123
PENDIDIKAN INKLUSIF GENDER Nur Iftitahul Husniyah (Fakultas Agama Islam Universitas Islam Lamongan) Abstract: Gender equality is a phrase (term) is often pronounced by social activists, feminists, politicians and even almost by state officials. The term gender equality in the level of praxis is almost always interpreted as a condition of inequality experienced by women. Gender equality can also mean similarity conditions for men and women as well as the opportunity to obtain their rights as human beings, to be able to contribute and participate in the political, legal, economic, social, cultural, educational, defense and national security as well as similarities to benefit the development. The realizations of gender equality is characterized by the absence of discrimination between women and men and thus between women and men have access to, and control over the opportunity to participate and benefit from the development of equitable and fair share of development. Socialization of gender equality can not be separated itself from the concerns of both women and men. An understanding of gender equality will bring great wisdom on women's issues in synergizing with more systematic. As for men will help in understanding and anticipate potential shifts in the future role of women in the context of a more equitable based on human rights and democratic principles.. KataKunci : Pendidikan, Inklusif Gender Pendahuluan Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1). Namun sayangnya sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki individu. Istilah inklusif dapat dikaitkan dengan persamaan, keadilan, dan hak individual dalam pembagian sumber sumber seperti politik, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Masing – masing dari aspek aspek tersebut tidak berdiri sendiri melainkan saling berkaitan satu sama lain. Istilah inklusif berkaitan dengan banyak aspek hidup manusia yang didasarkan atas prinsip persamaan, keadilan dan hak individu. Dalam pendidikan inklusif gender maka yang dibicarakan adalah tentang kesetaraan gender dan semua hal yang berkaitan dengan problematika, kontraversi,ketimpangan,bias gender sampai pada gerakan feminisme. Dalam menyukseskan pembangunan nasional dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk menjadi penggerak utama bagi seluruh sektor pembangunan nasional, yang diproses melalui pendidikan. Akan tetapi pendidikan sebagai proses pembudayaan banyak memunculkan problematikan berupa ketimpangan gender sebagai konsekuensi logis dari implementasi nilai gender tradisional hasil konstrak sosial budaya masyarakat. Dengan melahirkan diskriminasi, pelabelan negatif, tindakan kekerasan dan marginalisasi, yang dalam kehidupan riil dimasyarakat banyak menimpa perempuan. Jika kaum perempuan bergandengan tangan melaksanakan perubahan dan diberi ruang menggunakan kemampuan dan bakatnya akan terjadi transformasi hubungan gender yang memungkinkan kaum perempuan menjadi anggota masyarakat yang setara dan bernilai.1 1
Julia Cleves Mossse, Gender dan Pembangunan, (Yogyakarta,Pustaka Belajar,2007), xv
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
124
Pengertian Gender Sejak sepuluh tahun terakhir kata Gender telah memasuki perbendaharaan disetiap diskusi, demikian juga di Indonesia hampir semua uraian tentang program pengembangan masyarakat maupun pembangunan dikalangan organisasi non pemerintah memperbincangkan masalah gender. Kata gender dalam bahasa Indonesia dipinjam dari Bahasa Inggris. Kalau dilihat dalam kamus tidak secara jelas dibedakan pengertian kata sex dan gender. Untuk memahami konsep gender harus dibedakan kata gender dengan kata seks (jenis kelamin) . pengertian jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara biologis yang melekat pada jenis kelamin tertentu. Misalnya bahwa manusia jenis laki- laki adalah manusia yang memiliki atau bersifat seperti daftar berikut ini : laki-laki adalah manusia yang memiliki penis, memeiliki kala menjing, dan memproduksi sperma . sedangkan perempuan memiliki alat reproduksi seperti rahim dan saluran untuk melahirkan, memproduksi telur, memiliki vagina dan mempunyai alat menyusui. Alat – alat tersebut secara biologis melakat pada manusia jenis laki- laki dan perempuan selamanya. Artinya secara biologis alat- alat tersebut tidak bisa dipertukarkan dan secara permanen tidak berubah dan merupakan ketentuan biologis atau sering dikatakan ketentuan Tuhan atau kodrat.2 Sementara itu Kontor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, mengartikan gender adalah peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggungjawab dan kesempatan laki-laki dan perempuan yang diharapkan masyarakat agar peran-peran sosial tersebut dapat dilakukan oleh keduanya (laki-laki dan perempuan). Didalam Women‟s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas,karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat.3 Sedangkan konsep gender lainnya adalah suatu sifat yang melekat pada kaum lakilaki maupun perempuan yang dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Misalnya bahwa perempuan itu dikenal lemah lembut, cantik, emosional, atau keibuan, sementara laki- laki dianggap kuat, rasional, jantan, perkasa. Ciri dari sifat itu sendiri merupakan sifat- sifat yang dapat dipertukarkan . artinya ada laki- laki yang emosional, lemah lembut, keibuan sementara juga ada perempuan yang kuat, rasional, perkasa. Perubahan ciri dari sifat- sifat itu dapat terjadi dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat yang lain. Misalnya zaman dahulu disuatu suku tertentu perempuan lebih kuat dari laki- laki, tetapi pada zaman yang lain dan ditempat berbeda laki- laki yang lebih kuat.4 Dewasa ini terjadi peneguhan pemahaman yang tidak pada tempatnya di masyarakat, dimana apa yang sesungguhnya gender, karena pada dasarnya konstruksi sosial justru dianggap sebagai kodrat yang berarti ketentuan biologis atau ketentuan Tuhan . justru sebagian besar yang dewasa ini sering dianggap atau dinamakan sebagai kodrat wanita. Misalnya saja sering diungkapkan bahwa mendidik anak, mengelola dan merawat kebersihan dan keindahan rumah tangga sering dianggap sebagai kodrat wanita. Padahal kenyataannya bahwa kaum perempuan memiliki peran gender dalam mendidik anak, merawat dan mengelola kebersihan dan keindahan rumah tangga adalah konstruksi kultural dalam suatu masyarakat tertentu, oleh karena itu boleh jadi urusan mendidik anak dan merawat kebersihan rumah tangga bisa dilakukan oleh kaum laki- laki.
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,(Yogyakarta,PustakaBelajar,2010), 7-8 Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Bahan Informasi GenderModul 1, 2001, 6 4 Esther Kuntjara, Gender Bahasa dan Kekuasaan, (Jakarta,Libri,2012), 37 2 3
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
125
Perempuan Dalam Prespektif Sejarah Dalam sejarah peradaban Romawi, kultur sosial yang ada bahwa perempuan sepenuhnya berada dibawah kekuasaan ayahnya. Setelah kawin kekuasaan pindah ke tangan suami. Kekuasaan itu mencakup kewenangan menjual, mengusir, menganiaya dan membunuh. Realita itu berlangsung hingga abad ke 5 Masehi. Segala hasil usaha perempuan akan menjadi milik keluarganya laki-laki. Pada zaman kaisar Konstantin terjadi sedikit perubahan dengn diundangkannya hak pemilikan terbatas bagi perempuan dengan catatan setiap transaksi harus disetujui oleh keluarga (suami/ayah). Peradaban Hindu dan Cina tidak lebih baik dari yang lain. Hak hidup bagi seorang perempuan yang bersuami harus berakhir pada saat kematian suaminya. Isteri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar.5 Dalam pandangan Yahudi martabat perempuan sama dengan pembantu. Mereka menganggap perempuan adalah sumber laknat karena dialah yang menyebabkan Adam diusir dari Surga. Pandangan masyarakat kriten tidak lebih baik dari yang disebut diatas. Sepanjang abad pertengahan nasib perempuan tetap sangat memprihatinkan bahkan sampai dengan tahun 1805 perudang-undangan Inggris mengakui hak suami untuk menjual istrinya dan sampai tahun 1882 perempuan Ingris belum lagi memiliki hak pemilihan harta benda secara penuh dan menuntut ke pengadilan. Di Amerika Serikat yang sekarang dikenal sebagai negara yang menagungkan demokrasi dan ke egaliteran dalam proses peradabannya juga pernah mengalami sejarah kelam dengan konteks perlakuan sosial terhadap kaum hawanya. Ketika Elizabeth Blackwell (dokter perempuan pertama) menyelesaikan studinya di Geneve University pada tahun 1849 teman-teman yang bertempat tinggal dengannya memboikot dengan dalih bahwa perempuan dianggap tidak wajar untuk memperoleh pelajaran (pengetahuan) bahkan ktika sementara Dokter Blackwell bermaksud mendirikan Institut Kedokteran untuk perempuan din Philadelphia Amerika Serikat, IkatanDokter setempat mengancam untuk memboikot semua dokter yang bersedia mengajar disana.6 Di Indonesia sendiri kondisi buruk tersebut dapat ditemukan dalam nukilan-nukilan sejarah terutama saat terjadinya kolonialisme Belanda. Guratan- guratan keprihatinan sekaligus protes RA kartini dalam tulisan lewat surat-suratnya ke para sahabatnya di Belanda menjadi salah satu bukti atas terjadinya fenomena tersebut . didalam kebudayaan Jawa secara kultural historis dapat ditemukan pada kenyataan bahwa perempuan ditempatkan sebagai the second sex7 . tercermin dengan adanya istilah “swarga nunut neraka katut” yang berarti bahwa kebahagiaan atau penderitaan istri hanya tergantung pada suami. Tersirat bahwa peran perempuan hanya berfungsi sebagai peran pelengap semata. Sebuah gambaran ketertindasan perempuan Indonesia pernah dituturkan oleh Pramoedya Ananta Toer dalam salah satu mahakaryanya yang berjudul “Bumi Manusia”.8Dalam novel itu dituturkan kisah seorang perempuan pribumi bernama sanikem. Tokoh ini dapat dikatakan sebagai simbol perempuan yang mengalami marginalisasi dalam bentuk tidak dipunyainya hak bicara untuk menentukan nasibnya sendiri. Ayah sanikem yang bernama Satromo adalah justru orang tuli desa yag bercita-cita menjadi seorang juru bayar pabrik gula (suatu jabatan paling tinggi dari seorang pribumi didesa pada waktu itu) segala cara termasuk menjilat administratur pabrik gula (Belanda) dilakukannya untuk mendapatkan jabatan prestisisus tersebut. Untuk meraih cita-citaya itu pula Sastromo tak segan-segan menjual anaknya Sanikem kepada admisistratur pabrik gura sehaga 25 gulden. Riant Nugroho, Gender dan Administrasi Publik,(Yogyakarta,Pustaka Belajar,2008), 78 Ibid, 80 7 Istilah yang dipergunakan pertama kali oleh Beauvoir, 1964 8 Bumi Manusia merupakan bagian dari tetralogi novel Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia,Jejak Langkah, Anak Semua Bangsa dan Rumah Kaca, (Jakarta: Hastra Mitra, 1992) 5 6
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
126
Sejak saat itulah dia menjadi seorang Nyai Ontosorah yang secara umum mmeiliki arti sangat negatif, yaitu seorang perempuan yang menjadi istri yang tidak sah bergantung dan tidak berdaya dibawah seorang laki-laki Belanda yang berkuasa secara ekonomi dan politik. Kisah- kisah perlakuan buruk terhadap perempuan dalam sejarah tersebut tidak berarti sebatas kisah lama yang sudah lewat. Namun demikian hari ini kejadian seperti itu dapat saja tetap berlangsung dalam kemasan yang berbeda. Ketimpangan Gender Isu kesetaraan gender muncul dari menguatnya kesadaran publik bahwa telah terjadi ketimpagan antara laki-laki dan perempuan pada penyelanggaraan kehidupan bersama. Ketimpangan ini tidak saja ada di negara-negara berkembang, namun telah menjadi sebuah fenomena global. Salah satu riset yang menunjukkan ketimpangan yang terjadi di masyarakat Barat adalah riset yang dilakukan oleh Mino Vianello dkk. Yang diterbitkan dalam buku Gender Inequality: A comparative Study of Discrimination and Participation yang diterbitkan tahun 1990. Dalam penelitiannya, vianello menemukan bahwa kesenangan dan ketimpagan tersebut dibentuk oleh berbagai hal, diantaranya adalah pemahaman perbedaan sex dan nilai-nilai dalam masyarakat. 9 Dari uraian sebelumnya dapat dengan jelas dibedakan antara perbedaan jenis kelamin (seks) dengan perbedaan gender. Dalam kondisi saat ini masih menunjukkan bahwa perbedaan jenis kelamin dapat menimbulkan perbedaan gender (gender differences),dimana kaum perempuan itu tidak rasional, emosional dan lemah lembut, sedangkan laki-laki memiliki sifat rasional, kuat dan perkasa Gender diffrences (perbedaan gender) sebenarnya bukan suatu masalah sepanjang tidak menimbulkan gender inequalities (ketidakadilan gender). Namun yang menjadi masalah adalah ternyata gender differences ini telah menimblkan berbagai ketidakadilan, baik bagi bagi kaum laki-laki dan utamanya terhadap kaum perempuan . Secara biologis (kodrat) kaum perempuan dengan organ reproduksinya dapat hamil, melahirkan dan menyusui, kemudian gender role (peran gender) sebagai perawat, pengasuh dan pendidik anak. Dengan demikian gender role dianggap tidak menimbulkan masalah dan tidak perlu digugat Marginalisasi. Sesungguhnya timbulnya kemiskinan yang terjadi dalam masyarakat dan negara merupakan sebagai akibat dari proses marginalisasi yang menimpa kaum lakilaki dan perempuan yang disebabkan oleh berbagai kejadian. Antara lain penggusuran, bencana alam atau proses eksploitasi. Bentuk marginalisasi yang paling dominan terjadi terhadap kaum perempuan yang disebabkan oleh gender. Meskipun tidak setiap bentuk marginalisasi perempuan disebabkan oleh ketidakadilan gender, namun yang diepermaslahkan disini adalah bentuk marginalisasi yang disebabkan oleh perbedaan gender (gender differences). Gender differences ini sebagai akibat dari beberapa perbedaan jenis dan bentuk, tempat dan waktu serta mekanisme dari proses marginalisasi kaum perempuan. Gender differences ini bila ditinjau dari sumbernya dapat berasal dari kbijakan pemerinah, keyakinan, tafsir agama, keyakinan tradisi, dan kebiasaan, atau bahkan asumsi ilmu pengetahuan. Misalnya program pertanian green revolution (revolusi hijau) yang hanya memfokuskan petani laki-laki sehingga secara ekonomis menyebabkan banyak perempuan desa tersingkir dan menjadi miskin. Hal ini disebabkan asusmsi bahwa petani itu dengan jenis kelamin laki-laki sehingga banyak petani perempuan yang tersingkir dari sawah. Kemudian adanya program kredit untuk petani yang artinya petani yang berjenis kelamin laki-laki, serta adanya pelatihan bagi petani yang hanya ditujukan bagi petani laki-laki. Hal ini mengakibatkan banyaknya kaum perempuan miskin desa termarginalisasi, yakni semakin miskin dan tersingkir karena tidak Mino Vianello et.al, Gender Inequality: A Comparative Study of Discrimination and Participation, London : Sage Publication, 1990. 9
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
127
mendapatkan pekerjaaan di sawah. Ini berarti bahwa program green revolution dirancang tanpa melalui pertimbangan aspek gender. Bentuk marginalisasi terhadap kaum perempuan juga terjadi dalam rumah tangga, masyarakat atau kultur dan bahkan negara, jadi tidak hanya terjadi di tempat pekerjaan. Di dalam rumah tangga, marginalisasi terhadap perempuan sudah terjadi dalam bentuk diskriminasi atas anggota keluarga yang laki-laki dan perempuan. Timbulnya proses marginalisasi ini juga diperkuat oleh tafsir keagamaan maupun adat istiadat. Misalnya, pemberian hak waris di dalam sebagian tafsir keagamaan porsi untuk laki-laki dan perempuan berbeda, dimana pembagian hak waris untuk untuk laki-laki lebih besar dari perempuan.10 Subordinasi. Subordinasi timbul sebagai akibat pandangan gender terhadap kaum perempuan. Sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang tidak penting muncul dari adanya anggapan bahwa perempuan itu emosional atau irasional sehingga perempuan tidak bisa tampil memimpin merupakan bentuk dari subordinasi yang dimaksud.Proses subordinasi yang dsebabkan karena gender terjadi dalam segala macam bentuk dan mekanisme yang berbeda dari waktu ke waktu dan dari tempat ke tempat. Dalam kehidupan di masyarakat, rumah tangga, dan bernegara, banyak kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yaitu jika suami akan pergi belajar (jauh dari keluarga) dapat mengambil keputusan sendiri sedangkan bagi istri harus dapat seizin suami. Dalam rumah tangga misalnya,dalam kondisi keuangan rumah tangga yang terbatas, masih sering terdengar adanya prioritas untuk bersekolah bagi laki-laki dibanding perempuan, karena ada anggapan bahwa perempuan tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, karena pada akhirnya nanti akan masuk kedapur. Hal seperti ini sesungguhnya muncul dari kesadaran gender yang tidak adil. Stereotip. Pelebelan atau penandaan negatif terhadap kelompok atau jenis kelamin tertentu, secara umum dinamakan stereotip. Akibat dari stereotip ini biasanya timbul diskriminasi dan berbagai ketidak adilan. Salah satu bentuk stereotip ini adalah yang bersumber dari pandangan gender. Banyak sekali bentuk yang terjadi di masyarakat yang dilekatkan jepada umumnya kaum perempuan sehingga berakibat menyulitkan, membatasi,memiskinkan dan merugikan kaum perempuan.bahwa laki-laki. Sebagai contoh misalnya adanya keyakinan di masyarakat bahwa laki-laki adalah pencari nafkah, maka setiap pekerjaan yang dilakukan oleh perempuan dinilai hanya sebagai tambahan saja sehingga pekerjaan perempuan boleh saja dibayar lebih rendah dibanding laki- laki. Kemudian adanya anggapan dimasyarakat bahwa perempuan bersolek biasanya dilakukan dalam rangka memancing perhatian lawan jenis, hal ini selalu dikaitksn bahkan perempuan sebagai korban yang disalahkan. Selain itu ada anggapan daari masyarakat yang melihat bahwa tugas perempuan adalah melayani suami. Stereotip seperti ini memang suatu hal yang wajar, namun beraikbat pada menomorduakan pendidikan bagi kaum perempuan. Violence (kekerasan) merupakan assault (invasi) atau serangan terhadap fisik maupun integritas mental psikologis seseorang yang dilakukan terhadap jenis kelamin tertentu, umumnya perempuan sebagai akibat dari perbedaan gender. Bentuk dari kekerasan ini seperti pemerkosaan dan pemukulan hingga pada bentuk yang lebih halus lagi seperti sexual harrasment (pelecehan seksual) dan penciptaan ketergantungan. Violence terhadap perempuan banyak sekali terjadi karena stereotip gender. Pemerkosaan yang merupakan salah satu bentuk violence yang sering kali terjadi sebenarnya disebabkan bukan karena unsur kecantikan melainkan karena kekuasaan dan stereotip gender yang dilekatkan pada kaum perempuan. Gender violence pada dasarnya disebabkan karena ketidaksetaraan kekuatan yang ada dimasyarakat. Violence yang disebabkan oleh bias gender ini disebut 10
Riant Nugroho, Gender dan Administrasi Publik,(Yogyakarta:Pustaka Belajar,2008), 40-41
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
128
genderrelate violence. Bentuk dan macam kejahatan yang masuk dalam kategori gender violence dapat meliputi, antara lain11: 1. Bentuk pemerkosaaan terhadap perempuan, perkosaan dalam perkawinan juga termasuk di dalammnya. Artinya perkosaan yang terjadi jika seseorang untuk mendapatkan pelayanan seksual dilakukan secara paksa tanpa kerelaan ini sering kali tidak bisa terekspresiyang disebabkan oleh berbagai faktor misalnya malu, ketakutan, dan keterpaksaan baik dari segi ekonomi, sosial maupun kultural sehingga tidak ada pilihan lain. 2. Serangan fisik dan tindakan pemukulan yang terjadi dalam rumah tangga (domestic violence), termasuk di antaranya penyiksaan terhadap anak-anak (child abuse) 3. Penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin (genita mutilation) misalnya penyunatan terhadap anak perempuan. Penyunatan ini dilakukan dengan berbagai alasan yang diungkapkan dalam suatu kelompok masyarakat. Namun, salah satu alasan terkuatyaitu adanya anggapan dan bias gender di masyarakat, yakni untuk mengontrol kaum perempuan. Saat ini, penyunatan perempuan sudah mulai jarang terdengar 4. Prostution (pelacuran) merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan denga motif ekonomi yang merugikan kaum perempuan. Setiap masyarakat dan negara selalu menggunakan standar ganda terhadap pekerja seksual ini. Di satu sisi pemerinah melarang dan menangkapi tetapi di sisi lain juga menari pajak dari praktik prostusi tersebut. Seorang pelacur dianggap rendah oleh masyarakat, namun tempat praktiknya selalu saja ramai dikunjungi orang. 5. Pornografi merupakan jenis kekerasan lain terhadap perempuan jenis kekerasan ini termasuk kekerasan nonfisik., yani berupa peleehan terhadap kaum perempuan dimana tubuh perempuan dijadikan objek demi keuntungan seseorang. 6. Kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam program keluarga berencana. Keluarga berencana di banyak tempat ternyata telah menjadi sumberkekerasan terhadap perempuan. Dalam rangka mengkontrol pertumbuhan penduduk, perempuan sering kali dijadikan korban program tersebut, meskipun semua orang tahu bahwa persoalannya tidak saja pada perempuan , melainkan berasal dari kaum laki-laki juga. Namun, lantaran bias gender, perempuan dipaksa melakukan sterilisasi yang sering kali membahayakan, baik fisik maupun jiwa mereka. 7. Jenis kekerasan terselubung (molestation) yakni menyentuh atau memegang bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan berbagai cara dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh. Jenis kekerasan ini sering terjadi di tempat pekerjaan ataupun di tempat umum seperti dalam bus. 8. Tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di masyarakat yakni yang dikenal dengan pelecehan seksual. Ada banyak bentuk pelecehan dan yang umum terjadi adalah unwanted attention from men. Ada beberapa bentu yang bisa dikategorikan dalam pelecehan seksual diantaranya yaitu: a. Menyampaian lelucon jorok secara fullgar pada seseorang b. Menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor c. Menginterogsi seseorang tentang kehidupan atau kegiatan seksual atau kehidipan pribadinya d. Meminta imbalan seksual dalam rangka janji untuk mendapatkan kerja e. Menyentuh atau menyenggol bagian tubuh tanpa ada minat atau tanpa seizin dari yang bersangkutan Kesetaraan Gender
11
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2010), 33
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
129
Kesetaraan gender adalah sebuah frasa (istilah)yang sering diucapkan oleh para aktivis sosial,kaum feminis,politikus bahkan hampir oleh para pejabat negara. Istilah kesetaraan gender dalam tataran praksis hampir selalu diartikan sebagai kondisi ketidaksetaraan yang dialami oleh perempuan. Maka istilah-istilah diskriminasi terhadap perempuan sperti suborninasi,penindasan,kekerasan dan semacamnya.12 Persoalan perempuan berkaitan dengan masalah kesetraan gender ini memang dapat mengundang rasa simpati yang cukup besar dari masyarakat luas. Hal ini terjadi karena permasalahan kesetaraan gender erat kaitannya dengan persoalan keadilan sosial dalam arti yang lebih luas, yaitu isu-isu yang yang berkisar pada masalah kesenjangan orang kaya dan miskin hingga ketimpangan ekonomi antar negara kaya dan msikin. Konsep kesetaraan gender gender ini memang merupakan suatu konsep yang sangat rumit dan mengundang kontraversi. Hingga saat ini belum ada konsensus mengenai pengertian dari kesetraan antara laki-laki dan perempuan. Ada yang mengatakan bahwa kesetaraan yang dimaksud adalah kesamaan hak dan kewajiban, yang artinya belum jelas. Kemudian ada pula yang mengartikanya dengan konsep mitra kesejajaran antara laki- laki dan perempuan yang juga masih belum jelas artinya. Kesetaraan gender dapat juga berarti kesamaan kondisi bagi laki-laki maupun perempuan dalam memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik,hukum,ekonomi,sosial budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan nasional serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Terwujudnya ksetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki sehingga dengan demikian antara perempuan dan laki-laki memiliki akses,kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan.13 Secara umum para feminis menginginkan kesetaraan gender yang sama rata antara laki-laki dan perempuan dari segala aspek kehidupan, baik dilingkungan keluarga, maupun masyarakat. Pada umumnya orang berprasangka bahwa feminisme merupakan gerakan pemberontakan terhadap kaum laki-laki dalam upaya melawan pranata sosial yang ada, misalnya institusi rumahtangga ,perkawinan maupun usaha pemberontakan perempuan untuk mengingkari kodratnya. Dengan kesalahpahaman seperti ini maka feminisme tidak saja kurang mendapat tempat dikalangan kaum perempuan sendiri bahkan secara umum ditolak oleh sebagian masyarakat.14 Upaya- upaya yang paling tepat dilakukan untuk mensosialisasikan kesetaraan gender ini yaitu dengan cara15 : a. Pembakuan istilah gender dengan acuan pada keberadaan segala sesuatu yang ada dimasyarakat secara tradisi, dengan mempertimbangkan berbagai muatan sosial,budaya ekonomi, dan politik dalam konteks akses terhadap berbagai muatan pembangunan. b. Pendekatan analisis gender tidak lagi sekedar merujuk pada pembedaa biologis atau seks (laki-laki dan perempuan) atau sifat perseorangan (maskulin feminim) akan tetapi mengacu pada prspektif gender menurut sosial budaya. c. Perencanaan pembangunan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan perbedaan antara peran gender dan ketergantungan antara laki-laki dan perempuan sebagai suatu hal yang dapat diubah dan akan mengalami perubahan sesuai dengan kondisi sosial
Ratna Megawangi, Membiarkan Berbeda Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender,(Jakarta: Mizan, 1999), 19 13 Julia Cleves Mossse, Gender dan Pembangunan, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2007), 60 14 Riant Nugroho, Gender dan Administrasi Publik, (Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2008), 61 15 Dadang S.Anshori, Engkos Kosasih, Farida Sarimaya, Membincangkan Feminisme Refleksi Muslimah atas Peran Sosial Kaum Wanita,(Jakarta: Pustaka Hidayah, 1997), 33 12
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
130
budaya masyarakat yang bersangkutan. Jika cara ini dilakukan maka dapat diharapkan proses pemudaran stereotip pembagian peran seks(biologis) dapat berlangsung. Gerakan Feminisme Feminisme sebenarnya berasal dari kata latin “femina”yang berarti memilik sifat keperempuanan. Feminisme diawali oleh persepsi tentang ketimpangan posisi permpuan dibandingkan laki-laki dimasyarakat. Akibat persepsi ini, timbl berbagai upaya untuk mengkaji penyebab ketimpangan tersebut untuk mengeliminasi dan menemukan formula penyetaraan hak perempuan dan lai-laki dalam segala bidang sesuai dengan potensi masing-masing sebaga manusia. Operasionalisasi upaya pembebasan diri kaum perempuan dari berbagai ketimpangan perlakuan dalam segala aspek kehidupan disebut gerakan feminis. Dalam praktiknya gerakan ini menghasilkan berbagai istilah dikalangan akademisi seperti maistream feminist, self feminis, socialst feminist, liberal feminist yang akhirnya menimbulkan bias terhadap makna feminisme sebagai suatu gerakan.16 Hakikat feminisme adalah gerakan transformasi sosial dalam arti tidak selalu hanya memperjuangkan masalah perempuan belaaka. Dengan demikian strategi perjuangan gerakan feminisme dalam jangka panjang tidak sekedar dalam upaya pemenuhan kebutuhan praktis kondisi kaum perempuan saja atau hanya dalam rangka mengakhiri dominasi gender seperti eksploitasi, marginalisasi,subordinasi,pelekatan strereotip, kekrasan dan penjinakan belaka melainkan perjuangan transformasi sosial kearah penciptaan struktut yang secara fundamental baru dan lebih baik. Dalam diskursus feminisme terdapat bebarapa aliran yang berkaitan dengan konsep kesetraan gender dan kelompok tersebut dalam mengetengahkan konsep kesetraan gender satu sama lain saling bertolak belakang. Namun ada garis merah yang sama yaitu perjuangan merubah struktur hirarkhi antara laki-laki dan perempuan,menjadi persamaan hak,status,kesempatan dan peranan dalam masyarakat.17 Kelompok feminis pertama mengatakan bahwa konsep gender merupakan suatu konstruksi sosial sehingga perbedaan jenis kelamin tidak perlu mengakibatkan perbedaan peran dan perilaku gender, seperti permpuan cocok untuk melakukan pekerjaan domestik dan laki-laki sebagai pencari nafkah keluarga harus dihilangkan dalam kehidupan sosial. Apabila masih terjadi pemilahan peran antara laki-laki dan perempuan maka akan sulit menghilangkan kondisi ketidaksetraaan. Sedangkan feminis lainnya menganggap bahwa perbedaan jenis kelamin akan selalu berdampak terhadap kostruksi konsep gender dalam kehidupan sosial, sehingga jenis-jenis pekerjaan stereotip gender akan selalu ada. Perbedaan dari kelompok feminis didasarkan pada landasan teori dan idiologi yang berlainan. Sehingga hal ini berpengaruh pada kiprahnya dalam tataran sosial. Diantara kelompok ini bahkan terjadi saling tanya . Sebagai contoh misalnya kelompok pertama mengartikan kesetraan dianggap sebagai tidak boleh ada pembedaan perlakuan berdasarkan gender , namun hal ini selalu dipertanyakan oleh para feminis kelompok kedua. Apakah kesetaraan yang dimaksud berarti persamaan perlakuan tanpa memandang gender sama sekali, misalnya perlakuan yang sama terhadap para pekerja dimana ada keharusan bahwa perempuan juga dapat bekerja pada shift malam seperti halnya laki-laki. Atau ada perlakuan khsusus bagi para pekerja perempuan karena kondisi biologisnya. Meskipun terjadi perbedaan antarfeminis namun kelompok kedua yaitu kelompok yang setuju dengan gerakan feminisme sepaham bahwa hakikat perjuanagn feminis adalah demi keasamaan, martabat dan kebebasan untuk mengontrol raga dan kehidupan baik
Ibid, 19 Irwan Abdullah, Sangkan Peran Gender (Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada, 2006) cet IV, 282 16 17
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
131
ddalam maupun diluar rumah. Feminisme sebagai gerakan memiliki tujuan sebagai berikut 18 : 1. Mencari cara penataan ulang mengenai nilai-nilai didunia dengan mengikuti kesamaan gender (jenis kelamin) dengan konteks hubungan kemitraan universal sesama manusia 2. Menolak setiap perbedaan antar manusia yang dibuat atas dasar perbedaan jenis kelamin 3. Menghapuskan semua hak-hak istimewa ataupun pembatasan-pembatasan tertentu atas dasar jenis kelamin 4. Berjuang untuk membentuk pengakuan kemanusiaan yang menyeluruh tentang laki- laki dan perempuan sebagai dasar hukum dan peraturan tentang manusia dan kemanusiaan. Dengan demikian sosialisasi kesetaraan gender tidak lepas dari sendirinya dari kepedulian kaum perempuan maupun laki- laki. Pemahaman mengenai kesetaraan gender ini akan membawa hikmah besar pada kaum perempuan dalam menyinergikan persoalan dengan lebih sistematis. Sedangkan bagi kaum laki- laki akan membantu dalam memahami dan mengantisispasi kemungkinan pergeseran peran perempuan dimasa mendatang dalam konteks yang lebih adil berdasarkan hak asasi manusia dan prinsip-prinsip demokrasi. Peran PBB Dalam Sejarah Gerakan Perempuan Dunia Respons atas fenomena penindasan perempuan dalam wujud terbentuknya pergerakan perempuan dalam wujud terbentuknya pergerakan perempuan tersebut terus mengalir dan akhirnya terkristal menjadi suatu gerakan lintas negara yang pada dasarnya bertujuan mewujudkan masyarakat yang lebih adil, sejahtera, dan damai. Aktualiasasi dan kinginan tersebut kemudian di akomodir oleh Organisasi International Perserikatan BangsaBangsa. Dalam kiprahnya PBB telah menyelenggarakan beberapa konferensi internasional yang membahas mengenai isu perempuan . Konferensi Internasional tentang perempuan pertama kalinya diselenggarakan pada tahun 1975 dengan dicanangkannya Tahun Perempuan Internasional di Mexico City yang kemudian diikuti dengan konferensi perempuan kedua di Kopenhagen (1980) lalu konferensi Internasional di Nairobi tahun 1985 dan terakhir di Beijing tahun 1995. Seiring dengan perkembangannya maka dalam kerangka tujuan perlindungan HAM itulah para pejuang perempuan tersebut memasukkan HAM perempuan, para aktivis itu berketetapan untuk menciptakan United National Commission On the Status of Women (CSW). CSW itulah yang kemudian mengusulkan kepada PBB untuk mencanangkan International Women „s Year pada tahun 1975. Diluar efektif tidknya implementasi atas isu perempuan yang diangkat tersebut maka ada beberapa nilai tambah penting yang dapat dikemukakan dalam permasalahan ini: Paling tidak sejak saat itu permasalahan yang berkaitan dengan perempuan tidak lagi dikategorikan sebagai masalah pribadi, dan berada dalm lingkup domestik (keluarga) tetapi telah menjadi masalah international. Persoalan itu juga menjadi agenda politik nasional. Para aktivis dan pejuang perempuan telah berhasil menginternasionalkan isu perempuan diluar kerangka tradisional yang dikenal selama ini. Saat ini berbagai isu mengenai kesetaraan, pembangunan dan perdamaian harus pula dikaitkan dengan persoalan perempuan/gender.19 Penafisran Ayat dan Hadist tentang Hak-Hak Wanita dalam Kepemimpinan Dalam QS. An-Nisa‟ ayat 34 “Arrijalu Qowwamuna „Ala Nisa‟ (laki-laki adalah pemimpin bagi kalangan wanita. Salah satu mufassir masa lalu ,Al-Qurthubi (w.671) dalam mengomentari/menafsirkan ayat 34 cenderung melihat aktivitas laki-laki sebagai pencari Dadang S.Anshori, Engkos Kosasih, Farida Sarimaya,Membincangkan Feminisme..., 20 Margaret E.Galey,The UN and Women’s Issues dalam Peter R Beckman& Francine d‟Amico,Women Gender and World Politicts Prespectives,Polices and Proospects, (London: Bergin & Garvey, 1994), 131 18 19
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
132
nafkah, laki-laki yang menjadi penguasa, hakim dan juga tentara. Kondisi yang demikian tidak didapatkan dikalangan wanita. Pendapat Al-Qurthubi ini merupakan pendapat para mufassir lainnya. Bahkan sebelumnya seperti Al-Thabari(w.310 H) yang menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan qawwam adalah peanggungjawab (ahlu al-qiyam). Hal ini berarti bahwa laki-laki penanggungjawab wanita, baik dalam mendidik dan membimbing isterinya agar menunaikan kewajiban kepada Allah SWT maupun kepada suaminya. Begitu juga alZamakhasyri (w.538) memberikan pengertian bahwa laki-laki berkewajiban melaksnakan amar ma‟ruf nahi munkar terhadap wanitansebagaimana penguasa terhadap rakyatnya. Namun kalangan mufassir kontemporer melihat ayat tersebutb tidak harus dipahami seperti itu, apalagi ayat tersebut berkaitan dengan persoalan rumah tangga. Hal ini mengingat kata al-Rijal dalam “Arrijalu Qowwamuna “ala Nisa‟ bukan berarti laki-laki secara umum tetapi “suami” karena konsideran lanjutan ayat tersebut adalah “karena mereka para suami menafkahkan sebagian harta untuk isteri-isteri mereka. Seandainya kata”lelaki” adalah kaum pria secara umum tentu konsiderannya tidak begitu. Lebih jauh lagi lanjutan ayat tersebut secara jelas berbicara tentang persoalan isteri dan rumah tangga. Adapun mengenai Hadist “Tidak beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada wanita” tidak digariskan secara umum. Hadist ini berkaitan dengan suatu peristiwa seperti diriwayatkan Bukhari,Ahmad al-Nas‟i, dan Al-Tirmidzi melalui Abu Bakrah : “ Ketika Rasulullah SAW mengetahui bahwa masyarakat Persia mengangkat Putri Kisra sebagai penguasa mereka beliau bersabda :” Tidak beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada wanita”. Jadi Hadist ini dikaitkan dengan masyarakat Persia ketika itu bukan berlaku di umum dalam segala urusan. Dalam konteks melihat hadist ini dan menafsirka ayat 34 QS.Annisa‟ dapat dilihat mengenai hak-hak politik (kepemimpinan)kaum wanita seperti diungkapkan dalam surat At-Taubah ayat 71: “Dan orang-orang yang beriman lelaki dan Wanita sebagian mereka adalah awliya‟ bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh untuk mengerjakan yang ma‟ruf, mencegah yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa Lagi Maha Bijaksana. Suatu fakta sejarah bahwa Aisyah RA isteri Rasulullah SAW memimpin pasukannya dalam perang Jamal (656M) melawan Khalifah Ali Ibn Abi Thalib, keterlibatan Aisyah dalam peperangan itu menunjukkan partisipasi kaum muslimah dalam bidang politik praktis sekalipun.20 Kesimpulan Inklusif dapat dikaitkan dengan persamaan, keadilan, dan hak individual dalam pembagian sumber sumber seperti politik, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Masing – masing dari aspek aspek tersebut tidak berdiri sendiri melainkan saling berkaitan satu sama lain. Istilah inklusif berkaitan dengan banyak aspek hidup manusia yang didasarkan atas prinsip persamaan, keadilan dan hak individu. Dalam pendidikan inklusif gender maka yang dibicarakan adalah tentang kesetaraan gender dan semua hal yang berkaitan dengan problematika, kontraversi,ketimpangan,bias gender sampai pada gerakan feminisme. Kontor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, mengartikan gender adalah peran sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat, serta tanggungjawab dan kesempatan laki-laki dan perempuan yang diharapkan masyarakat agar peran-peran sosial tersebut dapat dilakukan oleh keduanya (laki-laki dan perempuan). Didalam Women‟s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya 20
Mansour Fakih, Analisis Gender dan Transformasi Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Belajar,2010), 101-103
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
133
membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku, mentalitas,karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Dalam sejarah peradaban Romawi, kultur sosial yang ada bahwa perempuan sepenuhnya berada dibawah kekuasaan ayahnya. Setelah kawin kekuasaan pindah ke tangan suami. Kekuasaan itu mencakup kewenangan menjual, mengusir, menganiaya dan membunuh. Realita itu berlangsung hingga abad ke 5 Masehi. Segala hasil usaha perempuan akan menjadi milik keluarganya laki-laki. Pada zaman kaisar Konstantin terjadi sedikit perubahan dengn diundangkannya hak pemilikan terbatas bagi perempuan dengan catatan setiap transaksi harus disetujui oleh keluarga (suami/ayah). Peradaban Hindu dan Cina tidak lebih baik dari yang lain. Hak hidup bagi seorang perempuan yang bersuami harus berakhir pada saat kematian suaminya. Isteri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar. Bentuk dan macam kejahatan yang masuk dalam kategori gender violence dapat meliputi, antara lain: 1. Bentuk pemerkosaaan terhadap perempuan, perkosaan dalam perkawinan juga termasuk di dalammnya. Artinya perkosaan yang terjadi jika seseorang untuk mendapatkan pelayanan seksual dilakukan secara paksa tanpa kerelaan ini sering kali tidak bisa terekspresiyang disebabkan oleh berbagai faktor misalnya malu, ketakutan, dan keterpaksaan baik dari segi ekonomi, sosial maupun kultural sehingga tidak ada pilihan lain. 2. Serangan fisik dan tindakan pemukulan yang terjadi dalam rumah tangga (domestic violence), termasuk di antaranya penyiksaan terhadap anak-anak (child abuse) 3. Penyiksaan yang mengarah kepada organ alat kelamin (genita mutilation) misalnya penyunatan terhadap anak perempuan. Penyunatan ini dilakukan dengan berbagai alasan yang diungkapkan dalam suatu kelompok masyarakat. Namun, salah satu alasan terkuatyaitu adanya anggapan dan bias gender di masyarakat, yakni untuk mengontrol kaum perempuan. Saat ini, penyunatan perempuan sudah mulai jarang terdengar 4. Prostution (pelacuran) merupakan bentuk kekerasan terhadap perempuan yang dilakukan denga motif ekonomi yang merugikan kaum perempuan. Setiap masyarakat dan negara selalu menggunakan standar ganda terhadap pekerja seksual ini. Di satu sisi pemerinah melarang dan menangkapi tetapi di sisi lain juga menari pajak dari praktik prostusi tersebut. Seorang pelacur dianggap rendah oleh masyarakat, namun tempat praktiknya selalu saja ramai dikunjungi orang. 5. Pornografi merupakan jenis kekerasan lain terhadap perempuan jenis kekerasan ini termasuk kekerasan nonfisik., yani berupa peleehan terhadap kaum perempuan dimana tubuh perempuan dijadikan objek demi keuntungan seseorang. 6. Kekerasan dalam bentuk pemaksaan sterilisasi dalam program keluarga berencana. Keluarga berencana di banyak tempat ternyata telah menjadi sumberkekerasan terhadap perempuan. Dalam rangka mengkontrol pertumbuhan penduduk, perempuan sering kali dijadikan korban program tersebut, meskipun semua orang tahu bahwa persoalannya tidak saja pada perempuan , melainkan berasal dari kaum laki-laki juga. Namun, lantaran bias gender, perempuan dipaksa melakukan sterilisasi yang sering kali membahayakan, baik fisik maupun jiwa mereka. 7. Jenis kekerasan terselubung (molestation) yakni menyentuh atau memegang bagian tertentu dari tubuh perempuan dengan berbagai cara dan kesempatan tanpa kerelaan si pemilik tubuh. Jenis kekerasan ini sering terjadi di tempat pekerjaan ataupun di tempat umum seperti dalam bus. 8. Tindakan kejahatan terhadap perempuan yang paling umum dilakukan di masyarakat yakni yang dikenal dengan pelecehan seksual. Ada banyak bentuk pelecehan dan yang umum terjadi adalah unwanted attention from men. Ada beberapa bentu yang bisa dikategorikan dalam pelecehan seksual diantaranya yaitu: AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
134
a. Menyampaian lelucon jorok secara fullgar pada seseorang b. Menyakiti atau membuat malu seseorang dengan omongan kotor c. Menginterogsi seseorang tentang kehidupan atau kegiatan seksual atau kehidipan pribadinya d. Meminta imbalan seksual dalam rangka janji untuk mendapatkan kerja e. Menyentuh atau menyenggol bagian tubuh tanpa ada minat atau tanpa seizin dari yang bersangkutan Kesetaraan gender adalah sebuah frasa (istilah)yang sering diucapkan oleh para aktivis sosial, kaum feminis, politikus bahkan hampir oleh para pejabat negara. Istilah kesetaraan gender dalam tataran praksis hampir selalu diartikan sebagai kondisi ketidaksetaraan yang dialami oleh perempuan. Kesetaraan gender dapat juga berarti kesamaan kondisi bagi lakilaki maupun perempuan dalam memperoleh kesempatan serta hak-haknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan, pertahanan dan keamanan nasional serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan. Terwujudnya ksetaraan dan keadilan gender ditandai dengan tidak adanya diskriminasi antara perempuan dan laki-laki sehingga dengan demikian antara perempuan dan laki-laki memiliki akses,kesempatan berpartisipasi dan kontrol atas pembangunan serta memperoleh manfaat yang setara dan adil dari pembangunan. Feminisme diawali oleh persepsi tentang ketimpangan posisi perempuan dibandingkan laki-laki dimasyarakat. Akibat persepsi ini, timbul berbagai upaya untuk mengkaji penyebab ketimpangan tersebut untuk mengeliminasi dan menemukan formula penyetaraan hak perempuan dan lai-laki dalam segala bidang sesuai dengan potensi masing-masing sebaga manusia. Operasionalisasi upaya pembebasan diri kaum perempuan dari berbagai ketimpangan perlakuan dalam segala aspek kehidupan disebut gerakan feminis. Dalam praktiknya gerakan ini menghasilkan berbagai istilah dikalangan akademisi seperti maistream feminist, self feminis, socialst feminist, liberal feminist yang akhirnya menimbulkan bias terhadap makna feminisme sebagai suatu gerakan. Dalam kiprahnya PBB telah menyelenggarakan beberapa konferensi internasional yang membahas mengenai isu perempuan . Konferensi Internasional tentang perempuan pertama kalinya diselenggarakan pada tahun 1975 dengan dicanangkannya Tahun Perempuan Internasional di Mexico City yang kemudian diikuti dengan konferensi perempuan kedua di Kopenhagen (1980) lalu konferensi Internasional di Nairobi tahun 1985 dan terakhir di Beijing tahun 1995.Seiring dengan perkembangannya maka dalam kerangka tujuan perlindungan HAM itulah para pejuang perempuan tersebut memasukkan HAM perempuan, para aktivis itu berketetapan untuk menciptakan United National Commission On the Status of Women (CSW). CSW itulah yang kemudian mengusulkan kepada PBB untuk mencanangkan International Women „s Year pada tahun 1975. Dalam QS. An-Nisa‟ ayat 34 “Arrijalu Qowwamuna ‘Ala Nisa’ (laki-laki adalah pemimpin bagi kalangan wanita. Salah satu mufassir masa lalu ,Al-Qurthubi (w.671) dalam mengomentari/menafsirkan ayat 34 cenderung melihat aktivitas laki-laki sebagai pencari nafkah, laki-laki yang menjadi penguasa, hakim dan juga tentara. Hal ini mengingat kata alRijal dalam “Arrijalu Qowwamuna “ala Nisa‟ bukan berarti laki-laki secara umum tetapi “suami” karena konsideran lanjutan ayat tersebut adalah “karena mereka para suami menafkahkan sebagian harta untuk isteri-isteri mereka. Seandainya kata”lelaki” adalah kaum pria secara umum tentu konsiderannya tidak begitu. Lebih jauh lagi lanjutan ayat tersebut secara jelas berbicara tentang persoalan isteri dan rumah tangga. Adapun mengenai Hadist “Tidak beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan mereka kepada wanita” tidak digariskan secara umum. Hadist ini berkaitan dengan suatu peristiwa seperti diriwayatkan Bukhari,Ahmad al-Nas‟i, dan Al-Tirmidzi melalui Abu Bakrah: “ Ketika Rasulullah SAW mengetahui bahwa masyarakat Persia mengangkat Putri Kisra sebagai penguasa mereka beliau bersabda :”Tidak beruntung suatu kaum yang AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014
135
menyerahkan urusan mereka kepada wanita”. Jadi Hadist ini dikaitkan dengan masyarakat Persia ketika itu bukan berlaku di umum dalam segala urusan. Daftar Rujukan Cleves Mossse, Julia, Gender dan Pembangunan, Yogyakarta:Pustaka Belajar, 2007. Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,Yogyakarta:Pustaka Belajar, 2010 Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Republik Indonesia, Bahan Informasi Gender-Modul 1, 2001. Kuntjara, Esther, Gender Bahasa dan Kekuasaan, Jakarta:Libri, 2012 Nugroho, Riant, Gender dan Administrasi Publik,Yogyakarta:Pustaka Belajar, 2008 Mino Vianello et.al, Gender Inequality: A Comparative Study of Discrimination and Participation, London : Sage Publication, 1990 Megawangi, Ratna, Membiarkan Berbeda Sudut Pandang Baru Tentang Relasi Gender, Jakarta:Mizan, 1999. S.Anshori, Dadang,Engkos Kosasih,Farida Sarimaya, Membincangkan Feminisme Refleksi Muslimah atas Peran Sosial Kaum Wanita, Jakarta:Pustaka Hidayah, 1997. Abdullah, Irwan, Sangkan Peran Gender, Yogyakarta, Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada, 2006. Lapian Gandhi, Disiplin Hukum Yang Mewujudkan Kesetaraan Dan Keadilan Gender, Jakarta: Pustaka Obor, 2012 Ananta Toer, Pramoedyaa, Bumi Manusia, Jakarta:Hastra Mitra, 1992.
AKADEMIKA, Volume 8, Nomor 1, Juni 2014