Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 38-44
PENERAPAN METODE PENEMUAN TERBIMBING PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA KELAS XI IPA SMAN 1 LUBUK ALUNG Haryani Hasibuan1), Irwan2), Mirna3) 1)
FMIPA UNP, email:
[email protected] 2,3) Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP Abstract
Mathematical understanding is one of objectives in mathematics learning. Therefore, the mathematical learning is aimed to improve student’s mathematical understanding. But in reality it will be different sometimes. The low learning outcomes of students at grade XII Science SMAN 1 Lubuk Alung indicate that students are comfronted to the lack of mathematical understanding. So, the research is done by applying the method of guided discovery. The problem of this research is:”Does the mathematical understanding of students who learn by using guided discovery method is better than the mathematical understanding of students who learn by using conventional learning. The hypothesis in this research is the mathematical understanding of students who learn by using guided discovery method is better than the mathematical understanding of students who learn by using conventional learning. This research is a quasi experiment, with Randomized Control Group Only Design. The collecting data in this research is using the final test with essay tests form wich assest the student’s mathematical understanding. The result show that the mathematical understanding of students who learn by using guided discovery method is better than the mathematical understanding of students who learn by using conventional learning at . Keywords -- Mathematical Understanding, Guided Discovery Method, Conventional Learning.
PENDAHULUAN Matematika merupakan mata pelajaran wajib pada setiap jenjang pendidikan. Pada standar isi mata pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah dinyatakan bahwa tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa mampu memahami konsep matematika, menggunakan penalaran dalam menjelaskan gagasan matematika, mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol matematika, memiliki kemampuan dalam memecahkan masalah serta mempunyai sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan [1]. Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika tersebut, kemampuan memahami konsep matematika merupakan salah satu diantara kemampuan yang harus dimiliki siswa. Dengan memahami konsep matematika, diharapkan siswa dapat menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah. Hal tersebut mengacu pada kemampuan pemahaman matematika. Pemahaman matematika berarti bahwa materi-materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu, dengan pemahaman siswa dapat lebih mengerti akan materi pelajaran itu sendiri sehingga siswa dapat mengaplikasikan materi yang
dipelajarinya dalam pemecahan masalah dan dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman matematika tidak hanya memahami informasi matematika tetapi termasuk juga paham akan makna dari informasi tersebut. Seseorang bisa dikatakan paham jika dapat mengubah suatu informasi yang ada dalam pikirannya ke dalam bentuk lain yang lebih berarti. Mengacu pada pengertian pemahaman matematika yang telah dijelaskan sebelumnya, Polya [2] mengemukakan bahwa, terdapat empat kerangka berpikir pemahaman matematika: (1) Pemahaman mekanikal yaitu meliputi mengingat dan menerapkan rumus secara rutin dan menghitung secara sederhana; (2) Pemahaman induktif yaitu menerapkan rumus atau konsep dalam kasus sederhana atau kasus serupa; (3) Pemahaman rasional yaitu siswa dapat membuktikan kebenaran rumus dan teorema; (4) Pemahaman intuitif yaitu dapat memperkirakan kebenaran dengan pasti sebelum menganalisa lebih lanjut. Berbeda dengan Polya, Skemp [2] membedakan pemahaman matematika menjadi 2 jenis pemahaman yaitu pemahaman instrumental dan pemahaman relasional. Pemahaman instrumental merupakan kemampuan untuk hafal konsep dan prinsip tanpa kaitan dengan yang lainnya, dapat menerapkan rumus dalam perhitungan sederhana dan mengerjakan perhitungan secara algoritmatik, sedangkan pemahaman relasional
38
Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 38-44 adalah kemampuan mengaitkan suatu konsep atau prinsip dengan konsep atau prinsip lain. Secara umum indikator pemahaman matematika [2] meliputi (1) mengenal, (2) memahami dan (3) menerapkan konsep, prosedur, prinsip dan ide matematika. Berdasarkan Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor 506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2004 [3], indikator siswa memahami konsep matematika adalah (1) mampu menyatakan ulang sebuah konsep, (2) mengklasifikasikan objek menurut sifat- sifat tertentu sesuai dengan konsepnya, (3) memberi contoh dan non contoh dari konsep, (4) menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis, (5) mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep, (6) menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur atau operasi tertentu, (7) mampu mengaplikasikan konsep atau algoritma pemecahan masalah. Konsep matematika yang dimaksud pada indikator di atas meliputi fakta, konsep, prinsip dan prosedur matematika. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di kelas XI IPA, SMA Negeri 1 Lubuk Alung, pembelajaran belum mengarahkan siswa untuk memahami materi matematika dengan baik. Siswa masih cenderung menghafal prinsip dan prosedur yang diberikan tanpa memaknai prinsip dan prosedur tersebut. Hal ini terlihat ketika siswa diberikan soal yang berbeda dengan contoh soal, siswa mengalami kesulitan untuk menyelesaikan soal tersebut. Siswa yang kurang mengerti dengan penjelasan guru lebih cenderung bertanya mengenai materi yang kurang dipahami kepada temannya dari pada bertanya langsung kepada guru, sehingga pada saat guru menjelaskan pelajaran terlihat siswa berdiskusi dalam memahami materi tersebut. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa siswa didapatkan informasi bahwa siswa kurang tertarik dalam mengikuti pembelajaran matematika karena mereka dari awal kurang memahami materi yang dijelaskan guru. Keadaan tersebut berakibat pada rendahnya hasil belajar yang diperoleh siswa dengan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 80. Hal ini dapat dilihat dari nilai hasil belajar siswa pada ujian tengah semester 1 tahun pelajaran 2013/2014. Berdasarkan nilai tengah semester 1, dari 6 kelas XI IPA, kelas XI IPA 1, XI IPA 3, XI IPA 4 dan XI IPA 5 memiliki persentase ketuntasan yang sama yaitu 6,67%, sedangkan kelas XI IPA 2 memiliki persentase ketuntasan 3,33%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah siswa yang mencapai nilai ketuntasan pada ujian tengah semester 1 mata pelajaran matematika siswa kelas XI IPA SMAN 1 Lubuk Alung tahun pelajaran 2013/2014 masih sedikit. Rendahnya hasil belajar siswa mengindikasikan pemahaman matematika siswa masih rendah. Untuk mengatasi masalah ini, perlu adanya pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya dalam memahami materi yang dipelajari karena ketika siswa diberi
kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuannya, siswa akan lebih mengenal dan memahami apa yang dipelajari sehingga siswa lebih memaknai materi yang telah dipelajarinya tersebut. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Henningsen dan Stein [4] bahwa untuk mengembangkan kemampuan matematis siswa, maka pembelajaran harus menjadi lingkungan dimana siswa mampu terlibat secara aktif dalam kegiatan matematika yang bermanfaat. Siswa harus aktif dalam belajar tidak hanya menyalin atau mengikuti contohcontoh tanpa tahu maknanya. Salah satu metode pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuannya adalah pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing. Metode penemuan merupakan cara mengajar yang mengatur pengajaran sedemikian rupa sehingga siswa memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri. Pembelajaran dengan metode penemuan menuntut siswa menemukan sendiri hal baru yang berupa konsep, prinsip, prosedur, algoritma dan semacamnya yang dipelajari siswa. Ini tidak berarti hal yang ditemukan itu benar-benar baru sebab sudah diketahui oleh guru. Dalam proses menemukan, siswa melakukan terkaaan, mengirangira, coba-coba sesuai dengan pengalamannya untuk sampai kepada informasi yang harus ditemukan [7]. Pembelajaran metode penemuan terbimbing dapat dilaksanakan dengan beberapa langkah [5], yaitu: 1. Merumuskan masalah yang akan diberikan kepada siswa dengan data secukupnya. 2. Dari data yang diberikan guru, siswa menyusun, memproses, mengorganisir dan menganalisis data tersebut. Dalam hal ini, bimbingan guru dapat diberikan sejauh yang diperlukan saja. Bimbingan ini mengarahkan siswa untuk melangkah ke arah yang hendak dituju, melalui pertanyaan-pertanyaan atau lembar kegiatan siswa (LKS). Pada tahapan ini, siswa akan mengkonstruksi pengetahuannnya dalam membangun suatu pengetahuan baru. 3. Siswa menyusun konjektur (prakiraan) dari hasil analisis yang dilakukannya. 4. Konjektur yang telah dibuat siswa tersebut diperiksa oleh guru. Hal ini penting dilakukan untuk meyakinkan kebenaran prakiraan siswa, sehingga akan menuju arah yang hendak dicapai. 5. Apabila telah diperoleh kepastian tentang kebenaran konjektur tersebut, maka verbalisasi konjektur diserahkan juga kepada siswa untuk menyusunnya dengan demikian konsep matematika yang telah ditemukan akan lebih bermakna bagi siswa sehingga siswa lebih paham dengan konsep tersebut. 6. Sesudah siswa menemukan apa yang dicari, hendaknya guru menyediakan soal latihan atau soal tambahan untuk memeriksa apakah hasil penemuan itu benar. Berdasarkan langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing,
39
Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 38-44 siswa menemukan konsep, prinsip dan prosedur matematika melalui lembar kegiatan siswa (LKS). LKS yang digunakan adalah LKS berbasis penemuan. Lembar kegiatan siswa berbasis penemuan menuntut siswa untuk aktif dalam menyusun, memproses, mengorganisir suatu data yang diberikan guru. Proses penemuan melalui LKS dalam pembelajaran matematika akan memberikan pengalaman secara langsung dan pembelajaran yang bermakna kepada siswa, karena dalam LKS menggunakan pertanyaan-pertanyaan terstruktur yang mengarahkan peserta didik menemukan konsep, prinsip dan prosedur matematika. Berdasarkan penjelasan yang telah dijelaskan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa dalam metode penemuan siswa terlibat di dalam proses penemuan informasi yang dipelajari. Oleh karena itu, siswa yang belajar dengan menemukan diharapkan akan mampu mengingat informasi yang ditemukannya tersebut dalam jangka waktu yang lama. Pentingnya belajar penemuan menurut [7], karena: 1. Pada kenyataannya ilmu-ilmu itu diperoleh melalui penemuan; 2. Matematika adalah bahasa yang abstrak, konsep dan lain-lainnya itu akan lebih melekat bila melalui penemuan. 3. Generalisasi itu penting, melalui penemuan generalisasi yang diperoleh akan lebih mantap; 4. Dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah; 5. Setiap anak makhluk kreatif; 6. Menemukan sesuatu sendiri dapat menumbuhkan rasa percaya terhadap diri sendiri, dapat meningkatkan motivasi, melakukan pengkajian lebih lanjut dan dapat menumbuhkan sikap positif terhadap matematika Mengacu pada permasalahan yang ditemukan, maka dilakukan suatu penelitian yang diharapkan dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman matematikanya. Rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu “Apakah pemahaman matematika siswa di kelas yang diterapkan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada pemahaman matematika siswa di kelas yang diterapkan pembelajaran konvensional”. Indikator pemahaman matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa dalam menerapkan prinsip matematika pada perhitungan sederhana, mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk konsep atau prinsip matematika, mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu konsep, prinsip atau prosedur, mengaitkan konsep atau prinsip matematika dengan berbagai konsep matematika, menyajikan konsep dalam berbagai macam bentuk representasi matematis dan kemampuan siswa dalam mengaplikasikan konsep, prinsip atau prosedur pada pemecahan masalah. Hipotesis dalam penelitian ini yaitu pemahaman matematika siswa di kelas yang diterapkan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada pemahaman
matematika siswa di kelas yang diterapkan pembelajaran konvensional. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen semu. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Randomized Control Group Only Design. Pada rancangan penelitian ini sampel dipilih secara acak untuk ditentukan sebagai kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kedua kelas sampel tidak diberikan pretest, yang diperhatikan hanya postest yang diberikan setelah diterapkannya pembelajaran metode penemuan terbimbing pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI IPA SMA Negeri 1 Lubuk Alung tahun pelajaran 2013/2014. Penelitian ini memerlukan dua kelas sebagai sampel. Data nilai ujian tengah semester 1 mata pelajaran matematika siswa dijadikan sebagai data populasi. Data populasi ini berdistribusi normal, memiliki variansi yang homogen dan rata-rata yang sama, selanjutnya sampel diambil secara acak. Terpilih kelas XI IPA 4 sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 5 sebagai kelas kontrol. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode pembelajaran yang diterapkan dalam pembelajaran matematika yang terdiri dari metode penemuan terbimbing dan pembelajaran konvensional. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pemahaman matematika siswa. Prosedur penelitian dibagi atas tiga tahap, yaitu tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap akhir. Pada tahap persiapan, mempersiapkan semua yang diperlukan dalam penelitian seperti menetapkan jadwal penelitian, menentukan materi yang akan diberikan, mempersiapkan perangkat pembelajaran dan mempersiapkan instrumen penelitian. Pada tahap pelaksanaan, dilaksanakannya pembelajaran matematika dengan metode penemuan terbimbing pada kelas eksperimen dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol. Pada tahap akhir diadakan tes untuk mengukur pemahaman matematika siswa. Instrumen yang dipakai pada penelitian adalah tes pemahaman matematika. Tes ini berbentuk essay yang menguji pemahaman matematika siswa. Tes yang diberikan terdiri dari 9 butir soal. Dalam penyusunan soal tes akhir dilakukan beberapa langkah yaitu: membuat kisi-kisi soal tes, mempersiapkan rubrik penskoran, melakukan validasi tes, melakukan uji coba soal tes, dan menganalisis hasil uji coba soal tes. Pengujian soal tes memberikan hasil bahwa 9 butir soal pada tes akhir dapat dipakai dan memiliki reliabilitas tinggi. Masing-masing soal pada tes akhir diberikan bobot berdasarkan tingkat kesukaran soal. Jawaban siswa pada tes akhir menunjukkan pemahaman matematika siswa yang akan diukur dengan skala (tingkatan) pemahaman matematika sesuai dengan rubrik penskoran tes
40
Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 38-44 pemahaman matematika yang telah disiapkan. Teknik penilaian yang digunakan dalam penelitian ini, siswa akan mendapatkan skor untuk setiap soal, dengan: skor = bobot soal x skala nilai siswa setelah dikonversikan ke skala 1-100 adalah: Nilai siswa = Keterangan: Skor total = jumlah skor masing-masing soal yang diperoleh siswa sehingga nilai yang didapatkan siswa sebagai hasil dari tes akhir menunjukkan pemahaman matematika siswa. Analisis data tes dilakukan dengan menggunakan uji t. pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah pemahaman matematika siswa di kelas yang diterapkan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada pemahaman matematika siswa di kelas yang diterapkan pembelajaran konvensional. HASIL DAN PEMBAHASAN Data pemahaman matematika siswa diperoleh setelah diberikan tes akhir kepada kedua kelas sampel. Data tes akhir dianalisis sehingga diperoleh deskripsi statistik nilai dari sampel. Hasil deskripsi data pemahaman matematika sampel dapat dilihat pada Tabel I. TABEL I HASIL DESKRIPSI DATA PEMAHAMAN MATEMATIKA SAMPEL Standar Persentase Xmin Kelas N Xmax Deviasi Ketuntasan Eksperimen 30 74,47 97,75 25 16,60 43,33 % Kontrol 30 66,74 94,32 44,3 15,18 20,00 %
Pada Tabel I, terlihat rata-rata nilai tes pemahaman matematika siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol dan jumlah siswa yang tuntas di kelas eksperimen lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang tuntas di kelas kontrol. Dari hasil analisis data tes pemahaman matematika siswa di kelas eksperimen dan kelas kontrol didapatkan sebaran data normal dan variansinya homogen, maka dilakukan pengujian hipotesis dengan uji t pada , dengan kriteria pengujiannya terima H0 jika thitung < ttabel. Hipotesis yang diujikan adalah: H0: µ1 = µ2 H1: µ1 µ2 Berdasarkan perhitungan uji t yang telah dilakukan didapatkan t = 1,88, sedangkan berdasarkan daftar distribusi t, nilai dengan derajat kebebasan 58 adalah 1,67, sehingga nilai t yang didapatkan dari perhitungan berada pada wilayah penolakan Ho. Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan pemahaman matematika siswa di kelas yang diterapkan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada pemahaman
matematika siswa di kelas yang diterapkan pembelajaran konvensional. Hal tersebut disebabkan karena diterapkannya metode penemuan terbimbing pada pembelajaran matematika. Dalam metode ini, siswa dibimbing untuk menemukan sendiri konsep, prinsip dan prosedur yang dipelajari sehingga konsep, prinsip dan prosedur yang siswa temukan tersebut menjadi benar-benar dipahami oleh siswa. Hal ini seperti yang dikemukakan [6],”dengan menemukan, siswa memahami benar bahan pelajaran, sebab mengalami sendiri proses menemukannya. Sesuatu yang diperoleh dengan cara ini lebih lama diingat”. Pembelajaran dengan metode penemuan terbimbing dapat memperpanjang proses ingatan siswa karena pengetahuan yang diperoleh dari hasil penemuan akan lebih mudah diingat. Hal ini senada dengan yang dikemukakan Marzano dalam [5], ”materi yang dipelajari dapat mencapai tingkat kemampuan yang tinggi dan lebih lama membekas karena siswa dilibatkan dalam proses menemukannya”. Data pemahaman matematika siswa kelas sampel lebih rinci dapat dilihat melalui indikator pemahaman matematika yang diukur dengan setiap butir soal pada soal tes akhir. Berikut ini dijelaskan perbedaan pemahaman matematika siswa kedua kelas sampel dalam menjawab soal untuk setiap indikator pemahaman matematika. A. Menerapkan Prinsip dan Prosedur pada Perhitungan Sederhana Indikator ini terdapat pada soal nomor 1 dan 2. Untuk soal nomor1, siswa diminta untuk menerapkan rumus jumlah dan selisih sinus dan kosinus dalam perhitungan sederhana. Persentase siswa di kelas sampel berdasarkan skala pemahaman matematika untuk soal nomor 1 dapat dilihat pada Tabel II berikut: TABEL 1I PERSENTASE SISWA DI KELAS SAMPEL BERDASARKAN SKALA PEMAHAMAN MATEMATIKA UNTUK SOAL NOMOR 1
Skala 0 1 2 3 4
Kelas Eksperimen 3,33 % 0,00 % 10,00 % 6,67 % 80,00 %
Kelas Kontrol 0,00 % 3,33 % 10,00 % 3,33 % 83,33 %
Berdasarkan Tabel II, dapat disimpulkan rata-rata siswa pada kedua kelas sampel telah menjawab soal dengan benar. Hal ini menunjukkan siswa paham dengan rumus penjumlahan dan pengurangan sinus dan kosinus serta mampu menerapkan rumus pada perhitungan sederhana. Pada soal nomor 2, siswa diminta untuk menentukan persamaan garis singgung lingkaran dengan menerapkan prinsip kedudukan titik yang dilalui garis pada lingkaran. Persentase siswa di kelas sampel berdasarkan skala
41
Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 38-44 pemahaman matematika untuk soal nomor dilihat pada Tabel III berikut:
2 dapat
TABEL III PERSENTASE SISWA DI KELAS SAMPEL BERDASARKAN SKALA PEMAHAMAN MATEMATIKA UNTUK SOAL NOMOR 2
Skala 0 1 2 3 4
Kelas Eksperimen 43,33 % 3,33 % 26,67 % 6,67 % 20,00 %
Kelas Kontrol 43,33 % 23,33 % 26,67 % 0,00 % 6,67 %
Berdasarkan Tabel III dapat dilihat, jumlah siswa di kelas eksperimen yang dapat menjawab soal nomor 2 dengan benar lebih banyak daripada jumlah siswa di kelas kontrol yang menjawab soal nomor 2 dengan benar. Perbedaan yang cukup signifikan terlihat pada jumlah siswa dari masing-masing kelas sampel yang memperoleh skala 1. Siswa di kelas eksperimen lebih sedikit yang memperoleh skala 1 daripada siswa di kelas kontrol. Berdasarkan rubrik penskoran, jawaban siswa pada skala 1 yaitu jawaban yang memberikan prinsip dan prosedur yang salah dalam perhitungan, sehingga dapat disimpulkan siswa kelas eksperimen lebih memahami prinsip kedudukan titik pada lingkaran dan persamaan garis singgung lingkaran yang melalui suatu titik pada lingkaran daripada siswa kelas kontrol. Berdasarkan analisa jawaban siswa kelas sampel untuk soal nomor 1 dan 2 ini, dapat disimpulkan kemampuan siswa di kelas eksperimen dalam menerapkan prinsip dan prosedur pada perhitungan sederhana lebih baik daripada kelompok kontrol. B. Mengklasifikasikan Objek-Objek Berdasarkan Dipenuhi atau Tidaknya Persyaratan yang Membentuk Prinsip Matematika Indikator ini terdapat pada soal nomor 3. Pada soal ini, siswa diberikan 5 persamaan lingkaran dan siswa diminta untuk mengklasifikasikan persamaan lingkaran yang melalui sumbu x dan y serta berjari-jari 2 satuan. Persentase siswa di kelas sampel berdasarkan skala pemahaman matematika untuk soal nomor 3 dapat dilihat pada Tabel IV berikut: TABEL IV PERSENTASE SISWA DI KELAS SAMPEL BERDASARKAN SKALA PEMAHAMAN MATEMATIKA UNTUK SOAL NOMOR 3
Skala 0 1 2 3 4
Kelas Eksperimen 3,33 % 6,67 % 10,00 % 16,67 % 63,33 %
Kelas Kontrol 0,00 % 26,67 % 16,67 % 13,33 % 43,33 %
Berdasarkan Tabel IV dapat dilihat, siswa di kelas eksperimen lebih banyak menjawab soal nomor 3 dengan benar dari pada siswa di kelas kontrol. Berdasarkan analisa jawaban siswa kelas sampel yang dilakukan untuk soal nomor 3, dapat disimpulkan
kemampuan siswa kelas eksperimen dalam mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan yang membentuk prinsip matematika lebih baik daripada siswa kelas kontrol. C. Mengembangkan Syarat Perlu atau Syarat Cukup Suatu Prinsip dan Prosedur. Indikator ini terdapat pada soal nomor 4 dan 5. Untuk soal nomor 4, siswa diminta untuk membuktikan identitas trigonometri dengan menerapkan rumus-rumus trigonometri yang telah dipelajari. Persentase siswa di kelas sampel berdasarkan skala pemahaman matematika untuk soal nomor 4 dapat dilihat pada Tabel V berikut: TABEL V PERSENTASE SISWA DI KELAS SAMPEL BERDASARKAN SKALA PEMAHAMAN MATEMATIKA UNTUK SOAL NOMOR 4
Skala 1 0 1 1 2 3 4
Kelas Eksperimen 2 0,00 % 2 0,00 % 16,67 % 6,67 % 76,66 %
Kelas Kontrol 3 0,00 % 3 6,67 % 26,67 % 6,67 % 60,00 %
Berdasarkan Tabel V, dapat dilihat rata-rata siswa di kedua kelas sampel dapat menyelesaikan soal nomor 4 dengan benar. Pada soal nomor 5, siswa diminta untuk dapat menentukan syarat apa saja yang harus diketahui terlebih dahulu agar dapat menentukan persamaan lingkaran. Persentase siswa di kelas sampel berdasarkan skala pemahaman matematika untuk soal nomor 5 dapat dilihat pada Tabel VI berikut: TABEL VI PERSENTASE SISWA DI KELAS SAMPEL BERDASARKAN SKALA PEMAHAMAN MATEMATIKA UNTUK SOAL NOMOR 5
Skala 0 1 2 3 4
Kelas Eksperimen 10,00 % 0,00 % 26,67 % 30,00 % 33,33 %
Kelas Kontrol 6,67 % 3,33 % 15,67 % 23,33 % 50,00 %
Berdasarkan Tabel VI dapat dilihat, rata-rata siswa pada kelas eksperimen mendapatkan skala 2 dan skala 3. Jawaban dikatagorikan pada skala 3 adalah jawaban siswa yang telah mampu mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup suatu prosedur untuk menentukan persamaan lingkaran namun terdapat kesalahan perhitungan dalam jawaban. Jadi rata-rata kesalahan yang dilakukan siswa pada kelas eksperimen yaitu kurang teliti dalam perhitungan menyelesaikan soal. D. Mengaitkan Konsep dengan Berbagai Konsep Matematika
42
Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 38-44 Indikator ini terdapat pada soal nomor 6. Pada soal ini siswa diminta untuk mengaitkan konsep lingkaran dengan konsep segitiga yaitu menentukan luas segitiga yang dibentuk dengan menghubungkan titik potong suatu garis dengan lingkaran dan titik pusat lingkaran. Persentase siswa di kelas sampel berdasarkan skala pemahaman matematika untuk soal nomor 6 dapat dilihat pada Tabel VII berikut:
F. Mengaplikasikan Konsep, Prinsip dan Prosedur dalam Pemecahan Masalah
TABEL VII PERSENTASE SISWA DI KELAS SAMPEL BERDASARKAN SKALA PEMAHAMAN MATEMATIKA UNTUK SOAL NOMOR 6
TABEL IX PERSENTASE SISWA DI KELAS SAMPEL BERDASARKAN SKALA PEMAHAMAN MATEMATIKA UNTUK SOAL NOMOR 8
Skala 0 1 2 3 4
Kelas Eksperimen 20,00 % 6,67 % 30,00 % 6,67 % 13,33 %
Kelas Kontrol 26,67 % 26,67 % 23,33 % 3,33 % 20,00 %
Berdasarkan Tabel VII dapat dilihat, jumlah siswa yang dapat menjawab soal nomor 6 dengan benar di kelas kontrol lebih banyak daripada siswa di kelas eksperimen. Namun dilihat dari rata-rata skor yang diperoleh kedua kelas sampel untuk soal nomor 6 ini, kelas eksperimen memiliki skor rata-rata 20,2 sedangkan kelas kontrol memiliki skor rata-rata 15,4. Berdasarkan analisa jawaban siswa kelas sampel yang dilakukan untuk soal nomor 8, dapat disimpulkan kemampuan siswa kelas eksperimen dalam mengaitkan konsep dalam berbagai konsep matematika lebih baik daripada siswa kelas kontrol. E.
Menyajikan Konsep dalam Representasi Matematis
Berbagai
Bentuk
Indikator ini terdapat pada soal nomor 7. Pada soal ini siswa diminta untuk menggambarkan tempat kedudukan titik-titik dari pertidaksamaan yang diberikan. Persentase siswa di kelas sampel berdasarkan skala pemahaman matematika untuk soal nomor 7 dapat dilihat pada Tabel VI berikut: TABEL VIII PERSENTASE SISWA DI KELAS SAMPEL BERDASARKAN SKALA PEMAHAMAN MATEMATIKA UNTUK SOAL NOMOR 7
Skala 0 1 2 3 4
Kelas Eksperimen 13,33 % 0,00 % 3,33 % 10,00 % 73,33 %
Kelas Kontrol 20,00 % 3,33 % 16,67 % 50,00 % 10,00 %
Berdasarkan Tabel VIII dapat dilihat, rata-rata siswa di kelas eksperimen dapat menjawab soal nomor 7 dengan benar. Kesalahan dalam jawaban siswa di kelas eksperimen sama dengan rata-rata kesalahan jawaban siswa di kelas kontrol untuk soal nomor 7 ini, yaitu siswa tidak menentukan kedudukan titik-titik dari pertidaksamaan yang ada pada soal.
Indikator ini terdapat pada soal nomor 8 dan 9. Pada soal nomor 8 siswa diminta untuk menunjukkan 2 identitas trigonometri yang ekuivalen. Persentase siswa di kelas sampel berdasarkan skala pemahaman matematika untuk soal nomor 8 dapat dilihat pada Tabel IX berikut:
Skala 0 1 2 3 4
Kelas Eksperimen 6,67 % 3,33 % 3,33 % 3,33 % 83,33 %
Kelas Kontrol 3,33 % 6,67 % 6,67 % 6,67 % 76,67 %
Pada Tabel IX dapat dilihat, rata-rata siswa pada kelas sampel dapat menyelesaikan soal nomor 8 dengan benar. Pada soal nomor 9, dari masalah yang diberikan siswa diminta untuk menentukan persamaan lingkaran. Persentase siswa di kelas sampel berdasarkan skala pemahaman matematika untuk soal nomor 9 dapat dilihat pada Tabel X berikut: TABEL X PERSENTASE SISWA DI KELAS SAMPEL BERDASARKAN SKALA PEMAHAMAN MATEMATIKA UNTUK SOAL NOMOR 9
Skala 0 1 2 3 4
Kelas Eksperimen 6,67 % 6,67 % 16,67 % 20,00 % 50,00 %
Kelas Kontrol 3,33 % 6,67 % 46,67 % 3,33 % 40,00 %
Berdasarkan Tabel X dapat dilihat, perbedaan jumlah siswa yang cukup signifikan pada jawaban dengan skala 2. Rata-rata kesalahan yang dilakukan siswa adalah siswa salah dalam menentukan titik pusat lingkaran badan, sehingga siswa salah dalam menentukan persamaan lingkaran badan boneka. Berdasarkan analisis jawaban siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol di atas, peneliti menyimpulkan bahwa pemahaman matematika siswa di kelas yang diterapkan metode penemuan terbimbing lebih baik daripada pemahaman matematika siswa di kelas yang diterapkan pembelajaran konvensional. Selama penelitian berlangsung ada beberapa kendala yang peneliti temui dalam pelaksanaan proses pembelajaran, antara lain: (1) Pengelolaan kelas dan pengelolaan kelompok belajar. Dalam proses pembelajaran siswa duduk secara berkelompok dan seluruh kelompok berjumlah 10 kelompok, peneliti mengalami kesulitan dalam membimbing siswa dalam menyelesaikan LKS karena terlalu banyaknya kelompok yang ditangani. Untuk mengatasi masalah ini peneliti membolehkan kelompok yang mengalami kesulitan untuk bertanya ke kelompok yang lebih mengerti
43
Vol. 3 No. 1 (2014) : Jurnal Pendidikan Matematika, Part 1 Hal. 38-44 mengenai materi yang dipelajari, (2) Pembagian anggota kelompok secara heterogen ternyata mengakibatkan beberapa kelompok tidak dapat bekerja sama dengan baik. Hal ini disebabkan karena mereka tidak cocok dengan anggota kelompoknya. Ini diketahui setelah penelitian, ketika siswa memberikan kesan terhadap pembelajaran yang dilakukan. (3) Waktu yang peneliti sediakan bagi siswa dalam menyelesaikan LKS. Dalam menyelesaikan LKS peneliti kadang salah memprediksi waktu yang dibutuhkan. LKS yang peneliti anggap membutuhkan waktu yang relatif banyak bagi siswa dalam menyelesaikannya ternyata dapat dikerjakan siswa dengan cepat dan juga sebaliknya. Hal ini kadang meyebabkan keributan dan protes dari siswa saat
Berdasarkan simpulan, penulis menyarankan kepada guru untuk menerapkan metode penemuan terbimbing sebagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan pemahaman matematika siswa. DAFTAR RUJUKAN [1] [2] [3]
[4]
pembelajaran. Peneliti biasanya meminta beberapa kelompok yang telah siap untuk membaca kembali LKS yang mereka isikan tersebut dan meminta mereka untuk membaca referensi lain mengenai materi yang dipelajari. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa setelah diterapkannya metode penemuan terbimbing pada pembelajaran matematika d ikelas XI IPA SMAN 1 Lubuk Alung, diperoleh bahwa pemahaman matematika siswa dengan menggunakan metode penemuan terbimbing selama pembelajaran lebih baik dibandingkan pemahaman matematika siswa yang mengikuti pembelajaran secara konvensional.
[5] [6] [7]
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Badan Standar Nasional Pendidikan. Sumarmo, Utari. 2010. Berfikir dan Disposisi Matematik: Apa, Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. Bandung: FPMIPA UPI. (Jurnal tidak diterbitkan). Wardhani, Sri.2008. Analisis SI dan SKL Mata Pelajaran Matematika SMP/MTs untuk Optimalisasi Tujuan Mata Pelajaran Matematika. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika. Efendi, Leo Adhar. 2012. Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan Terbimbing untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP. Bandung: FMIPA UPI. (Jurnal tidak diterbitkan). Markaban. 2006. Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing. Yogyakarta: Pusat Pengembangan dan Penataran Guru Matematika. Suherman, Erman dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI. Ruseffendi. 2006. Pengantar Kepada Guru Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
44