Jurnal Ilmiah Solusi Vol. 1 No.1 Januari – Maret 2014: 64-76
Pendidikana Ala “Paulo Freire” Sebuah Renungan Masykur H Mansyur IAIN Cirebon DPK FAI Universitas Singaperbangsa Karawang
LATAR BELAKANG Pada tanggal 2 Mei 1997 Paulo Freire tokoh pendidikan yang sangat kontroversial meninggal dunia.Ia menggugat sistem pendidikan yang telah mapan dalam masyarakat Brasil. Menurut Freire bahwa sistem pendidikan yang ada sama sekali tidak berpihak kepada rakyat miskin, tapi sebaliknya justru mengasingkan dan menjadi alat penindasan bagi penguasa. karenanya sistem yang ada harus dihapus dan digantikan dengan sistem yang lebih memihak kepada kaum miskin. Freire menawarkan suatu sistem pendidikan alternatif yang relevan bagi masyarakat miskin dan marginal. Alternatif yang ditawarkan freire adalah sistem pendidikan “hadap masalah”(problem facing of education)“sebagai kebalikan dari pendidikan “gaya bank”(pedagogy of liberation)1 Konsepsi ini bertolak dari pemahamannya tentang manusia.Ia menganggap bahwa manusia merupakan bagian dari realitas yang harus dihadapkan pada peserta didik supaya ada kesadaran atas realitas itu. hal itu juga dilandaskan pada pemahaman bahwa manusia mempunyai potensi untuk bereaksi dalam realitas dan untuk membebaskan diri dari penindasan budaya ekonomi dan politik”2 Yang pada akhirnya Paulo Freire memformulasikan filsafat pendidikannya sendiri, yang ia namai dengan “pendidikan kaum tertindas” Berbeda dengan Paulo Freire, Islam sebagai ajaran yang utuh mengatakan bahwa ayat yang pertama kali turun, ( iqra’) adalah mengandung dimensi pendidikan yang utuh. Dengan demikian dapat diketahui bahwa ajaran Islam adalah mengandung sebuah tatanan kehidupan yang pertama kali menjunjung tinggi nilai-nilai asasi manusia tentang pentingnya pendidikan. Disamping itu Islam memandang bahwa pendidikan diharapkan mampu mengantarkan umat manusia memilki bekal untuk melestarikan kehidupan di bumi.Pendidikan dilaksanakan untuk mengantarkan umat manusia menuju pencerahan agar mereka memiliki bekal untuk melestarikan kehidupan di bumi.
SEJARAH SINGKAT PAULO FREIRE Paulo Freire lahir pada tanggal 19 September 1921 di Recife, sebuah kota pelabuhan di Brasil bagian timur laut, wilayah kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan penuh hormat dan cinta dia menceritakan kedua orang tuanya. Joaquim Temistocles Freire.Ibunya bernama Edeltrus Neves Freire berasal dari Pernambuco. Ketika krisis ekonomi Amerika serikat tahun 1922 mulai melanda Brasil, orangtuanya yang termasuk kelas menengah itu mengalami kejatuhan financial sangat hebat, sehingga 1
Moh Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia, Belajar dari Paulo Freire dan Ki Hajar Dewantara, Ar-ruz Media, Jogjakarta, 2009,hlm 158 2 Intim, Jurnal teologi kontekstual edisi,8 tahun 2005, hlm 44
64
Masykur H Mansyur, Pendidikan Ala “Paulo Freire”.......
Freire terpaksa belajar mengerti apa artinya lapar bagi anak sekolah. Pada tahun 1931 keluarga Freire terpaksa pindah ke Jabatao.Ayahnya meninggal dunia ditempat itu. Pengalaman mendalam akan kelaparan sewaktu masih bocah menyebabkan Freire pada umur sebelas tahun bertekat untuk mengabdikan hidupnya pada perjuangan melawan kelaparan agar anak-anak lain jangan sampai mengalami kesengsaraan yang tengah dialaminya itu. Tertinggal dua tahun dibanding temanteman sekelasnya, pada umur limabelas tahun ia lulus dengan nilai pas-pasan untuk dapat masuk sekolah lanjutan. Namun setelah situasi keluarganya agak membaik, Paulo Freire mampu menyelesaikan pendidikan sekolah lanjutan dan masuk Universitas Recife dengan mengambil Fakultas Hukum.Dia juga belajar filsafat dan psikologi bahasa sambail menjadi guru penggal-waktu bahasa Portugis di sekolah lanjutan. Pada tahun 1944, Freire menikah dengan Elza Maia Costa Oliviera.seorang guru sekolah dasar yang berasal dari Recife. Dari pasangan ini lahir tiga orang putri dan dua orang putra.Freire mengatakan bahwa dalam masa itu perhatiannya mengenai teori-teori pendidikan mulai tumbuh. Dia lebih banyak membaca tentang pendidikan daripada hukum, dibidang tempat ia merasa sebagai mahasiswa rata-rata saja. Setelah lulus sarjana hukum, yang dijadikan pangkalan sumber penghidupan, dia bekerja sebagai pejabat dalam bidang kesejahteraan. Bahkan menjadi Direktur Bagian Pendidikan dan Kebudayaan SESI (pelayanan sosial) dinegara Bagian Pernambuco.Pengalaman selama tahun 1946-1954 membawa Freire pada kontak langsung dengan kaum miskin di kota-kota.Pengalaman itu sangat bermanfaat dalam penelitian-penelitiannya, pada 1961 dan menjadi bahan dalam mengembangkan metode dialogik dalam pendidikan. Keterlibatan dalam pendidikan orang dewasa juga dimasukkan dalam seminar-seminar yang dipimpinya dan dalam sejarah filsafat pendidikan yang diberikannya di Universitas Recife, tempat ia memperoleh gelar doktor pada 1959. Sewaktu bertugas sebagai Direktur Pelayanan Extension Kultural Universitas Recife yang menerapkan program kenal aksara dikalangan petani di Timur laut.Metode yang dipakai kelak dikenal sebagai Metode Paulo freire, meskipun dia sendiri tidak pernah mau menamakan demikian. Pada Juni 1963 sampai Maret 1964 Freire bekerja dengan timnya untuk seluruh Brasil. Mereka berhasil menarik kaum tuna aksara untuk belajar membaca dan menulis dalam waktu cukup singkat yaitu 45 hari.3 Tidak itu saja bahwa mereka juga dibawa ke alam bagaimana memahami pada kesadaran politik, sehingga mereka memahaminya dalam kontek kehidupan nyata. Disamping itu, gagasan Freire tidak hanya menggerakkan dorongan masyarakat agar bisa membaca dan menulis kata, tapi lebih dari itu, yaitu mengajak masyarakat agar dapat membaca dunia.dengan kata lain, membaca kata itu merupakan jembatan menuju pembacaan dunia secara lebih lengkap, komprehensif dan holistik4
3
Paulo Freire, Pendidikan kaum Tertindas, LP3ES, Jakarta, 2008 Cet ke 6, hal x-xiii Moh Yamin, Menggunggat pendidikan Indonesia, Belajar dari Paulo Freire dan Ki Hajar Dewantara, hlm 145 4
65
Masykur H Mansyur, Pendidikan Ala “Paulo Freire”.......
PANDANGAN PAULO FREIRE TENTANG PENDIDIKAN Paulo Freire sebagai sosok yang secara teoritis sekaligus praktis telah menjalankan agenda pendidikan.Telah melakukan perubahan-perubahan hidup masyarakat melalui pendidikan.Dia adalah seorang pejuang pendidikan yang telah membebaskan masyarakat dari kebodohan dan kegelapan.Konsep pendidikannya betul-betul memanusiakan manusia dan memberadabkan manusia. Dengan demikian, pendidikan mengembalikan jati diri manusia yang sesungguhnya sebagai manusia yang merdeka, berhak untuk hidup, tidak ditindas, dan tidak diperlakukan secara sewenang-wenang. Pendidikan merupakan malaikat penjaga kebaikan kehidupan manusia dari kejahatan5. Pendidikan akan selalu berkaitan dengan manusia, sehingga sulit menafikan pemahaman akan kemanusiaan itu sendiri baik dalam bangunan filosofis, teoritik, sampai pada praktis pelaksanaannya. Pendidikan itu seharusnya dinamis, kontekstual dan tanpa kelas dan diskriminatif begitu pandangan Paulo Freire, seorang Begawan pendidikan asal Brasil yang terkenal dengan ide-ide revolusionernya.Baginya pendidikan harus mampu membebaskan.Membebaskan manusia kaum-kaum tertindas dan kaum-kaum penindas dari sistem pendidikan yang menindas. Pendidikan kaum tertindas harus diciptakan bersama dengan dan bukan untuk kaum tertindas dalam perjuangan memulihkan kembali kemanusiaan yang telah dirampas. Pendidikan kaum tertindas harus merupakan perjuangan melawan penindasan dalam situasi dimana dunia dan manusia berada dalam interaksi. Oleh karena itu, dalam perjuangan ini diperlukan praksis yang merupakan sebuah proses interaksi antara refleksi dan aksi, salah satu faktor penting dalam gerakan pembebasan tersebut adalah perkembangan kesadaran.6 Sadar akan perubahan dan kepastian masa depan mereka yang tertindas, Paulo mengatakan. Kelompok yang tertindas perlu berjuang untuk melakukan perubahan terhadap penderitaan yang mereka alami, bukannya menyerah begitu saja.Menyerah pada penderitaan adalah sebuah bentuk penghancuran diri, maka harus ada perubahan yang diyakini dan menggerakkan semangat. Hanya dengan keyakinan ini yang terus menggelora sampai saatnya berjuang, mereka dapat memiliki masa depan yang berarti, bukannya ketidakjelasan yang mengalienasi atau masa depan yang sudah ditakdirkan, namun menjadi tugas untuk membangun, dan ini sebutir benih kebebasan7.
5
Moh Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia, Belajar dari Paulo Freire dan Ki Hajar Dewantara, hlm, 135. 6 Paulo Freire, pendidikan Kaum Tertindas, hlm xx 7 Paulo Freire, Politik Pendidikan, kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, REaD bekerjasama dengan Pustaka pelajar, Yogyakarta, 2007 cet,vi, hlm 243
66
Masykur H Mansyur, Pendidikan Ala “Paulo Freire”.......
Berikut ini beberapa pandangan Paulo Freire tentang pendidikan Pandangan Paulo Freire tentang pendidikan tercermin dalam kritiknya yang tajam terhadap sistem pendidikan dan dalam pendidikan alternatif yang ia tawarkan. Baik kritikan maupun tawaran konstruktif Freire keduanya lahir dari suatu pergumulan dalam konteks nyata yang ia rasakan di Brasil dan sekaliguis merupakan refleksi dari filsafat pendidikannya yang berporos pada pemahamannya tentang manusia. 1. Pendidikan Kritis Paulo Freire Gagasan pendidikan Freire dalam memperjuangkan anak-anak miskin agar tetap bersekolah dan belajar merupakan hal yang sangat hakiki.Ini dilakukan dalam rangka mengentaskan kebodohan, ketertindasan keterbelakangan dan sebagainya.Ini terbaca dari pandangannya tentang pendidikan. Pendidikan merupakan satu kesatuan yan utuh antara yang satu dengan yang lainnya, Freire pernah berkata kami tidak pernah menganggap pendidikan untuk memberantas buta huruf sebagi sebuah bidang yang terpisah, sebagai proses belajar mengajar yang mekanis , namun kami memandang pendididkan sebagai tindakan politik political act yang terkait secara langsung dengan produksi, kesehatan, hukum dan seluruh rencana yang akan diberlakukan untuk masyarakat.8 Konsep politik dan pendidikan Freire mempunyai visi filosofis yaitu “ manusia yang terbebaskan” (liberated humanity)9 Hal ini dimaksudkan bahwa apa yang disampaikan pada kaum tertindas tidak sekedar menjadi hiburan, dan juga bukan untuk terus menerus menentang kekuatan obyektif kaum tertindas sebagaimana kata Dorothee Soelle dalam Choosing Life “hidup ini menjadi berarti bagi saya dan memungkinkan segalanya ….. it is a great ‘Yes’ to life ….. mengharuskan kita agar mempunyai kekuasaan untuk memperjuangkan masa depa”10 Bagi Freire program-program pendidikan progresif seperti pendidikan orang dewasa, restrukturisasi kurikulum, partisipasi masyarakat dan seperangkat kebijakan ambisius untuk demokratisasi sekolah dikerjakan.salah satu yang cukup menarik adalah pandangannya bahwa pendidikan selalu merupakan tindakan politis. Pendidikan selalu melibatkan hubungan sosial dan melibatkan pilihan-pilihan politik. Yang jelas tatkala pendidikan memiliki hubungan yang erat dengan sosial, maka pendidikan akan memberikan pengaruh terhadap perubaha sosial yang ada. Bila dikaitkan dengan tipe pendidikan yang digagas Freire, Moh Yamin mengutip W.A.Smith dalam the meaning of conzientizacao, the goal of Paulo Freire, ada tiga tipe pendidikan yaitu “ pendidikan magis pendidikan naïf, dan pendidikan kritis”11 Ketika masyarakat tetap dalam keadaan miskin mereka menjadi budak para penguasa dan tidak berbuat apa-apa kecuali menerima saja perlakuan dan penganiyaan tersebut disebut pendidikan magis. Atau dengan kata lain konsep pendidikan magis 8
Paulo Freire, Pendidikan Sebagai Proses, Surat-surat menyurat Pedagogis dengan para pendidik GuineaBissau,Yogyakarta Pustaka Pelajar, tahun 2008 Cet III, hlm 15. 9 Paulo Feire, Politik Pendidikan Kebudayaan Kekuasaan dan Pembebasan, hlm 12 10 Ibid 12 11 Moh Yamin, hlm 140
67
Masykur H Mansyur, Pendidikan Ala “Paulo Freire”.......
adalah konsep pendidikan ketika masyarakat menganggap bahwa nasib yang menimpa dirinya adalah takdir yang sudah diatur oleh Tuhan Sang Pencipta. Hampir sama dengan pendidikan magis, pendidikan naif menganggap bahwa masyarakat sudah paham dan mengerti segala carut marut disekitarnya, tapi mereka tidak berbuat apa-apa, bahkan apatis, persoalan tersebut dibiarkan saja tanpa adanya kepedulian untuk keluar dari persoalan tersebut, bahkan menikmatinya walaupun mereka sadar akan menyebarkan benih-benih kesusahan. Dan tidak ada sama sekali upaya untuk keluar dari persoalan tersebut. Sedangak pendidikan kritis justru hadir untuk membangkitkan kesadaran masyarakat untuk peduli dan kritis terhadap segala persoalan yang terjadi dalam lingkungn mereka, sebut saja seperti persoalan kemiskinan, maupun penindasan yang dilakukan penguasa terhadap mereka. Caranya adalah melalui sebuah pembangunan berpikir yang mampu memecahkan persoalan-persoalan yang ada dalam dirinya, yang selanjutnya dibenturkan dengan realitas pahit yang mereka alami, dan bagaimana konstruksi masyarakat yang sedang membentuk mereka, apakah ada unsure sewenang-wenang dan sebagainya. Dalam konsep pendidikan kritis yang menjadi tujuan akhir adalah masyarakat dapat memiliki pandangan yang peka terhadap segala bentuk tindakan dari pihak penguasa atas pihak yang dominan yang akan menjadikan mereka pihak ditindas maupun tertindas. Dengan hadirnya tata ekonomi informasi global yang baru telah membuat Freire lebih relevan dalam pendidikan daripada dalam kebijakan sosial. Freire telah mendefinisikan kembali makna politis pendidikan dan merenung kembali pokok-pokok mendasar berkenaan dengan pendidikan.Baginya pendidikan mempunyai potensi membebaskan, mencerdaskan, dan pendidikan yang membebaskan merupakan jalan menuju pengetahuan dan pemikiran kritis.Pengetahuan adalah dasar landasan tata ekonomi informasi global yang baru. Globalisasi telah memperbesar arti penting , pengetahuan, sifat inovasi, pemikiran kritis dan kemampuan memecahkan masalah. Kemajuan dibidang ekonomi dinegeri manapun makin lama makin memerlukan basis yang luas berupa individu-individu yang sangat sadar, percaya diri, berpemikiran kritis, berperan serta, melek huruf. dan melek angka untuk berkompetisi dalam tata ekonomi dunia yang baru.12 Diharapkan pendidikan yang bekerja secara berhasil guna untuk menjaga anak-anak miskin tetap bersekolah dan belajar merupakan hal yang sama sekali hakiki untuk dilaksanakan. Konsepsi Freire tentang pendidikan juga merupakan hal yang hakiki untuk sifat fleksibel dalam pemusatan perhatian Freire pada pemikiran kritis, pengembangan identitas kolektif, partisipasi demokratis dan bekerjasama. Akhirnya Feire mengatakan; Freire memikirkan pendidikan kritis sebagai bentuk net working penciptaan jaringan kerja-suatu komunitas pengetahuan dan pembentukan pengetahuan.jaringan-jaringan yang baru juga hakiki untuk sifat fleksibel dan produktif13
12 13
Paulo Freire, Pedagogi Hati, Kanisius, Yogyakarta, 2001, hlm, 18 Ibid hlm 19
68
Masykur H Mansyur, Pendidikan Ala “Paulo Freire”.......
2. Pentingnya sekolah. Di Guinea Bissau negri yang pernah dikunjung Freire terdapat sekolah a. Basic Instruction dengan masa studi enam tahun yang ditempuh dalam dua tahap empat dan dua tahun. b. General Equivalency dengan masa studi tiga tahun. c. Midlle-Level yang bermacam-macam jenisnya tergantung pada muatan materialnya yang khusus dengan masa studi dua sampai tiga tahun14 Basic Instruction harus diikuti oleh seluruh masyarakat dalam rangka membangun sebuah masyarakat baru. Bahwa pelajaran disekolah bukan hanya untuk melanjutkan kejenjang berikutnya, tapi pendidikan yang sesungguhnya dimana isinya terkait secara dialektis dan terus menerus sesuai dengankebutuhan masyarakat. Nilai-nilai yang diajarkan dalam pendidikan tidak akan berarti apa-apa jika tidak diwujudkan dalam kehidupan ,nilainilai tersebut hanya dapat diwujudkan dalam kehidupan. Dua tahun berikutnya dalam Basic instruction, melibatkan siswa dalam kegiatan yang sama, namun pada level yang lebih tinggi, mereka telah berpengalaman sekaligus dalam bekerja dan mencari pengetahuan, serta melakukan penelitian secara lebih mendalam. Pada level general equivalency instruction, adalah untuk merespon kebutuhan masyarakat yang paling mendesak, dan memberi kesempatan siswa untuk memilih sektor mana yang ingin digeluti. Dan kegiatan praktis harus sesuai dengan kebutuhan setiap daerah. Dan tidak mengabaikan keterampilan umum seperti pertukangan, kelistrikan dan pertanian yang diperoleh siswa mwlalui pratek. Pada General Equivalency level akan berlanjut pada Middle-Level Polytechnical Institutes. Yaitu bertujuan melatih para teknisi yang berbeda-beda dengan memberi bekal yang cukup agar kontribusi mereka menjadi signifikan dalam perubahan masyarakat. Pelatihan ini tidak akan membentuk mereka menjadi birokrta yang berpandangan yang sempit, hanya memprhatikan keahliannya sehingga terasing dari masalah diluar keahliannya. Karenanya; Freire menegaskan bahwa”sikap saya yang tidak pernah mau menerima, hari ini atau hari kemarin bahwa praktek pendidikan harus dibatasi pada “pembacaan kata”,” pembacaan teks”, tapi selalu percaya bahwa praktek pendidikan juga harus meliputi pembacaan “konteks”, “pembacaan dunia”15 Fungsi sekolah yang mengemban misi agung sebagai pencerdas kehidupan bangsa, kini tak ubahnya lahan bisnis untuk memperoleh keuntungan.Akibatnya hanya kelompok elit sosiallah yang mendapatkan pendidikan yang cukup dan memadai.Kaum miskin menjadi kaum yang marginal secara terus-menerus.Merekalah yang sering disebut Freire sebagai korban “penindasan”. Proses penindasan yang sudah mewabah dalam berbagai bidang kehidupan semakin mendapat legitimasi lewat sistem dan metode pendidikan yang paternalistic, murid sebagai obyek pendidikan, instruksional dan anti dialog. Dengan kata lain pendidikan pada kenyataannya tidak
14 15
Paulo Freire , Pendidikan sebagai Proses, hlm 56 Paulo Freire, Pedagogi Hati, hlm 50.
69
Masykur H Mansyur, Pendidikan Ala “Paulo Freire”.......
lain adalah proses pembenaran dari praktek-praktek yang melembaga. Secara ekstrim freire menyebut secara fungsional penindasan berarti penjinakan16 Digiring kearah ketaatan bisu, dipaksa diam dan keharusan memahami realitas diri dan dunianya sebagai kaum tertindas.Bagi kelompok elit sosial, kesadaran golongan tertindas membahayakan struktur dalam masyarakat hirearkis pyramidal. Sama halnya dengan di negara kita menurut Ki Hajar Dewantara bahwa, seperti diketahui, pada zaman VOC, bangsa Belanda menganggap tanah air kita hanya sebagai obyek perdagangan.Mencari dan mendapat keuntungan materiil yang sebesar-besarnya adalah tujuan dari segala usaha yang dilakukan.Pendidikan dan pengajaran diserahkan kepada para pendeta Kristen. Kemudian ada instruksi yang menegaskan bahwa pihak rakyat hanya seperlunya diberi pelajaran membaca, menulis dan berhitung, khususnya bagi orang-orang yang membantu beberapa usaha VOC. Jadi pendidikan hanya dilakukan untuk menambah keuntungan perusahaan-perusahaan VOC. Tidak ada tujuan lain17 Sejatinya bahwa pendidikan adalah hak asasi manusia.Artinya dikatakan adil jika setiap warga negara dapat mengenyam pendidikan. Adil yang dimakud adalah jika setiap warga negara dapat mengenyam pendidikan.Siapapun dan apapun latar belakang setiap warga negara.Ia berhak mendapatkan pendidikan. Pemerintah berkewajiban memenuhi hak asasi setiap warga negara tanpa membedakan. Ini berarti warga miskinpun berhak dan dapat sekolah18 Freire memiliki keinginan besar agar pendidikan mampu menjadikan sekolah sebagai media belajar-mengajar yang steril dari kepentingan politis apapun yang rentan mejarah hak hidup sekolah, hak hidup guru dan hak anak didik untuk beraktualisasi dan tanpa digiring demi kepentingan tertentu baik bersifat golongan maupun pribadi sektarian tertentu. Sekolah menurut Freire apabila jarang atau tidak pernah memberikan sebuah pendidikan yang kritis terhasdap anak didiknya, maka ia menjadi alamat buruk bahwa sekolah tersebut tidak akan berhasil melahirkananak-anak yang cerdas dan faham terhadap kondisi realitas tempat mereka berdomisili dan melakukan interaksi sosial antrar sesama. Freire mengatakan bahwa sekolah yang ideal adalah sekolah yang menekankan pada progresivitas.19 Artinya seluruh elemen sekolah yang ada didalamnya baik kurikulum yang dijabarkan dalam rencana pembelajaran, disusun ulang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan sekolah yang terdapat peran serta anak didik sebagai subyek peserta didik. Termasuk juga didalamnya perbaikan fasilitas dan infrastruktur sekolah. Disamping itu sekolah dikatakan baik dan berkualitas apabila ditopang oleh suasana dan keadaan yang sangat menarik minat anak untuk betah (feel at home) jika berada disekolah.Sekolah dianggap sebagai rumah kedua yang 16
Paulo Freire , Pendidikan Kaum tertindas, hlm, 23. Ki Hadjar Dewantara, Menuju Manusia Merdeka, Yogyakarta, Lukita, 2009, hlm 63 18 Mohammad Firdaus, Wawancara, dalam Jurnal Perempuan, Pendidikan Untuk Semua, Yayasan YJP,hlm 120 19 Moh Yamin, Menggugat Pendidikan Indonesia, hlm 149 17
70
Masykur H Mansyur, Pendidikan Ala “Paulo Freire”.......
memberikan nuansa-nuansa kedamaian dan ketentraman hati, sekolah mampu memberikan kesejukan dan penyejukan jiwa dengan demikiamn sempurna. Sekolah merupakan rumah yang teduh dan rindang sehingga membuat anakanak didik tidak merasa terbebani jika berada dalam lingkungan sekolah, terlebih lagi jika berada didalam ruangan kelas saat proses belajar mengajar berlangsung20 Jika pendidikan progresif ingin sungguh-sungguh mendidik dan benar-benar progresif; ia harus membebaskan diri dulu dari pelukan kelas menengah, lalu menghadapi setiap isu sosial dengan berani dan langsung, menjumpai kenyataan hidup yang paling jahanam sekalipun tanpa memincingkan mata, memantapkan hubungan timbal balik yang organik dengan komunitas, mengembangkan teori yang komprehensif dan realistis tentang kesejahteraan, mengambil visi tentang takdir manusia secara tegas dan lantang, dan jangan cepat gemetarkalau bertemu hantu bernama penanaman dan indoktrinasi. Dalam satu kalimat pendidikan progresif jangan mempercayai sekolah yang berpusat pada anak21 Sekolah adalah agen pendidikan yang adidaya.Tapi tiap kelompok profesi cenderung melambung-lambungkan arti pentingnya sendiri demikian juga guru.Dalam hal ini para pemimpin gerakkan pendidikan progresi termasuk paling yakin terhadap kebebasan sekolah. Karena “ Sekolah progresif menggunakan segenap sumberdaya yang ia miliki untuk menangkal dan mengawasi kekuatan konservatisme sosial dan reaksionisme sosial yang mengancam pendidikan”22 Kalaupun sekolah bekerja untuk program sosial tertentu tidak akan berhasil tanpa didukung oleh agen-agen lainnya. Kalaupun sekolah beraksi sendiri, maka tidak akan mampu atau lemah untuk mengekang dan menentang adanya tujuan-tujuan yang tidak baik dan lebih mementingkan kelompok lain. 3. Konsep Pendidikan Gaya Bank dan Konsep Pendidikan Hadap Masalah a. Konsep Pendidikan gaya Bank Memperhatikan keadaan yang ada bahwa hubungan yang terlibat dalam pendidikan didasarkan pada hubungan penindasan.Kenyataan tersebut adalah ketidakadilan ekonomi, sosial dan politik yang luas dimana jutaan orang tidak memiliki modal ekonomi, sosial dan pendidikan23. Melihat kejadian ini antara penindas dan yang ditindas memberi inspirasi bagi Freire terhadap perjuangannya bersama kaum miskin di Brasil. Sistem pendidikan yang menindas, diartikan sebgai pelanggengan hegemoni kaum-kaum dari kelompok sosial tertentu untuk mendas dari kelompok sosial lainnya.Menindas juga dapat diartikan menafikan tentang ide-ide kemanusiaan. 20
ibid 150 George S. Counts, Beranikah Sekolah Membangun Tatanan Sosial yang Baru,Dalam Paulo Freire et al, Menggugat Pendidikan fundamentalis, Konservatif, Liberal, Anarkis. Pustaka Pelajar Yogyakarta, 2009, Cet VII, hlm 355 22 Ibid hlm 361 23 Paulo Freire Dalam 58 Pemikir Pendidikan dari Piaget sampai Masa Sekarang, Ed. Joy A.Palmer et al, Jendela,Yogyakarta, 2003, hlm 235 21
71
Masykur H Mansyur, Pendidikan Ala “Paulo Freire”.......
Oleh karena itu, Freire menggagas ide tentang membangun sistem pendidikan yang progresif, bukan populis .Termasuk didalamnya adalah pendidik yang berpandangan progresif, bukan konservatif. Guru progresif itu memiliki gagasan, pandangan dan pemikiran luar biasa yang dapat dijalankan dalam proses belajar mengajar. Termasuk bagimana agar siswa giat belajar dikelas dan partisipasi mereka dalam pendidikan tidak lagi tergantung pada seorang pendidik untuk menyuapi mereka dengan sekian banyak materi ajar. Guru progresif tidak merasa cukup dengan hasil yang dicapainya, dia selalu merasa kurang dan kekurangan itu perlu diperbaiki. Pendidik progresif selalu memperbaiki metode pembelajarannya sehingga proses belajar mengajar dapat optimal. Pendidik progresif juga lebih mengejar target pencapaian pemahaman anak didik terhadap materi ajar (isi) tertentu daripada target sebuah rencana pembelajaran dalam sebuah periode tertenut. Lain halnya dengan pendidik konsevatif, yaitu lebih menerima hasil yang dicapai kendatipun tidak sesuai dengan harapan ideal.Pendidik konservatif lebih mengutamakan angka-angka dari pada hasil filosofis pada pembentukan karakter berpikir anak didik. Pendidik konservatif menganggap tugas seorang pendidik tidak harus kreatif, inovatif dan optimis, tugasnya adalah menyampaikan apa yang ada dalam teks materi ajar. Secara gamblang Freire mengurai problem yang dipolakan dari sistem pendidikan yang “ menindas” dan kontra pembebasan. Bahwa pola pendidikan yang terjadi selama ini adalah hubungan antara guru dengan murid dengan menggunakan model “watak bercerita (narrative), seorang subyek yang bercerita (guru) dan obyek-obyek yang patuh dan mendengarkan (murid). Tugas guru dalam proses pendidikan adalah dengan menceritakan realitas-realitas, seolah-olah sesuatu yang tidak bergerak, statis, terpisah satu sama lain, dan dapat diramalkan. Akhirnya guru Cuma mengisi para murid dengan bahan-bahan yang dituturkan, padahal itu terlepas dari realitas dan terlepas dari totalitas. Pendidikan yang bercerita mengarahkan murid-murid untuk menghafal secara mekanis apa yang diceritakan padanya. Pendidikan menjadi kegiatan “menabung” ibaratnya para murid adalah celengnya dan para guru adalah penabungnya. Paulo mengatakan, Lebih buruk lagi murid diubahnya menjadi “ bejana-bejana”, wadah-wadah kosong untuk diisi oleh guru. Semakin penuh dia mengisi wadahwadah itu, semakin baik pula seseorang guru. Semakin penuh wadah-wadah itu semakin baik pula mereka sebagi murid24 Konsep pendidikan itu disebut oleh Freire sebagai “PENDIDIKAN GAYA BANK”.Akhirnya murid hanya beraktivitas sekedar menerima pengetahuan, mencatat dan menghfal. Dalam metode pendidikan ini secara jelas kita bisa melihat bahwa pendidikan adalah alat kekuasaan guru yang dominatif dan angkuh tidak ada proses komunikasi timbal balik dan tidak ada ruang demokratis untuk saling mengritisi. Pendidikan gaya bank terus memelihara bahkan mempertajam kebiasaan-kebiasaan yang mencerminkan suatu keadaan masyarakat tertindas secara keseluruhan. 24
Paulo Freire, Pendidikan kaum Tertindas, hlm 52
72
Masykur H Mansyur, Pendidikan Ala “Paulo Freire”.......
Pendidikan gaya bank bercirikan sebagai berikut: 1) Guru mengajar, murid belajar 2) Guru mengetahui segala sesuatu, murid tidak tahu apa-apa 3) Guru berpikir, murid dipikirkan 4) Guru bercerita, murid patuh mendengarkan 5) Guru menentukan peraturan, murid diatur 6) Guru memilih dan memaksakan pilihanya, murid menyetujui 7) Guru berbuat, murid membayangkan dirinya berbuat melalui perbuatan gurunya 8) Guru memilih bahan dan isi pelajaran, murid (tanpa diminta pendapatnya) menyesuaikan diri dengan pelajaran itu 9) Guru mencampuradukan kewenangan ilmu pengetahuan dan kewenangan jabatannya, yang dia lakukan untuk menghalangi kebebasan murid 10) Guru adalah subyek dalam proses belajar, murid adalah obyek belaka25 Karena itu kata Freire perlu ada rekonsiliasi.Raison d’etre pendidikan yang membebaskan, sebaliknya terletak pada usaha kearah rekonsiliasi.Pendidikan ini harus dimulai dengan pemecahan masalah kontradiksi guru murid tersebut, dengan merujukkan kutub-kutub dalam kontradiksi itu, sehingga kedua-duanya secara bersama adalah guru dan murid26. Bagi yang benar-benar mengabdiharus menolak konsep pendidikan gaya bank secara menyeluruh. Jalan keluarnya menurut Freire menggantinya dengan sebuah konsep tentang manusia sebagai mahluk yang sadar, dan kesadaran sebagai kesadaran yang diarahkan kedunia.Mereka harus meninggalkan tujuan pendidikan sebagai usaha tabungan dan menggantinya dengan penghadapan pada masalahmasalah manusia dalam hubungannya dengan dunia pendidikan. Freire menyebutnya dengan “PENDIDIKAN HADAP MASALAH” (problem posing) 27 b. Pendidikan Hadap Masalah (problem posing) Pendidikan hadap masalah menjawab hakikat kesadaran yakni ‘intensionalitas” akan menolak pernyataan-pernyataan serta mewujudkan komunikasi. Konsep ini mewakili sifat khas dari kesadaran; yakni sadar akan, tidak saja terhadap obyekobyek tetapi juga berbalik kepada dirinya sendiri sehingga “terbelah” dalam pengertian Jaspers- yakni, kesadaran sebagai kesadaran atas kesadaran. Pendidikan yang membebaskan berisi laku-laku pemahaman (acts of Cognition), bukan pengalihan-pengalihan informasi. Dalam pelaksanaan pendidikan hadap masalah pertama kali menuntut adanya pemecahan masalah kontradiksi antara guru dan murid. Hubungan dialogis – yang harus ada pada pelaku pemahaman untuk bersama-sama mengamati obyek yang sama – tidak dapat diwujudkan dengan cara lain.
25
Ibid hlm, 54 Ibid hlm, 53 27 Ibid hlm 63 26
73
Masykur H Mansyur, Pendidikan Ala “Paulo Freire”.......
c. Ciri-ciri pendidikan hadap masalah (problem posing) 1). Pendidikan hadap masalah menolak pola hubungan vertikal dalam pendidikan gaya bank. Dan berpihak kepada kebebasan, bukan menentang kebebasan. 2). Pendidikan hadap masalah tidak membuat dikotomi kegiatan guru murid, dia tidak menyerap pada suatu saat serta menceritakan pada saat yang lain guru selalu menyerap baik ketika dan sedang mempersiapkan bahan pelajaran maupun ketika dia berdialiog dengan para murid. Dia tidak akan menganggap obyek-obyek yang dapa dipahami sebagai milik pribadi, tetapi sebagai obyek refleksi para murid serta dirinya sendiri. 3). Pendidikan hadap masalah menyingkap realitas secara terus menerus, dan berjuang bagi kebangkitan kesadaran dan keterlibatan kritis dalam realitas. 4). Pendidkan hadap masalah manusia mengembangkan kemampuannya untuk memahami secara kritis cara mereka berada dalam dunia dengan mana dan dalam mana mereka menemukan diri sendiri; mereka akan memandang dunia bukan sebagain realitas yang statis , tetapi realitas yang berada dalam proses dalam gerak perubahan. 5). Pendidikan hadap masalah menegaskan manusia sebagai mahluk yang berada dalam proses menjadi (becoming) – sebagai sesuatu yang tak pernah selesai, mahluk yang tidak pernah sempurna dalam dan dengan realitas yang juga tidak pernah selesai. Karena itu pendidikan selalu diperbaharui dalam praksis.Agar dia “mengada” maka dia harus “menjadi”. 7). Pendidikan hadap masalah adalah sikap revolusioner terhadap masa depan. 8). Pendidikan hadap masalah sebagai suatu praksis pembebasan yang manusiawi, menganggap sebagai dasariah bahwa manusia korban penindasan harus berjuang bagi pembebasan dirinya. 9). Pendidikan hadap masalah tidak dan tidak dapat melayani kepentingan penindas. Tidak ada tatanan yang menindas mengizinkan kaum tertindas mengajukan pertanyaan.Mengapa?sementara hanya masyarakat revolusiner saja yang dapat menjalankan pendidikan secara sistematis. d. Buku-Buku Karya Paulo Freire. Diantara buku-buku karangan Paulo Freire sebagai berikut: 1. Pedagogy of the Oppressed( Pendidikan Kaum Tertindas) Penerbit LP3ES Indonesia. Kaum tertindas selama ini tenggelam dalam mitos yang ditiupkan oleh kaum penindas, karena itu bagi Freire pendidikan untuk mereka harus berintikan pembebasan kesadaran atau dialogika – memencing mereka untuk berdialog, membiarkan mereka mengucapkan sendiri perkataannya, mendorong mereka untuk menamai dan dengan demikian mengubah dunia. Buku ini merupakan sebuah refleksi mendalam mengenai jalan pembebasan manusia.
74
Masykur H Mansyur, Pendidikan Ala “Paulo Freire”.......
2. I Sombra Desta Manguira, terjemahan dalam Bahasa Inggris Pedagogy of the Heart, terjemahan dalam Bahasa Indonesia (Pedagogi Hati) Kanisius Yogyakarta Dalam pedagogi Hati Paulo Freire melihat kedalam hidupnya sendiri untuk berefleksi tentang pendidikan dan politik, politik dan pendidikan.Ia menampilkan dirinya sebagai seorang demokrat yang tidak mengenal kompromi dan seorang pembaharu radikal yang gigih.Ia hidup pada masa pemerintahan militer, masa pembuangan dirinya, sampai menjadi menteri Pendidikan sao Paulo. Dengan berbagai pengalamannya justru semakin memperbesar komitmenya kepada orang-orang yang tersingkir, tak berdaya, terpinggirkan, lapar dan yang buta huruf. 3. Cartas a Guine Bissau: Registros de uma Experiencia Em Processo terjemahan dalam Bahasa Inggeris Pedagogy in Process: The Letters to Guine-Bissau terjemahan dalam Bahasa Indonesia (Pendidikan Sebagai Proses: Surat-menyurat pedagogis dengan para pendidik Guinea-Bissau). Pustaka Pelajar yogyakarta Buku yang berisi surat-surat Freire yang padat dan logis alur pikirnya, bukan hanya akan memperluas wawasan pembaca yang bersifat substansial, akan tetapi juga akan memperjelas pandangan-pandangan Freire dan menempatkannya secara lebih professional, terutama bagi mereka yang menganggap Freire sebagai orang yang menakutkan dan tidak menyenangkan, bukannya sebagai orang yang gentle, terbuka dan penuh kasih sayang yang dikenl secara baik dikalangan teman-temannya dan anak-anak. 4. The Politic of Education : Cultur, Power and Liberation. terjemahan dalam Bahasa Indonesia, Politik Pendidikan: Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan. REaD ( Research, Education and Dialogue ) bekerjasama dengan Pustaka Pelajar Yugyakarta. Penindasan apapun nama dan alasannya, adalah tidak manusiawi sesuatu yang menafikan harkat kemanusiaan (dehumanisasi). Dehumanisasi bersifat ganda dalam pengertian, terjadi atas diri mayoritas kaum tertindas dan juga atas diri minoritas kaum penindas.Keduanya menyalahi kodrat manusia sejati. Maka dari itu tidak ada pilihan lain, ikhtiar memanusiakan kembali manusia (humanisasi) merupakan pilihan mutlak. Humanisasi merupakan pilihan satusatunya bagi kemanusiaan. Karena walaupun dehumanisasi adalah kenyataan yang terjadi sepanjang sejarah peradaban manusia dan tetap merupakan suatu kemungkinan ontologism dimasa mendatang, ia bukanlah suatu keharusan sejarah. Jika kenyataan menyimpang dari keharusan, maka menjadi tugas manusia untuk merubahnya agar sesuai dengan apa yang sehartusnya. Itulah fitrah manusia sejati (the man’s ontological vocation). 5. Menggugat Pendidikan, Fundamentalis, Konservatif, Liberal, anarkis. Pustaka Pelajar Yogyakarta. Buku ini berisi gagasan berbagai tokoh. Ada sebanyak 33 (tiga puluh tiga tokoh dalam buku tersebut
75
Masykur H Mansyur, Pendidikan Ala “Paulo Freire”.......
Gagasan, kata orang ,mustahil mekar kalau digembok dalam kandang. Gagasan hanya bisa tumbuh dewasa bila dilepas keluyuran seperti ayam kampung, diberi luang supaya segala macam zat bebas bertandang, diizinkan berbenturan, bertabrakan , mati alamiah atau musnah kecelakaan. Tak banyak yang bersedia menuruti wejangan semacam itu karena gagasan tak bisa diasuransikan.Sekali gagasan keluar dari sarang, resiko selalu menghadang.Gagasan yang bugar, berotot barangkali dapat lolos dari marabahaya dan paling-paling hanya lecet disana sini.Namun gagasan yang ringkih gontai nyaris tak berpeluang melangkahi masa kanak-kanaknya. Bahkan ide yang lahir prematur hampir bisa dijamin tewas ditengah jalan. Wallahu a’lam, semoga bermanfaat amin ya Robbal aalamin. DAFTAR PUSTAKA Gerge S. Count. Beranikah Seklah Membangun Tatanan Sosial yang Baru dalam Paulo, Menggugat Freire Pendidikan Fundamentalis, Konservatif, Liberal, Anarkis, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009. Intim, “Jurnal Teologi Kontekstual”, Edisi VIII tahun 2005 Joy, A. Palmer. et, al. 58 Pemikir Pendidikan dari Piage Sampai Masa Sekarang,Yogyakarta: Jendela, 2003. Ki Hadjar Dewantara. Menuju Manusia Merdeka, Yogyakarta: Lukita, 2009. Muhammad Firdaus. “Wawancara” dalam Jurnal Perempuan, Pendidikan Untuk Semua, Yayasan YJP. Paulo Ferire. Politik Pendidikan, Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan, Yogyakarta: REaD bekerjasama dengan Pustaka Pelajar, 2007. ________. Pedagogi Hati, Yogyakarta: Kanisius, 2007. ________. Pendidikan kaum Teertindas, Jakarta: LP3ES, 2008. ________. Pendidikan sebagai proses, Surat-surat Menyurat Pedagogis dengan Para Pendidik Guinea-Bissau, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Yamin, Moh. Menggunggat Pendidikan Indonesia, Belajar dari Paulo Freire dan Ki Hadjar Dewantara, Yogyakarta: Ar-Ruz Media, 2009.
76