PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DAN PEMBENTUKAN KARAKTER DEMOKRATIS WARGA NEGARA Dikdik Baehaqi Arif, M.Pd Program Studi PPKn FKIP Universitas Ahmad Dahlan Email:
[email protected] Abstrak Warga negara ideal yang memiliki karakter demokratis dan bertanggung jawab diperlukan sebagai modal sosial (social capital) pembangunan karakter bangsa. Selain penting sebagai modal sosial, karakter demokratis warga negara sekaligus memerlukan modal intelektual (intellectual capital) yang penting untuk membentuk warga negara yang bertanggung jawab, yaitu yang memiliki pengetahuan terhadap prinsip-prinsip dan praktik demokrasi serta kapasitas kognitif untuk menerapkan pengetahuan itu terhadap urusan publik. Perlunya modal intelektual ini juga karena memiliki korelasi positif dengan atribut-atribut lain dari warga negara yang baik, seperti toleransi politik, dan kepekaan terhadap harapan politik publik. Dalam konteks demikian, Pendidikan Kewarganegaraan di sekolah (school civic education), dipandang dapat menjadi wahana pembentuk karakter demokratis warga negara melalui pengembangan komponen karakter demokratis, yaitu pengetahuan kewargaan dan pemerintahan demokrasi; kecakapan kognitif dari kewargaan demokratis; kecakapan partisipasi dari kewargaan demokratis; dan keutamaan karakter kewargaan demokratis. Keywords: karakter demokratis, karakter bangsa, pendidikan kewarganegaraan persekolahan, pengetahuan kewargaan, kecakapan kewargaan. sosial budaya yang memerlukan prioritas dan
1. Pendahuluan Perlunya pembangunan bangsa dan
perhatian untuk dipecahkan.
karakter yang oleh presiden RI pertama, Ir.
Dalam refleksi tentang visi dan
Soekarno ditemakan dengan national and
karanter
character
Muhammadiyah
building
telah
secara
bangsa, telah
Pimpinan
Pusat
mengidentifikasi
konstitusional dinyatakan dalam Pembukaan
empat permasalahan utama kebangsaan,
UUD
dalam
sebagai berikut: Pertama, memudarnya rasa
mendapati
dan ikatan kebangsaan yang ditandai oleh
1945.
perjalanannya,
Namun kita
demikian, masih
beberapa permasalahan kebangsaan, baik
menguatnya
permasalahan politik, ekonomi, maupun
kedaerahan, kelompok, dan keagamaan). Kedua,
primordialisme
kehidupan
beragama
(etnis/ masih
dihadapkan pada paradoks antara maraknya
perilaku yang positif seperti kerja keras,
semangat keagamaan dengan kecenderungan
jujur, terpercaya, cerdas, tanggung jawab,
sikap hidup permisif, materialistik, dan
menghargai kualitas, dan mentalitas yang
sekuler yang berlawanan dengan nilai-nilai
unggul
luhur
2009:10-22).
agama.
sepenuhnya
Keberagamaan
berfungsi
belum
sebagai
lainnya
(PP
Muhammadiyah,
faktor
Berdasarkan berbagai permasalahan
integratif dalam mewujudkan kerukunan,
utama kebangsaan di atas, kehawatiran kita
kebersamaan, dan budaya anti kekerasan
tentang kondisi karakter ideal warga negara
dalam konfigurasi kemajemukan bangsa.
–sebagai prasyarat pembangunan karakter
Ketiga, memudarnya integrasi
sosial
yang
kohesi
ditandai
dan
bangsa– serta prospek pembangunan bangsa
oleh
dan
negara
di
masa
depan
sangatlah
munculnya berbagai bentuk tindak kekerasan
beralasan. Itulah pula mengapa pemerintah
dengan motif yang sangat kompleks dalam
mengambil
kehidupan
mengarusutamakan pembangunan karakter
masyarakat,
berbagai
bentuk
inisiatif
perilaku menyimpang dan kriminalitas yang
bangsa
cenderung meningkat, pranata sosial yang
Bahkan rumusan Rencana Pembangunan
luhur seperti gotong royong dan saling
Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025
menghormati perbedaan semakin meluruh
menempatkan
dalam tata kehidupan sosial, dan masih
sebagai misi utama dari delapan misi guna
kuatnya budaya patriakhi yang membawa
mewujudkan visi pembangunan nasional.
implikasi
yang
Hal tersebut sebagaimana dapat kita baca
martabat
dalam UU No. 17 Tahun 2007 tentang
pada
merendahkan
pandangan
harkat
dan
perempuan.
Rencana
Keempat, masyarakat
dalam
untuk
dalam
terdapat
kehidupan kecenderungan
pembangunan
nasional.
pembangunan
Pembangunan
karakter
Jangka
Panjang
Nasional yang menyatakan sebagai berikut “…terwujudnya
karakter
bangsa
yang
pelemahan mentalitas yang mencerminkan
tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, dan
mental bangsa yang lembek (soft nation)
bermoral
yang ditandai oleh kecenderungan sikap
dicirikan dengan watak dan perilaku manusia
inlander, inferior, suka menerabas, perilaku
dan masyarakat Indonesia yang beragam,
instant, tidak disiplin, suka meremehkan
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
masalah, tidak menghargai mutu, kurang
Maha
bertanggung jawab, mudah mengingkari
bergotong
janji, dan toleran terhadap penyimpangan.
berkembang
Pada saat yang sama kurang berkembang
IPTEKS”.
berdasarkan
Esa,
berbudi royong, dinamis,
Pancasila,
luhur, berjiwa dan
yang
bertoleran, patriotik, berorientasi
Fokus utama pembangunan bangsa sesungguhnya adalah untuk menumbuhkan dan memperkuat jati diri bangsa, menjaga keutuhan NKRI, dan membentuk manusia dan masyarakat Indonesia yang berakhlak mulia dan bangsa yang bermartabat (Pusat Kurikulum
Kementerian
Pendidikan
Nasional, 2010). Oleh sebab itu, dapat dikatakan
bahwa
proses
pembangunan
karakter bangsa memiliki cakupan dan tingkat urgensi yang sangat luas dan bersifat multidimensional.
Luas
karena
terkait
dengan pengembangan seluruh aspek potensi keunggulan bangsa dan multidimensional karena
mencakup
dimensi-dimensi
kebangsaan yang hingga saat ini sedang dalam
proses
“menjadi”
(Winataputra,
2012:34). Mencermati hal itu, pendidikan dapat kita ajukan sebagai salah satu wahana untuk pembangunan
karakter
bangsa.
Sebab
pendidikan merupakan hal terpenting untuk membentuk kepribadian. Dalam konteks formal,
mata
pelajaran
pendidikan
kewarganegaraan di sekolah (school civic education) sesungguhnya memiliki peran utama dalam pembangunan karakter bangsa melalu pembentukan karakter demokratis warga
negara.
Makalah
ini
berusaha
membahas proses pembentukan karakter demokratis warga negara di sekolah melalui mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.
2. Urgensi Pembentukan Karakter Warga Negara Ellen G. White (Hidayatullah, 2011) menyatakan bahwa pembangunan karakter adalah usaha paling penting yang pernah diberikan kepada manusia. Pembangunan karakter adalah tujuan luar biasa dari sistem pendidikan
yang
menghubungkan
benar.
Karenanya,
pendidikan
dengan
pembangunan karakter bangsa tidak dapat dilepaskan dari rumusan fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Dalam Pasal 3 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
dinyatakan
nasional
adalah
fungsi
untuk
pendidikan
mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Pada
rumusan
akhir
tujuan
pendidikan nasional itu, terdapat konsep ”...menjadi warga negara yang demokratis...” yang patut dipahami sebagai karakter warga negara ideal yang dicita-citakan. Lalu apa sebenarnya karakter itu? Dilihat dari asal katanya, karakter berasal dari kata Yunani charaktêr yang mengacu kepada suatu tanda yang terpatri pada sisi sebuah koin. Karakter menurut Kalidjernih
(2010) lazim dipahami sebagai kualitas-
olah pikir (intellectual development), olah
kualitas moral yang awet yang terdapat atau
raga dan kinestetik (physical and kinestetic
tidak terdapat pada setiap individu yang
development), dan olah rasa dan karsa
terekspresikan melalui pola-pola perilaku
(affective
atau tindakan yang dapat dievaluasi dalam
(Kementerian Pendidikan Nasional, 2010).
berbagai situasi.
and
creativity
Budimansyah
Dalam
Kamus
Poerwadarminta,
development)
(2010)
mengurai
konfigurasi karakter tersebut yaitu olah hati
karakter diartikan sebagai tabiat, watak,
berkenaan
sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti
keyakinan/keimanan menghasilkan karakter
yang membedakan seseorang daripada yang
jujur dan bertanggung jawab. Olah pikir
lain. Dalam pandangan Purwasasmita (2010)
berkenaan dengan proses nalar guna mencari
disebut watak jika telah berlangsung dan
dan menggunakan pengetahuan secara kritis,
melekat pada diri seseorang. Karakter adalah
kreatif, dan inovatif menghasilkan pribadi
cara berpikir dan berperilaku yang menjadi
cerdas. Olah raga berkenaan dengan proses
ciri khas tiap individu untuk hidup dan
persepsi, kesiapan, peniruan, manipulasi, dan
bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga,
penciptaan aktivitas baru disertai sportivitas
masyarakat, bangsa dan negara. Menurut
menghasilkan
Suyanto (2009) individu yang berkarakter
menarik. Olah rasa dan karsa berkenaan
baik adalah individu yang bisa membuat
dengan
keputusan
tercermin dalam kepedulian, citra, dan
dan
siap
mempertanggung-
dengan
perasaan
sikap
kemauan
bersih,
dan
jawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia
penciptaan
buat.
kepedulian dan kreatifitas. Secara psikologis dan sosiokultural
kebaruan
Berdasarkan
sikap
sehat,
kreativitas
dan
dan yang
menghasilkan
pengertian
di
atas,
pembentukan karakter dalam diri individu
dalam konteks suatu bangsa, karakter bangsa
merupakan fungsi dari seluruh potensi
dapat dimaknai sebagai nilai-nilai keutamaan
individu manusia (kognitif, afektif, konatif,
yang melekat pada setiap individu warga
dan psikomotorik) dalam konteks interaksi
negara
sosiokultural
(dalam
satuan
sebagai personalitas dan identitas kolektif
pendidikan,
dan
dan
bangsa (PP Muhammadiyah, 2009). Karakter
berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi
bangsa dalam hal ini berfungsi sebagai
karakter dalam konteks totalitas proses
kekuatan mental dan etik yang mendorong
psikologis dan sosiokultural tersebut dapat
suatu
dibagi ke dalam empat kelompok, yaitu: olah
kebangsaannya
hati (spiritual and emotional development),
keunggulan-keunggulan
keluarga, masyarakat)
dan
bangsa
kemudian
mengejawantah
merealisasikan dan
cita-cita
menampilkan komparatif,
kompetitif, dan dinamis di antara bangsa-
Menghubungkan
pendidikan
bangsa lain. Karena itu, menurut rumusan
kewarganegaraan
tersebut, manusia Indonesia yang berkarakter
karakter demokratis warga negara bukanlah
kuat adalah manusia yang memiliki sifat-
sesuatu yang asing. Sejak kelahirannya,
sifat religius, moderat, cerdas, dan mandiri.
pendidikan
Inilah karakter demokratis khas Indonesia
didesain
yang
warga negara agar mampu berpartisipasi
perlu
dibangun
dalam
program
pembangunan karakter bangsa.
aktif
dengan
pembentukan
kewarganegaraan
sebagai
secara
upaya
politik
memang
mempersiapkan
dalam
kehidupan
Karakter demokratis khas indonsia di
kebangsaan dan kenegaraan. Bahkan terkait
atas, dicirikan oleh beberapa karakteristik
dengan karakter demokratis, Zamroni (ICCE,
berikut: Sifat religius dicirikan oleh sikap
2003)
hidup dan kepribadian taat beribadah, jujur,
kewarganegaraan
terpercaya,
demokrasi
dermawan,
menolong,
dan
saling
pendidikan
adalah
pendidikan
bertujuan
untuk
mempersiapkan warga masyarakat berpikir
dicirikan oleh sikap hidup yang tidak radikal
kritis dan bertindak demokratis, melalui
dan tercermin dalam kepribadian yang
aktivitas menanamkan kesadaran kepada
tengahan
sosial,
generasi baru bahwa demokrasi adalah
berorientasi materi dan ruhani, serta mampu
bentuk kehidupan masyarakat yang paling
hidup dan kerjasama dalam kemajemukan.
menjamin hak-hak warga masyarakat. Selain
Sifat cerdas dicirikan oleh sikap hidup dan
itu, pendidikan kewarganegaraan adalah
kepribadian
ilmu,
suatu proses yang dilakukan oleh lembaga
terbuka, dan berpikiran maju. Dan sikap
pendidikan dimana seseorang mempelajari
mandiri dicirikan oleh sikap hidup dan
orientasi, sikap dan perilaku politik sehingga
kepribadian merdeka, disiplin tinggi, hemat,
yang bersangkutan memiliki pengetahuan
menghargai waktu, ulet, wirausaha, kerja
politik
keras, dan memiliki cinta kebangsaan yang
politik (political awareness), sikap politik
tinggi tanpa kehilangan orientasi nilai-nilai
(political attitude), efikasi politik (political
kemanusiaan
efficacy) dan partisipasi politik (political
yang
Sifat
yang
bahwa
moderat
antara
toleran.
tolong
berpendapat
individu
rasional,
universal
dan
dan
cinta
hubungan
antarperadaban bangsa-bangsa.
(poltical
kesadaran
participation) serta kemampuan mengambil keputusan
3. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Pembentukan Karakter Demokratis Warga Negara
knowledge),
politik
secara
rasional
dan
menguntungkan bagi dirinya, masyarakat, dan bangsa. Pendidikan
kewarganegaraan
dikonstruksi sebagai muatan wajib pada
kurikulum pendidikan dasar, pendidikan
dimaknai Samsuri (2010) sebagai upaya
menengah, dan pendidikan tinggi. Hal
mengukuhkan
demikian dimaksudkan agar pendidikan
demokratis warga negara melalui pendidikan
kewarganegaraan
kewarganegaraan
peserta
didik
mampu menjadi
membentuk
manusia
yang
arti
penting
partisipasi
dan
kewarganegaraan
praktik
dengan
menekankan
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air
perlunya sebuah hubungan sinergis antara
sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945
pendidikan
(Pasal 37 ayat [1] dan (2) UU No. 20 Tahun
partisipatori.
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional).
dan
praktik
Keterhubungan
demokrasi
antara
pendidikan
Ketentuan ini sesungguhnya menunjukkan
dan demokrasi telah membuka dunia luas
bahwa
kewarganegaraan
dengan minat baru terhadap pendidikan
menempati kedudukan yang strategis dalam
kewarganegaraan. Bahkan Patrick (Samsuri,
upaya pembentukan watak dan peradaban
2010;
bangsa yang bermartabat dalam rangka
pemimpin di bekas negara-negara komunis
mencerdaskan
dan
sekalipun telah mewujudkan pembangunan
menjadikan manusia sebagai warga negara
demokrasi yang otentik yang tergantung
yang demokratis dan bertanggung jawab.
kepada pembangunan melalui pendidikan
pendidikan
kehidupan
Arti
bangsa,
penting
kewarganegaraan
2012)
menyebut
bahwa
para
pendidikan
yang berupaya menjadikan warga negara
upaya
kompeten dan bersungguh-sungguh, yang
dalam
menumbuhkan karakter demokratis warga
tahu
negara sejalan dengan Laporan Komisi
melakukannya, dan mengapa demokrasi itu
Internasional UNESCO tentang Pendidikan
baik, atau paling sedikit lebih baik dari
Abad 21 (Report to UNESCO of The
alternatif tipe-tipe sistem politik yang pernah
International Commission on Education for
ada. Dari sini, kita dapat sebutkan bahwa
the Twenty-first Century), yang diketuai
demokrasi sebagai sebuah nilai universal
Jacques Delors, bertajuk Learning: The
tidak akan mungkin menjadi satu kenyataan
Treasure
yang
global, sebagai common sense masyarakat
mengungkapkan bahwa “...education for
dunia, tanpa ada sebuah ikhtiar yang intensif
citizenship and democracy is par excellence
dan serius secara internasional melalui apa
an education that is not restricted to the
yang disebut pendidikan.
Within
(1996),
space and time of formal education, it is also
apa
itu
Uraian
demokrasi,
tersebut
bagaimana
sesungguhnya
important for families and other members of
memperkuat pandangan bahwa pendidikan
the community to be directly involved.”
kewarganegaraan memiliki hubungan erat
(Delors,
dengan
et.al.,
1996:62).
Laporan
itu
upaya
pembentukan
karakter
demokratis
warga
negara.
Persoalannya
Keprihatinan
terhadap
kondisi
adalah bagaimana kebijakan pembentukan
pendidikan kewarganegaraan semasa Orde
karakter demokratis warga negara itu dalam
Baru telah melahirkan sejumlah inisiatif
praktik
di
untuk
Indonesia? Harus diakui bahwa kebijakan
proses
pendidikan untuk pembentukan karakter
pendidikan kewarganegaraan paradigma baru
demokratis
sebagai pendidikan demokrasi (Winataputra,
pendidikan
warga
kewarganegaraan
negara
berhubungan
dengan politik kebijakan pendidikan. Dalam
sistem
mempersoalkan pendidikan
politik
nilai-nilai
proses
pendidikan
warga
negara
akan kebijakan
mengakomodasi
pemeliharaan
dengan
bagaimana
kepentingan
politik
dengan
reformasi,
muncul
Seiring gagasan
2012:83). Paradigma ini memberi harapan
hubunganya
pendidikan,
melakukan pembaharuan.
melalui
untuk menyelaraskan (kembali) pendidikan kewarganegaraan pendidikan
dengan
idealitas
kewarganegaraan
demokratis
yang telah berkembang dan masih terus dikembangkan
di
sejumlah
negara
kemampuan
demokratis. Idealitas itu, juga didukung oleh
mengartikulasikan
suasana reformasi yang memberi ruang kritis
kepentingannya ke dalam kebijakan itu
dan partisipasi otonom pada setiap warga
sendiri (Samsuri, 2010). Selama periode
negara.
Orde Baru, pendidikan sebagai instrumen pembentukan
karakter
warga
negara
menampakkan wujudnya dalam standardisasi karakter warga negara. Standardisasi itu
4. Strategi Pendidikan Kewarganegaraan untuk Pembentukan Karakter Demokratis Warga Negara Pendidikan
kewarganegaraan
mencerminkan kebajikan-kebajikan warga
memiliki fungsi penting dalam pembentukan
negara (civic virtues) yang disajikan dalam
karakter demokratis warga negara yang pada
mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila
gilirannya
(PMP) dan atau Pendidikan Pancasila dan
karakter bangsa yang demokratis pula. Untuk
Kewarganegaraan
(PPKn)
dengan
dapat memerankan fungsinya tersebut, Patric
memasukan
Pancasila
menurut
Pedoman
tafsir
Penghayatan
dan
Pengamalan
(Samsuri,
secara
2012)
kolektif
membentuk
mengungkap
bahwa
pendidikan kewarganegaraan harus mampu
Pancasila (P4) sebagai kontennya. Civic
mengembangkan
virtues itu masing-masing direduksi dari
karakter demokratis warga negara, yaitu
tafsir Pancasila menjadi 36 butir pengamalan
pengetahuan kewargaan dan pemerintahan
nilai-nilai
demokrasi,
Pancasila.
P4
inilah
yang
kemudian menjadi keharusan pedoman atau arah tingkah laku warga negara.
komponen
kecakapan
kompetensi
kognitif
dari
kewargaan demokratis, kecakapan partisipasi
dari kewargaan demokratis, dan keutamaan
bebas dan tidak memihak, mengutamakan
karakter kewargaan demokratis.
kesejahteraan rakyat, dan melaksanakan
Dalam pandangan lain, Winataputra
prinsip keadilan. Perlu menjadi catatan,
(2012) mengajukan lima hal yang perlu
bahwa isi kurikulum tersebut bukan sekedar
dilakukan
agar siswa belajar tentang demokrasi, tapi
dalam
rangka
pembentukan
karakter demokratis warga negara melalui
harus
pendidikan
berdemokrasi.
kewarganegaraan
paradigma
baru. Pertama, memberikan perhatian yang
memungkinkan
yang
pada
mengeksplorasi
pengertian
tentang
belajar
Ketiga, tersedianya sumber belajar
cermat dan usaha yang sungguh-sungguh pengembangan
siswa
memungkinkan
siswa
sejarah
mampu
demokrasi
di
hakikat dan karakteristik aneka ragam
negaranya untuk dapat menjawab persoalan
demokrasi.
mengembangkan
apakah kekuatan dan kelemahan demokrasi
kurikulum atau paket pendidikan yang
yang diterapkan di negaranya secara jernih.
sengaja dirancang untuk memfasilitasi siswa
Keempat, tersedianya sumber belajar yang
agar mampu mengeksplorasi bagaimana cita-
dapat memfasilitasi siswa untuk memahami
cita demokrasi telah diterjemahkan ke dalam
penerapan demokrasi di negara lain sehingga
kelembagaan dan praktik di berbagai belahan
mereka memiliki wawasan yang luas tentang
bumi dan dalam berbagai kurun waktu.
ragam ide dan sistem demokrasi dalam
Kedua,
Dalam konteks di atas, pendidikan
berbagai
konteks.
Ketersediaan
sumber
kewarganegaraan seyogyanya memuat kajian
belajar yang memadai menjadi hal penting
tentang hakikat, karakteristik, dan nilai-nilai
dalam pembentukan karakter demokratis
demokrasi baik pada tataran lokal, nasional,
warga negara. Dewasa ini, sumber-sumber
maupun internasional. Pada tataran nasional,
belajar (tercetak, elektronik, maupun online)
misalnya
pilar-pilar
dapat mudah diperoleh, baik sumber yang
Indonesia
sengaja
demokrasi
dapat
dikemukakan
konstitusional
dirancang
guru
untuk
proses
berdasarkan UUD 1945 yakni cita-cita, nilai,
pembelajaran, maupun sumber yang tidak
dan prinsip demokrasi
dirancang tetapi dapat memfasilitasi siswa
Indonesia
yang
berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa,
belajar
memberikan jaminan hak asasi manusia,
berdemokrasi.
berdasarkan kedaulatan rakyat, bertujuan
tentang Kelima,
demokrasi
dan
belajar
dikembangkannya
kelas
mencerdaskan bangsa, menerapkan prinsip
sebagai laboratorium demokrasi (democratic
pembagian
laboratory), lingkungan sekolah sebagai
kekuasaan,
mengembangkan
otonomi daerah, menegakkan “rule of law”,
“micro
mengembangkan
masyarakat luas sebagai “open global
sistem
peradilan
yang
cosmos
of
democracy”,
dan
classroom”
yang memungkinkan
siswa
baru tersebut agar proses pembelajaran
dapat belajar tentang demokrasi dalam
sejalan
situasi yang demokratis, dan untuk tujuan
karakter warga negara demokratis dan
melatih diri sebagai warga negara yang
memiliki kompetensi kewargaan (Samsuri,
demokratis.
2010). Guru pendidikan kewarganegaraan
Menjadikan
kelas
sebagai
dengan
tuntutan
pembentukan
yang kompeten dan professional harus
laboratorium demokrasi artinya menjadikan
disiapkan
kelas pendidikan kewarganegaraan yang
pendidikan tenaga kependidikan. Lebih dari
memberdayakan siswa yang diwujudkan
itu, guru pendidikan kewarganegaraan harus
dalam perilaku interaktif guru dan siswa,
menjadi teladan hidup berdemokrasi yang
siswa dan siswa, serta penciptaan iklim
memancarkan
kelas pendidikan kewarganegaraan yang
demokratis yang religius, moderat, cerdas,
mendukung pengambilan keputusan secara
dan mandiri dalam proses pembelajaran di
demokratis.
kelas, maupun dalam kehidupan di luar
Untuk
itu,
pendekatan
pembelajaran pendidikan kewarganegaraan
secara
serius
nilai-nilai
oleh
dan
lembaga
karakter
kelas.
harus berorientasi pada proses berpikir kritis (critical thinking) dan pemecahan masalah
5. Penutup
(problem solving).
Tumbuhnya karakter demokratis pada
Demikian juga dengan lingkungan
setiap warga negara diperlukan untuk
sekolah dan masyarakat, keduanya harus
mendukung tercapainya tujuan pendidikan
dijadikan
kelas
nasional dalam rangka pembangunan bangsa
pendidikan kewarganegaraan yang lebih
dan karakter. Karakter demokratis warga
luas. Harapannya, kesenjangan yang antara
negara
yang dipelajari di sekolah dengan yang
pembangunan karakter dan bangsa harus
sungguh-sungguh terjadi dalam kehidupan
berlandaskan
lingkungan masyarakat secara sistematis
bangsa, yaitu Pancasila dan UUD 1945.
dapat dikurangi atau bahkan dihindari. Hal
Karena itu, karakter demokratis warga
ini penting, sebab pembangunan karakter
negara Indonesia tidak dapat digeneralisir
demokratis merupakan tugas dari semua
dengan karakter dan praktik kehidupan
pihak.
demokrasi
di
demokratis
yang
sebagai
bagian
dari
Di sisi lain, hal terpenting yang perlu kita
bangun
adalah
kompetensi
yang
menjadi pada
modal
nilai-nilai
negara
lain.
seyogyanya
sosial filosofis
Karakter menjadi
guru
kekhasan Indonesia ditandai oleh sifatnya
pendidikan kewarganegaraan yang mampu
yang religius, moderat, cerdas, dan mandiri.
menafsirkan dan menerjemahkan paradigma
Sekalipun
diakui
bahwa
pembentukan
karakter
warga
dipengaruhi pendidikan
negara
kita
(sangat)
kebijakan
politik
pembangunan
karakter
oleh dan
sebuah rezim, tetapi peran pendidikan kewarganegaraan
untuk
pembentukan
karakter demokratis sesungguhnya tidak pernah berubah. Daftar Pustaka Budimansyah, D. (2010). Penguatan Pendidikan Kewarganegaraan untuk Membangun Karakter Bangsa, Bandung: Widya Aksara Press. Delors, J, et.al. (1996). Learning: the Treasure Within, Report to UNESCO of The International Commission on Education for the Twenty-first Century, Paris: UNESCO Hidayatullah, M.F. (2011). “Pendidikan Karakter dan Pengembangan Metode Pembelajaran Nilai”. Bahan tayangan disampaikan dalam Pentaloka Doswar se-Jawa Tengah dan DIY di Dodik Bela Negara Resimen Kodam IV/Diponegoro Magelang, 12 April 2011. ICCE UIN. (2005). Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani. Jakarta: Kerjasama ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan Prenada Media. Kalidjernih, F.K. (2010). “Situasionisme: Refleksi untuk Pendidikan Karakter di Indonesia”, disampaikan dalam Seminar Aktualisasi Pendidikan Karakter yang diselenggarakan oleh Program Studi PKn SPs UPI, 15 November 2010. Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Rencana Induk Pengembangan Pendidikan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional.
Pimpinan Pusat Muhammadiyah. (2009). Revitalisasi Visi dan Karakter Bangsa: Agenda Indonesia ke Depan. Yogyakarta: Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Purwasasmita, M. (2010). “Memaknai Konsep Alam Cerdas dan kearifan Nilai Budaya Lokal dalam Pendidikan Karakter Bangsa”, dalam Prosiding Seminar Aktualisasi Pendidikan Karakter, Bandung: Widya Aksara Press. Pusat Kurikulum Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa: Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter Bangsa. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional. Samsuri. (2010). “Pembentukan Karakter Warga Negara Demokratis dalam Politik Pendidikan Indonesia Periode Orde Baru Hingga Era Reformasi”. Makalah disampaikan dalam Diskusi MGMP PKn Kabupaten Sleman, 18 Oktober 2010. Samsuri. (2012). Pendidikan Karakter Warga Negara: Kritik Pembangunan Karakter Bangsa. Surakarta: Pustaka Hanif. Suyanto. (2011). “Urgensi Pendidikan Karakter”. Tersedia: [Online] http://www.mandikdasmen.depdiknas .go.id/web/pages/urgensi.html. (24 Maret 2011) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Winataputra, U.S. (2012). Pendidikan Kewarganegaraan dalam Perspektif Pendidikan untuk Mencerdaskan Kehidupan Bangsa: Gagasan, Instrumentasi, dan Praksis. Bandung: Widya Aksara Press.