Pendidikan Kecakapan Hidup da/am Bingkai Mora! Sebagai Slrategi Broad Based Education
PENDIDIKAN KECAKAPAN HIDUP DALAM BINGKAI MORAL SEBAGAI STRATEGI BROAD BASED EDUCATION
Oleh: Saefur Rochmat dan Bambang S. Hadi Fakultas IImu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta Abstract: Up to now, our educational system have not succeeded in increasing the quality ofmanpower, in which we are in the 132"" in theworId, one level below Vietnam, a nation which isjust out ofthe internal dissent. It happens because Indonesia follows the educational system oftM West minus its cultural aspect. The impacts will be more disaster ifthe educational process only emphasis on the cognitive aspect ofit, moreover ifit is reduced into the memory aspect. Ifwe give BroadBased Education (BBE) the meaningful, it will be able to overcome some disabilities ofoureducational system. The BBEprograms launching together with the policy ofthe Local Autonomy give all districts the opportunities to set up their educational system regionally in accordance with their culture. Educational system should relevant to their philosophical, as the system ofknowledge oftheir societies, which consistofall symbols with theirconcepts ofepistemology to integrate the process ofmodernization into a coherent system. Ifthe educational system is given the appropriate cloth in accordance with the culture ofthe nation it will run well, besides as an alternative to the secular education of the West which is not able to produce the wisdom. We can take all the theories and concepts ofthe West to be applied into the situationand conditien in Indonesia so that the results'Ofeducation are useful to cope all problems which exist in our societies. We should also lead education process up to the evaluation level in accordance with the culture and morality ofour nation.
.. :-
35
Cakrawala Pend/dikan, Februari 2005, Til. XXIV, No. 1
Key words: manpower, education, culture, modernization, and evaluation. PendahuIuan
,
.
ualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang sangat rendah nomor 132 di dunia, satu tingkat di bawah Vietnam, suatu negara yang barn keluardari konflikdalam negeri dan belum lama merdeka, merupakan akibat dari sistem pendidikan yang tidak memadai, ilmu-ilmu yang diajarkan dilepaskan dari filsafat bangsa sendiri. Padahal, filsafat bangsa merupakan spirit dan sekaligus menjadi standarnilai bagi pendidikan suatu bangsa. Dengan demikian, mata pelajaran yang diajarkan selama ini cenderung sebagai suatu produk dari peradaban Barat, yang terlepas dari baju filsafatnya namun tidakdigantidengan baju filsafat bangsa kita sendiri,,· Dewasaini ilmu-ilmu yang diajarkan cenderung mengembangkan aspek keterampilan dan aspek intelektual saja, dan tidak mengembangkan pendidikan moral secara memadai. Orientasi pendidikan seperti inijelas sekali bertentangandengan orientasi sistem pendidikan Islarii yangmenghargai pendidikan moral sebagai inti dari pendidikan itu sendiri. Hendaknya sistem pendidikan mengacu kepada sistem pendidikan Islam yang mempunyai seperangkat ajaran dan moral universal yang komprehensif, hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa mayoritas penduduk Indonesia adalah Muslim, disamping pentingnya pendidikan moral telah menjadi perhatian semua
K
~..
agama.
Dalam pendidikan di Indonesia sekarang ini terlihat bahwa pengembangan aspek keterampilan mendapat porsi yang besar dalam pendidikan keterampilan (teknik) dan ilmu-ilmu alam, yang mempunyai sasaran menundukkan dunia bagi kemudahan dan kesenangan hidup manusia di dunia ini. Materi pendidikannyaadalah bagaimanacard menghasilkansuatu produk (barang-barang) yang dapat memper.mudah kehidupan manusia di dalam usahanya untuk mengatasi keganasan alamo I1mu-ilmu alam ini, dan dalam kadartertentu pendidikan keterampilan,juga mengembangkan aspek intelektual. Sementar'ditu, pengembangan aspek intelektual sangat menonjol
36
Pendidikan Kecakapan Hidup da/am Bingkai Moral SeOOgai Strategi Broad Based Education
dalam ilmu-ilmu humaniora, yaitu ilmu yang menjadikan manusiasebagai obyek kajiannya Pengembangan aspek intelektual ini sangat penting di dalam pendidikan, baik dalam ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu humaniora, tetapi hal itu bukanlah inti dari pendidikan itu s~ndiri. Pengembangan aspek intelektual ini terbatas bagi mereka yang memiliki kemampuan intelektual tinggi, disamping fakta adanya pembagian tugas dan tanggungjawab yang kurang mengandalkan pada kemampuan intelektual tersebut. Konsep pendidikan yang hanya mengembangkan aspekketerampilan dan intelektualjelas tidak komprehensif, karenasistem pendidikan semacam itu tidakmemperhatikan pendidikan bagi mereka yang memiliki pembawaan IQ rendah. Sistem pendidikan semacaminijugadapatmenimbulkan perasaan frustrasi pada anak didik yang selalu dituntut secara intelektual dan tidak memberi kesempatan pada mereka untuk mengembangkan nonintelektualitas, seperti moralitas dan seni dari kemandirian/tanggungjawab. Mereka yang memiliki IQ rendah perlu diperhatikan juga agar dapat memiliki peranmaupun mengemban tan&,oungjawab kemasyarakatan sesuai dengan kemampuannya. Pendidikan tanggungjawab perlu diperkenalkan dalam sistem pendidikan kita karena inilah pendidikan yang benar-benar berpusat pada anak didik. Anak didik diarahkan dalam belajarnya dengan pendekatan CBSA(Cara Belajar SiswaAktif). Selanjutnya, anakdiberi kebebasan untuk menentukan minat studinya dari mengembangkan peran sosial yang sesuai dengan kemampuannya. Di sini diperkenalkan keseimbangan antara kemampuan intelektual dan tanggungjawab, yang menjamin bagi tertib sosial. Implementasi kurikulum 2004ini diharapkan dapat mengatasi krisis nilai di dalam sistem pendidikan kitasekarang ini. BroadBasedEducation (BBE) diharapkan dapat merombak kecenderungan kurikulum selama ini yang sentralistik (karena disusun oleh pemerintah pusat) dengan kurikulum bermuatan loka!. Peluang untuk menerapkan BBE secara benar semakin besar dengan dikeluarkannya kebijakan"pOlitik UU No. 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Pada tulisan ini akan dibahas secara sederhana mengenai keterkaitan pendidikan keterampilan dan pendidikan moral untuk mendukung BBE.
37
Pefldidikan Kecakapan Hidup da/am Bingka; Moral Sebaga; Slrateg; Broad Based Education
dapat diamali, berisi tentang kebenaran yang diterima secara umum oleh suatu komunitas tertentu. Mereka melihat tradisi tidak secara utuh karena hanya melihat tradisi sebagai produk (fakta sosial) dan tidak melihat tradisi sebagai suatu proses yang mengalarni lahir, turnbuh dan berkembang seperti sekarang ini. KiUi dapat mengetahui baik dan buruk berdasarkan akal dalam membaca situasi sosial yang ada di dalam masyarakat, namun hal tersebut hanya sebatas pada kemampuan untuk menerangkan tradisi sebagai fakta sosial dan tidak sampai pada usaha mengerti (verstehen) terhadap psikologi dari tradisi tersebut. . Bila dipikirkan secara mendalam, situasi sosial (tradisi) tersebut merupakan produkdari ajaran agama(MuktiAli, 1971: 7).Tradisi mewakili nilai-nilai di dalam suatu masyarakat yang diterima sebagai kebenaran, setelah melalui pn:>ses dialogis di anUira berbagai nilai-nilai dari anggoUi masyarakat yang plucil rersebut. Nilai-nilai yang dikonteSkan tersebut berasaldari agama, aUiu lebih tepatnya lagi pemahatnan keagamaan anggota masyarakat yang plural tersebut. Di Baratkrisis moral secara internal tidak terlalu berdampak pada peran dominan peradabannya, teUipi secara ektemal berdampakluas pada Uitanan dunia yang cenderungmembelakepentingannyad3n menafikan kepentingan bum tertindas. Secarainternal jugaBaratmampu mengernbangkan sistem norma dan nilai beserta perangkat pendukungnya yang menjadi pilar-pilar bagi keunggulan peradaban sekuler Barat. Tentu saja peradaban sekuler Barat merniliki sejumlah kelemahan; dan aspek inilah yang seharusnya dicarikan altematif di dalam sistem pendidikan kita. Sernentara bila kita mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi Barattanpa disesuaikan aUiu diaplikasikan dengan situasi dan kondisi Indonesia maka perkembangan iptek di Indonesia kurang dapat mengatasi permasalahan pembangunan di Indonesia. Kita tidak sepatutnya mengikuti gaya hidup peradaban Barat tanpa mengetahui nilai-nilai atau norma-norma budaya yang melaUirbelakanginya, apalagi tanpa tahu kontribusinya bagi kebudayaan kiUi sendiri. Dampaknyaakan lebih parah lagi bila pendidikan yang diajarkan bersifat teoretis, yaitu rnengajarkan konsep-konsep, teorl-teorl ilmu pengetahuan dan teknologi Barat tanpadisesuaikan aUiu diaplikasikan dengan situasi dan 39
Cakrawala Pendidikan. Februari 2005, Th. XXIl/, No. 1
kondisi real di Indonesia. Bila pendidikan itu direduksi pada aspek hafalan, maka pendidikan justru akan berarti mengajarkan kekaguman terhadap kemajuan peradaban Barat; dan sebaliknya, menimbulkan perasaan inferior pada diri sendiri karena kita tidak mempunyai kebaJiggaan ter,hadap perkembangan iptek sendiri. .
Broad Based-Education dan Sistem Pendidikan Indonesia~Sentris
,.
Sistem pendidikan akan mengalami krisis moral hila tidak sesuai dengan budaya suatu bangsa. Karena itu kita perlu menyusun sistem pendidikan yang sesuai dengan budaya bangsa sendiri. Walaupun demikian sistem pendidikan Indonesia-sentris tidak harus tunggal, karena kita juga harus , mempe~tikan unsur-unsurbudaya lokaI yang mempunyai sistem nihil yang khas bagi suatu daerah. Dengan demikian, pendekatan BBE dalam sistem pendidikan kita hendaknyadimakDai dari dua sudut pandang, yaitu sebagai usahaIJidonesianisasi dan lokalisasi iptekBaratsekaligus. BBE hendaknya dilihat dari sudut pandang filsafat ilmu dan filsafat pendidikan sekaligus, sehingga iptek tidak sekedar serangkaian aksioma, konsep dan teori; tetapi jugabagaimana penerapan iptekbaikdi masyarakat maupun di dunia pendidikan. KeIjasama antara dunia pendidikan dan masyarakatsangat menentukan keberhasilan pengembangan iptekdi suatu negara, di samping adanya keputusan politis pemerintah. Pengembangan iptek modem harus didukung pengembangan budaya modern, baik di masyarakat maupun dunia pendidikan secara simultan. Dengan denlikian, dalam mengembangkan iptek kita tidak bisa menlisahkan aspek perangkat keras dengan aspek perangkat lunaknya. Pengembangan iptek juga tidak ·dapat dilepaskan dari aspek moral karena kita harus menilai iptek yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Pendidikan moral dapat dikembangkan secara lebih mendetail dalam ilmu-ilmusosial, yaitu ilmu yang menjadikan manusia, baikrebagai individu maupundalam berbagai jenispengelompokannya, ke dalam obyek kajiannya. Bahkan beberapailmu dapat dikategorikan kedalam pendidikan moral seperti PendidikanAgama,Pendidikan Sejarah, dan PPKn. Sasaranilyamenjadikan
40
Pendidikan Kecakapan Hidup dalam Bingkai Moral Sebagai Strategi Broad Based Education
~.1-
•
manusia yang berbudi pekerti luhur, sebagai prasyarat agar dapat mengatur kehidupan manusia baik dalam hubungan di antara manusia maupun dalam pemanfaatan sumberdaya alam yang terbatas, demi meraih salvation dalam bentuk kesejahteraan, keadilan, dan keamanan. Hubungan antara pendidikan moral dengan pendidikan keterampilan pemah disin&,"Ung oleh Bambang Irianto dalam seminaryang diselenggarakan Wahana Studi Pengembangan Kreativitas (WSPK) Lemlit UNYdengan Direktorat Dikmenum Depdiknas, bahwa konsep penyelenggaraan pendidikan berorientasi kecakapan hidup (life skill) harns dihubungkan dengan pendekatan pendidikan berbasis luas BBE, sebagai bentuk layanan pendidikan di sekolah yang tidak lagi bersifat sentralistis (Kedaulatan Rakyat, 11 J uni 2(02). Kebijakan pemerintah mengembangkan pe'!dekatan BB.E merupakan suatu langkah untuk mengganti sistem pendidikan sentralistis yang teoritis , (abstrak). Kebijakan tersebut harus didukung dengan komponen-komponen sistem pendidikan yang mernadai. Dalam rangka merealisasikan kebijakan ini, pada tataran sekolah dikembangkan school based-management atau managemen berbasis sekolah (MBS), yang harus diikuti pengembangan suatu kultur sekolah dan hubungan yang sinergis dengan masyarakat. Layanan pendidikan yang diberikan berorientasi kecakapan hidup. Di SMAdilakukan melalui duaprogram utarna: 1. Reorientasi pembelajaran sebagai upaya untukpembekalan general life skill dan academic skill. 2. Pembekalan vocational skill bagi siswa berpotensi putus sekolah atau tidak melanjutkan pendidikan. 3. Selain itu, program penunjang, yaitu reformasi di bidang managemen sekolah, kultur sekolah dan hubungan sinergi dengan masyarakat. Dua program di SMA tersebut hanya akan membuahkan hasiljika sekolah melakukan reformasi untuk ketiga aspek, yaitu managemen sekolah, kultur sekolah, dan hubungan sinergi dengan masyarakat. Managemen pendidikan sentralistik tidak akan menguntungkan untuk penyelenggaraan pendidikan life skill, karena sekolah tidak memiliki keleluasaan dalam menentukan langkah dan kebijakan untuk mewujudkan BBE dalam bentuk
41
Cakrawa/. Pendidikan, Februari 2005, Th. XXIV, No. I
orientasi layanan pendidikan di sekolahnya. Dengan ini sekolah memiliki kesempatan untuk memasukkan unsur lokal di dalam proses pendidikan di sekolah. Kultur sekolah yang kondusif merupakan lahan yang subur bagi berkembangnyapendidikan yangberl;JUdaya Hal ini menjadi tanggungjawab semua komponen di dalam sekolahan tersebut. Masyarakat juga memi liki peranan besaruntukmembantu terselengganmya pendidikan yang berbudaya melalui berbagai usahakemitraan. BBE yang difasilitasi dengan Kurikulum 2004 semestinya diikuti suatu revolusi untuk menyusun mata pelajanm yang sesuai dengan situasi, kondisi, dan tradisi lokal agar lebih berguna bagi anak didik di dalam mengatasi persoalan kehidupan di daerahnya. Logikanya Kurikulum 2004 memberi kebebasan pada sekolah atau suatu daerah untuk melakukan sendiri evaluasi terhadap bidang studi yang diajarkan. Dalam rangka penyusunan mata pelajaran tersebut kita dapat saja menggunakan konsep dan teori dati kemajuan ilmu pengetahuan danteknologi diBarat, namun harus diadaptasikan sesuai dengan situasi, kondisi, dan sejarahltradisi suatu daerah. Dalam setiap mata pelajaran perlu ditentukan life skills yang sesual dengan situasi, kondisi, sejarahltradisi daerah tertentu. Reorientasi pembelajaran dapat dilakukan melalui dua macam mekanisme, yaitu: 1. kecakapan hidup dibekalkan secara bersamaan dalam proses pembellYaran untuk setiap matapelajaran (monolitik), dan 2. kecakapan hidup dibekalkan secara bersamaan dalam proses pembelajaran sejumJah mata iJelajaran secara terpadu (terintegrasi). Life skills dapat diselipkan ke dalam semua matapelajaran karena pendidikan itu menghendaki terjadinya perubahan tingkah laku dalam bentuk kecakapan-kecakapan. Langkah operasionalnya adalah menggunakan pendekalan multidimensional karena problem kehidupan tidak parsial melainkan kompleks. Misalnya, dalam hal melatih siswa mensikapi lingkungannya baik fisik maupun sosial, dapat diberikan lewat pelajaran ekonomi. Dalam hal ini kita telah dijejali dengan prinsip ekonomi, dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnyauntukmendapatkan untung yang sebesarbesamya Prinsip tersebut telah melahirkan eksploitasi, baik terhadap alam maupun sesarna manusia oleh Barat sebagai konsekuensi pemikiran sekuler
42
Pendidikan Kecakapan Hidup da/am Bingkai Moral Sebagai Strategi Broad Based Education
yang bersifat progresif. Pendidikan hendaknya dapat mencegah tragedi kemanusiaan tersebut, sehingga kita perlu menyelipkan nilai-nilai agama bahwa manusia diutus menjadi khalifah di muka bumi disamping sebagai abdullah, sehingga manusialah yang berkewajiban untuk menjaga keseimbangan, keselarasan, dan keharmonisan di duniaini. Dengan demikian, implementasi prinsip ekonomi tidak akan bertentangan dengan nilai-nilai agama BBE yang mengembangkan life skills dalam proses pendidikan dan pengajaran menghendaki kegiatan belajar mengajar (KBM) yang mengembangkan semua domain kemampuan siswa yang meliputi aspek kognitif, psikomotor, dan afektif. Selamaini pendidikan di Indonesia lebih menekankan kepada aspek kognitif, bahkan lebih sempit lagi pada segi hafalan. Aspek kognitifdipeJNkan dalam pendidikan dalam rangka mendidik siswa berpikirsecara logis dan rasional, di samping untuk melatih siswa menggunakan pendekatan multidimensional dalam prograrnproblem solving (pemecahan masalah). Pendidikan dalamaspekkognitif merupakan suatu bentuk kegiatan intelektual yang diperlukan siswasupayadapat mengontrol lingkungannya baikfisik maupun sosial, di samping siswajuga diarahkan supaya dapat hidup selaras dengan lingkungan tersebut. Memang supayadapat hidup selaras dengan Iingkungannya tidak dapat sepenuhnya mengandalkan pada pendidikan aspek kognitif, karena hal tersebut sudah menyangkutjugarnasalah afektif (sika{}'penilaian/evaluasi). Hal tersebut menuntut pendidikuntukmengarahkan pelajaran sarnpai kepada berbagai taraf penilaian karena ilmu tidak pemah bersifat bebas nilai bila sudah sampai kepada lahap implementasi. Hal ini menyangkutpermasalahan filsafat, yang menanyakan kegunaan mempelajari suatu ilmu. llmu tidak boleh digunakan bertentangan dengan pertimbangan moral. Dengan demikian, ilmu dan tekonologi tidak dapat dipisahkan dari pertimbangan moral, sebagaimana dipahami dari sudut , pandang Islam bahwaihnu dart'arna! harus menyatu karena ihnu bukan hanya kegiatan intelektual. Sebaliknya, ilmujuga dapat berkembang sebagai hasil dari suatu kegiatan atau keterampilan. Ihnu harus dioperasionalkan dengan pertimbangan pada dua atribut, yaitu amal (perbuatan) dan fadail
43
"
cakrawala Pendidikan, Februari 2005, Th. XXIV; No; t
(keutamaan). (Anees, 2000: 3-4). Pendidikan baik moral maupun keterampilan mutlak memerlukan latihan. Aspek afektif ini terkait dengan pendidikan moral. Kita mengenal "" beberapa mata pelajaraI! yang termasuk ke dalam jenis pendidikan moral . ini, seperti Pendidikan Agama, PPKn, dan Pendidikan Budipekerti. Namun, sumber sebenarnya dari pendidikan moral adalah pendidikan agama. Berbagai mata pelajaran moral harns dipandang sebagai pelengkap bagi pendidikan agama, di samping pendidikan moral harns selalu merujuk kepada agama Dasar filsafati sistem pendidikan hendaknya menjiwai komponenkomponen yang terlibat dalam dunia pendidikan, baik itu para pembuat kebijakan pendidikan baik dari kalangan pemerintah maupun swasta, kurikulum, guru, siswa, materi pelajaran, dan birokratpendidikan, di samping perlu ditunjang dengan sarana dan prasarana pendidikan. Tanpa mernahami dasar filsafati tersebut maka seinua yang terlibat dalam dunia pendidikan tidak akan mampu mengembangkan kegiatan yang sinergis secara optimal. Pendidikan tidak dapat dibatasi dalam dinding-dinding sekolah, tetapi berlangsung serentak mengkuti derap langkah pembangunan. Oleh karena itu, krisis multi dimensional yang melanda Indonesia tidak dapat disalahkan pada dunia pendidikan saja; semua komponen bangsa ikut bertanggung jawab.
Pendidikan Keterampilan daiamBingkai Moralitas Istilah keterampilan dan kecakapan hidup sering digunakan untuk menunjukkan hal yang sarna. Keterampilan sering diartikan secara sempit 'keterampilan yang harns dirnilikiseseorang untuk bekeIja' (pardjono, 2002: 2). Keterampilan tidak harns menghasilkan produk (barang-barang), tetapi dapatjuga berupa kegiatan yang menggunakan berbagai alat panca indera untuk mendapatkan suatu kecakapan. Berikut pengertian kecakapan yang dimaksud oleh Tim BBE (Irianto, 2002: 5): adalah kecakapan yang dimiliki seseorang untuk mau dan berani menghadapi problema hidup dan kehidupan secara wajar tanpa
44
Pendidikan Kecakapan Hidup da/am Bingkai Moral Sebagai Strategi Broad Based Education
merasa tertekan, kemudian secara proaktif dan kreatif mencari serta menemukan solusi sehingga akhirnya marnpu mengatasi.
,.
Selanjutnya, dijelaskan ada lima aspek yang terrnasuk dalarn kecakapan hidup (life skills), yaitu kecakapan untuk mengenali diri (selfawareness), kemampuan sosial (interpersonal skills), kecakapan berpikir rasional (thinking skills), kecakapan akademik (academic skills), dan kecakapan vokasional (vocational skills). Dimana ketiga keterampilan yang pertarna disebut dengan general life skills (GLS) dan kedua kecakapan terakhir disebut specific life skills (SLS) (Irianto, 2002: 5). Hubungan antara pendidikan moral dengan GLS, terutama yang berkaitan dengan kecakapan untuk mengenal diri sendiri (selfawareness), telah dijelaskan Tim BBE (pardjono, 2002: 2-3) sebagai berikut:~c (1) penghayatan diri sebagai makhluk Tuhan dan anggota masyarakat serta warga negara Indonesia, dan (2) menyadari dan mensyukuri kelebihan dan kekurangan yang dimiliki, sekaligus menjadikannya sebagai modal daIarn meningkatkan dirinya sebagai individu yang bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya Dari penjelasan di atas nampak bahwa pendidikan moral melatih suatu keterampilan dalarn hidup. Keterampilan hidup lebih luas sifatnya daripada keterampilanpraktis yang hanya menghasilkan barang. Orang yang dapat membuat suatu barang (menghasilkan uang) belum tentu dapat mencapai kebahagiaan karena dia harns memiliki suatu keterampilan hidup yang lebih umum sifatnya agardapat mengenaITuhan, diri sendiri, dan lingkungan fisik maupun sosiaI. Dengan demikian, dalam kurikulum perlu diajarkan masalah Tuhan, manusia, dan lingkungan baik fisik maupun sosiaI. Sistem pendidikan harus berlandaskan kepada tradisi bangsa untuk menghindari ekses-ekses negatif peradaban Barat tersebut. Tradisi mempunyai peranan yang penting dalam mewariskan dan menanarnkan nilainilai yang sesuai dengan budaya bangsa, sehingga bila timbul gejolakdalarn proses modemisasi dapat diatasi secara memuaskan. Karena tradisi (budaya) merupakan suatu sistem pengetahuan dan suatu masyarakat yang mencakup
45
Cakrawala Pendidikin, Februa,; 2005, Th. XXIV, No. 1
simbol-simbol beserta dengan konsep-konsep epistomologi yang berguna untuk mengintegrasikan berbagai proses modemisasi ke dalam sebuah sistem yang koheren (Kuntowijoyo, 1999a: xi). Tradisi dimaknai sebagai nilai-nilai bersama dalam suatu masyarakat yang plural. Bersikap positifterhadap tradisi sudah diteladani oleh Nabi Muhammad SAW yang punya misi untuk menyempurnakan akhlak yang mulia. Pemyataan tersebut mengandung implikasi kalau tradisi-tradisi yang telah ada sebelum misi kenabian Muhammad SAW sudah memiliki fungsi untuk mengembangkan akhlak yang mulia dan Islam datang untuk menyempurnakannya Pendidikan akhlak merupakan inti dari sistem pendidikan Islam, karena manusia dengan kemampuan akalnya dapat menjadi lebih kejam dari binatang. Bila manusia sudah tidak dapat mengontrol nafsu rendah seperti dendam dan amarah. Perubahan akhlak dapat melalui jalan hikmah dan aka! . (dan hati). Jalan hikmah hanyadiMami oleh paraNabi karena merekamenjadi 'alim (ahli ilmu) tanpa belajardan dididik melalui bangku sekolah. Manusia biasa dapat mencapai akhlak mulia dengan jalan usaha dan belajar karena dia mempunyai fitrah yang suci. Akal dan hati dapat menjadi sarana untuk perbaikan akhlak bila manusia mau melakukan mujahadah (usaha yang sungguh-sungguh untukmendekatkan diri kepadaAllah) dan riyadhah (latihan yang terus-menerus diorientasikan pada ridhaAllah), di samping perlunya uswatun hasanah (teladan) dari pendidik (Mustaqim, 1999: 93-96), MenurutMuktiAli (1971: 5) adatigahal yang termasuk penilaian secara moral, yaitu kebebasan memilih, ukuran moral, dan kewajiban. Kebebasan memilih jalan yang baik dan buruk hanya diberikan kepada manusia karena telah diberi akal oleh Tuhan, sehingga dia berkewajiban untuk mematuhi hukum-hukum-Nya (ukuran morai), baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis (hukurn alam). Supaya dikatakan bermoral, manusia harus mellggunakan akalnya untuk mengendalikan dorongan hewaniyah dan menempatkannya dalamsituasi yang semestinya Pendidikan keterampilanjugadapat meningkatkan moralitas seseorang, karena pendidikan moral dapat berhasil dengan baik bila hal itu terkait erat dengan pendidikan keterampilan yang dapat menghasilkan teknologi. Kalau
46
Pendidikan Kecakapan Hidup dalam Bingkai Moral Sebagai Slrategi Broad Based Education
teknologi yang kita pelajari di sekolah berasal dari teknologi asing, aspek moral dari teknologi jugamelekat dengan kebudayaan asing tersebut, karena teknologi merupakan suatu hasil kebudayaan. Teknologi asing tersebut bagi siswa akan menimbulkan rasa kagum terhadap pihak asing itu; sebaliknya akan mengurangi rasa kebanggaan terhadap nilai-nilai moral bangsa sendiri. Dengan demikian, kita juga harus mengembangkan suatu hasil teknologi yang terkaitdengan wawasan kebudayaan. Hal itu telah dilakukan oleh Sunan Kalijaga yang memperkenalkan filsafat cangkul. Supaya pengembangan teknologi (sebagai elemen seni) dapat meningkatkan martabat manusia, hal itu hams dikaitkan dengan elemen keberadaan manusia yang lain, yaitu keyakinan (religion), filsafat (philosophy), dan ilmu pengetahuan (science) (Gie, 1998: 39-42). Hal itu perlu dilakukan agar pendidikan keterampilan (teknologi) tidak tercerabut dari spiritualitas; karena, teknologi yang dibangun dengan mengembangkan rasionalitas dan pengalaman empiris terhadap alam, di Barattelah melahirkan filsafat antrophosentris yang punya konsekuensi pada sikap atheis. Denganmengikuti pola tersebut akan menciptakan perasaan religious dan spiritualitas karena temyata semuajenis ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki keterbatasan yang tidak dapat dielakkan. Bahkan, pada ilmu-ilmu alam dan teknologi yang dikatakan memiliki tingkat akurasi yang tinggi juga tidak lepas dati keterbatasan. Kebenaran-kebenaran ilmu-ilmu alam dan teknologi akan tergoyahkan bila teIjadi revolusi ilmu pengetahuan yang menggantikan dasar-dasardari teori suatu ilmu. Sebagai contoh adalah teori Newton yang padasaatnyadianggap sangat akurat, kemudian menjadi memiliki keterbatasan di dalam menjelaskan hukum-hukum alam setelah ditemukannya hukum relativitas oleh Einstein. Revolusi ilmu pengetahuan tersebut terjadi tidak karena para ilmuwan mendasarkan diri pada kerangka teori yang sudah ada, tetapi justru teIjadi secara intuitif tanpa disadari. Berikut perkataan Einstein (Mukti Ali, 1971: 13): .' Perasaan paling indah dan paling mendalam yang dapat kita alami ialah rasa terharu menghadapi sesuatu yang ghaib. Iaadalah kekuatan semuailmu pengetahuan yang sebenamya. Menginsafi, bahwa yang
47
Cakrawala Pendidikan, Februari 2005, Th. XXIV,
No.
1
tidakdapat kitahampiri itu bemrr-2 ada, menyatakan dirinyasebagai pengetahuan yang setinggi-2nya dan sebagai keindahan yang paling cemerlang, yang oleh daya terima kita yang tumpul hanya dapat difahami dalam bentuk-2nya yang sangat sederhana-keinsafan itu, perasaan itu, adalah terletak dipusat [sic] keimanan yang sejati. (dialihkan dari ejaan lama ke bl).I1l). Paul Davies (2001) menulis bukuMembaca Pikiran Tuhan: DasarDasar dalam Dunia yang Rasional, yang menjelaskan keterbatasan ilmuilmu modem dalam menjelaskan dunia beserta isinya. I1mu tidak dapat menjelaskan dari manakah hukum-hukum ilmiah muncul pertama kalinya. Bahkan, dia mempersoalkan asal-usullogika yang di atasnya seluruh penalaran ilmiah di bangun. Hal itu mengarahkan kepada keyakinan akan adanya sesuatu yang ada begitu saja sebagai suatu bentuk eksistensi. Pertanyaan-pertanyl).l).fi "tertinggi'ltentang eksistensi selalu ada melampaui lingkup ilmu empiris. Perhatikan penyataannya (paul DaVIes, 2001: xii-xiii): bahwadunia fisik diletakkan bersarna-sama dengan suatu kecerdikan ...sehingga saya tidak dapat menerima dunia fisikini semata-mata sebagai fakta kasar. Menurut saya, tampaknya mesti ada level penjelasan yang lebih dalam. Apakah orang ingin menamakan level yang lebih dalam itu.sebagai "Tuhan" adalah persoalan rasa dan definisL
Kesimpulan
."
Sistem pendidikan kita masih belum berhasil meningkatkan kualitas sdm secara optimal. Penyebabnya, sistem pendidikan kita mengekor sistem pendidikan Barat sehingga kita menjadi kehilangan roh budaya sendiri. Konsep-konsep dan teori-teori dari Barat tidak diaplikasikan dalam lingkungan budayasendiri, sehinggapendidikan tidak pemah mengajak siswa untuk mengatasi persoalan yang ada di lingkungannya. Dengan demikian, siswa tidak dididik masalah tanggungjawab, disamping siswa mengalami disorientasi nilai, karena pendidikan tidak diarahkari sampai pada taraf afeksi nilai. 48
Pendidikan Kecakapan Hidup da/{jm Bingkai Moral Sebagai Strategi Broad Based Education
BBE yang diluncurkan seiring dengan kebijakan otonorrll daerah memberi kesempatan kepada setiap daerah untuk menyusun sistem pendidikan yang tidak sentralistik dan yang sesuai dengan budaya masing-masing daerah. Sistem pendidikan hams berlandaskan pada filsafati budaya suatu.daerah, sebagai suatu sistem pengetahuan dari suatu masyarakat yang mencakup simbol-simbol beserta dengan konsep-konsep epistomologi yang berguna untuk mengintegrasikan berbagai proses modemisasi ke dalam sebuah sistem yang koheren. I1mu pengetahuan dan teknologi tidak dapat dilepaskan dari pertimbangan moral bila sudah menyangkut masalah aplikasi. Sebagaimana Islam menjadikan pendidikan akhlak sebagai inti dari sistem pendidikan, karena manusia dengan kemampuan akalnya dapat menjadi lebih kejam dari binatang bila manusia sudah tidak dapat mengontrol nafsu rendahnya seperti dendam dan amarah. Dalam pengajaran ilmu pengetahuan dan teknologi hendaknya sampai kepadatarafpenilaian, baik secara logis maupun etis. Pendidikan keterampilan yang secara sempit diartikan pendidikan untuk menghasilkan barangjuga mempunyai implikasi moral, apalagi bila sudah menyangkut masalah aplikasinya. Seharusnya pendidikan keterampilan punya implikasi yang luas pada keterampilan menyikapi hidup d!in kehidupan,sehingga dia dapat merasakan keselarnatan (salvation) baik bagi dirinyamaupun lingkungarmya Daftar Pustaka
Davies, Paul. 2001. Membaca Pikiran Tuhan: Dasar-DasarIlmiah dalam Dunia yang Rasional. A.b. Harnzah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Fadjar, Abdullah. 1991. Peradaban dan Pendidikan Islam. Jakarta: Rajawali Press. Gie, The Liang. 1998. Philosophy as an Element ofHuman Existence. Yogyakarta: PUBffi.
49
C.kr.w.l. Pendidik.n. Febru.r; 2005. Th. XXIV, No. ,
- - - - - c ' . 1996. Pengantar Filsafat teknologi. Yogyakarta: Andi
Harahap, Nasruddin dkk. (Eds.). 1992. Dakwah Pembangunan. Yogyakarta: DPD GolkarTk. I DIY. Hasbullah. 1999. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia: Lintasan Sejarah dan Perkembangan. Jakarta: LSIK dan Rajawali Press. Irianto, Bambang. Tuntutan Masyarakat Modem Terhadap Pendidikan . Kecakapan Hidup. Makalah Seminar Kreativitas dan Kecakapan Hidup. UNYYogyakarta 10 Juni 2002. Kuntowijoyo. 1999a. Budaya dan Masyarakat. Yogyakarta: Tiara Wacana. _ _ _ _ _. 1999b. Pengantar Ilmu Sejarah. Yogyakarta: Bentang. Laksono, P.M. 1985. Tradisi dalam Struktur Masyarakat Jawa Kerajaan dan Pedesaan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Maarif, Ahmad Syafii. 1994. Filsafat Sejarah. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Sejarah. Ali, A. Mukti. 1971. Etika Agama dalam Pembentukan Kepribadian Nasional. Dalam A. Mukti Ali EtikaAgama dalam Pembentukan Kepribadian Nasional dan Pemberantasan Kemiskinan dari Segi AgamaIslam. Yogyakarta: Nida. Mustaqim. 1999. Pemikiran tentang Pendidikan Akhlak menurut Imam Ghazali. Dalam Ruswan Thoyib dan Darmuin (Peny.) Pemildran Pendidikan Islam: Kajian Tokoh Klasik dan Kontemponir. Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah IAIN Walisongo & PustakaPelajar.
50
Pendidikan Kecakapan Hidup dalam Bingkai Moral Sebagai Strategi Broad Based Education
Muttaqin, Ahzab. 2002. Pendidikan Terpadu. Risalah fum 'at. Edisi 19/XI 19 Juli 2002. Pardjono. 2002. Upaya Meningkatkan Kualitas Pendidikan Melalui Pendidikan Kecakapan Hidup (Life Skills). wUNY. Edisi Mei 2002. Shah, A.B. 1986. Metodologi Ilmu Pengetahuan. (Alih Bahasa:. Hasan Basari). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Zamroni. 2002. Reorientasi Pengajaran Ilmu-ilmu Sosial dalam Kaitannya dengan Kurikulum Berbasis Kompetensi. Makalah Seminar UNY. Nasional dan Musda HISPISI DIY,
FIS
.".,.
51