973 a3.pdf., diakses 2 Agustus 2012) Siswono, T. Y. E. 2006. Desain Tugas untuk Mengidentifikasi Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika. Jurnal terakreditasi “PancaPendidikan”, FKIP Universitas Negeri Jember. Tahun XIX, No. 63, April 2006.