PENDIDIKAN ESTETIK MELALUI PEMBELAJARAN MENGGAMBARMELUKIS DI KLUB MERBY SEMARANG Sudirman Sulthan (Seorang magister pendidikan seni dan dosen seni rupa Universitas Negeri Makassar)
Abstrak
Pembelajaran menggambar-melukis sebagai bagian dari pendidikan seni rupa bukanlah hal yang asing bagi anak, bahkan sejak usia dini anak sudah biasa membuat goresan-goresan yang dapat disebut sebagai kegiatan menggambar-melukis. Iklim pembelajaran sangat menentukan proses belajar-mengajar. Manajemen pembelajaran juga merupakan faktor yang menentukan dalam proses pembelajaran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan pelaksanaan pendidikan estetik dalam pembelajaran mengambar-melukis di Klub Merby Semarang. Penelitian menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif Data dikumpulkan melalui observasi langsung proses pelaksanaan pembelajaran menggambar-melukis di Klub Merby Semarang. Wawancara dan studi dokumen juga dilakukan dalam teknik pengumpulan data. Analisis data melalui langkah-langkah (a) pencatatan semua temuan fenomena di lapangan, (b) penelaahan kembali catatan lapangan, serta pemisahan kepentingan data dan klarifikasi. (c) pendeskripsian data serta (d) simpulan hasil penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran menggambar-melukis di Klub Merby bertujuan untuk mencetak lulusan yang memiliki keterampilan menggambar-melukis secara realistis naturalistis. Perencanaan disusun dalam satu semester ke depan dengan memperhitungkan momen yang terkait dengan peristiwa aktual. Materi pembelajaran antara lain berupa latihan keberanian untuk menarik garis, pewarnaan yang harmonis menggunakan gradasi warna, serta pemberian tema yang beragam dan pembuatan bentuk-bentuk yang lebih rumit dan kompleks. Pembelajaran berpusat pada guru dan berpusat pada siswa. Metode pembelajaran mayoritas menggunakan metode demonstrasi penuh dan sebagian, serta metode pemberian tugas menyertai setiap pembelajaran. Metode bercerita, tanya jawab dan sebagainya sering mengawali pembelajaran. Evaluasi pembelajaran mengikuti format yang sudah ada terdiri atas dua penilaian yaitu nilai hasil dan nilai proses. Iklim pembelajaran cukup kondusif dengan sarana dan prasarana belajar yang memadai, dan dengan manajemen yang cukup bagus. Namun demikian, pembelajaran menggambar-melukis hendaknya dilaksanakan dengan berpijak pada pertimbangan untuk menumbuhkan semangat kreativitas, sikap dan imajinasi anak yang estetis dan tetap pada alur lingkungan yang sesuai. Kata kunci : pendidikan, estetik, pembelajaran, menggambar-melukis.
Pendahuluan Tujuan pendikan secara sederhana adalah menciptakan manusia dengan kualitas sumber daya yang baik, mampu mandiri dan berguna bagi sesamanya. Sebagaimana dinyatakan dalam Undang Undang Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) no.20 tahun 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 1:
2
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.” Pendidikan estetik sebagai bagian dari pendidikan seni merupakan salah satu aspek dari pendidikan umum memegang peranan penting dalam pemberian pengalaman estetis (art as experience) terhadap anak didik. Pengalaman estetis menawarkan peluang bagi seseorang untuk memahami dunia secara lain yang berbeda dengan cara yang lazim ditempuh oleh pendekatan ilmiah. Pendidikan seni menantang anak untuk menunjukkan pikiran dan tindakan kreatifnya melalui program pemecahan masalah artistik yang tidak hanya mengenal satu jawaban yang benar (Bansel 2003). Cara mengajar yang secara terus-menerus menghasilkan tanggapan dan ekspresi anak yang seragam, amat tak layak bagi pendidikan seni (Salam 2004:3). Pembelajaran menggambar-melukis sebagai bagian dari pembelajaran
seni rupa
sebenarnya bukanlah hal yang asing bagi anak, bahkan kemampuan anak dalam menggambarmelukis telah biasa sejak usia dini dengan membuat goresan-goresan. Proses pembelajaran senantiasa terkait juga dengan iklim pembelajaran dalam kaitan dengan lingkungan tempat belajar. Pelaksanaan
suatu proses pembelajaran juga terkait dengan
manajemen yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi secara menyeluruh dari seluruh proses belajar mengajar. Klub Merby sebagai salah satu lembaga swasta nonformal yang bergerak dalam pembelajaran seni di Semarang, menjadi pilihan untuk diteliti karena memiliki perkembangan yang cukup pesat dan tetap eksis sampai sekarang. Berdasarkan uraian tersebut di atas, masalah yang perlu dikaji dan diteliti adalah sebagai berikut: (1) bagaimana pendidikan estetik melalui pembelajaran menggambar dan melukis di Klub Merby Semarang yang mencakupi tujuan, materi, pendekatan, strategi, metode, dan evaluasi pembelajarannya, (2) bagaimana iklim pembelajarannya, (3) bagaimana manajemen Klub Merby Semarang dalam upaya pendidikan estetik melalui pembelajaran menggambar-melukis, dan (4) bagaimana karakteristik gambar-lukis anak peserta pelatihan di Klub Merby Semarang. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan dan menjelaskan proses pendidikan estetik melalui pembelajaran menggambar-melukis di Klub Merby Semarang. Manfaat penelitian antara lain sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan pendidikan seni pada khususnya.
3
Kajian Teoretis Pendidikan Estetik Istilah aesthetic dipopulerkan oleh Baumgarten sekitar tahun 1750 untuk menyatakan sesuatu yang berkaitan dengan keindahan (Sahman 1993:12). Sesuatu yang estetik bermakna sesuatu yang indah. Seni secara tradisional dihubungkan dengan keindahan, maka seni berkaitan erat dengan keindahan. Kata aesthetic menjadi jelas dipahami jika ditelusuri lawan katanya yaitu anaesthetic (anestesia) yang artinya menghilangkan rasa --ingat istilah kedokteran; anastesi-(Salam 2006:1). Seorang ahli estetika modern yang bernama Monroe Beardsley (dalam The Liang Gie 1996:43) menyatakan bahwa ada tiga unsur yang menjadi sifat-sifat membuat baik atau indah sesuatu karya estetik yang diciptakan oleh seniman yaitu (1) kesatuan (unity), (2) kerumitan (complexity), dan (3) kesungguhan (intensity). Sementara itu Djelantik (1999:57) mengemukakan ada tiga ciri-ciri estetik yaitu
(1) keutuhan (unity), (2) penonjolan (dominance), dan (3)
keseimbangan (balance). Dalam hubungan ini Isnaoen (2006:27) menjelaskan lebih jauh tentang prinsip-prinsip estetis yang mencakupi kesatuan, keserasian, keseimbangan, irama dan perulangan, kesebandingan atau proporsi, dan aksentuasi. Pendidikan estetik adalah pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepekaan rasa anak didik agar menjadi peka terhadap sesuatu yang indah, sehingga mudah menerima rangsangan dari luar, mudah tersentuh nuraninya sehingga menjadi manusia yang sensitif.
Pendidikan Seni Rupa dan Menggambar-Melukis Seni adalah sebuah kata yang memiliki makna ganda, sebab kata itu memiliki banyak arti. Pertama, seni berarti halus, kecil, rumit atau njelimet. Kedua, seni berarti kencing dan ketiga seni berarti indah (Rondhi 2002:4). Kata seni selanjutnya mengalami perkembangan arti yang menjadi identik dengan kata art(s) dalam bahasa Inggris yang meliputi dance, music, theatre, literature dan visual art(s). Kata art(s) ini dapat diartikan sebagai kegiatan atau hasil pernyataan rasa keindahan manusia (Salam 2001:1). Pendidikan seni rupa dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan pribadi anak yang menurut Salam (2001:18) tercermin pada beberapa hal di antaranya: (1) kesempatan mengekspresikan diri; (2) mengem-bangkan potensi kreatif, (3) mempertajam kepekaan nilai-nilai keindahan, (4) mengembangkan kemampuan memecahkan masalah, dan (5) menumbuhkan rasa percaya diri. Menggambar atau melukis mengikuti proses penciptaan yang relatif sama yaitu pemberian garis dan warna pada permukaan bidang datar seperti kertas, tripleks, tembok, dan papan dengan
4
menggunakan alat seperti pensil, pena, spidol, kuas, pisau palet, maupun dengan menggunakan tangan atau tube cat secara langsung. Selain menggambar-melukis, masih ada beberapa jenis kegiatan menggambar-melukis yang bisa diberikan kepada siswa antara lain: menggambar bentuk, menggambar dekorasi, menggambar ilustrasi, menggambar poster atau iklan, menggambarmelukis ekspresi dan menggambar imajinasi (Salam 2001:45). Unsur-unsur estetik dalam menggambar- melukis terdiri atas garis, bentuk, warna, tekstur, ruang dan cahaya, termasuk tema, makna dan lambang (The Liang Gie dalam Isnaoen 2006:19).
Karakteristik Gambar Anak Karakteristik gambar anak di seluruh dunia menunjukkan adanya kesamaan dan tercermin pada sifat-sifat sebagai berikut: (1) ekspresif, (2) melebih-lebihkan, (3) naratif, dan (4) mengikuti pola perkembangan (Salam 2001:33). Sifat ekspresif anak tercermin pada kepolosan anak untuk menggambarkan ide atau hasil pengamatannya berdasarkan sudut pandangnya sendiri. Bentuk dan warna digoreskan secara spontan tanpa banyak pertimbangan. Sifat ekspresif ini tampak pada gambar anak yang masih duduk di kelas bawah Sekolah Dasar dan di Taman Kanak-Kanak serta di Play Group. Gambar anak kelompok usia 4-10 tahun pada bagian yang dianggap penting, cenderung untuk dibuat secara berlebih-lebihan. Ukuran bagian yang penting dibuat lebih menonjol dibandingkan dengan bagian lainnya, sehingga gambar anak kelihatan tidak proporsional, atau tidak sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. Karakteristik gambar anak secara alamiah memiliki kesamaan namun bila dalam pendidikan anak proses pembelajaran menggambar-melukis tidak mengikuti pola pembelajaran yang memungkinkannya berkembang seperti teori yang dikemukakan oleh pakar-pakar seni rupa, tentulah hasilnya akan lain. Hasil pembelajarannya akan berbeda dengan teori-teori yang telah diutarakan. Pembelajaran dan Komponennya Pembelajaran adalah suatu kondisi yang dengan sengaja diciptakan. Kegiatannya berlangsung dalam proses belajar-mengajar. Belajar pada hakikatnya adalah perubahan yang terjadi pada diri seseorang setelah selesai mengikuti aktivitas pembelajaran (Djamarah dkk. 2006:38) Komponen pembelajaran meliputi tujuan, materi, pendekatan, strategi, metode, dan evaluasi. Pendekatan dalam proses pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang terhadap proses pembelajaran. Pendekatan sebagai sudut pandang berarti bagaimana seseorang melihat sesuatu. Hal ini dipengaruhi oleh pengetahuan dan pemahaman seseorang
5
terhadap sesuatu itu. Seorang pendidik yang memandang anak sebagai individu yang berbeda dengan individu lainnya ia akan menggunakan pendekatan individual. Berbeda pula dengan pendidik yang memandang anak sebagai individu yang sama saja dengan semua anak akan melahirkan pendekatan yang klasikal. Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu (Sanjaya 2006:124). Dengan kata lain strategi adalah suatu rencana yang cermat dan kiat yang cerdik (Webster dalam Tumpu 2003:64), sedangkan pengimplementasian rencana yang telah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal dinamakan metode. Evaluasi dalam arti luas adalah perkiraan pertumbuhan dan perkembangan siswa menuju tujuan yang harus dicapai (Wrighstone dalam Tumpu 2003:185). Evaluasi yang baik memiliki syarat-syarat (1) taat asas; (2) valid; (3) obyektif; (4) diskriminatif; (5) komprehensif; dan (6) mudah dilaksanakan.
Iklim Pembelajaran dan Manajemennya Iklim menurut Hoetomo (2005:192) adalah sebagai keadaan udara, hawa, suasana, keadaan waktu, cuaca, peristiwa, dan sebagainya. Iklim yang dimaksudkan dalam pembahasan ini adalah kondisi, keadaan, suasana dalam pembelajaran.
Iklim pembelajaran dapat diartikan
sebagai keadaan, kondisi atau suasana dalam pembelajaran, yang dapat meliputi keadaan alam suatu daerah, milieu atau lingkungan meliputi sekolah, masyarakat dan keluarga, iklim fisik, iklim sosial, iklim budaya,
dan sebagainya. Menurut Anderson (dalam Syafii 2005:105) iklim
pembelajaran ditentukan oleh faktor ekologi, milieu, sistem sosial dan kultur. Manajemen secara umum dijelaskan oleh Susanto (2004:26) sebagai suatu proses atau kerangka kerja yang melibatkan pengarahan suatu kelompok orang ke arah tujuan yang ingin dicapai secara efektif dan efisien. Efektif berarti menghasilkan produk yang berkualitas. Efisien berarti menggunakan sumber daya secara hemat tanpa pemborosan dan penyimpangan. Giegold (dalam Pidarta 2004:14) menjelaskan bahwa proses manajemen itu adalah aktivitas yang melingkar, mulai dari perencanaan, pengoranisasian, pengarahan, sampai dengan pengawasan kemudian kembali lagi pada perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan seterusnya dengan tidak pernah berhenti.
Metode Penelitian
6
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif, karena metodelogi kualitatif sebagai prosedur penelitian menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orangorang dan perilaku yang dapat diamati (Bogdan dan Taylor dalam Moleong 2004:3). Lokasi penelitian bertempat di Jl. Mataram nomor 653 kode pos 50242 Kota Semarang Propinsi Jawa Tengah Indonesia. Telepon ( 024) 8148842 fax (024) 8318842 Email : Merby
[email protected]. Fokus penelitian ini adalah (1) pendidikan estetik melalui pembelajaran menggambar-melukis meliputi tujuan, materi, pendekatan, strategi, metode, dan evaluasi pembelajarannya, (2) iklim pembelajaran menggambar-melukis di Klub Merby Semarang, (3) manajemen Klub Merby Semarang dalam upaya pembelajaran menggambar-melukis, dan (4) karakteristik gambar-lukis anak peserta pelatihan di Klub Merby. Teknik
pengumpulan
data
menggunakan
observasi/pengamatan,
wawancara,
pengumpulan dan telaah dokumen. Melalui teknik observasi peneliti mencatat hal-hal yang terjadi di lapangan meliputi interaksi pengajar dan siswa, siswa dengan siswa, orang tua/pendamping siswa dengan sesama orang tua, orang tua siswa dengan pengajar, staf administrasi dengan siswa, staf pengajar dengan staf administrasi, staf pengajar dengan orang tua. Pengumpulan dokumen terdiri atas dokumen tertulis dan karya peserta pelatihan menggambar-melukis. Wawancara dilakukan untuk mempertegas dan memperjelas dokumen dan informasi tertulis yang telah diperoleh berupa dokumen yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Keabsahan data pada penelitian ini menggunakan kriteria derajat kepercayaan (credibility) yang dilakukan dengan teknik pemeriksaan yaitu (a) perpanjangan keikutsertaan pada obyek penelitian untuk memperoleh data yang akurat, (b) ketekunan pengamatan terhadap obyek yang diamati baik data yang diperoleh melalui dokumen dan foto dokumentasi maupun pelaksanaan di lapangan, dan (c) teknik trianggulasi antara data yang diperoleh dari dokumen dengan teknik observasi dan pengamatan di lapangan serta cek wawancara dengan obyek yang terkait. Teknik analisis data dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah pencatatan, reduksi, dan klarifikasi data, kemudian mendeskripsikan data yang telah diklarifikasi untuk kepentingan penelaahan lebih lanjut dengan memperhatikan fokus dan tujuan penelitian, serta membuat analisis akhir yang memungkinkan dalam bentuk laporan untuk kepentingan penulisan hasil penelitian.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Pembelajaran perdana pada tahun 1989 dimulai dengan lima orang anak yang masih duduk di Taman Kanak Kanak dan mengambil tempat di lantai II Toko Alat Tulis Merbabu
7
Semarang. Pembelajaran ini diberi nama ”Sanggar Merbabu.” Sekarang berkembang dan memiliki ratusan peserta pelatihan menggambar-melukis. Kampus utama klub Merby Centre Semarang berada di Jalan Mataram 653 Semarang. Luas bangunan lebih kurang 2000 m2, terdiri dari tiga lantai dengan 16 kelas dan 30 area penunjang. Kapasitas kampus dalam sehari dapat menampung lebih kurang 500 siswa. Bagian depan gedung Merby terdapat patung katak setinggi kurang lebih 1,6 m dan menjadi maskot Klub Merby, yang dimaknai sebagai hewan yang selalu ceria dan dapat hidup di dua alam yaitu air dan darat serta mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan. Kampus lainnya, yaitu kampus pertama berada di Jalan Pandanaran 108 Semarang 50241 dengan nama Pusat Pelatihan Merbabu. Kampus II berada di Jalan Pandanaran II/2D 50241 bernama Child Day Care. Kampus III berada di Jalan Ring Road Utara 199 Yogyakarta 55581. Total kampus yang dimiliki sebanyak 4 buah. Pembelajaran perdana pada tahun 1989 dimulai dengan lima orang anak yang masih duduk di Taman Kanak Kanak dan mengambil tempat di lantai II Toko Alat Tulis Merbabu Semarang. Pembelajaran ini diberi nama ”Sanggar Merbabu.” Pendidikan estetik di Klub Merby Semarang khususnya dalam bidang pembelajaran menggambar-melukis telah berlangsung cukup lama, mulai dari pembelajaran menggambar-melukis yang dilaksanakan di dalam Toko Buku Merbabu yang kemudian saat ini sudah berkembang cukup pesat memiliki siswa lebih kurang 1000 orang siswa setiap bulannya. Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran menggambar-melukis di Klub Merby adalah untuk mencetak lulusan yang memiliki pengetahuan dan keterampilan menggambar-melukis seperti yang tercermin dalam format
evaluasi
pembelajaran,
dan
kurikulum
menggambar-melukis.
Dalam
pengimplementasiannya cenderung tujuan diarahkan untuk mencetak lulusan yang memiliki keterampilan menggambar-melukis secara realistis naturalistis.
Materi Pembelajaran Peserta didik dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan menggambar dan melukis secara realis. Awal pembelajarannya adalah memberi keterampilan dan keberanian membuat macam-macam garis, berupa garis lurus, garis lengkung, garis zig-zag. Selanjutnya membuat bentuk-bentuk bagan berupa lingkaran, segi tiga, segi empat, binatang, setengah lingkaran dan sebagainya. Materi selanjutnya latihan menggambar rumah, mobil, orang, binatang, tumbuhtumbuhan dan sebagainya.
8
Pengembangan selanjutnya adalah pemberian tema yang beragam, di antaranya tema budaya atau tradisi, hari-hari nasional seperti HUT Republik Indonesia, Hari Kartini, Hari-hari Agama seperti Idul Fitri/Idul Adha, Hari Natal, Masalah Lingkungan Hidup, Transportasi, Alam Benda, Tumbuh-tumbuhan, Binatang , Gambar Imajinatif, dan sebagainya (Susanto 2004: 49). Pendekatan Pembelajaran Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran di Klub Merby ada beberapa macam, di antaranya pendekatan yang berpusat pada guru (teacher centred approaches) dan pendekatan yang berpusat pada murid (student centred approaches). Pendekatan lainnya adalah pendekatan individual. Ada juga pendekatan emosional yang dilakukan oleh pengajar/pelatih terutama anak yang malu-malu dan kurang berani. Pendekatan lainnya adalah pendekatan pembiasaan yaitu pembiasaan untuk berani menarik garis tanpa ragu-ragu. Pendekatan rasional juga biasa digunakan misalnya anak ditanya: kucing itu berapa kakinya? Pendekatan pengalaman adalah yang lebih banyak digunakan karena setiap kali anak datang mestilah mereka membuat gambar. Ada juga pendekatan kebermaknaan, misalnya gambar atau lukisan dengan judul ”antri dong”, ”terima kasih”, ”membantu ibu,” ”mencuci piring” dan sebagainya. Strategi Pembelajaran Strategi pembelajaran disusun dalam satu semester ke depan dengan memperhitungkan momen yang terkait dengan peringatan hari-hari penting dan sebagainya. Tema-tema dikaitkan dengan kondisi aktual yang ada, dengan demikian menjadi mudah bagi anak untuk menghayatinya karena berkaitan dengan masalah yang dikenalnya. Anak dilatih dan diperkenalkan dengan bentuk-bentuk yang sederhana, mulai dari garis, bidang, warna, bentuk dan ruang sampai kepada bentuk yang lebih kompleks dan bervariasi. Sifat pembelajarannya adalah bagaimana anak menjadi terampil memanfaatkan alat dan media yang tersedia untuk mengungkapkan idenya. Ruang lingkup pembelajarannya adalah yang akrap dengan pengalaman dan pengetahuan anak dan khas anak. Metode Pembelajaran
9
Metode yang tercantum dalam dokumen kurikulum tingkat pemula adalah metode demonstrasi, metode peragaan, metode eksperimen, metode rangsang cipta dengan bercerita, tanya jawab, menyanyi, bersyair, dan metode ekspresi bebas. Metode yang ada pada dokumen kurikulum tingkat dasar A Kelas I-II adalah metode demonstrasi, metode eksperimen, metode tanya jawab, metode rangsang cipta dengan menyanyi, dan berceritera, sedangkan pada tingkat dasar B Kelas III-IV adalah demonstrasi, eksperimen, rangsang cipta dengan berceritera, deklamasi, menyanyi, tanya jawab, kemudian metode peragaan, dan meniru. Pada kurikulum tingkat dasar C kelas V-VI tercantum metode demonstrasi, metode melihat langsung obyeknya, metode tanya jawab, metode berceritera, metode peragaan, dan metode meniru obyek secara langsung. Dalam pengimplementasiannya, menurut salah seorang pelatih dan informan Muharrar, bahwa metode yang diterapkan di Klub Merby dalam pembelajaran menggambar-melukis anakanak sesungguhnya kurang bervariasi dan lebih kepada mewarnai saja, karena itulah orientasi pasar dan untuk persiapan menghadapi lomba, selain juga lebih banyak mencontoh pelatih. Setiap ada lomba menggambar-melukis untuk anak-anak SD kelas tiga ke bawah pada umumnya adalah mewarnai.
Evaluasi Pembelajaran Berdasarkan butir penilaian yang dikembangkan oleh klub Merby, acuan penilaian meliputi: pengetahuan melukis yang tercermin pada keterampilan melukis yang berorientasi pada aspek hasil karya dan proses berkarya. Pada hasil karya ada tiga aspek yang menjadi acuan yaitu: kesesuaian tema, bentuk karya dan teknik mengerjakan. Ketiga aspek ini masing-masing memiliki subbutir sebagai berikut. Tema meliputi: (1) kesuaian tema; (2) pengembangan tema (3) keutuhan tema dan (4) penghayatan tema. Sedang pada aspek bentuk meliputi: (1) kualitas garis dan bidang; (2) tekstur dan keserasian warna; (3) penguasaan ruang dan kedalaman; (4) kesatuan komposisi; (5) ekspresivitas bentuk. Pada aspek teknik mengerjakan meliputi: (1) penguasaan bahan dan alat, (2) penyelesaian karya, (3) pengeksplorasian teknik. Untuk aspek penilain proses berkarya meliputi: (1) kelancaran dan keleluasaan, (2) kesungguhan berkarya, (3) pemanfatan waktu, dan (4) ketelitian. Skor nilai menggunakan huruf: A-B-C-D
dengan asumsi bahwa nilai A = amat
memuaskan, B = memuaskan , C = cukup dan D = kurang memuaskan. Format penilaian ini digunakan secara menyeluruh untuk tingkat dasar sampai tingkat lanjutan, terutama untuk keperluan laporan hasil evaluasi ujian. Dalam pelatihan keseharian, adakalanya pada karya anak dituliskan nilai keseluruhan berupa angka puluhan atau huruf.
10
Iklim Pembelajaran Iklim pembelajaran di Klub Merby dapat dilihat dari tiga aspek yaitu iklim fisik, iklim sosial, dan iklim budaya. Secara fisik fasilitas pelaksanaan pembelajaran sudah sangat mendukung. Ruangan cukup bersih dan nyaman karena tiap ruangan kelas dilengkapi dengan pendingin ruangan. Fasilitas meja belajar disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi anak. Lantai berkarpet, papan tulis jenis white board dengan pencahayaan yang memadai. Tersedia pula galeri kelas untuk menggantung karya yang baik. Sound sistem yang stereo di tiap ruangan dan sudut-sudut tertentu di kampus memberi iklim yang kondusif bagi pengunjung. Setiap kelas dihubungkan dengan teras yang langsung bermuara pada open space yang nyaman. Hubungan sosial antara pengajar dengan siswa, antara siswa dengan siswa, antara siswa dengan staf, antara staf pengajar dan staf administrasi terlihat cukup bagus. Pelaksanaan pembelajaran dengan pendekatan multikultural tercermin dari tema-tema yang diangkat dalam pembelajaran menggambar-melukis. Iklim pembelajaran dalam proses belajar-mengajar di Klub Merby pada prinsipnya sudah cukup kondusif, baik itu iklim fisik yang meliputi sarana dan prasarana, iklim sosial dalam hubungan antar komponen yang berinteraksi, maupun iklim budaya dengan latar belakang budaya yang bervariasi berlangsung dengan saling pengertian. Manajemen Organisasi dan Pembelajaran Berdasarkan pengamatan dan telaah dokumentasi yang ada, manajemen Klub Merby cukup bagus ditinjau dari segi perencanaan, pengorganisasian, pengadministrasian, pengendalian, dan evaluasi. Dari segi perencanaan, gedung Klub Merby Centre sudah direncanakan dengan baik di setiap area dengan sangat fungsional, efisien, ekonomis dan indah. Terasa tidak ada ruang yang sia-sia atau tidak berfungsi. Perencanaan pembelajaran mengacu pada kurikulum Klub Merby tahun 1992 sampai sekarang. ”Setiap pengajar diwajibkan membuat Satuan Acuan Pembelajaran (SAP) untuk satu semester ke depan”. Penyusunan SAP mengacu pada kurikulum tahun 1992. ”Jadwal kegiatan dari hari Senin sampai Sabtu dari pukul 8.30 sampai dengan pukul 20.00. Pada hari Ahad berlangsung dari pukul 8.30 sampai jam 13.00” (panduan masuk Klub Merby). . Evaluasi pembelajaran dilakukan oleh pengajar atau pelatih setiap hari. Evaluasi periodik setiap enam bulan sekali dengan kehadiran peserta pelatihan minimal empat bulan atau setara dengan enam belas kali pertemuan. Fortofolio juga merupakan unsur penilaian yang menggambarkan perkembangan prestasi siswa dari awal sampai dilakukannya evaluasi periodik dari tahap ke tahap.
11
Job description dibuat secara struktural dan fungsional. Tenaga pengajar/pelatih bukan tenaga struktural, atau bukan sebagai pegawai atau karyawan tetapi sebagai mitra kerja dari Klub Merby. Atau dengan kata lain sebagai tenaga fungsional yang memperoleh penghasilan dari bagi hasil uang iuran peserta pelatihan. Besarnya penghasilan pelatih adalah sebesar empat puluh persen dari jumlah pembayaran uang iuran siswa yang diajar. Pengadministrasian dilakukan oleh staf administrasi/tata usaha yang menangani persuratan dan pengarsipan dengan baik. Staf administrasi meliputi bidang keuangan, logistik, sarana prasarana dan cleaning service. Kontrol keuangan dilakukan oleh akuntan. Manajemen pemasaran senantiasa aktif dilakukan dengan berbagai strategi promosi. Di antaranya mengadakan lomba menggambar/mewarnai di setiap event, mengadakan promosi ke sekolah-sekolah, TK, SD. Pemasangan spanduk-spanduk ditempatkan di sudut kota yang strategis. Pengedaran brosur kepada masyarakat melalui siswa dan orang tua/wali siswa. Seluruh personil Klub Merby berkewajiban untuk mempromosikan Klub Merby di mana pun dan kapan pun. Gambar Anak Klub Merby Produk Pembelajaran Tahun 2004 Setelah mencermati hasil-hasil karya anak berupa gambar-lukisan yang ada maka terlihat hasil pembelajaran dari klub Merby adalah usaha memberikan pengetahuan dan keterampilan menggambar-melukis bagi anak dengan
pelatihan yang intensif. Karakteristik gambar anak
berdasarkan periodisasi umur yang disampaikan oleh beberapa pakar pendidikan seni rupa seperti Viktor Lowenfeld dan Lambert Britain tidak tampak secara tegas dalam karya-karya anak hasil pembelajaran Klub Merby. Pendidikan estetik pada pembelajaran menggambar melukis lebih cendrung pada pemberian warna yang harmonis dengan penggarapan gradasi yang intensif. Pengarapan warna secara menyeluruh sudah memperhatikan kaidah-kaidah estetik yang meliputi unsur kesatuan/keutuhan, penonjolan, kesimbangan, kesebandingan/proporsi maupun keserasian. Walaupun di antaranya masih ada satu dua karya yang tidak maksimal sehingga mengurangi aspek kesatuan dan keutuhan. Namun pada umumnya karya anak dari segi estetik pewarnaan sudah mencerminkan hasil yang baik. Hanya dari segi bentuk-bentuk obyek gambar kurang memberi peluang kreativitas sesuai konsepsi anak, padahal aspek itu dapat terpenuhi dengan metode ekspresi bebas.
Penutup
Simpulan Tujuan pembelajaran menggambar-melukis di Klub Merby untuk mencetak lulusan yang memiliki keterampilan menggambar-melukis secara realistis naturalistis. Materi pembelajaran mulai
12
dari pelatihan keberanian menarik garis, memberi pewarnaan yang harmonis lewat penyusunan gradasi warna, sampai pada pembuatan bentuk-bentuk yang lebih rumit dan kompleks. Pemberian tema beragam yang kesemuanya merupakan pusat minat anak dan disesuaikan dengan peringatan hari-hari penting. Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yang berpusat pada guru dan pendekatan yang berpusat pada anak. Pendekatan lainnya masih ada beberapa pendekatan seperti pendekatan individual, pendekatan emosional, pendekatan pembiasaan, pendekatan rasional, pendekatan pengalaman, dan pendekatan kebermaknaan. Strategi yang digunakan adalah menyusun rencana pembelajaran yang mengarah pada tujuan pembelajaran yaitu bagaimana membuat anak terampil menggambar-melukis. Kiat-kiat yang dilakukan adalah melatih keterampilan tangan dan mata, serta memberi pengalaman memilih dan menerapkan warna secara gradasi dan harmonis. Metode yang dilakukan pada umumnya metode demonstrasi, memberi contoh gambar di papan tulis lalu siswa menyalinnya di kertas gambar anak. Menggambar-melukis dengan metode ekspresi bebas kurang mendapat perhatian karena tidak sesuai dengan selera pasar, yaitu orang tua anak tidak setuju dengan metode itu. Evaluasi pembelajaran menggambar-melukis ditekankan pada kemampuan anak membuat gambar dengan baik sesuai dengan butir-butir evaluasi yang menjadi kriteria evaluasi. Iklim pembelajaran secara fisik cukup mendukung, iklim sosial cukup kondusif. Iklim budaya juga tercermin budaya multikultural di dalam tema-tema gambar-lukisan. Manajemen Klub Merby mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/pengendalian, pelaksanaan dan kontrol/pengawasan serta evaluasi cukup profesional. Hasil menggambar-melukis di Klub Merby tidak ditemukan adanya karakteristik anak menggambar-melukis menurut periodisasi umur anak. Saran Metode menggambar mencontoh sebaiknya dikurangi dan memberi metode yang bervariasi seperti metode ekspresi bebas, metode menggambar bentuk untuk anak-anak yang berumur sepuluh tahun ke atas, metode menggambar imajinatif dan sebagainya. Orang tua perlu diberi pengertian, bagaimana pentingnya pemberian metode
ekspresi bebas terhadap pembinaan
kreativitas dan imajinasi anak. Tulisan-tulisan yang menyangkut pentingnya pembinaan kepribadian anak lewat pendidikan kesenian perlu disampaikan kepada orang tua anak, khususnya tulisan yang menyangkut pembinaan seni rupa. Kompetisi menggambar atau melukis hendaknya dilaksanakan dengan berpijak pada pertimbangan untuk menumbuhkan semangat kreativitas, sikap dan imajinasi anak yang estetis dan tetap pada alur lingkungan yang sesuai.
Daftar Pustaka
13
Bansel. 2003. The Art, http://www. discover tased edu au/arts/tlarts.htm 4/6/03. Salam, S. 2004. ”Keunikan Pendidikan Seni, Berkah yang Kurang Berberkah”. Orasi Ilmiah Pengukuhan Jabatan Guru Besar, FBS UNM. Salam, S. 2006. ”Pendidikan Estetik”. Sari bebas dari tulisan Elliot W.Eisner ”Aesthetic Education”dalam Marvin C.Alkin, dkk (ed) 1992 Encyclopedia of Educational Research. New York Macmillian Library Reference USA. Sahman, H. 1993. Estetika, Telaah Sistemik dan Historik. Semarang: IKIP Semarang Press. The Liang Gie. 1996. Filsafat Keindahan. Yogyakarta: Pusat Belajar Ilmu Berguna, Yogyakarta. Salam, S. 2001. ”Pendidikan Seni Rupa di Sekolah Dasar”. Buku Ajar untuk Mahasiswa PGSD, Makassar: Universitas Negeri Makassar. Djelantik, A.M. 1999. Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia. Rondhi, M. dan Anton Sumarton. 2002. “Tinjauan Seni Rupa I”. Paparan Perkuliahan. FBS Universitas Negeri Semarang. Isnaoen S. Iswidayati. 2006. Pendekatan Semiotik. Seni Lukis Jepang Periode 80-90an, Kajian Estetika Tradisional Jepang Wabi-sabi. Semarang: UNNES PRESS. Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media. Hoetomo, M.A 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya: Mitra Pelajar. Tumpu, S. 2003. Mengajar dan Belajar. Dua Aspek dari Satu Proses yang Disebut Pendidikan. Makassar: Badan Penerbit Universitas Negeri Makassar. Syafii. 2005. ” Pendidikan Seni Rupa Sekolah Dasar, Kajian Tanggapan Guru SD se Jawa Tengah, ” dalam Imajinasi, Jurnal Seni FBS UNNES, Semarang Volume 2. Susanto, Anindya Pradipta (ed). 2004. Gerak Semarak Klub Merby. Semarang: Paramita Offset. Djamarah dkk. Syaiful, Bahri dan Zain, Aswan. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Pidarta, M. 2000. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
14
Moleong, L. J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya. Undang-undang Republik Indonesia no 20 tahun 2003. Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional 2003, Jakarta: Sinar Grafika.