Penentuan Unik Varians dalam Metode Maksimum Likelihood (Analisis Faktor) dengan Metode Gradien Oleh : Dewi Rachmatin, S.Si., M.Si. Abstrak Salah satu metode yang paling banyak digunakan dalam analisis faktor adalah metode maksimum likelihood. Penentuan matriks unik varians U2 (pxp) yang meminimumkan fungsi likelihood untuk model analisis faktor dengan m faktor umum berikut : X A F dalam makalah ini menggunakan metode gradien, dimana X (px1) adalah vektor acak yang teramati yang mempunyai mean (px1) dengan matriks varians kovarians (pxp) , F (mx1) adalah matriks faktor umum, cov( ) U 2 dan A (pxm) adalah matriks faktor loading. Matriks varians kovarians tersebut dapat dinyatakan sebagai : = A AT + U2, dimana U2 adalah matriks unik varians (pxp). Dalam makalah ini metode gradien tersebut diterapkan pada sebuah data kesehatan mulut dan rahang untuk mendapatkan matriks unik varians, kemudian selanjutnya dapat ditentukan matriks faktor loading untuk model analisis faktor dengan m faktor umum. Kata kunci : analisis faktor, metode maksimum likelihood, dan metode gradien. I. Pendahuluan Lawley (1940) pertama kali menemukan metode maksimum likelihood dalam analisis faktor ketika analisis faktor memerlukan landasan statistika yang bersifat teoritis. Metode maksimum likelihood memberikan uji keberartian untuk jumlah faktor umum dalam model analisis faktor, hal inilah yang memberikan kelebihan metode maksimum likelihood dibandingkan dengan metode lain dalam analisis faktor seperti metode komponen utama, metode pemfaktoran sumbu utama dan metode-metode lainnya (Jobson & Johnson). Joreskog (1967) memberikan sumbangan suatu prosedur yang memerlukan metode iteratif semacam metode gradien dan metode Newton-Raphson (Tucker, 1997). Langkah-langkah penentuan solusi yang minimum untuk U 2 cov( )
AA U 2 yang ekuivalen dengan model ortogonal X A F , dengan metode gradien dibuat pertama kali oleh Joreskog dan Goldberger (1972). Didukung dengan kemajuan teknologi komputer, penentuan solusi analisis faktor tersebut dapat dengan mudah dilakukan. Pembentukan solusi analisis faktor dengan metode maksimum likelihood mulai dengan pemisalan sebagai matriks varians kovarians populasi dan y sebagai vektor sampel acak yang diambil dari populasi yang berdistribusi normal multivariat. Jumlah variabel dimisalkan p, ukuran sampel dimisalkan sebagai N, dan C semua matriks kovarians sampel yang mungkin. Wishart (1928) memberikan fungsi kepadatan (densitas) untuk matriks kovarians sampel C sebagai berikut : 1 ( N 1) 1 ( N p 2) 1 C , N K 2 C2 EXP ( N 1)tr (C 1 ) (1) 2 dimana K adalah konstanta. Fungsi likelihood dari matriks kovarians sampel Cyy dipilih sama dengan fungsi kepadatan untuk matriks kovarians sampel, sehingga :
1
LC yy , N K
1 ( N 1) 2
C yy
1 ( N p 2 ) 2
Logaritma fungsi tersebut dimisalkan sebagai :
1 EXP ( N 1)tr ( 1 C yy ) 2 ln( L (C yy , N )
(2) (3)
Gantikan persamaan (2) ke dalam persamaan (3) diperoleh : 1 1 1 ln( K ) ( N 1) [ ln ] ( N p 2)[ ln C yy ] - ( N 1)[ tr ( 1 C yy ) ] (4) 2 2 2 Fungsi F dibentuk menggunakan rasio likelihood yang membandingkan model teoritis yang akan dicocokkan dengan data, dengan model yang dibandingkan yang lebih
ˆ , umum. Untuk model teoritis (m) taksiran dari matriks kovarians populasi adalah m sedangkan untuk model yang dibandingkan (M) taksiran matriks kovarians populasi ˆ . Fungsi likelihood untuk kedua model adalah Lm dan LM, sedangkan fungsi adalah M log-likelihood untuk keduanya adalah m dan M . Rasio likelihood didefinisikan sebagai L m /L M . Koefisien yang didasarkan pada ratio likelihood ini menyediakan suatu hampiran chi-kuadrat untuk uji statistik apakah model teoritis adalah gambaran yang lengkap dari matriks kovarians populasi, (5) 2 [ ln( ) ] Sehingga 2 [ ln( Lm ) ln( LM ) ] = 2 [ m M ]
= ( N 1) ln m tr m1 C yy ln M tr M1 C yy Derajat kebebasan untuk
(6)
sama dengan selisih antara jumlah parameter yang digunakan
dalam model yaitu : ( ) (M) (m) , dimana (M) dan (m) adalah jumlah parameter yang terlibat dalam model M dan m. Jumlah parameter dalam model M sama dengan jumlah varians dan kovarians yang bebas dalam C yy . Karena C yy matriks simetri, maka jumlah kovarians bebas sama
1 p ( p 1) . 2 ˆ C . Dengan jumlah parameter ini solusi eksak dapat diperoleh sehingga dengan jumlah unsur matriks pada satu sisi diagonal yaitu ( M )
M
ˆ 1 C I dan tr ˆ 1 C p . Akibatnya M yy M yy
yy
(7) (8)
ˆ taksiran dari matriks kovarians untuk model teoritis pada Gantikan m persamaan (7) dan (8) ke dalam persamaan (6) diperoleh :
ˆ tr ˆ 1 C ln C p ( N 1) ln m m yy yy
(9)
Joreskog (1967) menyarankan fungsi yang bebas dari pengaruh ukuran sampel sebagai berikut : F /( N 1) sehingga :
ˆ tr ˆ 1 C ln C p F = ln m m yy yy
(10)
Taksiran matriks kovarians teoritis ditetapkan agar meminimumkan fungsi ini dengan jumlah parameter bebas yang digunakan (m) . Fungsi ini menjadi dasar tidak hanya untuk prosedur maksimum likelihood dalam Exploratory Factor Analysis (EFA) tetapi juga dalam Confirmatory Factor Analysis (CFA). Hanya solusi untuk EFA yang akan dibahas pada makalah ini.
2
II. Penentuan Unik Varians Pada Analisis Faktor Misalkan C zz adalah taksiran matriks kovarians teoritis untuk sampel, sehingga model analisis faktor untuk sampel dapat dinyatakan sebagai :
ˆ = C = A AT + U2 m zz
(11) dimana A adalah taksiran matriks faktor loading dan U2 adalah taksiran matriks unik varians. Solusi bersyarat untuk A diberikan pada percobaan U2 diperoleh dengan membuat turunan F terhadap A sama dengan nol. Misalkan V adalah matriks yang kolom-kolomnya merupakan vektor-vektor eigen yang ortonormal dan Q adalah matriks diagonal yang unsur-unsur diagonalnya merupakan nilai eigen yang bersesuian dengan vektor-vektor eigen dalam V. Karena C yy matriks simetri, solusi dapat dinyatakan dengan : U-1 Cyy U-1 = V Q VT . (12) Misalkan Vr adalah matriks yang memuat r vektor eigen yang pertama dan Qr adalah matriks diagonal yang memuat r nilai eigen yang pertama. Matriks A : A = U Vr ( Qr – I )1/2 (13) 2 Solusi untuk U diperoleh dengan membuat turunan dari F terhadap U2 diberikan matriks A sama dengan nol, dimana U2 = diag(Cyy) – diag(AAT). (14) Prosedur penentuan U2 dimulai dengan menetapkan nilai awal untuk U2, kemudian hitung matriks faktor loading dengan persamaan (12) dan (13), selanjutnya hitung matriks U2 yang baru dengan persamaan (14) dan tentukan solusi untuk matriks faktor loading yang baru. Siklus ini diulang hingga ada perubahan minimum pada nilai U2 dari satu siklus ke siklus yang lainnya. Prosedur ini konvergen dengan lambat, prosedur ini berhenti sebelum kekonvergenan diperoleh pada beberapa kasus (Tucker, 1997). Oleh karena itu prosedur penentuan U2 ini tidak dapat digunakan. Masalah utama selanjutnya muncul ketika nilai-nilai dari U2 yang diiterasikan memuat satu atau lebih unsur yang negatif. Pada kasus U-1 tidak ada, solusi tidak akan diperoleh, Ini dikenal sebagai kasus Heywood (1931). Untuk kasus ini pencarian solusi yang lebih efektif sangat diperlukan. Dua metode iteratif yang dapat digunakan untuk menentukan solusi untuk U2 adalah metode gradien dan metode Newton-Raphson (Tucker, 1997). Metode NewtonRaphson yang dimaksud bukanlah metode Newton-Raphson biasa, yang menggunakan persamaan fungsi dan turunan pertama fungsi untuk menentukan akar persamaan fungsi. Akan tetapi metode gradien yang menggunakan turunan pertama fungsi dan turunan kedua fungsi, yang membuat turunan pertama fungsi terhadap variabel bebasnya sama dengan nol. Metode gradien akan dijelaskan pertama kali. Misalkan f adalah fungsi dari vektor x. Turunan pertama dari f terhadap x dimisalkan sebagai vektor g, dimana unsur ke-i dari g adalah gi = f / xi . Misalkan xt adalah vektor percobaan ke-t, maka vektor gradien yang bersesuaian dengan xt adalah gt . Vektor percobaan ke-t+1 yaitu xt+1 diperoleh dari : xt+1 = xt + m gt .. Untuk memaksimumkan f, m harus positif sebaliknya untuk meminimumkan m harus negatif. Jumlah iterasi dapat dikurangi dengan menggunakan nilai mutlak m yang cukup besar. Dengan nilai m yang cukup besar dapat menghasilkan perubahan pada nilai x yang membawa pada penurunan nilai dari f selama iterasi untuk maksimum atau penaikkan nilai f selama iterasi untuk minimum. Jika hal ini terjadi, percobaan dapat diulang dengan ukuran langkah yang lebih kecil. Keuntungannya ukuran langkah dapat ditentukan dengan mengulang percobaan dengan ukuran langkah tertentu, dan memilih ukuran langkah yang memberikan hasil yang terbaik (Tucker, 1997).
3
Metode iteratif Newton-Raphson yang digunakan oleh Joreskog (bukan metode N-R yang biasa) menggunakan baik turunan pertama maupun turunan kedua dari fungsi f terhadap x. Turunan kedua dari f terhadap pasangan unsur vektor x adalah unsur hij pada matriks H : hij 2 f / xi x j . Untuk vektor xt turunan pertama dan keduanya adalah gt dan Ht , sehingga : (15) xt 1 xt H t1 g t . Untuk metode ini jika tebakan awal akar persamaan x0 cukup dekat dengan akar yang sebenarnya atau solusi eksak persamaan yang dicari, maka solusi yang mendekati nilai eksak akan diperoleh. Determinan dari matriks turunan kedua harus bernilai negatif untuk kasus maksimum dan bernilai negatif untuk kasus minimum (Tucker, 1997). Untuk membedakan metode N-R ini dengan metode N-R yang biasa, maka selanjutnya metode N-R ini akan disebut sebagai metode gradien, oleh karena berasal dari metode gradien dimana m-nya sama dengan H t1 . Untuk menghindari nilai taksiran yang negatif dari U2, matriks U2 ditransformasi dengan transformasi : i ln u i2 …,(16), sehingga u i2 EXP i …(17).
Tebakan awal untuk u i2 diberikan oleh : u i2 1 / c ii dimana c ii adalah unsur 1 diagonal ke-i dari Cuu . Langkah pertama dalam penentuan solusi untuk matriks faktor A bersyarat matriks U2. Turunan parsial dari fungsi F terhadap unsur matriks A adalah :
I C ˆ A (18) ˆ adalah kolom ke-j dari ˆ ; A adalah kolom ke-k dari matriks A. dimana ˆ 1 T A 2 ˆ 1 T C ˆ 1 A 2 ˆ 1 F / a jk 2 m j k M j yy m k m 1 m
1 m j
T
yy
j
1 m
k
k
Jika F / a jk disamakan dengan nol untuk semua unsur A diperoleh :
I C
yy
ˆ 1 A = 0 m
(19)
ˆ 1 dengan U-2 yang digunakan pada persamaan (18) : Hubungan m ˆ 1 U 2 U 2 A( I AT U 2 A) 1 AT U 2 m
(20)
Persamaan ini digantikan ke dalam persamaan (19) diperoleh :
I C
yy
ˆ 1 A = [ I C U 2 U 2 A( I A T U 2 A) 1 A T U 2 ] A = 0 m yy
(21)
Operasi aljabar memenuhi : C yyU 2 A( I A T U 2 A) 1 A
C yyU 2 A A( I A T U 2 A)
atau
U
dan
1
C yyU 1 U 1 A U 1 A I AT U 2 A
(22)
Matriks A dapat ditransformasi secara ortogonal sehingga matriks AT U 2 A merupakan matriks diagonal berukuran r x r, dan ( I A T U 2 A) Q r . Akibatnya persamaan (22)
menjadi : U 1C yyU 1 U 1 A U 1 A Qr ,
(23)
Persamaan ini adalah bentuk untuk solusi eigen dengan nilai-nilai eigen Qr dan vektor-
vektor eigen U 1 A . Vektor-vektor eigen ini bukan vektor ortonormal. Solusi untuk matriks A diberikan oleh persamaan (12) dan (13). Selain menggunakan solusi bersyarat untuk U2 yang bergantung pada matriks faktor loading seperti yang telah dilakukan untuk solusi alternatif terdahulu, pernyataan untuk fungsi F diperoleh bergantung pada U2 dan nilai-nilai eigen dari U 1C yyU 1 .
4
Sehingga turunan dari F terhadap U2 diperoleh, kemudian digunakan prosedur metode gradien atau Newton-Raphson. Langkah pertama yang dilakukan adalah menggantikan hasil pada persamaan (13) ke dalam persamaan (11).
ˆ U V Q I V T U U 2 = U [ V Q I V T I ] U m r r r r r r
(24)
Selanjutnya digunakan definisi berikut :
Q 0 QrI = r matriks diagonal yang berukuran p x p 0 I V V r V2 matriks yang kolom-kolomnya : Vr memuat vektor-vektor eigen berukuran r x r dan V2 berisi vektor-vektor eigen berukuran p x (p-r) Dari kedua definisi dapat ditunjukkan bahwa : Vr Qr I VrT V QrI I V T . Sehingga dari persamaan (24) diperoleh :
(25)
ˆ U V Q I V T I U U V Q V T U m rI rI
. (26) Dari persamaan ini dengan menggunakan sifat determinan dapat diperoleh determinan
ˆ adalah : ˆ U 2 . Q sehingga diperoleh : dari m m rI r
ˆ ln U 2 ln q ln k m
(27)
k 1
Dengan mengalikan invers matriks pada persamaan (26) dengan matriks C yy diperoleh :
ˆ 1 C U 1 V Q 1 V T U 1C m yy rI yy
(28)
U 1C yy V Q V T U
Dari persamaan (12) :
Gantikan persamaan ini ke dalam persamaan (28) akan diperoleh :
ˆ 1 C U 1 V Q 1 Q V T U , m yy rI Dari persamaan di atas dengan operasi aljabar diperoleh :
ˆ 1 C ) tr ( Q 1 Q) tr ( m yy rI
I 0 maka : 0 Q2
(29) p
ˆ 1 C ) r tr ( m yy
Karena QrI1 Q =
q
k
.
(30)
k r 1
Dari persamaan (12) diperoleh determinan C yy :
C yy U . V . Q . V T . U sehingga
p
:
ln C yy ln U 2 ln Q ln U 2 ln q k .
(31)
k 1
Fungsi F diperoleh dengan menggantikan ke dalam persamaan (10) hasil-hasil yang diberikan pada persamaan (27), (30) dan (31) : p
r
F ln U 2 ln qk r k 1
p
q k ln U 2 ln(q k ) p
k r 1
k 1
p
atau disingkat menjadi : F
[q
k
ln (q k )] ( p r ) .
(32)
k r 1
Untuk memperoleh turunan dari F terhadap u i , turunan dari nilai eigen ke-k
q k dan turunan dari vektor eigen vik diperlukan. Joreskog dan Goldberger (1972)
5
1 membangun turunan untuk matriks U C yy U , dimana turunan dari nilai eigen ke-k q k
q k / u i 2q k / u i vik2
terhadap u i adalah :
(33)
dan turunan dari vektor eigen vik terhadap u i adalah : p
vik / ui 1 / ui vik q k q m / q k q m vim2
(Tucker, 1997).
(34)
m k
Turunan parsial pertama F terhadap u i adalah : p
F / ui q k / ui 1 / qk q k / ui
(35)
k r 1
Gantikan persamaan (33) ke dalam persamaan diatas diperoleh : p
p
F / ui 2 / u i qk vik2 vik2 k r 1
(36)
k r 1
Gunakan hubungan berikut untuk penyederhanaan persamaan (36) : p
r
q k vik2 k 1
p
qk vik2 qk vik2 cii ui2
k r 1
p
r
qk vik2 cii u i2 qk vik2
sehingga :
k r 1
v
.
(38)
k 1
p
r
Dari hubungan berikut :
(37)
k 1
2 ik
k 1
v
p 2 ik
k r 1
p
vik2 1 diperoleh k 1
v
r 2 ik
k r 1
1 vik2 . k 1
Sehingga persamaan (36) menjadi : r
F / ui 2 / u i cii u i 2 q r 1vik2 1
(39)
Unsur diagonal matriks turunan kedua fungsi F terhadap u i diperoleh secara k 1
terpisah dari unsur yang bukan diagonal matriks tersebut, Unsur diagonal matriks turunan kedua fungsi F terhadap u i : r 2 F / u i2 2 / u i2 cii u i 2 q r 1vik2 1 k 1 r r 2 / u i 2cii u i3 vik2 q k / u i q k 1vik2 vik / u i k 1 k 1
(40)
Gantikan persamaan (33) dan (34) ke dalam persamaan di atas diperoleh : r 2 F / u i2 2 / u i2 cii u i 2 q r 1vik2 1 k 1 p r r 2 4 / u i2 ciiu i 2 q k vik4 q k 1vik2 q k q m / q k q m vim (41) k 1 k 1 mk Unsur yang bukan diagonal matriks turunan kedua fungsi F terhadap u : r r 2 F / u i u j 2 / u i vik2 q k / u j 2 q k 1vik vik / u j (42) k 1 k 1
6
Gantikan persamaan (33) dan (34) ke dalam persamaan (42) diperoleh :
r 2 F / u i u j 4 / u i u j q k vik2 v 2jk k 1 r
p
k 1
m k
q k 1vik v jk q k q m / q k q m vim v jm
(43)
Untuk menghindari nilai u i2 yang negatif diperlukan transformasi untuk
ui2 seperti pada persamaan (17). Sehingga turunan parsial untuk transformasi ini menjadi : r
F / i u i / 2 F / u i = 1 q i 1vik2 cii u i 2 ,
(44)
k 1
Unsur diagonal matriks turunan kedua untuk transformasi ini :
2 F / i2 u i / 4 F / u i u i2 / 4 2 F / u i2 r
r
p
k 1
k 1
m k
2 cii u i 2 q k vik4 q k 1vik2 q k q m / q k q m vim
(45)
Unsur yang bukan diagonal matriks turunan kedua untuk transformasi ini :
2 F / i j u i u j / 4 2 F / u i u j
untuk i j
r
r
p
k 1
k 1
m k
qk vik2 v 2jk qk 1vik v jk q k qm / q k q m vim v jm
(46)
III. Studi Kasus Data studi kasus yang digunakan adalah data kesehatan mulut dan rahang yang terdiri dari 14 variabel (Jurusan Statistika FMIPA IPB, 2002). Pada penelitian sebelumnya dengan uji keberartian pada metode maksimum likelihood disimpulkan bahwa m faktor umum yang sesuai untuk data tersebut adalah m=3 (Rachmatin & Elah, 2004). Kesimpulan yang sama diperoleh dari kedua metode lainnya yaitu metode analisis komponen utama, dan metode pemfaktoran sumbu utama (Rachmatin & Elah, 2004). Hasil-hasil yang telah diperoleh pada penelitian sebelumnya dapat dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari penerapan metode maksimum likelihood dimana dalam penentuan unik varians atau U2 yang meminimumkan fungsi likelihood digunakan metode gradien. Pada tabel 1 dapat dilihat matriks varians dan kovarians untuk data kesehatan mulut dan rahang yang digunakan pada penelitian ini. Tabel 1 : Matriks varians kovarians untuk data kesehatan mulut dan rahang No
1
2
3
4
5
6
7
1
1,085
2
1,027
1,152
3
0,871
0,912 1,258
4
1,879
0,921 0,842 1,025
5
0,81
6
0,0667
7
0,0334 0,09366 0,0585 -0,093 0,0503 0,825 1,016
8
8
0,785 0,696 0,712 1,085 0,05 0,108 0,025 0,0833 1,133
0,119 -0,00165 0,162 0,0125 0,202 0,892 0,733 1,135
7
9
10
11
12
13
14
No 9
1
2
3
4
5
0,0145 -0,00165 0,0793 -0,071 0,0400
6
7
8
9
10
11
12
13
10
0,157
0,102 0,0891 0,114 0,168 0,183 0,139 0,157
11
0,221
12
0,206
0,14 1,067
13
0,102 0,03567 0,0126 0,0543 0,144 0,175 0,0998 0,194 0,173 0,854 0,779 0,747 1,169
14
0,348
0,18 0,167 0,159 0,246 0,075 0,158 0,0959 0,0453 0,149 0,154 0,113
14
0,95 0,775 0,831 1,068 0,8 1,124
0,14 0,217 0,149 0,148 0,135 0,837 0,778 1,117
0,373 0,321 0,221 0,182 0,375 0,208 0,323 0,293 0,0982 0,162 0,193 0,173 1,002
Sumber : “Penggunaan SAS System Untuk Analisis Multivariat”, Jurusan Statistika FMIPA IPB. Dari matriks varians kovarians untuk data tersebut dapat ditentukan nilai eigen, dan vektor eigen yang bersesuaian, serta unsur diagonal ke-i matriks S 0* U 1C yyU 1 yaitu s0[i,i] seperti pada tabel 2. Nilai tebakan awal yang dicobakan untuk setiap unsur diagonal ke-i matriks U2 dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 : Nilai eigen , vektor eigen, s0[i,i] dan tebakan awal untuk unik varians i 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Nilai eigen Tebakan awal s0[i,i] unik varians 5,15827785 0,6 1,08539945 3,80012504 0,6 1,15165289 2,95677064 0,7 1,25826446 0,82781974 0,6 1,02493113 0,51580499 0,6 1,08498623 0,43127936 0,6 1,13333333 0,36453303 0,6 1,0243801 0,3242124 0,6 1,13539945 0,25737343 0,6 1,06831956 0,21582726 0,6 1,06721763 0,20680642 0,6 1,12438017 0,17011141 0,6 1,1173554 0,12879916 0,7 1,16859504 0,08013808 0,5 1,00165289
v1 0,3728576 0,3689235 0,3600691 0,3207805 0,3294159 0,1968926 0,1502363 0,2068714 0,1642026 0,2253501 0,2399803 0,2374617 0,2084804 0,2109186
v2
v3
-0,25213349 -0,28348267 -0,2418931 -0,28759069 -0,19501718 0,38860909 0,35102157 0,34284032 0,37753292 0,19345061 0,13911627 0,18371139 0,21824218 0,06598598
-0,07456962 -0,10027627 -0,1309294 -0,05715076 -0,05888919 -0,28499819 -0,23962291 -0,27950912 -0,28091017 0,40911059 0,41031538 0,38465157 0,41234927 -0,10540149
Nilai tebakan awal untuk unsur diagonal U2 ke-i yaitu u i2 pada tabel 2 dipilih yang cukup dekat dengan akar persamaan (44) : r
F / i 1 qi 1vik2 cii u i 2 0 . k 1
Nilai tebakan awal ini untuk setiap i diiterasikan seperti pada persamaan (15) : i1 i H i1 g i , sehingga diperoleh nilai i yang konvergen yang berkorespondensi dengan u i2 . Nilai setiap unsur diagonal ke-i dari matriks U2 yang diperoleh meminimumkan fungsi likelihood pada persamaan (10). Nilai u i2 untuk masing-masing nilai i yang konvergen dapat dilihat pada tabel 4 sedangkan hasil eksekusi program untuk unik varians ke-14 selengkapnya dapat dilihat pada tabel 3.
8
Tabel 3 : Hasil eksekusi program untuk zeta ke-14 yang bersesuaian dengan unik varians ke-14 epsilon = 0,0000001 maksimum iterasi = 100 iterasi zeta 1 -0,69314718 2 -0,28741736 3 -0.19551936 4 -0,19636139 5 -0,19630969 6 -0,19631284
zeta1 -0,28741736 -0.19551936 -0,19636139 -0,19630969 -0,19631284 -0,19631264
d1 -0,11626497 0,00096658 -0,00005940 0,00000362 -0,00000022 0,00000001
d2 1,26515228 1,14792072 1,14894671 1,14888369 1,14888753 1,14888729
Pada tabel 3 dapat dilihat terjadi penurunan nilai turunan parsial pertama (d1). Ketika nilai d1 ini lebih kecil atau sama dengan nilai epsilon (galat) yang diambil yaitu 0,0000001 maka iterasi berhenti pada iterasi ke-6. Nilai unik varians yang bersesuaian untuk zeta ke-14 (-0,19631264) ini adalah exp(-0,19631264) = 0,8217552809. Determinan matriks turunan parsial kedua fungsi F terhadap diperoleh 0,09349295292 > 0, nilai ini menunjukkan bahwa nilai u i2 yang bersesuaian dengan zeta ke-i yaitu i yang diperoleh membuat fungsi likelihoodnya minimum. Dari matriks U2 yang diperoleh dapat ditentukan matriks faktor loading A dengan persamaan (13) untuk model ortogonal dengan 3 faktor umum untuk data kesehatan mulut dan rahang seperti pada tabel 4. Dalam penghitungan matriks faktor loading ini dilakukan dengan bantuan software Maple V release 3. Tabel 4 : Matriks faktor loading dengan metode maksimum likelihood untuk 3 faktor umum dengan metode gradien
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Matriks faktor loading unik konvergen 1 2 3 varians pada .5959066739 -.3306722458 -.08175425944 0,6142667309 18 .5999778967 -.3783183489 -.1118691431 0,6360398948 20 .6250150831 -.3445562129 -.1559032009 0,7245957542 14 .5130872115 -.3774765813 -.06270735025 0,6152518886 15 .5594015218 -.2717589890 -.06860059399 0,6934971284 14 .3237543090 .5243618396 -.3214707582 0,6502177514 27 .2489566372 .4773254536 -.2723895091 0,6603651628 17 .3488858439 .4744678028 -.3233643118 0,6839939886 25 .2681623501 .5059464591 -.3147012337 0,6413897901 26 .3703059544 .2608585069 .4611655650 0,6493702317 24 .4073006770 .1937534413 .4777168340 0,6927325188 24 .4023368639 .2554255263 .4470714868 0,6903653768 15 .3581221438 .3076356028 .4858971855 0,7096078042 12 .3898907074 .1000948275 -.1336558475 0,8217552809 6
9
Tabel 5 : Matriks faktor loading dengan metode maksimum likelihood untuk 3 faktor umum dengan metode rotasi ortogonal Varimax dengan SPSS versi 10 Matriks Faktor HURTCHEW HURTWIDE NOISE EARPAIN FACEPAIN PAINSLP PAINROUT PAINTAB GRIND CLAMPSET STIFFJAW SOREJAW AMHDACHE CRACKING
1 2 .952 2.954E-02 .959 1.030E-02 .792 7.637E-02 .882 -6.517E-02 .749 5.718E-02 .944 2.948E-02 .809 -2.096E-02 .827 8.029E-02 .911 -1.590E-02 6.104E-02 9.108E-02 .133 1.369E-02 .103 .110 6.221E-03 9.846E-02 .326 .329
3 9.692E-02 3.516E-02 2.632E-02 5.262E-02 .117 8.277E-02 7.601E-02 7.271E-02 5.107E-02 .908 .809 .818 .823 9.795E-02
Matriks faktor loading yang diperoleh dengan metode gradien lebih kecil dibandingkan dengan hasil yang diperoleh untuk metode maksimum likelihood dengan metode rotasi Varimax, dengan bantuan SPSS versi 10. Akan tetapi dalam pengelompokan diperoleh hasil yang sama yaitu variabel hurtchew, hurtwide, noise, earpain dan facepain mengelompok dalam kelompok yang sama yaitu faktor pertama. Variabel painsleep, painrout, paintab dan grind mengelompok pada faktor kedua. Sedangkan variabel clampset, stiffjaw, sorejaw, dan amhdache mengelompok pada faktor ketiga. Variabel cracking tidak termasuk ke dalam salah satu kelompok dari ketiga faktor, karena nilai faktor loadingnya yang sangat kecil. IV.
Kesimpulan
Matriks faktor loading yang diperoleh dengan metode gradien lebih kecil dibandingkan dengan hasil yang diperoleh untuk metode maksimum likelihood hasil metode rotasi ortogonal Varimax, dengan bantuan SPSS versi 10. Akan tetapi dalam pengelompokan variabel diperoleh hasil yang sama. Daftar Pustaka Jobson, J. D. (1992). Applied Multivariate Data Analysis. New York : Springer-Verlag. Johnson. R. A. (1956). Applied Multivariate Statistical Analysis. Madison : University of Wisconsin. Jurusan Statistika FPMIPA IPB. (2002). Penggunaan SAS System Untuk Analisis Multivariat. Bogor : Departemen Pendidikan Nasional Republik Indonesia. Rachmatin, D. d.k.k. (2004). Perbandingan Metode Komponen Utama, Metode Pemfaktoran Sumbu Utama dan Metode Maksimum Likelihood serta Aplikasinya dalam Analisis Faktor., Bandung : Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI. Tucker, L. R. & R. C. MacCallum. (1997). Faktor Fitting By Statistical Functions. Exploratory Faktor Analysis. Page 256-286.
10