©Jakarta, 2015
PENERAPAN LISENSI DALAM PENGELOLAAN PERPUSTAKAAN DIGITAL* Wahid Nashihuddin dan Dwi Ridho Aulianto Pustakawan Pertama PDII-LIPI Email:
[email protected] *)Tulisan ini bersumber dari makalah Lokakarya Nasional Dokinfo 2015 “Data, Informasi dan Pengetahuan”, PDII-LIPI, 1-2 September 2015, dengan judul “Pengelolaan Lisensi Untuk Legalitas Layanan Informasi Full Text Perpustakaan Digital”
PENDAHULUAN Perpustakaan sebagai lembaga pengelola informasi dan lembaga layanan publik dipercaya oleh masyarakat untuk mengelola dan memberikan pelayanan informasi yang profesional, legal, dan bermutu. Ketiga hal tersebut perlu diperhatikan agar perpustakaan yang disebut sebagai sumber informasi dan pengetahuan bagi masyarakat dapat menjadi solusi dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Informasi atau koleksi menjadi modal utama perpustakaan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, pengelolaan informasi perpustakaan dibutuhkan ketrampilan dan pengetahuan khusus dari pustakawan agar koleksi yang dilayankan ke pengguna memiliki manfaat yang positif. Dalam mengelola informasi, baik cetak maupun elektronik, perpustakaan dituntut untuk memperhatikan kaidah-kaidah hukum hak cipta dan perangkat hukum lain yang terkait dengan transaksi informasi elektronik. Tujuannya agar perpustakaan aman dan lancar dalam distribusi informasi tanpa melanggar hukum hak cipta. Salah satu upaya agar informasi yang dikelola perpustakaan aman dan legal adalah menerapkan lisesi (license). Menurut Christou and Gail (2003:1669), penerapan lisensi di perpustakaan memberikan hal positif, khususnya untuk membatasi akses konten digital yang digunakan oleh pengguna. Melalui lisensi, perpustakaan dapat menentukan otoritas sumber-sumber konten digital perpustakaan yang akan dilayankan perpustakaan, baik layanan open access maupun terbatas (close access). Perpustakaan sebagai lembaga nirlaba (tidak menghasilkan keuntungan ekonomi), dituntut juga untuk menerapkan lisensi dalam pengelolaan dan pelayanan informasi melalui jaringan/portal perpustakaan digital (digital library). Tujuannya agar menghindari kesalahpahaman dari pencipta/penulis, penerbit, dan pengguna yang telah menyerahkan terbitan/publikasinya ke perpustakaan. Meskipun perpustakaan mengelola informasi untuk tujuan pendidikan dan penelitian, namun masalah hak moral dan hak ekonomi pemilik karya harus tetap dihormati dan tersirat dalam lembar pernyataan lisensi yang jelas dan tercatat. Di dalam Undang-Undang Hak Cipta/UUHC No.28 Tahun 2014 Pasal 27 (a1) sudah dijelaskan bahwa dalam penggandaan tulisan secara reprografi dan kemudian diumumkan, diringkas, atau dirangkum untuk memenuhi permintaan seseorang, perpustakaan atau lembaga arsip harus menjamin bahwa salinan tersebut hanya akan digunakan untuk tujuan pendidikan atau penelitian. Pernyataan tersebut harus menjadi pedoman bagi perpustakaan ketika akan melakukan proses alihmedia, modifikasi, dan mendistribusikan informasi, agar pemilik karya mendapatkan jaminan dan manfaat setelah karya-karya mereka dipublikasikan perpustakaan memberikan manfaat bagi orang yang membacanya. Jaminan keamanan akses tersebut tentunya dapat diketahui pemilik karya melalui kontrak perjanjian lisensi yang telah disepakati bersama. Terdapat dua artikel yang membahas tentang pengelolaan lisensi untuk konten digital perpustakaan. Dua artikel tersebut di tulis oleh Christou and Gail (2003:1669) dengan judul ”Licensing Electronic Content” dan Callister (2003:873) dengan judul “Digital Content Licensing”. Christou and Gail (2003:1669) mengatakan bahwa dalam mengelola konten digital, perpustakaan harus menetapkan standard license agreement, yang mencakup model identifikasi, konsep kunci, terminologi, dan kondisi penggunaan lisensi. Lisensi tidak hanya penting bagi perpustakaan, tetapi juga penting diterapkan di lembaga penelitian, kantor
©Jakarta, 2015
pemasaran, unit intelejen perusahaan, konsultan, lembaga pengembangan produk, agen periklanan, information brokers, organisasi non-profit, dan asosiasi pengelola konten informasi elektronik. Sebelum kontrak perjanjian lisensi disepakati, perpustakaan harus melakukan negoisasi-negoisasi dengan pihak-pihak terkait, yaitu penulis, penerbit, dan vendor. Isi lisensi harus mencakup hal-hal: proses pengiriman informasi, penciptaan karya, pelayanan informasi, dan pengembangan ketrampilan personal secara profesional dalam mengelola bisnis informasi perpustakaan. Dalam lisensi, perpustakaan perlu mempersiapkan sumber daya, seperti anggaran, sistem administrasi, dan sumber daya informasi. Lisensi bagi perpustakaan dapat memberikan nilai keadilan (value proportions) bagi pengguna dan dapat menambah nilai investasi perpustakaan. DEFINISI LISENSI Menurut UUHC No.28 Tahun 2014, lisensi adalah izin tertulis yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait kepada pihak lain untuk melaksanakan hak ekonomi atas ciptaannya atau produk hak terkait dengan syarat tertentu. Pendapat lain dari Hozumi (2006:93) yang menjelaskan lisensi sebagai izin yang diberikan oleh pemegang hak cipta atau pemegang hak terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak ciptaannya atau produk hak terkait lainnya dengan persyaratan tertentu. Dalam pemberian lisensi ini, pemegang hak cipta menyiapkan surat perjanjian lisensi untuk mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan. Pelaksanaan lisensi disertai dengan kewajiban pemberian royalti kepada pemegang hak cipta oleh penerima lisensi, kecuali ada perjanjian lain. Hasil lisensi ini adalah royalti, yaitu imbalan atas pemanfaatan hak ekonomi suatu ciptaan atau produk hak terkait yang diterima oleh pencipta atau pemilik hak terkait. Definisi lain dari lisensi adalah sebuah kontrak tertulis. Sebagaimana yang dikatakan Callister (2003:873), bahwa lisensi adalah sebuah kontrak, belum tentu dinyatakan secara tertulis, di satu pihak (pemberi lisensi) mentransfer hak untuk menggunakan properti tertentu kepada pengguna (penerima lisensi) dalam jangka waktu terbatas atau sampai beberapa waktu. Senada dengan itu, Reitz (2014) mendefinisikan lisensi sebagai sebuah kontrak tertulis yang bersifat formal antara perpustakaan dengan vendor untuk menyewa satu atau lebih hak eksklusif (hak cipta) pada suatu database bibliografi atau sumber daya online, biasanya untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan pembayaran (biaya berlangganan) sistem tahunan atau biaya per-pencarian. Muzayanah (2009:3) menjelaskan bahwa lisensi pada hak cipta pada dasarnya suatu bentuk pemberian izin pemanfaatan atau penggunaan hak cipta, bukan suatu pengalihan hak yang dimiliki oleh pemberi lisensi (pencipta) kepada penerima lisensi dalam jangka waktu tertentu, yang umumnya disertai dengan imbalan royalti. Adanya izin dalam lisensi hak cipta bersifat mutlak dan harus dituangkan dalam bentuk perjanjian tertulis. Pendapat berbeda muncul dari Wilson (2005:138) bahwa “izin” dan “lisensi” itu berbeda. Izin menunjukkan hak untuk menggunakan karya setelah mendapatkan izin dari pencipta tanpa harus membayar biaya penggunaan karya cipta, sedangkan "lisensi" merupakan pembayaran dalam bentuk uang dari pengguna ke pencipta. Pendapat lain muncul dari Callister (2003:873), yang melihat lisensi dari sudut pandang sebagai hak milik (the licensing property). Lisensi sebagai “properti” dicontohkan pada perpustakaan yang menggunakan sistem aplikasi perpustakaan buatan the Uniform Computer Information Transactions Act (UCITA). UCITA adalah sebuah perusahaan komersial yang memproduksi perangkat sistem informasi perpustakaan di Amerika Serikat dan banyak digunakan untuk aplikasi perpustakaan digital. Perpustakaan yang menggunakan sistem perpustakaan digital UCITA harus menetapkan kontrak perjanjian lisensi terhadap pemanfaatan sistem aplikasi tersebut. Penetapan lisensi tersebut harus mengacu pada hukum hak cipta dan obligasi legal lainnya, seperti hukum lokal, nasional, luar negeri, dan internasional. Perangkat legalitas tersebut selain mengatur hak-hak moral penulis/pencipta, juga mengatur hak-hak pengguna lain, pemberi pinjaman, pencegahan fitnah, privasi, publikasi, penanganan pornografi/tindakan asusila, perdagangan internasional, transfer teknologi dan ekspor, merek
©Jakarta, 2015
dagang, kode komersial, dan hukum kontrak buruh. Dalam penetapan lisensi, perpustakaan perlu melakukan konsultasi dan negoisasi dengan ahli hukum (pengacara) agar lisensi yang disepakati hasilnya bijaksana, khususnya yang terkait masalah teknis hak cipta. LINGKUP DAN JENIS LISENSI Secara umum, lisensi ada dua, yaitu lisensi eksklusif dan non-eksklusif. Lisensi eksklusif adalah izin untuk menggunakan karya cipta yang diberikan kepada satu orang dengan batasan-batasan tertentu ketika diberikan kepada orang lain. Sedangkan, lisensi noneksklusif adalah izin untuk menggunakan karya cipta yang diberikan kepada satu orang tanpa adanya batasan-batasan tertentu ketika diberikan kepada orang lain. Biasanya lisensi eksklusif biayanya lebih besar dari pada lisensi non-eksklusif (Wilson, 2005:138). Sementara itu, dalam lisensi juga ada bagian dari lisensi atau yang disebut sublisensi. Reitz (2014) mengatakan bahwa dalam lisensi ada sublisensi, yaitu transfer hak-hak tertentu dari pemegang lisensi yang bersifat melekat kepada pihak ketiga, di mana pihak ketiga memiliki izin dan hak istimewa untuk menggunakan karya dari pencipta. Baik lisensi eksklusif maupun non-eksklusif, The International Federation of Library Associations/IFLA (2011) mengingatkan bahwa perpustakaan diharapkan mencermati kontrak lisensi dengan penerbit/vendor. Sebagai penyedia informasi/publikasi elektronik, penerbit/vendor biasanya berusaha menarik minat perpustakaan untuk menjadi pelanggannya dengan menawarkan biaya lisensi yang standar atau di bawah harga pasaran, tetapi masalah biaya ini tetap menjadi masalah utama perpustakaan. Selain itu, perlunya dukungan yang kuat dari masyarakat terhadap perlunya lisensi untuk melindungi sumber daya digital perpustakaan dari sanksi hukum hak cipta. Berikut ini aspek-aspek lisensi menurut UUHC No.28 Tahun 2014. No Aspek 1 Dasar Hukum 2 Kewajiban 3 Masa berlaku
Pasal 80- 86
Keterangan UU No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta BAB XI
80 (1) 80 (2)
Mematuhi perjanjian tertulis yang telah disepakati Selama jangka waktu tertentu dan tidak melebihi masa berlaku hak cipta dan hak terkait Penerima lisensi berkewajiban memberikan royalti kepada pemilik hak cipta Berdasarkan kelaziman praktik dan adil Merugikan perekonomian negara; bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; menghilangkan atau mengambil alih seluruh hak pencipta atas Ciptaannya. Lisensi untuk melaksanakan penerjemahan dan/ atau penggandaan ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan dan sastra yang diberikan berdasarkan keputusan menteri atas dasar permohonan untuk kepentingan pendidikan dan/atau ilmu pengetahuan serta kegiatan penelitian dan pengembangan
4
Royalti
80 (3)
5 6
Royalti Larangan
80 (5) 82 (1-3)
7
Lisensi Wajib
84
Hukum hak cipta memang menjadi acuan utama dalam pengaturan legalitas pengelolaan dan pelayanan informasi perpustakaan digital. Sebagaimana pendapat Wilson (2005:87); Dolen (2013); Fishman (2011:54-60); Cummings and Gunnells (2003:714), bahwa selama perpustakaan mengelola informasi digital secara wajar dan tidak melanggar subtansi hukum hak cipta (hak moral dan hak ekonomi) maka itu legal, dan kewajaran tersebut dianggap sebagai fair use. Terdapat empat faktor yang harus diperhatikan perpustakaan ketika akan
©Jakarta, 2015
menerapkan ketentuan fair use di lembanganya, yaitu: 1) tujuan dan karakter penggunaan, termasuk penggunaan karya/publikasi yang bersifat komersial dan/atau tujuan pendidikan; 2) sifat dari karya cipta; 3) jumlah dan substansi dari bagian ciptaan yang digunakan terkait dengan hukum hak cipta secara keseluruhan; 4) pengaruh penggunaan karya cipta terhadap pasar potensial atau nilai dari hak cipta LISENSI CREATIVE COMMONS Creative commons (cc) adalah lisensi yang dirancang untuk menawarkan alat/cara yang fleksibel dan mudah bagi pencipta atau pemegang hak cipta untuk meningkatkan aksesibilitas dan penggunaan karya-karya mereka dalam proses pembentukan pasar tradisional dengan insentif moneter (Charbonneau, 2010:4). Di Indonesia, organisasi nirlaba yang mengurusi lisensi (cc) ini adalah Creative Commons Indonesia (CCID). Lisensi (cc) terdiri atas empat unsur, yaitu atribusi, berbagi serupa, non-komersial, dan tanpa turunan. Di bawah ini simbol-simbol yang dipakai dalam lisensi (cc). Atribution (Atribusi) = BY Izin penggunaan materi lisensi dari pencipta/pemberi lisensi/penyedia ciptaan. ShareAlike (Berbagi Serupa) = SA Ciptaan akan diturunkan secara identik (serupa) dengan memperhatikan ciptaan aslinya. Non-Commercial (non-Komersial) = NC Ciptaan tidak dapat digunakan untuk kepentingan komersial/bisnis. No Derivatives (Tanpa Turunan) = ND Ciptaan hanya boleh disebarluaskan dalam bentuk aslinya, tidak boleh disalin, diubah, diperbaiki, dan dimodifikasi dalam bentuk apapun meskipun indetik (serupa) dengan karya aslinya. Sumber: https://creativecommons.org/licenses/?lang=id (29/4/2015) Lisensi (cc) menggunakan simbol-simbol atribusi lihat di bawah ini. Simbol (cc)
Makna Lisensi (cc) Atribusi Saja (CC-BY) Pencipta (termasuk pemberi lisensi) diberi kredit atas penggunaan lisensi ciptaan. Lisensi ini merupakan lisensi yang paling bebas untuk menetapkan penggunaan lisensi atas penyebarluasan ciptaan secara efektif. Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan, bahkan untuk kepentingan komersial, selama mencantumkan kredit penciptanya. Atribusi-Berbagi Serupa (CC BY-SA) Pencipta diberi kredit dan pengguna ciptaan dapat membuat turunan karya yang didentik (serupa). Lisensi ini disebut sebagai lisensi copyleft (perangkat lunak komputer open source). Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk mengubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan untuk kepentingan komersial, selama mencantumkan kredit penciptanya dan ciptaan turunannya identik (serupa) dengan ciptaan aslinya. Atribusi-TanpaTurunan (CC BY-ND) Pencipta diberi kredit dan pengguna ciptaan hanya menerima karya ciptaan sama (persis) dengan aslinya. Lisensi ini adalah lisensi yang bebas digunakan selama tidak merubah materi aslinya.
©Jakarta, 2015
Penyebarluasan ulang ciptaan untuk kepentingan komersial/ nonkomersial diperbolehkan, selama tidak merubah ciptaan aslinya dan memberikan kredit kepada penciptanya. Atribusi-NonKomersial (CC BY-NC) Pencipta diberi kredit dan pengguna ciptaan hanya dapat menggunakan karya ciptaan untuk tujuan non-komersial. Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk mengubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan (dari ciptaan asliya) selama tidak untuk kepentingan komersial dan memberikan kredit kepada penciptanya. Atribusi-NonKomersial-Berbagi Serupa (CC BY-NC-SA) Pencipta diberi kredit dan pengguna ciptaan boleh membuat karya turunan yang identik (serupa) dan menggunakannya bukan untuk tujuan non-komersial. Lisensi ini mengizinkan setiap orang untuk menggubah, memperbaiki, dan membuat ciptaan turunan selama mencantumkan kredit penciptanya. Atribusi-NonKomersial-TanpaTurunan (CC BY-NC-ND) Pencipta diberi kredit dan pengguna ciptaan hanya bisa menggunakan karya aslinya saja bukan untuk tujuan non-komersial. Lisensi ini adalah lisensi yang paling ketat dari enam lisensi di atas, karena hanya mengizinkan pengguna ciptaan menggunakan ciptaan aslinya. Sumber: https://creativecommons.org/licenses/?lang=id (29/4/2015) Lebih lanjut Charbonneau (2010:4) menjelaskan tentang sistem kerja lisensi (cc), yaitu: a) lisensi dibaca oleh sistem sesuai dengan kontrak perjanjian yang mengikat kedua belah pihak; b) sistem komputer membaca lisensi dalam pernyataan RDF yang muncul di metadata konten karya digital agar dapat dicari oleh sistem; c) kode piktogram atau ikon lisensi (cc) dapat dibaca oleh manusia. Melalui ketiga cara tersebut akan memunculkan simbol/ikon (cc) pada database perpustakaan dan konten karya digital secara otomatis. PERPUSTAKAAN DIGITAL Digital Library Federation di Amerika Serikat mendefinisikan perpustakaan digital (digital library) sebagai organisasi-organisasi yang menyediakan sumber-sumber, termasuk staf dengan keahlian khusus, untuk menyeleksi, menyusun, menginterpretasi, memberikan akses intelektual, mendistribusikan, melestarikan, dan menjamin keberadaan koleksi karyakarya digital sepanjang waktu sehingga koleksi tersebut dapat digunakan oleh komunitas masyarakat tertentu atau masyarakat terpilih, secara ekonomis dan mudah (Perpusnas, 2011). Dalam membangun perpustakaan digital dibutuhkan berbagai sumber daya digital yang memadai agar dapat memenuhi kebutuhan informasi pengguna. Pendit (2007:70) menyebutkan ada beberapa sumber daya digital perpustakaan, yaitu: a) bahan dan sumber daya full text-open access, misalnya e-journal, e-books, e-newspaper, e-theses, e-disertation; b) sumber daya metadata, termasuk perangkat lunak digital berbentuk katalog, indeks dan abstrak, atau sumber daya yang menyediakan ”informasi tentang informasi”; c) bahan-bahan multimedia digital; d) aneka situs di internet. Menurut jenisnya sumber daya digital perpustakaan ada dua, yaitu born digital dan hasil digitalisasi. Born digital adalah suatu istilah informal yang digunakan untuk membuat ciptaan dalam bentuk elektronik, misalnya tesis, disertasi, atau jurnal elektronik yang tidak memiliki rekaman dalam bentuk cetak (Reitz, 2014). Senada dengan itu, Pendit (2008:34) mendefinisikan born digital sebagai koleksi yang terlahir sudah dalam bentuk (keadaan) digital. Semua materi yang pada dasarnya dibuat sebagai materi digital yang akan digunakan dan dipertahankan sebagai materi digital juga merupakan materi born digital. Sementara itu, hasil digitalisasi adalah koleksi cetak yang dialihmediakan ke dalam bentuk digital, disimpan
©Jakarta, 2015
dalam format tertentu. Dalam digitalisasi dokumen terjadi proses konversi dari dokumen cetak/analog ke bentuk dokumen elektronik/digital, melalui proses transformasi atau alih media berbasis komputer. Pada proses digitalisasi dokumen yang dilakukan perpustakaan bertujuan juga untuk preservasi digital (Santoso, 2015). Pendit (2007:244-245) menjelaskan ada tiga tahapan digitalisasi koleksi, yaitu: a) scanning, yaitu proses memindai (scan) dokumen dalam bentuk cetak dan mengubahnya ke dalam bentuk berkas digital (.pdf); b) editing, yaitu proses mengolah berkas file (.pdf) dengan cari diberi password, watermark, catatan kaki, daftar isi, dan hyperlink; c) uploading, yaitu proses pengisian (input) metadata dan meng-upload berkas dokumen tersebut ke database digital library. Dalam pembangunan perpustakaan digital, perpustakaan harus memperhatikan masalah interoperabilitas (interoperability). Menurut Reitz (2014), interoperabilitas adalah kemampuan perangkat keras (hardware) atau perangkat lunak (software) sistem komputer untuk berkomunikasi dan bekerja secara efektif dengan sistem lain dalam pertukaran data, biasanya sistem yang dikembangkan memiliki tipe yang berbeda, serta dirancang dan diproduksi oleh vendor yang berbeda. Lebih lanjut Cleveland (1998) dalam Hendrawan (2013:3) menjelaskan bahwa interopabilitas dalam penerapan aplikasi perpustakaan digital menyangkut berbagai hal, seperti kebijakan, arsitektur, metadata, dan format dokumen. Sistem interoperabilitas ini diperlukan untuk menetapkan batasan dan hak-hak akses informasi perpustakaan kepada pengguna berdasarkan kesepakatan-kesepakatan yang telah ditetapkan. Terkait dengan lisensi ini, interoperabilitas hukum sangat diperlukan untuk menegakkan norma-norma dan persyaratan legal dalam pemanfaatan akses informasi perpustakaan digital. PENERAPAN LISENSI DI NEGARA BARAT Di negara maju seperti Amerika Serikat, pengelolaan lisensi untuk layanan perpustakaan digital sudah jelas, terlihat dari ketentuan lisensi yang telah diinformasikan/dipublikasikan melalui situs/portal perpustakaan digital mereka. Ketentuan lisensi tersebut merupakan bagian dari pernyataan hak cipta (copyright statement) perpustakaan. Beberapa informasi ketentuan lisensi perpustakaan tersebut dapat dilihat pada portal perpustakaan digital the Institution of Engineering and Technology (IET) Digital Library, National Library of Scotland, the University of York Digital Library, The Library Digital Repository of The City College of New York (CCNY), dan the Boyce Digital Library at the Southern Baptist Theological Seminary (SBTS). Informasi lisensi yang tercantum pada portal perpustakaan digital the Institution of Engineering and Technology (IET) Digital Library disebut sebagai licence agreements. Lisensi pada IET tersedia dalam tiga jenis, yaitu: a) lisensi individu (individual licence agreement); b) lisensi kelembagaan – langganan (institutional licence agreement – subscriptions); c) lisensi kelembagaan – akses abadi (institutional licence agreement – perpetual access). Di bawah ini contoh informasi lisensi di IET Digital library.
©Jakarta, 2015
Adapun ruang lingkup dari ketiga jenis lisensi di atas, dijelaskan pada Tabel di bawah ini. Lisensi Kelembagaan – Langganan Lingkup Lisensi o Izin Situs User ID dan o Pengguna Resmi Password o Alamat IP Izin Akses o Keamanan dan Kontrol Larangan Akses o Izin Akses Hak Cipta o Larangan Akses Kegagalan Kinerja o Hak Cipta Durasi Lisensi o Kegagalan Kinerja Pemberhentian dan o Hak Arsip Jurnal Pelanggaran o Berkas Pelanggan Jaminan dan o Durasi Lisensi Kewajiban o Pemberhentian dan Kebijakan Langganan Pelanggaran Ulang (Pembayaran) o Jaminan dan Umum Kewajiban o Umum Lisensi Individu
o o o o o o o o o o o
o o o o o o o o o o o o o o
Lisensi Kelembagaan – Akses Abadi Izin Situs Pengguna Resmi Alamat IP Keamanan dan Kontrol Izin Akses Larangan Akses Hak Cipta Kegagalan Kinerja Hak Arsip Jurnal Berkas Pelanggan Durasi Lisensi Pemberhentian dan Pelanggaran Jaminan dan Kewajiban Umum
Apabila dilihat dari pihak-pihak yang terkait dalam kontrak perjanjian lisensi di atas, terdapat dua hubungan kontrak lisensi, yaitu perpustakaan dengan pengguna individu; dan perpustakaan dengan lembaga mitra. Kepakatan lisensi yang terkait dengan lembaga mitra dikategorikan dua jenis, yaitu lisensi kelembagaan sistem langganan akses dan lisensi kelembagaan sistem akses abadi (tanpa putus). Jenis lisensi di atas, berbeda dengan jenis lisensi yang ada di National Library of Scotland (NLS). Jenis lisensi di NLS ada tiga, yaitu: 1) lisensi yang terkait dengan kebijakan pengelolaan metadata dan konten digital (the metadata and digital content licensing policy); 2) lisensi yang terkait dengan kebijakan pengelolaan konten nonkoleksi perpustakaan (the non-collection content licensing policy), seperti laporan penelitian, rencana strategi, dan dokumen korporat perpustakaan; 3) lisensi yang terkait dengan penggunaan gambar (image) dokumen (licence for the use of images). Di bawah ini menunjukkan ruang lingkup lisensi pengelolaan perpustakaan digital di NLS. The Metadata and Digital Content Licensing Policy Definisi Pendahuluan Prinsip Kebijakan (cc)--metadata, konten digital, kontrak, privasi, kewajiban; lisensi lanjut o Pelaksanaan o Ulasan o o o o
o o o
o o o
The Non-collection Content Licensing Policy Pendahuluan Prinsip Standar lisensi (cc) Atribusi 4.0 CC-BY 4.0) Pengecualian Pelaksanaan Ulasan/review
Licence for the Use of Images o o o o o o o o
Pendahuluan Pembayaran Penghentian Perjanjian Force Majeure Pemberitahuan Pemutusan Tindakan hukum
©Jakarta, 2015
Di bawah ini contoh informasi lisensi di portal perpustakaan NLS.
Kemudian pada perpustakaan digital di the University of York Digital Library menyediakan lisensi untuk pemanfaatan objek karya digital gambar (image). Pernyataan lisensi tersebut masuk dalam pernyataan legalitas (legal statements) layanan perpustakaan. lisensi tersebut berupa pernyataan Digital Library Image Licence, yang berisi tentang: 1) pernyataan lisensi non-eksklusif dalam pemanfaatan sumber daya digital perpustakaan; 2) preview ikon gambar yang akan di-download dari situs perpustakaan, khusus untuk gambar beresolusi tinggi akan dibatasi penggunaannya; 3) pilihan standar lisensi (cc), misalnya menggunakan atribusi CC BY-NC-SA 2.0. Di bawah ini contoh legal statements di the University of York Digital Library.
The Library Digital Repository of The City College of New York (CCNY) juga telah menerapkan lisensi. Penerapan lisensi di The Library Digital Repository of The CCNY disediakan khusus untuk pemilik dokumen tesis/digital yang akan diserahkan ke perpustakaan. Nama lisensi tersebut adalah Digital Thesis License Agreement--For NonExclusive Distribution and Availability. Di bawah ini contoh lisensi untuk publikasi karya disertasi digital ke The Library Digital Repository of The CCNY.
©Jakarta, 2015
Kontrak perjanjian lisensi di atas, ditetapkan sebagai berikut: 1) penulis menandatangani dan mengirimkan form isian lisensi ke perpustakaan, dalam hal ini penulis memberikan hak non-eksklusif (meniru dan mendistribusikan) kepada pengguna sesuai kebijakan lisensi yang berlaku; 2) universitas mengakui bahwa ketentuan tersebut sebagai hak non-eksklusif hasil kesepakatan lisensi; 3) penulis menyetujui bahwa karyanya akan dikelola dan dimanfaatkan secara aman oleh perpustakaan; 4) penulis tunduk terhadap ketentuan lisensi atas segala informasi yang diunggah ke database perpustakaan dengan memperhatikan hukum hak cipta; 5) Jika terjadi persilihan dengan penulis yang terkait dengan masalah publikasi, harus diselesaikan secara bijaksana; 6) Pihak-pihak yang terkait lisensi harus melaksanakan kewajiban masing-masing sesuai hasil kesepakatan; 7) perpustakaan menetapkan kebijakan lisensi (cc) untuk setiap karya digial yang dipublikasikan ke publik (misalnya CC BY-NC-SA) yang disertai dengan pernyataan hak cipta dari penulis. Kemudian, informasi lisensi yang tercantum pada portal perpustakaan digital the Boyce Digital Library at the Southern Baptist Theological Seminary (SBTS), mengatur tentang serah simpan karya tesis dan disertasi digital ke perpustakaan. Perpustakaan Digital SBTS telah menyediakan lisensi Non-Exclusive Distribution License and Dissertation/Thesis Availability Agreement. Gambar 6 di bawah ini contoh informasi hak cipta di the Boyce Digital Library at the SBTS.
Dalam lisensi di atas, penulis memberikan hak non-eksklusif kepada perpustakaan untuk mereproduksi dan mendistribusikan karya cipta penulis ke format elektronik melalui
©Jakarta, 2015
database perpustakaan digital serta melakukan migrasi/konversi ciptaan ke media apapun dengan tujuan pelestarian dan aksesibilitas informasi perpustakaan. Setelah penulis menyerahkan lisensi publikasinya ke perpustakaan, hak publikasi sudah menjadi milik penuh perpustakaan dengan menghormati hukum hak cipta. PRINSIP PENERAPAN LISENSI DI PERPUSTAKAAN Di bawah ini terdapat prinsip-prinsip pengelolaan lisensi perpustakaan yang telah ditetapkan IFLA (2011). IFLA telah menetapkan 8 prinsip dan 32 sub-prinsip lisensi, yang dijelaskan sebagai berikut. Prinsip 1: Lisensi dan Hukum 1. Lisensi merupakan perjanjian yang telah disepakati antara perpustakaan, penerbit, dan vendor. Perpustakaan sebagai lembaga pengelola sumber daya elektronik dituntut untuk menyediakan sumber bacaan kepada pengguna, sedangkan penerbit/vendor menyediakan informasi yang dibutuhkan perpustakaan. 2. Dalam kasus lisensi non-negoisasi sistem online "shrink-wrapped" and "clickthrough", persyaratan lisensi harus mendukung kebijakan publik, seperti hak cipta, privasi, kebebasan intelektual, dan hak-hak konsumen. 3. Informasi dalam kontrak perjanjian lisensi tidak harus dikecualikan untuk yang berdampak negatif bagi pengguna, karena sudah diatur oleh oleh hukum hak cipta. 4. Pilihan hukum akibat pelanggaran kontrak lisensi berlaku atas kedua belah pihak dengan menyesuaikan hukum nasional atau negara penerima lisensi. 5. Lisensi harus dinegosiasikan dan ditulis dalam bahasa utama pengguna perpustakaan. Prinsip 2: Lisensi dan Nilai 6. Lisensi harus jelas dan komprehensif, mengakomodasi kebutuhan kedua belah pihak terkait. Hal-hal yang penting harus didefinisikan secara jelas agar mudah dipahami. 7. Lisensi harus menyeimbangkan hak dan kewajiban kedua belah pihak. 8. Lisensi harus menyediakan solusi dan cara lain untuk resolusi jika terjadi pembatalan dalam perjanjian lisensi. 9. Pihak kontraktor (vendor) memiliki hak untuk keluar dari lisensi pada kondisikondisi tertentu. Prinsip 3: Lisensi: Akses dan Penggunaan 10. Lisensi harus menyediakan akses bagi semua pengguna, baik individu, institusi, maupun konsorsium, yang diluar kontrak perjanjian lisensi. 11. Lisensi harus menyediakan akses ke individu dan pengguna umum. 12. Lisensi harus memberikan akses ke situs (perpustakaan) pada lokasi geografis yang jauh ketika sudah menjadi bagian dari lisensi. 13. Remote access pada user interface informasi lisensi yang ramah harus disediakan pada situs web perpustakaan. 14. Data file artikel yang di-download secara lokal harus tersedia dalam berbagai format yang terstandar (PDF, HTML, dan SGML) dan portabel untuk semua program komputer dan jaringan akses. 15. Informasi minimal dalam lisensi harus diinformasikan ke pengguna, dapat dibaca, di-download, cetak dokumen, dsb. 16. Informasi pernyataan lisensi yang disediakan remote access perpustakaan tersedia 24 jam dan menyediakan bantuan teknis penggunaan. Untuk lisensi
©Jakarta, 2015
jangka pendek perlu diberitahuan jadwalnya ke pengguna. Hal ini jika tidak dilakukan, maka perpustakaan dapat dikenakan sanksi. 17. Stabilitas keamanan konten informasi perpustakaan harus dijamin (tingkat tinggi), perpustakaan harus memberitahukan ke pengguna jika terjadi perubahan kebijakan. . Hal ini jika tidak dilakukan, maka perpustakaan dapat dikenakan sanksi. Prinsip 4: Lisensi dan Pengguna Akhir 18. Perpustakaan harus mendidik dan menjalin kerjasama dengan pengguna dalam hal penggunaan sumber daya elektronik secara tepat dan mengambil langkahlangkah yang wajar untuk mencegah terjadinya pelanggaran dalam pemanfaatan sumber daya elektronik. Dalam hal ini, seharusnya perpustakaan tidak memiliki tanggung jawab untuk menindak hukum atas tindakan pelanggaran kepada pengguna. 19. Dianggap tidak tepat jika perpustakaan meminta pengguna (secara individu) untuk menyetujui kontrak lisensi yang terkait dengan tindakan hukum, baik melalui sistem “klik” lisensi pada portal perpustakaan maupun kontak langsung dengan pengguna untuk menyetujui lisensi ini. 20. Lisensi harus melindungi dan menghormati privasi pengguna dan perpustakaan tidak boleh mengintervensi pengguna. 21. Perpustakaan harus menawarkan akses penggunaan data kepada pengguna untuk bahan penilaian efektivitas penerapan lisensi yang terkait dengan penggunaan sumber daya perpustakaan. Prinsip 5: Lisensi dan Akses Abadi 22. Lisensi juga harus mengatur ketentuan untuk jangkauan akses informasi abadi (tanpa putus). 23. Lisensi harus membahas ketentuan akses jangka panjang dan sistem pengarsipan konten informasi elektronik. Prinsip 6: Lisensi dan Harga 24. Penetapan harga dalam lisensi perlu ditetapkan untuk mendorong penggunaan sumber-sumber informasi elekronik dan mencegah hal-hal yang tidak diinginkan, misalnya pemasok memberikan penawaran harga lebih rendah/ setara dengan informasi cetak dan memberikan insentif harga kepada perpustakaan. 25. Harga harus sepenuhnya diungkapkan tanpa adanya biaya yang disembunyikan. 26. Informasi harga lisensi tersedia dalam versi cetak dan elektronik, termasuk informasi harga paket lisensi. 27. Tidak ada hukuman bagi perpustakaan untuk membatalkan informasi harga, baik dalam versi cetak maupun atau versi elektronik. 28. Ketentuan harga yang tidak diungkapkan dalam persyaratan lisensi umumnya tidak pantas. Prinsip 7: Pinjam antar-Perpustakaan 29. Ketentuan tentang pinjam antar-perpustakaan atau jasa yang setara harus disertakan dalam lisensi. 30. Perpustakaan harus memberikan informasi lisensi ini secara ringkas dan wajar bagi perpustakaan lain sebelum menandatangani kontrak lisensi (bertujuan untuk melindungi akses informasi).
©Jakarta, 2015
Prinsip 8: Pengajaran dan Pembelajaran 31. Lisensi harus mendukung kegiatan belajar-mengajar dari tingkat sekolah dasar hingga perguruan tinggi, dengan memberikan informasi dan izin untuk akses kelink, salinan, atau informasi kursus/pelatihan yang diselenggarakan perpustakaan secara online. 32. Tantangan bagi penyedia informasi dan perpustakaan dalam proses pembelajaran mandiri adalah jarak. Untuk itu, dalam lisensi harus mencantumkan kegiatan dan proses belajar-mengajar bagi pengguna perpustakaan tanpa dibatasi jarak (lihat klausul 8). Prinsip-prinsip lisensi IFLA di atas harus diperhatikan oleh perpustakaan ketika akan membuat dan mengimplementasikan ketentuan lisensi untuk pengelolaan perpustakaan digital dengan sistem open access. Jika ada satu atau beberapa prinsip lisensi yang tidak dapat dilaksanakan karena alasan tertentu, maka perpustakaan harus menjelaskan alasannya secara jelas dan tepat dan dicatat pada bagian (terminologi) pengecualian lisensi. Setiap hal yang dikecualikan dalam lisensi harus diketahui dan dipahami oleh pihak-pihak yang terkait kontrak LEMBAR PERNYATAAN LISENSI Perpustakaan atau pemegang lisensi dapat menyiapkan lembar pernyataan lisensi berdasarkan objek lisensi dan ruang lingkupnya. Wilson (2005:143-149) menyebut lembar pernyataan lisensi tersebut sebagai permissions letters. Adapun isi pernyataan dari permission letters adalah: 1) Gambaran identitas publikasi yang digunakan (mencakup judul, edisi, penerbit, tahun hak cipta; dan pemilik hak cipta. 2) Gambaran penggunaan ciptaan (mencakup bagian publikasi yang akan digunakan, metode pengolahan/reproduksi ciptaan, jumlah salinan karya yang dibuat, distribusi salinan ciptaan/penjualan). 3) Permintaan jenis lisensi yang diinginkan (eksklusif atau non-eksklusif). 4) Lingkup lisensi (format karya cipta). 5) Wilayah lisensi (batasan akses karya cipta). 6) Jangka waktu lisensi. 7) Usulan pembayaran lisensi hasil kesepakatan. 8) Bahasa negoisasi untuk kredit “keuntungan” bagi pemilik hak cipta. 9) Pihak/orang yang memiliki wewenang untuk menandatangani lisensi. 10) Alasan spefisik tentang mengakhiri perjanjian lisensi (jika dimungkinkan). Isi ketentuan lisensi dalam permission list di atas, secara umum harus mencerminkan jaminan lisensi, produk lisensi, tanggung jawab, dan solusi jika terjadi konflik kepentingan. Christou and Gail (2003: 1771) mengatakan bahwa setiap klausul yang menjadi pernyataan kontrak lisensi hendaknya direview melalui Lembar permission checlist, yang isinya mencakup: 1) Jaminan (warranties), hal-hal yang dijamin dalam penerimaan dan pelayanan produk informasi hasil kesepakatan. 2) Produk lisensi, harus dideskripsikan secara jelas pemanfaatannya. Cakupan informasi dan termasuk penanganan kerusakan mutu produk, jumlah representasi informasi yang dihapus, pernyataan perbaikan produk layanan, harus disampaikan ke pengguna. 3) Batasan tanggung jawab (limitation of liability), biaya atas penyimpangan atas perjanjian lisensi. 4) Ganti rugi (indemnification), konsep yang menjadi pegangan penanganan masalah terhadap hal-hal yang tidak terduga/dibawah kontrol lisensi.
©Jakarta, 2015
5) Hal-hal yang tidak terduga dalam pemenuhan kontrak (force majeure), penetapan standar melindungi hal/kondisi yang tidak terduga dan terkontrol yang dapat mengganggu pelayanan. 6) Peraturan pemerintah (governing law), hal terpenting untuk memastikan tindakan pengadilan (court action) Apabila prinsip-prinsip lisensi telah dipahami bersama, maka langkah berikutnya adalah mengesahkan kesepakatan lisensi atau licence agreement. Penetapan kesepakatan lisensi ini dengan memperhatikan model, konsep, terminologi, dan penggunaan lisensi. Sebagaimana yang dikatakan Christou and Gail (2003:1669) bahwa dalam mengelola konten digital, perpustakaan harus menetapkan standard license agreement, yang mencakup model identifikasi, konsep kunci, terminologi, dan kondisi penggunaan lisensi. Sementara itu untuk judul dan lingkup lisensi, perpustakaan dapat menetapkan model lisensi sendiri atau mengikuti yang sudah diterapkan oleh the Institution of Engineering and Technology (IET) Digital Library, yaitu lisensi individu (individual licence agreement); b) lisensi kelembagaan–langganan (institutional licence agreement–subscriptions); c) lisensi kelembagaan– akses abadi (institutional licence agreement–perpetual access). Kemudian, terkait dengan pemanfaatan dan akses sumber-sumber informasi perpustakaan digital, perpustakaan dapat menetapkan jenis dan sifat lisensi, apakah lisensi eksklusif atau lisensi non-eksklusif. Jika pemanfaatan informasi digital dibatasi akses informasinya atau pengguna dikenakan biaya akses, maka lisensi eksklusif yang telah berlaku di perpustakaan. Namun, jika sumber daya digital perpustakaan dapat dimanfaatkan pengguna secara open access (koleksi full text dan gratis) maka perpustakaan telah menerapkan lisensi non-eksklusif. Contoh lisensi non-eksklusif ini sudah diterapkan di The Library Digital Repository of The CCNY melalui lisensi Digital Thesis License Agreement--For NonExclusive Distribution and Availability dan di the Boyce Digital Library at the Southern Baptist Theological Seminary (SBTS) melalui lisensi Non-Exclusive Distribution License and Dissertation/Thesis Availability Agreement. PENUTUP Pernyataan kesepakatan lisensi merupakan aspek penting dalam melindungi koleksi dan informasi digital perpustakaan, khususnya informasi full text yang dilayankan melalui portal perpustakaan digital. Segala aspek yang terkait dengan kontrak perjanjian lisensi, harus dicermati dan dipahami bersama agar tidak menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang menandatangani lisensi. Dengan memperhatikan prinsip-prinsip lisensi yang ditetapkan IFLA, yaitu: 1) lisensi dan hukum; 2) lisensi dan nilai; 3) lisensi: akses dan penggunaan; 4) lisensi dan pengguna akhir; 5) lisensi dan akses abadi; 6) lisensi dan harga; 7) pinjam antarperpustakaan; 8) pengajaran dan pembelajaran, perpustakaan akan aman dari segala tindak pelanggaran hukum hak cipta. Peneliti juga merekomendasikan kepada para pengelola perpustakaan atau lembaga dokinfo yang lain untuk mengkaji efektivitas penerapan lisensi dalam layanan perpustakaan digital. Hasil dari rekomendasi tersebut diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan pemerintah untuk menetapkan kebijakan lisensi yang terkait dengan pengelolaan perpustakaan digital di Indonesia. DAFTAR PUSTAKA Callister, Paul D. 2003. Digital Content Licensing. Encyclopedia of Library and Information Science. USA: Marcel Dekker, Inc. Charbonneau, Olivier. 2010. Creative Commons Licenses: Strategic Implications for National Libraries. In World Library and Information Congress: 76th Iflageneral Conference And Assembly. 10-15 August 2010, Gothenburg, Sweden, page 1-10. Christou, Corilee and Gail Dykstra. 2003. Licensing Electronic Content. Encyclopedia of Library and Information Science. USA: Marcel Dekker, Inc.
©Jakarta, 2015
Cleveland, Gary. 1998. Digital Libraries: Definitions, Issues and Challenges. UDT Occasional Paper 8. Ottawa: Universal Dataflow and Telecommunications Core Programme, International Federation of Library Associations and Institutions (IFLA). http://archive.ifla.org/VI/5/op/udtop8/udtop8.htm (26 Juni 2015). Cummings, Corlis and E.Gail Gunnells. 2003. Copyright and Fair Use In Higher Education. Encyclopedia of Library and Information Science. USA: Marcel Dekker, Inc. Cundiff, Victoria A. 2009. Reasonable Measures to Protect Trade Secrets in a Digital Environment. Idea—The Intellectual Property Law Review. Dolen, Jennifer Elizabeth. 2013. Copyright or Copyleft? Balancing Image Rights for Artists, Museums and Audiences. A Project Submitted To The Faculty Of The Graduate School Of The University Of Minnesota Fishman, Stephen, J.D. 2011. The Copyright Handbook: What Every Writer Needs to Know. USA: NOLO Law For All. Hendrawan, Muhammad Rosyihan. 2013. Model Interoperabilitas Teknis pada Aplikasi Perpustakaan Digital Laras Versi 1.0: Studi Kasus di PDII-LIPI. Tesis. Depok: Universitas Indonesia Hozumi, Tamotsu. 2006. Asian Copyright Handbook: Buku Panduan Hak Cipta Asia. Jakarta: Ikatan Penerbit Indonesia. IFLA. 2011. IFLA Licensing Principles. USA. http://www.ifla.org/publications/iflalicensing-principles-2001 (26 Juni 2015). National Library of Scotland (NLS). PSI Information. http://www.nls.uk/using-thelibrary/copying-services/permission/psi#licence (14 Agustus 2015). Pendit, Putu Laxman, et.al. 2007. Perpustakaan Digital: Perspektif Perpustakaan Perguruan Tinggi Indonesia. Jakarta: CV Sagung Seto. Pendit, Putu Laxman, et.al. 2008. Perpustakaan Digital dari A Sampai Z. Jakarta: Cita Karyakarsa Mandiri. Perpusnas. 2011. Istilah Perpustakaan “Digital Library”. http://www.perpusnas.go.id/IstilahPerpustakaanAdd.aspx?id=224 (5 Juli2015). Reitz, Joan M. 2014. “Online Dictionary for Library and Information Science”. http://www.abc-clio.com/ODLIS/odlis_i.aspx (27 Juni 2015). Santoso. Joko. 2015. Manajemen Pengembangan Koleksi Digital Perpustakaan. Makalah Seminar Perpustakaan “Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dalam Pengembangan Koleksi Digital Perpustakaan”, 12 Mei. Cinere-Depok: Badan Pengembangan SDM Hukum dan HAM KemenKumham RI. The Boyce Digital Library at the Southern Baptist Theological Seminary (SBTS). ETD Copyright Information. http://library.sbts.edu/library-services/etds/etd-copyrightinformation/ (14 Agustus 2015) The Institution of Engineering and Technology (IET) Digital Library. Licence Agreements.http://digital-library.theiet.org/about/license-agreements (14 Agustus 2015) The Library Digital Repository of The City College of New York (CCNY). Deposit Your PhD Dissertation. http://libguides.ccny.cuny.edu/dissertations (14 Agustus 2015). The University of York Digital Library. Legal Statements. http://www.york.ac.uk/about/legal-statements/ (14 Agustus 2015). Undang-Undang No.28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Jakarta. Wilson, Lee. 2005. Fair Use, Free Use, and Use by Permission: Using and Licensing Copyrights in All Media. New York: Allworth Press.