Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474
PENERAPAN PELAYANAN KEFARMASIAN RESIDENSIAL UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS HIDUP PASIEN DIABETES MELLITUS TIPE 2 DI KOTA CILACAP
Yuhansyah Nurfauzi1*, Maria Immaculata Iwo2, dan Murwiningsih3 1
STIKES Al-Irsyad Al-Islamiyyah Cilacap, Indonesia Sekolah Farmasi Institut Teknologi Bandung, Indonesia 3 Rumah Sakit Umum Daerah Cilacap, Indonesia
2
*Corresponding author email:
[email protected] Abstrak Latar belakang: Komplikasi dan adanya berbagai penyakit lain pada Diabetes Mellitus (DM) tipe 2 dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Pasien DM harus menjalani pengobatan secara rutin yang seringkali tidak disertai dengan pemantauan terapi yang memadai sehingga dapat menimbulkan masalah terhadap kualitas hidupnya. Apoteker merupakan profesional kesehatan yang berperan meningkatkan kualitas hidup melalui pelayanan kefarmasian residensial. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan pelayanan kefarmasian residensial dalam rangka meningkatkan kualitas hidup pasien DM tipe 2. Metode: Penelitian ini dirancang menggunakan eksperimen semu, non equivalent control group dengan subyek adalah peserta Program pengelolaan penyakit kronis (Prolanis) di Kota Cilacap. Subyek dikelompokkan menjadi kelompok home care dan kelompok non home care yang masing-masing terdiri dari 16 pasien yang diperoleh secara purposive sampling dengan kriteria inklusi telah mengalami DM tipe 2 dengan durasi lebih dari 1 tahun, mendapatkan obat antidiabetes, dalam kondisi sadar serta mendapatkan pelayanan kesehatan di wilayah Kota Cilacap. Kualitas hidup pasien dinilai berdasarkan kuesioner WHOQOL-BREF. Hasil: Pada kelompok home care, masalah terkait obat yang ditemukan antara lain tidak menggunakan obat karena suatu sebab (28,6%), dosis terlalu rendah (22,8%), efek samping obat (14,3%), dosis terlalu tinggi (8,6%), indikasi tidak diterapi (8,6%), pemilihan obat yang tidak tepat (8,6%), penggunaan obat tanpa indikasi (5,7%) dan interaksi obat (2,8%) dapat teratasi. Berdasarkan kuesioner WHOQOL-BREF, kualitas hidup kelompok home care meningkat secara bermakna (p<0,01), khususnya domain umum (p<0,01) dan kesehatan fisik (p<0,05). Kesimpulan: Berdasarkan hasil penelitian ini, pelayanan kefarmasian residensial diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di Kota Cilacap. Kata kunci: pelayanan kefarmasian residensial, DM tipe 2, kualitas hidup
1. PENDAHULUAN Peningkatan kualitas hidup pasien merupakan salah satu tujuan pengobatan Diabetes Mellitus (DM) selain untuk mencegah komplikasi1. Hasil penelitian Andayani dkk.2 juga menyatakan bahwa adanya dua atau lebih komplikasi berhubungan dengan memburuknya kualitas hidup. Selain itu, pemantauan kondisi pasien DM sangat diperlukan untuk menyesuaikan jenis dan dosis terapi. Masalah ini memberikan kesempatan kepada apoteker untuk memberikan kontribusinya dalam perawatan pasien dengan diabetes. Berdasarkan observasi terhadap pelayanan kefarmasian untuk pasien DM tipe 2 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Cilacap
dan puskesmas di wilayah Kota Cilacap, maka dibutuhkan apoteker untuk memantau penggunaan obat dan memonitor efek sampingnya. Peran apoteker dalam memberikan konseling dan edukasi penggunaan obat pada pasien DM tipe 2 sangat diperlukan karena komplikasi penyakit berpengaruh terhadap masalah yang terkait dengan jenis maupun jumlah obat yang diterima oleh pasien. Sejak diterapkannya Jaminan Kesehatan Nasional, RSUD Cilacap sebagai fasilitas kesehatan rujukan tingkat dua salah satunya melayani pasien DM tipe 2 peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Berdasarkan ketentuan rujuk balik Program Pengelolaan Penyakit Kronis (Prolanis), maka seharusnya 172
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474
fasilitas kesehatan primer atau puskesmas meneruskan pelayanan obat rujukan balik dari fasilitas kesehatan rujukan. Namun, seringkali obat yang diperoleh setelah rujuk balik berbeda dengan obat yang diperoleh dari rumah sakit. Selain itu, informasi yang diperoleh pasien saat menggunakan obat sepulang dari rumah sakit maupun dari Prolanis belum memadai. Oleh karena itu, diperlukan pemantauan penggunaan obat disertai dengan edukasi kesehatan untuk pasien DM tipe 2 yang dilakukan setelah pasien berada di rumah dalam bentuk pelayanan kefarmasian residensial. 2. BAHAN DAN METODE 2.1. Bahan Formulir kuesioner WHOQOL-BREF dan formulir rekam medis pasien. 2.2. Metode Penelitian ini menggunakan rancangan eksperimen semu yang termasuk non-equivalent control group. Rancangan penelitian ini dilakukan untuk membandingkan hasil intervensi program kesehatan dan tidak memerlukan kelompok yang benar-benar sama5. Dalam rancangan ini, pengelompokan sampel pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dilakukan secara random. Pada rancangan ini, terdapat kelompok yang diberi pelayanan kefarmasian residensial (kelompok home care) dan kelompok pembanding (non home care) yang diperoleh secara purposive sampling. Respons yang dinilai pada awal dan akhir penelitian untuk kedua kelompok berupa kualitas hidup berdasarkan 26 pertanyaan kuesioner WHOQOL-BREF. 2.2.1. Populasi dan Sampel Populasi target penelitian ini adalah pasien DM tipe 2 yang terdiagnosis oleh dokter di wilayah Kota Cilacap. Berdasarkan survei pendahuluan, jumlah populasi pasien DM tipe 2 di Cilacap yaitu 7064 orang dan pasien RSUD Cilacap yang mengikuti rujuk balik Prolanis di 5 Puskesmas Wilayah Kota Cilacap pada bulan Agustus-September 2015 sejumlah 303 orang. Sampel penelitian adalah pasien DM tipe 2 yang diambil dengan teknik purposive sampling. Penyajian besar sampel untuk Z1/2α=1,96 (Derajat koefisien konfidensi pada tingkat kepercayaan 95%) dan b=0,1 (persentase perkiraan kemungkinan membuat kekeliruan dalam menentukan ukuran sampel). Jumlah
sampel minimal dihitung berdasarkan panduan WHO Sample Size Determination in Health Studies oleh Lameshow dan Lwanga4 serta Sari6. Dengan demikian jumlah sampel kelompok home care dan kelompok non home care masing-masing 16 pasien. 2.2.2. Subyek Penelitian Kriteria inklusi untuk sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah telah mengalami DM tipe 2 dengan durasi lebih dari 1 tahun, mendapatkan obat antidiabetes, pasien dalam kondisi sadar serta mendapatkan pelayanan kesehatan di wilayah Kota Cilacap. Kriteria eksklusi adalah pasien DM tipe 2 dengan kehamilan dan pasien DM tipe 2 yang menjalani hemodialisa. 2.2.3. Hipotesis Penerapan pelayanan kefarmasian residensial akan meningkatkan kualitas hidup pada pasien DM tipe 2. 2.2.4. Tempat dan Waktu Penelitian Pelayanan kefarmasian residensial dilakukan dengan melaksanakan kunjungan setiap pekan di rumah pasien yang berada di wilayah kerja Puskesmas Cilacap Utara I, Puskesmas Cilacap Utara II, Puskesmas Cilacap Tengah I, Puskesmas Cilacap Tengah II serta Puskesmas Cilacap Selatan I. Waktu yang diperlukan secara keseluruhan untuk penelitian ini adalah 8 pekan sejak bulan OktoberDesember 2015. 2.2.7. Pengolahan dan Analisis Data Untuk mengetahui peningkatan kualitas hidup sebagai hasil penerapan pelayanan kefarmasian residensial, maka nilai kualitas hidup rata-rata di akhir penelitian pada kelompok home care dibandingkan dengan kualitas hidup rata-rata akhir kelompok kelompok non home care. Setelah itu kualitas hidup rata-rata masingmasing kelompok pada awal dan akhir penelitian dianalisis dengan uji t berpasangan. 3. HASIL Pasien DM tipe 2 di Kota Cilacap yang bersedia untuk mengikuti program penelitian ini lebih banyak berjenis kelamin perempuan, berusia > 60 tahun dan tingkat pendidikannya berada pada pendidikan dasar (≤ SMP). Berdasarkan karakter usia, pasien lebih banyak yang berusia lanjut sebagaimana yang dapat dilihat pada tabel 1.
173
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474
Tabel 1. Distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik pasien
Karakteristik
Jumlah pasien kelompok home care (%) n=16
Jenis Kelamin Laki-laki 4 (25) Perempuan 12 (75) Pendidikan ≤ SMP 9 (56,2) > SMP 7 (43,8) Usia (tahun) ≤ 60 6 (37,5) > 60 10 (62,5) Keterangan: % terhadap jumlah total pasien (n)
Berdasarkan riwayat penyakit yaitu durasi DM dan jumlah penyakit lainnya, pasien yang
Jumlah pasien kelompok non home care (%) n=16
Jumlah pasien keseluruhan (%) n=32
8 (50) 8 (50)
12 (42,5) 20 (57,5)
8 (50) 8 (50)
17 (53,1) 15 (46,9)
7 (56,2) 9 (43,8)
13 (40,6) 19 (59,4)
menjadi responden dalam penelitian ini dapat dirinci pada tabel 2.
Tabel 2. Jumlah pasien berdasarkan riwayat penyakit
Riwayat penyakit
Jumlah pasien kelompok home care (%) n=16
Durasi DM (tahun) 1-5 3 (18,7) 6-10 3 (18,7) 11-15 7 (43,9) >16 3 (18,7) Jumlah penyakit lain 1 2 (12,5) 2 4 (25) 3 7 (43,8) >3 3 (18,7) Keterangan: % terhadap jumlah total pasien (n)
Pengukuran kualitas hidup awal dilakukan pada kunjungan pertama di rumah pasien. Setelah pengukuran kualitas hidup awal, kegiatan dilanjutkan dengan sosialisasi kegiatan pelayanan kefarmasian residensial dan edukasi tentang penyakit serta obat untuk pasien DM tipe 2. Materi edukasi pelayanan kefarmasian residensial yang berhubungan dengan penyakit DM tipe 2 dan obatnya meliputi pengetahuan umum diabetes, pengelolaan mandiri diabetes yang terdiri dari latihan fisik, konsumsi obat diabetes, pemantauan gula darah mandiri,
Jumlah pasien kelompok non home care (%) n=16
Jumlah pasien keseluruhan (%) n=32
9 (56,3) 3 (18,7) 3 (18,7) 1 (6,3)
12 (37,5) 6 (18,8) 10 (31,2) 4 (12,5)
8 (50) 5 (31,3) 3 (18,7) 0
10 (31,2) 9 (28,2) 10 (31,2) 3 (9,4)
pengelolaan stres, dan perawatan kaki diabetes, senam kaki untuk pasien diabetes, serta edukasi pemakaian insulin bagi pasien yang mendapatkannya. Selama penelitian berlangsung selama 8 pekan, sebanyak 35 kejadian masalah terkait obat/ Drug Related Problem (DRP) teridentifikasi dan dapat diatasi oleh apoteker. Pengelolaan DRP dilakukan dengan pemberian konseling, edukasi dan informasi obat serta koordinasi pelayanan dengan dokter. Masalah terkait obat secara rinci dapat dilihat pada tabel 3. 174
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474
Tabel 3. Kejadian DRP selama pelaksanaan penelitian DRP aktual Teridentifikasi Teratasi
Jenis DRP
DRP potensial Teridentifikas Teratasi i
Pasien tidak menggunakan 10 10 obat karena suatu sebab Dosis terlalu 8 8 rendah Efek samping 1 1 4 obat Dosis terlalu 3 tinggi Ada indikasi tetapi tidak 3 3 diterapi Pemilihan obat yang tidak 3 3 tepat Penggunaan obat tanpa 1 1 1 indikasi Interaksi obat 1 1 Keterangan: % terhadap jumlah total kejadian DRP (35)
Kualitas hidup akhir pasien di dalam kelompok home care mengalami peningkatan yang sangat bermakna di akhir penelitian apabila dibandingkan dengan awal penelitian. Peningkatan tersebut ditunjukkan dengan nilai p uji t berpasangan sebesar 0.005 (<0,01), sedangkan kualitas hidup akhir pasien di dalam
Jumlah kejadian
%
-
10
28,6
-
8
22,8
4
5
14,3
3
3
8,6
-
3
8,6
-
3
8,6
1
2
5,7
-
1
2,8
kelompok non home care mengalami penurunan di akhir penelitian apabila dibandingkan dengan awal penelitian. Secara rinci, hasil nilai t berpasangan terhadap kualitas hidup kelompok home care dan non home care dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai t berpasangan kualitas hidup awal dan akhir Kelompok Home care
Kondisi Awal Akhir Awal Non home care Akhir Keterangan: tb = tidak berbeda
Rata-rata 84,00 91,13 85,00 81,38
Pada kelompok home care, peningkatan kualitas hidup dianalisis berdasarkan kelima domain berdasarkan kuesioner WHOQOLBREF. Hasilnya, peningkatan kualitas hidup
SD 10,60 8,31 11,89 9,62
Nilai t
Nilai p
3,258
<0,01
1,671
tb
domain umum dan domain fisik memberikan kontribusi yang bermakna dan dapat dilihat pada Tabel 5.
175
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474
Tabel 5. Domain kualitas hidup kelompok home care Umum Fisik Psikologis Sosial Lingkungan Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir 5,7±1, 8,00±1, 20,7±4, 23,0±3, 20,7±4, 21,7±2, 9,8±1, 10,1±1, 27,1±4, 28,2±2, 6 1 0 6 5 6 6 6 1 6 p<0,01 p<0,05 tb tb tb Keterangan: tb = tidak berbeda
4. PEMBAHASAN Berdasarkan jenis kelamin, dalam penelitian ini pasien DM tipe 2 perempuan lebih banyak daripada laki-laki. Hal ini sesuai dengan Riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013 yang menyebutkan bahwa prevalensi DM pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada lakilaki. Riskesdas tahun 2013 juga menyebutkan bahwa proporsi DM di Indonesia pada perempuan cenderung lebih tinggi. Dalam penelitian ini, jumlah pasien DM tipe 2 yang tingkat pendidikannya berada pada tingkat dasar (≤ SMP) lebih banyak daripada pasien yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Menurut pusat data dan infomasi kementerian kesehatan RI tahun 2014, proporsi penderita diabetes mellitus menurut pendidikan cenderung lebih tinggi pada kelompok pendidikan rendah. Berdasarkan lama dan riwayat penyakitnya, pasien DM tipe 2 yang terlibat dalam penelitian ini sangat bervariasi. Pasien yang memiliki durasi penyakit DM tipe 2 selama 1-5 tahun berjumlah paling banyak dari keseluruhan pasien. Dalam kurun waktu tersebut, tentunya pasien telah mendapatkan obat sebagai terapi jangka panjang, khususnya untuk DM. Pada kelompok home care, durasi DM terbanyak pada 11-15 tahun sehingga pasien dapat mengalami berbagai komplikasi. Pasien-pasien yang mengalami kejadian DRP tidak menggunakan obat disebabkan karena tidak patuh, lupa menggunakan obat, tidak mengetahui indikasi obat dan tidak mengetahui cara penggunaan obat. Jumlah DRP dosis terlalu rendah adalah sebanyak 8 kejadian. Jumlah efek samping obat aktual adalah 1 kejadian dan dapat segera diatasi pada kunjungan pertama melalui konsultasi dengan dokter, sedangkan pada 4 kejadian potensi efek samping obat dapat dicegah melalui konseling oleh apoteker. Efek samping yang terjadi dilaporkan kepada dokter disertai dengan saran untuk pasien dalam mengatur jadwal minum obat. Potensi DRP lain yang terpantau dalam penelitian ini adalah dosis
obat terlalu tinggi sebanyak 3 kejadian. Koordinasi dengan dokter juga dilakukan untuk 3 kejadian DRP yang masuk kategori ada indikasi tetapi belum diterapi. Pemilihan obat yang tidak tepat terpantau sejumlah 3 kejadian sehingga pasien disarankan untuk menghentikannya. Interaksi obat dengan kadar gula darah terpantau sejumlah 1 kejadian dan penggunaan obat tanpa indikasi terpantau sejumlah 2 kejadian. Penerapan pelayanan kefarmasian residensial dalam rangka mengatasi potensi efek samping obat memberikan dampak positif pada kepuasan terhadap kesehatan pasien DM tipe 2 dan mencegah terjadinya komplikasi sehingga meningkatkan kualitas hidup. Dengan penggunaan kombinasi 3 obat sulfoniluria, metformin, dan akarbose, 4 pasien kelompok home care tidak ada yang mengalami efek samping obat dan komplikasinya tidak berkembang menjadi lebih buruk karena telah diberikan edukasi dalam penelitian ini. Penelitian Andayani dkk.3 menyebutkan bahwa pemberian kombinasi 3 obat tersebut pada pasien dengan kontrol glikemia yang buruk meningkatkan risiko efek samping obat berupa flatulensi, mual, kembung, diare dan nyeri perut serta risiko berkembangnya komplikasi. Obat yang paling banyak menimbulkan DRP adalah metformin (11 kejadian), insulin (8 kejadian), glimepirid dan akarbose masingmasing 3 kejadian, glibenklamid dan pioglitazon masing-masing 1 kejadian serta obat yang lain 8 kejadian. Obat dari rumah sakit yang seharusnya dilanjutkan oleh Prolanis tetapi tidak tersedia di puskesmas adalah pioglitazon. Dengan adanya pelayanan kefarmasian residensial, pasien yang membutuhkan pioglitazon dapat dirujuk kembali ke rumah sakit sehingga mendapatkan obat tersebut. Peningkatan domain umum dan kesehatan fisik menunjukkan tercapainya tujuan pengelolaan DM tipe 2 untuk jangka pendek. Tujuan tersebut adalah menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa 176
Prosiding Rakernas dan Pertemuan Ilmiah Tahunan Ikatan Apoteker Indonesia 2016 e-ISSN : 2541-0474
nyaman dan sehat sebagaimana yang direkomendasikan oleh Soegondo dkk.7 Domain umum (kepuasan terhadap kesehatan) yang meningkat terkait dengan berkurang atau hilangnya gejala melalui edukasi penggunaan obat yang tepat. Meningkatnya domain kesehatan fisik terkait dengan upaya edukasi terhadap penggunaan obat sehingga pasien dapat menjalankan aktivitas sehari-hari dengan baik disertai dengan berkurangnya rasa nyeri dan ketidaknyamanan. 5. KESIMPULAN Penerapan pelayanan kefarmasian residensial yang dapat dipahami dengan baik oleh pasien secara berkesinambungan dapat meningkatkan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di Kota Cilacap. UCAPAN TERIMA KASIH Terima kasih disampaikan kepada Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi atas bantuan dana selama melaksanakan penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA 1. Ambarwati WN. Konseling pencegahan dan penatalaksanaan penderita diabetes mellitus.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.Publikasi Ilmiah; 2012. p.55 Andayani TM, Ibrahim MIM, Asdie AH. The association of diabetes-related factor and quality of life in type 2 diabetes mellitus. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences.2010;2(1):139-145. Andayani TM, Ibrahim MIM, Asdie AH. Pengaruh kombinasi terapi sulfoniluria, metformin, dan acarbose pada pasien diabetes mellitus tipe2. Majalah Farmasi Indonesia.2009;20(4):224-230 Lameshow S, Lwanga SK. Sample size determination in health studies, a practical manual, WHO;1991.p.25. Riyanto A. Aplikasi metodologi penelitian kesehatan. Yogyakarta:Nuha Medika;2011.p.57-59. Sari IP. Penelitian farmasi komunitas dan klinik. Yogyakarta:Gadjah Mada University Press;2004.p.31-32. Soegondo S, Soewondo P, Subekti I. Penatalaksanaan diabetes terpadu edisi kedua sebagai panduan penatalaksanaan diabetes mellitus bagi dokter maupun edukator diabetes. Jakarta:Pusat Diabetes dan Lipid RSCM FKUI bekerjasama dengan Depkes RI dan WHO;2013.p.33.
177