PENERAPAN METODE INKUIRI TERBIMBING UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS DAN KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA KELAS X IPA 6 SMAN 10 MALANG Lina Arfiani, Susriyati Mahanal, dan Eko Sri Sulasmi Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam 2 siklus. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa. Subjek dari penelitian ini adalah siswa kelas X IPA 6 SMAN 10 Malang. Nilai klasikal keterampilan proses sains dan kemampu- an berpikir kritis siswa didapatkan melalui tes tulis. Hasil dari penelitian ini adalah terjadi peningkatan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa dari siklus I ke siklus II. Nilai klasikal keterampilan proses sains siswa meningkat dari 59,78 pada siklus I menjadi 76,79 pada siklus II. Nilai klasikal kemampuan berpikir kritis siswa meningkat dari 46,53 pada siklus I menjadi 63,28 pada siklus II. Kata Kunci: Inkuiri Terbimbing, Keterampilan Proses Sains, Kemampuan Berpikir Kritis The kind of this research is classroom action research that conduct in 2 cycles. The goals of this research are to increase student’s science process skill and student’s critical thinking skill. The subject of this research is students of 10 grade Natural Science 6 SMAN 10 Malang. The classical value of student’s science process skill and critical thinking skill are assessed by essay test.The result of this research show the increase of science process skill and critical thinking skill from the first cycle to second cycle. The classical value of student’s science process skill increase from 59,78 in fisrt cycle to 76,79 in second cycle.The classical value of student’s criticla thinking skill increase from 46,53 in first cycle to 63,28 in second cycle. Keywords: Guided Inquiry, Science Process Skill, Critical Thinking Skill Biologi sebagai salah satu ilmu pengetahuan atau sains mengharuskan pembelajaran yang melalui suatu proses sains dan tidak serta merta hanya belajar produk saja. Proses sains tersebut membutuhkan suatu keterampilan khusus yang disebut dengan keterampilan proses sains. Nuryani (2006) menyebutkan ada 9 indikator keterampilan proses sains yaitu mengamati/observasi, interpretasi/ menaf- sirkan hasil pengamatan, mengelompokkan (klasifikasi), meramalkan
1
2
(mempre- diksi), berkomunikasi, merencanakan penelitian, berhipotesis, aplikasi/ menerap- akan konsep, dan mengajukan pertanyaan. Aspek proses sains dibutuhkan untuk mendapatkan produk berupa pengetahuan. Pengetahuan yang diperoleh seorang siswa seharusnya bukan sekedar hasil transfer ilmu oleh guru melainkan meng- konstruk pengetahuannya sendiri melalui jalan berpikir. Salah satu kemampuan berpikir yang dapat dikembangkan adalah kemampuan berpikir kritis. Ennis (2011) mendefiniskan berpikir kritis sebagai berpikir yang beralasan dan reflektif berfokus pada pengambilan keputusan apa yang harus dipercaya dan harus dilakukan. Menurut Ennis dalam Muhfahroyin (2012) kemampuan berpikir kritis siswa yang meliputi 6 indikator yaitu merumuskan masalah, memberikan argumen, melakuan deduksi, melakukan induksi, melakukan evalusi, dan mengambil keputusan dan tindakan. Pengembangan kamampuan berpikir kritis akan lebih mudah jika dilakukan bersamaan dengan pengemabangan keterampilan proses sains. Data yang diperoleh dari hasil observasi selama menjalani kegiatan Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) di SMA Negeri 10 Malang mulai dari bulan September-Oktober 2014 menunjukkan bahwa pembelajaran Biologi masih cenderung menekankan pada aspek produk dengan seringnya pembelajaran menggunakan metode ceramah dan alokasi waktu yang singkat untuk mengajarkan suatu materi. Pembelajaran yang menekankan aspek produk membuat siswa pasif, sehingga keterampilan prose sains dan kemampuan berpikir kritis siswa tidak berkembang. Salah satu solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan rendahnya keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis adalah dengan menerapkan metode inkuiri terbimbing. Inkuiri akan dapat meningkatkan keterampilan proses sains siswa karena tahapan inkuiri itu sendiri merupakan tahapan keterampilan proses sains. McBride, et al. (2004) menyatakan mengajarkan sains melalui inkuiri termasuk mengajarkan kepada siswa keterampilan proses sains yang digunakan oleh para ilmuan untuk mempelajari mengenai dunia dan membantu siswa mengaplikasikan kemampuan-kemampuan tersebut dalam mempelajari konsep sains.Selain dapat membantu mengembangkan keterampilan proses sains, inkuiri juga akan mebantu siswa dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Nurhadi dan Senduk (2006) menyatakan proses inkuiri tidak bisa dipisahkan dari konsep berpikir kritis, dalam inkuiri siswa belajar dan dilatih bagaimana mereka harus berpikir kritis. Rumusan masalah dari penelitian ini yaitu: (1) Bagaimana keterlaksanaan penerapan metode inkuiri terbimbing untuk meningkatkan meningkatkan keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa kelas X IPA 6 SMAN 10 Malang? (2) Bagaimana penerapan metode inkuiri terbimbing untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa kelas X IPA 6 SMAN 10 Malang? (3) Bagaimana penerapan metode inkuiri terbimbing untuk meningkatkan keterampilan berpikir kritis siswa kelas X IPA 6 SMAN 10 Malang? Bagi siswa peenelitian ini diharapkan dapat membantu meningkatkan keterampilan proses sains, keterampilan berpikir kritis siswa. Bagi guru, penelitian ini dapat memberikan pengetahuan mengenai metode inkuiri terbimbing sebagai metode alternatif dalam pembelajaran Biologi yang dapat diterapkan di kelas. Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan atau pertimbangan untuk kepentingan pengemabangan penelitian selanjutnya.
3
METODE Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian dilaksanakan dalam 2 siklus yang terdiri dari empat tahap yaitu plan (perencanaan), action (tindakan), observe (pengamatan), dan reflect (refleksi). Siklus I dilaksanakan dalam 4 kali pertemuan dengan alokasi waktu 6 x 45 menit. Siklus II dilaksanakan dalam 5 kali pertemuan 7 x 45 menit. Subyek dari penelitian ini adalah siswa kelas X IPA 6 SMA Negeri 10 Malang tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 19 orang terdiri dari 13 siswi perempuan dan 6 siswa laki-laki. Peran peneliti adalah sebagai perancang isntrumen, pengajar, perancang tindakan, dan pengumpul data. Peneliti dibantu oleh 2 teman sejawat sebagai observer. Data yang dikumpulkan yaitu data keterlaksanaan pembelajaran dengan sumber data siswa dan guru, dan data skor keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis dengan sumber data siswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah lembar keterlaksanaan pembelajaran, lembar observasi lapangan, tes tulis keterampilan proses sains, dan tes tulis kemampuan berpikir kritis. Analisis data dilakukan menggunakan data kualitatif yang didapatkan dari instrumen penelitian untuk membandingkan proses pembelajaran pada siklus I dan siklus II. Penilaian keterampilan proses sains menggunakan tes tulis dengan skor per soal minimal 0 dan maksimal 3. Penilain kemampuan berpikir kritis menggunakan tes tulis dengan skor per soal minimal 0 dan maksimla 4. Nilai akhir keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis pada setiap siklus berupa nilai klasikal. Kriteria nilai klasikal yang dicapai pada semua indikator keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis terdiri dari kriteri baik sekali, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang. HASIL A. Data keterlaksanaan Pembelajaran Keterlaksanaan pembelajaran pada siklus I sebesar 85,7 %. Pencapaian persentase tersebut disebabkan ada dua indikator yang tidak terlaksana yaitu Guru membimbing siswa menganalisis data, dan 2) Guru mengingatkan peserta didik untuk menyelesaikan tugas yang diberikan pada LKS dan mengingatkan untuk mempelajari materi metagenesis lumut dan paku. Keterlaksanaan pembelajaran pada siklus II sebesar 100%. Pada siklus II semua indikator telah terlaksana. Berdasarkan persentase keterlaksanaan yang didapatkan pada siklus I dan siklus II dapat dikatakan terjadi peningkatan persentase keterlaksanaan pembelajaran sebesar 14,3 %. B. Data Keterampilan Proses Sains Hasil perhitungan menunjukkan nilai klasikal keterampilan proses sains siklus I sebesar 59,78, dan nilai klasikal keterampilan proses sains siklus II sebesar 76,79. Nilai klasikal keterampilan proses sains meningkat dari siklus I ke siklus II sebesar 17,01%. Nilai klasikal pada siklus I memenuhi kriteria cukup, dan nilai klasikal siklus II memenuhi kriteria baik. Nila klasikal meningkat dari kriteria cukup dari siklus I menjadi baik pada siklus II. Data persentase penguasaan tiap indikator keterampilan proses sains disajikan dalam diagram pada Gambar 4.1.
4
Gambar 4.1 Diagram Perbandingan Persentase Penguasaan pada Setiap Indikator Keterampilan Proses Sains pada siklus I dan siklus II Data pada Gambar 4.1 dapat dijabarkan sebagai berikut. Indikator mengamati mengalami peningkatan persentase penguasaan dari 68% menjadi 91%. Indikator interpretasi atau menafsirkan mengalami peningkatan persentase penguasaan dari 57% menjadi 78%. Indikator mengelompokkan mengalami peningkatan persentase penguasaan dari 63% menjadi 68%. Indikator meramalkan mengalami peningkatan persentase penguasaan dari 77% menjadi 91%. Indikator berkomunikasi mengalami peningkatan persentase penguasaan dari 55% menjadi 68%. Indikator merencanakan penelitian mengalami peningkatan persentase penguasaan dari 55% menjadi 74%. Indikator membuat hipotesis mengalami peningkatan persentase penguasaan 65% menjadi 72%. Indikator menerapkan konsep mengalami peningkatan persentase penguasaan 53% menjadi 70%. Indikator bertanya mengalami peningkatan persentase penguasaan 54% menjadi 77%. C. Data Kemampuan Berpikir Kritis Hasil perhitungan menunjukkan nilai klasikal kemampuan berpikir kritis siklus I sebesar 46,53 dan nilai klasikal kemampuan berpikir kritis siklus II sebesar 63,28. Nilai klasikal kemampuan berpikir kritis meningkat dari siklus I ke siklus II sebesar 16,75%. Nilai klasikal pada siklus I memenuhi kriteria kurang dan nilai klasikal siklus II memenuhi kriteria cukup. Nilai klasikal meningkat dari kriteria kurang dari siklus I menjadi cukup pada siklus II. Data persentase penguasaan tiap indikator kemampuan berpikir kritis disajikan dalam diagram pada Gambar 4.2. Data pada Gambar 4.2 dapat dijabarkan sebagai berikut. Indikator merumuskan masalah mengalami peningkatan peningkatan persentase penguasaan dari 67% menjadi 83%.Indikator melakukan induksi mengalami peningkatan persentase penguasaan dari 40% menjadi 60%. Indikator melakukan deduksi mengalami peningkatan persentase penguasaan dari 47% menjadi 62%. Indikator memberikan argumen mengalami peningkatan persentase penguasaan dari 49% menjadi 54%. Indikator melakukan evaluasi mengalami peningkatan persentase penguasaan dari 39% menjadi 64%. Indikator memutuskan mengalami peningkatan persentase penguasaan dari 47% menjadi 66%.
5
Gambar 4.2 Diagram Perbandingan Persentase Penguasaan pada Setiap Indikator Kemampuan Berpikir Kritis siklus I dan siklus II PEMBAHASAN A. Metode Inkuiri Terbimbing Meningkatkan Keterampilan Proses Sains Nilai klasikal keterampilan proses sains megalami peningkatan dari 59,78 pada siklus I menjadi 76,79 pada siklus II. Kriteria nilai klasikal meningkat dari cukup menjadi baik. Selain terjadi peningkatan nilai klasikal, juga terjadi peningkatan persentase penguasaan pada tiap indikator keterampilan proses sains. Kenaikan nilai klasikal keterampilan proses sains dikarenakan siswa semakin terbiasa dalam melaksanakan setiap tahap inkuiri. Hasil pengamatan siklus I menunjukkan siswa belum terbiasa melakukan pembelajaran dengan inkuiri, siswa masih sering bertanya mengenai bagaimana cara membuat rumusan masalah dan cara membuat hipotesis. Siklus II menunjukkan siswa semakin terbiasa dengan tahap-tahap pembelajaran inkuiri dan ditunjang dengan semakin seringnya siswa mengerjakan LKS yang disusun sesuai dengan sisntak inkuiri. Peningkatan persentase penguasaan pada setiap indikator keterampilan proses sains juga erat kaitannya dengan tahapan pembelajaran inkuiri terbimbing. Indikator mengamati dan bertanya mengalami jumlah kenaikan persentase penguasaan paling besar yaitu sebesar 23%. Kenaikan persentase indikator mengamati dikarenakan tahap awal pembelajaran inkuiri mengharuskan siswa untuk melakukan pengamatan terhadap objek untuk mengumpulkan data. Kemampuan mengamati semakin bertambah karena siswa semakin sering melakukan pengamatan. Tahap pengamatan adalah kunci dari tahap-tahap inkuiri selanjutnya dan penentu keberhasilan penguasaan pada beberapa keterampilan proses sains lainnya. Jika tahap pengamatan atau observasi awal berhasil, maka pembuatan rumusan masalah, hipotesis, dan perencanaan penagamatan siswa akan lebih mendekati kebenaran dan jika proses mengamati pada tahap mengumpulkan data benar dan berhasil, maka kegiatan siswa dalam bertanya, mengklasifikasikan, menyimpulkan hasil pengamatan, menerapkan konsep, dan mengkomunikasikan hasil penelitian juga akan mengalami keberhasilan. Seperti yang dinyatakan oleh Akinbobola (2010) dalam Nurhemy, dkk. (2011), bahwa keterampilan proses dasar terdiri dari mengamati. Siswa selalu mencoba untuk menemukan kebenaran
6
yang kemudian dilakukan untuk mengembangkan keterampilan mengukur, mengklasifikasikan, berkomunikasi, menyimpulkan, menerapkan konsep, dan bertanya. Peningkatan pada indikator bertanya dikarenakan siswa terbiasa untuk berpikir dan membuat rumusan masalah. Pertanyaan yang banyak akan timbul dalam pikiran siswa setelah memperhatikan penjelasan awal guru pada tahap orientasi. Pertanyaan-pertanyaan tersebut kemudian akan mereka curahkan sebagai suatu rumusan masalah. Trianto (2011) menyatakan pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu bermula dari bertanya, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi,mengkonfirmasi-kan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahui. Pernyataan serupa juga dinyatakan oleh Trowbridge et al. (1981) dalam Rustaman (2009), bahwa bertanya dan inkuiri memiliki hubungan yang erat, dapat disajikan dengan demonstrasi, eksperimen, penyelidikan dan diskusi. Indikator mengelompokkan atau klasifikasi mengalami jumlah kenaikan paling sedikit yaitu sebesar 5%, walaupun kenaikan persentase kecil, perolehan skor pada siklus I cenderung tinggi dibandingkan dengan indikator lain. Peningkatan yang sedikit tersebut lebih memperlihatkan bahwa kemampaun mengelompkkan siswa berkisar pada angka itu saja atau boleh dibilang statis. Devi (2010) menjelaskan keterampilan klasifikasi baru bisa dikuasai apabila siswa dapat melakukan keterampilan berikut 1) mengidentifikasi dan memberi nama sifat-sifat yang dapat diamati dari sekelompok objek yang dapat digunakan sebagai dasar klasifikasi, 2) menyusun klasifikasi pada tingkat-tingkat tertentu sesuai dengan sifat-sifat objek. Jika dihubungkan dengan dua syarat tersebut, terkait dengan syarat yang pertama, maka dimungkinkan siswa belum dapat mengaplikasikan konsep ke dalam bahan amatan ketika mengidentifikasi dan memberi nama sifat-sifat yang diamati. Jika sifat-sifat yang harus diketahui pada syarat pertama tidak terpenuhi, maka siswa tidak akan memenuhi syarat kedua untuk menyusun klasifikasi sesuai dengan sifat-sifat objek. Secara keseluruhan inkuiri terbimbing dapat meningkatan keterampilan proses sains siswa. Keseluruhan tahapan inkuiri terbimbing adalah tahapn keterampilan proses sains sehingga secara otomatis belajar menggunakan metode inkuiri terbimbing akan membantu siswa mengasah keterampilan prose sains. Inkuiri merupakan salah satu metode yang cocok diterapkan untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa. Rustaman (2005) menyebut scientific inquiry sebagai kemampuan dasar bekerja ilmiah, yang mana ia juga meyebutkan bahwa keterampilan proses sains merupakan suatu irisan dari kemampuan bekerja ilmiah. Pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa keterampilan proses sains berada atau merupakan bagian dari kegiatan inkuiri. Rustaman (2005) menambahkan ketiga jenis pembelajaran inkuiri, termasuk ke dalamnya inkuiri terbimbing, merupakan pebelajaran yang melibatkan keterampilan proses sains. Sehubungan dengan aspek proses, inkuiri sepenuhnya mendukung siswa belajar mandiri untuk membangun pengetahuannya. Zuriyani (2008) menyatakan inkuiri merupakan pembelajaran yang menitik beratkan pada aktifitas dan pemberian pengalaman belajar secara langsung pada siswa, siswa mempunyai kesempatan yang luas untuk mencari dan menemukan sendiri apa yang dibutuhkannya terutama dalam pembelajaran yang bersifat abstrak. Melalui
7
pembelajaran ini siswa dapat terlibat aktif dalam kegiatan yang bersifat ilmiah. Siswa dapat memperoleh kesempatan untuk mengamati, menanyakan, menjelaskan, merancang dan menguji hipotesis yang dilakukan dapat melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analisis dan dapat merumuskan sendiri penemuannya. Melalui inkuiri terbimbing siswa dapat belajar aktif dan mandiri, peran guru hanya sebagai fasilitator yaitu membantu siswa dalam tahap apersepsi dan memimbing siswa dalam menemukan permasalahan, tahap selanjutnya guru sebagai pembimbing dan pengarah dan meluruskan kesalahan yang dibuat oleh siswa. Haryono (2006) menyatakan bahwa model pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses sains merupakan model pembelajaran untuk mengintegrasikan keterampilan proses sains ke dalam sistem yang terpadu. Pembelajaran berbasis peningkatan keterampilan proses menekankan pada pencarian pengetahuan daripada transfer pengetahuan, siswa sebagai subyek pembelajaran yang terlibat aktif dalam proses pembelajaran, guru hanyalah sebagai fasilitator yang membimbing dan mengkoordinasikan kegiatan belajar siswa. B. Metode Inkuiri Terbimbing Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Nilai klasikal kemampuan berpikir kritis siswa naik dari 46,53 pada siklus I menjadi 63,28 pada siklus II. Nilai klasikal pada siklus I memenuhi kriteria kurang dan nilai klasikal pada siklus II memenuhi kriteria cukup. Nilai klasikal kemampuan berpikir kritis megalami peningkatan kriteria dari kurang menjadi cukup. Selain terjadi peningkatan nilai klasikal, juga terjadi peningkatan persentase penguasaan pada tiap indikator kemampuan berpikir kritis Peningkatan rata-rata nilai kemampuan berpikir kritis siswa dan peningkatan persentase penguasaan pada tiap indikator erat kaitanya dengan metode inkuiri yang digunakan dan keterampilan proses yang dikuasai oleh siswa. Tahap inkuiri dimulai dengan observasi awal untuk dijadikan dasar merumuskan masalah.Tahap merumuskan masalah akan menambah kemampuan siswa dalam membuat rumusan masalah. Indikator memberikan argumen dapat diasah ketika siswa ditanya pada tahap observasi awal mengenai objek yang akan diamati. Siswa ditunjuk bergantian untuk memberikan pendapatnya mengenai objek yang didemonstrasikan oleh guru. Kesempatan berargumentasi juga diberikan kepada siswa ketika siswa menyusun hipotesis, merencanakan penelitian, dan menganalisis data. Kemampuan siswa dalam mendeduksi diasah melalui kegiatan siswa dalam menginterpretasikan data yang dibuat dalam bentuk analsisis data atupun pembahasan hasil praktikum dalam laporan. Mendeduksi dapat diartikan menafsirkan, atau dapat juga mejabarkan sesuatu yang umum menjadi khusus. Contoh mendeduksi adalah ketika siswa menggamabar morfologi tumbuhan lumut dan paku, kemudian siswa memberi nama bagian-bagian tubuh lumut tersebut. Kemampuan menginduksi adalah kemampuan siswa dalam menggeneralisasi suatu data dalam bentuk yang lebih sederhana. Kemampuan mendeduksi dapat diasah melalui kegiatan mengumpulkan data. Mengumpulkan data dari suatu objek berarti mencari sesuatu yang bersifat umum dan diketahui oleh banyak orang untuk kemudian diringkas agar mudah dipahami. Kemampuan mendeduksi juga diasah dari kegiatan siswa membuat tabel untuk mempermudah
8
membaca data. Mendeduksi juga dapat diasah melalui kegiatan siswa ketika membuat kesimpulan yang terkait dengan hipotesis. Kemampuan melakukan evaluasi juga dapat diasah ketika siswa membuat kesimpulan. Evaluasi diberikan berdasarkan fakta. Fakta tersebut berupa data hasil pengamatan yang telah dianalisis. Siswa akan melakukan evaluasi terhadap hipotesis yang telah ia buat apakah banar atau salah. Jawaban yang didapat dari evaluasi hipotesis atau tahap menguji hipotesis merupakan suatu kesimpulan dari pengamatan yang dilakukan. Kemampaun mengambil keputusan dan tindakan diasah melalui kegiatan siswa ketika merencanakan penelitian. Tahap merencanakan penelitian adalah tahap dimana siswa menentukan alat dan bahan dan juga menentukan langkah kerja yang akan mereka lakukan dalam pengamatan. Selama melakukan kegiatan merencanakan penelitian siswa akan saling berdiskusi untuk membuat keputusan dan mengambil tindakan. Peningkatan yang terjadi pada semua indikator kemampuan berpikir kritis tersebut tidak lepas dari pembelajaran inkuiri dan keterampilan proses sains yang dikuasai oleh siswa. Zuriyani (2008) mengungkapkan bahwa tujuan dari inkuri adalah mengembangkan kemampuan bepikir secara sistematis, logis dan kritis, belajar melalui inkuiri menuntut siswa berpikir untuk mengonstruk pangatahuan sendiri, sehingga sudah semestinya kemampuan berpikir kritis siswa akan terlatih selama siswa melakukan pembelajaran dengan inkuiri. Inkuiri selalu dimulai dengan pertanyaan yang memacu siswa untuk terus berpikir. Sudargo dan Asiah (2006) menyatakan berpikir kritis merupakan proses dimana seseorang mencoba menjawab pertanyaan yang sulit yang informasinya tidak ditemukan pada saat itu secara rasional. Sanjaya (2006) menyatakan strategi pembelajaran inkuiri adalah rangkaian kegiatan pembelajaran yang menekankan pada proses berpikir secara kritis dan analitis untuk mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan. Kemampuan berpikir kritis tidak dapat dilepaskan dari keterampilan proses sains yang dikuasai oleh siswa. Keterampilan proses seperti merumuskan masa- lah, mengklasifikasi, membuat tabel data, dan membuat kesimpulan merupakan indikator-indikator yang dijadikan patokan bahwa siswa berpikir kritis. Keteram- pilan proses sains akan mendukung siswa mengembangkan kemampuan berpikir kritis. Rustaman (2005) menyatakan kemampuan dasar bekerja ilmiah atau scientific inquiry penting untuk dikembangkan karena memungkinkan orang yang belajar dan yang membelajarkannya, mengembangkan dan menggunakan berpikir tingkat tinggi dalam pemecahan masalah, mengembangkan berpikir kritis yang tertanam dalam berbagai proses berbagai ilmu. Penjelasan tersebut menegasakan bahwa pengembangan keterampilan proses sains akan membantu pengembangan kemampuan berpikir kritis. Inkuiri harus dilaksanakan sesering mungkin dan terus menerus di terapkan kelas agar keterampilan proses sains dan kemampuan ber- pikir kritis siswa semakin terasah. Detes (2005) dalam Lati, et al. (2012) menya- takan bahwa inkuiri yang diterapkan sesering mungkin selama masa SMP dan SMA akan membuat siswa menjadi lebih percaya diri, memilki keterampilan tinggi dalam proses sains dan berpikir kritis.
9
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Penerapan metode inkuiri terbimbing dapat meningkatkan (1) keterampilan proses sains siswa, nilai klasikal keterampilan proses sains siswa meningkat dari 59,78 pada siklus I menjadi 76,79 pada siklus II; (2) kemampuan berpikir kritis siswa, nilai klasikal kemampuan berpikir kritis siswa meningkat dari 46,53 pada siklus I menjadi 63,28 pada siklus II. B. Saran Saran yang dapat disampaian diantaranya: (1) Hendaknya guru kelas terus membiasakan inkuiri terbimbing dalam pembelajaran di kelas. Apabila pembiasaan ini dilanjutkan maka keterampilan proses sains dan kemampuan berpikir kritis siswa akan semakin meningkat; (2) Pembelajaran yang selalu menggunakan metode sama dapat menimbulkan kebosanan kepada siswa, untuk mengurangi kebosanan tersebut guru harus memberikan variasi dalam setiap pertemuan, antara lain: (a) melakukan pergantian anggota kelompok; (b) bahan tidak selalu disediakan di meja untuk diamati dan jika memungkinkan siswa diajak mengamati langsung bahan amatan di lingkungan sekitar; (c) memberikan tahap orientasi atau permasalahan awal dengan materi-materi yang actual; (3) Membagikan bahan amatan setelah siswa selesai membuat hipotesis. Hal ini untuk menghindari kerusakan bahan amatan dan menghindari siswa yang lebih tertarik pada bahan amatan daripada menyelesaikan sintaks sampai tahap membuat hipotesis DAFTAR RUJUKAN Devi, P.K.2010. Keterampilan Proses dalam Pembelajaran IPA. Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Ilmu Pengetahuan Alam (PPPPTK IPA) untuk program BERMUTU Ennis,R.H.2011.The Nature of Critical Thinking. (Online) (http://faculty. education.illions. edu/rhennis/documents/ The Nature of Critical Thinking_51711_001_pdf. diakses pada tanggal 24 Nopember 2013 Kitot, A.K.A. Ahmad, A.R., Seman, A.A.2010.The Effectiveness of Inquiry Teaching in Enhancing Students’Critical Thinking Procedia Social and Behavioral Sciences 7(C) (2010) 264–273 Lati, W., Salpasorn, S., Promarak, V.2010.The Effectiveness of Inquiry Teaching in Enhancing Students’ Critical Thinking.Procedia Social and Behavioral Scienece 7 (C):264-273 McBride, J.W., Bhatti, M.I., Hannan, M.A., Feinberg, M.Using an inquiry approach to teach science to secondary school science teachers.Physics education 39 (5):1-6
10
Muhfahroyin.2009.Pengaruh Strategi Pembelajaran Integrasi STAD dan TPS dan Kemampuan Akademik terhadap Hasil Belajar Kognitif, Keteremapilan Berpikir Kritis, dan Keterampilan Proses Siswa SMA di kota Metro. Disertasi tidak diterbitkan. Malang: PPs UM Nurhadi, Senduk, B.2004.Pembelajaran Kontekstual dan penerapannya dalam KBK.Malang: UMPress Nuryani.2003.Strategi Belajar Mengajar Biologi.Malang: JICA. Rustaman, N.Y.2005.Perkembangan Penelitian Pembelajaran Berbasis Inkuiri dalam Pendidikan Sains. Makalah disampaikan dalam seminar nasional II himpunan ikatan sarjana dan pemerhati pendidikan IPA Indonesis Bekerjasama dengan FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung 22-23 Juli 2005 Rustaman, N.Y.2009.Kemampuan Dasar Bekerja Ilmiah dalam Pendidikan Sains dan Assesmennya.(Online)(http://www.google.com/ url?sa=t&rct =j&q=&esrc=s&source=web&cd=2&cad=rja&uact=8&ved=0CDQ QFjAB&url=http%3A%2F%2Ffile.upi.edu%2FDirektori%2FSPS %2FPRODI.PENDIDIKAN_IPA%2F195012311979032NURYAN I_RUSTAMAN%2FKDBI_dalamDIKSainsFINAL.pdf&ei=wOxV U6SVIYKPrQeJo4Bw&usg=AFQjCNFy1TttC1Q26qadR1qT7OQ CnvjhdA&sig2=_nAa13H4OQz61h1EEKN88A&bvm=bv.650582 39,bs.1,d.dGc) diakses pada tanggal 15 April 2014 Sanjaya, W.2009.Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Bandung: Kencana Sudargo, F., dan Asiah, S.2006. Pembelajaran Biologi Berbasis Praktikum untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Keterampilan Proses Siswa SMA.(Online)(http://www.google.com/url?sa=t&rct= j&q=&esrc=s&source=web&cd=13&cad=rja&uact=8&ved=0CDk QFjACOAo&url=http%3A%2F%2Feprints.uny.ac.id%2F491%2F1 %2Fsemnas09.pdf&ei=ne9VU86mDYiFrAfHsoHwBA&usg=AFQ jCNHo6ZXEXWXMy79zdg82sPVVj4cQoQ&sig2=G_Ame60yijw D8FnVpRqCKg&bvm=bv.65058239,bs.1,d.dGc) diakses pada tanggal 15 April 2014.
Trianto.2007.Model-Model Pmebelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka Zuriyani, E.2008.Strategi Pembelajaran Inkuiri pada Mata Pelajaran IPA. Widyaiswara BDK Palembang