Pendidikan IPS Untuk Anak Usia Dini Oleh: Nurhasanah Leni1
ABSTRAK
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan pada anak usia dini, yang memadukan konsep-konsep ilmu sosial dan kemanusian dengan tujuan memberikan pendidikan sosial dan kewarganegaraan. Halhal yang dipelajari dalam Ilmu Pengetahuan Sosial antara lain aspek-aspek politik, ekonomi, budaya, lingkungan, kehidupan masyarakat pada masa lampau, sekarang, dan kehidupan masyarakat pada masa yang akan datang. Aspek-aspek tersebut dipelajari untuk membantu anak didik mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap sosial yang dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan subjek materi dalam pendidikan di Indonesia yang diarahkan bukan hanya kepada pengembangan ilmu-ilmu sosial saja, tetapi juga sebagai materi yang dapat mengembangkan kompetensi, sikap sosial serta rasa tangung jawab sebagai individu dan juga sebagai warga masyarakat.
Kata Kunci: IPS, anak usia dini, pendidikan sosial dan kewarganegaraan.
A. PENDAHULUAN Anak merupakan investasi yang sangat penting bagi penyiapan sumber daya manusia (SDM) di masa depan. Dalam rangka mempersiapkan SDM yang berkualitas untuk masa depan, pendidikan merupakan salah satu hal yang penting untuk diberikan sejak usia dini. Pendidikan merupakan investasi masa depan yang diyakini dapat memperbaiki kehidupan suatu bangsa. Memberikan perhatian yang lebih kepada anak usia dini untuk mendapatkan pendidikan, merupakan salah satu langkah yang tepat untuk menyiapkan generasi unggul yang akan meneruskan perjuangan bangsa.Usia dini merupakan masa keemasan (golden age) yang hanya terjadi satu kali dalam perkembangan kehidupan manusia. Masa ini sekaligus merupakan masa yang kritis 1
Dosen Fakultas Tarbiyah dan Keguruan IAIN Raden Intan Lampung
1
dalam perkembangan anak. Jika pada masa ini anak kurang mendapat perhatian dalam hal pendidikan, perawatan, pengasuhan dan layanan kesehatan serta kebutuhan gizinya dikhawatirkan anak tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal. Salah satu bagian penting yang harus mendapatkan perhatian terkait dengan pendidikan yang diberikan sejak usia dini adalah penanaman nilai moral melalui pendidikan di Taman Kanak-Kanak. Pendidikan nilai dan moral yang dilakukan sejak usia dini, diharapkan pada tahap perkembangan selanjutnya anak akan mampu membedakan baik buruk, benar salah, sehingga ia dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu akan berpengaruh pada mudah tidaknya anak diterima oleh masyarakat sekitarnya dalam hal bersosialisasi. Pendidikan nilai dan moral sejak usia dini merupakan tanggungjawab bersama semua pihak. Salah satu lembaga pendidikan yang dapat melakukan hal itu adalah Taman Kanak-Kanak (TK) yang merupakan salah satu lembaga Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) yang bersifat formal. Di samping masih banyak lembaga PAUD lain yang dapat digunakan sebagai tempat penanaman nilai moral seperti: Kelompok Bermain (KB), Tempat Penitiapan Anak (TPA), pendidikan keluarga, dan pendidikan lingkungan. Anak TK adalah anak yang sedang dalam tahap perkembangan pra operasional kongkrit, sedangkan nilai-nilai moral merupakan konsep-konsep yang abstrak, sehingga dalam hal ini anak belum dapat dengan serta merta menerima apa yang diajarkan guru atau orang tua yang sifatnya abstrak secara cepat. Untuk itulah guru atau pendidik di TK harus pandai dalam memilih dan menentukan metode yang akan digunakan untuk menanamkan nilai moral kepada anak agar pesan moral yang ingin disampaikan guru dapat benar-benar sampai dan dipahami oleh anak untuk bekal kehidupannya di masa depan. Pemahaman yang dimiliki guru atau pendidik akan mempengaruhi keberhasilan penanaman nilai moral secara optimal. Nilai dan moral merupakan dua kata yang seringkali digunakan secara bersamaan. Nilai adalah harga, hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan.2 Nilai juga bisa berarti segala sesuatu yang berharga.3 Ada dua nilai yaitu nilai ideal dan nilai aktual. Nilai ideal adalah nilai-nilai yang menjadi
2
W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, (Jakarta: Balai Pustaka,,2007), hlm. 801. 3
I Wayan Koyan, Pendidikan Moral Pendekatan Lintas Budaya, (Jakarta:Depdiknas, 2000), hlm. 12.
2
cita-cita setiap orang, sedangkan nilai aktual adalah nilai yang diekspresikan dalam kehidupan sehari-hari. Selanjutnya nilai juga dapat dipandang sebagai patokan atau standar
yang
dapat
membimbing
seseorang
atau
kelompok
ke
arah ”satisfication,fulfillment, and meaning”.4 Pendidikan nilai dapat disampaikan dengan metode langsung atau tidak langsung. Metode langsung mulai dengan penentuan perilaku yang dinilai baik sebagai upaya indoktrinasi berbagai ajaran. Caranya dengan memusatkan perhatian secara langsung pada ajaran tersebut melalui mendiskusikan, mengilustrasikan, menghafalkan, dan mengucapkannya. Metode tidak langsung tidak dimulai dengan menentukan perilaku yang diinginkan tetapi dengan menciptakan situasi yang memungkinkan perilaku yang baik dapat dipraktikkan. Keseluruhan pengalaman di sekolah dimanfaatkan untuk mengembangkan perilaku yang baik bagi anak didik.5 Pendidikan nilai yang dilakukan tidak hanya menggunakan strategi tunggal saja, seperti melalui indoktrinasi, melainkan harus dilakukan secara komprehensif. 6 Strategi tunggal dalam pendidikan nilai sudah tidak cocok lagi apalagi yang bernuansa indoktrinasi. Pemberian teladan atau contoh juga kurang efektif diterapkan, karena sulitnya menentukan siapa yang paling tepat untuk dijadikan teladan. Istilah komprehensif yang digunakan dalam pendidikan nilai mencakup berbagai aspek. Komprehensif meliputi semua permasalahan yang berkaitan dengan nilai, metode yang digunakan juga harus komprehensif, pendidikan nilai hendaknya terjadi dalam keseluruhan proses pendidikan, dan pendidikan nilai hendaknya terjadi melalui kehidupan dalam masyarakat. Adapun pengertian moral berasal dari bahasa latin mores, dari suku kata mos yang artinya adat istiadat, kelakuan, watak, tabiat, akhlak. 7 Dalam perkembangannya moral diartikan sebagai kebiasaan dalam bertingkah laku yang baik, yang susila. Dari pengertian tersebut dinyatakan bahwa moral adalah berkenaan dengan kesusilaan. 4
Menurut Richard Merill dalam I Wayan Koyan, Pendidikan Moral Pendekatan Lintas Budaya, (Jakarta:Depdiknas, 2000), hlm. 13. 5
Darmiyati Zuchdi. 2003. Humanisasi pendidikan (kumpulan makalah dan artikel tentang pendidikan nilai), (Yogyakarta: Program Pascasarjana UNY, 2003), hlm. 4. 6
Kirschenbaum, H. , 100 ways to enhance values and morality in schoolsand youth settings. (Massachusetts: Allyn & Bacon, 1995), hlm. 7. 7
Menurut K. Prent dalam Soenarjati dan Cholisin, Dasar dan Konsep Pendidikan Pancasila, (Yogyakarta: Laboratorium PMP dan KN, 1994), hlm. 25.
3
Seorang individu dapat dikatakan baik secara moral apabila bertingkah laku sesuai dengan kaidah-kaidah moral yang ada. Sebaliknya jika perilaku individu itu tidak sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada, maka ia akan dikatakan jelek secara moral. Kepekaan seseorang mengenai kesejahteraan dan hak orang lain merupakan pokok persoalan ranah moral. 8 Kepekaan tersebut mungkin tercermin dalam kepedulian seseorang akan konsekuensi tindakannya bagi orang lain, dan dalam orientasinya terhadap pemilikan bersama serta pengalokasian sumber pada umumnya. Ketika anak-anak berhadapan pada pertentangan seperti yang telah dikemukakan di atas, maka diharapkan teori developmental dapat mengatasinya. Dengan kata lain, teori ini memusatkan perhatian secara khusus pada bagaimana cara anak-anak menghadapi pertentangan tersebut. Selain itu, proses yang mereka lakukan dalam menyelesaikan permasalahan moral dapat untuk memotivasi agar memperhatikan kepentingan orang lain dan kecenderungan untuk merasa tidak senang manakala mereka tidak memperhatikan kepentingan orang lain. Oleh karena itu dalam standard kompetensi PAUD dinyatakan bahwa fungsi pendidikan TK dan RA adalah: 1. Mengenalkan peraturan dan menanamkan disiplin pada anak 2. Mengenalkan anak pada dunia sekitar 3. Menumbuhkan sikap dan perilaku baik 4. Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan bersosialisasi 5. Mengembangkan keterampilan, kreativitas dan kemapuan yang dimiliki anak 6. Menyiapkan anak untuk memasuki pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini bertujuan membimbing dan mengembangkan potensi setiap anak agar dapat berkembang secara optimal sesuai tipe kecerdasannya. Oleh karena itu pendidik atau guru harus memahami kebutuhan khusus atau kebutuhan individual anak. Akan tetapi, perlu disadari pula bahwa ada faktor-faktor yang sulit atau tidak dapat dirubah dalam diri anak yaitu faktor genetis. Karena itulah pendidikan anak usia dini diarahkan untuk memfasilitasi setiap anak dengan lingkungan dan bimbingan
8
Menurut Marthin L. Hoffman dalam William M. Kurtines dan Gerwitz Jacob L., Moralitas, perilaku moral, dan Perkembangan Moral, Penerjemah: M.I. Soelaeman , (Jakarta: UI-Press,1992), hlm. 470.
4
belajar yang tepat agar anak dapat berkembang sesuai kapasitas genetisnya. Anak usia dini dipandang sebagai individu yang baru mulai mengenal dunia. Ia belum mengetahui tata krama, sopan santun, aturan, norma, etika, dan berbagai hal lain yang terkait dengan kehidupan duniawi. Usia dini merupakan masa bagi seorang anak untuk belajar berkomunikasi dengan orang lain serta memahaminya. Oleh karena itu seorang anak perlu dibimbing agar mampu memahami berbagai hal tentang kehidupan dunia dan segala isinya.Dalam membimbing dan mengembangkan potensi anak usia dini perlu memilih metode yang tepat. Pemilihan metode yang dilakukan pendidik atau guru semestinya dilandasi alasan yang kuat dan faktor-faktor pendukungnya seperti karakteristik tujuan kegiatan dan karakteristik anak yang diajar. Karakteristik tujuan adalah pengambangan kognitif, pengembangan kreativitas, pengembangan bahasa, pengembangan emosi, pengembangan motorik, dan pengembangan nilai serta pengembangan sikap dan perilaku. Untuk mengembangkan nilai dan sikap anak dapat dipergunakan metode-metode yang memungkinkan terbentuknya kebiasaan-kebiasaan yang didasari oleh nila-nilai agama dan moralitas agar anak dapat menjalani kehidupan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Setiap guru akan menggunakan metode sesuai dengan gaya melaksanakan kegiatan. Tetapi yang harus diingat bahwa Taman Kanak-Kanak memiliki cara yang khas. Oleh karena itu ada metode-metode yang lebih sesuai bagi anak Taman KanakKanak dibandingkan dengan metode-metode lain. Misalnya saja guru TK jarang sekali yang menggunakan metode ceramah. Orang akan segera menyadari bahwa metode ceramah tidak sesuai dan tidak banyak berarti apabila diterapkan untuk anak TK. Metode-metode yang memungkinkan anak dapat melakukan hubungan atau sosialisasi dengan yang lain akan lebih sesuai dengan kebutuhan dan minat anak. Melalui kedekatan hubungan guru dan anak, seorang guru akan dapat mengembangkan kekuatan pendidik yang sangat penting.9 Dalam pelaksanaan penanaman nilai moral pada anak usia dini banyak metode yang dapat digunakan oleh guru atau pendidik. Namun sebelum memilih dan menerapkan metode yang ada perlu diketahui bahwa guru atau
9
Moeslichatoen R..1999. Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak, (Jakarta: Rineka Ciipta, 1999), hlm. 7.
5
pendidik harus memahami metode yang akan dipakai, karena iniakan berpengaruh terhadap optimal tidaknya keberhasilan penanaman nilai moral tersebut. Metode dalam penanaman nilai moral kepada anak usia dini sangatlah bervariasi, diantaranya bercerita, bernyanyi, bermain, bersajak dan karya wisata. Masing-masing metode mempunyai kelemahan dan kelebihan. Penggunaan salah satu metode penanaman nilai moral yang dipilih tentunya disesuaikan dengan kondisi sekolah atau kemampuan seorang guru dalam menerapkannya. Penjelasan lebih rinci masing-masing metode tersebut sebagai berikut: Pertama, metode bercerita. Bercerita dapat dijadikan metode untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. 10 Dalam cerita atau dongeng dapat ditanamkan berbagai macam nilai moral, nilai agama, nilai sosial, nilai budaya, dan sebagainya. Ketika bercerita seorang guru juga dapat menggunakan alat peraga untuk mengatasi keterbatasan anak yang belum mampu berpikir secara abstrak. Alat peraga yang dapat digunakan antara lain, boneka, tanaman, benda-benda tiruan, dan lain-lain. Selain itu guru juga bisa memanfaatkan kemampuan olah vokal yang dimiliknya untuk membuat cerita itu lebih hidup, sehingga lebih menarik perhatian siswa. Kedua, metode bernyanyi. Metode bernyanyi adalah suatu pendekatan pembelajaran secara nyata yang mampu membuat anak senang dan bergembira. Anak diarahkan pada situasi dan kondisi psikis untuk membangun jiwa yang bahagia, senang menikmati keindahan, mengembangkan rasa melalui ungkapan kata dan nada. Pesan-pesan pendidikan berupa nilai dan moral yang dikenalkan kepada anak tentunya tidak mudah untuk diterima dan dipahami secara baik. Anak tidak dapat disamakan dengan orang dewasa. Anak merupakan pribadi yang memiliki keunikan tersendiri. Pola pikir dan kedewasaan seorang anak dalam menentukan sikap dan perilakunya juga masih jauh dibandingkan dengan orang dewasa. Anak tidak cocok hanya dikenalkan tentang nilai dan moral melalui ceramah atau tanya jawab saja. Ketiga, metode bersajak atau syair. Pendekatan pembelajaran melalui kegiatan membaca sajak merupakan salah satu kegiatan yang akan menimbulkan rasa senang, gembira, dan bahagia pada diri anak. Secara psikologis
10
Otib Satibi Hidayat. 2000. Metode Pengembangan Moral dan Nilai-Nilai Agama, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2005), hlm. 412.
6
anak Taman Kanak-Kanak sangat haus dengan dorongan rasa ingin tahu, ingin mencoba segala sesuatu, dan ingin melakukan sesuatuyang belum pernah dialami atau dilakukannya. Melalui metode sajak guru bisa menanamkan nilai-nilai moral kepada anak. Sajak ini merupakan metode yang juga membuat anak merasa senang, gembira dan bahagia. Melalui sajak anak dapat dibawa ke dalam suasana indah, halus, dan menghargai arti sebuah seni. Disamping itu anak juga bisa dibawa untuk menghargai makna dari untaian kalimat yang ada dalam sajak itu. Secara nilai moral, melalui sajak anak akan memiliki kemampuan untuk menghargai perasaan, karya serta keberanian untuk mengungkap sesuatu melalui sajak sederhana.11 Keempat, metode karyawisata. Metode karya wisata bertujuan untuk mengembangkan aspek perkembangan anak Taman Kanak-Kanak yang sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya pengembangan aspek kognitif, bahasa, kreativitas, emosi, kehidupan bermasyarakat, dan penghargaan pada karya atau jasa orang lain. Tujuan berkarya wisata ini perlu dihubungkan dengan tema-tema yang sesuai dengan pengembangan aspek perkembangan anak Taman Kanak -Kanak. Tema yang sesuai adalah tema: binatang, pekerjaan, kehidupan kota atau desa, pesisir, dan pegunungan. Kelima, pembiasaan dalam berperilaku. Kurikulum yang berlaku di TK terkait dengan penanaman moral, lebih banyak dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan tingkah laku dalam proses pembelajaran. Ini dapat dilihat misalnya, pada berdoa sebelum dan sesudah belajar, berdoa sebelum makan dan minum, mengucap salam kepada guru dan teman, merapikan mainan setelah belajar, berbaris sebelum masuk kelas dan sebagainya. Pembiasaan ini hendaknya dilakukan secara konsisten. Jika anak melanggar segera diberi peringatan. Keenam, metode bermain. Dalam bermain ternyata banyak sekali terkandung nilai moral, diantaranya mau mengalah, kerjasama, tolong menolong, budaya antri, menghormati teman. Nilai moral mau mengalah terjadi manakala siswa mau mengalah terhadap teman lainnya yang lebih membutuhkan untuk satu jenis mainan. Pengertian dan pemahaman terhadap nilai moral mau menerima kekalahan atau mengalah adalah salah satu hal yang harus ditanamkan sejak dini. Seringkali terjadi sikap moral tidak terpuji seperti perusakan dan tindakan anarkis lainnya yang dilakukan oleh oknum tertentu ketika ia kalah dalam suatu persaingan, misalnya dalam pemilihan kepala desa, bupati, gubernur, atau bahkan dalam pemilihan presiden. Oleh karena itu betapa penting untuk menanamkan nilai moral 11
Ibid., hlm. 429.
7
untuk mau menerima kekalahan sejak usia dini. Ketujuh, metode outbond. Metode Outbond merupakan suatu kegiatan yang memungkinkan anak untuk bersatu dengan alam.Melalui kegiatan outbond siswa akan dengan leluasa menikmati segala bentuk tanaman, hewan, dan mahluk ciptaan Allah yang lain. Cara ini dilakukan agar anak tidak hanya memahami apa yang diceritakan atau dituturkan oleh guru atau pendidik di dalam kelas. Melainkan mereka diajak langsung melihat atau memperhatikan sesuatu yang sebelumnya pernah diceritakan di dalam kelas, sehingga apa yang terjadi di kelas akan ada sinkronisasi dengan apa yang tampak di lapangan atau alam terbuka. Kedelapan, bermain peran. Bermain peran merupakan salah satu metode yang digunakan dalam menanamkan nilai moral kepada anak TK. Dengan bermain peran anak akan mempunyai kesadaran merasakan jika ia menjadi bagian anggota masyarakat. Semua hal yang dipaparkan di atas tentang penanaman nilai moral pada anak usia dini
menjadi bagian dalam pelajaran IPS. Mungkin kita akan mempertanyakan
seberapa pentingnya pendidikan IPS (Ilmu Pengetahuan Dasar) untuk anak usia dini. Oleh karena kenyataannya di PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) juga ada pelajaran IPS. Di PAUD juga banyak disiplin ilmu-ilmu dasar yang harus dipelajari. Ternyata buktinya menyebutkan sejarah lahirnya IPS itu terlahir dari masalah-masalah anak usia dini. IPS itu merupakan disiplin ilmu-ilmu sosial yang diberikan dari jenjang pendidikan paling dasar, berarti dari PAUD juga
hingga Perguruan Tinggi yang
disederhanakan berdasarkan tujuan dan disiplin ilmu masing-masing jenjang pendidikan tersebut. Pendidikan IPS untuk anak usia dini itu tidak berarti mengajarkan ilmu-ilmu teoritisnya, tetapi lebih kepada penerapan ilmu-ilmu sosial yang dapat dilakukan anak untuk mencapai indikator perkembangannya. Lalu pertanyaan selanjutnya adalah mengapa di PAUD harus ada IPS? IPS itu memiliki beberapa tujuan, salah satu yang diantaranya adalah menjadi citizenship transmission, yaitu pembentukan karakter kewarganegaraan. Dalam artian bisa menjadi warga negara yang bisa hidup di tengah-tengah warga masyarakat lainnya. Intinya harus menjadi warga negara yang baik,. saat ini yang menjadi fakta adalah yang diharapkan dari seseorang itu bukan menjadi warga negara yang hanya pintar, tetapi jujur! Ingat penekanannya adalah menjadi warga negara Indonesia yang jujur. Kita suka miris kalau melihat keadaan orang-orang Indonesia sekarang ini, karena kejujuran menjadi hal yang sangat langka saat ini. Mudah-mudahan anak-anak Indonesia menjadi warga negara
8
yang sesungguh-sungguhnya menjadi warga negara yang baik, dalam artian pintar dan jujur.12 Perkembangan era globalisasi sekarang ini telah berdampak pada perubahan segala aspek kehidupan. Mulai dari aspek ekonomi, budaya, hingga yang terlihat jelas ialah pada aspek sosial. Seiring dengan meningkatnya perkembangan zaman, sikap sosial masyarakat Indonesia saat ini telah banyak mengalami perubahan. Tidak hanya terjadi pada orang dewasa, melainkan juga terjadi pada anak-anak usia dini. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh semakin luasnya pengaruh budaya asing yang berkembang di Indonesia saat ini melalui berbagai macam sumber. Anak-anak usia dini,
pada
umumnya merupakan objek yang paling mudah terkena pengaruh-pengaruh dari luar, baik itu pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Sehingga perlu adanya keterlibatan antara pihak keluarga, sekolah dan juga lingkungan untuk membimbing, mendampingi, serta mengawasi setiap perkembangan sikap sosial pada anak. Orang tua hendaknya selalu memperhatikan perubahan sikap sosial dan mental anak selama anak berada di lingkungan keluarga. Begitu juga dengan guru, hendaknya selalu membimbing dan mengarahkan anak didiknya menuju hal-hal yang positif. Pembentukan sikap sosial dasar pada anak bisa ditanamkan melalui pengamalan terhadap mata pelajaran tertentu yang berkaitan dengan aspek kehidupan sosial. Misalnya mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial yang berisi kajian-kajian konsep dasar IPS, sehingga anak dapat mengembangkan sikap-sikap sosial dalam hidup bermasyarakat berawal dari sikap sosial dasar yang telah dikembangkan sejak usia dini.13
B. HAKEKAT ILMU PENGETAHUAN SOSIAL Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan pada anak usia dini, yang memadukan konsep-konsep ilmu sosial dan kemanusian dengan tujuan memberikan pendidikan sosial dan kewarganegaraan. Halhal yang dipelajari dalam Ilmu Pengetahuan Sosial antara lain aspek-aspek politik, ekonomi, budaya, lingkungan, kehidupan masyarakat pada masa lampau, sekarang, dan
12
13
(http://edukasi.kompasiana.com/2012/02/08/katanya-sih-ips-untuk-anak-usia-dini-437286.html). http://andrietha.blogspot.com/2013/04/makalah-peran-ips-dalam-pembentukan.html.
9
kehidupan masyarakat pada masa yang akan datang. Aspek-aspek tersebut dipelajari untuk membantu anak didik mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap sosial yang dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat. Ilmu Pengetahuan Sosial merupakan subjek materi dalam pendidikan di Indonesia yang diarahkan bukan hanya kepada pengembangan ilmi-ilmu sosial saja, tetapi juga sebagai materi yang dapat mengembangkan kompetensi, sikap sosial serta rasa tangung jawab sebagai individu dan juga sebagai warga masyarakat. Berikut ini adalah pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial menurut beberapa para ahli, antara lain: 1.)
Studi sosial lebih bersifat praktis, yaitu memberikan kemampuan kepada anak
didik dalam mengolah dan memanfaatkan kekuatan fisik dan sosial dalam menciptakan kehidupan yang serasi. Studi sosial ini juga mempersiapkan anak didik untuk mampu memecahkan masalah sosial dan memiliki keyakinan akan kehidupan di masa depan.14 2.) Studi sosial diajarkan dan dipelajari sejak dari jenjang pendidikan rendah dengan lebih menitikberatkan pada masalah-masalah yang dapat dibahas dengan meninjau berbagai sudut yang ada hubungannya satu sama lain.15 3.) Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial untuk tingkat Sekolah Dasar dapat diartikan sebagai:16 a.) Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang menekankan pada tumbuhnya nilai-nilai kewarganegaraan, moral, ideologi negara dan agama. b.) Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang menekankan pada isi dan metode berpikir keilmuan sosial. c.) Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang menekankan pada reflektive inquiry. d.) Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang mengambil kebaikan dari ketiga point di atas. Dari ketiga pendapat para ahli mengenai pengertian Ilmu Pengetahuan Sosial, dapat disimpulkan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial adalah bidang studi yang mempelajari, menelaah serta menganalisa gejala dan masalah sosial di masyarakat yang ditinjau dari berbagai aspek kehidupan secara terpadu.
14
J. Jarolimek & W.C. Parker, Social Studies In Elementary Education, (New York: Maxwell Macmillan International, 1993). 15 A. Sanusi, Studi Sosial di Indonesia, (Bandung: IKIP, 1971). 16 Numan Somantri, Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS, (Bandung: PT Remadja Rosda Karya, 2001).
10
C. TUJUAN PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL UNTUK ANAK USIA DINI Dalam proses pendidikannya, Ilmu Pengetahuan Sosial memiliki tujuan yang hendak dicapai, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Tujuan mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial dapat diidentifikasikan sebagai berikut:17 1.)
Membina pengetahuan siswa tentang pengalaman manusia dalam kehidupan
bermasyarakat pada masa lalu, sekarang dan di masa yang akan datang. 2.)
Membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan mencari dan mengolah
informasi. 3.)
Membantu siswa untuk mengembangkan nilai atau sikap demokrasi dalam
kehidupan masyarakat. 4.)
Menyediakan kesempatan kepada siswa untuk mengambil bagian atau
berperan serta dalam kehidupan sosial. Secara keseluruhan, tujuan pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial di PAUD adalah sebagai berikut: 1.)
Membekali anak didik dengan pengetahuan sosial yang bermanfaat dalam
kehidupan sosial kelak di masyarakat. 2.)
Membekali anak didik dengan kemampuan mengidentifikasi, mengenalisis dan
menyusun alternatif pemecahan masalah sosial yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. 3.) Membekali anak didik dengan kemampuan berkomunikasi dengan sesama warga masyarakat dari berbagai bidang keilmuan serta bidang keahlian. 4.)
Membekali anak didik dengan kesadaran sikap mental yang positif dan
keterampilan terhadap pemanfaatan lingkungan hidup yang menjadi bagian dari kehidupan. 5.)
Membekali anak didik dengan kemampuan mengembangkan pengetahuan dan
keilmuan sosial sesuai dengan perkembangan kehidupan masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan serta perkembangan teknologi.
17
Menurut Chapin J.R.R.G, 1992:5 dalam Sapriya, Perspektif Pemikiran Pakar Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Pembangunan Karakter Bangsa, (Bandung: Disertasi, Unpublished,2007), hlm. 10.
11
Selain memiliki tujuan seperti di atas, pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial juga mempunyai visi dan misi, yaitu membentuk dan mengembangkan pribadi warga masyarakat yang baik. Pada dasarnya, ada tiga kajian utama yang berkaitan
dengan dimensi tujuan
pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah Dasar, yaitu: 1.) Pengembangan Kemampuan Berfikir Siswa Pengembangan kemampuan intelektual adalah pengembangan kemampuan siswa dalam berfikir tentang ilmu-ilmu sosial dan masalah-masalah kemasyarakatan. Dimensi intelektual merujuk pada ranah kognitif terutama yang berkaitan dengan proses kognitif bertaraf tinggi, mulai dari kemampuan pemahaman hingga evaluasi. 18 Pada proses berfikir mencakup pula kemampuan dalam mencari informasi, mengolah informasi dan mengkomunikasikan hasil dari berfikir.19 2.) Pengembangan Nilai dan Etika Sosial Nilai sebagai sesuatu yang menjadi kriteria suatu tindakan, pendapat, atau hasil kerja dikatakan baik atau tidak baik.20 Etika adalah penyelidikan filsafat tentang bidang sosial, yaitu bidang yang berkaitan dengan kewajiban-kewajiban manusia serta tentang hal yang baik dan yang buruk.21 3.) Pengembangan Tanggung Jawab dan Partisipasi Sosial Dimensi yang ketiga dalam pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di Sekolah PAUD adalah mengembangkan tanggung jawab dan partispasi sosial, yaitu mengembangkan tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial dalam membentuk warga negara yang baik, yang mampu berpartisipasi dalam kehidupan sosial bermasyarakat.
D. PERAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL DALAM PEMBENTUKAN SIKAP SOSIAL DASAR ANAK USIA DINI Sikap sosial merupakan kesadaran dalam diri individu terhadap lingkungan sosial di sekitarnya. Sikap sosial biasanya ditunjukkan karena adanya rasa perhatian dan kepedulian terhadap lingkungan dimana seseorang tersebut berada, sedangkan sikap sosial dasar merupakan hal-hal atau sikap yang mendasari perkembangan sosial setiap
18
Udin S. Winataputra, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Departemen Agama, 1996). S. Hamid Hasan, Pendidikan Ilmu Sosial, (Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, 1996). 20 Ibid. 21 Franz Von Magnis Suseno, Etika Umum, (Jakarta: Kanisius, 1985). 19
12
individu. Sikap sosial dasar tersebut sebaiknya ditanamkan pada diri individu sejak usia dini, misalnya sejak anak berada pada jenjang Sekolah PAUD, sehingga ketika anak tersebut telah memasuki ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, anak sudah mampu menempatkan diri dan berperilaku sebagai makhluk sosial sesuai dengan lingkungan sosial masing-masing. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pembentukan sikap sosial dasar pada anak-anak
dapat dilakukan melalui pengamalan terhadap nilai-nilai dari setiap
komponen atau dasar- dasar ilmu sosial yang terkandung dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di PAUD. Oleh karenanya, dari setiap dasar ilmu sosial yang tercakup dalam Ilmu Pengetahuan Sosial memiliki peranan masing-masing dalam pembentukan sikap sosial dasar pada anak usia dini, antara lain: 1.) Ditinjau dari Dasar Ilmu Geografi Geografi merupakan ilmu sosial yang mempelajari gejala di permukaan bumi, baik yang bersifat fisik maupun yang menyangkut kehidupan makluk hidup beserta permasalahannya melalui pendekatan keruangan, kelingkungan dan regional untuk kepentingan suatu progam, proses dan keberhasilan pembangunan dalam konteks kehidupan sosial. Dalam Ilmu Pengetahuan Sosial di tingkat PAUD, ilmu Geografi biasa dihubungkan dengan masalah kelingkungan, khususnya mempelajari lingkungan sosial di sekitar tempat tinggal masing-masing. Dari ilmu Georafi yang ada, seorang guru PAUD dapat membina, mengarahkan dan melatih siswa agar siswa memiliki sikap-sikap sosial dasar pada lingkungan, antara lain: a.) Mengetahui keadaan lingkungan di sekitar tempat tinggal masing-masing. b.) Mengetahui letak suatu tempat yang berada di lingkungan sekitarnya. c.)
Peka terhadap kegiatan bakti lingkungan di daerah masing-masing untuk
membantu melestarikan alam dan lingkungan. d.) Mengetahui dan memperhatikan keadaan lingkungan sekolah beserta komponen yang ada di dalamnya. e.)
Mengetahui bagaimana keadaan alam di lingkungan sekitarnya dan berupaya
melakukan kegiatan untuk mencegah kerusakan lingkungan dimulai dari kegiatan sederhana, misalnya dengan membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya.
13
2.) Ditinjau dari Dasar Ilmu Ekonomi Secara umum, ilmu ekonomi adalah ilmu yang mempelajari perilaku individu dan masyarakat dalam menentukan pilihan terhadap keterbatasan sumber pemenuhan kebutuhan yang meliputi kegiatan produksi, konsumsi dan distribusi. Secara khusus, ilmu ekonomi di tingkat PAUD dapat diartikan sebagai ilmu yang diharapkan dapat menanamkan sikap-sikap dasar ekonomi dalam hal pemenuhan kebutuhan hidup seharihari. Melalui ilmu ekonomi yang termuat dalam Ilmu Pengetahuan Sosial PAUD, seorang anak dapat mengetahui dan melatih diri untuk melakukan kegiatan-kegiatan sosial sederhana yang berkaitan dengan ilmu ekonomi, misalnya: a.) Anak dapat memprioritaskan kegiatan atau kebutuhan yang perlu didahulukan. b.)
Anak dapat membedakan mana yang termasuk kebutuhan pokok dan kebutuhan
pelengkap. c.) Anak dapat melatih membiasakan diri untuk hidup hemat dengan cara menabung. d.) Di tingkat Sekolah Dasar juga sudah dikenalkan tentang mata uang dan macammacam kegiatan ekonomi, sehingga anak dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, pada saat anak disuruh ibunya membeli beras di toko sembako. Dari hal yang sederhana tersebut anak sudah berlatih untuk melakukan kegiatan ekonomi dan berinteraksi dengan sesama manusia. 3.) Ditinjau dari Dasar Ilmu Sejarah Ilmu sejarah adalah bagian dari Ilmu Pengetahuan Sosial yang mempelajari tentang peristiwa penting di masa lalu manusia. Di tingkat Sekolah PAUD, ilmu sejarah biasanya mulai diberikan yang di dalamnya berisi uraian secara singkat mengenai sejarah bangsa Indonesia. Mulai dari sejarah perjuangan sampai pada sejarah kemerdekaan Indonesia, sehingga apabila dipandang dari segi intelektual, karena adanya ilmu sejarah, siswa dapat mengetahui bagaimana kehidupan Indonesia pada masa lampau dan membandingkannya dengan kehidupan Indonesia pada masa sekarang ini. Dipandang dari segi pengaplikasiannya dalam kehidupan sehari-hari, ilmu sejarah juga memiliki peranan dalam pembentukan sikap sosial dasar pada anak, antara lain: a.) Melatih anak untuk menghargai waktu dan kesempatan, karena waktu dan kejadian yang sudah terlewatkan tidak bisa terulang kembali. b.) Melatih anak untuk menghargai hasil karya orang lain, sebagai implementasi dari sikap menghargai jasa para pahlawan.
14
c.) Membantu anak mengenal dan mengetahui sejarah asal-usul daerah tempat tinggal masing-masing untuk menumbuhkan rasa cinta dan rasa memiliki terhadap daerah masing-masing. 4.) Ditinjau dari Dasar Ilmu Sosiologi Ilmu sosiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kehidupan sehari-hari sebagai makhluk sosial yang di dalamnya mencakup materi mengenai interaksi sosial, perilaku soaial, norma dan nilai sosial, peran sosial, mobilitas sosial, hingga pada stratifikasi sosial. Materi tersebut secara keseluruhan akan dijelaskan ketika anak sudah berada pada jenjang pendidikan SMP dan SMA. Namun, untuk anak tingkat Sekolah PAUD, yang diberikan pada umumnya adalah tentang interaksi sosial, perilaku sosial dan peranperan sosial, sehingga dalam praktiknya pada kehidupan sehari-hari, seorang anak dapat membangun dan mengembangkan sikap-sikap sosial dasar melalui ilmu sosiologi yang telah terpadu dengan ilmu soaial yang lainnya dalam Ilmu Pengetahuan Sosial PAUD. Adapun peran ilmu sosiologi dalam pembentukan sikap sosial dasar pada anak PAUD antara lain sebagai berikut: a.) Siswa dapat melakukan interaksi dan komunikasi dengan sesama individu dan juga dengan suatu kelompok. b.) Siswa dapat memiliki kesadaran sebagai makhluk sosial, yaitu tidak dapat hidup sendiri, sehingga siswa akan melatih diri untuk membantu orang lain dan menghargai bantuan dari orang lain. c.)
Siswa dapat mengetahui bagaimana cara bersosialisasi dengan baik, sehingga
mudah diterima di kalangan teman bermainnya. d.) Di PAUD juga sudah ada materi tentang pengenalan silsilah keluarga, sehingga dari materi yang diperoleh tersebut siswa dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkungan keluarga dengan cara menempatkan diri dalam keluarga sebagai seorang anak, cucu, kakak atau sebagai seorang adik dan bertindak sesuia dengan peran yang seharusnya dilakukan. Misalnya, sebagai seorang anak, harus mematuhi perintah orang tua. e.)
Anak dapat beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap lingkungan sosial di
sekitarnya dengan cara menciptakan hubungan sosial yang baik dan berlaku sopan serta menghargai terhadap teman sebaya, tetangga, atau tokoh-tokoh masyarakat seperti ketua RT atau tokoh agama di lingkungannya.
15
Selain itu, masih banyak hal-hal yang tercakup dalam Ilmu Pengetahuan Sosial yang berperan dalam pembentukan sikap sosial dasar anak usia dini. Dikarenakan pada dasarnya Ilmu Pengetahuan sosial merupakan kumpulan dari ilmu-ilmu sosial yang dipadukan dan di dalamnya mencakup segala hal yang berkaitan dengan aspek kehidupan sosial.
E. PENUTUP Dari uraian dalam pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pembentukan sikap sosial dasar pada anak bisa dimulai sejak usia dini, khususnya sejak anak berada pada tingkat Sekolah PAUD. Dalam prosesnya, pembentukan sikap sosial dasar pada anak dapat diwujudkan dengan cara mengaplikasikan nilai yang terkandung dalam mata pelajaran sehari-hari di sekolah. Misalnya mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial, yang di dalamnya memuat dasar-dasar ilmu sosial. Dari ilmu-ilmu sosial tersebut anak dapat mempelajari dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan juga lingkungan masyarakat mulai dari usia dini hingga pada saat anak hidup bermasyarakat.
16
DAFTAR PUSTAKA
A. Sanusi, Studi Sosial di Indonesia, Bandung: IKIP, 1971. Darmiyati Zuchdi, Humanisasi pendidikan (kumpulan makalah dan artikel tentang pendidikan nilai), Yogyakarta: Program Pascasarjana UNY, 2003. Franz Von Magnis Suseno, Etika Umum, Jakarta: Kanisius, 1985. H. Kirschenbaum, 100 ways to enhance values and morality in schoolsand youth settings. Massachusetts: Allyn & Bacon, 1995. (Http://edukasi.kompasiana.com/2012/02/08/katanya-sih-ips-untuk-anak-usia-dini437286.html). Http://andrietha.blogspot.com/2013/04/makalah-peran-ips-dalam-pembentukan.html. I Wayan Koyan, Pendidikan Moral Pendekatan Lintas Budaya, Jakarta:Depdiknas,2000. J. Jarolimek & W.C. Parker, Social Studies In Elementary Education, New York: Maxwell Macmillan International, 1993. Moeslichatoen R., Metode Pengajaran di Taman Kanak-Kanak, Jakarta: Rineka Ciipta, 1999. Numan Somantri, Menggagas Pembaharuan Pendidikan IPS. Dedi Supriadi & Rohmat Mulyana (ed.), Bandung: PPS-FPIPS UPI dan PT. Remadja Rosda Karya,2001. Otib Satibi Hidayat. Metode Pengembangan Moral dan Nilai-Nilai Agama, Jakarta: Universitas Terbuka, 2005. Sapriya, Perspektif Pemikiran Pakar Pendidikan Kewarganegaraan Pembangunan Karakter Bangsa, Disertasi (Unpublished), 2007.
Dalam
Soenarjati dan Cholisin, Dasar dan Konsep Pendidikan Pancasila, Yogyakarta: Laboratorium PMP dan KN, 1994. S. Hamid Hasan, Pendidikan Ilmu Sosial, Jakarta: Proyek Pendidikan Tenaga Akademik, 1996. Udin S. Winataputra, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: Departemen Agama, 1996. W. J. S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi Ketiga, Jakarta: Balai Pustaka,2007.
17
William M. Kurtines dan Gerwitz Jacob L., Moralitas, PerilakuMoral, danPerkembangan Moral, Penerjemah: M.I. Soelaeman , Jakarta: UI-Press,1992.
18