Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
PENERAPAN BIOSEKURITI UNTUK KEGIATAN USAHA PETERNAKAN UNGGAS NON INDUSTRI KOMERSIAL DI SULAWESI SELATAN (Application of Biosecurity on Commercial Non-Industry Poultry Farms in South Sulawesi) SAADAH1, V.S. LESTARI2, A. NATSIR2 dan H.M. ALI2 1
Fakultas Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Universitas Hasanuddin Jl. Perintis Kemerdekaan Km 10, Makassar 2 Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar
ABSTRACT Implementation of biosecurity on poultry producers non-commercial industry is still very limited and even neglected, some of the constraints faced by, among others, lack of information, methods of raising capital is still traditional with the middle capital .The increases in operational costs to be borne by the farmers considered the most significant influence on adoption biosecurity technology, so that needed a solution that focuses on the effectiveness of financing for the implementation biosecuriti more efficient but still effective. The purpose of this study is 1).Identify the characteristics of respondents poultry farmers in South Sulawesi, 2). Identifying biosecurity measures based on current conditions in the field, 3). Knowing the response/perceptions of poultry farmers against avian influenza disease. Purposively selected study locations which is Sidrap District for layer and Maros District for broiler. The total of respondents are 60 for each district. The main data were collected by conducting surveys using questionnaires, interviews and observations in the field during May 2010. Additional data from secondary data and relevant research results. the ownership status of chicken cages and 90% is owned 91% and type of exploitation is an independent business. Has long experience in breeding the average is 8 – 9 years. While the average age of respondents was 41-50 years. The main job almost all the poultry farmers 98% are farmers only, this is understandable because many breeds of laying poultry require labor (labor intensive). Education level of respondents was quite high, as much as 53% and 10% high school graduates who are college graduates. Biosecurity actions, Average new biosecurity measures implemented as much as 53%, the highest in isolation activities (80%) and lowest in sanitation activities are only 30%, while in traffic control activities of wild animals and other domesticated animals as much as 50%. This isolation of the low activity suggests that awareness and habits of farmers to maintain the cleanliness of the cage and its surroundings still less and the use of disinfectants is still lacking. Almost all respondents (100%) and ND vaccinated against Gumboro, while conducting avian influenza vaccination is only 10% of the total respondents. Perception of farmers on avian influenza, farmers perception of the dangers of avian influenza was good enough (a statement), but if the avian influenza outbreak 50% of respondents still undecided and do not agree to immediately report to the department or district. Perceptions about the need for avian influenza vaccine is still not as much as 52% of farmers expressed hesitation (statement d). Key words: Biosecurity, Farmer, Layer, Non-Commercial Industry ABSTRAK Implementasi biosekuriti pada produsen peternak unggas non industry komersial masih sangat terbatas bahkan terabaikan, beberapa kendala yang dihadapi antara lain minimnya informasi, metode beternak masih sederhana dengan modal menengah. Adanya kenaikan biaya operasional yang harus ditanggung oleh peternak dianggap paling signifikan pengaruhnya terhadap adopsi teknologi biosekuriti, sehingga diperlukan suatu pemecahan masalah yang menitikberatkan pada efektivitas pembiayaan untuk penerapan biosekuriti yang lebih efisien namun tetap efektif. Tujuan Penelitian ini adalah 1). Mengidentifikasi karakteristik responden peternak unggas di Sulawesi Selatan, 2). Mengidentifikasi tindakan biosekuriti berdasarkan kondisi terkini di lapangan, 3). Mengetahui respon/persepsi peternak unggas terhadap penyakit flu burung. Lokasi Penelitian dipilih secara purposif, yaitu Kabupaten Sidrap untuk peternakan ayam petelur dan Kabupaten Maros untuk
707
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
ayam pedaging. Jumlah sampel sebanyak 60 responden untuk masing-masing kabupaten. Data utama dikumpulkan dengan melakukan survei menggunakan kuisioner, interview dan melakukan observasi di lapangan selama Mei 2010. Tambahan data dari data sekunder dan hasil penelitian yang relevan. Status kepemilikan kandang dan ayam 90% adalah milik sendiri dan jenis pengusahaan 91% merupakan usaha mandiri. Pengalaman beternak sudah cukup lama rata-ratanya 8 – 9 tahun. Sedangkan rata-rata umur responden adalah 41 – 50 tahun. Pekerjaan utama peternak unggas hampir semuanya yaitu 98% adalah peternak saja, hal ini dapat dimengerti karena beternak unggas petelur banyak membutuhkan tenaga kerja (labour intensif). Tingkat pendidikan responden sudah cukup tinggi, sebanyak 53% lulusan SMA dan 10% lulusan perguruan tinggi. Rata-rata tindakan biosekuriti baru dilaksanakan sebanyak 53%, tertinggi pada kegiatan isolasi (80%) dan terendah pada kegiatan sanitasi yaitu hanya 30%, sedangkan pada kegiatan pengawasan lalu lintas hewan liar maupun ternak peliharaan lain sebanyak 50%. Rendahnya kegiatan isolasi ini mengisyaratkan bahwa kesadaran dan kebiasaan peternak untuk menjaga kebersihan kandang dan sekitarnya masih kurang serta penggunaan desinfektan masih sangat kurang. Hampir seluruh responden (100%) melakukan vaksinasi ND dan Gumboro, sedangkan yang melakukan vaksinasi flu burung hanya 10% dari total responden. Persepsi peternak terhadap flu burung, persepsi peternak terhadap bahaya flu burung sudah cukup bagus (pernyataan a), namun jika terjadi wabah flu burung 50% responden masih ragu-ragu dan tidak setuju untuk segera melapor ke dinas atau kelurahan. Persepsi tentang perlunya pemberian vaksin flu burung masih kurang yaitu sebanyak 52% dari peternak menyatakan ragu-ragu (pernyataan d). Kata Kunci : Biosekuriti, Peternak, Layer, Non-Industri Komersial
PENDAHULUAN Sejak pertama kali diidentifikasi pada tahun 2003, penyakit flu burung telah menjadi endemik pada 31 propinsi dari 33 provinsi di Indonesia. Di antara berbagai penyakit unggas lainnya seperti tetelo (ND), gumboro (IBD), dan sebagainya, flu burung dianggap sebagai penyakit yang paling signifikan menurunkan kinerja ekonomi, khususnya bagi Sektor Perunggasan Non-Industri Komersial (NICPS) dan sektor unggas pedesaan (tradisional). Oleh karena itu, pengawasan terhadap penyakit flu burung di Indonesia harus menjadi prioritas mengingat dampak yang cukup tinggi terhadap tingkat kematian ternak unggas, penurunan permintaan terhadap unggas dan produk unggas pada wilayah yang terinfeksi, peningkatan korban kematian manusia, dan resiko pandemi global. Implementasi biosekuriti pada peternakpeternak non-industri komersial masih sangat terbatas bahkan terabaikan, beberapa kendala yang dihadapi antara lain minimnya informasi, metode beternak sederhana dengan modal menengah dan adanya kenaikan biaya opersional dianggap paling signifikan pengaruhnya terhadap adopsi teknologi biosekuriti, sehingga diperlukan suatu pemecahan masalah yang menitikberatkan pada efektifitas pembiayaan untuk penerapan biosekuriti yang lebih efisien namun tetap efektif.
708
Sebagai upaya dalam mengembangkan suatu pendekatan yang bertumpu pada industri dan pendukungnya untuk meningkatkan biosekuriti usaha ternak unggas di sektor perunggasan non-industri komersial, diperlukan suatu langkah sistemik yang dimulai dari identifikasi tindakan biosekuriti di lapangan, menemukan metode perbaikan penerapan biosekuriti sehubungan dengan kemampuan ekonomi sektor perunggasan nonindustri komersial, dan ikut memfasilitasi adopsi tindakan biosekuriti dengan biaya efektif oleh peternak dan masyarakat. Penelitian ini bertujuan (1) mengidentifikasi karakteristik responden peternak unggas di Sulawesi Selatan; (2) mengidentifikasi tindakan biosekuriti berdasarkan kondisi terkini di lapangan; dan (3) Mengetahui respon/persepsi peternak unggas terhadap penyakit flu burung. MATERI DAN METODE Penelitian ini dilakukan dengan metode survei dengan purposive sampling di Kabupaten Sidrap untuk peternakan ayam petelur (layer) dan Kabupaten Maros untuk ayam pedaging (broiler). Jumlah sampel diambil sebanyak 60 peternak untuk masingmasing kabupaten. Adapun populasi peternak di Kabupaten Sidrap sebanyak 620 dan di Kabupaten Maros sebanyak 424 peternak.
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
karena beternak unggas petelur banyak membutuhkan tenaga kerja (labour intensive). Tingkat pendidikan responden sudah cukup tinggi, sebanyak 53% lulusan SMA dan 10% lulusan perguruan tinggi. Pada usaha ternak unggas petelur sebagian besar merupakan peternak kecil, yaitu sekitar 85% dari peternak, jumlah unggas yang diusahakan lebih kecil dari 5000 ekor. Sedangkan pada usaha ternak unggas pedaging, rata-rata jumlah unggas yang dipelihara antara 2000 – 4000 ekor, karena persyaratan dari perusahaan mitra, jumlah unggas minimal adalah 2000 ekor. Bentuk kemitraan usaha pada unggas pedaging adalah peternak menyediakan kandang dan tenaga kerja, sedangkan perusahaan mitra mensuplai mulai dari bibit ayam, pakan, obat-obatan/vaksinasi dan peternak harus menjual ayamnya kepada perusahaan mitra. Pembinaan dan penyuluhan mengenai vaksinasi, pemeliharaan dan pemasaran pada unggas pedaging dilakukan oleh perusahaan mitra. Jadi, aparat dinas peternakan setempat belum perlu melakukan pembinaan dan penyuluhan secara langsung ke peternak tapi dapat melalui perusahaan mitra. Pada usaha peternakan unggas petelur, hampir seluruh responden merupakan usaha mandiri/tidak bermitra, maka pembinaan dan penyuluhan perlu dilakukan oleh dinas peternakan setempat melalui wadah kelompok (Kelompok Peternak) atau melalui Koperasi.
Empat kecamatan terpilih di Kabupaten Sidrap adalah Pancarijang, Tallulimpoe, Maritenggae dan Watampulu serta lima kecamatan terpilih di Kabupaten Maros adalah Bantimurung, Tanralilli, Cenrana, Camba dan Mallawa. Sampel merupakan peternak yang termasuk ke dalam non-industri komersial dengan parameter utama yakni bukan merupakan peternakan yang dikelola secara langsung oleh tujuh perusahaan besar multinasional. Disamping itu, batasan populasi yang dijadikan ukuran adalah antara 2000 – 5000 ekor ternak hidup yang dipelihara. Penelitian ini dilakukan selama satu bulan yaitu pada bulan Mei 2010, pengumpulan data dilakukan melalui kegiatan survei dengan wawancara langsung kepada peternak menggunakan kuisioner yang telah disiapkan. Analisis data dilakukan menggunakan statistik deskriptif dalam bentuk tabel. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik responden Status kepemilikan kandang dan ayam 90% adalah milik sendiri dan jenis pengusahaan 91% merupakan usaha mandiri. Pengalaman beternak sudah cukup lama, rata-ratanya 8 – 9 tahun. Sedangkan rata-rata umur responden adalah 41 – 50 tahun. Pekerjaan utama peternak unggas hampir semuanya yaitu 98% adalah peternak saja, hal ini dapat dimengerti
Tabel 1. Penerapan biosekuriti berdasarkan tindakan isolasi Layer Tindakan isolasi
Broiler
Ya
Tidak
Ya
Tidak
N
%
N
%
N
%
N
%
Mencegah masuknya hewan liar maupun hewan peliharaan lain ke dalam kandang
58
96,7
2
3,3
24
40
36
60
Melakukan desinfeksi kandang
50
83,3
10
16,7
60
100
0
0
Membuat pagar pembatas
58
96,7
2
3,3
22
36,7
38
63,3
Melakukan pembasmian serangga dan hama tikus
25
42,1
35
57,9
23
38,3
37
61,7
Rata-rata
48
80
12
20
32
53,7
28
46,3
709
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Penerapan biosekuriti
Sanitasi
Menurut RITONGA (2008), biosekuriti bertujuan untuk mencegah terjadinya penyakit, yaitu terdiri dari isolasi, pengawasan lalu lintas dan sanitasi.
Tindakan sanitasi yang dilakukan oleh responden dapat dilihat pada Tabel 3. Dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa responden peternak ayam petelur yang telah melakukan tindakan sanitasi hanya 30% dan peternak ayam pedaging baru 20% saja. Hal ini menunjukkan bahwa responden masih banyak yang belum mengetahui kegunaan tindakan sanitasi untuk kesehatan ternak unggasnya.
Isolasi Berdasarkan Tabel 1 dapat diketahui bahwa sebagian besar responden peternak unggas petelur yaitu 48 orang (80%) melakukan tindakan isolasi, hanya 12 orang (20%) yang tidak melakukannya. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran responden unggas petelur dalam melakukan tindakan isolasi sudah cukup tinggi. Sedangkan pada peternak unggas pedaging, baru sekitar 50% yang melakukannya.
Rekapitulasi penerapan biosekuriti Rekapitulasi Penerapan Biosekuriti dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa tindakan biosekuriti yang masih sangat rendah baik pada peternakan unggas petelur maupun pedaging adalah pada kegiatan sanitasi yaitu 30% dan 20%. Rendahnya kegiatan sanitasi ini mengisyaratkan bahwa kesadaran dan kebiasaan peternak untuk menjaga kebersihan kandang dan sekitarnya masih kurang serta penggunaan desinfektan masih sangat kurang.
Pengawasan lalu lintas Tabel 2 menunjukkan bahwa secara ratarata, 50% responden melakukan pengawasan lalu lintas dengan baik pada peternak ayam petelur. Sedangkan pada peternak ayam pedaging, sudah mencapai 65%.
Tabel 2. Penerapan biosekuriti berdasarkan pengawasan lalu lintas Layer Pengawasan lalu lintas
710
Broiler
Ya
Tidak
Ya
Tidak
N
%
N
%
N
%
N
%
Larangan masuk bagi orang yang tidak bekepentingan
60
100
0
0
36
60
24
40
Penyemprotan dengan desinfektan terhadap peralatan dan kendaraan yang akan masuk kedalam kandang
0
0
60
100
60
100
0
0
Sopir, sales atau petugas lain ganti pakaian khusus dan dilakukan penyemprotan sebelum masuk kandang
0
0
60
100
0
0
60
100
Hindari pinjam meminjam peralatan antar peternak
60
100
0
0
60
100
0
0
Rata-rata
30
50
30
50
39
65
21
35
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 3. Penerapan biosekuriti berdasarkan tindakan sanitasi Layer Tindakan sanitasi
Broiler
Ya
Tidak
Ya
Tidak
N
%
N
%
N
%
N
%
Mencuci kaki sebelum masuk ke dalam kandang
8
13,3
52
86,7
0
0
60
100
Melakukan desinfeksi kandang sebelum DOC masuk
8
13,3
52
86,7
0
0
60
100
Membersihkan pakan ternak yang jatuh, membersihkan kandang dan sekelilingnya.
44
78,6
16
21,4
30
50
30
50
Hindari penumpukan sampah
38
56,7
22
43,3
29
48
31
52
0
0
60
100
0
0
60
100
20
30
40
70
12
20
48
80
Melakukan desinfeksi terhadap tempat pakan, tempat minum, tempat telur dan pakaian petugas kandang. Rata-rata Tabel 4. Rekapitulasi penerapan biosekuriti Layer Penerapan Biosekuriti
Ya
Isolasi Pengawasan lintas
Broiler
lalu
Tidak
Ya
N
%
N
%
N
%
N
%
48
80
12
20
32
53,7
28
46,3
30
50
30
50
39
65
21
35
Sanitasi
20
30
40
70
12
20
48
80
Rata-rata
33
53,3
27
46,7
28
46,3
32
53,7
Mengenai kegiatan Vaksinasi, hampir seluruh responden (100%) baik pada petelur maupun pedaging melakukan vaksinasi ND dan Gumboro, sedangkan yang melakukan vaksinasi flu burung hanya 10% dari total responden.
c.
d.
e. Persepsi peternak ayam petelur (layer) terhadap penyakit flu burung Ada beberapa pernyataan yang dapat menggambarkan persepsi atau respon peternak terhadap penyakit flu burung yaitu: a. b.
Tidak
Flu burung adalah salah satu hal penting dalam kesehatan manusia. Jika peternakan saya terserang flu burung saya akan segera melapor ke dinas peternakan/lurah setempat.
f.
Serangan flu burung saat ini akan berdampak besar terhadap harga unggas selama satu bulan kedepan. Jika saya memberikan vaksin flu burung maka peternakan saya akan terhindarkan jika ada flu burung di desa ini. Flu burung adalah masalah untuk ayam kampung saja, bukan untuk ayam petelur atau pedaging. Saya menerapkan hal-hal terbaik yang dapat menghindarkan peternakan saya dari serangan penyakit.
Persepsi peternak terhadap flu burung Persepsi peternak terhadap bahaya flu burung sudah cukup bagus (pernyataan a), namun jika terjadi wabah flu burung 50%
711
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
responden masih ragu-ragu dan tidak setuju untuk segera melapor ke dinas atau kelurahan. Persepsi tentang perlunya pemberian vaksin flu burung masih kurang yaitu sebanyak 52% dari peternak menyatakan ragu-ragu (pernyataan d). (Tabel 5). Tabel 6 menunjukkan bahwa persepsi peternak unggas pedaging terhadap flu burung sudah cukup bagus, terlihat dari pernyataan a,b,c,d dan f yang persentase terbesarnya adalah setuju dan sangat setuju.
2.
KESIMPULAN 1.
Tindakan biosekuriti yang masih sangat rendah baik pada peternakan unggas petelur maupun pedaging adalah pada kegiatan sanitasi yaitu 30% dan 20%.
Rendahnya kegiatan sanitasi ini mengisyaratkan bahwa kesadaran dan kebiasaan peternak untuk menjaga kebersihan kandang dan sekitarnya masih kurang serta penggunaan desinfektan masih sangat kurang. Hampir seluruh responden (100%) melakukan vaksinasi ND dan Gumboro, sedangkan yang melakukan vaksinasi flu burung hanya 10% dari total responden. Persepsi peternak unggas petelur terhadap bahaya flu burung sudah cukup bagus (pernyataan a), namun jika terjadi wabah flu burung 50% responden masih raguragu dan tidak setuju untuk segera melapor ke dinas atau kelurahan. Persepsi tentang perlunya pemberian vaksin flu burung masih kurang yaitu sebanyak 52% dari
Tabel 5. Persepsi peternak ayam petelur terhadap flu burung Sangat setuju
Pernyataan
Setuju
Ragu-ragu
Tidak setuju
Sangat tidak setuju
N
%
N
%
N
%
N
%
N
%
a
6
10
49
83
3
4
2
3
0
0
b
1
2
30
50
24
40
5
8
0
0
c
6
10
24
40
13
22
17
28
0
0
d
6
11
18
30
31
52
5
7
0
0
e
0
0
6
10
31
52
10
17
13
21
f
20
33
36
60
4
7
0
0
0
0
Tabel 6. Persepsi peternak ayam pedaging terhadap flu burung
Pernytaan
712
Sangat setuju
Setuju
Ragu-ragu
Tidak setuju
Sangat tidak setuju
N
%
N
%
N
%
N
%
N
%
a
1 3
22
43
72
0
0
2
3
2
3
b
1 3
22
43
72
4
7
0
0
0
0
C
1 1
18
37
62
7
12
5
8
0
0
D
4
7
27
45
22
37
7
12
0
0
E
4
7
5
8
6
10
36
60
9
15
F
3
5
39
65
5
8
12
20
1
2
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
3.
4.
peternak menyatakan ragu-ragu (pernyataan d). dan persepsi peternak unggas pedaging terhadap flu burung sudah cukup bagus, terlihat dari pernyataan a, b, c, d dan f yang persentase terbesarnya adalah setuju dan sangat setuju. Dalam rangka penerapan biosekuriti, Dinas Peternakan perlu meningkatkan pembinaan dan penyuluhan kepada peternak ayam terutama dalam kegiatan sanitasi dan pemberian vaksin flu burung. Hampir seluruh responden peternak ayam petelur di Kabupaten Sidrap merupakan peternak Mandiri, sehingga penyuluhan dan sosialisasi penerapan biosekuriti dapat
dilakukan melalui pendekatan kelompok/koperasi, sedangkan untuk peternak ayam pedaging di Kabupaten Maros melalui pihak mitra. DAFTAR PUSTAKA RIDUWAN. 2008. Skala Pengukuran Variabel Penelitian. Penerbit Bandung.
VariabelAlfabeta,
SUGIYONO. 2008. Statistika untuk Penerbit Alfabeta, Bandung.
Penelitian.
RITONGA, H. 2008. Biosecurity. http://technical service. wordpress.com/2008/05/07/bioseku riti/
713