Pendidikan untuk Semua dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh Irfan Iryadi
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 2, (Agustus, 2016), pp. 289-298.
PENDIDIKAN UNTUK SEMUA DALAM UNDANG-UNDANG PEMERINTAHAN ACEH EDUCATION FOR ALL IN THE LAW ON GOVERNMENT OF ACEH Irfan Iryadi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Jl. Imam Bardjo No. 3 Semarang E-mail:
[email protected] ABSTRAK Permasalahan terkait dengan kebijakan pemerintah Aceh khususnya bidang pendidikan menjadi layak untuk ditelaah. Merujuk pada tingkat pendidikan mempunyai kolerasi erat dengan kemiskinan. Undang-Undang tentang Pemerintahan Aceh sebagai penyangga dan landasan penting bagi eksistensi Aceh perlu aplikasikan substansinya. Namun jika teks UU hanya menjadi bahan bacaan dan terapan bagi sebagian golongan, tentunya sebagian golongan lainnya akan bereaksi akibat adanya diskriminasi. Sehingga dalam tulisan ini, education for the all harus dijadikan sebagai bahan refleksi dalam menindaklanjuti berbagai masalah yang terjadi dalam masyarakat Aceh. Kata Kunci: Pendidikan untuk Semua, Aceh. ABSTRACT Problems associated with the Aceh government policies, especially in education become eligible for review. Referring to the education level has a close correlation with poverty. the Law on Government of Aceh as a buffer and an important foundation for the existence of Aceh need to apply the substance. But if the text of the Act only reading material and applied to some groups, of course, most of the other groups would react as a result of discrimination. Thus, in this paper, the education for all should be used as a material reflection of following up the various problems that occur in Acehnese society. Keywords: Education for All, Aceh.
PENDAHULUAN Berakar dari Memorandum Of Understanding (MoU) Helsinki telah melahirkan Undangundang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang merupakan pelaksanaan keinginan bersama antara rakyat Aceh dengan Pemerintah Pusat untuk mengembangkan Aceh dan mengurusi daerahnya secara otonom dibawah lingkar Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pembentukan UUPA ini merupakan tonggak untuk membangun Aceh yang mandiri dan berkenambungan, salah satunya bidang pendidikan. Dengan demikian, harapan kepada pemegang kekuasaan tentunya menjadi tumpuan agar adanya pembangunan sumber daya manusia (SDM) yang lebih baik. ISSN: 0854-5499 (Print) │ISSN: 2527-8482 (Online)
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 2, (Agustus, 2016).
Pendidikan untuk Semua dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh Irfan Iryadi
Sudah berjalan selama 10 tahun UUPA, Aceh masih bergulat dengan berbagai masalah mendasar. Isunya tidak jauh dan masih hangat sampai dengan sekarang berupa tidak meratanya pembangunan antar wilayah (Pesisir Barat-Selatan versus Pesisir Timur), baik pembangunan bidang pendidikan, kesejahteraan, infrastruktur, ekonomi, dan berbagai bidang lainnya, yang memicu disintegrasi wilayah Aceh, padahal para pendahulu menginginkan persatuan Aceh agar eksistensi wilayah Aceh nyata adanya dan tidak dipandang sebelah mata. Masalah ini timbul juga karena pemerintahan di Aceh juga tidak peka akan kesenjangan. Seperti ungkapan, “meurön-rón lagèe aleue tan ranté” (berserak seperti lantai nibung tanpa rantai/ikatannya). Kiasan dari keadaan masyarakat yang tidak stabil. 1 Memang tidak ada yang salah dengan tuntutan pemekaran. Konflik Aceh terdahulu juga disebabkan ketimpangan sosial masyarakat Aceh dengan daerah lainnya. Padahal Aceh sebagai daerah penghasil, namun juga tidak ada dampak nyata sebagai daerah penghasil. Begitu juga dengan isu pemekaran, penting dilakukan refleksi terkait pemerataan pembangunan yang belum terealisasi. Namun elite penuntut pemekaran juga harus berefleksi, jangan menjadikan isu pemekaran sebagai alat agar memperoleh kekuasaan, sementara tujuan yang hendak dicapai dan disepakati serta diagung-agungkan untuk lahirnya kesejahteraan dan pemerataan pembangunan masih belum terealisasi, sebagiamana petuah Aceh, “menyoe di teungoh laot sapeue pakat, oeh wate troh u darat kalaen keunira”. Jika diterjemahkan lebihkurang, sewaktu keinginan untuk pemekaran, para elit mempunyai tujuan dan keinginan yang sama, sementara setelah terwujud, semua tinggal cerita dan kenangan. Beranjak dari uraian diatas, tulisan ini hanya akan fokus pada bidang pendidikan dengan alasan telah lahir berbagai opini didalam masyarakat terkeit dengan kinerja Pemerintah Aceh, salah satunya adalah Pemerintah Aceh terlalu asyik mengurusi dinamika politik, sedang realitas pendidikan menyedihkan. Padahal pendidikan berelasi dengan kemiskinan. Maka oleh
1
Hasjim M. K., dkk. Peribahasa Aceh, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Istimewa Aceh, Banda Aceh, 1977, hlm. 238.
290
Pendidikan untuk Semua dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh Irfan Iryadi
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 2, (Agustus, 2016).
sebab itu, dalam tulisan singkat ini, penulis merasakan perlu untuk menggarap isi UUPA dalam bidang pendidikan dan aplikasinya didalam masyarakat?
METODE PENELITIAN Penulisan ini beranjak dari titik pandang hukum tidak semata sebagai norma sebagaimana tercatat dalam kitab hukum, melainkan sesuatu yang empiris yang bisa ditemukan dalam kenyataan. Dengan demikian, dalam proses analisis hukum pun tidak lepas dari cara pandang demikian, dengan menggunakan pendekatan yang kualitatif.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1) Pendidikan yang Mencerdaskan Ilmu pengetahuan merupakan lentera kehidupan. Sebagaimana sebuah ungkapan, “untuk memperoleh kebahagian dunia dengan ilmu, untuk memperoleh kebahagiaan akhirat dengan ilmu dan untuk memperoleh keduanya juga dengan ilmu”. Sampai saat ini, sejarah tentang ilmu merupakan sebuah kisah kesuksesan. Kemenangan-kemenangan ilmu melambangkan suatu proses kumulatif peningkatan pengetahuan dan rangkaian kemenangan terhadap kebodohan dan tahayul. Dari ilmu kemudian mengalir arus pelbagai penemuan yang berguna untuk kemajuan hidup manusia. 2 Salah satu sarana pengembangan ilmu pengetahuan melalui pendidikan. Pendidikan adalah Hak Asasi Manusia yang mendasar dan perlu dijamin baik nasional maupun internasional. Pasal 26 DUHAM PBB 1948 menegaskan pengakuan hak atas pendidikan oleh bangsa-bangsa di dunia bagi setiap orang. DUHAM kemudian mengilhami
2
Ravertz, J. R. Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan, Penerjemah Saut Pasaribu, Cetakan IV, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2014, hlm. 3.
291
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 2, (Agustus, 2016).
Pendidikan untuk Semua dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh Irfan Iryadi
berbagai pembentukan konstitusi didunia yang semakin mempertegas pengakuan terhadap HAM, termasuk pengakuan terhadap hak atas pendidikan. 3 Pendidikan bermutu dalam pembangunan sebuah bangsa adalah suatu keniscayaan. Melalui pendidikan bermutu dapat dilahirkan SDM berkualitas dan berdaya saing sebagai salah satu row input proses pembangunan bangsa. Tanpa pendidikan yang bermutu tidak mungkin tujuan pembangunan sebuah bangsa dapat terwujud dengan baik. Pendidikan bermutu dan pembangunan berkualitas bagai dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. 4 Dalam konteks Indonesia, salah satu tujuan negara sebagaimana alinea ke -4 UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945),
“... untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidup-an bangsa…” Merujuk pada petikan tersebut, jelas bahwa salah satu tujuan pembangunan nasional adalah mencer -daskan kehidupan bangsa. Strategi operasional mencapai tujuan tersebut adalah melalui upaya pembangunan sektor pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan merupakan pilar strategis yang tidak bisa tergantikan oleh sektor manapun dan sudah menjadi komitmen nasional sejak negara ini berdiri, sehingga isu pendidikan selalu menarik untuk dikaji dan dikembangkan. 5 Hakikat dari sistem pendidikan nasional yang berakar pada nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD NRI 1945. Maka menjadi kewajiban negara untuk mencerdaskan kehidupan warga negaranya. artinya melalui pendidikan, bangsa Indonesia mampu berdiri sendiri dengan memanfaatkan sumber daya alam dan sumber kebudayaan Indonesia yang kaya untuk meningkatkan mutu individu maupun masyarakat secara keseluruhan. Bangsa Indonesia tidak ingin menjadi bangsa kelas dua dalam dunia modern atau sekelas pekerja pada industri
3
Rukmini, M. & Mihradi, R. M. Pemenuhan HAM Pendidikan dan Kesehatan di Daerah, Pusat Telaah dan Informasi Regional dan European Initiative Democracy and Human Right (EIDHR) Uni Eropa, 2006, hlm. 12. 4 Sauri, S. Membangun Profesionalisme Guru Berbasis Nilai Bahasa Santun Bagi Pembinaan Keperibadian Bangsa Yang Bijak, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Universitas Pendidikan Indonesia, 2009, hlm. 2. 5 Ibid.
292
Pendidikan untuk Semua dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh Irfan Iryadi
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 2, (Agustus, 2016).
besar yang dibiayai oleh modal asing. Bangsa Indonesia mampu menunjukan jati dirinya untuk bersaing dengan bangsa lain. 6 Hak atas pendidikan sebagai bagian dari HAM di Indonesia tidak sekadar hak moral, tetapi juga hak konstitusional. 7 Hal ini ditunjukkan dalam Pasal 28C dan Pasal 31 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945, menyatakan bahwa setiap orang dan warga negara berhak untuk mendapatkan pengajaran serta pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahu -an dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahtera an umat manusia. 8 Kedua pasal ini mengandung arti bahwa di dalam sistem pendidikan nasional tidak perlu ada pembedaan atau diskriminasi dalam pelaksanaannya dan menjadi kewajiban negara untuk memberikan layanan pendidikan kepada warga negaranya. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan sistem pendidikan yang didesain dan dilaksanakan secara bermutu, efektif dan efisien serta harus berorientasi pada upaya peningkatan akses pelayanan yang seluas -luasnya bagi warga masyarakat. 9 Sistem
pendidikan
nasional
harus
mampu
menjamin
pemerataan
kesempatan,
peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global, sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan. Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa pendidikan diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa. Melalui risalah pasal tersebut, terindikasi bahwa UU ini dibuat untuk
6
Bachri, R., et.al. Dialektika Antara Jasa Pendidikan Sebagai Komoditi Perdagangan Dengan Sistem Pendidikan Nasional Dalam Konteks Keindonesiaan, Dialektika Antara Normativitas dan Kontekstualitas Penerapan Hukum Nasional, tanpa tahun, hlm. 6. 7 Sauri, S. Loc.cit. 8 Bachri, R. Op.cit, hlm. 5. 9 Ibid
293
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 2, (Agustus, 2016).
Pendidikan untuk Semua dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh Irfan Iryadi
menyikapi, mengembangkan dan merencanakan situasi pendidikan yang lebih baik dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Bagi Aceh sendiri, dengan lahirnya UU Nomor 18 Tahun 2001 tentang Otonomi khusus Bagi NAD dan UUPA yang mengakomodasi kewenangan Aceh dalam penyelenggaraan pendidikan, seharusnya pendidikan Aceh sudah masuk 10 besar. Aceh yang memiliki kewenangan khusus mengelola pendidikan yang sesuai dengan karakter wilayahnya, ditegaskan dalam Pasal 215 dan Pasal 216 UUPA. Sedang Pasal 217 ayat (3), menegaskan Pemerintahan Aceh dan pemerintahan kabupaten/kota wajib menyediakan pendi -dikan layanan khusus bagi penduduk Aceh yang berada di daerah terpencil atau terbelakang. Hal di atas juga diperkuat dalam Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan, yang tujuan utama pendidikan di Aceh adalah mempercepat pencapaian tujuan dan target kebijakan nasional mengenai pendidikan untuk semua (education for all), dalam rangka pelaksanaan pesan Pasal 216 UUPA. 10
2) Tanggung Jawab Pemerintah untuk Membangun Pendidikan Dalam
era
otonomi
daerah
kini,
peran
pemenuhan
hak
pendidikan
sudah
didesentralisasikan dari pemerintah ke daerah. Pemda berkewajiban menjamin pemenuhan hak itu melalui pelayanan publik yang disediakannya. Sebelumnya, Pemda dan DPRD bersama sama merancang program dan kegiatan pembangunan sekaligus anggaran untuk memberikan pelayanan publik dalam upaya menjamin pemenuhan hak pendidikan. 11 Maka menempatkan peran DPRD dalam mengawal upaya pemenuhan hak pendidikan sangatlah strategis. Namun perlu juga pemahaman anggota DPRD mengenai perspektif hak ekosob dalam pembangunan pendidikan. Anggota DPRD bisa memasukkan subst ansi hak ekosob ketika melakukan proses legislasi, misalnya dalam mengajukan hak inisiatif Perda pendidikan. Hal yang sama juga bisa dilakukan ketika membahas Perda pendidikan yang
10
294
Penjelasan Qanun Aceh Nomor 11 Tahun 2014 tentang Penyelenggaran Pendidikan.
Pendidikan untuk Semua dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh Irfan Iryadi
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 2, (Agustus, 2016).
diajukan eksekutif. Dalam proses peng-anggaran, mereka harus ketat mengawal alokasi anggaran agar benar-benar ditujukan untuk menjamin pemenuhan hak ekosob warga, termasuk untuk hak pendidikan. Termasuk pengawasan dalam implementasi program dan kegiatan pembangunan pendidikan. 12 Sedikitnya terdapat empat tantangan terhadap pemenuhan hak atas pendidikan. Pertama, seringkali jaminan aturan hukum tidak memadai, misalnya kewajiban 20 persen anggaran negara harus digunakan bagi pendidikan ternyata tidak terpenuhi. Kedua, fasilitas pemenuhan hak atas pendidikan, misalnya, akibat anggaran minim, gedung sekolah dibangun tidak memadai. Ketiga, Sumber Daya Manusai, misalnya terbatasnya pendidik yang memenuhi syarat berkorelasi dengan rendahnya kualitas pengajaran. Keempat, budaya masyarakat yang tidak memprioritaskan pendidikan sebagai kebutuhan primer.13 Tantangan yang berkenaan dengan kebijakan, berkisar pada: (1) pemerataan dan perluasan akses pendidikan; (2) peningkatan mutu, relevansi dan daya saing keluaran pendidikan; dan (3) peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan citra publik pengel olaan pendidikan. Di samping itu, terdapat permasalahan pendidikan yang perlu direspons oleh ketentuan legislasi, antara lain, masih minimnya ang-garan, kesenjangan angka partisipasi, akses warga miskin terhadap pendidikan dasar, disparitas fungsional pend idik-an dasar negeri dan swasta, diskriminasi pendidikan formal dan non formal, sistem manajemen informasi yang rendah, kesenjangan standar pelayanan minimal tiap sekolah, belum meratanya sarana prasarana, anggaran kualifikasi guru tidak merata, pemerataan buku ajar, pemerataan jumlah siswa perkelas, dan kesadaran masyarakat akan arti penting pendidikan. 14 Hal di atas bukan tantangan berarti apabila seluruh elemen di Aceh berkomitmen membangun pendidikan bagi seluruh warga Aceh. Kalau dilihat alokasi anggara n, pemasukan keuangan Aceh bukan limited, namun sebaliknya, layaknya dana bagi hasil Migas yang
11
Rukmini, M. & Mihradi, R. M. Op. Cit. hlm. 9-10. Ibid, hlm. 10. 13 Rukmini, M. & Mihradi, R. M. Op. Cit. hlm. 16. 12
295
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 2, (Agustus, 2016).
Pendidikan untuk Semua dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh Irfan Iryadi
dialokasikan paling sedikit 30 % dari pendapatan untuk membiayai pendidikan di Aceh, belum lagi dana alokasi untuk otonomi khusus. Ironis tingkat pendidikan ber ada di klasemen buncit di Indonesia. Oleh sebab itu, penting perhatian untuk pendidikan yang berkeadilan dan berkompetensi dalam penyelenggaran pendidikan di Aceh, karena ini merupakan suatu hak, sehingga sudah selayaknya kewajiban Pemerintah Aceh dan DPR Aceh mewujudkannya. Dengan status keistimewaan Aceh seharusnya bisa lebih baik dalam melahirkan SDM berdedikasi dan berintegritas dalam menunjang pendidikan dan kemandirian wilayah, tanpa lahirnya klaim-klaim pemekaran daerah sebagai akibat dari kesenjangan sosial yang begitu dominan antarwilayah di Aceh. Kita harus menilik sejarah pendidikan Aceh yang luar biasa. Cendikiawan masa lampau jadi rujukan di banyak negara. Era keemasan Aceh masa lalu telah melahirkan banyak orang hebat dan berkarakter. Menurut Abdul Majid (2004) dan Sofyan Djalil (2006), penjelajah Perancis, Beaulieu, yang melawat Aceh abad ke-17, menyebut bahwa kurun tersebut Aceh tidak mengenal masyarakat buta huruf. Era Sultan Iskandar Muda (1607 -1636), di Aceh telah berdiri institusi pendidikan tinggi yang setingkat dengan universitas, bernama Jami’ah Baiturrahman, berlokasi di Masjid Baiturrahman, yang sudah menginte-grasikan ilmu pendidikan umum dan agama untuk diajarkan kepada para mahasiswanya. Hal ini dapat dilihat dari nama ke-17 fakultas (daar) yang ada pada saat itu, yaitu: Daar al-Tafsir wal Hadits (Tafsir dan Hadist), Daar al-Thib (Kedokteran), Daar al-Kimiya (Kimia), Daar al-Taarikh (Sejarah), Daar al-Hisaab (Matematika), Daar al-Siyasah (Ilmu Politik), Daar al-’Aqli (Ilmu Logika), Daar al-Zira’ah (Pertanian), Daar al-Ahkaam (Hukum), Daar al-Falsafah (Filosofi), Daar al-Kalam (Teologi), Daar al-Wizaarah (Ilmu Pemerintahan), Daar al-Khazanah Bait alMal (Keuangan/Akuntansi Negara), Daar al-Ardh (Pertambangan), Daar al-Nahwu (Sastera Arab), Daar al-Mazahib (Perbandingan Mazhab), dan Daar al-Harb (Ilmu Militer). Tenaga pengajar dan guru besar Jami’ah Baiturrahman ini mencakup ulama besar yang bukan saja
14
296
Ibid, hlm. 17.
Pendidikan untuk Semua dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh Irfan Iryadi
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 2, (Agustus, 2016).
berketurunan Aceh, seperti Syeikh Nuruddin Ar-Raniry, Syeikh Syamsuddin As-Sumatrani dan Syeikh Hamzah Al-Fansury. 15 Sehingga melalui pendidikan yang lebih baik, bukan tidak mungkin akan melahirkan pakar-pakar baru yang mengangkat Aceh di mata orang dunia. Maka seharusnya Pemerintah Aceh harus fokus menaikkan taraf pendidikan rakyat Aceh agar dapat mengembangkan daerah, karena salah satu penyebab kemiskinan adalah pendidikannya rendah. Beranjak dari argumen ini, penulis mengajukan beberapa hal. Pertama, adanya itikad baik dan nyata dari Pemerintah Aceh dalam membangun pendidikan. Kedua, adanya keterikatan moral (religius dan keacehan) bahwa pendidikan penting bagi rakyat Aceh, karena akan berdampak pada pengembangan diri, keluarga, masyarakat, dan wilayahnya. Pendidikan bukan hanya untuk pemegang kekuasaan, pejabat, lingkar birokrasi, dan berb agai alasan lainnya. Ketiga, adanya keinginan mem-perbaiki sarana-prasarana pendidikan di Aceh agar tujuan kemandirian masyarakat Aceh dapat terwujud.
KESIMPULAN Akhir dari perjuangan ini adalah sesuai dalam penjelsan qanun ditas adalah education for the all, pendidikan yang didapat merata tentunya memuntut keras para pencari ilmu untuk melihat peluang kerja, lebih baik lagi menciptakan apangan kerja bagi yang lain di wilayahnya, imputnya adalah tingkat kemiskinan menjadi lebih baik dan pengangguran semakin berkurang dan konflik kepentingan yang menyebabkan disintegrasi wilayah menjadi surut dan hilang. Maka menurut penulis dalam rangka mencerdaskan anak bangsa khususnya anak -anak Aceh, aturan yang telah diundangkan baik dalam bentuk uu atau qanun itu haru s direliasiskan tidak hanya dibaca secara aturan saja namun juga harus diwujudkan dalam kenyataan. Disintegrasi wilayah dapat memudar apabila kesejahteraan dalam berbagai bidang terpenuhi salah satunya bidang pendidikan yang merata, sehingga dituntuk lebi h peran aktif
15
Abd. Majid, M. S. “Analisis Tingkat Pendidikan dan Kemiskinan di Aceh”, Jurnal Pencerahan, Vol. 8, No. 1,
297
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Vol. 18, No. 2, (Agustus, 2016).
Pendidikan untuk Semua dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh Irfan Iryadi
pemerintah Aceh dalam memajukan pendidikan masyarakat Aceh sesuai dengan amanah UUPA dan hajat banyak rakyat Aceh untuk memperbaiki kehidupan sosialnya yang outputnya dapat melahirkan SDM yang berguna untuk membangun Aceh.
DAFTAR PUSTAKA Abd. Majid, M. S. 2014, “Analisis Tingkat Pendidikan dan Kemiskinan di Aceh”, Jurnal Pencerahan, Vol. 8, No. 1. Hasjim M. K., dkk. 1977, Peribahasa Aceh, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Daerah Istimewa Aceh, Banda Aceh. JR. Ravertz, 2014, Filsafat Ilmu: Sejarah dan Ruang Lingkup Bahasan, Penerjemah Saut Pasaribu, Cetakan IV, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. R. Bachri, et.al. tt, Dialektika Antara Jasa Pendidikan Sebagai Komoditi Perdagangan Dengan Sistem Pendidikan Nasional Dalam Konteks Keindonesiaan, Dialektika Antara Normativitas dan Kontekstualitas Penerapan Hukum Nasional. Rukmini M. & Mihradi, R. M. 2006, Pemenuhan HAM Pendidikan dan Kesehatan di Daerah, (Pusat Telaah dan Informasi Regional dan European Initiative Democracy and Human Right (EIDHR) Uni Eropa. Sauri S, 2009, Membangun Profesionalisme Guru Berbasis Nilai Bahasa Santun Bagi Pembinaan Keperibadian Bangsa Yang Bijak, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar, Universitas Pendidikan Indonesia.
2014, hlm. 20.
298