Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Keterampilan Proses Sains Siswa pada Materi Fluida Statis 1Rahmazani, 2Adlim, 3*Rini 1 2 3
Safitri
Program Studi Pendidikan IPA Pogram Pascasarjana Universitas Syiah Kuala Banda Aceh; Program Studi Kimia FKIP Universitas Syiah Kuala Banda Aceh, 23111; Jurusan Fisika FMIPA Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh, 23111.
*Corresponding Author:
[email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap peningkatan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa pada materi fluida statis dan mengetahui respon siswa terhadap model pembelajaran inkuiri terbimbing. Metode yang digunakan adalah quasi eksperimen research dengan Non-equivalent control group pretest-posttest design. Populasi penelitian dipilih siswa kelas XI IPA 1, XI IPA 2, XI IPA 3, dan XI IPA 4 pada SMAN 1 Peukan Pidie. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik Sampel Acak Kelompok (Cluster Random Sampling). Sampel penelitian adalah siswa kelas XI IPA 1 dan XI IPA 3 di SMAN 1 Peukan Pidie dengan jumlah masing-masing 22 dan 20 orang siswa. Pengumpulan data dilakukan melalui pretes dan posttes yang dilengkapi dengan alasan, angket KPS dan angket respons siswa. Kesimpulan diambil berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data dengan menggunakan ProAnaltes. Keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa meningkat pada materi fluida statis setelah penerapan model inkuiri terbimbing dengan rata-rata N-Gain sebesar 50% terlihat untuk setiap indikator keterampilan proses sains yang mencapai kategori sedang dengan proses pembelajaran 4x pertemuan. Tanggapan siswa terhadap model pembelajaran inkuiri terbimbing mendapatkan respon yang sangat baik dengan persentase 91,3% sangat tertarik, karena model pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata sehingga siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Disamping akan terhindar dari kekeliruan, konsepsi siswa juga akan mantap dan akan melekat lebih permanen. Kelebihan inilah yang menyebabkan penerapan model inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan mampu meningkatkan KPS siswa. Sebanyak 4,34% siswa tidak tertarik dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dikarenakan siswa tidak tertarik untuk menemukan sendiri dan tidak berani menggungkapkan gagasannya. Kata kunci: Inkuiri terbimbing, hasil belajar, keterampilan sains, fluida statis Pendahuluan Fluida diartikan sebagai suatu zat yang dapat mengalir. Istilah fluida mencakup zat cair dan gas karena zat cair seperti air dan zat gas seperti udara dapat mengalir. Semua zat cair itu dapat dikelompokan ke dalam fluida karena sifatnya yang dapat mengalir dari satu tempat ke tempat yang lain. Materi fluida statis merupakan salah satu materi yang masih dianggap sulit oleh sebagian guru dan siswa di sekolah dalam memahami konsep-konsep sehingga B172
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
siswa cenderung mengalami kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan (Ichtyaranisa, dkk, 2013). Kesalahan dalam penyelesaikan soal-soal yang sering dialami siswa yaitu kesalahan dalam menentukan tekanan hidrostatis, menentukan tekanan mutlak, menentukan berat benda dalam fluida dan menentukan gaya apung. Hal ini karena guru jarang sekali mengaitkan konsep fisika dengan contoh sederhana dalam kehidupan seharihari yang dapat siswa amati (Al-kussami, dkk, 2013), guru masih terfokus pada metode konvensional yang sering diterapkan seperti ceramah (Utami, dkk, 2014). Pembelajaran cenderung berpusat pada guru (teacher centered) sehingga menyebabkan siswa menjadi kurang aktif dalam proses pembelajaran (Anggraini, dkk, 2013). Beberapa siswa terlihat sibuk sendiri, seperti mengobrol dengan teman sebangkunya, tidur-tiduran, dan mengerjakan tugas pelajaran lain. Hal ini menyebabkan nilai siswa berada di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Ada beberapa faktor penyebab rendahnya nilai ulangan siswa pada materi fluida statis, yaitu: 1) siswa kurang teliti dalam menjawab soal, 2) sulitnya siswa mengaplikasikan definisi/konsep ke dalam cerita nyata, siswa tidak konsisten terhadap konsep/definisi besaran yang dimaksud dalam soal (Amalia & Varidi, 2009), 3) Siswa kurang antusias, dan 4) siswa mengalami kesulitan dalam memahami konsep (AlKussami, dkk, 2013). Metode inkuiri terbimbing dapat digunakan untuk membantu siswa yang mengalami masalah dalam memahami konsep pada pembelajaran fluida statis, karena metode pembelajaran ini merupakan pembelajaran kelompok dimana siswa diberi kesempatan untuk berfikir mandiri dan saling membantu dengan teman yang lain (Ambarsari, 2013). Pembelajaran inkuiri terbimbing membimbing siswa untuk memiliki tanggung jawab individu dan tanggung jawab dalam kelompok atau pasangannya, sedangkan keterampilan proses sains dibutuhkan untuk mendapatkan produk berupa pengetahuan. Siswa mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh yang konkrit sehingga menjadi salah satu alasan yang melandasi perlunya diterapkan keterampilan proses sains. Menurut Dimyati dan Moedjiono (2009), ada berbagai keterampilan proses, keterampilan-keterampilan tersebut terdiri dari keterampilan dasar proses sains (basic skill), dimulai dari mengobservasi, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur, menyimpulkan dan mengkomunikasikan, dan keterampilan terpadu proses sains (integrated skill), dari identifikasi variabel sampai dengan yang paling kompleks, yaitu eksperimen. Keterampilan proses dapat mengembangkan kemampuan mengamati, mengklasifikasikan, menginterpretasikan, meramalkan, menerapkan, merencanakan penelitian, mengkomunikasikan (Sumantri dan Permana, 2001; Hamalik, 2009; Usman, 2008; Usman dan Setiawati, 2008; Nuryani, 2005). Hasil belajar bukan hanya berupa penguasaan pengetahuan, tetapi juga kecakapan dan keterampilan dalam melihat, menganalisis, dan memecahkan masalah, membuat rencana dan mengadakan pembagian kerja, dengan demikian aktivitas dan produk yang dihasilkan dari ativitas belajar ini mendapatkan penilaian. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri terbimbing untuk meningkatkan keterampilan proses sains memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian (Lailatur, 2009) penerapan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ketrampilan proses sains dasar siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Surakarta (Ambarsari, 2013). Pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berpengaruh signifikan dalam meningkatkan keterampilan proses sains dan aktivitas belajar siswa pada materi sistem reproduksi (Jumarni, 2014). Terdapat pengaruh model pembelajaran inkuiri terbimbing terhadap keterampilan proses sains (Sabahiyah, 2013). keterampilan proses sains siswa kelas eksperimen tidak berbeda dengan siswa kelas kontrol, sementara penguasaan konsep IPA siswa kelas eksperimen berbeda dari siswa kelas kontrol, dan keterampilan proses sains siswa berkorelasi positif dengan penguasaan konsep IPA (Rizal, 2014). Penelitian ini mendiskripsikan hasil penerapan model pembelajaran inkuiri
B173
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
terbimbing pada siawa SMAN 1 Peukan Pidie dalam upaya meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa pada materi fluida statis. Bahan dan Metode Penelitian bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa pada materi fluida statis terhadap model pembelajaran inkuiri terbimbing. Metode yang digunakan adalah metode quasi eksperimen research. Desain penelitian yang digunakan adalah Non-equivalent Control Group Design, dimana dalam rancangan ini melibatkan dua kelas yang dibandingkan, yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kelas eksperimen diberikan perlakuan untuk jangka waktu tertentu. Pengukuran dilakukan sebelum dan sesudah perlakuan dan pengaruh perlakuan diukur berdasarkan perbedaan antara pengukuran awal dan pengukuran akhir kedua kelas. Desain penelitian Non-equivalent control group pretest-posttest design ditabulasikan pada Tabel 1. Tabel 1. Desain Penelitian untuk SMAN 1 Peukan Pidie Kelas Pretest Perlakuan Eksperimen O1 Xa Kontrol O1 Xb
Posttest O2 O2
Keterangan: Xa = Perlakuan dengan model Inkuiri Terbimbing Xb = Perlakuan dengan metode konvensional O1 = Tes awal (pretest) sebelum diberi perlakuan O2 = Tes akhir (posttest) setelah diberikan perlakuan
Populasi penelitian adalah siswa kelas XI IPA 1, XI IPA 2, XI IPA 3, dan XI IPA 4 di SMAN 1 Peukan Pidie. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik Sampel Acak Kelompok (Cluster Random Sampling). Sampel dalam penelitian adalah siswa kelas XI IPA 1 dan XI IPA 3 di SMAN 1 Peukan Pidie dengan jumlah masing-masing 22 dan 20 orang siswa. Pengumpulan data digunakan dua jenis instrumen, yakni soal tes berbentuk pilihan ganda beralasan dengan 25 butir soal, diberikan pada awal sebelum diberikan perlakuan dan diakhir pembelajaran sesudah diberikan perlakuan, sedangkan lembar respon siswa diberikan setelah pembelajaran. Analisis data dilakukan terhadap hasil pretest, posttest dan N-Gain untuk mengetahui hasil belajar dan keterampilan proses sains siswa pada materi fluida statis. Hasil dan Pembahasan Hasil Pretes dan Postes KPS Siswa Peningkatan keterampilan proses sains siswa dieksplorasi berdasarkan jawaban pretest dan posttest setelah mengikuti pembelajaran dengan soal pilihan ganda beralasan. Hasil penilaian keterampilan proses sains berupa skor yang kemudian dihitung persentasenya. Perbandingan pencapaian skor rata-rata pretest, posttest dan N-Gain keterampilan proses sains antara kelas eksperimen dan kelas kontrol ditunjukan pada Gambar 1. Berdasarkan data pretest dan posttest pada Gambar 1 terlihat bahwa skor rata-rata kelas eksperimen dan kontrol mengalami peningkatan. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa terjadi peningkatan antara kedua kelas untuk keterampilan proses sains siswa. Skor rata-rata keterampilan proses sains dapat ditinjau berdasarkan indikator yang dikembangkan. Skor rata-rata setiap indikator mencapai 60% peningkatan. Persentase skor rata-rata keterampilan proses sains dari setiap indikator ditunjukkan pada Gambar 2. Gambar 2 memperlihatkan bahwa perolehan N-Gain sebelum perlakuan nilai tertinggi terdapat pada indikator Keterampilan Proses Sains (KPS8) sebesar 0,68% dengan kategori “sedang” dan terendah pada indikator (KPS6) sebesar 0,21 dengan kategori “rendah”, setelah perlakuan menggunakan model pembelajaran inkuiri nilai tertinggi pada indikator B174
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
KPS7 mencapai 0,64% dengan kategori “sedang” dan terendah pada indikator KPS10 sebesar 0,21% dengan kategori “rendah”. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa secara keseluruhan peningkatan N-Gain keterampilan proses sains siswa setelah perlakuan lebih meningkat dibandingkan sebelumnya.
Gambar 1. Perbandingan persentase skor rata-rata Pretest, Posttest, dan N-Gain keterampilan proses sains kelas eksperimen dan kelas kontrol
Gambar 2. Perbandingan N-Gain keterampilan Proses Sains untuk setiap indikator sebelum dan setelah perlakuan Hasil analisis data pretes dan posttes terdapat peningkatan KPS dengan menerapkan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Berdasarkan hasil analisis per siswa sebelum menerapkan model inkuiri terbimbing, tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat penguasaan KPS pada kelas kontrol 14 siswa berinterpretasi “sedang”, seorang siswa berinterpretasi “tinggi”, dan 5 siswa berinterpretasi “rendah”. Pada kelas eksperimen, 12 siswa berinterpretasi “sedang”, 5 siswa berinterpretasi “tinggi”, dan 5 siswa berinterpretasi
B175
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
“rendah”. Hasil ini menyimpulkan bahwa kedua kelas memiliki kemampuan KPS awal yang sama. Setelah dilakukan pembelajaran pada kedua kelas dengan LKS dan model pembelajaran yang berbeda, selanjutnya diberikan posttes berupa soal yang sama ketika pretes untuk mengetahui KPS siswa. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap data postes dan N-gain yang dinormalisasi kedua kelas. Siswa yang mendapatkan perlakuan dengan model inkuiri secara keseluruhan kemampuan KPS siswa lebih baik dibandingkan siswa yang tidak mendapatkan perlakuan. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan perolehan rata-rata posttes dan N-gain yang dinormalisasi dari kedua kelas tersebut. Tingginya perolehan skor posttes kelas eksperimen disebabkan pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan siswa kesempatan untuk berfikir mandiri dan saling membantu dengan teman yang lain. Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Ambarsari (2013). Berdasarkan analisis perindikator KPS sebelum perlakuan pada kelas kontrol sebesar 37,25% dan setelah perlakuan sebesar 43,45%, sedangkan pada kelas eksperimen terdapat peningkatan rata-rata skor KPS sebelum diberikannya perlakuan sebesar 63,50% dan setelah perlakuan sebesar 71,59% dengan perolehan N-gain pada kelas kontrol sebesar 39% dan pada kelas eksperimen sebesar 49%. Skor rata-rata keterampilan proses sains dapat ditinjau berdasarkan indikator yang dikembangkan. Pada indikator KPS1 sebelum diberikannya perlakuan sebesar 45% dan setelah perlakuan sebesar 42%, pada indikator KPS2 sebelum diberikannya perlakuan sebesar 44% dan setelah perlakuan sebesar 50%, pada indikator KPS3 sebelum diberikannya perlakuan sebesar 52% dan setelah perlakuan sebesar 52%, pada indikator KPS4 sebelum diberikannya perlakuan sebesar 29% dan setelah perlakuan sebesar 42%, pada indikator KPS5 sebelum diberikannya perlakuan sebesar 24% dan setelah perlakuan sebesar 63%, pada indikator KPS6 sebelum diberikannya perlakuan sebesar 21% dan setelah perlakuan sebesar 6%, pada indikator KPS7 sebelum diberikannya perlakuan sebesar 22% dan setelah perlakuan sebesar 64%, pada indikator KPS8 sebelum diberikannya perlakuan sebesar 68% dan setelah perlakuan sebesar 63%, pada indikator KPS9 sebelum diberikannya perlakuan sebesar 45% dan setelah perlakuan sebesar 33%, pada indikator KPS10 sebelum diberikannya perlakuan sebesar 44% dan setelah perlakuan sebesar 21%. Indikator KPS yang tidak mengalami peningkatan setelah perlakuan adalah mengamati, merencanakan percobaan, meramalakan, memprediksi, dan menerapkan konsep dan berkomunikasi. Hal ini disebabkan oleh siswa tidak mudah memahami konsepkonsep yang rumit dan abstrak jika tidak disertai dengan contoh-contoh yang konkrit. Dimyati dan Moedjiono (2009) berpendapat bahwa siswa mudah memahami konsep-konsep yang rumit dan abstrak jika disertai dengan contoh-contoh yang konkrit sehingga menjadi salah satu alasan yang melandasi perlunya diterapkan keterampilan proses sains. Skor rata-rata keterampilan proses sains dapat ditinjau berdasarkan lembar observasi pengamat pada indikator KPS1 sampai dengan KPS10 semuanya mengalami peningkatan setelah diberikanya perlakuan dengan menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing. Temuan ini memberikan informasi bahwa pembelajaran dengan menggunakan model inkuiri terbimbing untuk meningkatkan keterampilan proses sains memberikan hasil yang lebih baik. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian (Lailatur, 2009) penerapan metode pembelajaran inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi pokok hidrokarbon. Penerapan pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ketrampilan proses sains dasar siswa kelas VIII SMP Negeri 7 Surakarta (Ambarsari, 2013). Pembelajaran menggunakan model pembelajaran inkuiri terbimbing berpengaruh signifikan dalam meningkatkan keterampilan proses sains dan aktivitas belajar siswa pada materi sistem reproduksi (Jumarni, 2014). Rizal (2014) mengemukakan bahwa keterampilan proses sains siswa kelas eksperimen tidak berbeda dengan siswa kelas kontrol, sementara penguasaan konsep IPA siswa kelas eksperimen berbeda dari siswa kelas kontrol, dan keterampilan proses sains siswa berkorelasi positif dengan penguasaan konsep IPA. B176
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Hasil Belajar Siswa Setelah pembelajaran dilaksanakan, selanjutnya siswa pada kelompok kontrol diberikan soal untuk melihat hasil belajar siswa. Peningkatan hasil belajar dengan penerapan model konvensional diperoleh skor sebelum dan setelah perlakuan. Untuk melihat persentase hasil belajar siswa secara keseluruhan disajikan pada Gambar 3.
Gambar 3. Perbandingan pretes, postes dan N-gain kelas Kontrol Pada kelompok eksperimen juga diberikan soal yang sama untuk melihat hasil belajar siswa dengan penerapan model inkuiri terbimbing diperoleh skor sebelum dan setelah perlakuan. Untuk melihat persentase hasil belajar siswa secara keseluruhan disajikan pada Gambar 4.
Gambar 4. Perbandingan pretes, postes dan N-gain kelas eksperimen Hasil pretes dan posttes pada kelas kontrol dengan penerapan model konvensional diperoleh skor sebelum perlakuan sebesar 38,5% dan setelah perlakuan sebesar 64,5% dengan N-gain rata-rata sebesar 42% dengan kategori “Sedang”, sedangkan hasil pretes dan posttes pada kelas eksperimen dengan penerapan model Inkuiri terbimbing diperoleh skor sebelum perlakuan sebesar 44,8% dan setelah perlakuan sebesar 73,9% dengan Ngain rata-rata sebesar 50% dengan kategori “Sedang”.
B177
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Peningkatan hasil belajar siswa dianalisis dengan membandingkan hasil tes sebelum mendapatkan pembelajaran dan sesudah mendapatkan pembelajaran. Untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep dilakukan uji statistik dengan cara menghitung nilai N-Gain. Hasil pretes dan postes pada kelas kontrol dengan penerapan model konvensional diperoleh skor sebelum perlakuan sebesar 38,5% dan setelah perlakuan sebesar 64,5% dengan Ngain rata-rata sebesar 42% dengan kategori “Sedang”. Sedangkan hasil pretes dan postes pada kelas eksperimen dengan penerapan model Inkuiri terbimbing diperoleh skor sebelum perlakuan sebesar 44,8% dan setelah perlakuan sebesar 73,9% dengan N-gain rata-rata sebesar 50% dengan kategori “Sedang”. Hasil nilai siswa akan terlihat dalam menguasai bahan pelajaran ataukah tidak yaitu pada kemampuannya dalam menjawab soal yaitu kemampuan kognitif siswa. Hasil belajar adalah hasil yang diperoleh seseorang dalam proses kegiatan belajar mengajar, dan hasil belajar tersebut dapat berbentuk kognitif, afektif, dan psikomotorik yang penilaiannya melalui tes. Temuan ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Arifin (2011), Hasil belajar merupakan kemampuan, keterampilan, dan sikap seseorang dalam menyelesaikan suatu hal. Hasil suatu pembelajaran (kemampuan, keterampilan, dan sikap) dapat terwujud jika pembelajaran (kegiatan belajar mengajar) terjadi baik individu ataupun tim, menginginkan suatu pekerjaan dilakukan secara baik dan benar agar memeperoleh hasil yang baik dari pekerjaan tersebut. Keberhasilan ini akan tampak dari pemahaman, pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki oleh individu ataupun tim. Hasil belajar merupakan prestasi belajar peserta didik secara keseluruhan, yang menjadi indikator kompetensi dasar dan derajat perubahan perilaku yang bersangkutan (Mulyasa, 2008). Hasil belajar merupakan perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas belajar (Mulyono, 2003). Respons Siswa Untuk mengetahui respon siswa terhadap pelaksanaan pembelajaran diberikan angket pada masing-masing siswa. Angket ini terdiri dari 10 item pernyataan. Pengisian angket diberikan setelah semua kegiatan pembelajaran selesai dilaksanakan. Untuk melihat persentase respon siswa secara keseluruhan disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5. Rata-Rata Skor Respon Siswa Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa respon siswa terhadap model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah sangat baik. Hal ini terbukti ketika proses PBM berlangsung siswa sangat antusias mengikutinya karena selama ini menurut pengakuan mereka jarang melakukan praktikum dan pembelajaran selama ini hanya ceramah. Mereka menganggap pembelajaran menggunakan Model inkuri terbimbing sangat menarik sehingga mereka juga semangat mengikutinya. Berdasarkan rata-rata skor respon siswa terhadap model pembelajaran inkuiri terbimbing adalah sangat baik. Hal ini terbukti ketika proses PBM berlangsung siswa sangat antusias mengikutinya karena selama ini menurut pengakuan mereka jarang melakukan praktikum dan pembelajaran selama ini hanya ceramah. Mereka menganggap B178
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
pembelajaran menggunakan Model inkuri terbimbing sangat menarik sehingga mereka juga semangat mengikutinya. Rata-rata skor respon siswa tertinggi adalah ya 91,3% yaitu sangat tertarik dengan model inkuiri terbimbing. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya bahwa Keterampilan Proses Sains didasarkan pada inkuiri ilmiah dan mengajarkan ilmu pengetahuan dengan inkuiri membuat siswa belajar berfikir kritis (Pratt dan Hackett, 1998) dan inkuiri digunakan sebagai pendekatan untuk pengajaran yang sangat efektif yang membantu siswa untuk memahami konsep dengan baik (Yager dan Akcay, 2010). Aktamis dan Ergin (2008) mengemukakan bahwa KPS dapat meningkatkan kreativitas ilmiah siswa, minat terhadap ilmu pengetahuan, dan prestasi dalam ilmu pengetahuan. Menurut German dan Odom (1996), siswa perlu diajarkan dengan teknik mengajar inkuiri sehingga siswa menjadi mampu untuk berlatih dan mengembangkan KPS dan memahami tujuan dari konteks eksperimental dalam sains. Hasil penelitian Zehra dan Nermin (2009) menunjukkan bahwa dengan temuan kualitatif dan kuantitatif tingkat harapan keberhasilan peserta dan harapan hasil pada nilai posttest lebih tinggi dari skor pretest. Hasil penelitian Wahyudi dan Sutikno (2010) menunjukkan peningkatan rata-rata hasil belajar pada siklus II dengan siklus I Jadi, penerapan model pembelajaran inkuiri terbimbing dengan berbantuan multimedia dapat meningkatkan minat dan pemahaman siswa kelas X-I semester 2 SMA N 14 Semarang. Kelebihan inilah yang mengakibatkan pemahaman KPS siswa pada materi fluida statis menggunakan model inkuiri terbimbing menjadi lebih baik serta mampu secara optimal menurunkan miskonsepsi yang dialami siswa dan mampu meningkatkan pemahaman konsep serta meminimalisasi miskonsepsi. Kesimpulan Terjadinya peningkatan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa pada materi fluida statis setelah penerapan model inkuiri terbimbing dengan rata-rata N-Gain sebesar 50% terlihat dari setiap indikator keterampilan proses sains mencapai kategori sedang dengan proses pembelajaran 4x pertemuan. Tanggapan siswa terhadap model pembelajaran inkuiri terbimbing mendapatkan respon yang sangat baik dengan persentase 91,3% yaitu sangat tertarik, karena model pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata, sehingga siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran. Disamping itu dapat terhindar dari kekeliruan, konsepsi siswa juga akan mantap dan akan melekat lebih permanen. Kelebihan inilah yang menyebabkan penerapan model inkuiri terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan mampu meningkatkan KPS siswa, sedangkan 4,34% siswa tidak tertarik dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing dikarenakan siswa tidak tertarik untuk menemukan sendiri dan tidak berani menggungkapkan gagasan. Ucapan Terimakasih Penulis mengucapkan terimakasih kepada Dr. Muhammad Syukri, MT dan Dr. Saminan, M.Pd yang telah membantu memvalidasi instrumen penelitian. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibu Hapsah, S.Pd, Nurmasita, S.Pd, Ainol Mardiah, S.Pd serta Ibu Nurul Hayati, S.Pd atas partisipasinya sebagai observer selama penelitian. Selanjutnya, Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Ibu Halimatusakdiah, S.Pd dan seluruh peserta didik kelas XII IPA SMA Negeri 1 Peukan Pidie, Aceh Pidie yang telah berpartisipasi dalam pelaksanaan penelitian. Daftar Pustaka Al-Kussami, U. M., Tomo, & Erwina. (2013). Remediasi Miskonsepsi Siswa Melalui Model Think-Pair-Share Berbantuan Word Square Pada Perpindahan Kalor Di SMP. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran (JIPP). 2(7): 1-10.
B179
Prosiding Seminar Nasional Pascasarjana (SNP) Unsyiah 2017, April 13, 2017, Banda Aceh, Indonesia
Aktamis, H., Ergin, O. (2008). The Effect of Scientific Process Skills Education On Students' Scientific Creativity, Science Attitudes And Academic Achievements. Asia-Pacific Forum on Science Learning & Teaching. 9 (1), 1-15. Ambarsari, W. (2013). Penerapan Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan Proses Sains Dasar Pada Pelajaran Biologi Siswa Kelas VIII SMP Negeri 7 Surakarta. Jurnal Pendidikan Biologi. 5 (1), 81-95. Amalia, & Varidi, S. (2009). Analisis Penyebab Rendahnya Nilai Fisika Siswa Pada Materi Gerak Melingkar di SMA Negeri 6 Bandung. Jurnal Pengajaran Fisika Sekolah Menengah. 1(3): 51-55. Anggraini, R.D., Sahala, S.S., & Arsyid, S.B. (2013). Remediasi Miskonsepsi Siswa Menggunakan Model Tipe NHT Berbantuan LKS Pada Materi GLB di SMP. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran (JIPP). 2(12): 1-10. Arifin, Z. (2011). Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya. Dimyati dan Mudjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. German, P.J. dan Odom, A.L. (1996). Student performance on asking questions, identifying variables, and formulating hypotheses. School science & mathematics. 96 (1), 192-202. Hamalik, O. (2009). Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara. Jumarni, N., Jalmo, T., dan Yolida, B., (2014). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan Proses Sains. Jurnal Boiterdidik. 2(1), 1-13. Ichtiyaranisa, U., Tandililing, E., & Oktavianty, E. (2013). Remediasi Kesalahan Siswa Menyelesaikan Soal Fluida Statis Menggunakan Model Make A Match di SMA. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran (JIPP). 2(9):1-14. Lailatur, R. (2009). Pengaruh Penerapan Model pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Prestasi Belajar Kimia Materi Hidrokarbon dan Respon Siswa Kelas X MAN 3 Malang Tahun Ajaran 2009/2010. Skripsi. Jurusan Kimia FMIPA UM, Malang. Mulyasa, E. (2008). Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya Mulyono, A. (2003). Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Nuryani, R. (2005). Strategi Belajar Mengajar Biologi. Malang: UM Press. Pratt, H., dan Hackett, J. (1998). Teaching Science: The Inquiry Approach. Principal, 78(2), 2-20. Rizal, M. (2014). Pengaruh Pembelajaran Inkuiri Terbimbing dengan Multi Representasi terhadap Keterampilan Proses Sains dan Penguasaan Konsep IPA Siswa SMP. Jurnal Pendidikan Sains. 2 (1), 159-165. Sabahiyah, A.A.I.N., dan Marhaeni, I. W., Suastra. (2013). Pengaruh Model Pembelajaran Inkuiri Terbimbing Terhadap Keterampilan Proses Sains dan Penguasaan Konsep IPA Siswa Kelas V Gugus 03 Wanasaba Lombok Timur. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Pendidikan Dasar. 3 (1), 1-7. Sudjana, N. (2011). Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sumantri, M., dan Permana, J. (2001). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Maulana. Usman, U. M., dan Setiawati, L. (2008). Upaya Optimalisasi Kegiatan Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Usman, U. M. (2008). Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Utami, R., Djudin, T., & Arsyid, S.B. 2014. Remediasi Miskonsepsi Pada Fluida Statis Melalui Model Pembelajaran TGT Berbantuan Mind Mapping Di SMA, Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran. 3(12): 1-12. Wahyudin, dan Sutikno, A. I. (2010). Keefektifan Pembelajaran Berbantuan Multimedia Menggunakan Metode Inkuiri Terbimbing untuk Mening-katkan Minat dan Pemahaman Siswa, Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Negeri Semarang. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia, 6(1), 58-62. Yager, R.E. dan Akçay, H. (2010). The Advantages Of An Inquiry Approach For Science Instruction In Middle Grades. School Science & Mathematics. 110(1), 5-12 Zehra dan Nermin. (2009). The Effect of a Guided Inquiry Method on Preservice Teachers’ Science Teaching Self-Efficacy Beliefs. Journal of Turkish Science Education. 6(2), 1-10.
B180