BIO-PEDAGOGI ISSN: 2252-6897 1Volume 3,Fanani, Belajar NomorF. 1 H., et al.– Peningkatan Kemampuan Berpikir Kritis dan Hasil April 2014 Halaman 99-108 Penerapan Model Pembelajaran Blended-Problem Solving melalui Aplikasi Moodle untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X-1 SMA N 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013 Implementation of Blended-Problem Solving with Moodle Aplication for Increasing Critical Thinking Ability of Student In X-1 Class SMA N 3 Surakarta in Academic Year Of 2012/2013
a
Samuel Agus Triyanto a, Baskoro Adi P b, Riezky Maya P c Pendidikan Biologi FKIP UNS, Email:
[email protected] b Pendidikan Biologi FKIP UNS, Email:
[email protected] c Pendidikan Biologi FKIP UNS, Email:
[email protected] Diterima 8 Juli 2013, disetujui 5 Desember 2013
ABSTRACT- This study is aimed to improve critical thinking ability of the X-1 class of SMA N 3 Surakarta through the implementation of Blended-Problem Solving through Moodle application. This research was a classroom action research that divided into several cycles, each cycle includes four stages: planning, action, observation, and reflection. The subject of this research was the students of X-1 class at SMA N 3 Surakarta in academic year of 2012/2013. The data was obtained through the test (essay test) and non-test (interviews and documentations). And be analyzed with descriptive analytical techniques then validated by triangulation techniques. The results showed that students critical thinking ability was increased in Pre-cycle, Cycle I, and Cycle II. Critical thinking consist of six aspects are interpretation, analysis, evaluation, inference, explanation, and selfregulation. The improvement in interpretation aspect increased from 42,19% to 66,41%. Analysis aspect increased from 36,72% to 78,13%. Evaluation aspect increased from 33,59% to 78,91%. Inference aspect increased from 40,63% to 64,06%. Explanation aspect increased from 30,47% to 73,44%. Self-regulation aspect increased from 43,75% to 78,91%. The conclusion of this study explained that the implementation of BlendedProblem Solving with moodle could improve critical thinking ability of the X-1 class at SMA N 3 Surakarta. Key Words: Blended-Problem Solving, Moodle, Critical Thinking
untuk mengetahui permasalahan pada
Pendahuluan
pembelajaran di dalam kelas diantaranya Pendidikan merupakan hal dasar dalam hidup untuk menciptakan generasi penerus
bangsa
Perbaikan
kualitas
terlepas
dari
pembelajaran Perbaikan dimulai
yang
pendidikan berbagai
yang
terus
pembelajaran dari
berkualitas. tidak
metode observasi, wawancara langsung dengan siswa atau guru, serta melalui dokumentasi
sebaiknya
masalah-masalah
yang
muncul pada proses pembelajaran di kelas. Beberapa metode dapat digunakan
belajar
siswa
(Sukmadinata, 2011).
masalah diperbaiki.
hasil
Observasi
terhadap
kegiatan
pembelajaran Biologi yang berlangsung di kelas X-1 SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013 dilakukan 2 kali yaitu tanggal 23 dan 30 Januari 2013.
Hasil
observasi
menunjukkan
100
BIO-PEDAGOGI Vol. 3, No.1, hal. 99-108
bahwa siswa sedikit dalam mengajukan
berpikir kritis. Permasalahan tersebut
pertanyaan-pertanyaan
dapat muncul dikarenakan siswa tidak
menilai
kebenaran
argumen
dari
yang
relevan,
pernyataan
guru,
serta
dan
nyaman terhadap kegiatan pembelajaran
mencari
Biologi yang biasa diterapkan oleh guru
sumber-sumber
belajar
lain.
Hasil
yaitu dengan metode ceramah. Hal
observasi
menunjukkan
bahwa
tersebut didukung oleh Sadia (2008)
kegiatan pembelajaran di SMA Negeri 3
yang menyatakan bahwa berpikir kritis
Surakarta
tidak dapat diajarkan melalui metode
juga
khususnya
pembelajaran
Biologi kurang memanfaatkan fasilitas
ceramah,
teknologi
merupakan proses berpikir aktif.
informasi
dan
komunikasi
(TIK) yang sudah tersedia. Fasilitas pembelajaran
berupa
sarana
dan
karena
berpikir
kritis
Permasalahan yang muncul di kelas
X-1
menuntut
guru
untuk
prasarana TIK adalah faktor eksternal
melakukan reorientasi terhadap kegiatan
yang
siswa.
pembelajaran di kelas tersebut. Perlu
Faktor eksternal tersebut termasuk dalam
diterapkan model pembelajaran yang
faktor sekolah berupa alat pelajaran
menuntut
(Slameto, 2010).
membangun
mempengaruhi
belajar
siswa
untuk
dan
aktif
dalam
mengembangkan
Berdasarkan hasil observasi dan
kemampuan berpikir kritis mereka secara
informasi dari referensi yang terpercaya
mandiri serta membuat siswa nyaman
seperti buku, dapat diasumsikan bahwa
dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
kemampuan berpikir kritis siswa kelas X-
karena suasana belajar mengajar lebih
1 masih rendah. Hal tersebut terlihat dari
variatif. Selain itu pembelajaran yang
sedikitnya
mengakomodasi pemanfaatan fasilitas
siswa
dalam
pertanyaan-pertanyaan menilai argumen
kebenaran dari
mengajukan
yang
relevan,
pernyataan
guru,
sumber-sumber belajar
serta
dan
TIK juga perlu diterapkan, terlebih di era global seperti sekarang.
mencari
lain. Asumsi
Model solving
dapat
pembelajaran
problem
digunakan
sebagai
tersebut diperkuat oleh Starkey (2009)
alternatif untuk meningkatkan kemam-
yang menyatakan bahwa rasa ingin tahu,
puan berpikir tingkat tinggi terutama
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
berpikir kritis. Hal tersebut didukung
relevan, mencari sumber-sumber yang
dengan pernyataan Filsaime (2008) yang
dibutuhkan, menilai validitas pernyataan
mengatakan bahwa salah satu cara untuk
dan argumen adalah kemampuan yang
meningkatkan kemampuan berpikir kritis
merupakan indikator dari keterampilan
yaitu dengan memulai pelajaran dengan
Triyanto, S. A., et al.– Penerapan Model Blended-Problem Solving... sebuah masalah atau pertanyaan dan mengakhiri
dengan
latihan
101
Pemilihan model pembelajaran
evaluatif
dan aplikasi pendukung pembelajaran
singkat. Alternatif model pembelajaran
dilandasi atas dasar yang kuat. Pada
yang
akhirnya model pembelajaran Blended-
mengakomodasi
pemecahan
masalah adalah Problem Based Learning
Problem
atau Problem Solving.
kombinasi baru yang terintegrasi dengan
Model
pembelajaran
tersebut
aplikasi
Solving
Moodle
dipilih
sebagai
diharapkan
dapat
harus didukung model pembelajaran lain
meningkatkan kemampuan berpikir kritis
seperti e-learning atau Blended Learning
siswa. Blended–Problem Solving adalah
untuk
kombinasi model pembelajaran berupa
memaksimalkan
fasilitas
teknologi
ketersediaan
informasi
dan
metode tatap muka dan online (Blended
komunikasi (TIK) di SMA Negeri 3 Su-
Learning) dengan pendekatan pemecahan
rakarta. Model pembelajaran
masalah (Problem Solving) yang berbasis
Blended
Learning dipilih karena mengakomodasi
teknologi
fasilitas tersebut. Pilihan ini didukung
(TIK).
informasi
dan
komunikasi
oleh pernyataan Stacey & Gerbic (2009)
Penelitian ini bertujuan untuk
yang mendefinisikan Blended Learning
meningkatkan kemampuan berpikir kritis
sebagai integrasi dari pembelajaran tatap
siswa pada mata pelajaran Biologi di
muka dengan pembelajaran berbasis
kelas X-1 SMA Negeri 3 Surakarta
teknologi
komunikasi
dengan model pembelajaran Blended-
(TIK) menggunakan Learning Manage-
Problem Solving melalui aplikasi Moo-
ment System (LMS).
dle.
informasi
Perkembangan
dan
teknologi
yang
Metode Penelitian
dapat mendukung aspek proses pada kegiatan pembelajaran diantaranya Moodle, laboratorium virtual, Macromedia Flash dan lain sebagainya. Aplikasi Moodle merupakan alternatif yang dapat digunakan oleh guru sebagai sarana diskusi di dunia maya dengan berbagai dukungan
aktivitas
pembelajaran
diantaranya assignment, chat, forum, quiz, survey (Amirah, 2012).
Penelitian ini dilaksanakan pada semester
genap
Tahun
Pelajaran
2012/2013 di kelas X-1 SMA Negeri 3 Surakarta yang beralamat di Jl. Prof WZ Johanes 58, Surakarta. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilakukan dalam dua siklus, dimana untuk setiap siklus menurut Suyadi (2012) terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi.
102
BIO-PEDAGOGI Vol. 3, No.1, hal. 99-108 Sebelum dilaksanakan penelitian
Hasil dan Pembahasan
dilakukan tindakan prasiklus yaitu tes
Penerapan Blended-Problem Solv-
awal sebagai dasar kemampuan berpikir
ing di kelas X-1 SMA N 3 Surakarta
kritis siswa. Setelah dilakukan tindakan
dilakukan
prasiklus maka diadakan tes pada setiap
belajaran online dengan menggunakan
akhir siklus yang mengukur kamampuan
Moodle disertai kegiatan pemecahan
berpikir kritis siswa terhadap materi yang
masalah dari wacana yang disajikan dan
diajarkan.
melalui
kombinasi
pem-
pembelajaran tatap muka dengan agenda
Pengumpulan data menggunakan teknik tes dengan soal uraian dan teknik
pemecahan masalah pada lembar kerja siswa (LKS) dalam diskusi kelompok.
bukan tes dengan dokumentasi dan
Hasil rata-rata dari capaian tes
wawancara yang dilakukan saat proses
kemampuan berpikir kritis siswa untuk
pembelajaran dan setelah akhir siklus.
masing-masing aspek pada setiap siklus
Tes dikembangkan menggunakan dasar
beserta perbandingannya dengan hasil
aspek berpikir kritis dari Facione (2013)
prasiklus disajikan pada Tabel 1.
meliputi interpretasi, analisis, evaluasi,
Tabel 1. Hasil Capaian Tiap Aspek Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
kesimpulan, penjelasan, dan pengaturan diri. Teknik yang digunakan untuk
N o
memeriksa
dalam
1
triangulasi.
2
Triangulasi digunakan untuk menguji
3
kredibilitas data dengan cara mengecek
4
pada sumber yang sama dengan teknik
5
yang berbeda (Sugiyono, 2012). Target
6
penelitian
validitas ini
adalah
data
Aspek Menginterpretasi (interpretation) Menganalisis (analysis) Mengevaluasi (evaluation) Menyimpulkan (inference) Menjelaskan (explanation) Pengaturan diri (self-regulation)
Pencapaian (%) Prasiklus Siklus Siklus I II 42.19
51.56
66.41
36.72
39.84
78.13
33.59
50.78
78.91
40.63
49.22
64.06
30.47
68.75
73.44
43.75
74.22
78.91
penelitian ditentukan oleh peneliti yaitu Tabel 1 menunjukkan rata-rata
rata-rata kemampuan berpikir kritis siswa untuk tiap aspek meningkat ≥20% dari prasiklus.
untuk seluruh aspek kemampuan berpikir kritis mengalami peningkatan pada setiap siklus. Aspek mengevaluasi menunjukkan peningkatan terbesar yaitu 45,31% dari prasiklus hingga siklus II sedangkan aspek
menyimpulkan
menunjukkan
peningkatan terkecil yaitu 23,44% dari prasiklus hingga siklus II.
Triyanto, S. A., et al.– Penerapan Model Blended-Problem Solving... Peningkatan
hasil
103
capaian
meningkat pada setiap siklusnya dengan
kemampuan berpikir kritis untuk rata-rata
capaian yang berbeda-beda untuk tiap
tiap aspek disajikan dalam bentuk grafik
aspek berpikir kritis. Berikut adalah
seperti pada Gambar 1.
penjabaran dari masing-masing aspek kemampuan berpikir kritis.
100
1. Aspek Menginterpretasi (interpreta-
80
Persentase (%)
tion) 60
Aspek menginterpretasi menga40
lami peningkatan dari prasiklus hingga
20
siklus II. Pada siklus I peningkatan persentase rata-rata aspek menginter-
0 Prasiklus
Siklus I
Siklus II
Menginterpretasi Mengevaluasi Menjelaskan
Menganalisis Menyimpulkan Pengaturan diri
Gambar 1. Grafik Hasil Capaian Kemampuan Berpikir Kritis untuk Ratarata Tiap Aspek Nilai
rata-rata
kemampuan
berpikir
kelas
untuk
pretasi dari prasiklus masih memiliki nilai yang kecil. Siswa secara sederhana mampu mengkategorisasikan data-data yang mereka butuhkan untuk menjawab pertanyaan dari guru. Beberapa siswa memberikan
jawaban
hanya
berupa
juga
tafsiran dari soal yang mereka baca,
mengalami peningkatan dari prasiklus
namun jawaban tersebut sesuai dengan
hingga siklus II seperti pada Gambar 2.
informasi yang dibutuhkan guru. Tidak
kritis
Persentase Capaian (%)
hanya menafsirkan tetapi siswa juga menjelaskan
jawaban
yang
mereka sajikan secara jelas. Hal-hal
55,73
80 60
mampu
73,31
100
37,89
tersebut
40
tersaji
dalam
jawaban
tes
kemampuan berpikir kritis untuk aspek
20
menginterpretasi.
0
Prasiklus
Siklus I
Siklus II
Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X-1 Linear (Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X-1)
Gambar 2. Diagram Hasil Rata-rata Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas X-1 Kemampuan
berpikir
kritis
berdasarkan penelitian yang dilaksanakan
Pengalaman bervariasi luas yang mereka dapatkan dari diskusi online pada Moodle memberikan dampak bertambahnya pengetahuan mereka dalam hal ini pengetahuan mengenai Echinodermata ketika
pembelajaran
tatap
muka
dilaksanakan. Hal ini disebabkan Blended-Problem Solving
melalui Moodle
104
BIO-PEDAGOGI Vol. 3, No.1, hal. 99-108
memberikan keleluasaan terhadap siswa
pembelajaran, guru harus menuntun dan
untuk mendapatkan informasi mengenai
memberi masukan seperti menggunakan
pengetahuan
pertanyaan
yang
mereka
butuhkan
untuk
membuat
siswa
dalam pembelajaran. Hal ini sejalan
memiliki pandangan yang lebih kritis
dengan pernyataan Avgerinou (2008),
pada
bahwa
wawancara didapatkan bahwa proses
pembelajaran
online
mampu
situasi
pembelajaran.
memberikan transfer ilmu kepada siswa
pemahaman
untuk bersama-sama membangun suatu
dengan pembelajaran yang menerapkan
pengertian yang solid tentang teori dan
sistim pengulangan tetapi tidak menyitak
konsep dengan siswa lain.
banyak waktu serta tersedia banyak
2. Menganalisis (analysis)
referensi.
Aspek
menganalisis
memiliki
siswa
sangat
Hasil
terbantu
3. Mengevaluasi (evaluation)
peningkatan dari prasiklus hingga siklus
Aspek
mengevaluasi
secara
II. Prasiklus menuju siklus I tidak terjadi
klasikal mengalami peningkatan paling
peningkatan yang besar namun dari
besar diantara aspek berpikir kritis
siklus
I
menuju
siklus
II
terjadi
lainnya dari prasiklus hingga siklus II.
cukup
signifikan.
Siklus I siswa mengalami peningkatan
Siswa mampu mengidentifikasi maksud
dalam hal mengevaluasi yaitu terlihat
dari pertanyaan yang diberikan guru.
pada sajian informasi yang diberikan
Siswa
dalam
siswa pada jawaban tes. Ada kesesuaian
menganalisis suatu informasi karena
antara hasil kesimpulan dalam kegiatan
Blended-Problem
diskusi dangan jawaban tes membuktikan
peningkatan
yang
memiliki
aplikasi
kemudahan
Solving
Moodle
melalui
memberikan
bahwa
siswa
mampu
mengevaluasi
pengalaman berulang dimana informasi
permasalahan
yang disajikan dalam diskusi online
informasi yang diperoleh. Hasil diskusi
berbasis
online
pemecahan
masalah
dapat
yang dihadapi dengan
melalui
Moodle
berhasil
diulang pada pembelajaran tatap muka.
digunakan siswa pada pembelajaran tatap
Selain
melakukan
muka di kelas. Pada siklus II peningkatan
perbaikan penanganan mengenai hasil
aspek mengevaluasi tidak terlepas dari
diskusi pada LKS yang diperdalam pada
peran guru yang efektif, yaitu guru
saat penyajian materi. Hal tersebut
sukses menciptakan proses pembelajaran
sejalan dengan pernyataan Avgerinou
yang membawa siswa kearah pemecahan
(2008), bahwa ketika siswa diminta
masalah.
itu
guru
telah
mengidentifikasi fokus atau problem dari
Triyanto, S. A., et al.– Penerapan Model Blended-Problem Solving... Selain itu, Blended-Problem Solv-
secara
lebih
105
sistematis
dan
saling
ing juga mengkombinasikan pembe-
berkaitan antara diskusi online pada
lajaran online dan tatap muka di kelas.
Moodle dengan pembelajaran tatap muka
Sejalan dengan hal tersebut Korkmaz &
di kelas. Selanjutnya hasil tes pada siklus
Karakus
bahwa
II menunjukkan bahwa siswa mengalami
kombinasi pembelajaran online dan tatap
peningkatan dari siklus I yang lebih besar
muka di kelas dapat dipertimbangkan
apabila dibandingkan dengan pening-
sebagai
mampu
katan dari prasiklus menuju siklus II.
menciptakan lingkungan yang nyaman
Siswa mampu menyajikan kesimpulan
untuk
tujuan
informasi yang mereka dapatkan dari
mudah
pembelajaran online pada Moodle dengan
melalui aplikasi teknologi. Hasil tes
pembelajaran tatap muka di kelas secara
menunjukan
mampu
lebih jelas dan sistematis. Blended-
menilai pernyataan yang disajikan guru
Problem Solving mendukung siswa untuk
dengan informasi yang mereka dapatkan
memperoleh informasi yang lebih luas.
dari sumber lain sehingga terlihat suatu
Hal tersebut diperkuat oleh Isman,
hubungan yang logis seperti memberikan
Abanmy, Hussein, & Al Saadany (2012)
penjelasan dengan menambahkan contoh.
yang menyatakan bahwa Blended Learn-
Hal tersebut diperkuat oleh Darmawan
ing mendukung siswa untuk memperoleh
(2010) yang menyatakan bahwa jawaban
informasi yang lebih luas baik dari
disertai dengan contoh merupakan ciri-
sumber nasional maupun internasional
ciri utama dari berpikir.
ketika terhubung dengan internet.
4. Menyimpulkan (inference)
5. Menjelaskan (explanation)
(2009)
menyatakan
pendekatan
siswa
pembelajaran
yang
mencapai dengan
bahwa
lebih
siswa
Peningkatan aspek menyimpulkan
Aspek penjelasan juga mengalami
dari prasiklus sampai siklus II adalah
peningkatan dari siklus I ke siklus
yang terkecil dibandingkan dengan 5
berikutnya. Hasil wawancara diperoleh
aspek berpikir kritis lainnya. Hasil tes
informasi bahwa siswa sudah mampu
yang siswa kerjakan pada siklus I sudah
memberikan penjelasan yang baik dan
mengarah
benar
pada
indikator
aspek
mengenai
informasi
yang
menyimpulkan, tetapi secara garis besar
ditanyakan. Kemampuan berpikir kritis
informasi
siswa
yang
disimpulkan
kurang
mengenai
aspek
sistematis dan jelas. Guru melakukan
berkembang
perbaikan
dengan
dalam kegiatan diskusi reflektif baik
siswa
secara diskusi kelompok dan kelas
menyajikan
pada
siklus
informasi
II
kepada
melalui
penjelasan
interaksi
siswa
106
BIO-PEDAGOGI Vol. 3, No.1, hal. 99-108
maupun diskusi pada forum Moodle yang
menganalisis
terjadi selama siklus pertama sampai
kemampuan
siklus kedua.
kesimpulan dengan bentuk konfirmasi
Penjelaskan
suatu
informasi
dan diri
mengevaluasi
dalam
mengambil
dari hasil diskusi kelompok.
secara lebih mendalam dapat dilakukan
Guru
melakukan
beberapa
dengan pengumpulan informasi yang
perbaikan dalam membimbing siswa
lebih luas. Blended-Problem Solving
melakukan refleksi terhadap apa yang
melalui
mampu
diperoleh siswa melalui diskusi online
jelajah
siswa
dengan diskusi kelompok mengerjakan
informasi
untuk
LKS. LKS yang diberikan pada siswa
dipilih dalam menjelaskan sesuatu. Hal
pada siklus I dan siklus II memberikan
tersebut sejalan dengan hasil penelitian
kesempatan bagi semua siswa untuk
Avgerinou
memecahkan setiap masalah yang tersaji
aplikasi
mengembangkan dalam
Moodle daya
memperoleh
(2008)
yang
menyatakan
bahwa tidak hanya mencari informasi
dalam
yang
harus
Jawaban pada hasil tes pada siklus II
mengidentikasi serta memilih informasi
menunjukan bahwa kegiatan diskusi
yang dibutuhkan. Selain itu menurut
digunakan
Listiani (2011), kelas online melalui
jawaban dengan disertai penjelasan untuk
Moodle secara umum dapat digunakan
masing-masing
untuk berdiskusi dan meningkatkan e-
pengaturan penjelasan yang berbeda-
social dalam mencari informasi sehingga
beda dan beberapa yang hampir serupa
meningkatkan kemampuan siswa dalam
dalam menyajikan informasi dan contoh
menjelaskan.
berdasarkan bukti.
lebih
banyak,
tetapi
Hasil
6. Pengaturan diri (self-regulation) Aspek kemampuan berpikir kritis
LKS
secara
siswa
berkelompok.
sebagai
individu
wawancara
alternatif
memiliki
pada
aspek
pengaturan diri, didapatkan bahwa siswa
self-regulation atau pengaturan diri juga
merasa
meningkat pada setiap siklus. Hasil tes
kembali jawaban yang diberikan. Siswa
pada siklus I menunjukan bahwa siswa
mengatakan bahwa penyajiaan materi
sudah mampu menggunakan elemen-
yang
elemen yang digunakan dalam proses
Kesimpulan yang mudah dihasilkan pada
berpikir seperti hasil diskusi online
proses pembelajaran sangat membantu
ataupun hasil diskusi menggunakan LKS
dalam mengerjakan tes. Pada aspek
di
berkaitan
pengaturan diri sebenarnya siswa berada
dalam
dalam peristiwa konflik kognitif yaitu
kelas.
dengan
Pengaturan kemampuan
diri siswa
terbantu
sederhana
dalam
mudah
mengoreksi
dipahami.
Triyanto, S. A., et al.– Penerapan Model Blended-Problem Solving... peristiwa dimana hasil diskusi dengan siswa
lain
atau
guru
memberikan
informasi yang menambah atau mungkin meragukan informasi yang telah dimiliki. Hal senada didukung oleh Fahrurazi (2011) yang menyatakan bahwa dalam situasi
konflik
kognitif
siswa
memanfaatkan kemampuan kognitifnya dalam upaya mencari justifikasi dan konfirmasi terhadap pengetahuan yang ada dalam pikirannya. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan BlendedProblem Solving melalui aplikasi Moodle dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis biologi siswa kelas X-1 SMA Negeri 3 Surakarta Tahun Pelajaran 2012/2013. Daftar Pustaka Amirah. (2012). Membangun E-Learning dengan Learning Management System. Jakarta Selatan: Prestasi Pustakarya Avgerinou, M. D. (2008). Blended Collaborative Learning for Action Research Training. Open EducationThe Journal for Open and Distance Education and Educational Technology, Vol. 4, No.1 Darmawan. (2010). Penggunaan Pembelajaran Berbasis Masalah Dalam Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran IPS di MI Darrusaadah Pandeglang. Jurnal Penelitian Pendidikan, 27
107
Facione, P.A. (2013). Critical Thinking: What It Is and Why It Counts. Measured reason and the California Academic Press: California Fahrurazi. (2011). Penerapan Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Komunikasi Matematis Siswa Sekolah Dasar. Edisi Khusus No. 1, Agustus, 85-88 Filsaime, D. K. (2008). Menguak Rahasia Berpikir Kritis dan Kreatif. Prestasi Pustakarya: Jakarta Isman, A., Abanmy, F. A., Hussein, H. B., & Al Saadany, M. A. (2012). Using Blended Learning In Developing Student Teachers Teaching Skills. TOJET: The Turkish Online Journal of Educational Technology, 338 Korkmaz, O., & Karakus, U. (2009). The Impact of Blended Learning Model On Student Attitudes Towards Geography Course And Their Critical Thinking Dispositions And Levels. The Turkish Online Journal of Educational Technology, 52 Listiani, W. (2011). Aplikasi Moodle sebagai Media Pembelajaran Penulisan Online. Prosiding Konferensi Nasional ICT-M Politeknik Telkom (pp. 41-44). Politeknik Telkom: Bandung Sadia, I.W. (2008). Model Pembelajaran yang Efektif Untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis (Suatu Persepsi Guru). Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Undiksha, 2(2), 19237 Slameto. (2010). Belajar dan FaktorFaktor yang Mempengaruhi. Rineka Cipta: Jakarta Stacey, E., & Gerbic, P. (2009). Effective Blended Learning Practices: Evidence-Based Perspective in ICTFacilitated Education. London: IGI Global Starkey, L. (2009). Critical Thinking Skill Success. IGI Global: London
108 Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta Sukmadinata, N. S. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
BIO-PEDAGOGI Vol. 3, No.1, hal. 99-108 Suyadi. (2012). Panduan Penelitian Tindakan Kelas. Yogyakarta: Diva Press