PENERAPAN MODEL KOOPERATIF DENGAN METODE PETA KONSEP (CONCEPT MAPPING) PADA MATERI HIDROKARBON (ALKANA) KELAS XI SMTI NEGERI BANDA ACEH Dr. Ibnu Khaldun, M.Si 1) Drs. Zulfadli, M.Si 1), Muthia Danisa, S.Pd2) Dra. Mainidar 3) 1) Dosen Program studi pendidikan kimia, FKIP UNSYIAH 2)Mahasiswa Program studi pendidikan kimia, FKIP UNSYIAH 3) Guru Sekolah Menengah Teknologi Industri Negeri Banda Aceh ABSTRAK Penelitian yang berjudul “ Penerapan Model Kooperatif dengan Metode Peta Konsep (Concept Mapping) pada materi hidrokarbon (alkana) kelas XI SMTI Negeri Banda Aceh” ini mengangkat masalah bagaimana penerapan model kooperatif dengan metode peta konsep terhadap hasil belajar dan aktivitas siswa pada materi alkana. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hasil belajar dan aktivitas siswa pada materi alkana. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI-A yang berjumlah 22 orang, yang terdiri dari 17 orang siswa laki-laki dan 5 orang siswa perempuan. Untuk mengetahui bagaimana penerapan model kooperatif dengan metode peta konsep dari segi keaktifan siswa, maka dilakukan penilaian kognitif, afektif, observasi, dan tanggapan siswa. Berdasarkan hasil pengamatan dan penilaian tersebut, maka diketahui nilai kognitif ketuntasan siswa yang dibandingkan dengan nilai kriteria ketuntasan minimal (KKM) mencapai 86,36% siswa tuntas belajar. Penilaian afektif siswa menunjukkan peningkatan dari pertemuan pertama hingga kedua berturut-turut sebesar 61,35% menjadi 75,85%. Aktivitas siswa juga meningkat dari 60,78% pada pertemuan pertama menjadi 71,35% pada pertemuan kedua. Berdasarkan kuesioner tanggapan siswa, maka diketahui 93,18% siswa menunjukkan respon positif terhadap penerapan model kooperatif dengan metode peta konsep pada materi alkana, karena dapat motivasi siswa dalam belajar. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model kooperatif dengan metode peta konsep pada materi senyawa alkana dapat memberikan memberikan dampak positif terhadap hasil belajar dan aktivitas siswa di kelas XI-A SMTI Negeri Banda Aceh. Kata kunci : model kooperatif, metode peta konsep (concept mapping), hasil belajar, aktivitas siswa, senyawa alkana PENDAHULUAN Hasil belajar dalam dunia pendidikan merupakan faktor yang sangat penting sebagai alat mengukur sejauh mana siswa menguasai materi yang diajarkan oleh guru. Agar tercapai hasil belajar yang baik diperlukan strategi belajar yang tepat sehingga aktivitas belajar siswa meningkat dan bersemangat. Oleh sebab itu, guru perlu menciptakan suasana belajar yang dapat menumbuhkan sikap bekerja sama antar siswa. Pembelajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk bekerja sama satu dengan lainnya adalah pembelajaran kooperatif. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains “Miskonsepsi Pembelajaran Kimia”, 19-20 Februari 2011
163
Pembelajaran kooperatif dapat menciptakan kondisi kelas saling mendukung. Aktivitas pembelajaran kooperatif menekankan pada kesadaran siswa perlu belajar berpikir, memecahkan masalah dan belajar untuk mengaplikasikan pengetahuan, konsep dan ketrampilan. Menurut Supriono (2008), salah satu strategi yang dapat digunakan untuk menentukan tujuan bersama adalah model pembelajaran kooperatif dengan metode peta konsep (concept mapping). Beberapa penelitian pembelajaran peta konsep menunjukkan kondisi belajar siswa lebih hidup, siswa lebih memahami konsep materi, dan hasil belajar siswa meningkat. Dalam penelitian Budiasih (2002), tentang penugasan peta konsep pada materi konsentrasi larutan yang umumnya merupakan pelajaran yang sulit bagi siswa Sekolah Menengah Umum (SMU), dapat membuat situasi lebih hidup dibandingkan jika siswa diajarkan dengan teknik ceramah biasa. Begitu pula penelitian yang dilakukan Supriono (2008) dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif peta konsep pada mata pelajaran pancasila, ternyata dapat meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa. Penelitian Anonymous (2009) pada mata pelajaran kewirausahaan menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar, pada siklus I sebelum dilakukan tindakan nilai ratarata siswa 45,56% dan pada siklus ke II setelah diterapkannya metode pembelajaran peta konsep ketuntasan belajar mencapai 86,6%. Selain membantu siswa memahami konsep-konsep sulit, pembelajaran kooperatif peta konsep juga menumbuhkan kemampuan kerja sama, berpikir kreatif, serta mengembangkan sikap sosial antar siswa. Melalui metode ini siswa ditempatkan dalam kelompok kecil heterogen yang beranggotakan 4 atau 5 orang siswa dan setiap anggota kelompok mendapat satu bagian sub peta konsep. Metode peta konsep merupakan metode pembelajaran yang berpusat pada siswa. Oleh sebab itu, setiap siswa dikondisikan lebih kreatif, terutama dalam membuat ringkasan catatan. Hal ini betujuan agar siswa mudah mengingat dan menyajikan kembali materi yang telah dipelajari (Dahar dalam Oktaviyanto, 2008). Peta konsep merupakan salah satu bagian dari metode yang bertujuan membantu pelajar meningkatkan kebermaknaan belajar. Faktor yang paling penting dalam mempengaruhi pembelajaran yaitu pengetahuan awal siswa supaya belajar jadi bermakna. Berkenaan dengan itu Novak dan Gowin dalam Holil (2008) mengemukakan bahwa cara mengetahui konsep-konsep yang dimiliki siswa supaya Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains “Miskonsepsi Pembelajaran Kimia”, 19-20 Februari 2011
164
belajar bermakna berlangsung, dapat dilakukan dengan pertolongan peta konsep. Suatu pendekatan yang lebih efektif, membantu otak untuk berfikir secara teratur, memasukkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi dari otak. Ini merupakan cara yang paling kreatif dan inovatif dalam membuat catatan. Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk menerapkan metode peta konsep di Sekolah Menengah Teknologi Industri (SMTI) Negeri Banda Aceh pada pelajaran kimia organik khususnya materi alkana, karena berdasarkan hasil observasi penulis di sekolah ini sering diajarkan adalah model pembelajaran konvensional dan juga bedasarkan wawancara dari guru pelajaran kimia organik diketahui jika siswa kurang berminat dalam pelajaran organik karena kebanyakan siswa tidak memiliki buku pelajaran, sehingga pelajaran berpusat pada guru dan siswa lebih banyak membuat catatan. Oleh sebab itu penulis tertarik melakukan penelitian di SMTI Negeri Banda Aceh. Alkana merupakan materi yang konseptual dan banyak konsep yang terkandung di dalamnya, seperti tata nama senyawa alkana menurut aturan International Union of Pure and Applied Chemistry (IUPAC), Isomer alkana, sifat fisis alkana, pembuatan alkana, raksi alkana dan kegunaan alkana dalam kehidupan sehari-hari. Materi ini menuntut pemahaman siswa yang mendalam terhadap konsepkonsep dasar yang ada di dalamnya dan tidak sekedar hafalan. Realitanya saat ini siswa hanya menghafalkan konsep-konsep penting, akibatnya dari proses pembelajaran seperti ini siswa tidak memiliki konsep yang kuat untuk dipahami, sehingga diperlukannya pemetaan konsep agar memudahkan siswa dalam mengingat konsep-konsep yang penting. Oleh sebab itu, penerapan model pembelajaran kooperatif dengan metode peta konsep sangat tepat digunakan, sehingga siswa termotivasi untuk belajar mandiri dalam memetakan konsep-konsep yang penting menurut mereka.
METODE PENELITIAN 1. Populasi dan sampel Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMTI Negeri Banda Aceh tahun ajaran 2010/2011yang berjumlah 143 orang. Sampel pada penelitian ini adalah siswa kelas XI-A yang diambil secara purposif, yaitu
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains “Miskonsepsi Pembelajaran Kimia”, 19-20 Februari 2011
165
berdasarkan hasil observasi peneliti dan wawancara dengan guru menunjukkan adanya minat yang lebih tinggi dalam belajar dibandingkan kelas reguler lain. Adapun jumlah siswa kelas XI-A adalah 22 orang, yang terdiri dari 17 siswa laki-laki dan 5 siswa perempuan.
2. Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian deskriptif kualitatif. Tahaptahap dalam penelitian dilakukan sebagai berikut: 1. Tahap persiapan Pada tahap ini, peneliti mengadakan pertemuan dengan dosen dan guru bidang studi kimia untuk berdiskusi tentang pemilihan materi pelajaran, model, jenis evaluasi dan penyusunan lembar observasi yang digunakan. Berdasarkan hasil diskusi, selanjutnya peneliti menyusun instrumen penelitian, kemudian validasi instrumen penelitian dan kemudian mengurus perizinan penelitian. 2. Tahap pengumpulan data a. Melakukan pre-test untuk mendapat data pengetahuan awal siswa sebelum dilakukan perlakuan. b. Melakukan proses pembelajaran dengan metode peta konsep c. Melakukan observasi terhadap aktivitas dan efektifitas siswa. d. Melakukan post-test untuk mendapatkan data siswa yang tuntas dalam belajar setelah dilakukan proses pembelajaran. e. Memberikan angket untuk mengetahui respon siswa terhadap metode peta konsep.
3. Analisis data 1. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Lembar Evaluasi berupa soal pre-test/post-test, dilakukan sebelum dan sesudah proses pembelajaran berlangsung. Pre-test dilakukan untuk mengetahui pengetahuan awal siswa sebelum perlakuan, sedangkan post-test dilakukan untuk melihat sejauh mana ketuntasan belajar siswa bila dibandingkan KKM setelah diterapkan model kooperatif dengan metode peta konsep. 2. Lembar Observasi aktivitas dan efektifitas siswa, digunakan untuk memperoleh Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains “Miskonsepsi Pembelajaran Kimia”, 19-20 Februari 2011
166
data tentang aktivitas dan efektifitas siswa selama pembelajaran berlangsung pada model kooperatif dengan metode peta konsep. Lembar observasi diberikan kepada pengamat untuk diisi sesuai keadaan kelas pada saat proses pembelajaran berlangsung. 3. Lembar kuesioner tentang tanggapan siswa selama kegiatan pembelajaran. Instrumen ini berupa angket, yang dibagikan kepada siswa untuk mengetahui tanggapan siswa terhadap metode pembelajaran peta konsep. 2. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif persentase dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut: a) untuk mengetahui ketuntasan hasil belajar yang tercapai dan tanggapan siswa, dihitung dengan menggunakan rumus (Sudijono, 2005) sebagai berikut: f x 100% N Keterangan: P = Ketuntasan klasikal f = Jumlah siswa yang tuntas belajar N = Jumlah objek yang diteliti P
b) untuk mengetahui aktivitas siswa dan penilaian afektif siswa dalam pembelajaran dengan menerapkan model peta konsep ini digunakan lembar pengamatan. Lembar pengamatan ini meliputi aspek pendahuluan, kegiatan inti, penutup. Pengamatan dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung dengan memberi tanda cek (√) yang sesuai dengan kolom yang tersedia dengan skala penilaian sebagaimana yang dikemukakan oleh Budianingarti (1998) sebagai berikut: No 1 2 3 4
Nilai 1,00 – 1,59 1,60 – 2,59 2,60 – 3,50 3,51 – 4,00
Katagori Kurang baik Cukup Baik Sangat baik
Selanjutnya, data yang diperoleh dari pengamatan akan dianalisis berdasarkan hasil skor rata-rata pengamatan, dengan menggunakan rumus menurut Tim Pustaka Yustisia (2008). Nilai
jumlah skor perolehan x100 % jumlah skor maksimum
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains “Miskonsepsi Pembelajaran Kimia”, 19-20 Februari 2011
167
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Belajar Hasil kognitif siswa yang dikumpulkan dalam penelitian ini melalui pre-test dan post-test dari 22 orang siswa. Tabel 3.1 Hasil post-test siswa SMTI negeri Banda Aceh No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22.
Subjek 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Jumlah Rata-rata
Nilai 80 80 65 70 75 75 75 90 70 95 85 85 85 50 85 65 95 50 75 75 65 35 1625 73,86
Post-test Ketuntasan (KKM ≥ 55,7) Tuntas Sda Sda Sda Sda Sda Sda Sda Sda Sda Sda Sda Sda Tidak tuntas Tuntas Sda Sda Tidak tuntas Tuntas Sda Sda Tidak tuntas -
Persentase Ketuntasan
19 100 86,36% 22
Pengetahuan awal siswa melalui pre-test, 21 menunjukkan penguasaan siswa dalam materi alkana masih kurang, hal ini dapat diketahui dari patokan KKM yaitu ≥ 55,7 untuk materi alkana di sekolah SMTI Negeri Banda Aceh, menunjukkan tidak ada siswa yang tuntas atau sama dengan 0% secara klasikal. Namun setelah diterapkan model kooperatif dengan metode peta konsep, jumlah siswa yang tuntas jika dibandingkan dengan KKM sebesar ≥ 55,7 melalui post-test secara individu 19 orang atau sama dengan 86,36% secara klasikal. Hasil
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains “Miskonsepsi Pembelajaran Kimia”, 19-20 Februari 2011
168
penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Budiasih (2002), tentang pengaruh penguasaan peta konsep dalam materi konsentrasi larutan dimana pada siklus 1 skor yang dicapai 66,5 dan 69,5 pada siklus 2.
2.Afektif Siswa Pengamatan terhadap afektif siswa selama kegiatan pembelajaran berlangsung diukur dengan menggunakan instrumen lembar penilaian afektif siswa. Berikut ini data penilaian afektif siswa dari pertemuan pertama hingga pertemuan kedua: Tabel 3.2 Hasil Afektif Siswa SMTI Negeri Banda Aceh NO (1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Subjek (2) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Jumlah Persentase (%)
Pertemuan I Nilai Katagori (3) (4) 52,1 B 58,3 B 70,8 B 37,5 C 64,6 B 60,4 B 75 B 54,2 B 70,8 B 64,6 B 45,8 C 68,8 B 68,8 B 60,4 B 64,6 B 62,5 B 60,4 B 64,6 B 68,8 B 70,8 B 41,7 C 64,7 B 1349,6 61,35 B
Pertemuan II Nilai Katagori (5) (6) 68,7 B 81,3 A 93,8 A 50 C 85,4 A 75 B 93,8 A 77,1 A 91,6 A 75 B 68,7 B 75 B 81,3 A 77,1 A 72,9 B 68,8 B 72,9 B 62,5 B 81,3 A 83,3 A 50 C 83,3 A 1668,8 75,85 A
Tabel 3.2 menunjukkan bahwa hasil persentase penilaian afektif pada pertemuan pertama dan kedua berturut-turut adalah 61,35% dan 75,85%. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains “Miskonsepsi Pembelajaran Kimia”, 19-20 Februari 2011
169
Berdasarkan data yang diperoleh, ditemukan hasil belajar afektif pada pertemuan pertama 3 orang yang nilainya cukup baik, 19 orang nilainya baik, sedangkan pada pertemuan kedua, diperoleh 2 orang nilainya cukup baik, 9 orang yang nilainya baik, dan 11 orang nilainya sangat baik. Terjadinya perbedaan nilai pada pertemuan pertama disebabkan pada pertemuan pertama, dimana kegiatan siswa yang dinilai melalui lembar observasi afektif belum sepenuhnya teramati, seperti tanggung jawab, kreatifitas dan kedisiplinan siswa terhadap tugas yang diberikan oleh guru. Hal ini dikarenakan terbatasnya waktu sehingga siswa belum dapat menyelesaikan peta konsepnya pada pertemuan pertama. Observasi afektif siswa terlihat lebih jelas pada pertemuan kedua, dimana terlihat lebih jelas tanggung jawab, kedisiplinan, kreatifitas, dan kerja sama dalam kelompok pada saat membuat, merangkai serta menampilkan peta konsepnya. Dengan demikian dapat diketahui, nilai observasi afektif siswa pada pertemuan pertama hingga pertemuan kedua mengalami peningkatan. 3. Aktivitas Siswa Untuk mengetahui aktivitas siswa dalam penerapan metode peta konsep digunakan lembar aktivitas siswa. Berikut data hasil observasi aktivitas siswa: Tabel 3.3 Hasil pengamatan aktivitas siswa SMTI negeri Banda Aceh NO. (1) a.
Aspek yang diamati (2) Pendahuluan Siswa menjawab salam guru
b. Siswa menjawab pertanyaan guru pada I. saat apersepsi c. Siswa menanggapi motivasi yang diberikan guru. II. Kegiatan Inti a. Siswa memperhatikan tujuan pelajaran b. Siswa menyimak arahan guru tentang tahap-tahap menyusun peta konsep c. Siswa duduk menurut kelompok sesuai arahan guru d. Siswa mempelajari materi masingmasing sesuai instruksi guru
Pertemuan I
Pertemuan II
Skor
Katagori
Skor
Katagori
(3)
(4)
(5)
(6)
4,0
A
3,0
B
2,3
C
3,0
B
2,3
C
2,7
B
2,7
B
2,7
B
3,0
B
2,7
B
4,0
A
4,0
A
2,3
C
3,0
B
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains “Miskonsepsi Pembelajaran Kimia”, 19-20 Februari 2011
170
e. Siswa membuat peta konsep berdasarkan sub materi yang didapatkan siswa f. Setiap siswa menggabungkan peta konsepnya dengan peta konsep teman sekelompoknya g. Setiap kelompok mempresentasikan rangkaian peta konsepnya di depan kelas III. Penutup a. Siswa menanyakan pada guru tentang hal-hal yang belum dipahami b. Siswa mendengarkan penjelasan dari guru c. hasil Siswa menyimpulkan pelajaran Jumlah Rata-rata Persentase (%)
2,0
C
2,7
B
1,3
D
2,7
B
1,0
D
3,0
B
2,7
B
2,3
C
2,0
C
2,3
C
2,0 31,6 2,4 60,76
C B B
3,0 37,1 2,9 71,35
B B B
Berdasarkan Tabel 3.3 dapat diketahui aktivitas siswa pada pertemuan pertama meningkat hingga pertemuan kedua, berturut-turut dari 60,76% menjadi 71,35%. Pada pertemuan pertama, siswa masih banyak yang belum dapat menjawab pertanyaan guru pada kegiatan motivasi, karena siswa belum terbiasa dengan metode peta konsep karena selama ini pembelajaran sepenuhnya berpusat pada guru dan karena keterbatasan waktu. Pada pertemuan pertama masing-masing kelompok belum selesai membuat dan merangkai peta konsep senyawa alkana, sehingga siswa belum dapat mempresentasikan peta konsep kelompoknya. Pada pertemuan kedua sudah banyak siswa yang dapat menjawab pertanyaan guru pada kegiatan motivasi dan apersepsi karena siswa sudah mengerti tentang materi yang disampaikan guru. Siswa sudah dapat beradaptasi dalam penerapan model kooperatif dengan peta konsep, sehingga kerja sama siswa lebih baik jika dibandingkan dengan pertemuan pertama. Hal ini dapat dilihat dari aktivitas dua kelompok
yang mengerjakan tugasnya tepat
waktu,
dua kelompok lagi
menyelesaikan beberapa menit kemudian dan satu kelompok yang masih perlu dibimbing pada saat perangkaian peta konsep. Pada tahap akhir kegiatan pembelajaran, siswa diminta untuk menyimpulkan hasil pelajaran. Hal ini dimaksudkan untuk mengevaluasi sejauh mana pemahaman siswa tentang alkana. 3. Tanggapan Siswa Terhadap Penerapan Model Kooperatif dengan Metode Peta Konsep
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains “Miskonsepsi Pembelajaran Kimia”, 19-20 Februari 2011
171
Tanggapan siswa dapat diketahui dari angket yang diberikan pada siswa setelah penerapan model kooperatif dengan metode peta konsep, data yang diperoleh dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 3.4 Tanggapan siswa terhadap penerapan model kooperatif dengan metode peta konsep. Persentase Jawaban Pertanyaan No Ya Tidak (1) (2) (3) (4) Apakah anda memperhatikan pada saat guru 1 menjelaskan tahap-tahap model kooperatif 95,45 4,55 dengan metode peta konsep? Apakah model kooperatif dengan metode peta 2 konsep yang diterapkan guru dapat membuat 90,91 9,09 materi hidrokarbon menjadi jelas anda pahami? Apakah model kooperatif dengan metode peta 3 konsep yang digunakan oleh guru dapat 100 0 membuat suasana belajar anda menyenangkan? Apakah model kooperatif dengan metode peta konsep dapat membuat anda lebih termotivasi 4 95,45 4,55 untuk mempelajari materi hidrokarbon (alkana)? Apakah penerapan model kooperatif dengan 5 metode peta konsep membuat anda lebih mudah 90,91 9,09 berinteraksi dengan teman? Apakah waktu yang diberikan untuk membuat 6 81,82 18,18 peta konsep cukup bagi anda? Apakah belajar anda menjadi lebih aktif dengan 7 menggunakan model kooperatif dengan metode 90,91 9,09 peta konsep? Apakah anda merasa senang dengan model 8 100 0 kooperatif dengan metode peta konsep ini? Jumlah 745,45 54,55 Persentase (%) 93,18 6,82 Berdasarkan hasil tanggapan siswa terhadap penerapan model kooperatif dengan metode peta konsep yang telah dilaksanakan maka diketahui persentase tanggapan positif
siswa sebesar
93,18%, sedangkan tanggapan negatif sebesar
6,82%. Hal ini disebabkan karena siswa lebih merasa senang diterapkannya model kooperatif dengan metode peta konsep, karena siswa lebih santai, bersemangat dalam belajar dan pembelajaran tidak terpaku dengan mendengarkan penjelasan guru.
KESIMPULAN
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains “Miskonsepsi Pembelajaran Kimia”, 19-20 Februari 2011
172
\Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan: 1) Ketuntutasan belajar siswa setelah diterapkan model kooperatif dengan metode peta konsep mencapai 86,36% yang dapat diketahui melalui nilai post-test yang dibandingkan dengan nilai KKM. 2) Penerapan model kooperatif dengan metode peta konsep menunjukkan nilai afektif siswa meningkat dari pertemuan pertama hingga pertemuan kedua berturut-turut sebesar 61,35% menjadi 75,85%. 3) Penerapan model kooperatif dengan metode peta konsep juga dapat meningkatkan aktivitas siswa dari pertemuan pertama hingga pertemuan kedua berturut-turut sebesar 60,76% menjadi 71,35%. 4) Tanggapan siswa terhadap penerapan model kooperatif dengan metode peta konsep menunjukkan respon positif sebesar 93,18%, sedangkan respon negatif siswa sebesar 6,82%. DAFTAR PUSTAKA Anonymous. 2008. Model Elaborasi dan Peta Konsep pada Perkuliahan Teori Sastra. http://elumb.multiply.com/journal/item/3 Diakses pada tanggal 3 Oktober 2009. ----------. 2009. Penerapan kolaborasi model pembalajaran Peta Konsep dan Numbered Head Together Sebagai Upaya untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran Kewirausahaan. (http://karya-ilmiah.um.ac.id/ index.php /manajemen/article/view/., diakses pada tanggal 3 Oktober 2009). Budianingarti. 1998. Pengembangan Strategi Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Pengajaran Fisika di SMU. Surabaya: IKIP Budiasih, E. 2002. Peningkatan Penguasaan Konsep-Konsep Konsentrasi Larutan Sebagai Prasyarat Pemahaman Pokok Bahasan Sifat Kologatif Larutan Melalui Pemberian Tugas Membuat Peta Konsep di Kelas III SMUN 6 Malang. Jurnal pendidikan. Vol 1, No 1. Depdiknas. 2003. Kurikulum 2004 SMA Pedoman Khusus Pengembangan Silabus dan Penilaian. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Fessenden. 1982. Kimia Organik Edisi Ketiga Jilid 1. Jakarta: Erlangga. Hart, C. 2003. Kimia Organik Suatu Kuliah Singkat Edisi Kesebelas. Jakarta: Erlangga. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains “Miskonsepsi Pembelajaran Kimia”, 19-20 Februari 2011
173
Holil, A 2008. Peta Konsep untuk Mempermudah Konsep Sulit dalam Pembelajaran. (http://pkab.Wordpress.com/2008/04/23/mempermudah-konsep-sulit-dalampembelajaran/ , diakses pada tanggal 3 Oktober 2009). Mahzum, E. 2002. Pemanfaatan Peta Konsep Dalam Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar Siswa Bidang Studi Fisika. Banda Aceh: KKI tidak diterbitkan. Mainidar. 2006. Kimia Organik. Banda Aceh: Modul tidak diterbitkan. Mulyasa, E. 2006. Kurikulum Berbasis Kompetens Konsep, Karekteristik dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Nurfitria, L. 2006. Meningkatkan Kualitas Pembelajaran pada Konsep Lingkungn Melalui Pendekatan SETS dengan Model Problem Based Instruction di SMA Masehi 1 PSAK Semarang. Skripsi. (Online), (http://diglb.unnes.a.c.id/gsdl/ collect/wrdpdfe/imp, diakses 19 oktober 2009) Oktaviyanto. 2008. Pembelajaran Model Advance Organizer Dengan Peta Konsep Untuk Meningkatkan Ketuntasan belajar Siswa Kelas X Negeri 1 Kalisa (http://
one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-makalah/proposalskripsi/
pembelajaran-model-advance-organizer-dengan-peta-konsep-untukmeningkatkan-ketuntasan-belajar-siswa., Diakses pada tanggal 3 Oktober 2009). Ratumanan, T. G. 2004. Belajar dan Pembelajaran. Ambon: Unesa University Press. ISBN : 979-643-959-X. Sudijono, A. 2005. Pengantar Statistik Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sujana. 2000. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Tarsito. Supriono. 2008. Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Peta Konsep Untuk Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan inovatif. Volume 3. No 2. http://jurnaljpi.files.wordpress.com/2009/09/vol-3-no-2supriono.pdf, Diakses pada tanggal 3 Oktober 2009. Sutresna, N. 2007. Cerdas Belajar Kimia untuk kelas X sekolah menengah atas/ madrasah aliyah. Program Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung: Grafindo Media Pratama. Tim Pustaka Yustisia. 2008. Panduan Lengkap KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Yogyakarta: Pustaka Yustisia.
Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Sains “Miskonsepsi Pembelajaran Kimia”, 19-20 Februari 2011
174