Pendidikan Karakter... (Abdul Gani)
PENDIDIKAN KARAKTER & PENDIDIKAN AKHLAK: SEBUAH TINJAUAN HISTORIS, NORMATIF-FILOSOFIS Abdul Gani ∗ Abstraksi: Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan akhlak. Tujuannya adalah untuk membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia yang baik, yaitu warga negara dan masyarakat yang baik. Istilah pendidikan karakter dalam sejarah bangsa Indonesia, bukan merupakan sesuatu yang baru. Pada masa penjajahan muncul sosok penggiat pendidikan karakter semisal R.A. Kartini, Ki hajar Dewantara, Soekarno, Hatta, Tan Malaka, dan Moh. Natsir. Sebenarnya dalam tradisi pendidikan di Indonesia, terdapat beberapa mata pelajaran dalam silabus yang diterapkan di sekolah khususnya Madrasah yang mengarah kepada pembentukan karakter bangsa, yakni Pendidikan Akidah Akhlak untuk membentuk insan yang berakhlak karimah dan civic education/kewarganegaraan untuk menumbuhkan semangat kebangsaan. Hanya saja dalam implementasi di wilayah mikro (lembaga pendidikan), mata pelajaran tersebut ternyata belum optimal untuk menjadikan output pendidikan formal menjadi pribadi yang berakhlakul karimah atau pribadi yang mengetahui, memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebaikan. Tulisan berikut ini akan memaparkan tinjauan historis-filosofis-normatif dari pendidikan karakter di Indonesia. Kata Kunci: Manusia, Pendidikan Karakter, Pendidikan Akhlak, Madrasah, Historis, Normatif-Filosofis, Indonesia.
Pendidikan Karakter & Pendidikan Akhlak 1. Latar Belakang Munculnya Istilah Pendidikan Karakter di Indonesia Istilah pendidikan karakter dalam sejarah bangsa Indonesia, bukan merupakan sesuatu yang baru. Pada masa penjajahan muncul sosok penggiat pendidikan karakter semisal R.A. Kartini, Ki hajar ∗
Penulis adalah Guru pada MAN 2 Mataram dan sekarang sedang menempuh pendidikan Magister pada Pasca Sarjana Konsentrasi Pendidikan Agama Islam. e-mail:
[email protected]
85
El-HIKMAH, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012
Dewantara, Soekarno, Hatta, Tan Malaka, dan Moh. Natsir. Tokohtokoh tersebut dalam hidupnya, telah mencoba membumikan semangat pendidikan karakter pada masa perjuangan membebaskan bangsa Indonesia dalam cengkraman para penjajah, dengan cara dan jalan mereka sendiri. Di Indonesia, pembangunan karakter dan pembangunan bangsa (National and Character Buliding) menjadi semboyan yang kuat di zaman kepemimpinan Soekarno. Beliau adalah sosok revolusioner yang menekankan pentingnya kemerdekaan serta pembangunan karakter bangsa yang dimulai dengan membangkitkan kesadaran rakyat, keberanian, serta perlawanan terhadap para penjajah. Soekarno meyakini akan ketidak mampuan sebuah bangsa dalam mengembangkan dan membentuk identitas dan karakternya jika bangsa tersebut tetap terjajah. Oleh karena itu, tuntutan untuk lepas dari kekuasaan yang menindas harus segera dilakukan. Hal tersebut mengingat dampak yang ditimbulkan oleh para penjajah bukan saja dalam hal kerugian material, tetapi juga kerugian dalam sendi-sendi kehidupan yang lain, termasuk dalam bentukan karakter rakyat Indonesia. Bung karno mengingatkan bahwa, sejak kekuatan penjajah Barat masuk ke nusantara, kita dibentuk secara karakter mental menjadi bodoh dan terbelakang. Mental inilah yang kemudian membentuk kepengecutan, tidak berani, keraguan, pesimisme, statis, tidak percaya diri, dan penjilat. 1
Oleh karena itu, jelaslah bagi Soekarno, pendidikan karakter bangsa yang menjadi cita-citanya adalah perjalanan panjang menuju kemerdekaan. Kemerdekaan akan diraih jika semua rakyat bersatu dan itulah jalan satu-satunya. Benih-benih kemerdekaan yang mulanya tampil dalam gagasan, lambat laun menjadi kenyataan, dan Indonesia merdeka dalam perjuangan bersama pecinta dan pemikir negeri ini. Tidak hanya sampai di situ, pemikiran Soekarno masih berlanjut dengan meletakkan ideologi 1
86
Fatchul, Pendidikan Karakter…, h. 97.
Pendidikan Karakter... (Abdul Gani)
dasar negara yakni Pancasila. Keberhasilan yang diraih terletak pada kebebasan mengemukakan gagasan dan berpikir, sikap kritis yang tajam terhadap penindasan, integritas kepribadian yang tinggi, kepercayaan pada diri sendiri yang kuat, serta keberaniannya dalam mewujudkan impian. Pada masa penjajahan belanda, muncul figur R.A. Kartini (1879-1908). Salah satu perempuan yang disebut sebagai pelopor gerakan perempuan sekaligus gerakan nasional di Indonesia. Peran R.A. Kartini dalam memajukan pendidikan di Indonesia merupakan salah satu contoh kontribusi wanita yang dicetak dengan tinta emas dalam sejarah. Pada masa itu, kondisi pendidikan di tanah air sangat memperihatinkan, khususnya bagi kaum wanita. Kartini mendobrak kondisi yang memperihatinkan tersebut dengan membangun sekolah khusus wanita. Selain itu, ia juga mendirikan perpustakaan bagi anak-anak perempuan di sekitarnya. hal tersebut didasarkan atas kegalauannya melihat kondisi bangsa yang terjajah, sehingga melahirkan karakter-karakter lemah dengan mental penurut, pengikut, dan pasrah terhadap nasib. Pemikiran-pemikiran Kartini dalam memajukan dunia pendidikan dapat kita baca dalam bukunya yang terkenal, "Habis Gelap Terbitlah Terang". Kartini telah memberikan fondasi penting bahwa suatu bangsa akan memiliki karakter jika bangsa tersebut tidak tinggal dalam kegelapan pengetahuan, melainkan hidup dalam terangnya pengetahuan dan akal budi manusia. 2 Pada akhir tahun 1950-an hingga akhir 1960-an, pembicaraan mengenai karakter bangsa mewarnai perdebatan tentang manusia Indonesia itu seperti apa dan bagaimana harus dibentuk berdasarkan situasi yang berkembang. Pendidikan karakter yang berusaha menafsirkan kepribadian Jawa (kearifan lokal) dilakukan oleh Ki Hajar Dewantara, dengan membangun Taman Siswa. Taman Siswa dibangun berdasarkan nilai-nilai yang memadukan unsur pendidikan Barat dengan tidak meninggalkan 2
Doni, Pendidikan Karakter…, h. 45.
87
El-HIKMAH, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012
kearifan sistem pendidikan Jawa. Ki Hajar menjadikan Taman Siswa sebagai kawah “candradimuka” patriot bangsa. Melalui Taman Siswa, generasi muda dibangun semangat kebangsaannya, rasa cinta tanah airnya, dan ditanamkan nilai-nilai kebinekaan dengan konsep pendidikan yang berdasarkan garis hidup bangsa yang ditujukan untuk keperluan perikehidupan yang dapat mengangkat derajat manusia, bangsa dan negara. Dari Taman Siswa inilah kemudian bermunculan kader-kader nasionalis yang memiliki peran yang sangat signifikan pada awal kemerdekaan.3 Tan Malaka merupakan salah satu tokoh revolusioner radikal dalam sejarah, yang sangat memperioritaskan peran pendidikan bagi pembentukan karakter bangsa. Tan Malaka mendirikan Sekolah Rakyat yang kemudian dikenal dengan Sekolah Tan Malaka. Sekolah ini beriorientasi kemerdekaan, didirikan untuk membangun karakter generasi revolusioner. Tan Malaka diberi julukan sebagai “Che Guevara Indonesia”, beliau terkenal sebagai seorang yang konsisten pada garis revolusioner, konsisten pada gerakan rakyat dan gerilya, serta selalu tidak setuju denga cara-cara diplomasi terhadap penjajah.4 Pada masa Orde Lama, untuk membantu pembentukan karakter bangsa, Pendidikan Budi Pekerti masuk menjadi salah satu pelajaran dalam kurikulum SD 1947. Pendidikan Budi Pekerti kemudian digabung dengan Pendidikan Agama dalam kurikulum 1964 dengan nama Agama/Budi Pekerti serta pelajaran khusus tentang kewarganegaraan (civics). Pada masa Orde Baru, dikenal Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Kewarganegaraan Negara Indonesia. 5 Dalam konteks kekinian, pelajaran Pendidikan Agama Islam atau Pendidikan Akidah Akhlak masih mewarnai kurikulum pendidikan di Indonesia, yang memfokuskan pada pembentukan 3
Fatchul, Pendidikan Karakter…, h. 86-88. Ibid., h. 114-115. 5 Doni, Pendidikan Karakter…, h. 49-50. 4
88
Pendidikan Karakter... (Abdul Gani)
karakter atau akhlak yang mulia. Namun, meskipun kedua mata pelajaran tersebut telah terintegral di sekolah-sekolah umum maupun madrasah, Tetap saja mata pelajaran tersebut ternyata belum mampu menjawab dan tanggap terhadap berbagai persoalan yang ada. Hal ini dapat dilihat dari adanya upaya pemerintah untuk mencanangkan kembali sebuah konsep baru, yang diharapkan dapat memperbaiki kerusakan-kerusakan moral yang sudah mengglobal yakni pendidikan karakter itu sendiri, yang digaungkan pada tanggal 2 Mei 2010 oleh Susilo Bambang Yudoyono. Dengan tidak menapikan kehadiran wacana baru tersebut, seperti yang sudah diungkapkan sebelumnya, bahwa sebenarnya dalam tradisi pendidikan di Indonesia, terdapat beberapa mata pelajaran dalam silabus yang diterapkan di sekolah khususnya Madrasah yang mengarah kepada pembentukan karakter bangsa, yakni Pendidikan Akidah Akhlak untuk membentuk insan yang berakhlak karimah dan civic education/kewarganegaraan untuk menumbuhkan semangat kebangsaan. Hanya saja dalam implementasi di wilayah mikro (lembaga pendidikan), mata pelajaran tersebut ternyata belum optimal untuk menjadikan output pendidikan formal menjadi pribadi yang berakhlakul karimah atau pribadi yang mengetahui, memahami, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebaikan. Oleh karena itu, Moh. Nuh selaku Menteri Pendidikan, mencanangkan agar pengembangan silabus diarahkan kepada pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) berkarakter. Sehingga, semangat pendidikan karakter tidak hanya berurusan dengan guru agama atau guru mata pelajaran akidah akhlak semata, tetapi pendidikan karakter masuk di semua mata pelajaran, baik itu mata pelajaran yang berbau keagamaan atau umum. Hal tersebut dilakukan agar di setiap moment, pendidik dapat menyentuh ranah afektif dengan menginternalisasi seperangkat nilai kepada siswa. 2. Tujuan Pendidikan Karakter dan Pendidikan Akhlak
89
El-HIKMAH, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012
T. Ramli mengungkapkan bahwa “Pendidikan karakter memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan akhlak. Tujuannya adalah untuk membentuk pribadi anak supaya menjadi manusia yang baik, yaitu warga negara dan masyarakat yang baik.” 6 Apa yang diungkapkan oleh T. Ramli tersebut pada tataran teoritis memang benar, bahwa pendidikan akhlak sarat dengan informasi kriteria ideal dan sumber karakter baik. Sebagaimana diungkapkan dalam The Encyclopedia of Islam, ilmu akhlak diartikan sebagai “Ilmu tentang kebaikan dan cara mengikutinya, tentang kejahatan dan cara menghindarinya.” 7 Oleh karena itu, ilmu akhlak dapat dikatakan sebagai disiplin keilmuan yang membicarakan tentang segala sesuatu yang baik dan buruk, bagaimana cara mengikuti atau menghindarinya, baik dalam pergaulan sesama manusia maupun dengan Tuhan. Abdullah Munir mengatakan berkenaan dengan tujuan pendidikan karakter sebagai berikut: “Memberlakukan pendidikan karakter tentu saja bertujuan untuk menumbuhkan karakter positif. Dengan pendidikan karakter, setiap dua sisi yang melekat pada setiap karakter hanya akan tergali dan terambil sisi positifnya saja. Sementara itu, sisi negatifnya akan tumpul dan tidak berkembang.” 8
Apa yang diterangkan oleh Abdullah Munir mengisyaratkan bahwa tujuan penerapan pendidikan karakter adalah menumbuhkembangkan karakter baik, sehingga potensi keburukan/yang tidak baik tidak akan tumbuh karena telah terdominasi oleh sifat kejiwaan yang baik dan mengakar pada diri seseorang. Misalnya saja beberapa sifat yang tidak baik yang dimiliki individu, akan teralihkan menjadi sesuatu yang positif dengan adanya pendidikan karakter. Contonya rasa takut yang ada 6
Jamal, Buku Panduan…, h. 32. Roli, Menjaga Akidah…, h. 48. 8 Zainal Aqib, Pendidikan Karakter: Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa (Bandung: CV. Yrama Widya, 2011), h. 48. 7
90
Pendidikan Karakter... (Abdul Gani)
dalam diri akan menumbuhkan kehati-hatian, bukan kepengecutan. Rasa malu akan menumbuhkan kesopanan, bukan rasa minder. Inilah yang diharapkan dari adanya pendidikan karakter, yakni tumbuhnya setiap potensi karakter yang di atasnya sifat-sfat yang positif. Sedangkan Doni Koesoema A. dalam menjelaskan tujuan pendidikan karakter, sudah sampai pada level instrumen yakni proses pendidikan dalam program pembelajaran yang sudah didesain. Doni mengatakan bahwa: “Pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi memiliki tujuan agar setiap pribadi semakin menghayati individualitasnya, mampu menggapai kebebasan yang dimilikinya sehingga ia dapat semakin bertumbuh sebagai pribadi maupun sebagai warga negara yang bebas dan bertanggung jawab, bahkan sampai pada tingkat tanggung jawab moral integral atas kebersamaan hidup dengan yang lain di dalam dunia.” 9
Doni mengungkap bahwa tujuan pendidikan karakter tersebut erat kaitanya dengan rasa/penghayatan terhadap eksistensi individu dalam kaitannya dengan pribadi maupun relasi antara individu dengan individu lainnya. Sehingga dengan adanya penghayatan tersebut seseorang akan mampu tumbuh berkembang menjadi lebih baik dan bertanggung jawab. Demikianlah tujuan pendidikan karakter yang dijelaskan menurut beberapa ahli pendidikan. Adapun mengenai tujuan pendidikan akhlak, Rosihon Anwar mengemukakan hal yang senada dengan tujuan pendidikan karakter menurut T. Ramli, yakni: “Tujuan pokok akhlak adalah agar setiap muslim berbudi pekerti, bertingkah laku, berperangai atau beradat-istiadat yang baik sesuai dengan ajaran Islam.” 10 Oleh karena itu, sebagaimana dikatakan dalam tujuan pokok pendidikan Islam yaitu membentuk pribadi muslim, yakni pribadi yang seluruh dimensi kehidupanya diwarnai nilai-nilai Islami. Pribadi inilah yang dikatakan sebagai pribadi 9
Doni, Pendidikan Karakter…, h. 153. Rosihon, Akidah Akhlak…, h. 211.
10
91
El-HIKMAH, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012
yang berakhlakul karimah. Dengan adanya pendidikan akhlak inilah pembentukan diri seseorang diarahkan dengan adanya transfer of values yang diberlakukan di semua lini kehidupan, dari usia dini, dan sepajang hayat hidup manusia. Secara lebih khusus dalam wilayah mikro (lembaga/institusi pendidikan), terdapat mata pelajaran akidah akhlak yang telah dimasukkan dalam kurikulum pendidikan Madrasah Aliyah bertujuan membentuk akhlak peserta didik. Berikut dijelaskan secara lebih rinci mengenai tujuan dari mata pelajaran akidah akhlak berdasarkan rumusan Direktorat Jendral Pendidikan Islam Depag. Pelajaran akidah akhlak bertujuan untuk: 1. Menumbuhkembangkan akidah melalui pemberian, pemupukan dan pengembangan pengetahuan, penghayatan, pengamalan, pembiasaan, serta pengalaman peserta didik tentang akidah Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. 2. Mewujudkan manusia Indonesia yang berakhlak mulia dan menghindari akhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari baik dalam kehidupan individu maupun sosial, sebagai manifestasi dari ajaran dan nilai-nilai akidah Islam. 11 Rumusan tujuan mata pelajaran akidah akhlak tersebut terbagi menjadi dua, yang pertama berbicara mengenai aspek akidah sebagai dasar seseorang dalam beragama. Dimana pengembangannya dalam konteks mikro dilakukan melalui serangkaian proses yakni pengetahuan, penghayatan, dan pengamalan atau pembiasaan agar keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dapat dibina dan terus meningkat. Sedangkan aspek kedua berbicara mengenai akhlak sebagai upaya untuk membiasakan akhlak yang mulia, dengan cara 11
Direktorat Pendidikan Madrasah Direktorat Jendral Pendidikan Islam Depag RI, Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) (Jakarta: Depag RI, 2007), h. 30.
92
Pendidikan Karakter... (Abdul Gani)
memanifestasikan/internalisasi nilai-nilai moral yang bersumber dari ajaran agama, sehingga diharapkan akan terbentuk manusia Indonesia yang berakhlak mulia. 3. Pendidikan Karakter dan Akhlak dalam Lingkup Mikro dan Makro Implementasi pendidikan karakter ataupun pendidikan akhlak harus diberlakukan di semua lini kehidupan, karena untuk membentuk pribadi manusia yang unggul dalam pengetahuan dan moral, harus dimulai dari sejak manusia sudah mampu menjalin relasi di luar dirinya. Dari sejak usia bayi, kanak-kanak, remaja, bahkan sampai usia dewasa. Hal tersebut sejalan dengan penerapan life long education yang tidak dibatasi oleh umur, ruang dan waktu. Sebagaimana yang digambarkan dalam paparan sebelumnya bahwa pendidikan karakter harus dipandang dari dua cakupan yakni dalam cakupan pemahaman moral yang sifatnya lebih sempit, dan melihat pendidikan karakter dari sudut pandang pemahaman isu-isu moral yang lebih luas. Pemikiran yang dikembangkan oleh Doni tersebut dalam implementasinya sesuai dengan pencanangan pengembangan karakter dalam konteks makro dan mikro dalam Grand Desain Pendidikan Karakter (2010). Dimana dalam konteks makro pengembangan pendidikan karakter bersifat nasional, serta melibatkan seluruh pemangku kepentingan baik negara (sistem pendidikan nasional), masyarakat, dan keluarga. Sedangkan dalam konteks mikro pengembangan pendidikan karakter diarahkan pada proses yang dilakukan oleh lembaga pendidikan (sekolah) yang menyangkut kegiatan belajar-mengajar, budaya sekolah, dan kegiatan ekstrakurikuler. Pengembangan pendidikan/pembangunan karakter dalam konteks makro 12 dapat dilihat dari skema/gambar berikut:
12
Abdul & Dian, Pendidikan Karakter…, h. 38.
93
El-HIKMAH, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012 PROSES PEMBUDAYAAN & PEMBERDAYAAN Agama, Pancasila, UUD’45, UU No. 20/2003 Sisdiknas
INTERVENSI
Masyarakat Teori Pendidikan, Psikologi, Nilai, Sosal Budaya
Nilai-Nilai Luhur
Pengalaman terbaik dan praktik nyata
Satuan Pendidikan
Keluarga
Perilaku Berkarakter
HABITUASI
PERANGKAT PENDUKUNG Kebijakan, Pedoman, Sumber Daya, Lingkungan, Sarana dan Prasarana, Kebersamaan, Komitmen Pemangku Kepentingan
Skema 3. Pengembangan Karakter dalam Konteks Makro Sumber: Grand Desain Pendidikan Karakter (2010)
Pendidikan karakter dalam konteks makro seperti yang ada dalam skema di atas memperlihatkan bahwa pengembangan karakter dalam wilayah yang lebih luas terjadi di semua lini kehidupan, yakni; satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Penerapan dan pemberlakuan dari pengembangan karakter dimulai dengan proses penentuan perangkat karakter nilai-nilai luhur yang akan dikembangkan dan digali dari tiga aspek, yakni; pertama, filosofis agama, pancasila, UUD 1945, UU. No. 30 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Kedua, mempertimbangkan berbagai macam teori pendidikan, psikologi/kejiwaan, nilai-nilai moral, sosial, dan budaya. Ketiga, diambil dari berbagai pengalaman empiris yang memungkinkan di dalamnya terdapat sesuatu yang ideal dan bisa dijadikan sebagai landasan hidup.
94
Pendidikan Karakter... (Abdul Gani)
Setelah nilai-nilai luhur tersebut sudah dikristalisasi sedemikian rupa, dimulailah tahap implementasi yang disebut dengan proses pembudayaan dan pemberdayaan nilai-nilai karakter, yang terjadi dalam tiga pilar pendidikan yakni; satuan pendidikan, keluarga dan masyarakat. Dalam proses pembudayaan pada tiga pilar pendidikan tersebut, terjadilah intervensi dari satuan pendidikan, dengan cara mendesain segenap perangkat pendukung seperti kebijakan institusi/lembaga, pedoman/tata aturan, sumber daya, lingkungan, sarana dan prasarana sedemikian rupa dengan mengadakan kegiatan-kegiatan yang terstruktur, guna menacapai tujuan dari pengembangan karakter atau pendidikan karakter yang telah dicanangkan. Adanya intervensi dari satuan/lembaga pendidikan tersebut dengan segala kegiatan yang mendukung terciptanya pembentukan karakter peserta didik, akan diharapkan mampu untuk membuat peserta didik terbiasa untuk melakukan perbuatan atau kebiasaan-kebiasaan yang sesuai dengan nilai-nilai yang telah diinternalisasi dalam lingkungan sekolah ke dunia luar seperti keluarga dan masyarakat. Proses transfer of values ini harus terjadi secara terus-menerus, sistemik, dan dinamis, juga harus mengadakan kerjasama dengan pihak orang tua peserta didik, agar apa yang diterima di lingkngan sekolah tidak bertentangan dengan apa yang dilihat dalam keluarga. Untuk itulah diperlukan adanya kerjasama antara pihak sekolah, keluarga dan masyarakat dalam rangka membumikan pendidikan karakter. Sedangkan dalam konteks mikro 13 pengembangan karakter dapat dilihat dalam skema berikut:
13
Ibid., h. 41.
95
El-HIKMAH, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012
Integrasi ke dalam KBM pada setiap Mapel
Pembiasaan dalam kegiatan keseharian di satuan pendidikan Penerapan pembiasaan dalam kehidupan keseharian di rumah yang sama dengan di satuan pendidikan
Integrasi ke dalam kegiatan ekstrakurikuler pramuka, olahraga, karya tulis, tilawah
BUDAYA SEKOLAH (Keg. Kehidupan KBM Di Keseharian Kelas di Satuan Pendidikan)
KEGIATAN EKSTRAKURIKULER
KEGIATAN KESEHARIAN DI RUMAH
Skema 4. Pengembangan karakter dalam konteks mikro Sumber: Grand Desain Pendidikan Karakter (2010)
Skema/gambar di atas menjelaskan mengenai pencanangan pengembangan pendidikan karakter dalam wilayah yang lebih sempit, yakni dalam satuan pendidikan dengan wadahnya berupa institusi/lembaga pendidikan. Dalam wilayah mikro ini, terdapat empat pilar yang dijadikan sasaran atau objek dari pelaksanaan pendidikan karakter, yakni; kegiatan belajar mengajar di kelas, kultur sekolah, kegiatan ekstrakurikuler, dan kegiatan keseharian di rumah. Pilar pertama, kegiatan belajar mengajar di kelas harus merupakan media bagi penyampaian nilai-nilai luhur/karakter yang akan ditumbuhkembangkan oleh para pendidik. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan cara mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam setiap mata pelajaran, baik itu mata pelajaran agama maupun mata
96
Pendidikan Karakter... (Abdul Gani)
pelajaran yang bersifat eksak dan sosial (mata pelajaran umum). Menurut Abdul Majid dan Dian Andayani, langkah yang perlu dilakukan selain memasukkan nilai karakter dalam setiap mata pelajaran yaitu, “Pendidikan karakter menjadi mata pelajaran tersendiri dimana terpisah dari mata pelajaran lain.” 14 Memasukkan mata pelajaran baru dalam sistem pendidikan yang sudah ada, tentu tidaklah mudah, di sinilah materi pendidikan akidah akhlak yang telah masuk dalam salah satu materi pendidikan agama, menjadi nilai lebih bagi sekolah yang bercirikan Islam seperti Madrasah Ibtida’iyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah. Hal tersebut mengingat pendidikan akidah akhlak merupakan salah satu mata pelajaran yang memang disajikan untuk membentuk akhlakul karimah peserta didik. Pilar kedua, yakni kultur sekolah. pendidikan karakter dapat diartikan sebagai upaya menginternalisasi nilai-nilai kepada setiap individu dengan membangun sebuah sistem (kultur) yang diwarnai oleh nilai-nilai luhur, atau dengan istilah lain dalam perspektif Islam dapat dikatakan membangun kultur akhlak mulia. Kultur akhlak mulia inilah yang mewarnai seluruh aktifitas kehidupan, baik dalam konteks sekolah, keluarga, dan masyarakat. Kultur Sekolah adalah tradisi sekolah yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan spirit dan nilai-nilai yang dianut sekolah. Tradisi itu mewarnai kualitas kehidupan sebuah sekolah. Oleh karena itu, nilai-nilai yang ditunjukkan dari yang paling sederhana, misalnya cara mengatur parkir kendaraan guru, siswa, dan tamu, memasang hiasan di dinding-dinding ruangan, sampai persoalan-persoalan menentukan seperti kebersihan kamar kecil, cara guru dalam pembelajaran di ruang-ruang kelas, cara kepala sekolah memimpin pertemuan bersama staf, merupakan bagian integral dari sebuah kultur sekolah. Untuk pengembangan kultur akhlak mulia di sekolah, diperlukan program-program sekolah yang secara tegas dan rinci 14
Ibid., h. 40.
97
El-HIKMAH, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012
mendukung terwujudnya kultur akhlak mulia tersebut. Misalnya, untuk mewujudkan terbentuknya sikap jujur dalam diri siswa, maka hal yang bisa dilakukan adalah membuat kantin jujur atau menghilangkan budaya mencontek pada saat ujian. Untuk menanamkan sikap disiplin, maka yang bisa dilakukan adalah menegakkan peraturan-peraturan sekolah semisal datang tepat waktu, memberi hukuman pada yang melanggar tata aturan sekolah. Untuk menumbuhkan sikap empati, maka yang bisa dilakukan adalah membuat program peduli sosial bagi masyarakat dengan melibatkan peserta didik. Jadi, nilai-nilai semisal humanisme, toleransi, sopan santun, disiplin, jujur, mandiri, bertanggung jawab, sabar, empati, dan saling menghargai perlu dibangun tatkala peserta didik berada di sekolah dan di lingkungannya. Pilar ketiga adalah kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan ekstrakurikuler merupakan wadah yang sangat membantu bagi pengembangan karakter peserta didik. Berbagai kegiatan yang mendukung ketercepatan pembangunan karakter bisa dilakukan melalui rancangan kegiatan-kegiatan positif. Misalnya, dalam ekstrakurikuler pramuka, peserta didik dapat menumbuhkan karakter nasionalisme, kedisiplinan dan sebagainya. Kegiatan ekstrakurikuler REMUS dapat dijadikan media untuk penyampaian pesan-pesan keagamaan dan penghayatan nilai-nilai luhur. Kegiatan ekstrakurikuler PMR (Palang Merah Remaja) dapat menumbuhkan rasa sosial yang tinggi bagi sesama, dan membiasakan sikap tolongmenolong. Kegiatan ekstrakurikuler PA (Pencinta Alam) dapat menuumbuhkan karakter yang berkenaan dengan pemeliharaan terhadap alam, dan sebagainya. Pilar keempat yakni kegiatan keseharian di rumah. Seperti yang diketahui bahwa keluarga merupakan lingkungan yang sangat besar pengaruhnya bagi perkembangan seorang anak. Oleh karena itu, hendaknya dalam lingkungan keluarga harus memiliki visi dan misi yang sama dengan apa yang diupayakan oleh pihak sekolah. Sehingga terdapat adanya penguatan dari pihak orang tua, tokoh 98
Pendidikan Karakter... (Abdul Gani)
masyarakat, dan komponen pemangku kepentingan yang lain, dalam rangka mewujudkan perilaku berkarakter/berakhlak mulia. Sehingga hasil yang diharapkan dari adanya program-program di satuan pendidikan, adanya kebiasaan-kebiasaan di sekolah juga menjadi kegiatan keseharian di rumah dan di lingkungan masyarakat. Adapun mengenai implementasi pendidikan akhlak, memang secara teoritis tidak diatur secara sistematis seperti apa yang terdapat pada pendidikan karakter. Hal tersebut mengingat pendidikan karakter merupakan tawaran pemerintah yang diberlakukan secara nasional, resmi, dan terstruktur, seperti pengembangan karakter dalam grand desain pendidikan karakter (2010) dalam wilayah makro dan mikro. Sedangkan penerapan pendidikan akhlak tidak diprogramkan secara nasional, namun pada tataran empiris, pembinaan akan kepemilikan dari nilai-nilai akhlakul karimah sudah sering terdengar, dipraktekkan, dan ditanamkan pada pribadi anak sejak masih kecil, melalui pembiasaan-pembiasaan di lingkungan keluarga dengan berpedoman pada ajaran agama. Hanya saja, pemerintah telah memasukkan beberapa mata pelajaran dalam lingkup institus/lembaga pendidikan yang terkait dengan pembentukan karakter anak, seperti mata pelajaran agama Islam bagi sekolah yang umum, dan mata pelajaran akidah akhlak bagi sekolah yang bercirikan Islam. Hal tersebut dilakukan agar penanaman nilai dan penghayatan keberagamaan, juga dapat diupayakan dalam sekolah selain di rumah dan pergaulan di masyarakat. Dasar Normatif-Filosofis Pendidikan Karakter dalam Perspektif Islam 1. Pandangan Islam Terhadap Manusia Sebagai Subjek dan Objek Pendidikan Berbicara mengenai pendidikan, tentu tidak akan terlepas dari berbicara mengenai manusia. Hal tersebut dikarenakan pendidikan ditujukan oleh dan untuk manusia, sehingga manusia merupakan subjek dan objek pendidikan itu sendiri. Dengan 99
El-HIKMAH, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012
memahami hakikat manusia sebagai makhluk yang diciptakan-Nya, tentu akan lebih memudahkan terhadap pemahaman akan arti pendidikan yang merupakan wujud pengembangan karakter manusia. Konsep tentang manusia atau hakekat keberadaan manusia, telah sejak lama menjadi renungan dan perbincangan para filosof, sehingga melahirkan hasil pemikiran mengenai manusia, yang dikenal dengan filsafat manusia. Namun, tentu informasi yang benar mengenai manusia sebagai makhluk yang diciptakan oleh Tuhan, dapat digali dari al-Qur’an yang merupakan pedoman hidup umat manusia. Uraian tentang asal-usul keberadaan manusia sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan dapat diketegorikan kedalam dua penciptaan. Penciptaan manusia pertama yakni Nabi Adam yang diciptakan dari tanah, dan kedua penciptaan manusia secara umum yang dapat ditelusuri secara biologis yang terjadi secara bertahaptahap. Hal tersebut digambarkan dalam al-Quran sebagai berikut: Qur’an Surat al-Hijr (15): 28 menjelaskan tentang awal Nabi Adam akan diciptakan dengan komposisi tanah liat kering dari lumpur hitam sebagai berikut: ِوإ ذ Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk. 15
Dalam al-Qur’an surat ar-Rahman (55): 14 juga diterangkan mengenai unsur pembentuk manusia dari tanah kering, yakni yang berbunyi: 15
Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya. (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an, 1971), h. 393.
100
Pendidikan Karakter... (Abdul Gani)
Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar. 16
Sedangkan Qur’an surat Ali Imran (3): 59 menjelasakan bahwa manusia diciptakan dari tanah, yang berbunyi: Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa di sisi Allah, adalah seperti (penciptaan) Adam. Allah menciptakan Adam dari tanah, Kemudian Allah berfirman kepadanya: "Jadilah" (seorang manusia), Maka jadilah Dia. 17
Adapun penjelasan serupa juga dapat dilihat dalam Qur’an surat as-Sajadah (32): 7 sebagai berikut: Yang membuat segala sesuatu yang dia ciptakan sebaik-baiknya dan yang memulai penciptaan manusia dari tanah. 18
Demikianlah beberapa ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang kejadian Nabi Adam sebagai manusia pertama. Adapun menurut Muhammad Khatib dalam menjelaskan tentang proses kejadian manusia di atas berpendapat mengenai penggunaan istilah yang digunakan. Walaupun antara ayat yang satu dengan lainnya kelihatan kontradiktif, tetapi tidaklah demikian. Ayat-ayat tersebut menurutnya menerangkan fase-fase yang dilalui oleh badan Nabi Adam menjelang ditiupnya roh kedalam jasad beliau. Fase tersebut dimulai dari turob (tanah debu) menjadi tanah liat, lalu menjadi lumpur hitam, kemudian menjadi tanah kering. Setelah menjadi jasad sempurna, barulah ditiupkan roh ke dalamnya. 19 16
Ibid., h. 886. Ibid., h. 85. 18 Ibid., h. 661. 19 Nurdiana, Ilmu Alamiah Dasar (Mataram: LKIM, 2011), h. 61. 17
101
El-HIKMAH, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012
Sebagaimana yang dijelaskan dalam Qs. al- Hijr (15): 29 berikut: Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud. 20
Mengenai penciptaan anak cucu adam (baca: manusia) secara umum dapat dilihat dari beberapa ayat al-Qur’an berikut: almu’minun (23): 12-16.
Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. (12) Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). (13) Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha Sucilah Allah, pencipta yang paling baik. (14) Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. (15)
20
102
Depag, al-Quran dan…, h. 393.
Pendidikan Karakter... (Abdul Gani)
Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat. (16) (Q.S. al-Mu’minun: 12-16).21
Demikianlah al-Qur’an menjelaskan mengenai tahap-tahap kejadian manusia. Proses penciptaan tersebut dimulai dari saripati tanah, kemudian saripati tersebut dijadikan air mani yang disimpan dalam rahim, air mani yang tersimpan dalam rahim tersebut akan menjadi segumpal darah, lalu menjadi segumpal daging, kemudian menjadi daging bertulang. Hingga jadilah ia manusia dengan bentuk sempurna. Dalam pernyataan di akhir ayat diterangkan bahwa manusia akan dimatikan, kemudian dibangkitkan kembali di hari kiamat. Gambaran tahap kejadian manusia tersebut secara tidak langsung memberikan dampak yang besar mengenai orientasi pendidikan yang akan diberlakukan bagi manusia. Penciptaan di muka bumi ini, yang akhirnya akan mati dan kembali dibangkitkan lagi, memberikan isyarat bahwa orientasi dari visi dan misi pendidikan hendaknya tidak terbatas pada tujuan yang bersifat keduniaan semata, tetapi juga harus mempertimbangkan tujuan akhir/hakiki dari sebuah pendidikan. Sehingga adanya kesamaan dengan tugas hidup manusia di muka bumi, yang di jelaskan dalam surat adz-Dzariyaat (51): 56. Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. 22
Dalam ayat lain Allah SWT menerangkan mengenai hakekat wujud manusia yang terdiri dari dua unsur, yakni unsur jasmani dan rohani. Hal tersebut dijelaskan dalam surat al-Hijr (15): 28-29.
21 22
Ibid., h. 527. Ibid., h. 862.
103
El-HIKMAH, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur hitam yang diberi bentuk.(28) Maka apabila Aku Telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniupkan kedalamnya ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud.(29). 23
Hakekat wujud manusia berdasarkan ayat di atas terdiri dari dua unsur, yakni unsur jasmani yang pada awal penciptaan terdiri dari tanah, sedangkan unsur rohani terdiri dari ruh. Adanya dua komposisi materi dan immateri dalam diri manusia memberikan implikasi terhadap eksistensi manusia sebagai makhluk yang menjadi subjek sekaligus objek pendidikan. Pendidikan pada gilirannya memiliki dua peran dalam rangka pengembangan sumber daya manusia, yakni pengembangan aspek jasmaniah dan rohaniah. Pengembangan aspek jasmaniah diarahkan kepada pembinaan kesehatan, kemampuan, kecakapan, dan keterampilan hidup tertentu. Sedangkan pengembangan aspek rohaniah diarahkan kepada pembinaan kemampuan rohani, dalam arti menyentuh halhal yang berkaitan dengan aspek kerohanian, keimanan, dan sebagai salah satu wujudnya yakni menumbuhkembangakan karakter dengan cara menginternalisasi nilai-nilai luhur dari adanya intervensi pendidikan. Sehingga prinsip balance dalam pendidikan menjadi suatu yang niscaya harus diusahakan. Hal ini akan berdampak pada munculnya output pendidikan yang mampu memahami nilai-nilai ketuhanan dengan tidak tercabut dari dimensi kemanusiaannya.
23
104
Ibid., h. 393.
Pendidikan Karakter... (Abdul Gani)
2. Pembangunan Karakter/Akhlak dalam al-Qur’an dan alHadits Dalam Islam, pendidikan karakter secara teoritik sebenarnya telah ada sejak Islam diturunkan sebagai sebuah agama rahmatan lil alamin. Sepak terjang pendidikan karakter dapat dilacak secara historis, terutama pada masa profetik, yakni seiring diutusnya Nabi Muhammad SAW untuk memperbaiki dan menyempurnakan akhlak manusia. Pada masa Nabi Muhammad, sejarah menceritakan bagaimana kondisi sosio-kultural masyarakat Jahiliyah yang diwarnai oleh keterbelakangan dan keterpurukan moral. Nabi pun mampu mengubah tatanan masyarakat menjadi sebuah masyarakat yang bermoral dan bermartabat. Content dari ajaran Islam sendiri begitu sempurna, hal tersebut dapat dilihat pada sistematika ajaran Islam yang tidak hanya mengatur mengenai sendi-sendi keyakinan/keimanan, ritual ibadah mahdoh, dan mu’amalah, tetapi juga syarat dengan ajaran akhlak/budi pekerti/tata karma. Nabi Muhammad SAW sendiri dipersonifikasikan sebagai model karakter oleh Allah SWT dengan kepemilikan sifat shiddiq, amanah, tabligh, fathonah. Adapun landasan normatif yang dijadikan asas dasar dalam menumbuhkembangkan karakter/akhlak manusia sangat pluralistik. Hal tersebut dapat dilihat dari grand desain pendidikan karakter (2010), mengenai pengembangan pembangunan karakter dalam wilayah mikro dan makro. Artinya tidak mutlak berlandaskan pada nilai-nilai agama, tetapi juga digali dari nilai-nilai luhur yang terdapat dalam nilai sosial-budaya, mempertimbangkan teori-teori pendidikan, psikologi, undang-undang yang berlaku di suatu negara, hingga pada dasar filsafat negara. Namun pada pembahasan kali ini, akan coba diketengahkan beberapa landasan normatif dari al-Qur’an dan al-Hadits yang bisa dijadikan referensi dalam rangka menumbuhkembangkan karakter setiap individu. Pengembangan pendidikan karakter dengan basis penanaman nilai (transfer of values) pada gilirannya digali/bersumber dari al-Qur’an, yang merupakan sumber 105
El-HIKMAH, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012
pengetahuan mengenai nilai-nilai luhur dan akhlak yang baik. AlQur’an dalam menjelaskan masalah karakter/akhlak tidak serta merta menggunkan pendekatan teoritikal, tetapi dengan pendekatan konseptual dan penghayatan, dalam arti karakter/akhlak yang mulia dan akhlak yang tercela banyak diilustrasikan oleh Allah dalam perwatakan manusia dalam punggung sejarahnya semasa al-Qur’an diturunkan. Misalnya saja gambaran mengenai karakter orangorang yang beriman, dengan keadilan, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur, dan keberanian dalam memperjuangkan kebenaran. Karakter orang-orang jahiliyah yang digambarkan dengan segala perilaku amoral, tidak bermartabat, menyimpang, dan sesat. Selain dengan pendekatan tersebut, al-Qur’an juga banyak menyebutkan secara eksplisit nilai-nilai luhur/kebaikan dan ganjaran bagi yang melakukan amal shaleh. Hal inilah yang dapat dijadikan pedoman bagi umat Islam dalam menjalani kehidupannya. Penggunaan istilah yang berbeda antara karakter dan akhlak untuk menunjukkan pola perilaku individu, pada intinya merujuk kepada adanya sikap hidup yang baik, dalam hubungannya dengan Tuhan, diri sendiri, maupun sesama manusia. Oleh karena itu, perlu kiranya untuk melacak landasan normatif pengembangan karakter dalam al-Qur’an dan hadits. Ayat al-Qur’an yang secara tersurat menggunakan kata “akhlak” dengan mengacu kepada pribadi yang baik, dapat ditemukan dalam ayat al-Qur’an yang menjelaskan mengenai sosok Nabi Muhammad sebagai simpul akhlak yang mulia, seperti terdapat dalam al-Qur’an surat al-Qalam (68): 4 sebagai berikut: Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung. 24
24
106
Depag, al-Quran dan…, h. 960.
Pendidikan Karakter... (Abdul Gani)
Kata ُﺧﻠُ ْﻖ ج اَ ْﺧ َﻼ ْقdalam ayat tersebut, digunakan untuk menggambarkan kepribadian Rasulullah SAW. Kata tersebut berarti budi pekerti, yang diadopsi dalam kosa kata bahasa Indonesia dengan sebutan akhlak. Penjelasan al-Qur’an tentang sosok Nabi Muhammad sebagai manusia pilihan Allah yang memiliki kesempurnaan akhlak mulia, ditegaskan dengan kalimat “Benar-benar berbudi pekerti yang agung” yang berarti kepemilikan sifat-sifat mulia dalam pribadi beliau. Dalam ayat lain Allah juga menerangkan mengenai pribadi Rasulullah sebagai contoh dan suri teladan dalam menjalani kehidupan. Sebagaimana Al-Qur’an surat al-Ahzab (33): 21 berikut: Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu. 25
Ayat di atas menginformasikan mengenai sosok yang dapat dicontoh, ditiru dan digugu yakni Rasulullah SAW. Wujud keimanan kepada beliau dapat dilakukan dengan cara menjadikan akhlak beliau sebagai rujukan perilaku dan suri tauladan/panutan dalam menjalani hidup sehari-hari. Misi utama diutusnya Rasulullah SAW pun adalah untuk mendidik, menyempurnakan akhlak/mengupayakan pembentukan karakter yang baik. Hal tersebut sebagaimana dijelaskan sendiri oleh baginda Rasul dalam sabdanya: ِ ُ ْإِﻧﱠﻤﺎ ﺑﻌِﺜ (ﺻﺎﻟِ َﺢ ْاﻷَ ْﺧ َﻼ ِق )رواﻩ أﺣﻤﺪ َ ﺖ ﻷُﺗَ ﱢﻤ َﻢ ُ َ “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (H.R. Ahmad) 26
25
Ibid., h. 670. Imam Ahmad bin Hanbal, Musnad Ahmad bin Hanbal (Beirut: Mu’asasatu ar-Risalah, 1995 M/1416 H), h. 382. 26
107
El-HIKMAH, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012
Demikianlah sabda Rasulullah SAW mengenai misi diutusnya beliau oleh Allah SWT. Selain sebagai penyebar agama Islam, Rasul pun menyatakan bahwa pengupayaan pembentukan dan penyempurnaan akhlak adalah tugas utama beliau. Dasar normatif nilai-nilai pendidikan karakter dalam alQur’an & al-Hadits Dasar normatif nilai-nilai luhur kebaikan yang dikembangkan dalam pendidikan karakter, banyak disebutkan dalam al-Qur’an. Nilai-nilai karakter semisal; adil, amanah, kasih sayang, tolong menolong, hormat, dan berbuat baik telah dijelaskan oleh al-Qur’an. Diantara ayat al-Qur’an yang membahas tentang nilai karakter tolong-menolong terdapat dalam al-Qur’an surat alMaidah (5): 2 yang berbunyi: … “… Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.” 27
Ayat al-Qur’an di atas menjelaskan mengenai perintah Allah untuk tolong-menolong dalam kebajikan dan ketakwaan. Oleh karena itu, prinsip ta’awun dalam kehidupan harus senantiasa mewarnai kehidupan sehari-hari. Ayat tersebut dapat dijadikan landasan normatif bagi pemupukan/penumbuhkembangan nilai karakter tolong-menolong.
27
108
Depag, al-Quran dan…, h. 156.
Pendidikan Karakter... (Abdul Gani)
Penjelasan mengenai nilai karakter adil dapat ditemukan dalam ayat al-Qur’an surat an-Nisa’ (4): 58 dan hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah berikut: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” 28
Hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah sebagai berikut:
ِ أِ ﱠﳕَﺎ:َﻋﻦ أَِﰊ ﻫﺮ ﻳـﺮةَ ر ِﺿﻲ اﻟﱡﻠﻪ َﻋْﻨﻪ َﻋ ِﻦ اﻟﻨِﱠﱯ ﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱡﻪ َﻋﻠَﻴ ِﻪ وﺳﻠﱠﻢ ﻗَﻞ اﻷ ُ َ ﱢ َ َ ََ ْ َ َ َْ َ ُ ْ , ﻓَِﺄ ْن أ ََﻣَﺮ ﺑِﺘَـ ْﻘ َﻮى اﻟﻠﱠ ِﻪ َﻋﱠﺰ َو َﺟ ﱠﻞ َو َﻋ َﺪ َل, ﻳـُ َﻘﺎﺗَ ُﻞ ِﻣ ْﻦ َوَرا ﺋِِﻪ َوﻳـُﺘﱠـ َﻘﻰ ﺑِِﻪ,ٌَﻣ ُﺎم ُﺟﻨﱠﺔ ِ ( )رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ.ُ َوأِ ْن ﻳَﺄْ ُﻣ ْﺮ ﺑِﻐَ ِْﲑﻩِ َﻛﺎ َن َﻋﻠَْﻴ ِﻪ ِﻣْﻨﻪ,َﺟٌﺮ َ َﻛﺎ َن ﻟَﻪُ ﺑِ َﺬﻟ ْﻚأ Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi Muhammad SAW, beliau telah bersabda, “Sesungguhnya seorang pemimpin itu bagaikan perisai. Ia akan dimusuhi dari belakang dan ditakuti (dari depan). Apabila ia memerintahkan kaumnya untuk bertakwa kepada Allah Yang Maha Agung lagi Maha Mulia dan berlaku adil, maka dari itu ia akan memperoleh pahala. Tetapi, apabila ia memerintahkan pada perbuatan yang lainnya, maka ia pasti akan menerima balasan sesuai perintahnya tersebut.” 29
28
Ibid., h. 128. M. Nashruddin al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim 2 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2006), h. 13. 29
109
El-HIKMAH, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012
Dalam firman Allah dan Sabda Rasulullah SAW di atas telah diterangkan mengenai prinsip keadilan yang harus senantiasa diterapkan, baik dalam segi pemerintahan maupun dalam menetapkan hukum atas manusia. Dalil naqli tersebut juga menjanjikan kebaikan/pahala yang akan didapatkan dengan mengaplikasikan keadilan, pahala inilah yang kemudian akan menjadi motivasi bagi seseorang untuk berbuat baik dalam hidupnya. Nilai karakter amanah terdapat dalam surat al-Ma’aarij (70): 32 yang berbunyi: “Dan orang-orang yang memelihara amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya.” 30
Surat al-Ma’aarij (70): 32 tersebut merupakan salah satu firman Allah yang menjelaskan tentang nilai karakter amanah. Hal tersebut juga dijelaskan dalam surat an-Nisa’ (4): 58 diatas, dimana Allah menyuruh sekalian manusia untuk menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya. Adapun ayat al-Qur’an yang menerangkan tentang nilai karakter kebaikan diantaranya dapat ditemukan dalam al-Qur’an surat Ali Imran (3): 92 yakni: “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya.” 31 30 31
110
Depag, al-Quran dan…, h. 975. Ibid., h. 80.
Pendidikan Karakter... (Abdul Gani)
Juga terdapat dalam surat al-Baqarah (2): 195 yang berbunyi: “Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” 32
Firman Allah dalam surat Ali Imran (3): 92 dan al-Baqarah (2): 195 di atas merupakan ladasan dan dasar bagi penjelasan nilai karakter kebaikan (berbuat baik). Dalam surat Ali Imran (3): 92 Allah memerintahkan manusia berbuat baik dengan jalan menafkahkan sebagian harta, perintah Allah tersebut juga erat kaitannya dengan sifat dermawan. Kebiasaan memberi kepada orang lain, yang akan menjadikan orang tersebut memiliki sikap dermawan. Sedangkan dalam al-Baqarah (2): 195 Allah menginformasikan bahwa Dia menyukai orang-orang yang berbuat baik. Dasar firman inilah yang akan menjadi pegangan dan motivasi seseorang untuk mengamalkan dan mewujudkan nilainilai karakter kebaikan dalam bentuk perilaku yang mencerminkan akhlak mulia. Sedangkan ayat al-Qur’an yang berbicara tentang nilai karakter kasih-sayang dapat ditemukan dalam surat al-Isra’ (17): 24 sebagai berikut:
32
Ibid., h. 47.
111
El-HIKMAH, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".” 33
Firman Allah tersebut menginformasikan mengenai nilai kasih sayang kepada orang tua. Namun tentu nilai kasih sayang tersebut tidak hanya diperuntukkan untuk kedua orang tua saja, melainkan semua manusia. Prinsip kasih sayang dalam hidup juga harus ditujukkan kepada alam (tumbuhan dan binatang). Sebagian sabda Rasulullah SAW yang menginformasikan mengenai nilai karakter menghormati orang lain diantaranya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Syuraih Al Khuza’i sebagai berikut:
ِ ْ ﻋﻦ أَِﰊ ُﺷﺮ ﻳ ٍﺢ َﻣ ْﻦ َﻛﺎ َن ﻳـُ ْﺆ ِﻣ ُﻦ:ﺎل َ َﺻﻠﱠﻰ اﻟﻠﱠﻪُ َﻋﻠَْﻴ ِﻪ َو َﺳﻠﱠ َﻢ ﻗ اﳋَُﺰاﻋ ﱢﻲ أَ ﱠن اﻟﻨِ ﱠ ْ َ َ ﱠﱯ َْ ِ ﺑِﺎ ﻟﻠﱠ ِﻪ واﻟْﻴـﻮِم َوَﻣ ْﻦ َﻛﺎ َن ﻳـُ ْﺆ ِﻣ ُﻦ ﺑِﺎﻟﻠﱠ ِﻪ َواﻟْﻴَـ ْﻮِم اﻵ, ِاﻵﺧ ِﺮ ﻓَـْﻠﻴُ ْﺤ ِﺴ ْﻦ أِ َﱃ َﺟﺎ ِرﻩ َْ َ ِ ِ وﻣﻦ َﻛﺎ َن ﻳـ ْﺆِﻣﻦ ﺑِﺎﻟﻠﱠ ِﻪ واﻟْﻴـﻮم,ِﺧ ِﺮ ﻓَـْﻠﻴ ْﻜ ِﺮم ﺿﻴـ َﻔﻪ اﻵﺧ ِﺮ ﻓَـْﻠﻴَـ ُﻘ ْﻞ َﺧْﻴـًﺮا أ َْو ْ َ َ ُ َْ ْ ُ َْ َ ُ ُ ِ .ﺖ ْ ﻟﻴَ ْﺴ ُﻜ ()رواﻩ ﻣﺴﻠﻢ
Dari Abu Syuraih Al Khuza’i RA, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berlaku baik terhadap tetangganya. Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia menghormati tamunya. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berbicara yang baik atau diam.” 34
Hadis tersebut menjadi dasar bagi pengembangan karakter hormat (menghormati orang lain) dan berbuat baik. Allah menjelaskan bahwa wujud keimanan seseorang dapat dilihat dari perilaku yang baik dan penghormatan kepada orang lain (tamunya). 33
Ibid., h. 428. M. Nashruddin al-Albani, Ringkasan Shahih Muslim 1 (Jakarta: Pustaka Azzam, 2007), h. 34. 34
112
Pendidikan Karakter... (Abdul Gani)
Demikianlah beberapa firman Allah SWT dan sabda Rasulullah SAW di atas yang menginformasikan mengenai beberapa nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter. Apa yang telah diterangkan oleh al-Qur’an dan al-Hadits tersebut dapat dijadikan sebagai landasan normatif terhadap pengembangan nilai-nilai karakter. Adapun nilai-nilai karakter dasar yang akan dikembangkan dalam wacana pendidikan karakter sangat banyak, baik yang berhubungan dengan Tuhan, diri sendiri, sesama manusia, alam, tumbuhan dan binatang. Hal tersebut secara runtun akan dibahas pada bab selanjutnya mengenai analisis nilai-nilai pendidikan karakter. Pembahasan mengenai pembentukan sikap hidup yang baik, telah dijelaskan dalam al-Qur’an maupun al-Hadits, yang merupakan pedoman bagi umat Islam dalam menjalani kehidupannya. Hal tersebut secara sistematis dibakukan dalam sebuah pokok pembahasan yang khusus membahas mengenai akidah dan akhlak yang sering kita dengar dengan Pendidikan akhlak/pendidikan akidah akhlak. Pada masa profetik Rasulullah mempraktekkan pendidikan akhlak dalam kepribadian beliau, baik dalam hubungannya dengan dimensi vertikal maupun horizontal di semua lini kehidupan. Namun sekarang, terlalu banyak teori dan nama maupun istilah yang digunakan untuk menunjukkan pendidikan yang diorientasikan kepada pembentukan kepribadian yang mulia, padahal pada tataran teoritis semua konsep tersebut sama idealnya. Oleh karena itu, Apapun sebutan atau istilah baru yang digunakan dalam membentuk sikap hidup/perilaku yang baik pada zaman sekarang, dalam Islam telah ada konsep serupa yang dikenal dengan istilah akhlak.
DAFTAR PUSTAKA
113
El-HIKMAH, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012
Abdul Majid & Dian Andayani. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011. Achmadi. Ideologi Pendidikan Islam: Paradigma Humanisme Teosentris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008. Ahmad Tafsir. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000. Alfaqih. Strategi Pendidikan Karakter: Mempertimbangkan Tradisi Profetik. Mataram: Larispa, 2011. Al-Ghazali. Mengobati Penyakit Hati: Membenttuk Akhlak Mulia. Karisma: Bandung, 2000. Beni Ahmad Saebani & Abdul Majid. Ilmu Akhlak. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2010. Budi. Ono. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Karya Agung, 2005. http://www.artikata.com/arti“Definisi Komparatif” dalam 383319-uraian.html, diambil tanggal 26 Februari 2012. Departemen Agama RI. al-Quran dan Terjemahnya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah/Pentafsir al-Qur’an, 1971. Direktorat Pendidikan Madrasah Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Depag RI. Model Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) Madrasah Aliyah. Jakarta: Dirjen Pendidikan Islam Direktorat Pendidikan Madrasah, 2007. Doni Koesoema Albertus. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Jakarta: Grasindo, 2010. Fatchul Mu’in. Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoritik & Praktik. Jogjakarta: Ar-Ruzz Madia, 2011. Hendra, “Fungsi Bahasa Dan Kedudukan Bahasa Indonesia”, dalam http://sudrajathendra.wordpress.com/2011/09/30/pengertia n-dan-contoh-paragraf-induktif-deduktif-dan-campuran/), diambil tanggal 9 september 2012, pukul 10:00 WITA. Ibrahim, T. & H. Darsono. MODEL Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP): Membina Akidah dan
114
Pendidikan Karakter... (Abdul Gani)
Akhlak 1 Untuk Kelas VII Madrasah Tsanawiyah. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009. , MODEL Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP): Membina Akidah dan Akhlak 2 Untuk Kelas VIII Madrasah Tsanawiyah. Solo: PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009. , MODEL Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP): Membina Akidah dan Akhlak 3 Untuk Kelas IX Madrasah Tsanawiyah. Solo: PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009. Imam Ahmad bin Hanbal. Musnad Ahmad bin Hanbal (Beirut: Mu’asasatu ar-Risalah, 1995 M/1416 H. Ismail Thoib. Wacana Baru Pendidikan: Meretas Filsafat Pendidikan Islam. Mataram: Alam Tara Institute, 2009. Istighfarotur Rahmaniyah. Pendidikan Etika: Konsep Jiwa dan Etika Perspektif Ibnu Miskawaih dalam Kontribusinya di Bidang Pendidikan. Malang: UIN-Maliki Press, 2010. Jamal Ma’mur Asmani. Buku Panduan Internalisasi Pendidikan Karakter di Sekolah. Jogjakarta: DIVA Press, 2011. Jujun S. Suriasumantri. Filsafat Ilmu: Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005. Kementerian Agama RI. Pendidikan, Pembangunan Karakter, dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2010. Lexy J. Moleong. Metode Penelitian Kulaitatif. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004. Maulana Muhammad Ali. Islamologi (Dinul Islam). Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah, 1993. Mulawarman. Eksistensi Kegiatan Ekstrakurikuler dalam Membentuk Kepribadian Siswa di Madrasah Aliyah Negeri 2 Mataram. Skripsi, IAIN Mataram, 2001. Mulyasa, H. E. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
115
El-HIKMAH, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012
Nashruddin al-Albani, M. Ringkasan Shahih Muslim 1. Jakarta: Pustaka Azzam, 2007. , Ringkasan Shahih Muslim 2. Jakarta: Pustaka Azzam, 2006. Nurdiana. Ilmu Alamiah Dasar. Mataram: LKIM, 2011. Nur Uhbiyati. Ilmu Pendidikan Islam (IPI) 1. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2005. Roli Abdul Rahman & M. Khamzah. Menjaga Akidah dan Akhlak. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009. Rosihon Anwar. Akidah Akhlak. Bandung: CV. Pustaka Setia, 2008. Samsul Nizar. Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia. Jakarta: Kencana, 2008. Sanapiah Faisal. Format-format Penelitian Sosial: Dasar-dasar dan Aplikasi. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 1995. Statistics Center “Data dan Analisis Data” dalam http://pusatstatistik.blogspot.com/feeds/posts/default?order by=updated, diambil tanggal 26 Februari 2010, pukul 9:02 WITA. Syarif Al-Qusyairi, H. Kamus Akbar: Arab-Indonesia Disertai Cara Membacanya Surabaya: Giri Utama, tt. Syekh al-Zarnuji, Etika Belajar Bagi Penuntut Ilmu: Terjemah Ta’liim al-Muta’allim Thariiq al-Ta’allum, terj. A. Ma’ruf Asrori. Surabaya: Pelita Duia, 1996. Umi Chulsum & Windy Novia. Kamus Besar Bahasa Indonesa: Dilengkapi Panduan Kebahasaan. Surabaya: Kashiko, 2006. UU RI Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen & UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS. Bandung: Citra Umbara, 2006. Wirjani. Peranan Eksistensi Lingkungan Sekolah dalam Menunjang Pembentukan Karakter Siswa di Mts NW
116
Pendidikan Karakter... (Abdul Gani)
Ketangga Kecamatan Suela Lombok Timur Tahun 2009/2010. Skripsi, IAIN Mataram, 2010. Wiyadi. MODEL Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP): Membina Akidah dan Akhlak 1 Untuk Kelas I Madrasah Ibtidaiyah. Solo: PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009. , MODEL Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP): Membina Akidah dan Akhlak 2 Untuk Kelas II Madrasah Ibtidaiyah. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009. , MODEL Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP): Membina Akidah dan Akhlak 3 Untuk Kelas III Madrasah Ibtidaiyah. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009. , MODEL Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP): Membina Akidah dan Akhlak 4 Untuk Kelas IV Madrasah Ibtidaiyah. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009. , MODEL Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP): Membina Akidah dan Akhlak 5 Untuk Kelas V Madrasah Ibtidaiyah. Solo: PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009. , MODEL Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP): Membina Akidah dan Akhlak 6 Untuk Kelas VI Madrasah Ibtidaiyah. Solo: PT.Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009. Zainal Aqib. Pendidikan Karakter: Membangun Perilaku Positif Anak Bangsa. Bandung: CV. Yrama Widya, 2011. Zainuddin, A. & Muhammad Jamhari. Al-Islam 2: Muamalah dan Akhlaq. Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999. Zubaedi. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana, 2011.
117
El-HIKMAH, Volume 6, Nomor 1, Juni 2012
118