PENERAPAN KOMBINASI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE MIND MAPPING DENGAN MAKE A MATCH UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN SISWA PADA MATA PELAJARAN KEARSIPAN DI SMK NEGERI 3 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015 Nur Rahmi Akbarini, C Dyah Sulistyaningrum Indrawati, Anton Subarno Pendidikan Administrasi Perkantoran Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta Email:
[email protected] ABSTRACT The objective of this research is to improve the activeness in Archive subject matter of the students in Grade X of Office Administration of State Vocational High School 3 of Surakarta through the application of combination of the cooperative learning model between the mind mapping type and the make a match type. The type of research conducted by the researchers is the Classroom Action Research (CAR). This research used the classroom action research with two cycles. Each cycle consisted of planning, implementation, observation, and reflection. The subjects of research were 32 students grade X department of office administration of State Vocational High School 3 of Surakarta. The data sources of research were the subject matter teacher and the students. Techniques of data collected trought observation, documentation and interview method. The data were analyzed by using the descriptive comparative technique of analysis. The result of research shows that the application of combination of the cooperative learning model between the mind mapping type and the make a match type can improve the student’s activeness in archive subject matter as much as 53.75%. Prior to the treatment the students’ activeness is 31.26%. Following the treatment, it becomes 55.01% in Cycle I and 85.01% in Cycle II. In addition, the percentage of each aspect of the students’ activeness also improves as much as 50%. Prior to the treatment, the percentage of the visual aspect activities is 34.38%. Following the treatment, it becomes 56.26% in Cycle I and 84.38% in Cycle II. The percentage of the oral aspect activities improves as much as 59.37%. Prior to the treatment, the percentage of the oral aspect activities is 2.88%. Following the treatment, it becomes 46.88% in Cycle I and 81.25% in Cycle II. The percentage of the drawing aspect activities improves as much as 87.51%. Prior to the treatment, the percentage of the drawing aspect activities is 0%. Following the treatment, it becomes 53.13% in Cycle I and 87.51% in Cycle 2. The percentage of the mental aspect activities improves as much as 56.26%. Prior to the treatment, the percentage of the mental aspect activities is 31.25%. Following the treatment, it becomes 59.38% in Cycle I and 87.51% in Cycle II. The percentage of the emotional aspect activities improves as much as 46.87%. Prior to the treatment, the percentage of the emotional aspect activities is 37.51%. Following the treatment, it becomes 59.83% in Cycle I and 84.38% in Cycle II. Thus, the application of combination the cooperative learning model between the mind mapping type and the make a match type can improve the activeness in Archive subject matter of the students in Grade X of Office Administration of State Vocational High School 3 of Surakarta. Key Word: Mind mapping, Make a match, and Student Activeness 1. Latar Belakang Perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin pesat menuntut dunia pendidikan di Indonesia untuk terus maju dan berkembang. Di era persaingan global menuntut sumber daya manusia Indonesia untuk lebih berkompeten. Sumber daya manusia yang bekompeten ini pastinya ditunjang dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Sewajarnya seorang pelaku pendidik seperti guru harus ikut memperbaiki tingkat pendidikan siswa-siswinya. Guru adalah orang tua siswa di lingkungan sekolah selain sebagai mediator dalam menyampaikan
pelajaran, guru juga bertanggungjawab atas perilaku siswa di lingkungan sekolah. Sekolah sebagai suatu institusi peranannya jauh lebih luas daripada sekedar tempat belajar. Peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah mengembangkan potensi manusiawi agar siswa mampu menjalankan tugas kehidupan sebagai manusia, baik secara individual maupun sebagai anggota masyarakat. Kegiatan untuk mengembangkan potensi itu harus dilakukan secara terencana, terarah dan sistematik guna mencapai tujuan tertentu.
Salah satu sekolah yang dapat membantu tercapainya tujuan pendidikan adalah Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Selain dapat membantu mencapai tujuan pendidikan, sekolah menengah kejuruan ini juga mempersiapkan siswa-siswinya agar dapat langsung terjun ke dunia kerja. SMK Negeri 3 Surakarta merupakan salah satu SMK Negeri favorit di Surakarta. SMK ini selalu mengupayakan perbaikan kualitas pembelajaran, diantaranya dengan memperbaiki sarana prasarana sekolah dan telah menerapkan kurikulum 2013. Salah satu mata pelajaran pada kurikulum 2013 adalah kearsipan. Kearsipan merupakan mata pelajaran penting untuk dipahami siswa administrasi perkantoran, sebagai bekal terjun di dunia kerja. Untuk menguasai dan memahami materi kearsipan diperlukan keaktifan siswa agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Dalam proses pembelajaran aktif, siswa dituntut untuk selalu bertanya, menjawab, maupun berpendapat. Dari hasil wawancara awal dengan guru kearsipan SMK Negeri 3 Surakarta, siswa kelas X Administrasi Perkantoran 1 masih rendah tingkat keaktifan siswanya. Hasil observasi juga menunjukan bahwa hanya 31,26% siswa yang aktif di dalam kelas. Keaktifan siswa yang cenderung masih rendah ini terlihat ketika siswa harus dipaksa terlebih dahulu dalam mengajukan ide pada guru, memberikan tanggapan atau komentar terhadap siswa lain, bertanya kepada guru tentang materi yang disampaikan, dan menyanggah atau menyetujui pernyataan dari teman. Guru terlihat masih mendominasi kegiatan pembelajaran di dalam kelas, sedangkan siswa hanya duduk dan mendengarkan penjelasan guru. Hal tersebut tidak menimbulkan interaksi timbal balik diantara keduanya. Siswa lebih bersifat pasif karena hanya menerima input dari apa yang diberikan guru. Setelah selesai memaparkan materi guru hanya memberikan tugas kepada siswa tanpa membimbing siswa satu per satu, sehingga tidak semua siswa paham akan apa yang telah dipelajari. Guru sebaiknya tidak hanya menjelaskan secara monoton dengan model pembelajaran ceramah, tetapi harus membangkitkan minat siswa agar aktif dalam pembelajaran. Daya tarik suatu mata pelajaran ditentukan oleh dua hal, yang pertama oleh mata pelajaran itu sendiri dan yang kedua oleh cara mengajar guru. Siswa tentunya akan lebih tertarik apabila seorang guru menggunakan inovasi model pembelajaran di dalam kelas. Dengan meningkatkan daya tarik itulah maka siswa akan aktif dalam mengikuti pelajaran. Pada kenyatannya guru lebih senang menggunakan model pembelajaran
konvensional metode ceramah karena tidak harus menyiapkan media, alat, dan dirasa lebih mudah untuk guru. Padahal metode ini tidak dapat meningkatkan ketrampilan dan kreatifitas siswa untuk mengembangkan ilmu pengetahuannya. Untuk itu, guru perlu menerapkan suatu model pembelajaran yang dapat mengatasi kesulitan siswa dalam belajar. Dalam usaha untuk mengatasi kesulitan siswa, guru harus menerapkan strategi tertentu dalam pembelajaran sehingga penyampaian materi pembelajaran dapat berlangsung secara optimal. Pembelajaran yang menyenangkan akan membangkitkan minat siswa, sehingga siswa akan lebih aktif dalam mengikuti proses pembelajaran. Banyak cara bagi seorang guru untuk menyampaikan materi pembelajaran yang membuat siswa merasa senang, diantaranya dengan menggunakan inovasi model pembelajaran. Model pembelajaran yang inovatif akan membangkitkan minat siswa sehingga siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Dalam mengatasi permasalahan yang dihadapi pada pembelajaran kearsipan kelas X Administrasi Perkantoran 1 SMK Negeri 3 Surakarta, peneliti menggabungkan dua model pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif tipe mind mapping dengan model pembelajaran make a match. Model pembelajaran kooperatif tipe mind mapping sering disebut dengan peta pikiran, dengan model ini siswa akan mengetahui secara runtut apa saja materi yang telah dipelajari. Melalui model pembelajaran kooperatif tipe mind mapping, siswa dapat lebih aktif dalam mengembangkan pola pikirnya dengan membuat peta pikiran yang kemudian dipresentasikan di depan kelas. Model pembelajaran kooperatif tipe mind mapping akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pembelajaran khususnya untuk pelaksanaan pendekatan konstruktivisme oleh guru di kelas, karena manfaat tersebut maka guru harus mengetahui bagaimana cara melakukan model ini dengan benar kemudian mengimplementasikannya kepada siswa. Sedangkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe make a match, siswa dapat belajar mengenai susatu topik dalam suasana yang menyenangkan. Model ini juga dapat menjadi tolok ukur sejauh mana siswa dapat menangkap pelajaran yang telah di dapat. Dari latar belakang masalah tersebut, maka peneliti dapat mengemukakan rumusan masalah sebagai berikut: Apakah penerapan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe mind mapping dengan make a match dapat
meningkatkan keaktifan siswa pada mata pelajaran Kearsipan Kelas X Administrasi Perkantoran 1 SMK Negeri 3 Surakarta? 2. Kajian Pustaka Belajar dan Pembelajaran Menurut Thorndike yang dikutip Budiningsih (2012:21) “belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon”. Stimulus yaitu apa saja yang dapat merangsang terjadinya kegiatan belajar mengajar seperti pikiran, perasaan, atau halhal lain yang dapat ditangkap melalui panca indera. Sedangkan respon yaitu informasi yang dimunculkan siswa ketika belajar, hal ini dapat berupa pikiran, perasaan, maupun gerakan atau tindakan. Menurut Thorndike perubahan tingkah laku akibat belajar itu dapat berujud kongkrit yaitu dapat diamati atau tidak kongkrit yaitu tidak dapat diamati. Istilah belajar erat hubungannya dengan pembelajaran. Belajar dan pembelajaran terjadi secara bersamaan. Pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan oleh guru dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Aqib (2013:66) mengemukakan bahwa kemampuan mengelola pembelajaran merupakan syarat mutlak bagi guru agar terwujud kompetensi profesionalnya. Pembelajaran lebih mengarah pada usaha yang dilakukan oleh guru dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Model Pembelajaran Suatu pembelajaran akan berjalan dengan baik apabila didukung dengan model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Menurut Suprijono (2012:46) “model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas maupun tutorial”. Dari tiga pendapat diatas, maka dapat dipadukan bahwa model pembelajaran adalah rancangan yang dibuat sebagai dasar dalam melakukan pembelajaran di kelas agar membantu siswa untuk mendapatkan informasi. Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif merupakan model yang menuntut kerjasama siswa dengan guru. Dalam pembelajaran kooperatif guru berfungsi sebagai jembatan penghubung agar pemahaman siswa sejalan dengan pemahaman guru. Senada dengan Majid (2013:173) yang mengemukakan bahwa “guru berperan sebagai fasilitator yang berfungi sebagai jembatan penghubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri”.
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Mind Mapping Mind mapping pertama kali dipopulerkan oleh Tony Buzan. Menurut Edward (2009:62) dengan teknik mind mapping, maka anak akan mencatat/meringkas menggunakan kata kunci (keyword) dan gambar. Perpaduan dua hal tadi akan membentuk sebuah asosiasi di kepala anak dan ketika si anak melihat gambar tersebut maka akan terjelaskan ribuan kata yang diwakili oleh kata kunci dan gambar tadi. Mind mapping menjadi cara mencatat/meringkas yang mengakomodir cara kerja otak secara natural. Berbeda dengan catatan konvensional yang ditulis dalam bentuk daftar panjang ke bawah, maka pada konsep mind mapping akan mengajak pikiran untuk membayangkan suatu subjek sebagai satu kesatuan yang saling berhubungan. Pakar otak berpendapat bahwa kreativitas dapat diartikan seberapa banyak pancaran pikiran yang ditimbulkan dari pusat pikiran dalam pembuatan mind mapping. Latihan memancarkan pikiran ini sangat baik untuk melatih otot mental otak kanan anak, terutama aspek kreativitas. Mind mapping juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap proses pembelajaran di kelas, khususnya pada pelaksanaan pendekatan konstruktivisme yang dilakukan oleh guru di dalam kelas. Pendekatan konstruktivisme yaitu pendekatan yang menuntut siswa untuk membina pikiran dalam membuat konsep secara aktif berdasarkan pengetahuan yang diperoleh. Dalam proses ini, siswa akan menyesuaikan pengetahuannya sendiri dengan pengetahuan yang telah diterimanya. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match Model pembelajaran make a match dikembangkan oleh Lorna Curran (1994). Menurut Rusman (2012:223) make a match merupakan salah satu jenis dalam pembelajaran kooperatif. Keunggulan dari model ini adalah siswa mencari pasangan sambil mempelajari suatu konsep atau topik tertentu dalam suasana yang menyenangkan. Model pembelajaran make a match menggunakan aktivitas fisik yang menuntut kecepatan dan ketepatan siswa dalam mencocokan kartu soal dan kartu jawaban. Hal ini berhubungan dengan aspek psikomotorik, aspek psikomotorik merupakan aktivitas fisik yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar tertentu.
Kombinasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Mind mapping dengan Make a match Kombinasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah gabungan dari beberapa hal (pengertian, perkara, warna, pasukan, dan sebagainya). Pada penelitian tindakan kelas ini, peneliti bersama guru mencoba mengkombinasikan dua tipe model pembelajaran kooperatif yaitu mind mapping dan make a match. Model pembelajaran kooperatif tipe mind mapping adalah model pembelajaran berupa pembuatan peta pikiran dari materi yang dipelajari. Dengan menggunakan mind mapping siswa dituntut untuk aktif membuat peta pikiran sesuai keinginannya, sedangkan model pembelajaran kooperatif tipe make a match menuntut siswa untuk mencari pasangan yang mempunyai kartu berhubungan dengan kartu yang didapatnya. Model ini juga bertujuan untuk mengevaluasi kembali apa yang telah dipelajari. Untuk itu arah konsep pembelajaran dalam penelitian ini adalah kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe mind mapping dengan make a match. Berikut ini prosedur dari penerapan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe mind mapping dengan make a match: a. Guru menyampaikan kompetensi yang akan ditanggapi oleh siswa. b. Guru menyampaikan garis besar materi sebagai pengantar agar siswa mengetahui arah pelajaran. c. Guru meminta siswa untuk membentuk kelompok yang anggotanya 3-4 orang, kemudian membuat peta pikiran dari materi pelajaran yang disampaikan guru d. Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya, salah satu menggambarkan peta pikiran hasil diskusinya di papan e. Dari data di papan, guru memberi bandingan sesuai konsep yang disediakan guru f. Untuk mengevaluasi kembali, guru memberikan satu buah kartu kepada setiap siswa g. Setiap siswa mencari pasangan yang mempuyai kartu yang cocok dengan kartunya, siswa juga bisa bergabung dengan 2 atau 3 siswa lain yang memegang kartu yang berhubungan sesuai waktu yang telah ditentukan. h. Siswa yang mendapatkan pasangan yang sesuai dengan waktu tercepat akan mendapatkan reward i. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu yang
berbeda dari seterusnya. j. Kesimpulan
sebelumya,
demikian
Keaktifan Belajar Siswa Keaktifan siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Belajar aktif adalah salah satu cara untuk mengikat informasi yang baru kemudian menyimpannya ke dalam otak. Salah satu faktor yang menyebabkan informasi cepat hilang adalah faktor kelemahan otak manusia. Belajar yang hanya mengandalkan indera pendengaran mempunyai beberapa kelemahan, padahal hasil yang diperoleh pada saat belajar seharusnya disimpan sampai waktu yang lama. Agar siswa dapat belajar secara aktif dan informasi yang didapatnya tidak cepat hilang maka guru harus pintar-pintar dalam mengelola kelas. Selain menerangkan, guru harus meminta siswa untuk mempraktikkan, mempresentasikan, dan mendiskusikan agar siswa lebih aktif. Hal ini didukung oleh pendapat Hartono (2013:148) bahwa “Pembelajaran aktif adalah pembelajaran yang memerlukan keterlibatan penuh semua siswa dan guru secara fisik, mental, emosional, bahkan moral dan spiritual”. Guru harus berkreasi sehingga siswa aktif bertanya, membangun gagasan, serta melakukan kegiatan yang mampu memberikan pengalaman langsung. Siswa yang aktif berupaya untuk membangun pengetahuannya sendiri. Mulyasa (2010:218) mengatakan bahwa kualitas Pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan dari segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau setidaknya sebagian besar (75%) peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam proses pembelajaran. Sedangkan dari segi hasil, proses pembelajaran dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan perilaku yang positif pada diri peserta didik seluruhnya atau setidaknya (75%). Mata Pelajaran Kearsipan Salah satu pelajaran yang merupakan kompetensi utama siswa Administrasi Perkantoran adalah kearsipan. Mata pelajaran kearsipan mencakup pengertian dokumen, ruang lingkup dokumentasi, pengurusan surat masuk, pengurusan surat keluar, penyimpanan dan penemuan kembali dokumen, pengertian arsip dan kearsipan, fungsi arsip, sistem penyimpanan arsip, UU kearsipan, masalah pokok keasipan, tugas kearsipan, syarat pegawai arsip, penyelamatan dan penyusutan arsip, dan komputerisasi kearsipan.
Endang (2009:8) mengemukakan bahwa arsip adalah setiap catatan yang tertulis, tercetak, atau ketikan dalam bentuk, angka, atau gambar yang mempunyai arti atau tujuan tertentu sebagai bahan komunikasi dan informasi yang terekam pada kertas, kertas film, media komputer, dan lain-lain yang disimpan menurut suatu aturan sehingga apabila diperlukan dapat ditemukan dengan mudah. Menurut Endang (2009:11) “kearsipan adalah suatu proses kegiatan mulai dari penerimaan, pengumpulan, pengaturan, pemeliharaan, dan penyimpanan warkat menurut sistem tertentu, sehingga saat diperlukan dapat ditemukan dengan cepat dan mudah”. 3. Metode Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di SMK Negeri 3 Surakarta yang terletak di Jl. Brigjen Sudiarto No. 34 Gading Surakarta. Penelitian dilaksanakan selama 7 bulan yakni pada bulan Januari 2015- Juli 2015 yang meliputi persiapan penelitian, pelaksanaan tindakan, analisis data, dan pelaporan. Subjek Penelitian Subjek penelitian merupakan pihakpihak yang terkait dalam pelaksanaan penelitian. Subjek dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran kearsipan dan siswa-siswi kelas X Administrasi Perkantoran 1 SMK N 3 Surakarta tahun pelajaran 2014/2015 yang berjumlah 32 Siswa, terdiri dari 30 siswa perempuan dan 2 siswa laki-laki. Pengumpuan Data Pengumpulan data adalah salah satu faktor penting dalam penelitian, data yang kita peroleh perlu dipantau agar dapat terjaga tingkat validitasnya. Menurut Sugiyono (2012:308) “teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data”. Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan observasi, wawancara, dan dokumentasi Uji Validitas Data Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Dalam penelitian ini uji validitas dilakukan dengan triangulasi. Menurut Muhadi (2011:19) secara umum triagulasi mengacu pada pencarian konsistensi temuan oleh pengmat yang berbeda-beda, baik pengamatan instrumen, metode pengamatan, waktu, tempat, dan situasi penelitian.
Adapun triangulasi yang digunakan oleh peneliti adalah triangulasi data dan triangulasi metodologis. Triangulasi data diperoleh dari sumber data yaitu guru dan siswa, sedangkan triangulasi metodologis diperoleh dari hasil wawancara dan lembar observasi. Analisis Data Analisis data yang digunakan harus sesuai dengan data yang dikumpulkan. Pada penelitian ini data kuantitatif dianalisis dengan teknik analisis data deskriptif komparatif, yaitu dengan membandingkan hasil pada setiap siklus. Data kualitatif dianalisis dengan teknik analisis kritis yaitu dengan mengidentifikasi kelemahan dan kelebihan kinerja guru maupun siswa pada proses pelaksanaan tindakan. 4. Hasil Tindakan Pra siklus Selama pembelajaran berlangsung, masih sedikit siswa yang aktif. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh model pembelajaran yang cenderung searah dan dalam jangka waktu yang lama. Model pembelajaran konvensional berupa ceramah dilakukan secara terus-menerus selama 4 jam pelajaran, hal tersebut membuat siswa mengantuk dan tidak fokus pada pelajaran. Siswa lebih suka berbicara dengan teman di luar pelajaran, posisi badan tidak tegap, dan ada juga yang bermain handphone. Selain itu siswa juga tidak berani menyampaikan pendapatnya pada saat guru memberikan pertanyaan. Proses pembelajaran seperti ini bertolak belakang dengan penerapan kurikulum 2013, yang menginginkan siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Setelah dianalisa dengan lembar keaktifan yang dibuat peneliti, dapat diketahui rata-rata keaktifan adalah 31,26%. Dapat dijelaskan secara rinci bahwa penghitungan aspek visual activities sebesar 34,38%, oral activities sebesar 21,88%, drawing activities sebesar 0% karena guru masih menggunakan model pembelajaran konvensional, mental activities sebesar 31,25, dan emotional activities sebesar 37,51. Siklus 1 Dari hasil observasi yang telah dilakukan, pada siklus 1 terlihat adanya peningkatan pada keaktifan siswa. Namun, peningkatan tersebut belum sesuai dengan indikator yang telah ditetapkan oleh peneliti yaitu 80%. Rata-rata keaktifan pada siklus 1 adalah 55,01%, perolehan ini lebih baik dibandingkan hasil observasi pra siklus yaitu
31,26%. Dapat dijelaskan secara rinci bahwa penghitungan aspek visual activities siklus 1 sebesar 56,26%, oral activities siklus 1 sebesar 46,88%, drawing activities siklus 1 sebesar 53,13%, mental activities siklus 1 sebesar 59,38%, dan emotional activities siklus 1 sebesar 59,38%. Siklus 2 Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada siklus 2, keaktifan belajar siswa sudah meningkat sesuai target yang telah ditetapkan oleh peneliti. Rata-rata keaktifan pada siklus 1 adalah 55,01%, sedangkan pada siklus 2 meningkat menjadi 85,01%. Dapat dijelaskan secara rinci bahwa penghitungan aspek visual activities siklus 2 sebesar 84,38%, oral activities siklus 2 sebesar 81,25%, drawing activities siklus 2 sebesar 87,51%, mental activities siklus 2 sebesar 87,51%, dan emotional activities siklus 2 sebesar 84,38%. Perbandingan Hasil Tindakan Antar Siklus Penerapan kombinasi model pembelajaran kooepratif tipe mind mapping dengan make a match meningkatkan keaktifan siswa pada setiap siklusnya Setiap siklus pada penelitian ini mencakup 4 tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Pelaksanaan tindakan tiap siklus terdiri dari 2 kali pertemuan dan tiap pertemuan berlangsung selama 4 x 45 menit. Pada setiap siklus dapat dilihat bahwa ada peningkatan terhadap keaktifan siswa kelas X Administrasi Perkantoran 1 SMK Negeri 3 Surakarta. Dari pra siklus ke siklus 1 memang sudah ada peningkatan, tetapi belum mencapai target yang telah ditetapkan. Kemudian dilanjutkan ke siklus 2, di siklus 2 keaktifan siswa mengalami peningkatan kembali dan hasilnya sudah mencapai target yang telah ditetapkan oleh peneliti. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya peningkatan rata-rata jumlah keaktifan siswa dalam kriteria sangat aktif dan aktif. Rata-rata keaktifan meningkat secara signifikan dari pra siklus sebesar 31,26% kemudian meningkat menjadi 55,01% dan di siklus 2 kembali meningkat sebesar 85,01%. Peningkatan keaktifan siswa tersebut disajikan dalam tabel berikut:
Perbandingan tiap siklus (%) Aspek
Pra Siklus
Siklus 1
Siklus 2
Peningkatan Akhir
Hasil
Hasil
Pening ka-tan
Hasil
Peningkatan
Visual Activities
34,38
56,26
21,88
84,38
28,12
50,00
Oral Activities
21,88
46,88
25,00
81,25
34,37
59,37
Drawing Activities
0,00
53,13
53,13
87,51
34,38
87,51
Mental Activities
31,25
59,38
28,13
87,51
28,13
56,26
Emotional Actvities
37,51
59,38
21,87
84,38
25,00
46,87
31,26
55,01
30
85,01
30
60
Rata-rata
Penjelasan dalam grafik: Keaktifan Siswa 90,00% 80,00% 70,00% 60,00% 50,00% 40,00% 30,00% 20,00% 10,00% 0,00% Rata-rata
Pra Siklus
Siklus 1
Siklus 2
31,26%
55,01%
85,01%
5. Simpulan dan saran Simpulan Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan di kelas X program keahlian Administrasi Perkantoran 1 SMK Negeri 3 Surakarta. Penelitian dilakukan dalam dua siklus yaitu siklus 1 dan siklus 2. Setiap siklus meliputi empat tahapan yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Kesimpulan dari hasil penelitian ini adalah penerapan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe mind mapping dengan make a match dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa. Keaktifan secara keseluruhan meningkat sebesar 23,75% dari 31,26% menjadi 55,01% kemudian meningkat lagi sebesar 30% menjadi 85,01%. Keaktifan belajar siswa meningkat pada setiap aspek visual activities, oral activities, drawing activities, mental activities, dan mental activities yang secara detail akan dijelaskan sebagai berikut: a. Aspek visual activities yang meliputi memperhatikan dan membaca pada pra siklus sebesar 34,38%, kemudian meningkat sebanyak 21,88% menjadi 56,26%. Selanjutnya pada siklus 2
b.
c.
d.
e.
keaktifan belajar aspek visual activities mengalami peningkatan sebesar 28,12% sehingga pada siklus 2 keaktifan aspek visual activities menjadi 84,38%. Aspek oral activities yang meliputi menyatakan, bertanya, dan mengeluarkan pendapat pada pra siklus sebesar 21,88%, kemudian meningkat sebanyak 25,00% menjadi 46,88%. Selanjutnya pada siklus 2 keaktifan belajar aspek oral activities mengalami peningkatan sebesar 34,37% sehingga pada siklus 2 keaktifan aspek oral activities menjadi 81,25%. Aspek drawing activities yang meliputi menggambarkan peta pikiran pada pra siklus sebesar 0% karena guru belum menggunakan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe mind mapping dengan make a match, pada siklus 1 meningkat sebanyak 53,13% menjadi 53,13%. Selanjutnya pada siklus 2 keaktifan belajar aspek drawing activities mengalami peningkatan sebesar 34,38% sehingga pada siklus 2 keaktifan aspek drawing activities menjadi 87,51%. Aspek mental activities yang meliputi memecahkan masalah, menganalisis, dan mengingat pada pra siklus sebesar 31,25%, kemudian meningkat sebanyak 28,13% menjadi 59,38%. Selanjutnya pada siklus 2 keaktifan belajar aspek mental activities mengalami peningkatan sebesar 28,13% sehingga pada siklus 2 keaktifan aspek mental activities menjadi 87,51 Aspek emotional activities yang meliputi rasa bosan, semangat, dan keantusiasan siswa dalam mengikuti pelajaran pada pra siklus sebesar 37,51%, kemudian meningkat sebanyak 21,87% menjadi 59,83. Selanjutnya pada siklus 2 keaktifan belajar aspek emotional activities mengalami peningkatan sebesar 25,00% sehingga pada siklus 2 keaktifan aspek emotional activities menjadi 84,38%.
Saran Bagi Kepala Sekolah a. Memberikan peluang kepada guru untuk mengikuti diklat atau pelatihan mengenai model pembelajaran inovatif. b. Memberikan himbauan kepada siswa agar aktif dalam kegiatan pembelajaran, misalnya dengan memberikan amanat pada saat upacara hari Senin karena kepala sekolah tidak bisa langsung bertemu dengan siswa satu per satu.
c. Mengadakan rapat sebagai sarana untuk bertukar informasi antar guru mengenai model pembelajaran di dalam kelas. Bagi Guru Mata Pelajaran Kearsipan a. Guru diharapkan dapat memilih dan mengembangkan model pembelajaran yang disesuaikan dengan karakteristik materi pelajaran, sehingga siswa dapat lebih memahami materi dan lebih bersemangat dalam mengikuti pelajaran. b. Guru diharapkan dapat menggunakan kombinasi model pembelajaran kooperatif tipe mind mapping dengan make a match pada kompetensi dasar menjelaskan dan mempresentasikan sistem kearsipan, karena sudah terbukti bahwa model tersebut dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa. c. Guru diharapkan lebih memahami kebutuhan siswa, apabila siswa mulai tidak fokus sebaiknya guru memberikan ice breaking mengingat mata pelajaran kearsipan berlangsung selama 4 jam pelajaran. Bagi Siswa a. Siswa diharapkan dapat lebih aktif dalam pelajaran terutama pada aspek oral activities karena peningkatan keaktifan pada aspek tersebut menunjukkan persentase paling rendah. b. Siswa sebaiknya tidak menjadikan guru sebagai satu-satunya pusat informasi. Siswa dapat mencari informasi misalnya dari internet atau sumber bacaan lain yang relevan dengan materi pelajaran c. Siswa diharapkan dapat meningkatkan kerjasama dan komunikasi yang baik dengan guru maupun siswa lain. d. Siswa diharapkan dapat mempertahankan keaktifan pada aspek drawing activities dan mental activities, karena peningkatan keaktifan pada aspek tersebut menunjukkan persentase paling tinggi. Daftar Pustaka Budiningsih, Asri. (2012). Belajar & Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta Edward, Caroline. (2009). Mind mapping untuk anak sehat dan cerdas. Yogyakarta: Sakti Endang, S.R., Suyetty, Mulyani, Sri. (2009). Modul Mengelola dan Menjaga Sistem Kearsipan untuk SMK dan MAK. Jakarta: Erlangga
Hartono, Rudi. (2013). Ragam Model Mengajar yang Mudah Diterima Murid. Jogjakarta: Diva Press Majid, A. (2013). Strategi Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Muhadi. (2011). Penelitian Tindakan Kelas Panduan Wajib Bagi Pendidik. Yogyakarta: Shira Media Mulyasa. (2010). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Rusman. (2012). Model-model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta: Raja Grafindo Persada Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&B. Bandung: Alfabeta Suprijono, Agus. (2010). Cooperative Learning Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.