PENENTUAN LOKASI TERBAIK DAN JUMLAH OPTIMUM DATA ARUS LALULINTAS DALAM PROSES ESTIMASI MATRIKS ASAL-TUJUAN (MAT) DARI INFORMASI DATA ARUS LALULINTAS1 Ofyar Z. TAMIN2, Titi L. SOEDIRDJO3, dan Rudi S. SUYONO4 Jurusan Teknik Sipil ITB, Jalan Ganesha 10, Bandung 40132, Indonesia E-mail:
[email protected] Abstract To estimate an Origin-Destination (OD) matrix based on traffic counts, traffic count is the major input which obviously affects the accuracy of the estimated matrix. Therefore, any process regarding the traffic count such as the amount and their locations have to be carefully studies to obtain the optimal results. Theoretically, the more data we have, the better will be the estimated OD matrices. However, this is costly and requires long process; therefore, the objective is to obtain the best location and the optimum amount of traffic counts. The model considered 3 (three) major factors i.e. (a) proportion factor of the intrazonal trips for each link, (b) independence and inconsistency conditions, and (c) link condition. Moreover, the optimum amount of traffic count data in obtained based on efficiency consideration. The model has been tested in Bandung consisting of 145 zones and 2485 links (arterial, collector, and local roads). The first stage have been able to select 969 links out of 2485 links (1516 links unselected) and 646 links of them has been reselected in the second stage (another 323 unselected). The best link obtained in the second stage is reevaluated again using link condition criteria and finally obtain the best location of traffic count. The study has also found that the optimum number of traffic count data is about 90 links (around 3,6% of total links).
1.
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam perencanaan dan pemodelan transportasi sangat diperlukan tersedianya informasi pola pergerakan manusia dan/atau barang yang biasanya diwakili dengan Origin-
Destination Matrix (OD Matrix) atau Matriks Asal-Tujuan (MAT). Metode estimasi MAT yang selama ini digunakan pada umumnya membutuhkan waktu pengumpulan data yang lama serta biaya yang cukup besar sehingga pada akhirnya semakin membuat kompleks permasalahan yang terjadi. Metode estimasi MAT berdasarkan data arus lalulintas yang termasuk kelompok Metode Tidak Konvensional (MTK) merupakan suatu metode estimasi yang cukup efektif dan ekonomis namun memiliki tingkat kehandalan yang tinggi karena data utama yang dibutuhkannya adalah berupa informasi data arus lalulintas yang
1 2 3 4
diterbitkan dalam Jurnal Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Desember 2000, Hal 1−23. Staf Pengajar, Jurusan Teknik Sipil ITB, Wakil Ketua Program Magister Transportasi ITB, dan Ketua Forum Studi Transportasi antar Perguruan Tinggi (FSTPT). Staf Pengajar dan Ketua Laboratorium Rekayasa Lalulintas, Jurusan Teknik Sipil ITB. Lulusan Magister Rekayasa Transportasi, Jurusan Teknik Sipil ITB.
1
umumnya untuk memperolehnya membutuhkan biaya yang cukup murah, banyak tersedia dan mudah didapat. Untuk itulah dapat dipahami bahwa metode estimasi MAT dengan menggunakan data arus lalulintas menjadi sangat menguntungkan untuk dipakai. MTK ini terasa sekali sangat diperlukan untuk negara sedang berkembang, terutama bagi kota yang membutuhkan pemecahan masalah transportasi yang bersifat cepat tanggap. Ini diperkuat dengan keterbatasan yang biasanya ada di negara sedang berkembang, yaitu dalam hal sumber daya manusia, waktu dan biaya yang kurang memadai. Hal ini pada akhirnya menghasil kualitas data survei yang rendah terutama bila menggunakan metode estimasi MAT secara konvensional. Oleh sebab itu, sangat diperlukan MTK yang hanya memerlukan data yang dapat diperoleh dengan biaya yang murah dan dalam waktu yang cukup singkat. 1.2 Dasar Analisis Data arus lalulintas merupakan masukan utama yang digunakan untuk estimasi MAT dengan menggunakan MTK. Untuk itu, setiap proses yang berkaitan dengan data arus lalulintas terutama yang berhubungan dengan pengumpulan data, banyaknya data yang akan dipergunakan serta dimana saja lokasi pengumpulan data tersebut harus dipertimbangkan dengan baik agar hasil yang diperoleh dapat optimal. Proses pengumpulan data merupakan hal utama dan pertama kali dilakukan dari seluruh tahapan analisis estimasi MAT dengan metode ini. Kesalahan dan ketidakefisienan dari proses ini akan berakibat pada keseluruhan proses analisis dan pada akhirnya akan menyebabkan MAT yang dihasilkan memiliki tingkat akurasi yang rendah serta mengakibatkan model ini menjadi kurang handal. Berdasarkan hal tersebut, maka terdapat dasar analisis yang digunakan pada penelitian ini. 1.2.1 Lokasi terbaik Beberapa dasar analisis yang digunakan pada proses penentuan lokasi terbaik ini adalah:
2
a.
Proporsi pergerakan antarzona pada suatu ruas jalan
Besarnya arus lalulintas yang terjadi pada suatu ruas jalan pada dasarnya merupakan total dari seluruh pergerakan yang terjadi dari suatu zona asal i ke zona tujuan d yang menggunakan ruas jalan tersebut sebagai bagian dari rute terbaiknya. Dengan demikian pada arus lalulintas yang terjadi pada suatu ruas jalan terdapat informasi pergerakan antar zona yang diwakili oleh besarnya proporsi pergerakan dari suatu zona asal ke zona tujuan yang menggunakan ruas jalan tersebut. Kondisi ini dinyatakan sebagai:
V l = ∑∑ Tid . p idl i
(1)
d
Berdasarkan hal tersebut, menurut (Tamin, 2000) salah satu tahap terpenting dari proses estimasi MAT dari data arus lalulintas adalah identifikasi rute yang dilalui oleh setiap pergerakan dari setiap zona asal i ke setiap zona tujuan d. Dalam kasus ini, peubah plid digunakan untuk mendefenisikan proporsi pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d yang bergerak melalui ruas jalan l. Jadi dengan kata lain, arus pada setiap ruas jaringan jalan adalah produk dari: •
pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d atau kombinasi berbagai jenis pergerakan yang bergerak antar zona di dalam suatu daerah kajian (Tid);
•
proporsi pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d yang menggunakan ruas jalan l yang didefenisikan sebagai plid (0≤plid≤1).
Dalam penentuan lokasi traffic count, lokasi ruas jalan yang memiliki banyak informasi pergerakan antarzona yang dalam hal ini dapat dilihat dari besar dan jumlah nilai plid yang terdapat pada ruas jalan tersebut akan cukup baik untuk digunakan sebagai kriteria penentuan lokasi traffic count. b.
Kondisi hubungan antarruas jalan
•
Saling ketergantungan (independence) antarruas
Pergerakan arus lalulintas
pada suatu ruas jalan tertentu pada dasarnya merupakan akumulasi atau penjumlahan
3
dari arus lalulintas dari ruas-ruas jalan lain yang kemudian memasuki ruas jalan tersebut. Gambar 1 memperlihatkan bahwa
arus lalulintas pada ruas 5–6 adalah
penjumlahan arus pada ruas 1–5 dan 2–5, sehingga dalam hal ini tidak ada gunanya menghitung arus pada ruas 5–6 karena berdasarkan prinsip kontinuitas,V56=V15 +V25. 1
3 V15
V63 V56 6
5 V25
V64
2
4
Gambar 1: Jaringan Jalan Sederhana (Sumber: Tamin, 1988) Berdasarkan prinsip kontinuitas tersebut pada dasarnya hanya dibutuhkan data arus lalulintas pada 3 (tiga) ruas jalan saja untuk mendapatkan arus pada semua jalan pada Gambar 1. Karena itu, dari sisi ekonomi dan prinsip pergerakan yang terjadi, perlu diperhatikan cara memilih ruas jalan yang cocok untuk mendapatkan data arus lalulintasnya (Tamin, 2000). •
Kondisi ketidakkonsistenan (inconsistency) arus lalulintas Kondisi yang berupa permasalahan ketidakkonsistenan dalam perhitungan arus lalulintas timbul jika kondisi kontinuitas arus lalulintas tidak dipenuhi oleh data hasil pengamatan. Dalam hal kasus pada gambar 1 di atas, kondisi ketidakkonsistenan arus lalulintas dari pengamatan tidak memenuhi prinsip kontinuitas dan bisa bisa menghasilkan persamaan berikut:
atau
V56 ≠V15 +V25
(2)
V15 +V25 ≠V63 +V64
(3)
4
Permasalahan ketidakkonsistenan ini biasanya bisa timbul karena galat manusia pada saat pengumpulan data arus lalulintas atau mungkin juga karena perhitungan yang dilakukan pada saat yang tidak bersamaan. Akibatnya, tidak ada solusi MAT yang menghasilkan kembali arus lalulintas yang tidak konsisten. Salah satu cara untuk menghindari masalah ini adalah dengan memilih ruas-ruas jalan yang saling tidak berkaitan untuk dihitung arus lalulintasnya (Tamin, 2000). 1.2.2 Jumlah data arus lalulintas optimum Persamaan (1) merupakan persamaan dasar yang dikembangkan pada model estimasi MAT berdasarkan informasi data arus lalulintas. Pada model ini peubah plid dapat diestimasi dengan menggunakan model pembebanan rute. Dengan mengetahui nilai plid dan satu set data arus lalulintas ( Vˆl ), didapatkan N2 buah Tid yang harus diestimasi dari L persamaan linier simultan (persamaan 1) dengan jumlah data arus lalulintas. Secara prinsip, N2 data arus lalulintas dibutuhkan untuk dapat menaksir matriks [Tid]; [N2−N] jika perjalanan intrazona diabaikan. Secara praktis, jumlah data arus lalulintas yang diperoleh jauh lebih sedikit dari jumlah Tid yang ditaksir sehingga tidak mungkin diperoleh solusi (Tamin, 1988). Untuk mengatasi hal ini (Tamin, 1988) telah mengembangkan suatu solusi dengan cara memodelkan perilaku pemakai jalan dengan suatu model kebutuhan pergerakan tertentu seperti model Gravity (GR) atau model Gravity-Opportunity (GO). Dalam hal ini, hipotesa yang digunakan adalah bahwa semakin banyak jumlah set data arus lalulintas yang diperoleh dan digunakan dalam proses penaksiran MAT, akan semakin baik dan semakin meningkatkan akurasi MAT yang diperoleh, namun demikian hal ini tentu saja membutuhkan sumberdaya yang cukup besar dan mahal serta memerlukan waktu yang tidak sedikit dan belum tentu efisien. Melalui penelitian ini akan diketahui seberapa besar pengaruh jumlah data arus lalulintas yang digunakan terhadap tingkat akurasi MAT serta berapa jumlah optimum data arus lalulintas tersebut.
5
2.
METODE TIDAK KONVENSIONAL (MTK)
2.1 Metode Estimasi Tujuan model ini adalah secara efektif menyatukan ke dalam suatu proses semua hal yang biasa dilakukan dalam model perencanaan transportasi empat tahap, lengkap dengan galatnya masing-masing. Ada beberapa alasan utama mengapa data arus lalulintas sangat menarik digunakan sebagai data utama dalam proses penaksiran MAT yaitu (Tamin, 2000): a.
Murah, Jenis data seperti ini murah karena hanya membutuhkan tenaga kerja yang sedikit serta dapat menggunakan penghitung lalulintas otomatis.
b.
Ketersediaan, Arus lalulintas biasanya sudah tersedia karena sering digunakan untuk kajian transportasi perkotaan atau antar kota.
c.
Tidak mengganggu, Data arus lalulintas bisa didapat tanpa mengganggu arus lalulintas sehingga kemacetan ataupun tundaan serta gangguan lalulintas lain dan bagi pengguna jalan bisa dihindari.
Dengan MTK ini, perilaku pemakai jalan dianggap dapat diwakili dengan suatu model kebutuhan transportasi tertentu seperti model Gravity (GR) atau model Gravity-Opportunity (GO). Arus lalulintas dinyatakan sebagai fungsi MAT yang dinyatakan sebagai fungsi suatu model kebutuhan transportasi dengan parameternya. Tamin (2000) mengungkapkan bahwa Nguyen (1982) telah mengulas secara rinci kemuktahiran (state of the art) penelitian yang berkaitan dengan mengestimasi MAT dengan mengunakan data arus lalulintas. Jika terdapat sejumlah pergerakan antarzona dalam suatu daerah kajian dan diasumsikan bahwa pergerakan antarzona dalam daerah tersebut dapat diwakili oleh suatu model kebutuhan transportasi, maka total pergerakan Tid dengan zona asal i dan zona tujuan
d tadi dapat dinyatakan sebagai:
Tid = Oi . Dd . Ai . Bd . f id Ai dan Bd = faktor penyeimbang yang dapat dinyatakan dengan:
6
dimana:
(4)
Ai =
1 ∑ ( Bd .Dd . f id )
dan
d
Bd =
1 ∑ ( Ai .Oi . f id )
(5)
i
fidk = fungsi biaya (fungsi eksponensial negatif exp(−β.Cidk)) Dengan mensubtitusikan persamaan (4) pada persamaan dasar (1), maka persamaan dasar untuk model estimasi kebutuhan transportasi dari data arus lalulintas ini dapat dinyatakan:
Vl = ∑ ∑ O i . Dd . Ai . Bd . f id .( p idl ) i
(6)
d
Persamaan dasar ini sangat penting dan sering digunakan dalam banyak pustaka baik untuk mengestimasi MAT maupun mengkalibrasi model kebutuhan transportasi dari data arus lalulintas; contohnya (Tamin, 1988). 2.2 Metode Kalibrasi Dalam proses estimasi MAT dengan data arus lalulintas proses pengkalibrasian model merupakan unsur kunci pemecahan masalah. Model ini bertujuan untuk mengkalibrasi model dari data arus lalulintas yaitu untuk memperoleh besaran parameter yang akan digunakan untuk mengestimasi MAT. Dalam hal ini jumlah ruas jalan yang dibutuhkan sekurangkurangnya sama dengan jumlah parameter model yang tidak diketahui. Secara praktis, sangatlah kecil kemungkinan mendapatkan informasi data arus lalulintas yang bebas dari kesalahan. Hampir selalu terdapat kesalahan pada data arus lalulintas, definisi sistem jaringan atau sistem zona, atau mungkin pada teknik pembebanan rute yang digunakan untuk menjelaskan rute yang dipilih pengendara. Oleh karena itu, dibutuhkan tambahan jumlah ruas jalan untuk menanggulangi jenis kesalahan seperti ini. Tamin (1988) mengembangkan dua kelompok utama metode estimasi yang dapat digunakan untuk mengkalibrasi parameter model transportasi yang diusulkan dari data arus lalulintas, yaitu metode estimasi Kuadrat-Terkecil (KT) dan metode estimasi KemungkinanMaksimum (KM). Ide utama dibalik kedua metode estimasi itu adalah mencoba
7
mengkalibrasi parameter yang tidak diketahui, yang meminimumkan perbedaan antara arus lalulintas hasil pemodelan dan hasil pengamatan. Hal ini bisa didapat dengan menggunakan ukuran kemiripan antara arus lalulintas hasil pemodelan dan hasil pengamatan, misalnya formula kuadrat-terkecil atau kemungkinan-maksimum (Tamin, 2000). 3.
METODOLOGI STUDI
3.1 Analisis Penentuan Lokasi Traffic Count Terbaik Analisis yang dilakukan untuk penentuan lokasi traffic count terbaik ini dilakukan dalam 2 (dua) tahap seleksi. Setiap tahap analisis tersebut akan menentukan lokasi traffic count terbaik berdasarkan kriteria yang digunakan. Seluruh proses analisis yang dilakukan dilakukan menggunakan model estimasi MTK yaitu model Gravity-Opportunity (GO). Tiga tahap seleksi lokasi traffic count yaitu: a.
Seleksi tahap I: berdasarkan parameter proporsi pergerakan pada ruas jalan (nilai pidl)
Parameter utama yang digunakan pada seleksi tahap I adalah nilai proporsi pergerakan pada setiap ruas jalan yang ada pada wilayah studi. Nilai proporsi pergerakan (pidl) pada suatu ruas jalan pada dasarnya adalah besarnya perbandingan jumlah arus lalulintas yang bergerak dari suatu zona asal ke suatu zona tujuan yang menggunakan suatu ruas jalan sebagai ruas terbaiknya terhadap seluruh jumlah arus lalulintas yang bergerak antara kedua zona
tersebut.
Dengan
demikian
nilai
pidl,
yang
nilainya
berkisar
antara
0−1,
menggambarkan besar kecilnya arus lalulintas yang bergerak dari satu zona ke zona lainnya yang menggunakan ruas tertentu. Semakin besar nilai pidl menggambarkan semakin besar pula jumlah arus lalulintas yang bergerak dari zona asal i ke zona tujuan d yang menggunakan ruas jalan l. Pergerakan arus lalulintas pada suatu ruas jalan pada dasarnya merupakan penjumlahan seluruh arus yang bergerak dari suatu zona asal i ke zona tujuan d. Sesuai persamaan 1
8
maka pada setiap ruas jalan mengandung nilai pidl yang mungkin cukup bervariasi serta sangat tergantung pada aksesibilitas ruas tersebut antara suatu zona asal dan zona tujuan yang ada. Banyaknya nilai jumlah pidl pada suatu ruas ditentukan oleh banyaknya zona asal dan zona tujuan yang ada pada suatu daerah studi. Jadi bila terdapat N jumlah zona, maka pada tiap ruas akan terdapat sejumlah NxN nilai pidl. Pada seleksi tahap I ini dilakukan seleksi lokasi traffic count dengan menggunakan parameter pidl ini sebagai parameter yang dapat mengambarkan pergerakan yang terjadi pada suatu ruas jalan. Selanjutnya untuk memperoleh hubungan antara besarnya proporsi pergerakan (pidl) dan jumlah pergerakan antarzona yang terjadi digunakan parameter
Weighted Mean sebagai berikut:
µˆ =
k .∑ Tid . p idl id 2
N .∑ Tid
(7)
id
dimana: µˆ = weighted mean N = jumlah zona pada wilayah studi
k = jumlah nilai pidl>0
Pada tahap ini ruas-ruas jalan yang memiliki nilai weighted mean ( µˆ ) = 0 atau yang memiliki nilai pidl=0 dengan jumlah 100% dari seluruh total pidl akan terseleksi dan tidak lolos dari seleksi tahap ini. Sedangkan untuk ruas-ruas yang berhasil lolos akan ditentukan peringkatnya berdasarkan nilai weighted mean tersebut. Peringkat ini selanjutnya akan digunakan pada seleksi tahap selanjutnya. b.
Seleksi tahap II: berdasarkan parameter hubungan antarruas
Pada seleksi tahap II ini akan dilakukan seleksi ruas jalan berdasarkan hubungan antarruas tersebut sedemikian rupa sehingga ruas yang terpilih sebagai ruas terbaik akan memenuhi persayaratan teknis serta eknomis. Pada seleksi tahap II ini proses seleksi dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi ketergantungan (independence) dan faktor ketidakkonsistenan
9
(inconsistency). Seleksi tahap II ini dilakukan baik terhadap lokasi yang lolos dari seleksi tahap I. Berdasarkan prinsip ketergantungan (independence) jumlah pergerakan dari suatu ruas tertentu pada dasarnya merupakan penjumlahan dari ruas-ruas yang arah pergerakannya masuk ke ruas tersebut atau dikenal sebagai prinsip kontinuitas dimana V1=V2+V3. Prinsip ini diambil dengan asumsi bahwa tidak ada arus lalulintas yang hilang ditengah-tengah ruas. Sedangkan
berdasarkan
prinsip
yang
digunakan
terhadap
kemungkinan
terjadinya
ketidakkonsistenan (inconsistency) pada data arus lalulintas adalah dengan menghindari terjadinya pengambilan data pada lokasi yang saling berdekatan atau saling berhubungan sedemikian
rupa
sehingga
memungkinkan
dapat
diminimalisasi
terjadinya
masalah
ketidakkonsistenan dalam data arus yang diperoleh. Seleksi yang dilakukan pada ruas-ruas jalan yang saling berhubungan berusaha untuk mengakomodasi kedua hal tersebut disamping menghindari terjadinya ketidakefisienan sehingga dalam mengeliminasi ruas-ruas yang saling berhubungan pada satu sisi dapat diperoleh informasi arus lalulintas secara optimal, namun disisi lain diusahakan untuk dapat meminimalisasi kemungkinan terjadinya kondisi inconsistency pada arus lalulintas hasil pengamatan. c.
Seleksi tahap III: berdasarkan kondisi ruas lokasi traffic count
Tahap ini merupakan proses penentuan peringkat lokasi traffic count dengan memperhatikan berbagai kriteria yang terkait dengan kondisi ruas jalan yang ada. Beberapa parameter yang berpengaruh akan dipertimbangkan dalam menentukan peringkat lokasi, yaitu: a.
Kriteria peringkat ruas berdasarkan hasil seleksi I dan II (parameter pidl dan hubungan antarruas)
Ruas-ruas yang terpilih dari hasil seleksi tahap I dan II
sebagai lokasi traffic count terbaik. Kriteria ini dipergunakan karena ruas-ruas yang memiliki nilai proporsi pergerakan (nilai pidl) yang kemudian dibobotkan dengan parameter weighted mean cukup besar berarti pada ruas tersebut memiliki informasi
10
pergerakan antarzona yang cukup banyak dan cukup banyak pula dilalui pergerakan, selanjutnya berdasarkan analisis hubungan antarruas maka arus lalulintas yang terjadi pada ruas-ruas tersebut
apabila dilakukan survei traffic count akan memenuhi
persyaratan kontinuitas (hubungan saling ketergantungan) dan terhindar dari kemungkinan terjadinya inkonsistensi pada arus lalulintas tersebut. Pada analisis ini proses pembobotan pada kriteria ini dilakukan berdasarkan persentase urutan peringkat terbaik dari semua ruas yang lolos seleksi tahap I dan II. b.
Kriteria kondisi kemacetan (degree of saturation/DS)
Pada suatu ruas jalan
yang sering terjadi kemacetan maka arus lalulintas yang terjadi pada dasarnya merupakan interuppted traffic dimana apabila memungkinkan pelaku perjalanan akan menghindari ruas jalan tersebut sebagai bagian dari rute perjalanan dengan demikian pada ruas-ruas jalan seperti ini walaupun arus lalulintas yang terjadi cukup banyak namun tidak akan efektif bila dilakukan survei pengumpulan data arus lalulintas pada lokasi tersebut. Untuk itu ruas-ruas jalan seperti ini sedapat mungkin untuk dihindari sebagai lokasi traffic count. Pada kriteria ini pembobotan dilakukan berdasarkan besarnya nilai DS yang terjadi pada ruas jalan tersebut. c.
Kriteria kondisi gangguan samping pada ruas jalan
Suatu ruas jalan yang
banyak mengalami gangguan samping seperti banyaknya jalan akses di sekitar ruas jalan
tersebut
kurang
baik
untuk
digunakan
sebagai
lokasi
survei
karena
memungkinkan banyaknya kendaraan yang keluar masuk pada jalan akses tersebut yang akan mempersulit proses pengumpulan data dan pada akhirnya memperkecil tingkat akurasi data-data yang dikumpulkan. Untuk itu sedapat mungkin ruas yang terpilih sebagai lokasi traffic count memiliki hambatan samping yang tidak besar. Proses pembobotan pada kriteria ini dilakukan berdasarkan kelas hambatan samping yang terjadi pada ruas jalan tersebut berdasarkan ketentuan dari (IHCM, 1997).
11
Analisis penentuan peringkat lokasi traffic count pada tahap ini merupakan upaya untuk mengurangi berbagai pengaruh dari kondisi ruas yang dapat mengakibatkan proses survei traffic count pada lokasi terpilih menjadi tidak effisien terutama terhadap akurasi, konsistensi, dan kehandalan dari data yang dihasilkan. Analisis yang dilakukan adalah berupa analisis multi-kriteria sederhana. Pada proses pertama untuk melakukan analisa ini dilakukan proses pembobotan kriteria (Quantification of Criteria) dari setiap kriteria sebagai berikut: Tabel 1: Quantification of criteria pada analisis penentuan peringkat lokasi traffic count No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kriteria I Urutan peringkat 0% - 10% terbaik 10% - 20% terbaik 20% - 30% terbaik 30% - 40% terbaik 40% - 50% terbaik 50% - 60% terbaik 60% - 70% terbaik 70% - 80% terbaik 80% - 90% terbaik 90% - 100% terbaik
Qc 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kriteria II DS 0.0 – 0.1 0.1 – 0.2 0.2 – 0.3 0.3 – 0.4 0.4 – 0.5 0.5 – 0.6 0.6 – 0.7 0.7 – 0.8 0.8 – 0.9 0.9 – 0.10
Qc 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kriteria III Kelas SF VL L M H VH -
Qc 1 2 3 4 5 -
Keterangan : 1. Kriteria 1 : Berdasarkan hasil seleksi tahap I dan II (proposi pergerakan dan hubungan antar ruas) 2. Kriteria II : Derajat kejenuhan (Degree of Saturation/DS) 3. Kriteria III : Hambatan samping (Side Friction)
Kemudian pada analisis penentuan peringkat lokasi traffic count terbaik akan dilakukan beberapa skenario. Hal ini dilakukan sedemikian sehingga dapat diperoleh hasil yang optimal berdasarkan tingkat sensitifitas dari setiap kriteria yang ada. Adapun skenario yang dilakukan adalah dengan memberikan bobot yang berbeda pada setiap kriteria. Tabel 2: Skenario analisis penentuan peringkat No
Kriteria
1 2 3
Kriteria I Kriteria II Kriteria III
Pembobotan skenario I II III 1 3 5 3 5 1 5 1 3
Selanjutnya peringkat ruas ditentukan berdasarkan nilai Wc yang terkecil sebagai ruas dengan peringkat tertinggi sampai pada ruas yang memiliki nilai Wc terbesar sebagai ruas dengan peringkat terendah.
12
3.2 Studi Penentuan Jumlah Data Arus Lalulintas Optimum Untuk memperoleh jumlah data arus lalulintas optimum, maka harus diperoleh hubungan kuantitatif antara jumlah data arus lalulintas yang digunakan dalam proses estimasi MAT dengan tingkat akurasi MAT yang dihasilkan. Proses ini dapat dilakukan dengan 2 (dua) buah metode untuk mengetahui sensitivitas jumlah data ruas lalulintas dan peringkat lokasi traffic
count terhadap akurasi MAT. a.
Metode I (secara urutan/sorted)
Pada metode ini dipilih kombinasi jumlah data arus lalulintas yang digunakan dalam estimasi MAT (MAT model) yang diperoleh dari proses pembebanan suatu MAT pembanding. Pemilihan kombinasi pada metode I ini dilakukan berdasarkan urutan lokasi traffic count terbaik hasil seleksi tahap II. Kombinasi jumlah data tersebut dipilih bervariasi dari 2 buah data, 4 buah data dan seterusnya sampai dengan penggunaan seluruh data yang ada. Dengan membandingkan kesesuaian antara MAT model dan MAT pembanding (MAT 100%) menggunakan uji statistik, maka akan diketahui perilaku perubahan tingkat akurasi MAT terhadap jumlah data arus lalulintas serta selanjutnya dapat ditentukan suatu jumlah data optimum. b.
Metode II (secara acak/random)
Metode ini hampir serupa dengan metode I diatas, hanya saja pada metode ini lokasi yang digunakan diambil secara acak. Jadi lokasi mana saja yang termasuk lokasi terbaik berpeluang untuk digunakan sebagai data arus lalulintas baik. Sebagaimana halnya pada metode sebelumnya, pada metode ini akan diperoleh suatu jumlah data arus lalulintas optimum. Hasil dari kedua metode ini kemudian dibandingkan dan kembali diuji tingkat keakurasian MAT-nya sedemikian rupa sehingga jumlah data arus lalulintas optimum dapat diperoleh.
13
4.
DAERAH KAJIAN
Batas wilayah studi yang digunakan adalah seluruh wilayah Kotamadya Bandung dan Kabupaten Bandung yang berada disekitar perbatasan Kotamadya. Hal ini didasarkan pertimbangan bahwa Kabupaten Bandung memiliki interaksi kegiatan ekonomi yang cukup tinggi dengan Kotamadya Bandung. Sistem pembagian zona di Kotamadya Bandung dibagi berdasarkan kelurahan dengan jumlah kelurahan 139 buah, sedangkan kabupaten Bandung pembagian zona berdasarkan kecamatan dengan jumlah kecamatan 41 buah. Berdasarkan data tersebut pembagian zona yang dilakukan pada wilayah studi terdiri dari 100 zona di Kotamadya Bandung, 39 zona di Kabupaten Bandung dan untuk mengantisipasi pergerakan yang berasal dari luar wilayah studi dibuat zona tersendiri yaitu zona eksternal yang terdiri dari kecamatan yang berada diluar wilayah studi sebanyak 6 buah zona. Sistem jaringan yang digunakan pada studi ini terdiri dari semua hirarki jalan yaitu arteri, kolektor dan sebagian jalan lokal sehingga terdapat sebanyak 2485 ruas jalan yang dianalisis pada penelitian ini. 5.
HASIL ANALISIS
5.1 Penentuan Lokasi Traffic Count Terbaik a.
Seleksi
tahap I: berdasarkan parameter proporsi pergerakan pada ruas
jalan Sebagaimana telah diungkapkan bahwa pada seleksi tahap I parameter yang digunakan adalah nilai pidl yang dapat diketahui dengan menggunakan teknik pembebanan rute. Dalam penelitian ini akan digunakan teknik equilibrium. Dalam wilayah studi ini terdapat sebanyak 145 zona bangkitan dan tarikan pergerakan dan 2485 ruas; dengan demikian terdapat nilai
pidl sebanyak (145x145)=21025 buah untuk setiap ruas jalan sehingga total terdapat sebanyak 2485x21025 buah nilai pidl. Selanjutnya, untuk setiap ruas jalan tersebut akan dihitung nilai rata-rata pidl dalam bentuk Weighted Mean ( µˆ ). Ruas jalan yang memiliki nilai
14
Weighted Mean ( µˆ ) = 0 atau seluruh nilai pidl-nya adalah nol akan terseleksi secara otomatis. Dari hasil analisis tahap I ini berhasil lolos sebanyak 969 ruas jalan dari 2485 ruas yang ada (1516 ruas gugur). Ruas-ruas yang lolos tahap I ini selanjutnya akan dianalisis pada tahap berikutnya yaitu seleksi berdasarkan hubungan antarruas. Sebagian hasil seleksi tahap I (hanya 10 ruas jalan dengan peringkat tertinggi) dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3: Hasil seleksi tahap I (hanya ditampilkan 20 ruas dengan peringkat tertinggi) Peringkat Ruas
Nomor Ruas
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
331 311 1324 313 1458 891 1967 1100 927 889 2142 1448 256 342 939 1457 1545 1024 1178 469
b.
Simpul ruas Dari Ke
1044 1037 201 1038 432 660 695 437 207 42603 657 210 1019 1048 101 20803 32302 326 633 1087
Arus smp/jam
Jumlah Pidl >0.0
Weighted mean
Nama jalan
1131 1049 855 561 1076 811 904 646 1029 938 551 985 841 679 304 918 491 517 1106 1087
3921 3946 3238 3927 1884 2275 2002 2666 1661 1798 3019 1661 1922 2338 5128 1640 3044 2826 1285 1304
0,0039 0,0036 0,0024 0,0019 0,0018 0,0016 0,0016 0,0015 0,0015 0,0015 0,0014 0,0014 0,0014 0,0014 0,0014 0,0013 0,0013 0,0013 0,0012 0,0012
Otto Iskandar D. Merdeka Elang Lembong Otto Iskandar D. Perintis Cipaganti Otto Iskandar D. Otto Iskandar D. Merdeka Wastu Kencana Suniaraja Dr. Setia Budi Sukarno Hatta Rajawali Barat Otto Iskandar D. Sukarno Hatta Sukarno Hatta Kiara Condong Kiara Condong
601 660 102 21504 604 65802 404 44001 1044 1037 42502 207 405 32304 201 432 220 221 1089 633
Seleksi tahap II: berdasarkan parameter hubungan antarruas
Pada seleksi tahap II ini dilakukan seleksi ruas jalan berdasarkan parameter hubungan antarruas sehingga ruas yang terpilih sebagai ruas terbaik akan memenuhi persyaratan teknis
serta
ekonomis
(efisiensi).
Pada
seleksi
ini,
seleksi
dilakukan
dengan
mempertimbangkan faktor ketergantungan (independence) dan faktor ketidak-konsistenan (inconsistency). Ruas-ruas yang lolos dari seleksi tahap I akan dilihat hubungan terhadap ruas-ruas lainnya yang sama-sama lolos dari seleksi tahap I. Selanjutnya dilakukan proses seleksi sehingga permasalahan yang berkaitan dengan masalah hubungan antarruas dapat diminimalisasi. Proses ini dapat dilakukan secara manual (dengan bantuan peta jaringan
15
jalan) ataupun menggunakan algoritma dan program komputer. Untuk analisis tahap II ini, seleksi lokasi traffic count ini dilakukan terhadap 969 ruas jalan telah berhasil lolos dari seleksi tahap I. Berdasarkan hasil analisis hubungan antarruas, maka untuk seleksi tahap II ini berhasil terpilih sebanyak 646 ruas jalan dari 969 buah ruas jalan (323 ruas gugur). Sebagian ruas jalan yang berhasil lolos seleksi tahap II dapat dilihat pada tabel 4 (hanya 20 ruas dengan peringkat tertinggi yang ditampilkan). Tabel 4: Hasil Seleksi Tahap II (Hanya Ditampilkan 20 Ruas Dengan Peringkat Tertinggi) No.
Nomor ruas
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
331 311 1324 313 1458 891 1967 1100 927 889 2142 1448 256 342 939 1457 1545 1024 1178 469
c.
Simpul ruas Dari Ke 1044 601 1037 660 201 102 1038 21504 432 604 660 65802 695 404 437 44001 207 1044 42603 1037 657 42502 210 207 1019 405 1048 32304 101 201 20803 432 32302 220 326 221 633 1089 1087 633
Namajalan
Peringkat hasil seleksi tahap II
Arus smp/jam
Otto Iskandar D. Merdeka Elang Lembong Otto Iskandar D. Perintis Cipaganti Otto Iskandar D. Otto Iskandar D. Merdeka Wastu Kencana Suniaraja Dr. Setia Budi Sukarno Hatta Rajawali Barat Otto Iskandar D. Sukarno Hatta Sukarno Hatta Kiara Condong Kiara Condong
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
1131 1049 855 561 1076 811 904 646 1029 938 551 985 841 679 304 918 491 517 1106 1087
Seleksi tahap III
Tahap III ini merupakan proses akhir penentuan peringkat lokasi traffic count dengan memperhatikan beberapa kriteria yang terkait dengan kondisi ruas jalan ada seperti yang terlah dijelaskan sebelumnya. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan untuk peringkat lokasi traffic count terbaik pada tahap III ini, maka 10 ruas dengan peringkat ruas tertinggi dapat dilihat pada tabel 5.
16
Tabel 5: Hasil Analisis Tahap III (hanya ditampilkan 20 Ruas Dengan Peringkat Tertinggi) Simpul ruas
No.
No. ruas
Dari
Ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
2142 939 2146 2138 313 891 233 309 1959 268 2088 2473 1349 2077 2430 1500 311 1324 1967 889
657 101 65801 42401 1038 660 1304 1036 403 1023 681 93502 21602 42501 69201 21501 1037 201 695 42603
42502 201 42403 657 21504 65802 302 42601 402 409 7251 936 104 417 69303 93503 660 102 404 1037
Nama jalan
Wastu Kencana Rajawali Barat Wastu Kencana Wastu Kencana Lembong Perintis Cimindi Merdeka Sukajadi Ir. H. Juanda Taman Sari Sumatera Veteran Wastu Kencana Cipaganti Sumatera Merdeka Elang Cipaganti Merdeka
Arus Peringkat Peringkat smp/ja tahap I Tahap II m
551 304 292 276 561 811 260 406 638 629 463 314 360 351 349 241 1049 855 904 938
11 15 51 62 4 6 37 49 50 52 60 65 94 104 111 139 2 3 7 10
11 15 50 60 4 6 37 48 49 51 58 63 85 92 98 121 2 3 7 10
Seleksi tahap III Total Peringkat Wc tahap III
36 36 36 36 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 45 54 54 54 54
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Terlihat pada tabel 5, hasil peringkat pada tahap II kembali dievaluasi kembali berdasarkan kondisi ruas jalan. Misalnya, ruas 2142 berada pada peringkat 11 menjadi ruas peringkat 1 setelah evaluasi tahap III. Sama halnya dengan ruas 2146, peringkat 50 pada tahap II menjadi peringkat 2 pada tahap III. Hal ini membuktikan faktor kondisi ruas jalan sangat menentukan dalam proses pemilihan peringkat meskipun dari kriteria tahap I dan II sudah menjamin mendapat peringkat tinggi. 5.2 Penentuan Jumlah Optimum Data Arus Lalulintas Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa analisis penentuan jumlah data arus lalulintas optimum ini dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) pendekatan yaitu pendekatan terurut berdasarkan hasil peringkat urutan lokasi terbaik (sorted) dan pendekatan acak dari lokasi tersebut (random). Kedua metode ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh dan sensitivitas peringkat ruas yang telah ditentukan terhadap keakurasian MAT yang dibentuk.
17
Dalam
penelitian
ini,
pembentukan
MAT
model
berdasarkan
data
arus
lalulintas
menggunakan model Gravity-Opportunity (GO). Anindito (2000) menyatakan parameter model GO terbaik untuk Kotamadya Bandung adalah ε=0,4 dan µ=1,0. Nilai parameter ini yang selanjutnya digunakan pada pembentukan MAT. Untuk analisis ini, model harus dikalibrasi untuk mengetahui parameter model GO yang tidak diketahui (α dan β). Proses kalibrasi ini dilakukan dengan menggunakan metode Kuadrat-Terkecil-Tidak-Linier-Berbobot (KTTLB). Jumlah data arus lalulintas optimum yang dihasilkan dengan menggunakan metode terurut (sorted) dan metode acak (random) dapat dilihat pada gambar 2−3. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terlihat bahwa untuk penggunaan data arus lalulintas sebanyak 90 buah data baik pada analisis terurut (sorted) maupun acak (random) ini memberikan tingkat akurasi yang tinggi yang hampir sama dengan penggunaan 100% data atau sejumlah 646 buah data. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa jumlah 90 buah data merupakan jumlah data optimum. Hasil lain yang dapat dilihat adalah bahwa pengambilan data arus lalulintas untuk analisis yang dilakukan secara acak memberikan hasil yang kurang baik dibandingkan secara terurut. Selain itu pengambilan data secara terurut berdasarkan peringkat ruas jalan yang ada memungkinkan dapat diperoleh tingkat akurasi MAT yang cukup baik dibandingkan bila dilakukan secara acak. 5.3 Pengujian Hasil Analisis Dari studi yang telah dilakukan, telah diperoleh lokasi traffic count terbaik serta dapat diketahui jumlah data arus lalulintas optimum dalam proses estimasi MAT berdasarkan informasi data arus lalulintas untuk wilayah kota Bandung. Untuk memperoleh validasi dari hasil analisis ini, maka perlu dilakukan suatu pengujian untuk melihat apakah hasil analisis yang telah dilakukan ini sesuai dengan tujuan studi ini. Pengujian ini dilakukan dengan cara melakukan estimasi MAT berdasarkan data arus lalulintas dari lokasi-lokasi yang ‘telah gugur’ dalam seleksi yang telah dilakukan.
18
HUBUNGAN JUMLAH DATA ARUS LALULINTAS - AKURASI MAT (R2) UNTUK ANALISIS SORTED APPROACH 1.20 1.00
NILAI R2
0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
JUMLAH DATA ARUS LALULINTAS (BUAH)
Gambar 2: Grafik hubungan jumlah data arus lalulintas dan nilai R2 (sorted data) 2
HUBUNGAN JUMLAH DATA ARUS LALULINTAS - AKURASI MAT (R ) UNTUK ANALISIS RANDOM APPROACH 1.20 1.00
NILAI R2
0.80 0.60 0.40 0.20 0.00 0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
JUMLAH DATA ARUS LALULINTAS (BUAH)
Gambar 3: Grafik hubungan jumlah data arus lalulintas dan nilai R2 (random data) Jumlah data arus lalulintas yang digunakan adalah 90 buah (jumlah data arus lalulintas optimum). Dari hasil analisis pengujian ini akan dapat diketahui berapa besar pengaruh seleksi dan analisis yang dilakukan karena jika ternyata hasil pada proses pengujian ini sama
19
dengan hasil analisis yang telah dilakukan maka berarti proses seleksi dan analisis yang dilakukan tersebut mengandung kesalahan atau bahkan tidak perlu dilakukan. 5.3.1 Proses pengujian Proses pengujian dilakukan dengan mengestimasi MAT berdasarkan data arus lalulintas dari lokasi yang telah gugur seleksi. Untuk analisis ini digunakan model Gravity Opportunity dan banyaknya jumlah data yang digunakan adalah sebanyak
90 buah data (jumlah data
optimum). Pada tiap model analisis dibentuk 20 kelompok kombinasi data arus lalulintas dengan jumlah data untuk setiap kelompok adalah sejumlah 90 buah data, yang selanjutnya dari tiap kelompok kombinasi dibentuk sebuah MAT. MAT tersebut kemudian dibandingkan dengan MAT pembanding (MAT 100%) yang juga merupakan MAT pembanding dalam analisis sebelumnya. 5.3.2 Hasil analisis pengujian Dari hasil analisis untuk pengujian yang telah dilakukan terlihat bahwa MAT yang dihasilkan dari data arus lalulintas yang diperoleh dari lokasi yang telah gugur seleksi memiliki tingkat akurasi yang cukup rendah yang tampak dari nilai R2 yang diperoleh yaitu hanya berkisar antara 0,30–0,60; padahal pada analisis dengan data dari lokasi yang lolos seleksi diperoleh nilai R2 ≈ 1,00. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa penggunaan lokasi traffic count yang ‘tidak lolos seleksi’ memberikan hasil MAT dengan tingkat akurasi yang cukup rendah. Kondisi ini terjadi karena pada dasarnya pada lokasi tersebut tidak banyak terdapat informasi pergerakan antarzona yang diwujudkan dari kecilnya nilai proporsi pergerakan pada ruas (nilai pidl), sehingga pada akhirnya MAT yang dibentuk berdasarkan data arus lalulintas yang diperoleh dari lokasi-lokasi ini memiliki tingkat akurasi yang sangat rendah. Berdasarkan hasil pengujian ini maka terlihat bahwa tahapan seleksi dan analisis yang telah dilakukan pada studi ini yaitu untuk menentukan lokasi traffic count terbaik berserta jumlah
20
data arus lalulintas optimumnya terbukti cukup baik dan signifikan di dalam meningkatkan akurasi MAT. Adapun hasil dari analisis pengujian ini dapat dilihat pada gambar 4. GRAFIK HASIL PENGUJIAN UNTUK MODEL GRAVITY OPPORTUNITY 1.00 0.90 0.80 0.70
R
2
0.60 0.50 0.40 0.30 0.20 0.10 0.00 0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
Kelompok Kombinasi Data Arus Lalulintas (Tiap Kelompok Berisi 90 Data Arus Lalulintas) Gambar 4: Grafik hasil pengujian untuk parameter R2 6.
KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan lokasi terbaik dan jumlah optimum data arus lalulintas yang dapat menghasilkan MAT berakurasi tinggi. Model seleksi lokasi dilakukan dengan mempertimbangkan 3 (tiga) faktor utama: (a) faktor proporsi pergerakan lalulintas antarzona yang menggunakan setiap ruas jalan, (b) faktor hubungan antarruas seperti kondisi
saling
ketergantungan
(independence)
dan
kondisi
ketidakkonsistenan
(inconsistency) dari arus lalulintas, dan (c) kondisi ruas jalannya. Selanjutnya, penentuan jumlah data optimum didasarkan pada pertimbangan efisiensi yaitu penggunaan jumlah data seminimal mungkin namun masih menghasilkan MAT berakurasi tinggi. Studi dilakukan dalam wilayah studi Kotamadya Bandung yang meliputi 145 zona pergerakan serta mempertimbangkan 2485 ruas jalan sebagai lokasi data arus lalulintas yang terdiri dari jalan arteri, kolektor, dan lokal.
21
Hasil tahap I berhasil menyaring 969 ruas dari 2485 ruas jalan yang ada (1516 gugur pada tahap I), dan selanjutnya 646 ruas tersaring pada tahap II (323 ruas kembali gugur). Peringkat ruas terbaik pada tahap II dievalusi kembali dengan kriteria kondisi ruas jalan sehingga menghasilkan peringkat ruas terbaik (646 ruas). Penelitian menghasilkan bahwa jumlah data arus lalulintas optimum yang dibutuhkan adalah sebanyak 90 buah (sekitar 3,6% dari seluruh ruas jalan yang ada). Penggunaan data arus lalulintas secara terurut dari peringkat loaksi terbaik menghasilkan MAT dengan tingkat akurasi yang jauh lebih baik dibandingkan secara acak. Selain itu proses estimasi MAT dengan menggunakan data arus lalulintas dari lokasi – lokasi yang telah gugur seleksi (tidak memenuhi persyaratan) akan menghasilkan MAT yang memiliki tingkat akurasi yang rendah dibandindingkan dengan analisis MAT dengan menggunakan data dari lokasi terbaik terpilih. 7.
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada University Research for Graduate
Education (URGE) Project, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan bantuan dana untuk penelitian ‘Graduate Team Research Grant, Batch IV, 1998/1999’ dengan judul
Dynamic Origin-
Destination (O-D) Matrices Estimation From Real Time Traffic Count Information dengan kontrak No. 029/HTTP-IV/URGE/1999. 8.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anindito, W. Pengaruh Tundaan Di Persimpangan dan Model Pemilihan Rute Terhadap Akurasi Matriks Asal-Tujuan Yang Diperoleh Dari Informasi Data Arus Lalulintas, Thesis S2, Sistem dan Teknik Jalan Raya, ITB, 2000.
2.
Patunrangi, J. Pengaruh Resolusi Sistem Zona dan Sistem Jaringan Terhadap Akurasi Matriks Asal-Tujuan (MAT) Yang Diperoleh Dari Informasi Arus Lalulintas, Thesis S2, Rekayasa Transportasi, ITB, 2000.
22
3.
Tamin, O.Z. Estimation of Transport Demand model From Traffic Count, PhD Dissertation, University College London, University of London, 1988.
4.
Tamin, O.Z. Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, Edisi 2, Penerbit ITB, Bandung, 2000.
5.
Willumsen,
L.G.
Transportation 10,
Simplified
Transport
Model
Based
on
Traffic
Counts,
Elsevier Scientific Publishing Company, Amsterdam, page
257−278, 1981.
23