Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
PENERAPAN METODA WIGGINS UNTUK PERHITUNGAN POTENSI SUMUR DENGAN WATER CUT TINGGI DI LAPANGAN TANJUNG Oleh :
Aris Buntoro – UPNVY Amega Yasutra – ITB Anas Puji Santoso – UPNVY Suhardiman – UBEP Tanjung M. Ainul Arifin – UBEP Tanjung ABSTRAK Metode Wiggins merupakan pengembangan dari metode Vogel yang dalam pengembangannya Wiggins menyetarakan metode dua fasa dari Vogel dengan metode tiga fasa, sehingga mendapatkan suatu metode tiga fasa yang lebih sederhana dari metode tiga fasa yang sudah ada. Dalam metode Wiggins (penyetaraan IPR tiga fasa) mengasumsikan bahwa setiap fase dapat diperlakukan secara terpisah, sehingga antara rate minyak (Qo) dan rate air (Qw) dapat dihitung sendirisendiri. Produksi sumur-sumur di lapangan Tanjung saat ini pada umumnya water cut sudah sangat tinggi, rata-rata 90%, sehingga untuk evaluasi potensi sumur digunakan metoda yang tepat pada kondisi tersebut, yaitu metoda Wiggins. Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa kurva hasil perhitungan dengan metode Vogel memiliki kelengkungan yang besar. Kelengkungan kurva IPR Vogel ini sebenarnya dipengaruhi oleh kelarutan gas pada minyak, sehingga jika kadar air dari suatu sumur sudah sangat tinggi, maka kurva IPR Vogel tidak tepat lagi jika digunakan, karena kadar air yang tinggi akan menggurangi kelarutan gas pada minyak, dan kurva IPR akan cenderung linier. Sedangkan Metode Wiggins memiliki kelengkungan yang kecil dan hampir linier, hal ini sesuai dengan kondisi. Keywords : Water Cut Tinggi, Potensi Sumur PENDAHULUAN Lapangan Tanjung adalah salah satu lapangan milik Daerah Operasi PT. Pertamina (Persero) Unit Bisnis Pertamina EP (Tanjung), Kalimantan Selatan. Sejarah penemuan lapangan ini diawali dengan penemuan minyak pada tahun 1898 oleh Mijn Bouw Maatschappij Martapoera dan dilakukan pemboran empat sumur. Pada tahun 1912 lapangan ini diambil alih oleh perusahaan Belanda Dotsche Petroleum Maatschappij (DPM). Kemudian pada tahun 1930 DPM bergabung dengan sesama perusahaan Belanda yang bernama N.V. Bataache Petroleum Maatscheppij atau yang lebih dikenal dengan BPM.
Sejalan dengan perkembangan teknologi serta usaha BPM yang lebih giat melakukan eksplorasi maka pada akhirnya ditemukan berturut-turut struktur Tanjung (1934), Warukin (1937), serta struktur Kambitin (1939). Pada pemboran sumur Tanjung-01 tahun 1938 telah ditemukan minyak dengan kedalaman akhir 1920 meter. Sampai pada pertengahan tahun 1940 telah selesai dibor tujuh buah sumur pada struktur Tanjung, tetapi tidak dieksploitasikan karena adanya Perang Dunia II. Sekitar tahun 1942 sampai tahun 1945 sumur-sumur minyak di lapangan ini dikuasai oleh pemerintah pendudukan Jepang. Pada tahun 1957 BPM kembali memulai usaha perminyakan di lapangan ini, dimana kemudian pada tahun 1961 terjadi pengambilalihan pengelolaan lapangan dari perusahaan
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-22
Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________ BPM kepada perusahaan PT. Shell Indonesia, yang mana sejak saat itu kegiatan lebih digalakkan lagi karena kesulitan transportasi telah dapat teratasi dengan selesainya pembangunan pipa penyalur 20 inch ke Balikpapan. Pada tahun 1965 lapangan tersebut diambil alih oleh Permina yang kemudian berganti nama menjadi Pertamina. Selama dikelola oleh Pertamina kembali dilakukan usaha-usaha pencarian lapangan minyak yang baru dan berhasil menemukan struktur Tapian Timur pada tahun 1967 dan mulai diproduksikan pada tahun 1977 setelah melakukan pemboran di lima buah sumur.
q=
0,007082kh( Pe Pwf ) µ o Bo ln(re / rw )
.....(2)
dimana ; q = k = h = Pe =
laju produksi, STB/hari permeabilitas efektif, md tebal formasi produktif, ft. tekanan formasi pada jarak re dari sumur, psi. Pwf = tekanan aliran di dasar sumur, psi. µo = viskositas minyak, cp. Bo = faktor volume formasi, bbl/STB. re = jari-jari pengurasan sumur, ft. rw = jari-jari sumur, ft. Persyaratan yang harus dipenuhi untuk penggunaan persamaan (2) adalah :
Lapangan Tanjung hingga saat ini mempunyai 144 sumur, tetapi yang aktif hanya 77 sumur, dengan produksi minyak rata-rata sebesar 5,200 BOPD (water cut rata-rata 90%), sementara total kumulatif produksi minyak adalah 127 MMBBL (status Maret 2006). Minyak lapangan Tanjung termasuk golongan paraffin dengan berat jenis 40.3º API (titik tuang 98º F) .
Dengan demikian jika variabel-variabel dari persamaan (2) tersebut diketahui, maka laju produksi sumur dapat ditentukan.
DASAR TEORI
Productivity Index
Inflow Performance Relationship (IPR) Aliran Fluida Dalam Media Berpori Fluida yang mengalir dari formasi produktif ke dasar sumur, dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : a. b. c. d.
Sifat-sifat fisik batuan formasi Geometri sumur dan daerah pengurasan Sifat-sifat fisik fluida formasi Perbedaan tekanan antara formasi produktif dengan dasar sumur pada saat terjadi aliran.
Tentang aliran fluida dalam media berpori telah dikemukakan oleh Darcy dalam persamaan :
v=
q = A
k dp . µ dL
..................(1)
Persamaan tersebut berlaku untuk aliran horisontal, fluida satu fasa dan incompressible. Persamaan ini selanjutnya dikembangkan untuk kondisi aliran dari formasi ke lubang sumur, yang merupakan aliran radial, dimana dalam satuan lapangan persamaan tersebut berbentuk :
a. b. c. d.
Fluida berfasa satu. Aliran mantap (steady state) Formasi homogen Fluida incompressible
Productivity Index (PI) adalah index yang digunakan untuk menyatakan kemampuan produksi dari suatu sumur pada kondisi tertentu. Secara definisi PI adalah perbandingan antara laju produksi yang dihasilkan oleh suatu sumur pada suatu harga tekanan alir dasar sumur tertentu dengan perbedaan tekanan dasar sumur pada keadaan statik (Ps) dan tekanan dasar sumur pada saat terjadi aliran (Pwf), atau dapat dinyatakan dalam persamaan :
PI =
q ,bbl/hari/psi. Ps Pwf
.......(3)
Dengan melakukan substitusi persamaan (2-2) kedalam persamaan (2-3), maka PI juga dapat ditentukan berdasarkan sifat fisik batuan dan fluida reservoar, serta geometri sumur, yaitu :
PI =
0,007082 kh µ o Bo ln(re / rw )
....….(4)
Dengan catatan bahwa persamaan (4) tersebut dapat digunakan asalkan memenuhi persyaratan dari persamaan (3).
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-22
Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________ Persyaratan pada persamaan (3) tidak selalu dapat dipenuhi, misalnya yang sering dijumpai dalam praktek adalah adanya gas dalam aliran. Hal ini terjadi jika tekanan reservoar berada dibawah tekanan bubble point minyak. Pada kondisi ini PI tidak dapat ditentukan dengan persamaan (3) dan (4), dan harga PI untuk setiap harga Pwf tertentu tidak sama dan selalu berubah. Sehubungan dengan perubahan tersebut, maka untuk kondisi diatas, maka persamaan PI, dapat diperluas menjadi :
PI =
dq dPwf
………......(5)
Persyaratan fasa satu untuk persamaan (2-3), dapat juga tidak terpenuhi jika dalam aliran fluida tersebut terdapat air formasi. Tetapi dalam praktek, keadaan ini masih dapat dianggap berfasa satu, sehingga persamaan (2-3) dapat lebih diperjelas dengan memasukkan laju produksi air kedalam persamaan tersebut :
PI =
qo + q w Ps Pwf
……….......(6)
sumur, maupun untuk melihat kelakuan suatu sumur untuk berproduksi, maka harga PI tersebut dapat dinyatakan secara grafis, yang disebut grafik Inflow Performance Relationship (IPR). Berdasarkan definisi PI pada persamaan (3), untuk suatu saat tertentu dimana Ps konstan dan PI juga konstan, maka variabelnya adalah laju produksi (q) dan tekanan aliran dasar sumur (Pwf). Persamaan (3) dapat dirubah menjadi :
Pwf = Ps
q ......………………..(9) PI
Berdasarkan asumsi diatas, maka bentuk persamaan (2-3) merupakan garis lurus, seperti ditunjukkan pada Gambar 1. Titik A adalah merupakan harga Pwf pada saat q = 0 dan sesuai dengan persamaan (23), Pwf = Ps. Sedangkan titik B adalah harga q pada saat Pwf = 0 dan sesuai dengan persamaan (2-3) : q = PI x Ps, dan harga laju produksi ini merupakan harga laju produksi maksimum, yang disebut sebagai potensial sumur, dan merupakan batas laju produksi maksimum yang diperbolehkan dari suatu sumur. Jika sudut AOB adalah , maka :
Sesuai dengan persamaan Darcy (persamaan 2), maka persamaan (6) dapat dinyatakan dalam bentuk :
kw 0,007082 h k o + PI = ln( re / rw ) µ o B o µ w B w
..(7)
Bentuk lain yang sering digunakan untuk mengukur produktivitas sumur adalah Specific Productivy Index (SPI) yang didefinikan sebagai berbandingan antara PI dengan ketebalan, yaitu :
SPI =
PI h
……............(8)
SPI ini sering digunakan untuk membandingkan produktivitas sumur-sumur yang berada dalam suatu lapangan. Grafik Inflow Performance Relationship Productivity Index (PI) yang diperoleh dari hasil test maupun dari perkiraan hanya merupakan gambaran secara kualitatif tentang kemampuan suatu sumur untuk berproduksi. Dalam kaitannya dengan perencanaan suatu
tan =
OB Ps xPI = = PI Ps OA
..(10)
Dengan demikian harga PI menyatakan kemiringan dari garis IPR. Bentuk garis IPR yang linier tersebut dapat juga diturunkan dari persamaan aliran radial dari Darcy, yaitu persamaan (2) dan (4). Dengan demikian persamaan (2) dan (4) juga harus dipenuhi jika garis IPR merupakan garis linier. Seperti telah dikemukakan sebelumnya, bahwa persyaratan yang sulit untuk dipenuhi adalah persyaratan fluida yang mengalir satu fasa. Muskat menyatakan jika jika fluida yang mengalir terdiri dari dua fasa (minyak dan gas), maka bentuk grafik IPR akan merupakan lengkungan, dan harga PI tidak lagi merupakan harga yang konstan, karena kemiringan garis IPR akan berubah secara kontinyu, untuk setiap harga Pwf (Gambar 2). Dalam hal ini persamaan (3) tidak berlaku lagi, dan secara umum definisi yang tepat adalah persamaan (5). Pembuatan grafik IPR untuk aliran dua fasa pada mulanya dikembangkan oleh Weller, dimana Weller menurunkan persamaan PI untuk solution gas drive reservoir, sebagai berikut :
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-22
Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
(
kh re PI =
2
r 141,294re ln e rw 2
rw
)
kro dp µB Pw o o 1 2 2 re rw Pe 2
2
Pwf Pwf qo 0,8 = 1 0,2 (qo )max Ps Ps
Pe
(
)
(11)
PW
Dalam menurunkan persamaan (11) tersebut, diterapkan beberapa asumsi, yaitu : a. Bentuk reservoar adalah lingkaran dan terbatas (bounded reservoir) dan sumur berada tepat ditengah lingkaran. b. Media berpori uniform dan isotropis, dan harga Sw konstan di setiap titik. c. Pengaruh gradien tekanan diabaikan. d. Kompresibilitas air dan batuan diabaikan. e. Komposisi minyak dan gas konstan. f. Tekanan pada fasa minyak dan gas sama. g. Kondisi semi-steady state, dimana laju desaturasi minyak sama disetiap titik pada saat tertentu. Melihat persamaan tersebut cara pemecahannya cukup rumit, sehingga cara Weller ini dianggap tidak praktis. Selanjutnya Vogel mengemukakan suatu cara yang lebih sederhana jika dibanding dengan metoda Weller. Dasar pengembangan metoda Vogel, adalah persamaan Weller, dimana berdasarkan persamaan tersebut, Vogel membuat grafik IPR untuk : a. Beberapa harga recovery kumulatif tertentu. b. Beberapa harga viskositas minyak tertentu. c. Beberapa harga permeabilitas relatip dan kondisi-kondisi lain. Hal yang sama dilakukan juga oleh Vogel untuk berbagai viskositas minyak yang berbeda, kemudian grafik-grafik tersebut diplot sebagai “Dimensionless IPR” dan berdasarkan hasil IPR tak berdemensi tersebut, Vogel membuat kurva dasar IPR yang mewakili semua kondisi yang diamati, dan merupakan peratarataan dari kurva-kurva IPR tak berdimensi yang diperoleh. Untuk tujuan praktis, kurva IPR tak berdimensi dinyatakan dalam bentuk persamaan :
dimana : qo qmax Pwf Ps
2
(12)
= laju Produksi, STB/D = laju aliran minyak maksimum pada saat Pwf = 0, STB/D = tekanan alir dasar sumur, psi = tekanan statik dasar sumur, psi.
Seberapa jauh ketelitian dari kurva dasar IPR tersebut setelah diuji oleh Vogel, dengan membandingkan IPR hasil perhitungan dengan komputer dan IPR yang dibuat dengan menggunakan Gambar 3 atau persamaan (12). Ternyata kesalahan maksimum untuk reservoar yang bersangkutan kurang dari 5% untuk hampir seluruh masa produksi dan meningkat menjadi 20% selama masa terakhir produksi. Meskipun kesalahan 20% kelihatannya cukup tinggi, tetapi harga kesalahan sebenarnya kurang dari 0,5 bbl/hari. Pada Gambar 4 menunjukkan perbedaan perhitungan IPR. Sesuai dengan persamaan Weller yang digunakan untuk solution gas drive reservoir, yang merupakan dasar pengembangan cara Vogel, maka penggunaan cara dasar IPR tersebut, hanya berlaku untuk solution gas drive reservoir saja. Selain itu juga hanya berlaku untuk aliran dua fasa (minyak dan gas). Tetapi dalam hal reservoir - partial water drive, dimana terdapat sumur-sumur yang terisolisasi dari perembesan air, kurva dasar IPR masih dapat digunakan. Pembuatan Kurva IPR Sesuai dengan definisi PI, maka untuk membuat kurva IPR diperlukan data : a. Laju produksi b. Tekanan alir dasar sumur c. Tekanan statis Ketiga data tersebut diperoleh dari test produksi dan test tekanan yang dilakukan pada sumur yang bersangkutan. Berdasarkan ketiga data tersebut dapat dibuat IPR sesuai dengan kondisi aliran fluidanya, baik satu fasa maupun dua fasa (multifasa).
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-22
Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________ Selanjutnya dalam sub-bab ini hanya akan dijelaskan tentang pembuatan kurva IPR untuk aliran fluida multifasa. Metoda Vogel Seperti yang sudah dijelaskan diatas tentang Grafik Inflow Performance Relationship, yaitu pada bagian pembuatan grafik IPR yang dikembangkan oleh Vogel, yang merupakan penyempurnaan dari metoda Weller, dimana vogel membuat persamaan empiris dari bentuk dasar kurva IPR tak berdimensi, yaitu persamaan (12). Metode Wiggins Metode Wiggins merupakan pengembangan dari metode Vogel yang dalam pengembangannya Wiggins menyetarakan metode dua fasa dari Vogel dengan metode tiga fasa, sehingga mendapatkan suatu metode tiga fasa yang lebih sederhana dari metode tiga fasa yang sudah ada. Dalam metode Wiggins (penyetaraan IPR tiga fasa) mengasumsikan bahwa setiap fase dapat diperlakukan secara terpisah, sehingga antara rate minyak (Qo) dan rate air (Qw) dapat dihitung sendiri-sendiri. Bila dibandingkan penyetaraan IPR Wiggins dengan metode Brown dan Pudjo Sukarno menghasilkan perkiraan rate produksi yang hampir sama (setara), hal ini menunjukan bahwa hasil penyetaraan IPR tiga fasa Wiggins adalah benar. Perbedaan maksimum dari perbandingan tersebut adalah sebesar 3.98 % untuk minyak dan 7.08 % untuk fasa air. Secara empiris Wiggins menyatakan bentuk dasar kurva IPR tiga fasa sebagai berikut : Untuk minyak : qo q o ,max
= 1 0.519167
Untuk air :
p wf pr
0.481092
p wf pr
2
....(13)
qw qw, max
= 1 0.722235
dimana : qo qmax Pwf Ps
pwf pr
0.284777
pwf pr
2
......(14)
= laju Produksi, STB/D = laju aliran minyak maksimum pada saat Pwf = 0, STB/D = tekanan alir dasar sumur, psi = tekanan statik dasar sumur, psi.
PENERAPAN METODA WIGGINS
Lapangan Tanjung merupakan lapangan yang memiliki fluida multi fasa (minyak, air, dan gas), sehingga metode Wiggins sangat cocok diterapkan di lapangan Tanjung. Contoh hasil perhitungan IPR sumur T-114 lapangan Tanjung dengan metode Wiggins dapat dilihat pada Tabel 1. Hasil plot antara tekanan alir dasar sumur (Pwf) dengan laju produksi (Q) dengan metode Wiggins dapat dilihat pada Gambar 5. Perbandingan Perhitungan IPR Existing (Vogel) dengan Metoda Wiggins Perbandingan antara hasil perhitungan IPR existing (metode Vogel) dengan metode Wiggins dapat dilihat pada Gambar 5. Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa kurva hasil perhitungan dengan metode Vogel memiliki kelengkungan yang besar. Kelengkungan kurva IPR Vogel ini sebenarnya dipengaruhi oleh kelarutan gas pada minyak, sehingga jika kadar air dari suatu sumur sudah sangat tinggi, maka kurva IPR Vogel tidak tepat lagi jika digunakan, karena kadar air yang tinggi akan menggurangi kelarutan gas pada minyak, dan kurva IPR akan cenderung linier. Sedangkan Metode Wiggins memiliki kelengkungan yang kecil dan hampir linier, hal ini sesuai dengan kondisi sumur saat ini yang memproduksikan fluida dengan kadar air yang tinggi. Analisa Dari hasil perhitungan dengan metoda Wiggins dapat dilihat bahwa hasil kurva
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-22
Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________ performa sumur yang didapatkan mendekati linier, dikarenakan kadar air dari sumur-sumur di lapangan Tanjung sudah tinggi. Kelengkungan kurva IPR Vogel ini sebenarnya dipengaruhi oleh kelarutan gas pada minyak, sehingga jika kadar air dari suatu sumur sudah sangat tinggi, maka kurva IPR Vogel tidak tepat lagi jika digunakan pada lapangan Tanjung, karena metoda Vogel tidak memperhitungkan kadar air yang tinggi dalam pembuatan persamaannya. KESIMPULAN
1. Dari hasil perhitungan, Grafik IPR Metode Wiggins hampir mendekati linier dibandingkan dengan Metode Vogel 2. Perhitungan potensi sumur-sumur di lapangan Tanjung dengan metoda Vogel tidak tepat, karena water cut dari sumursumurnya rata-rata sudah mencapai 90%. Untuk diusulkan potensi sumur dihitung dengan metoda Wiggins.
UCAPAN TERIMA KASIH Tim Penulis mengucapkan terima kasih kepada Manajemen UNIT BISNIS PERTAMINA EP Tanjung yang telah memberikan izin untuk mempublikasikan tulisan ini. DAFTAR PUSTAKA
1. Brown, K.E., “The Technology of Artificial Lift”, Vol. 1 (Inflow Performance, Multiphase Flow in Pipes, and The Flowing Well), PennWell Publishing Company, Tulsa, Oklahoma, 1977. 2. Brown, K.E., “The Technology of Artificial Lift”, Vol. 4 (Production Optimization of Oil and Gas wells by Nodal System Analysis), PennWell Publishing Company, Tulsa, Oklahoma, 1977. 3. Wiggins, M.L., “Generalized Infowl Performance Relationships for Three Phase Flow”, SPE Reservoir Enginering, August 1994.
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-22
Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________ TABEL 1. HASIL PERHITUNGAN DENGAN METODE WIGGINS SUMUR T-114 Pressure, psi 0 44 88 132 176 220 308 352 396 440
Q water, Bwpd 851,26 787,35 718,60 645,00 566,55 483,25 302,11 204,26 101,57 0,00
Q oil, Bopd 110,60 104,32 96,98 88,58 79,12 68,59 44,33 30,61 15,82 0,00
Q liquid, Bfpd 961,85 891,67 815,58 733,58 645,66 551,83 346,44 234,87 117,39 0,00
GAMBAR 1. GRAFIK IPR IDEAL (LINIER)
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-22
Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
GAMBAR 2. GRAFIK IPR AKTUAL (TIDAK LINIER)
GAMBAR 3. IPR UNTUK SOLUTION GAS DRIVE RESERVOIR
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-22
Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
GAMBAR 4. PERBANDINGAN IPR UNTUK ALIRAN CAIRAN, ALIRAN GAS DAN ALIRAN DUA FASA
500 Total Liquid
450
Oil Water
400
Pressure, Psia
350 300 250 200 150 100 50 0 0
200
400
600
800
1000
1200
Q, Bpd
GAMBAR 5. KURVA IPR SUMUR T-114 DENGAN METODE WIGGINS
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-22
Proceeding Simposium Nasional IATMI 25 - 28 Juli 2007, UPN “Veteran” Yogyakarta
_______________________________________________________________________________
GAMBAR 6. PERBANDINGAN KURVA IPR METODE VOGEL DENGAN METODE WIGGINS
___________________________________________________________________________________ IATMI 2007-TS-22