Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN DI SEKOLAH DASAR MELALUI CERITA KEPAHLAWANAN AGUNG WIDYANTORO SDN Duren 2
[email protected] Abstract Character education is taught to children as early as possible as a key to building the nation. One of them through learning in primary schools using stories of heroism. School is a strategic place for character education for children will be educated in school. Besides children spend most of their time in the school, so that what is acquired at school will affect the formation of character. Through stories of heroism is expected to foster positive character, mainly nurture the spirit of nationalism. Material heroism not only taught through reading texts and answer questions, but more focused on the message and the mandate contained in the story as well as how to emulate the attitude of the hero. Keywords: character education, heroism, elementary school PENDAHULUAN Pendidikan adalah usaha masyarakat dan bangsa mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan (Puskur Balitbang, 2010:4). Pendidikan yang terjadi selama ini masih mengedepankan nilai atau hasil akademik daripada pendidikan moralnya. Persoalan yang berhubungan dengan sikap dan moral yang buruk masih sering kita jumpai baik lewat media elektronik maupun media cetak, misalnyakasus korupsi, kolusi dan nepotisme di semua lapisan jabatan, perkelahian antar pelajar, penyalahgunaan penggunaan narkoba. Ngainum Naim (2012:18) mengemukakan bahwa ada begitu banyak persoalan yang mencerminkan lemahnya karakter positif dalam dunia pendidikan. Kita bisa menyimak pada kasus tawuran pelajar yang semakin hari semakin mengerikan, dan tentu juga masih ada deretan panjang persoalan pendidikan lainnya dari bangsa ini yang belum dapat mencapai tujuan pendidikan seperti yang tertera dalam undang-undang Sisdiknas khususnya pendidikan karakter. Oleh karena itu penanaman moral melalui pendidikan karakter sedini mungkin kepada anak-anak adalah kunci utama untuk membangun bangsa. Karakter yang berkualitas perlu dibentuk dan dibina sejak usia dini. Usia dini merupakan masa kritis bagi pembentukan karakter seseorang. Banyak pakar mengatakan bahwa kegagalan penanaman karakter sejak usia dini, akan membentuk pribadi yang bermasalah dimasa dewasanya kelak. Selain itu, menanamkan moral kepada generasi muda adalah usaha yang strategis. Kata karakter berasal dari kata Yunani, Charassein, yang berarti mengukir sehingga terbentuk sebuah pola. Mempunya akhlak mulia adalah tidak secara otomatis dimiliki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi memerlukan proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan (proses pengukiran). Dalam
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
istilah bahasa Arab karakter ini mirip dengan akhlak (akar kata khuluk), yaitu tabiat atau kebiasaan melakukan hal yang baik.Karakter adalah watak, tabiat, akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara pandang, berfikir, bersikap dan bertindak, kebajikan terdiri atas sejumlah nilai, moral, dan norma seperti bersikap jujur, berani bertindak, dapat dipercaya dan hormat kepada orang lain (Puskur balitbang, 2010:3). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), karakter berarti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak (1995:445). Seseorang dapat dikatakan berkarakter baik jika telah berhasil menyerap nilai dan moral dalam hidupnya. Demikian juga guru dikatakan berkarakter, jika memiliki nilai dan keyakinan yang dilandasi hakikat dan tujuan pendidikan serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Dengan demikian pendidik yang berkarakter, berarti telah memiliki kepribadian dan sifat-sifat baik yang harus melekat pada diri pendidik. Pendidik yang berkarakter kuat tidak hanya memiliki kemampuan mengajar, melainkan juga harus memiliki keteladanan sehari-hari. Menurut Sjarkawi (2011:64) ada empat nilai yang berkembang dalam masyarakat, yang harus diperhatikan oleh guru, yaitu nilai moral, nilai sosial, nilai undang-undang dan nilai agama. Nilai moral memiliki tuntutan yang lebih mendesak dibanding nilai lainnya karena berkaitan dengan perilaku dan perbuatan. Guru adalah sumber nilai moral siswanya yang menjadi figur di sekolah. Sehingga peran guru dalam proses pembelajaran sangat besar. Pembelajaran adalah aktivitas untuk menolong siswa belajar, maka strategi pembelajaran yang dipilih guru harus memperlakukan siswa sebagai obyek yang memiliki keunikan sendiri. Pembelajaran pada hakekatnya merupakan proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan perilaku ke arah lebih baik. Guru bertanggung jawab untuk mengatur dan menciptakan suasana yang mendorong siswa untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan di kelas. Untuk menunjang ini perlu adanya manajemen kelas yang baik, diantaranya adalah perbaikan dalam pembelajaran di sekolah dasar melalui sastra, salah satunya dengan cerita kepahlawanan. Cerita merupakan salah satu bentuk sastra yang memiliki keindahan dan kenikmatan tersendiri (Abdul Majid, 2002:8). Cerita selalu menjadi instrument pengajaran yang disukai oleh para pengajar (Lickona, 2013:125). Cerita lebih banyak digunakan dalam pelajaran bahasa Indonesia. Kegiatan pembelajarannya pun lebih didominasi kegiatan membaca dan menjawab pertanyaan. Cerita yang seharusnya berisi pesan moral yang harus disampaikan dengan bercerita hanya sebagai bagian dari materi pelajaran yang harus dibaca oleh siswa. KAJIAN PUSTAKA a. Pendidikan Karakter Beberapapakar mengemukakan definisi dari “pendidikan”. Menurut Fuad Ihsan(2010:1-2), “Dalam pengertian yang sederhana dan umum makna pendidikan sebagai usaha manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada di
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
dalam masyarakat dan kebudayaan”.Usaha-usaha manusia disini tekait proses menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik jasmani` maupun rohani dan penanaman nilai-nilai yang ada di dalam masayarakat dan kebudayaan. Dengan usaha-usaha tersebut diharapakan potensi-potensi yang ada mampu membawa kemajuan dalam kehidupan sehari-hari. Pendapat lain disampaikan oleh Ilahi (2012:27), “Pendidikan dalam konteks kekinian adalah upaya untuk mengembangkan, mendorong, dan mengajak manusia agar tampil lebih progresif dengan berdasarkan pada nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia agar terbentuk pribadi yang sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan”. Dengan demikian maka pendidikan adalah wahana untuk membentuk generasi masa depan untuk pribadi yang sempurna baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan. Berdasarkan teori diatas, dapat disimpulkan bahwa istilah pendidikan adalah usaha-usaha manusia untuk mengembangkan potensi bawaannya, serta mendorong dan mengajak manusia agar tampil lebih progresif dengan berdasarkan pada nilai yang tinggi dan kehidupan yang mulia agar terbentuk pribadi yang sempurna, baik yang berkaitan dengan akal, perasaan, maupun perbuatan. Pendidikan karakter adalah suatu penanaman nilai-nilai karakter. Menurut Fitri (2012:20) “Secara etimologi, istilah karakter berasal dari bahasa Latin character, yang berarti watak atau tabiat, sifat-sifat kejiawan, budi pekerti, kepibadian dan akhlak”. lebih lanjut lagiFitri mengemukakan “ secara termonologi (istilah), karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya yang bergantung pada faktor kehidupannya”. Dengan demikian secara etimologi dan termonologi karakter diartikan sifat/watak yang dimiliki manusia. Sifat atau watak ini menjadi ciri khas manusia itu sendiri.Sifat-sifat ini tergantung pada faktor-faktor kehidupannya. Pendapat lain disampaikan oleh Abdul Majid dan Dian Ardiyani (2012:12), “karakter adalah watak/sifat, atau hal-hal yang memang sangat mendasar yang ada pada diri seseorang”. Sifat-sifat ini mempengaruhi pikiran dan perbuatan manusia, sehingga untuk mengetahui karakter seseorang maka bisa dilihat dari pikiran dan perbuatan manusia.Muclas Samani dan Hariyanto (2013:41) menyatakan bahwa karakter dimaknai sebagai cara berfikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama baik dalam lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Menurut Abdul Majid, dkk (2012:12) “karakter ini lebih sempit dari kepribadian dan hanya salah satu aspek dari kepribadian sebagaimana juga tempramen”. Menurut Muchlas Samani &Hariyanto(2013:45) “Pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga, serta rasa dan karsa”. Dengan demikian pendidikan karakter dimaknai sebagai proses untuk memberikan tuntunan peserta didik untuk menjadi manusia yang berkarakter dari segala aspek.Pendapat lain disampaikan oleh Zubaedi (2011:19) “Proses pendidikan karakter ataupun pendidikan akhlak dipandang sebagai usaha dasar dan terencana, bukan usaha yang sifatnya terjadi secara kebetulan. Pendidikan karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk memahami, membentuk, memupuk nilai-nilai etika, baik untuk diri sendiri maupun untuk semua warga masyarakat atau warga negara secara keseluruhan”.
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
Menurut Mulyasa (2013:9), “Pendidikan karakter bertujuan untuk meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan seimbang, sesuai dengan standar kompetensi lulusa pada setiap satuan pendidikan”. Dengan demikian pendidikan karakter pada satuan pendidikan adalah untuk membentuk karakter anak sesuai dengan standar lulusan setiap satuan pendidikan. Pendapat lain disampaikan oleh Fitri (2012:22), “Pendidikan karakter bertujuan membentuk dan membangun pola pikir, sikap, dan perilaku peserta didik agar menjadi pribadi yang positif, berakhlak karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab”. Dengan demikian pendidikan karakter memiliki tujuan yang mulia karena ingin mendidik anak menjadi pribadi yang positif, berakhlak karimah, berjiwa luhur, dan bertanggung jawab. Menurut Pupuh Fathurrohman, AA Suryana, Fenny Fatriyani (2013:145146), pendidikan karakter harus didasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) Mempromosikan nilai-nilai dasar etika/akhlaq mulia sebagai basis karakter; (2) Mengidentifikasikan karakter secara komprehensif supaya mencangkup pemikiran, perasaan, dan perilaku; (3) Menggunakan pendekatan yang tajam, proaktif, dan efektif untuk membangun karakter; (4) Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian; (5) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menunjukkan perilaku yang baik; (6) Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang menghargai semua peserta didik, membangun karakter mereka dan membantu mereka untuk sukses; (7) Mengusahakan tumbuhnya motivasi dari pada peserta didik; (8) Mengfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komnitas moral yang bertanggung jawab untuk pendidikan karater dan setia pada nilai-nilai dasar yang sama; (9) Adanya pembagian kepemimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun inisiatif pendidikan karakter; (10) Mengfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha untuk membangun karakter; (11) Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter, dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan peserta didik. Menurut Pupuh Fathurrohman, AA Suryana, Fenny Fatriyani (2013:120121) ada 16 karakter yang perlu dikembangkan di sekolah berdasarkan 56 butirbutir pekerti yang dikumpulkan oleh Edi Sedyawati, dkk. Keenam belas karakter tersebut yaitu, “ (1) Jujur; (2) Tahu Berterima kasih; (3) Tertib; (4) Penuh perhatian; (5) Baik hati; (6)Tanggung jawab; (7) Pemaaf; (8) Peduli; (9) Menghargai Waktu; (10) Sabar; (11) Cermat/Teliti; (12) Pengendalian diri; (13) Tenggang rasa; (14) Sopan Santun; (15) Rela Berkorban; (16) Sportif/berjiwa ksatria/berjiwa besar”. b. Cerita Kepahlawanan Menurut Herman J. Waluyo, (2002: 6) cerita itu bukan kenyataan yang faktual (riil) namun hanya rekaan pencerita (pembuat cerita atau pengarang). Cerita berkaitan dengan manusia, waktu, tempat, dan urutan kejadian (peristiwa).Cerita sebagai suatu bentuk wacana yang sasaran utamanya adalah tindak-tanduk yang dijalin dan dirangkaikan menjadi sebuah peristiwa yang terjadi dalam suatu kesatuan waktu (Gorys Keraf, 2007: 136).
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
c.
Prosa cerita atau cerita plot adalah kisahan yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan pemeranan, latar serta tahapan dan rangkaian cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi pengarangnya (Aminuddin, 2009: 66). Unsur – unsur dalam cerita meliputi unsur instrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya itu sendiri. Unsur–unsur intrinsik mencakup tema(ide pokok sebuah cerita), Latar(setting) adalah tempat, waktu , suasana yang terdapat dalam cerita, alur (plot) (susunan peristiwa atau kejadian yang membentuk sebuah cerita), perwatakan, tokoh ( orang yang ada atau diceritakan dalam cerita), nilai atau amanat yang terkandung dalam cerita. Sedangkan unsur ekstrinsik terdiri dari nilai-nilai dalam cerita (agama, budaya, politik, ekonomi), latar belakang kehidupan pengarang, dan situasi sosial ketika cerita itu diciptakan. Jenis cerita yang berkembang dalam masyarakat meliputi sage, mite, dan legenda. Sage merupakan cerita kepahlawanan. Misalnya Joko Dolog, ciung Wanara dan cerita pahlawan-pahlawan Nasional yang berjuang mengusir penjajah, misalnya cerita tentang Jendral Sudirman. Mite atau mitos lebih mengarah pada cerita yang terkait dengan kepercayaan masyarakat setempat tentang sesuatu. Contohnya mitos tentang asal-usul Nyi Roro Kidul. Sedangkan legenda mengandung pengertian sebagai sebuah cerita mengenai asal usul terjadinya suatu tempat. Misalnya terjadinya danau Toba. Pahlawan adalah orang yang rela berkorban demi kepentingan bersama dan mengorbankan tenaga, harta, keluarga demi membela bangsanya. Seperti contohnya tentara dan para pejuang kemerdekaan yang rela mati-matian bertempur dengan mpenjajah hingga kemerdekaan itu dapat diraih. Orang yang memiliki jiwa kepahlawanan akan mengutamakan toleransi daripada individualis. Cerita kepahlawanan adalah cerita yang mengisahkan sesorang sebagai orang yang berjasa dan memiliki kebaikan menolong sesama umat. Salah satu jenis pahalawan adalah pahlawan nasional. Pahlawan nasional adalah gelar yang diberikan oleh pemerintah Indonesia kepada seseorang yang semasa hidupnya berjasa bagi kepentingan bangsa. Pembelajaran dengan Cerita Kepahlawanan Pendidikan karakter dapat dibentuk salah satu yang paling mudah ialah melalui cerita. Bercerita dapat dilakukan oleh guru baik di dalam maupun di luar kelas. Tidak hanya tergantung pada mata pelajaran bahasa Indonesia. Sehingga guru harus teliti dalam memilih cerita yang akan disampaikan kepada siswanya. Karena sebagian besar cerita ada yang mengandung unsurunsur negatif. Dalam cerita terdapat ide, tujuan cerita, imajinasi, kosakata atau kalimat, gaya bahasa. Sehingga penting memilih cerita yang sesuai dengan usia dan perkembangan siswa khususnya di sekolah dasar. Salah satu cerita yang dapat dijadikan sumber pendidikan karakter adalah cerita kepahlawanan. Cerita kepahlawanan berisi tentang seseorang yang berjasa atau yang mengutamakan kebaikan. Dalam pembelajaran di sekolah dasar cerita kepahlawanan diajarkan pada mata pelajaran bahasa Indonesia dengan teks sebagai bahan bacaan dan menjawab pertanyaan. Cerita kepahlawanan akan menjadi salah satu bentuk pengajaran moral disekolah dasar sebagai bagian dari pendidikan karakter. Cerita kepahlawanan
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
diajarkan tidak hanya melalui teks bacaan tapi harus dilakukan dengan bercerita sebagai daya tarik dan bersifat mengajak bukan mengganggu. Dalam menyampaikan cerita guru harus mengetahui seluruh rangkaian peristiwa yang terjadi dalam cerita dan mempelajarai dengan baik tohoktokoh dalam cerita sehingga dapat menirukan berbagai macam suara baik binatang maupun manusia. Cara menyampaikan ceritadapat dilakukan sebagai berikut. 1. Guru mempersiapkan media yang dibutuhkan dalam menyampaikan cerita. Media yang digunakan harus dapat dengan mudah diterima oleh siswa, misalnya menggunakan salah satu gambar pahlawan nasional, maka gambar yang digunkan harus jelas 2. Menuliskan catatan penting tentang cerita yang disampaikan 3. Memikirkan hasil cerita setelah disampaikan, pesan yang terkandung dalam cerita 4. Bercerita dengan menggunakan gaya bahasa yang khas, artinya setiap tokoh dan karakter yang ada dalam cerita dapat dilakukan dengan berbeda. 5. Cerita yang disampaikan harus mengembangkan imajinasi dan sisi emosi dari sebuah karakter anak. Cerita kepahlawanan memiliki pesan yang positif dalam membentuk karakter siswa, karena dalam cerita kepahlawanan terdapat nilai Kepahlawanan, yaitu suatu sikap dan perilaku perjuangan yang mempunyai mutu dan jasa pengabdian serta pengorbanan terhadap bangsa dan negara. Dengan cerita kepahlawanan siswa diajak untuk mengenal pahlawan dan pengorbanan untuk negaranya. Dalam cerita kepahlawanan nilai-nilai positif dimunculkan agar siswa dapat mencontoh sebagai perbuatan yang baik dan meneladani kisah pahlawan, sehingga rasa nasionalime dan semangat patriotisme muncul dari kesadaran siswa. Penutup Sekolah adalah tempat yang strategis untuk pendidikan karakter karena anak-anak dari semua lapisan akan mengenyam pendidikan di sekolah. Selain itu anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya di sekolah, sehingga apa yang didapatkannya di sekolah akan mempengaruhi pembentukan karakternya.Namun proses pembelajaran yang dilakukan adalah dengan pendekatan penghafalan (kognitif). Sehingga siswa hanya dituntut menguasai materi yang keberhasilannya diukur hanya dengan kemampuan anak menjawab soal ujian (terutama dengan pilihan berganda dan uraian singkat) yang kemudian menjadi nilai akhir. Karena orientasinya hanyalah semata-mata hanya untuk memperoleh nilai bagus, maka bagaimana mata pelajaran dapat berdampak kepada perubahan perilaku, tidak pernah diperhatikan. Tujuan akhir dari pendidikan karakter adalah bagaimana manusia dapat berperilaku sesuai dengan kaidah-kaidah moral. Salah satu pembelajaran dalam membentuk karakter siswa adalah dengan bercerita cerita kepahlawanan. Dalam cerita kepahlawanan memiliki nilai-nilai positif yang dapat dijadikan teladan bagi siswa. Selain memupuk rasa nasionalisme, toleransi juga semangat patriotisme siswa jika diajarkan dengan meyakinkan siswa tentang isi
Prosiding Seminar Nasional dan Call for Paper ke-2 2016 “Pengintegrasian Nilai Karakter dalam Pembelajaran Kreatif di Era Masyarakat Ekonomi ASEAN”
cerita dan penuh pesan moral yang menarik. Hal ini sejalan dengan pendapat Lickona (2013:129) meyakinkan merupakan kekuatan dari bercerita sebagai alat untuk memberikan pendidikan moral. DAFTAR PUSTAKA Aminuddin. 2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Bari Algesindo. Balitbang. 2010. Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa Jakarta: Kementrian Pendidikan Nasional Balitbang Puskur Fathurrohman,P,dkk. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung: Refika Aditama. Fitri,AZ. 2012. Pendidikan Karakter Berbasis Nilai & Etika Di Sekolah. Jogjakarta:Ar-Ruzz Media. Ilahi,MH.2012. Revitalisasi Pendidikan Berbasis Moral. Jogjakarta:Ar-Ruzz Media. Keraf, Gorys. 2007. Argumentasi Narasi Komposisi Lanjutan III. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Kesuma,D,dkk.2012.Pendidikan Karakter.Bandung:Remaja. Lickona, Thomas. 2013. Education for Charakter. Mendidik Untuk Membentuk Karakter.Jakarta: Bumi AKsara Majid,A,dkk. 2012. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung:PT Remaja Rosdakarya. Muchlish,M. 2011. Pendidikan Karakter Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional.Jakarta:Bumi Aksara. Mulyasa. 2013. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah. Jakarta:Bumi Aksara. Naim,N. 2012. Character Building. Jogjakarta : Ar-Ruzz Media Samani,M dan Hariyanto. 2013. Pendidikan Karakter. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Sjarkawi.2011. Pembentukan Kebribadian Anak. Jakarta: Bumi Aksara Waluyo, J. Herman. 2001. Pengkajian Sastra Rekaan. Salatiga: Widya Sari Press. Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter (konsepsi dan aplikasinya dalam lembaga pendidikan). Jakarta: Kencana Prenada Media Group Zuriah,N. 2010. Pendidikan Moral & Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara.